TUGAS MANDIRI

93
SKRIPSI MEMPELAJARI KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK TEPUNG TAPIOKA DAN MOCAL (MODIFIED CASSAVA FLOUR) SEBAGAI PENYALUT KACANG PADA PRODUK KACANG SALUT Oleh: ADIE MUHAMMAD RAHMAN F24103077 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN i

Transcript of TUGAS MANDIRI

SKRIPSI

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK TEPUNG TAPIOKA DAN MOCAL (MODIFIED CASSAVA FLOUR) SEBAGAI PENYALUT KACANG PADA PRODUK KACANG SALUT

Oleh:

ADIE MUHAMMAD RAHMAN

F24103077

iii

6

i

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Adie Muhammad Rahman. F24103077. Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioka Dan MOCAL (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Di bawah Bimbingan Ratih Dewanti-Hariyadi dan Feri Kusnandar. 2007.

Ringkasan

Tepung tapioka merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan penyalut pada produk kacang salut. Mutu kacang salut yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh sifat atau karakteritik tepung tapioka yang digunakan, namun belum ada penelitian yang memberikan informasi tentang sifat atau karakteristik tepung tapioka yang berkaitan dengan mutu kacang salut. Dalam penelitian ini, selain tepung tapioka juga digunakan MOCAL (Modified Cassava Flour). MOCAL merupakan produk turunan dari tepung singkong hasil pengembangan Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember (LAB KBHP-UNEJ).Penelitian bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia dan fisik beberapa sampel tepung tapioka dan MOCAL, kemudian mengkorelasikan karakteritik tersebut dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Kemudian menentukan karakteristik yang paling relevan terhadap kerenyahan penyalut serta menentukan sampel yang memberikan kerenyahan tertinggi terhadap penyalut pada produk kacang salut.Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama yaitu analisis sifat kimia dan fisik, yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar amilosa, nilai pH, bentuk dan ukuran pati, kehalusan, derajat putih, swelling power dan kelarutan, serta sifat amilografi, kemudian juga dilakukan analisis tingkat pengembangan papatan tepung tapioka (tapioka A, B, C, D, E, dan F) serta MOCAL. Tahap berikutnya yaitu aplikasi tepung tapioka dan MOCAL sebagai penyalut pada produk kacang salut. Selanjutnya dilakukan analisis tekstur (kerenyahan) pada semua produk kacang salut yang dihasilkan dari tiap sampel dan mengkorelasikan sifat kimia dan fisik dari sampel yang relevan terhadap kerenyahan penyalut pada kacang salut tersebut.Hasil analisis menunjukkan karakteristik kimia dan fisik yang berbeda antar sampel tepung tapioka, begitu pula dengan MOCAL. Berdasarkan hasil analisis korelasi, karakteristik yang paling relevan terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada kacang salut adalah rasio amilosa dan amilopektin. Sementara itu, karakteristik lainnya seperti kadar air, kadar abu, kadar pati, nilai pH, bentuk dan ukuran pati, kehalusan, derajat putih, swelling power dan kelarutan, serta sifat amilografi tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioka Dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut, sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :1. Ayah dan Mama tercinta, KakWi, KaNa, BangDe, Ima, Lely, Ita dan Ois, Abank, kaDety, serta Adinda, Nuha, Aulia, Ayu, Delila dan Zaky, yang senantiasa memberikan kasih sayang dan cinta kepada penulis untuk terus berjuang dan bersemangat!!! 2. Dr. Ir. Ratih Dewanti-hariyadi, Msc., selaku dosen pembimbing pertama yang banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis. 3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, Msc., selaku dosen pembimbing kedua yang juga banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis. 4. Ir. Betty Silalahi selaku general manager yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan tugas akhir di Perusahan pengolahan kacang. 5. Mba Vivi dan Mas Rahadi selaku pembimbing lapang yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. You are the best! 6. Wati, Maya, dan Reza, selaku teman seperjuangan penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Thank you so much for all the moments that we share!!! 7. Rekan-rekan kerja di perusahaan, Mba Suzan, mba Tri, mba Ratih, Willy, Ranto, MasNo, Haris, Nita, Christin, Deni, mba Sundari, Nizar, Putri, Nani, Lidya, Susi, Mba Titin, serta rekan-rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan, semangat, keceriaan, dan8. ahabat-sahabat terbaik penulis, Mitoel, Chusni, Indah, Fitri, Tylo, Arie, Pade, Ujo, RT, Arga, Sarwo, Ados, Yoga, Lichan, dan Oneth. You guys are like a star..Not aways seen but always there.. 9. Irmawati, terima kasih untuk semangatnya! Be strong and tough girl!!! 10. Teman-teman ITP 40, Jengye, Lasty, Tatan, Ade, Aca, Widhi, Iin, Vina, Nooy, Nana, Ina, Dion, Agnes, Gadink, hendy, Aan, Dhea, Rahmat, dan yang lainnya, serta teman-teman ITP 41 yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat kepada penulis. 11. Teknisi dan laboran, pak Iyas, bu Rub, pak Koko, teh Ida, mba Ari, pak Rojak, pak Wahid, serta pak Sobirin. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, pemulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini selanjutnya.Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat benrmanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan bagi pengembangan ilmu dan penerapan pembelajaran khususnya bagi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2007

