Tugas Mandiri Ekonomi Makro

download Tugas Mandiri Ekonomi Makro

of 24

Transcript of Tugas Mandiri Ekonomi Makro

TUGAS MANDIRI EKONOMI MAKROKEMISKINAN

Disusun Oleh : MURNIHATI JIUMI SILVIA PRATIWI DEDY SISWANTO : : : : 1008 1010 3 1008 1012 2 1008 1014 7 1008 1009 7

Dosen Pengampuh : Sugis Panca Yanarti,Se.,M.S.IUNIVERSITAS PUTERA BATAM TAHUN 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatnya akhirnya makalah ini dapat diselesaikan setelah melalui proses yang panjang. Dan akhirnya dapat dikumpulkan.

Pada makalah ini kami membahas mengenai kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang perlu diatasi dengan melibatkan peran serta banyak pihak.

Dari sekian banyak strategi mengentaskan kemiskinan, pendekatan sosial enterpreneurship yang bertumpu pada semangat kewirausahaan untuk tujuan-tujuan perubahan sosial, kini semakin banyak digunakan karena dianggap mampu memberikan hasil yang optimal.

Sekian kami sampaikan, diharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Terima Kasih.

Batam, Juni 2011 Penulis

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN......................................................... 1 1.1 1.2 1.3 LATAR BELAKANG MASALAH................................................ 1 PERUMUSAN MASALAH............................................................ 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN................................... 3

2. KERANGKA PEMIKIRAN............................................................................. 4 2.1 2.2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4 GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DITELITI........................ 6

3. PEMBAHASAN................................................................................................ 11 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 PENGERTIAN KEMISKINAN...................................................... 11 MENGUKUR KEMISKINAN........................................................ 13 PENYEBAB KEMISKINAN.......................................................... 14 KEMISKINAN DI INDONESIA.................................................... 14 PRIORITAS PENUNTASAN KEMISKINAN............................... 17

4. PENUTUP......................................................................................................... 19 4.1 KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 19

5. DAFTAR PUSTAKA........ 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak berabad-abad lalu. Namun, realitasnya, hingga kini kemiskinan masih menjadi bagian dari persoalan terberat dan paling krusial di dunia ini. Teknologi boleh semakin maju, negara-negara merdeka semakin banyak, dan negara-negara kaya boleh saja kian bertambah (pun semakin kaya!). Tetapi, jumlah orang miskin di dunia tak kunjung berkurang. Kemiskinan bahkan telah bertransformasi menjadi wajah teror yang menghantui dunia. Bagaimana gambaran kemiskinan yang melingkupi kita saat ini? Data World Bank 2006 menunjukkan, setidaknya terdapat 1,1 milyar penduduk miskin di dunia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia (yang dikategorikan supermiskin oleh World Bank) pada tahun 2007 mencapai 39 juta orang atau 17,75 persen dari total populasi. Untuk wilayah Jawa Barat, yang punya cita-cita meningkatkan poin IPM menjadi 80 pada 2008, jumlah penduduk miskin mencapai 5,46 juta orang, atau sekitar 13,55 persen dari total penduduk miskin di Indonesia. Memprihatinkan, karena data ini memperlihatkan adanya peningkatan penduduk miskin di Jawa Barat sebanyak 317.000 orang! Ini berarti, program-program pengentasan kemiskinan yang digagas pemerintah pusat maupun daerah telah gagal mengentaskan penduduk Jawa Barat dari cengkeraman kemiskinan. Seiring berkembangnya pemikiran bahwa kemiskinan adalah masalah struktural, maka upaya untuk mengatasi kemiskinan pun kini dikaitkan dengan perbaikan sistem dan struktur, tidak semata-mata bertumpu pada aksi sesaat berupa crash program. Sebuah upaya yang kini populer adalah mengembangkan konsep social enterpreneurship

