Tugas mengenal sejarah candi part 1
-
Upload
wisata-jogja -
Category
Education
-
view
55 -
download
3
Transcript of Tugas mengenal sejarah candi part 1
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
TUGAS REFERENSI
MAKALAH PENGETAHUAN
MENGENANG TEMPAT BERSEJARAH PART 1
Yogyakarta
2016
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
Mengenal Candi yang Ada Di Indonesia
A. Sejarah penemuan dan lokasi Candi Mendut
Candi mendut adalah salah satu candi Budha yang cukup penting
peranannya di Jawa. Candi Mendut terletak di sebuah desa bernama Mendut, di
kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Letaknya sangat
strategis yaitu kurang lebih 3 kilometer dari Candi Borobudur. Letaknya yang
sangat strategis membuat candi mendut cukup ramai dikunjungi para wisatawan
domestik dan mancanegara setiap hari. Pada hari raya Waisak, candi Mendut akan
sangat ramai sekali karena candi ini merupakan pusat prosesi awal acara
peringatan Waisak sebelum prosesi bergerak menuju candi Borobudur.
Sejarah Candi Mendut belum lah jelas karena sampai saat ini sebenarnya
belum ada data yang akurat mengenai waktu persisnya candi mendut dibangun.
Namun berdasarka beberapa penelitian arkeologi kemungkinan besar candi
mendut didirikan pada tahun 824 Masehi. Tidak ada bukti sejarah Candi
Mendut ang ditemukan di lokasi candi mendut yang menyebutkan tahun
pembuatan candi ini.
Namun pada suatu ketika ada seorang arkeolog Belanda bernama J.G. de
Casparis menyebutkan bahwa pada Prasasti yang ditemukan di desa Karang
Tengah yang ditemukan dan berangka tahun 824 Masehi, disana disebutkan
bahwa Raja Indra telah membangun sebuah bangunan suci bernama Venuwana.
Oleh Casparis kata venuwana diartikan sebagai hutan bambu. Hutan bambu ini
kemudian diperkirakan adalah kawasan desa Mendut yang pada waktu itu masih
berupa hutan bambu. Maka lalu disimpulkan bahwa bangunan suci yang dibangun
Raja Indra dari dinasti Syailendra tersebut adalah Candi Mendut. Dan menurut
perkiraan, sejarah candi mendut ini usianya jauh lebih tua dari Candi Borobudur.
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
Candi mendut telah terkubur dengan tanah pada saat ditemukan pada tahun
1836. Kemudian dilakukanlah penggalian besar-besaran untuk membuka kembali
candi mendut secara keseluruhan. Setelah digali semua bagian dari candi dapat
ditemukan semua kecuali bagian atap candi yang tidak ditemukan. Pada sekitar
tahun 1897-1904 pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu melakukan
pemugaran candi yang pertama. Pada proses pemugaran itu candi dapat
direkonstruksi dengan baik termasuk bagian atapnya yang hilang. Namun hasil
yang didapatkan pada pemugaran pertama ini dirasakan masih belum
sempurna. Lalu dimulailah lagi proses pemugaran kedua yang dilaksanakan pada
tahun 1908 yang waktu itu dipimpin oleh Theodoor Van Erp. Pemugaran kedua
ini pemerintah Hindia Belanda memfokuskan pada perbaikan bentuk dan
pnyempurnaan atap candi, serta pemasangan kembali stupa-stupa. Karena
keterbatasan dana pada saai itu pemugaran kedua ini sempat berhenti beberapa
saat, tapi kembali diteruskan pada tahun 1925 sampai selesai.
Candi mendut dibangun dengan menggunakan batu bata yang dicampur
dengan batu andesit yang sangat kokoh. Candi Budha yang satu ini memiliki
ketinggian 26,4 meter, dan berdiri pada sebuah batur setinggi 2 meter yang
permukaannya dilengkapi dengan langkan. Candi ini terdiri dari satu buah
bangunan utama yang cukup besar dengan ruangan di dalamnya. Untuk dapat
memasuki ruangan dalam candi, di depan pintu masuk terdapat tangga naik ke
dalam candi yang menghadap ke barat
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
B. Mengenal Sejarah dari Candi Pawon
Candi Pawon merupakan versi pendahuluan untuk Candi Borobudur.