PenulisDAFTAR ISIRingkasanviKATA PENGANTARviiiDAFTAR ISIviiiDAFTAR TABELviiiDAFTAR GAMBARixDAFTAR LAMPIRANxI. PENDAHULUAN11A. LATAR BELAKANG11B. TUJUAN11A. TEPUNG TAPIOKAxII. TINJAUAN PUSTAKA11B. TEPUNG SINGKONG13C. MOCAL15D. PATI181. Granula Pati182. Amilosa dan Amilopektin183. Daya Kembang Pati (swelling power) dan Kelarutan194. Gelatinisasi Pati215. Retrogradasi Pati23E. KACANG SALUT23F. ANALISIS KORELASI25III. METODOLOGI26A. BAHAN DAN ALAT26B. METODE PENELITIAN261.Analisis Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL272. Analisis Tingkat Pengembangan Papatan283. Analisis Kerenyahan Produk Kacang Salut29C.METODE ANALISIS301.Kadar Air (AOAC, 1995)302. Kadar Abu (AOAC, 1995)313. Kadar Pati (SNI 01-2892-1992)31IV.HASIL DAN PEMBAHASAN34A.SIFAT KIMIA TEPUNG TAPIOKA341.Kadar Air342.Nilai PH353.Kadar Pati364.Kadar Amilosa dan Amilopektin37B. SIFAT FISIK TEPUNG TAPIOKA381. Bentuk dan Ukuran Granula Pati382.Kehalusan (lolos ayak)403. Derajat Putih414. Daya Kembang (Swelling power) dan Kelarutan42C.ANALISIS TINGKAT PENGEMBANGAN PAPATAN44D. ANALISIS KERENYAHAN TEKSTUR KACANG SALUT46E.KARAKTERISTIK TAPIOKA F YANG MENGHASILKAN KERENYAHAN PENYALUT TERTINGGI48V. KESIMPULAN DAN SARAN50A. KESIMPULAN50DAFTAR PUSTAKA52LAMPIRAN54

DAFTAR TABELTabel 1 Komposisi kimia tepung tapiokaxTabel 2 Syarat mutu tepung tapioka menurut SNI 01-3451-199412Tabel 3 Standar kehalusan tepung tapioka12Tabel 4 Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-199214Tabel 5 Spesifikasi MOCAL yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek17Tabel 6 Syarat mutu edible cassava four dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev.11995)17Tabel 8 Kadar air sampel34Tabel 9 Kadar abu sampel35Tabel 10 Nilai pH sampel36Tabel 11 Kadar pati sampel36Tabel 12 Kadar amilosa dan amilopektin sampel38Tabel 13 Ukuran granula sampel39Tabel 14 Hasil pengukuran kehalusan sampel41Tabel 15 Derajat putih sampel42

