Tugas Pak Sudung

57
Penanganan Kasus Diabetes Mellitus Dalam Perspektif Kedokteran Keluarga Di Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya DISUSUN OLEH: Christian Hasudungan Nainggolan, S. Ked 10-188 KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA PERIODE 2 MARET 2015 – 4 APRIL 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2015

description

Tugas Pak Sudung

Transcript of Tugas Pak Sudung

Penanganan Kasus Diabetes Mellitus Dalam Perspektif Kedokteran Keluarga Di Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya

DISUSUN OLEH:Christian Hasudungan Nainggolan, S. Ked10-188

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGAPERIODE 2 MARET 2015 4 APRIL 2015

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIAJAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari 6 .Jumlahnya meningkat seiring dengan bentuk gaya hidup, pola konsumsi makanan yang tidak sehat termasuk diantaranya kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi junk food, dan lain-lain (Wardani et al,2007). Soewondo (2005), menyatakan bahwa stres yang dialami penderita baik fisik maupun mental berhubungan dengan sakitnya dan secara tidak disadari atau tidak langsung dirasakan oleh orang tua dan keluarga penderita, maka akan timbul suatu kesalahan kesalahan sikap keluarga dan penderita. Lingkungan yang mempengaruhi perilaku tidak hanya terbatas pada lingkungan fisik saja, tetapi juga lingkungan psikologis, sosial, ekonomi dan budaya. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi cara hidup sehat manusia. Sehingga peran keluarga seperti sikap, perilaku dan partisipasi keluarga dipandang sebagai naluri untuk melindungi anggota keluarga yang sakit. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya bahwa peran serta keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga mulai dari segi strategi pencegahan sampai fase rehabilitasi (Sundari dan Setyawati, 2006). Mengingat DM adalah penyakit selama hidup, makapengawasan dan pemantauan dalam penatalaksanaan DM pada setiap saat menjadi penting. Oleh karena itu maka penatalaksanaan penderita DM tidak dapat sepenuhnya diletakkan pada pundak dokter dan klinis saja. Dalam hal ini partisipasi penderita DM dan keluarganya sangat diperlukan khususnya dalam orientasinya pada upaya mengembalikan penderita DM ke dalam situasi sehat atau paling tidak mendekati normal (Waspadji, 2005). Tujuan pelaksanaan DM meliputi enam hal, yaitu memperpanjang hidup penderita dan menghilangkan gejala penyakit, mengusahakan penderita DM hidup bermasyarakat senormal mungkin, mengusahakan dan mempertahankan status metabolisme yang baik, mencegah komplikasi DM dan menghilangkan faktor resiko lain, dan skrining adanya komorbid(Asdie, 2000).Pelayanan kesehatan primer tidak saja meliputi masalah kematian (mortality), keluhan sakit (illness), penyakit (disease), ketidakmampuan (disability), kecacaatan (handicap), tetapi juga keadaan kesehatan yang positif yaitu upaya peningkatan kesehatan pada individu, keluarga dan kelompok masyarakat. Peranan dokter keluarga ialah berfungsi sebagai gatekeeper (penapisan), yaitu membuat keputusan yang tepat untuk tindakan penyelesaian masalah. Seyogyanya dokter praktik mencari kepastian dalam pencarian informasi untuk menegakkan diagnosis dengan memperhitungkan multi aspek dari kehidupan seseorang dan juga keluarganya, yang dikenal dengan istilah diagnosis holistik (Kekalih, 2008). Dalam mengatasi kasus ini yaitu kasus diabetes melitus yang terjadi pada seorang laki-laki yang belum berumur 40 tahun, maka sangat diperlukan peran dari anggota keluarga lainnya terutama dengan kombinasi antara pengaturan diet, olah raga, obat anti diabetik, penilaian kontrol, dan pendidikan. Keberhasilan penatalaksanaan DM juga ditentukan oleh peranan aktif dari penderita DM sendiri, keluarganya dan masyarakatnya dalam pengontrolan DM, pencegahan, komplikasi akut maupun kronik serta pembiayaanya. Oleh karena itu diperlukan penanganan holistik dan komprehensif yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klinis akut yang terjadi sehingga dapat mencegah komplikasi lanjut pada pasien (Kekalih, 2008).Alasan penulis memilih judul Penanganan Kasus Diabetes Mellitus Dalam Perspektif Kedokteran Keluarga Di Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya adalah karena masih tingginya jumlah angka kejadian penderita Diabetes Mellitus khususnya tipe 2 di Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya yang memerlukan upaya promotif dan preventif sesuai dengan perspektif kedokteran keluarga.B. Tujuan Penulisana. Tujuan UmumMengetahui gambaran penanganan kasus Diabetes Mellitus dalam perspektif kedokteran keluarga di Puskesmas Kelurahan Malaka Jayab. Tujuan Khusus1. Memahami definisi penyakit Diabetes Mellitus2. Memahami klasifikasi penyakit Diabetes Mellitus3. Memahami faktor resiko penyakit Diabetes Mellitus4. Memahami etiologi penyakit Diabetes Mellitus5. Memahami patofisiologi penyakit Diabetes Mellitus6. Memahami diagnosis penyakit Diabetes Mellitus7. Memahami penatalaksanaan penyakit Diabetes Mellitus dalam perspektif kedokteran keluarga8. Memahami komplikasi penyakit Diabetes Mellitus9. Membantu pasien untuk memahami dan menyelesaikan masalah kesehatan dan dapat terwujudnya keluarga yang sadar akan kebersihan dan kesehatan sehingga dapat mencegah komplikasi dari penyakitnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DefinisiMenurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin 6.B. KlasifikasiKlasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, yaitu :1. Diabetes Melitus Tipe 1DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup 2 .2. Diabetes Melitus Tipe 2DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun 2.3. Diabetes Melitus Tipe laina. Defek genetik pada fungsi sel betab. Defek genetik pada kerja insulinc. Penyakit eksokrin pankreasd. Endokrinopatie. Diinduksi obat atau zat kimiaf. Infeksig. Imunologi 2 .4. DM Gestasional