Dugaan ini didasarkan pada lokasi candi yang berada tepat di pertengahan
bangunan Candi Borobudur dan Candi Mendut. Selain itu, hal ini juga didasarkan
pada pola relief yang terpahat pada dinding-dinding situs bangunan Candi Pawon
yang dianggap sebagai permulaan dari relief yang terdapat pada situs bangunan
bersejarah Candi Borobudur di Kabupaten Magelang. Seorang ahli purbakala,
Porbatjaraka juga mengungkapkan pendapatnya yang mana Candi Pawon adalah
masih sebuah bagian dari bangunan Candi Borobudur atau disebut sebagai upa
angga dari Candi Borobudur.
Mengenai asal-usul penamaan situs candi ini, seorang ahli epigrafi yaitu
J.G. de Casparis mengungkapkan bahwa arti dari nama Candi Pawon adalah
Candi Perabuan. Perabuan atau juga yang berarti perapian berasal dari kata dasar
abu. Kata Pawon sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu ‘pawuan’. Dari kata dasar
‘awu (abu)’ yang diberi awalan kata pa- dan diberi akhiran –an. Nama lain dari
Candi Pawon, yaitu Bajranalan juga memiliki arti yang hampir sama. Brajanalan
sendiri berasal dari kata ‘vajra’ yang memiliki arti halilintar dan ‘anala’ yang
berarti api. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua nama dari candi ini
memberikan arti bahwa candi ini merupakan sebuah tempat untuk menyimpan abu
(awu). Casparis juga menyebutkan bahwa Candi Pawon dibangun sebagai tempat
penyimpanan abu jenazah Raja Indra (782 – 812 Masehi). Raja Indra adalah ayah
dari Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra.
Pada tubuh Candi Pawon ini terdapat sebuah ruangan yang konon dahulu
di dalamnya terdapat sebuah Arca Bodhisatva. Arca tersebut diperkirakan terbuat
dari bahan perunggu. Hal ini didasarkan pada informasi yang didapat dari isi
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan bahwa Arca Bodhisatva di dalam
tubuh Candi Pawon mengeluarkan wajra yang berarti sinar. Penempatan Arca di
dalam ruangan tubuh candi ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada
Raja Indra. Raja Indra sebagai Raja kerajaan Mataram Kuno ini, setelah
meninggal dianggap sudah mencapai tataran Bodhisatva. Berdasarkan informasi
yang ada candi ini pernah dipugar pada tahun 1903 sampai dengan tahun 1904
pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia. Informasi tersebut terdapat pada
sebuah coretan di pintu masuk candi bersejarah ini.
Candi Pawon merupakan candi Buddha yang letaknya tidak jauh
dari Candi Mendut dan Candi Borobudur. Nama lain dari Candi ini adalah Candi
Brajanalan. Candi ini merupakan versi pendahuluan untuk Candi Borobudur.
Keberadaannya teletak di tengah-tengah antara Candi Mendut dan Candi
Borobudur dalam satu garis sumbu, sehingga menimbulkan dugaan bahwa ketiga
candi ini memiliki kaitan yang erat.
Selain itu, lokasinya yang berada di tengah-tengah diantara bangunan
Candi Borobudur dan Candi Mendut, candi Buddha ini juga disebut sebut sebagai
poros tengah ketiga candi tersebut. Jarak ketiga candi tersebut adalah sekitar 1,15
kilometer dari lokasi Candi Pawon ke arah timur berdiri bangunan Candi Mendut
dan sekitar 1,75 kilometer ke arah barat berdiri bangunan Candi Borobudur yang
megah. Secara administratif situs bangunan Candi Buddha ini terletak di Desa
Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi jawa Tengah.