DAFTAR GAMBARGambar 1 Diagram alir pembuatan tepung tapioka (Holleman dan Aten, 1956)5Gambar 2 Diagram alir pembuatan MOCAL8Gambar 3 Struktur amilosa (Chaplin, 2006)11Gambar 4 Struktur amilopektin (Chaplin, 20063.12Gambar 5 Grafik hubungan antara gaya (force) dan jarak (distance)18Gambar 6 Diagram alir tahapan penelitian24Gambar 7 Diagram alir pembuatan larutan bumbu26Gambar 8 Diagram alir pembuatan larutan papatan26Gambar 9 Diagram alir pembuatan kacang salut28Gambar 10 Granula Pati Tepung Tapioka (A, B, C, D, E, dan F)53Gambar 11 Pola swelling power sampel tepung tapioka58Gambar 12 Pola kelarutan tepung tapioka60Gambar 13 Grafik pola gelatinisasi tepung tapioka65Gambar 14 Korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan rasio amilosa dan amilopekt72Gambar 15 hasil analisis korelasi78

DAFTAR LAMPIRANLampiran 1 Rekapitulasi karakteristik fisikokimia sampel tepung tapioka dan MOCAL70Lampiran 2 Hasil pengukuran kadar pati71Lampiran 3 Pembuatan kurva standar amilosa dan pengukuran kadar amilosa71Lampiran 4 Hasil uji rating kerenyahan73Lampiran 5 Hasil uji Duncan : kadar air, kadar abu, dan pH74

40

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tepung tapioka merupakan salah satu produk hasil olahan singkong yang banyak digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong dalam beberapa produk pangan baik di rumah tangga maupun industri. Salah satu penggunaan tepung tapioka dalam industri pangan adalah sebagai penyalut pada produk kacang salut. Penyalut pada produk tersebut diharapkan memiliki tingkat pengembangan dan kerenyahan yang baik, namun dalam aplikasinya penggunaan jenis tepung tapioka yang berbeda akan menghasilkan mutu penyalut yang berbeda pula. Perbedaan mutu produk kacang salut yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh sifat atau karakteritik tepung tapioka yang digunakan, namun belum ada penelitian yang memberikan informasi tentang sifat atau karakteristik tepung tapioka yang diperlukan bagi suatu penyalut kacang.

B. TUJUAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mempelajari karakteristik kimia dan fisik beberapa sampel tepung tapioka dan MOCAL.

2. Mempelajari korelasi antara karakteristik kimia dan fisik sampel tersebut dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut.

3. Menentukan karakteristik yang paling relevan terhadap kerenyahan penyalut pada produk kacang salut.

4. Mempelajari karakteristik sampel yang memberikan kerenyahan A. TEPUNG TAPIOKA

Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalam memperoleh pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usia atau kematangan dari tanaman singkong. Usia optimum yang telah ditemukan dari hasil percobaan terhadap salah satu varietas singkong yang berasal dari jawa yaitu San Pedro Preto adalah sekitar 18-20 bulan (Grace, 1977). Ketika umbi singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan meningkat sampai pada titik tertentu, lalu umbi akan mejadi keras dan menyerupai kayu, sehingga umbi akan sulit untuk ditangani ataupun diolah. Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 1.

KomposisiJumlah

Serat (%)0.5

Air (%)15

Karbohidrat (%)85

Protein (%)0.5-0.7

Lemak (%)0.2

Energi (kalori/100 gram)307

Tabel 1 Komposisi kimia tepung tapiokaDalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai pH tepung tapioka tidak dipersyaratkan. Namun demikian, beberapa institusi mensyaratkan nilai pH untuk mengetahui mutu tepung tapioka berkaitan dengan proses pengolahan. Salah satu proses pengolahan tepung tapioka yang berkaitan dengan pH adalah pada proses pembentukan pasta. Menurut Winarno (2002), pembentukan gel optimum terjadi pada pH 4-7. Bila

II. TINJAUAN PUSTAKApH terlalu tinggi, pembentukan pasta makin cepat tercapai tetapi cepat turun lagi. Sebaliknya, bila pH terlalu rendah, pembentukan pasta menjadi lambat dan viskositasnya akan turun bila proses pemanasan dilanjutkan. The Tapioca Institute of America (TIA) menetapkan standar pH tepung tapioka sekitar 4.5-6.5 (Radley, 1976). Syarat mutu tepung tapioka sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 2.