1

(selanjutnya disingkat SEpen.), atau kewirausahaan sosial, yang bermaksud menggandengkan kekuatan kapitalisme dengan komitmen sosial bagi komunitas di sekitarnya. Mereka telah berusaha untuk mengidentifikasikan apa yang bermanfaat dan tidak bermanfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan, dan untuk memperjelas pilihan-pilihan apa saja yang tersedia untuk Pemerintah dan lembaga- lembaga non-pemerintah dalam upaya mereka untuk memperbaiki standar dan kualitas kehidupan masyarakat miskin. Makalah mencoba untuk menganalisa sifat multi-dimensi dari kemiskinan di

Indonesia pada saat ini melalui pandangan baru yang didasarkan pada perubahanperubahan penting yang terjadi di negeri ini selama satu dekade terakhir. Sebelum ini, Bank Dunia telah menyusun Kajian-Kajian Kemiskinan, yaitu pada tahun 1993 dan 2001, namun kajian-kajian tersebut tidak membahas masalah kemiskinan secara mendalam. Kajian ini memaparkan kekayaaan pengetahuan yang dimiliki oleh Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia, dan penulis berharap bahwa kajian ini akan menjadi sumbangan penting untuk menghangatkan diskusi kebijakan yang ada dan, pada akhirnya akan membawa perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan upayaupaya pengentasan kemiskinan. Indonesia yang sekarang tentu saja sangat berbeda dari Indonesia satu dekade yang lalu. Maka bukan hal yang mengejutkan apabila strategi-strategi pengentasan kemiskinan telah berubah seiring dengan perubahan yang telah dialami oleh Indonesia oleh karena itu dibuatlah makalah yang berjudul Kemiskinan dan penulis sangat berharap bahwa kajian kemiskinan ini dapat menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi berbagai tantangan.

2

1.2 Perumusan Masalah Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang: 1. Apa pengertian kemiskinan? 2. Bagaimana cara mengukur kemiskinan? 3. Apa saja penyebab kemiskinan? 4. Bagaimana keadaan kemiskinan di Indonesia? 5. Apa saja yang harus diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan?

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan dan manfaat dibuatnya makalah ini adalah: 1. Mengetahui pengertian kemiskinan 2. Mengetahui cara mengukur kemiskinan 3. Mengetahui penyebab kemiskinan 4. Mengetahui keadaan kemiskinan di Indonesia 5. Mengetahui apa saja yang harus diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan.

3

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka Ragangan atau kerangka pemikiran, berisi uraian logis mengenai konsep-konsep yang terkait dengan permasalahan. Dalam membincangkan kemiskinan, sebagai penghantar menuju pada pembahasan, setidaknya ada tiga hal yang perlu dijadikan landasan diskusi. Hal pertama berkenaan dengan pembahasan mengenai konsep-konsep kemiskinan dalam upaya memahami kompleksitas permasalahan kemiskinan. Kedua, gambaran mengenai kemiskinan di Jawa Barat sebagai upaya mengaitkan pembahasan makalah dengan konteks permasalahan yang dihadapi di lapangan. Ketiga, uraian konsep yang dijadikan pendekatan utama dalam makalah ini untuk memberikan solusi sesuai dengan tema penelitian. The poor will always be with us. Inilah idiom populer tentang kemiskinan yang dikutip oleh sosiolog kemiskinan paling populer saat ini, Zygmunt Baumant (1998:1). Idiom tersebut memberi makna bahwa kemiskinan dan orang-orang miskin adalah kondisi inheren dalam masyarakat manapun, dulu dan sekarang, kemungkinan di masa depan jika dunia tak berubah. Poverty, atau kemiskinan pada dasarnya adalah kondisi kekurangan. Ada banyak cara memaknai kekurangan, karena itu, Wikipedia merinci setidaknya terdapat 3 pendekatan dalam mendefinisikan kemiskinan : a) Kemiskinan yang dideskripsikan sebagai kekurangan material need. Kemiskinan, dalam hal ini, didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sebuah komunitas kekurangan esensial untuk memenuhi standar kehidupan minimum yang terdiri dari sandang, pangan, papan (sumberdaya material).