Situs bangunan candi ini tersusun dari batuan gunung api atau yang sering
disebut sebagai batu andesit. Bangunan yang bersifat agama Buddha ini memiliki
desain arsitektur yang unik, karena terdapat penggabungan seni bangunan Hindu
Jawa Kuno dan arsitektur India yang terkemas menjadi sebuah bangunan yang
kokoh dan rupawan. Candi yang disebut sebut sebagai awal permulaan dari Candi
Borobudur ini memiliki luas teras dan tangga yang bisa dikatakan cukup lebar.
Pada bangunan bersejarah ini terdapat berbagai macam bentuk hiasan
stupa-stupa dan relief-relief yang menggambarkan pohon kalpataru atau disebut
pohon hayati yang berada di tengah tengah pundi-pundi dan kinara-kinari.
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
Atap candi memiliki bentuk persegi yang bersusun dengan dagoba kecil
pada masing-masing sisinya. Pada puncak atap candi ini terdapat sebuah dagoba
yang berukuran besar. Cungkup-cungkup bangunan Candi Pawon yang memiliki
hiasan dagoba-dagoba memiliki kesamaan bentuk seperti yang terdapat pada
bangunan Candi Borobudur. Dinding-dindingnya dihiasi dengan banyak simbol
Budhisme. Selain itu, candi ini juga memiliki kemiripan motif pahatan-pahatan
dengan pahatan yang terdapat pada bangunan Candi Mendut dan Candi
Borobudur. Bahkan Poerbatjaraka, seorang ahli kepurbakalaan berpendapat bahwa
Candi ini merupakan bagian dari Candi Borobudur.
Bangunan Candi Pawon berdiri di atas sebuah denah berbentuk persegi
empat, dengan tepiannya yang berbentuk berliku-liku membentuk sejumlah 20
sudut. Terdapat sebuah batur yang menumpu candi ini dengan ketinggian sekitar
150 cm. pada dinding-dinding candi terdapat hiasan hasil pahatan dengan berbagai
pola yang indah. Di antara pola-pola pahatan yang menghiasi candi ini adalah pola
bunga dan sulur-suluran. Candi Pawon memiliki bentuk tubuh yang unik yang
justru menyerupai bentuk dari bentuk bangunan tubuh candi-candi Hindu yang
ramping, sehingga terkesan tidak menyerupai bentuk bangunan candi Buddha
pada umumnya.
Pada dinding sisi barat candi ini terdapat pintu masuk ke dalam ruangan
tubuh candi. Terdapat hiasan Kalamara tanpa rahang bawah yang menghiasi
ambang atas pintu candi ini. Di depan pintu candi terdapat sebuah tangga. Pada
dinding luar pipi tangga terdapat hiasan yang terbuat dari pahatan-pahatan indah
dan pada pangkal pipi juga terdapat hiasan kepala naga yang kondisinya saat ini
sudah rusak. Di dalam ruangan tubuh Candi Pawon, konon dahulu terdapat arca
Boddhisatva yang saat ini sudah tidak ada lagi.
Namun, pada lantai di dalam ruangan tubuh candi ini masih nampak
terdapat bekas tempat meletakkan arca tersebut. Pada dinding-dinding di sebelah
kanan dan kiri pintu masuk candi terdapat relung yang di dalamnya ada hiasan
hasil pahatan yang menggambarkan Dewa Kekayaan, Kuwera yang sedang
berdiri. Pada dinding sebelah kiri (selatan) pintu candi, pahatan Kuwera sudah
tidak terlihat jelas lagi bagaimana wujudnya karena sudah mengalami kerusakan.
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
Sedangkan pahatan Kuwera di relung dinding sebelah kanan (utara) pintu masuk
candi terlihat masih dapat dikatakan utuh, hanya saja pada bagian kepala saja yang
sudah rusak.