No.Jenis ujiSatuanPersyaratan

Mutu IMutu IIMutu III

1.Kadar air%Maks.15.Maks.15.0Maks.15.0

0

2.Kadar abu%Maks.Maks. 0.60Maks. 0.60

0.60

3.Serat dan benda%Maks.Maks. 0.60Maks. 0.60

Asing0.60

4.Derajat putih%Min. 94.5Min. 92.00.05)

Perbedaan kadar air sampel dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan, khususnya pada saat pengeringan. Pada industri rumah tangga, biasanya pengeringan dilakukan secara tradisional yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari, sedangkan pada industri besar, pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat pengering (dryer). Berdasarkan SNI 01-3451-1994 tentang Syarat Mutu Tepung Tapioka, kadar air keenam sampel tepung tapioka telah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu maksimal 15%, baik tepung

nyata, begitu pula dengan kadar abu antara tapioka D, dan E, tidak berbeda nyata (Lampiran 5a). Kadar abu sampel disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Kadar abu sampelNo.SampelKadar abu (%)

1.Tapioka A0.01a

2.Tapioka B0.01a

3.Tapioka C0.03c

4.Tapioka D0.04d

5.Tapioka E0.04d

6.Tapioka F0.02a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukannilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Salah satu proses pengolahan tepung tapioka yang dapat menyebabkan perbedaan nilai kadar abu adalah pada tahap ekstraksi pati. Pada industri besar, ekstraksi pati dilakukan dengan menggunakan alat canggih seperti ekstraktor, sedangkan pada industri rumah tangga ekstraksi dilakukan secara manual dengan menggunakan saringan bertingkat yang terbuat dari bak kayu. Mineral yang terkandung dalam umbi singkong dapat ikut terbuang bersama ampas hasil proses ekstraksi, sehingga kadar abu yang terukur menjadi lebih rendah.

2. Nilai PH

Berdasarkan hasil pengukuran, nilai pH sampel berada pada kisaran 4.0-7.0, dengan pH terendah pada tapioka C yaitu 4.12 dan tertinggi pada tapioka E yaitu 6.52. Nilai pH keenam sampel berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P0.05)

3. Kadar PatiKadar pati tertinggi pada tapioka D yaitu 81.00% dan terendah pada tapioka B, yaitu 72.49%. Kadar pati tapioka A, B, E, dan F tidak berbeda nyata (Lampiran 5b), begitu pula dengan tapioka C dan D tidak berbeda nyata (P>0.05). Kadar pati tepung tapioka tidak dipersyaratkan dalam SNI. Beberapa studi melaporkan kandungan pati yang berbeda-beda pada tepung tapioka. Menurut Grace (1977), kadar pati tepung tapioka sekitar 85%. Sementara itu, Abera dan Rakshit (2003) melaporkan jumlah kadar pati dari tiga varietas singkong (CMR, KU50, dan R5) yang diolah dengan cara yang berbeda (penggilingan basah dan penggilingan kering) yaitu sekitar 96-98%. Kadar pati sampel tepung tapioka disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Kadar pati sampelNo.SampelKadar Pati (%)

1.Tapioka A75.96a

2.Tapioka B72.49a

3.Tapioka C81.00b

4.Tapioka D80.67b

5.Tapioka E73.05a

6.Tapioka F73.59a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukannilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)

Kadar pati tepung tapioka hasil pengukuran lebih rendah dari penelitian yang telah ada sebelumnya. Perbedaan kadar pati pada keenam sampel tepung tapioka ini dapat terjadi karena perbedaan varietas singkong dan waktu panen singkong. Radley (1976) menyatakan bahwa kandungan pati singkong meningkat seiring dengan waktu pemanenan. Waktu yang dibutuhkan umbi singkong untuk mencapai kematangan berbeda tergantung iklim dan lokasi penanamannya. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Grace (1977), bahwa dalam memperoleh pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usia atau kematangan dari tanaman singkong. Ketika pada titik tertentu, lalu umbi akan mejadi keras dan menyerupai kayu, sehingga umbi akan sulit untuk ditangani ataupun diolah.