4

b) Kemiskinan yang dideskripsikan dari aspek hubungan dan kebutuhan sosial, seperti social exclusion (pengucilan sosial), ketergantungan, dan kemampuan untuk

berpartisipasi dalam masyarakat, termasuk pendidikan dan informasi. c) Kemiskinan yang dideskripsikan sebagai kurangnya pendapatan dan kemakmuran yang ditetapkan berdasarkan indikator-indikator tertentu. Dari sinilah munculnya pemilahan kemiskinan secara global berdasarkan pendapatan harian keluarga, yaitu kurang dari $1 atau $2 sehari. Konkretnya, survei data riset World Bank Voices of the Poor, terhadap 20.000 penduduk miskin di 23 negara (termasuk Indonesia!), faktor-faktor kemiskinan dapat diidentifikasi sebagai kehidupan yang sulit, lokasi yang terpencil, keterbatasan fisik, hubungan timpang gender, problem dalam hubungan sosial, kurangnya keamanan, penyalahgunaan kekuasaan, lembaga yang tidak memberdayakan, terbatasnya kapabilitas, dan lemahnya organisasi komunitas (Wikipedia, 2007). Jelas, permasalahan kemiskinan bukan terletak pada ketidakmampuan memenuhi standar-standar ekonomi yang didasarkan pada ukuran material resources. Adapula kondisi kekurangan social resources yang menyebabkan kemiskinan. Itu sebabnya kemiskinan begitu kompleks, mencakup berbagai bidang, hingga kemiskinan sering pula disebut sebagai plural poverty kemiskinan plural. Guna mengatasi kemiskinan, Wikipedia merinci sejumlah strategi sbb : Strategi pertumbuhan ekonomi. Penciptaan pasar bebas. Bantuan langsung. Perubahan lingkungan sosial dan kapabilitas warga miskin. Millenium Development Goals. Pendekatan berbasis kultural.

5

Di Indonesia, pada tahun 1970-an, pendekatan yang digunakan untuk mengatasi kemiskinan adalah pemenuhan kebutuhan dasar. Ini meliputi pemenuhan kebutuhan pangan senilai 2100 kalori per orang/hari, adanya fasilitas kesehatan dasar, air bersih, sanitasi, tempat tinggal, dan akses pendidikan. Memasuki dekade 1990-an, upaya pengentasan kemiskinan difokuskan pada pemberdayaan masyarakat, dengan cara meningkatkan kapabilitas SDM. Ini ditempuh lewat pembangunan infrastruktur pedesaan, distribusi aset ekonomi dan modal usaha, serta penguatan kelembagaan masyarakat melalui program berskala nasional meliputi IDT (Inpres Desa Tertinggal), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), hingga KDP (Kecamatan Development Program). Kini, yang coba diterapkan dalam pembangunan nasional adalah pendekatan berbasis hak (rights based approach). Wujudnya adalah Strategi Nasional

Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), yang secara pelahan diupayakan melalui pemenuhan sepuluh hak-hak dasar, yaitu hak atas pangan, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup dan sumber daya alam, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi. Dalam rumusannya, SNPK memperlihatkan adanya pergeseran paradigma kemiskinan yang kini tidak lagi terbatas pada upaya mencukupi kebutuhan material, tetapi juga meliputi pemenuhan kebutuhan sosial.