C. Faktor Risiko Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi : Riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus Umur.Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Riwayat pernah menderita Diabetes Mellitus gestasional Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding bayi yang lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi : Berat badan lebih Kurang aktifitas fisik Hipertensi Dislipidemia Diet tak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : Penderita polycictic ovary syndrome (PCOS) Penderita sindroma metabolik 6 .

D. EtiologiDiabetes Tipe 2Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa 3.E. Patofisiologi2.5.1 Diabetes melitus tipe 1Pada DM tipe I (DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi padasel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawaantigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik. Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak-anak 5.2.5.2 Diabetes Melitus tipe 2 Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin.Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidak seimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasiasam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetik yang menurunkan sensitifitas insulin.Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa faktor, kelainan genetik pada protein yang memisahkan rangkaian dimitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak 5.2.6 Manifestasi Klinis Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 2 .F. Diagnosis Diabetes MellitusDiagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosadarah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yangdianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahandarah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena,ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angkakriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukandengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer 6.2.7.1. Diagnosis diabetes melitusBerbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini: Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, danpenurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita 2.Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosaplasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL denganadanya keluhan klasik.3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO denganbeban 75 gr glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding denganpemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaaninimemiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukanberulang-ulangdandalam praktek sangat jarang dilakukankarena membutuhkan persiapan khusus.Apabilahasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkanke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atauglukosa darah puasa terganggu (GDPT) 2.Keterangan:1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGOdidapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaanglukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140mg/dL 2. Kriteria diagnosis DM

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaanpenyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkangejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untukmengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasilpemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif 2. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien denganDiabetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT danGDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untukterjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari 2.Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa oral (TTGO) standar 2.Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis diabetes melitus.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untukmenentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosadarah puasa terganggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosisdiabetes melitus, TGT, dan GDPT 2.

2.8 Penatalaksanaan 2.8.1 Tujuan penatalaksanaan Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku 2.

Anjuran Penatalaksanaan Penyakit :1. Promotif : Meningkatkan kesadaran pasien terhadap kesehatannya, dengan memotivasi pasien untuk tetap terus beraktifitas atau berolahraga yang ringan, misal berjalan kaki pada pagi hari. Mendorong keluarga pasien untuk mendukung pengobatan yang dijalani pasien. Memberikan pengertian pada pasien bahwa penyakit yang diderita dapat dikontrol untuk mencegah timbulnya komplikasi. 1. Preventif : Mengupayakan pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan-makanan yang mengandung kadar gula dan garam yang tinggi atau makanan yang mengandung banyak lemak, dan memperbanyak makan serat, seperti buah dan sayuran. Meminum obat-obatan secara teratur untuk mencegah timbulnya gejala.1. Kuratif : Pihak Puskesmas tetap terus memberi pengobatan setiap kali pasien datang untuk memeriksakan kesehatannya. Obat yang diberikan adalah Metformin. 1. Rehabilitatif : Mengupayakan pasien untuk tetap terus memeriksakan dirinya ke Puskesmas agar tekanan darah dan gula darah tetap terkontrol dan tetap memotivasi pasien agar menelan obat yang diberi secara teratur.

Pilar penatalaksanaan DM1. Edukasi2. Terapi gizi medis3. Latihan jasmani4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukanIntervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan 2.

0. EdukasiDiabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapaikeberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai haltentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus 2.

b. Terapi Nutrisi Medis Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin 2.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease 3.

Neuropati diabetikYang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun 2 .