Perbedaan kadar pati juga dapat terjadi karena proses pengolahan. Abera dan Rakshit (2003) melaporkan bahwa proses penggilingan kering pada pembuatan tepung tapioka dapat menghilangkan kadar pati sebesar 13-20%. Selain itu, kadar pati juga dapat berkurang karena partikel-partikel pati yang berukuran kecil ikut terbuang bersama partikel serat halus selama proses pencucian pati. Pada proses penyaringan basah, kehilangan jumlah pati juga dapat terjadi karena adanya partikel-partikel pati yang lebih besar yang tidak lolos saringan, sehingga jumlah pati yang terukur menjadi lebih sedikit.

4. Kadar Amilosa dan Amilopektin

Hasil pengukuran kadar amilosa dikonversi berdasarkan bobot pati yang terukur. Kadar amilosa terbesar dimiliki oleh tapioka A yaitu 24.01% dan yang terendah adalah tapioka C yaitu 15.47%. Kadar amilosa antara tapioka A dan B tidak berbeda nyata (Lampiran 5b), Begitu pula antara tapioka C dan F (P>0.05). Kadar amilosa dan amilopektin tepung tapioka disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Kadar amilosa dan amilopektin sampelNo.SampelKadar amilosa (%)Kadar amilopektin

(%)

1Tapioka A24.01a75.99a

2Tapioka B23.87a76.13a

3Tapioka C15.47c84.53c

4Tapioka D21.30d78.70d

5Tapioka E20.33d79.67d

6Tapioka F17.39c82.61c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)Banyak studi yang telah dilakukan dalam menentukan kadar amilosa tepung tapioka. Umumnya, studi-studi tersebut melaporkan kadar amilosa yang berbeda-beda. Perbedaan kadar amilosa ini dapat terjadi B. SIFAT FISIK TEPUNG TAPIOKA

1. Bentuk dan Ukuran Granula Pati

Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi, dapat dilihat bahwa bentuk granula dari semua sampel tepung tapioka dengan ukuran granula yang tidak jauh berbeda untuk tiap sampel (Tabel 13). Hasil pengamatan bentuk granula tepung tapioka dapat dilihat pada Gambar 10.

Menurut Moorthy (2004), granula tepung tapioka menunjukan variasi yang besar yaitu sekitar 5-40 m dengan bentuk bulat dan oval. Febriyanti (1990) mendapati ukuran granula pati dari beberapa varietas tepung singkong berada pada kisaran 3-25 m.

Rata-rata ukuran granula tepung tapioka dalam penelititan ini menunjukan nilai yang tidak berbeda dengan studi terdahulu, yaitu sekitar 3-40 m. Sriroth et al., (1999) melaporkan bahwa ukuran granula pati dari singkong yaitu sekitar 8-22 m, dengan rata-rata ukuran granula yaitu 15 m (14 bulan masa panen) dan 12 m (16 bulan masa panen). Perbedaan ukuran granula dapat dipengaruhi oleh Tabel 13 Ukuran granula sampelNo.SampelUkuran Granula (m)

1.Tapioka A3-40

2.Tapioka B3-40

3.Tapioka C3-30

4.Tapioka D3-30

5.Tapioka E3-30

6.Tapioka F3-40

Gambar 10 Granula Pati Tepung Tapioka (A, B, C, D, E, dan F)

2.Kehalusan (lolos ayak)

Kehalusan tepung tapioka berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P0.05). Kehalusan sampel pada ayakan no.100 tidak berbeda nyata antara tapioka B, C, D, E, dan F (P>0.05). Kehalusan sampel pada ayakan no.150 tidak berbeda nyata antara tapioka B, C, D, dan F (P>0.05).