2.2 Gambaran Umum Objek Yang Diteliti Sebelum membahas wajah kemiskinan di Jawa Barat, mari sejenak kita cermati data-data kekayaan propinsi yang strategis ini. Pertama, Jawa Barat adalah propinsi terkaya di Indonesia dalam kategori populasi penduduk (39 juta jiwa, yang artinya sekitar 17.80% dari total populasi Indonesia), mengalahkan Jawa Tengah (32 juta jiwa) dan Jawa

6

Timur (36 juta jiwa). Jawa Barat adalah propinsi kedua terpadat setelah DKI Jakarta (1126 jiwa/km2). Nilai APBD Jawa Barat pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 5,2 trilyun rupiah. Namun, sumber pemasukan sesungguhnya tidak cuma berasal dari pos APBD propinsi. Digabungkan dengan DIPA, Dana Dekon, dan APBD-APBD Daerah Tingkat II, angka keseluruhannya bisa mencapai Rp. 45-47 milyar! Gubernur Jawa Barat H. Danny Setiawan bahkan berani mengasumsikan, bila dibagikan maka seorang warga Jawa Barat kebagian setidaknya Rp. 1 juta per tahun. Dari segi sosial budaya, masyarakat Jawa Barat dikenal sebagai masyarakat agamis dominan Islam. Toleransi umat beragama boleh dibanggakan, dan potensi konflik tergolong rendah. Jawa Barat juga dikenal sebagai gudangnya warga yang kreatif, sehingga keunggulan wisatanya, misalnya, tidak perlu mengandalkan sumberdaya alam. Wisata belanja dan lifestyle menjadi unggulan Bandung. Bahkan, awal tahun ini, masyarakat industri kreatif Bandung memproklamirkan Jawa Barat dan Bandung sebagai ikon industri kreatif. Sesungguhnya, ini modal sosial yang penting. Tanpa penanganan serius dari pemerintah lokal saja, industri kreatif Jawa Barat sudah mampu unjuk gigi. Apalagi kalau ditangani pemerintah secara serius. Namun, Jawa Barat juga memiliki segudang permasalahan, di antaranya kebijakan birokrasi yang tidak kondusif bagi pertumbuhan industri maupun pengentasan kemiskinan, penanganan masalah sosial yang masih bersifat sporadis dan reaksioner, kerusakan lingkungan dan penataan wilayah yang parah, serta kegagalan pemerintah propinsi merumuskan target dan rencana pembangunan yang visioner dan realistis. Ambisi pemerintah propinsi yang menetapkan peningkatan poin IPM menjadi 80 pada tahun 2008, misalnya, tidak dibarengi langkah nyata perbaikan infrastruktur maupun kebijakan, sehingga tahun ini IPM hanya meningkat tak lebih dari 0.71.

7

Bagaimana wajah kemiskinan di Jawa Barat? Bulan Agustus 2007, BPS melansir data yang mengejutkan. Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat bertambah 317.000 jiwa. Totalnya, 5,45 juta jiwa atau 13.5% dari total penduduk Jawa Barat. Proporsi antara warga miskin perkotaan dan pedesaan relatif berimbang sebanyak 51% warga miskin bermukim di pedesaan, jumlahnya mencapai 2,8 juta jiwa. Bicara soal lokasi, wilayah Pantura menjadi kantong-kantong kemiskinan di Jawa Barat. Diperkirakan 5 juta penduduk miskin berada di sabuk Pantura. Profil kemiskinan di Jawa Barat cukup memprihatinkan. Sumbangan terbesar kemiskinan, yaitu sebesar 73%, diakibatkan ketidakmampuan mencukupi kebutuhan makanan. Fluktuasi harga beras dan kini, harga minyak, menjadi biang keladinya. Belum lagi transisi konversi energy yang tentunya punya dampak sosial-ekonomi yang cukup signifikan. Daya beli yang rendah, dan tingginya pengangguran juga menjadi persoalan, di samping kenaikan UMR yang tidak memadai bila dibandingkan dengan kebutuhan fisik minimum keluarga. Tahun lalu (2010), jumlah penduduk miskin di Jawa Barat sebesar 5,14 juta jiwa. Dilihat dari data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), jumlah keluarga miskin di Jabar 1,06 juta keluarga, kategori sangat miskin 615.875 keluarga, dan hampir miskin mencapai 1,22 juta keluarga. Kenaikan angka penduduk miskin tahun ini menunjukkan kegagalan program-program pengentasan kemiskinan di Jawa Barat. Sama halnya dengan propinsi Indonesia lainnya, berbagai strategi nasional pengentasan kemiskinan pernah menyentuh Jawa Barat. Mulai dari IDT, P2KP, JPS, hingga BLT. Selain itu, masih terdapat pula Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS), Program Beasiswa dan Bantuan Operasional Sekolah untuk Sekolah Dasar dan Menengah serta Ibtidaiyah (DB-BOS), JPS Khusus Bidang Sosial, Prakarsa