Dinding-dinding Candi Pawon sisi utara dan sisi selatan memiliki hiasan
relief-relief yang sama bentuknya. Pada kedua sisi dinding candi tersebut dihiasi
relief yang menggambarkan Kinara dan Kinari, yaitu sepasang burung yang
berkepala manusia. Kinara dan Kinari tersebut digambarkan dalam posisi berdiri
sedang mengapit pohon Kalpataru yang terlihat tumbuh di dalam sebuah
jambangan. Pohon tersebut dikelilingi dengan beberapa jumlah pundi-pundi uang
dan pada bagian langitnya terlihat ada sepasang manusia yang sedang terbang. Di
atas dinding-dinding candi ini terlihat ada sepasang jendela-jendela berukuran
kecil yang memiliiki fungsi sebagai ventilasi ruangan candi. Di antara kedua
lubang ventilasi tersebut terdapat hiasan pahatan Kumuda.
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
C. Tempat Wisata Bersejarah, Candi Kalasan
Candi Kalasan terletak di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya sekitar 16 km ke arah timur dari kota
Yogyakarta. Dalam Prasasti Kalasan dikatakan bahwa candi ini disebut juga
Candi Kalibening, sesuai dengan nama desa tempat candi tersebut berada. Tidak
jauh dari Candi Kalasan terdapat sebuah candi yang bernama Candi Sari. Kedua
candi tersebut memiliki kemiripan dalam keindahan bangunan serta kehalusan
pahatannya. Ciri khas lain yang hanya ditemui pada kedua candi itu ialah
digunakannya vajralepa (bajralepa) untuk melapisi ornamen-ornamen dan relief
pada dinding luarnya.
Umumnya sebuah candi dibangun oleh raja atau penguasa kerajaan pada
masanya untuk berbagai kepentingan, misalnya untuk tempat ibadah, tempat
tinggal bagi biarawan, pusat kerajaan atau tempat dilangsungkannya kegiatan
belajar-mengajar agama. Keterangan mengenai Candi Kalasan dimuat dalam
Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun Saka 700 (778 M). Prasasti tersebut
ditulis dalam bahasa Sanskerta menggunakan huruf pranagari. Dalam Prasasti
Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah
menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan
suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Buddha.
Menurut prasasti Raja Balitung (907 M), yang dimaksud dengan Tejapurnama
Panangkarana adalah Rakai Panangkaran, putra Raja Sanjaya dari Kerajaan
Mataram Hindu.
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
Rakai Panangkaran kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram Hindu yang
kedua. Selama kurun waktu 750-850 M kawasan utara Jawa Tengah dikuasai oleh
raja-raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan memuja Syiwa. Hal itu
terlihat dari karakter candi-candi yang dibangun di daerah tersebut. Selama kurun
waktu yang sama Wangsa Syailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana
yang sudah condong ke aliran Tantryana berkuasa di bagian selatan Jawa Tengah.
Pembagian kekuasaan tersebut berpengaruh kepada karakter candi-candi yang
dibangun di wilayah masing-masing pada masa itu. Kedua Wangsa tersebut
akhirnya dipersatukan melalui pernikahan Rakai Pikatan Pikatan (838 – 851 M)
dengan Pramodawardhani, Putra Maharaja Samarattungga dari Wangsa
Syailendra.
Untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara, Rakai Panangkaran
menganugerahkan Desa Kalasan dan untuk membangun biara yang diminta para
pendeta Buddha. Diperkirakan bahwa candi yang dibangun untuk memuja Dewi
Tara adalah Candi Kalasan, karena di dalam candi ini semula terdapat patung
Dewi Tara, walaupun patung itu sudah tidak berada di tempatnya. Sementara itu,
yang dimaksud dengan biara tempat para pendeta Buddha, menurut dugaan,
adalah Candi Sari yang memang letaknya tidak jauh dari Candi Kalasan.