2. Makroangiopati Pembuluh darah jantung atau koroner dan otakKewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk merekayangmempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM Pembuluh darah tepiPenyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengangejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul 2.

BAB IIIPERUMUSAN MASALAH PASIEN

STATUS PASIENFasilitas Pelayanan Kesehatan: Puskesmas Kelurahan Malaka JayaNomor rekam medis: 0117.2DATA ADMINISTRASITanggal 9 Maret 2015 Diisi oleh : Christian Hasudungan Nainggolan NIM : 10- 188PasienKeterangan

NamaTn. Maulana

Umur37 Tahun

AlamatRumah Susun Klender Blok 7 Lt. 1 No. 4

Jenis KelaminLaki-laki

AgamaIslam

PendidikanS1 Sarjana Ekonomi

PekerjaanTidak Bekerja, terakhir di perusahaan kontraktor

Status PerkawinanMenikahMemiliki 1 anak

Kedatangan yang ke 1Pasien datang ditemani istri dan anaknya

Telah diobati sebelumnyaBelum

Alergi obatTidak

Sistem pembayaranPribadi

Data pelayananAnamnesis (dilakukan secara autoanamnesis)A. Keluhan UtamaSering kesemutan

B. Keluhan TambahanMudah lelah sering mengantuk, mudah lapar, mudah haus, sering kencing terutama malam hari

C. Riwayat Perjalanan Penyakit SekarangPasien mengeluh sering kesemutan sejak kurang lebih 6 bulan sebelum datang ke puskesmas Malaka Jaya, pasien mengatakan seringkali kesemutan pada tangan dan kaki, kesemutan dirasakan hilang timbul, keluhan datang sewaktu-waktu tanpa sebab yang jelas, dan pasien tidak dapat memprediksikannya kemudian keluhan berlangsung kurang lebih 5 menit kemudian hilang namun 3 hari terkahir ini keluhan dirtasakan semakin sering dan hebat. Untuk mengurangi keluhannya pasien memijat bagian tubuh yang mengalami kesemutan dan menempelkan koyo pada bagian yang dikeluhkan. Sebelumnya pasien tidak pernah ke dokter maupun rumah sakit untuk memeriksa kesehantannya. Selain keluhan di atas pasien juga sering merasa mudah lelah, walaupun tidak melakukan aktiitas berat dan sering mengantuk contohnya saat sedang mengendarai motor selepas pasien pulang bekerja. Oleh karena itu saat ini pasien tidak bekerja dan lebih banyak di rumah dan beristirahat di rumah. Pasien juga pernah mengalami luka yang sukar kering dan sembuh, mudah lapar, mudah haus, dan sering kencing terutama pada saat malam hari sehingga mengganggu tidur pasien. Lalu pasien mengatakan pernah melihat kencingnya dikelilingi oleh semut saat buang air kecil di toilet kantor. D. Riwayat Penyakit Keluarga Di dalam keluarga pasien, ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien, yaitu ibu dan kakak perempuan pasien. Pasien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Di keluarga pasien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit kanker, jantung, dsb. Pasien sudah menikah dan memiliki 1 anak laki-laki berumur 1 tahun 2 bulan.

GENOGRAM

pasien

Keterangan:: Laki-laki

; Perempuan: menderita Diabetes(laki-laki) : menderita Diabetes(perempuan): tinggal serumah: meninggal

E. Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien dan pasien baru pertama kali memeriksa kesehatannya ke dokter.F. Riwayat Perilaku dan Kebiasaan Pribadi Sebelum pasien sakit pasien mengaku memiliki kebiasaan makanan yang tidak terkontrol. Pasien biasanya memiliki frekuensi makan lebih dari 3x perhari dan apabila makan nasi biasanya pasien menambah porsi nasinya, serta pasien memiliki kebiasaan meminum kopi sachet-an yang sudah dicampur dengan gula pasir dan jarang sekali minum air putih. Pasien jarang sekali olahraga, biasanya pasien hanya bermain futsal dan tidak rutin. Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok namun sudah berhenti sejak 6 bulan yang lalu. Dulunya apabila merokok, pasien menghabiskan rokoknya 2 bungkus perhari. Pasien tidak pernah minum minuman beralkohol. Aktivitas pasien saat ini hanya di rumah saja bermain dengan anak sembari mencari lowongan pekerjaan.G. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal dengan ibu, istri, dan anak laki-laki. Saat ini pasien memenuhi kebutuhan sehari-hari dari uang tabungan sewaktu pasien bekerja, setiap bulan pasien mengambil uang tabungan sejumlah diperlukan saja. Pengeluaran pasien setiap bulan untuk biaya listrik seta kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya kurang lebih Rp. 1.800.000- Rp. 2.200.000. Kakak perempuan pasien sudah menikah dan tinggal di Jakarta Timur seta adik laki-laki pasien belum menikah dan tinggal di kos daerah Jakarta Barat karena bekerja. Rumah yang saat ini ditempati oleh pasien adalah rumah susun milik orang tua pasien, luas rumah pasien sekitar 36 m2 di dalamnya terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, dapur, ruang keluarga untuk menonton TV, atap rumah terbuat dari beton yang ditempati oleh warga lain, langit-langit dalam rumah cukup terawat. Rumah pasien terbuat dari keramik masing-masing ruangan memiliki ventilasi yang cukup sumber air yang digunakan aadalah air tanah dengan pompa. Jarak septic tank dan sumber air kurang lebih 3 m sampah keluarga pasien diangkut oleh truk sampah setiap hari. Hubungan sosial pasien dengan keluarga baik. Pasien juga memiliki hubungan sosial yang baik dengan lingkungan sekitar pasien aktif dalam kegiatan gotong royong yang diadakan setiap bulan.