8

Khusus untuk Penganggur Perempuan (PKPP), Padat Karya Perkotaan (PKP), Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE). Mengingat tingginya intensitas kemiskinan di Jawa Barat, nilai proyek yang diserap propinsi ini senantiasa tergolong tinggi. Sebagai gambaran, untuk P2KP yang tahun ini digabungkan dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), dana yang digelontorkan untuk Propinsi Jawa Barat mencapai Rp. 276,020 milyar untuk 220 kecamatan. Sebanyak 123 kecamatan di pedesaan menerima dana sebesar Rp. 133,850 milyar. Sisanya, 97 kecamatan di perkotaan menerima Rp. 142,170 milyar. Selain program pengentasan kemiskinan nasional, Propinsi Jawa Barat juga memiliki program penanggulangan tersendiri, berupa : Program Dakabalarea (Kepgub No. 2/Th. 1999). Gerakan Rereongan Sarupi. Gerakan Jumat Bersih. Gerakan SARASA. Program Raksa Desa. Program Pendanaan Kompetensi IPM (PPK-IPM) (Kepgub No. 34/Th. 2005). Program Dakabalarea yang merupakan program pemberian kredit dengan pola bagi hasil kepada pengusaha mikro & usaha kecil hingga th. 2005 telah menggulirkan dana tak kurang dari Rp. 93.657.109.350 dari target Rp. 66.770.000.000 untuk 3.065 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 26.886 orang. Sedangkan dana yang digelontorkan melalui PPK IPM pada tahun 2006 mencapai Rp. 190 milyar, diperuntukkan bagi 9 kabupaten/kota yang proposalnya terpilih. Untuk tahun 2007, 6 kabupaten/kota terpilih berhak mendapatkan dana senilai Rp. 315 milyar. Khusus untuk

9

kota Bandung, dana Bantuan Langsung Mandiri (BLM) yang dikucurkan tahun 2007 mencapai Rp. 8.8 milyar. Upaya pemerintah melalui inisiatif pendanaan dan penyusunan program seperti ini sesungguhnya mencerminkan kehendak serius mengentaskan kemiskinan. Namun, dalam pelaksanaannya ternyata masih mengandung kelemahan. Seperti diungkapkan oleh Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, upaya selama bertahun-tahun menghabiskan dana milyaran rupiah mudah sekali digoncangkan oleh kenaikan BBM atau fluktuasi harga sembako. Sejumlah pengamat menilai, kegagalan tersebut dikarenakan antara lain faktor pertumbuhan jumlah angkatan kerja yang relatif tinggi, akibat jumlah penduduk usia sekolah yang putus sekolah dan terpaksa masuk pasar kerja, serta jumlah migran yang masuk untuk tujuan bekerja. Padahal, di sisi lain, jumlah kesempatan kerja relatif stagnan, karena pertumbuhan ekonomi belum cukup tinggi, laju investasi asing belum optimal, dan iklim usaha belum kondusif. Berhubung kemiskinan adalah masalah yang kompleks, tentu penanganannya tidak bisa distrukturkan secara tersentralisir. Penanganan kemiskinan juga menuntut kepekaan sosiokultural. Kucuran dana dan modal saja tidak cukup, pembukaan kesempatan kerja juga belum tentu memberdayakan, malah bisa menimbulkan ketergantungan. Tetapi, di sisi lain, penanganan kemiskinan secara sporadis, tanpa disain atau skema penanggulangan terpadu yang jelas indikator pencapaiannya, juga dapat menggagalkan upaya mengeluarkan orang dari lingkaran kemiskinan. Dalam konteks inilah konsep social enterpreneurship mau pun social enterpreneurs layak diperkenalkan, karena pendekatan ini berupaya menanggulangi kemiskinan lewat disain atau skema pengentasan kemiskinan yang matang, didukung oleh sosok-sosok yang kompeten.