Berdasarkan tahun penulisan Prasasti Kalasan itulah diperkirakan bahwa tahun
778 Masehi merupakan tahun didirikannya Candi Kalasan.
Menurut pendapat beberapa ahli purbakala, Candi kalasan ini telah
mengalami tiga kali pemugaran. Sebagai bukti, terlihat adanya 4 sudut kaki candi
dengan bagian yang menonjol. Selain itu yang terdapat torehan yang dibuat untuk
keperluan pemugaran pada tahun 1927 sampai dengan 1929 oleh Van Romondt,
seorang arkeolog Belanda. Sampai saat ini Candi Kalasan masih digunakan
sebagai tempat pemujaan bagi penganut ajaran Buddha, terutama aliran Buddha
Tantrayana dan pemuja Dewi Tara.
Bangunan candi diperkirakan berada pada ketinggian sekitar duapuluh
meter diatas permukaan tanah, sehingga tinggi keseluruhan bangunan candi
mencapai 34 m. Candi Kalasan berdiri diatas alas berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 45×45 m yang membentuk selasar di sekeliling candi. Di setiap sisi
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
terdapat tangga naik ke emperan candi yang dihiasi sepasang kepala naga pada
kakinya. Di hadapan anak tangga terbawah terdapat hamparan lantai dari susunan
batu. Di depannya kaki tangga dipasang lempengan batu yang tipis dan halus
dengan bentuk berlekuk-lekuk.
Bangunan candi secara keseluruhan berbentuk empat persegi panjang
berukuran 34x 45 m, terdiri atas ruang utama yang berbentuk bujur sangkar dan
bilik-bilik yang menjorok keluar di tengah keempat sisinya. Dinding di sekeliling
kaki candi dihiasi dengan pahatan bermotif kumuda, yaitu daun kalpataru yang
keluar dari sebuah jambangan bulat.
Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat sisi, namun
hanya pintu di sisi timur dan barat yang mempunyai tangga untuk mencapai pintu
dan hanya pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di
tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya tersebut dapat dikatakan bahwa
Candi Kalasan menghadap ke timur. Di sepanjang dinding candi terdapat
cekungan-cekungan yang berisis berbagai arca, walaupun tidak semua arca masih
berada di tempatnya. Diatas semua pintu dan cekungan selalu dihiasi dengan
pahatan bermotif Kala. Tepat di atas ambang pintu, di bawah pahatan
Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa wanita bersila memegang benda di
kedua belah tangannya. Relung-relung di sisi kiri dan kanan atas pintu candi
dihiasi dengan sosok dewa dalam posisi berdiri memegang bunga teratai.
wiratourjogja.com / wiratourjogja.co.id
Bagian atas tubuh candi berbentuk kubus yang melambangkan puncak
Meru, dikelilingi oleh 52 stupa setinggi, rata-rata, 4,60 m.Sepanjang batas antara
atap dan tubuh candi dihiasi dengan deretan makhluk kerdil yang disebut Gana.
Atap candi ini berbentuk segi delapan dan bertingkat dua. Tingkat pertama dihiasi
dengan relung-relung berisi arca Budha Manusi Budha, sedangkan tingkat ke dua
dihiasi dengan relung-relung berisi arca Dhayani Budha. Puncak candi
sesungguhnya berbentuk stupa, tetapi sampai saat ini belum berhasil
direkonstruksi kembali karena banyak batu asli yang tidak di temukan. Bila dilihat
dari dalam, puncak atap terlihat seperti rongga dari susunan lingkaran dari batu
yang semakin ke atas semakin menyempit.
Ruang utama candi berbentuk bujur sangkar dan mempunyai pintu masuk
di sisi timur. Di dalam ruangan tersebut terdapat susunan batu bertingkat yang
dahulu merupakan tempat meletakkan patung Dewi Tara. Diperkirakan bahwa
patung tersebut terbuat dari perunggu setinggi sekitar enam meter. Menempel
pada dinding barat, di belakang susunan batu tersebut terdapat semacam altar
pemujaan.