Tabel 14 Hasil pengukuran kehalusan sampelNo.SampelKehalusan sample (%)

No.50 (300m)No.100 (150m)No. 140

(106m)

1.Tapioka A98.90a91.81a87.72a

2.Tapioka B99.83a96.81b92.10b

3.Tapioka C99.65a98.23b93.83b

4.Tapioka D99.83a98.65b93.55b

5.Tapioka E99.78a98.95b96.98c

6.Tapioka F99.63a95.69b92.43b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan nilai yangtidak berbeda nyata (P>0.05)

Kehalusan tepung tapioka tidak dipersyaratkan dalam SNI, namun mengacu pada TIA (The Tapioca Institute of America), maka kualitas tepung tapioka yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan kehalusannya, termasuk ke dalam kategori grade C karena kehalusan semua sampel tepung tapioka telah memenuhi standar lolos ayak pada ayakan no.60 yaitu 95%. Sementara itu, kehalusan semua sampel tepung tapioka yang diayak dengan ayakan no.80 dan no.140 tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh TIA karena tidak memenuhi standar lolos ayak pada ayakan no.80 dan no.140 yaitu sebesar 99%.

3. Derajat Putih

Derajat putih antara tapioka A dan D tidak berbeda nyata, begitu juga derajat putih antara tapioka B dan F tidak berbeda nyata, serta derajat putih antara tapioka C dan E tidak berbeda nyata (P>0.05).Derajat putih terbesar dimiliki oleh tapioka D dan terendah dimiliki oleh tapioka F.

Menurut Meyer (1960) dalam Mulyandari (1992), derajat putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati. Semakin murni proses ekstraksi pati, maka tepung yang dihasilkan akan semakin putih. Jika proses ekstraksi pati dilakukan dengan baik maka semakin banyak komponen pengotor yang hilang bersama air pada saat pencucian pati. Secara umum, nilai derajat putih keenam sampel tepung tapioka telah memenuhi SNI 01-3451-94 baik pada kategori mutu I yaitu minimal 94.5%, maupun mutu II yaitu minimal 92%, dan mutu III yaitu kurang dari 92%. Derajat putih tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Derajat putih sampelNo.SampelDerajat putih (%)

1.Tapioka A99.91a

2.Tapioka B95.62b

3.Tapioka C97.79c

4.Tapioka D100.00a

5.Tapioka E97.90c

6.Tapioka F95.22b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukanbahwa nilainya tidak berbeda nyata (P>0.05)

4. Daya Kembang (Swelling power) dan Kelarutan

Secara umum, swelling power akan meningkat dengan bertambahnya suhu pengukuran. Namun, peningkatan swelling power berbeda untuk masing-masing sampel (Gambar 11)

Sasaki dan Matsuki (1998) dalam Li dan Yeh (2001) jugamelaporkan bahwa terdapat korelasi negatif antara swelling power dengan kadar amilosa. Hal ini terjadi karena amilosa dapat membentuk kompleks dengan lipida dalam pati, sehingga dapat menghambat swelling. Hasil analisis swelling power dan kelarutan disajikan dalam Lampiran 1.

50.00

45.00

(g/g)40.00

35.00

Power30.00

25.00

Swelling20.00

15.00

10.00

5.00

0.00

6070809095

Suhu (oC)Gambar 11 Pola swelling power sampel tepung tapioka

Dalam penelitian ini diperoleh korelasi yang positif antara kadar amilosa yang terdapat pada sampel dengan swelling power tetapi korelasinya sangat rendah dan tidak signifikan (Lampiran 7a). Hal ini sesuai dengan hasil studi yang dilaporkan oleh Charles et al. (2005), bahwa terdapat korelasi positif antara swelling power dengan kadar amilosa. Hal ini dapat dijelaskan dengan rendahnya kandungan lipida dalam tepung tapioka, sehingga kompleks antara amilosa dengan lipida tidak terlalu berpengaruh dalam menghambat swelling. Charles et al. (2005), juga melaporkan dalam studinya bahwa kadar lipida dalam lima jenis tepung tapioka yang berasal dari varietas singkong yang

Secara umum, kelarutan pati tepung tapioka meningkat seiring dengan peningkatan suhu pengukuran (Gambar 12). Menurut Pomeranz (1991), kelarutan pati akan meningkat dengan meningkatnya suhu, dan kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati.