10

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Kemiskinan Menurut wikipedia, Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan halhal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin". Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup : Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan seharihari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

11

Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Sedangkan Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan mengatakan seseorang dianggap miskin apabila dia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal. Kebutuhan hidup minimal itu adalah kebutuhan untuk mengkonsumsi makanan dalam takaran 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan minimal non makanan seperti perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. "Jadi ada kebutuhan makanan dalam kalori dan kebutuhan non makanan dalam rupiah. Kalau rupiahnya yang terakhir adalah Rp 182.636 per orang per bulan," kata Rusman Heriawan kepada BBC. Dengan definisi itu, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2008 mencapai sekitar 35.000.000 jiwa. Angka itu merupakan hasil survei sosial ekonomi nasional, Susenas dengan sampel hanya 68.000 rumah tangga, padahal jumlah rumah tangga di Indonesia mencapai 55.000.000. Menurut ahli statistik dari Institut Teknologi Surabaya, Kresnayana Yahya, cara pandang pemerintah terhadap kemiskinan tidak mencerminkan realitas. "Ada yang tidak diperhitungkan, perusak-perusak kalori. Orang merokok bisa enam sampai tujuh batang. Itu sebenarnya negatif. Dia bisa mengatakan belanjanya sekian, tetapi di dalamnya ada enam-tujuh batang rokok," kata Kresnayana Yahya.

12

3.2 Mengukur Kemiskinan Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2001 - 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari. "Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. Melihat pada periode 19812001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi, nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut. Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

3.3 Penyebab Kemiskinan Kemiskinan banyak dihubungkan dengan : 13 Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin; Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; Penyebab sub-budaya ("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial. Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

3.4 Kemiskinan Di Indonesia Pengentasan kemiskinan tetap merupakan salah satu masalah yang paling

mendesak di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari hampir sama dengan jumlah total penduduk yang hidup

14

dengan penghasilan kurang dari AS$2- per hari dari semua negara di kawasan Asia Timur kecuali Cina. Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2011-2014 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Di samping turut menandatangani

Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2014, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2007 menjadi 8,2 persen pada tahun 2014. Walaupun angka kemiskinan nasional mendekati kondisi sebelum krisis, hal ini tetap berarti bahwa sekitar 40 juta orang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Lagi pula, walaupun Indonesia sekarang merupakan negara berpenghasilan menengah, proporsi penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari sama dengan negara-negara berpenghasilan rendah di kawasan ini, misalnya Vietnam. Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong (miskin dari segi pendapatan) dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragam wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. Penjelasan :

1. Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat. 2. Kemiskinan dari segi non-pendapatan adalah masalah yang lebih serius dibandingkan dari kemiskinan dari segi15 pendapatan. Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah: Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahuntahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun - tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan. Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia hanya sekitar 72 persen persalinan dibantu oleh bidan terlatih. Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55 persen yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama. Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan, 78 persen. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di

16

perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa. 3. Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 persen dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar hanya sekitar 50 persen masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80 persen bagi masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.

3.5 Prioritias Penuntasan Kemiskinan Strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen: Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Sebagai kesimpulan, masalah kemiskinan Indonesia yang terus ada dan bersifat khas, digabung dengan prioritas pemerintah dan kemampuan fiskal untuk menanganinya, Indonesia saat ini berada dalam posisi untuk meraih kemajuan yang berarti dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Pertanyaannya adalah: dari mana semua harus dimulai? Berbagai tindakan diperlukan di beberapa bidang untuk menangani empat butir penting dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia yaitu:

a. mengurangi kemiskinan dari segi pendapatan melalui pertumbuhan b. memperkuat kemampuan sumber daya manusia c. mengurangi tingkat kerentanan dan risiko di antara rumah tangga miskin, dan d. memperkuat kerangka kelembagaan untuk melakukannya dan membuat kebijakan 17 publik lebih memihak masyarakat miskin.