DATA ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAHNo.NamaUmur (tahun)StatusJenis kelaminPekerjaanRiwayat penyakit

1.Siti Rahayu64IbuPerempuanIbu Rumah TanggaDM + Hipertensi

2.Dwi Indah Novianti33IstriPerempuanIbu Rumah TanggaGastritis

3.Ahmad Fariz Maulana1,2 bulanAnakLaki-laki-sehat

PEMERIKSAAN FISIKA. Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital termasuk status giziKesadaran: Compos mentisKeadaan Umum: Tampak sakit sedangTinggi badan: 170 cmBerat Badan: 76 KgIMT: 26,297 BB/ (TB2) = 76/(1,70x1,70) = 26,297Kriteria :Kurang: < 18,5Normal: 18,5-22,9Lebih: >23Pra obes: 23-24,9Obese kelas I: 25-29,9Obese kelas II: >30

Status Gizi: Obese Kelas ITanda Vital: Tekanan Darah: 110/80 mmHgNadi: 86x / menitPernafasan: 20x / menitSuhu: 36,6 C

B. Status GeneralisKepala:Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabutMata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, ukuran pupil 3 mm/3 mm, isokor, lensa jernih +/+Telinga: Liang telinga lapang/ lapang, tidak ada serumen, sekret -/-Hidung: Tidak ada deformitas, cavum nasi lapang/ lapang, konka eutrofi, tidak hiperemis, sekret -/-, krusta -/-Tenggorokan: Uvula ditengah, arkus faring simetris, arkus faring hiperemis, tonsil hiperemis, T1-T1Gigi dan mulut: bibir tidak sianosis, lidah ditengah, gusi tidak tampak hiperemis, Oral higienis kesan cukupLeher: JVP 5 2 cm, trakea ditengah, kelenjar tiroid dalam batas normalKGB: Suprasternal: -/- Colli anterior: -/- Colli posterior: -/-

ParuInspeksi : Gerakan dinding dada simetrisPalpasi: Vokal fremitus teraba simetris Perkusi: Paru kiri dan kanan sonor/sonorAuskultasi: Vesikuler kanan dan kiri, Rh -/-, Wh -/-

JantungInspeksi: Iktus kordis terlihatPalpasi: Iktus kordis teraba 2 jari dibawah areola mamae sinistraPerkusi: Batas Paru hati: ICS 6 garis mid klavikula dextra Batas Paru Lambung: ICS 5 garis axilaris anterior sinistra Batas Jantung kanan: ICS 5 garis parasternal sinistra Batas Jantung kiri: ICS 6 garis midclavicula sinistra Kesan : Tidak ada pembesaran jantungAuskultasi: S1=S2, reguler, gallop (-), murmur (-)

AbdomenInspeksi: tampak datar, umbilikus tidak menonjol, distensi vena (-), gerakan hiperperistaltik (-), jejas (-), kelainan kulit (-), baji (-). Auskultasi: Bising usus (+), normal 5x/menitPerkusi: Timpani diseluruh lapang abdomenPalpasi: Hepar, limpa tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastirum (+), defence muscular (-), balotement -/-.

Ekstremitas: Atas: Akral hangat, capilarry refill time < 2 detik, edema (-)Bawah: Akral hangat, capilarry refill time < 2 detik, edema (-)Tulang belakang: Tidak ada kelainanPemeriksaan Neurologi: Tidak ada kelainanPemeriksaan refleks: Refleks fisiologis: ++/++ Refleks patologis : -/- Rangsan Meningen : -/- Kekuatan motorik : 55555 55555 55555 55555Anus dan rektum: Tidak dilakukan pemeriksaanGenitalia: Tidak dilakukan pemeriksaanStatus Lokalis: -

C. Pemeriksaan Penunjang (yang dianjurkan)IndikatorNilai normalSatuan

Gula darah puasa70-110mg/dl

Gula darah 2 jam pp