BAB IV PENUTUP 18 4.1 Kesimpulan Dan Saran Masalah kemiskinan di manapun adalah masalah yang sangat sulit untuk diselesaikan. Berikut ada 16 cara yang dapat dilakukan untuk mengentasakan kemiskinan tersebut yaitu: 1) 2) Hapuskan larangan impor beras. Lakukan investasi di bidang pendidikan dengan fokus pada perbaikan

akses dan keterjangkauan sekolah menengah serta pelatihan ketrampilan bagi masyarakat miskin, sambil terus meningkatkan mutu dan efisiensi sekolah dasar. 3) Lakukan investasi di bidang kesehatan dengan fokus pada perbaikan mutu

layanan kesehatan dasar (oleh pemerintah dan swasta) dan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan. 4) Suatu upaya khusus diperlukan untuk menangani angka kematian ibu yang

sangat tinggi di Indonesia. 5) Perbaiki mutu air bagi masyarakat miskin dengan menggunakan strategi

berbeda antara daerah pedesaan dengan perkotaan. 6) Tangani krisis sanitasi yang dihadapi Indonesia dan masyarakat

miskinnya. 7) Luncurkan program berskala besar untuk melakukan investasi

pembangunan jalan desa. 8) Perluas (sampai tingkat nasional) pendekatan pembangunan berbasis

masyarakat (CDD) Indonesia yang sukses. 9) Pengembangan secara utuh sistem jaminan sosial komprehensif yang

mampu menangani risiko dan kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat miskin dan hampir miskin. 10) Revitalisasi pertanian melalui investasi di bidang infrastruktur dan

19 membangun kembali riset dan penyuluhan. 11) Memperlancar sertifikasi tanah dan memanfaatkan kembali tanah gundul

dan tidak subur untuk penggunaan yang produktif. 12) 13) Membuat peraturan ketenagakerjaan yang lebih fleksibel. Perluas jangkauan layanan keuangan bagi masyarakat miskin dan

tingkatkan akses usaha mikro dan kecil ke pinjaman komersial. 14) Perbaiki fokus kepada kemiskinan dalam perencanaan dan penganggaran

di tingkat nasional untuk penyediaan layanan. 15) Jalankan program pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kapasitas

pemerintah daerah dalam merencanakan, menganggarkan dan melaksanakan program pengentasan kemiskinan. 16) Perkuat monitoring dan kajian terhadap program kemiskinan.

Pemerintah daerah menjadi ujung tombak penuntasan kemiskinan di Indonesia. Kedekatan secara geografis dan emosional memungkinkan mereka bisa berperan lebih banyak. Sayangnya banyak pemimpin daerah yang tidak sadar. Mereka justru memperkaya diri, sehingga kasus korupsi menjamur. Hal tersebut disampaikan Kepala Lembaga Administrasi Negara, Asmawi Rewansyah, dalam acara seminar bertema Strengthening Public Governance and Global Partnership to Overcome The Economic Crisis and Inequalities, di Jakarta, Rabu (22/6).

Dia mengatakan, ketidakandalan pemimpin daerah karena saat pemilihan, pilihan masyarakat seringkali tidak rasional. "Aneh aja ada tersangka kok dipilih jadi bupati. Selama pemimpinya tidak handal, penuntasan kemiskinan di daerah akan sangat sulit," DAFTAR PUSTAKA 20 www.detik.com www.kompas.com www.google.com www.wikipedia.com http://iluvmyclass.wordpress.com http://yuliandriansyah.files.wordpress.com www.kabarindonesia.com www.harian-global.com http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

21