45

40

(%)35Tapioka A

30TapiokaB

25TapiokaC

Kelarutan

20TapiokaD

15Tapioka E

10Tapioka F

5

0

6070809095

Suhu (oC)Gambar 12 Pola kelarutan tepung tapioka

Perbedaan kelarutan pati antar sampel dapat terjadi karena perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin. Charles et al. (2005) melaporkan bahwa pati yang memiliki kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda, menunjukan nilai swelling power dan kelarutan pati yang berbeda pula. Menurut Fleche (1985), ketika molekul pati sudah benar-benar terhidrasi, molekul-molekul tersebut mulai menyebar ke media yang ada di luarnya. Molekul yang pertama keluar adalah molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati. Mulyandari (1992) melaporkan selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa. Korelasi positif terjadi antara amilosa dengan kelarutan pati (Lampiran 10

C.ANALISIS TINGKAT PENGEMBANGAN PAPATAN

Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa tingkat pengembangan papatan dari tiap sampel berbeda (Tabel 17). Tingkat pengembangan papatan tertinggi dimiliki oleh tapioka F yaitu 596.93%, sedangkan tingkat pengembangan papatan yang terendah dimiliki oleh tapioka B yaitu 279.4

Menurut Matz (1992), tingkat pengembangan dan tekstur dari makanan ringan (snack) dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin. Pati yang memiliki kandungan amilopektin tinggi cenderung memberikan karakter produk yang fragile (mudah pecah), sedangkan amilosa akan memberikan tekstur yang lebih tahan terhadap kemudahan untuk pecah. Berdasarkan uji korelasi, diperoleh korelasi yang sangat kuat antara rasio amilosa dan amilopektin dengan tingkat pengembangan papatan (r=-0.846), dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P>0.05). Hal ini menunjukan bahwa semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin maka papatan yang dihasilkan akan semakin mengembang (Gambar 14).

tingkat pengembangan (%)

700.00

600.00r2 = 0.7154

500.00

400.00

300.00

200.00

100.00

0.00

0.000.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30

Gambar 14 Korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan rasio amilosa dan amilopekt

Berdasarkan hasil analisi uji korelasi ternyata diperoleh korelasi yang rendah antara tingkat pengembangan papatan dengan swelling power maupun kelarutan (Lampiran 7d). Hal ini ditunjukan dengan rendahnya nilai koefisien korelasi antara tingkat pengembangan papatan dengan swelling power (r=0.264) maupun dengan kelarutan (r=0.337). Hal ini dapat terjadi karena proses yang berbeda antara analisis swelling power dan kelarutan dengan analisis pengembangan papatan. Kemampuan pati dalam menyerap air (swelling power) dan kelarutannya tidak dapat menunjukan kemampuan pati untuk mengembang ketika dipanaskan dalam media minyak (penggorengan).

D. ANALISIS KERENYAHAN TEKSTUR KACANG SALUT

Pengukuran kerenyahan secara objektif dilakukan dengan alat Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer. Kerenyahan dinyatakan dengan besarnya gaya pada puncak pertama saat sampel mulai mengalami perubahan pengukuran diperoleh gaya (gf) yang berbeda-beda untuk masing-masing penyalut pada produk kacang salut. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa gaya dan jarak paling rendah dihasilkan pada penyalut yang dibuat dari tapioka F, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyalut yang dibuat dari tapioka F memiliki kerenyahan yang paling tinggi.Berdasarkan uji lanjutan Duncan, gaya (gf) yang dibutuhkan untuk mendeformasi penyalut tidak berbeda nyata antara penyalut yang dibuat dengan tapioka A dan C, begitu pula antara gaya (gf) yang dibutuhkan untuk mendeformasi penyalut tidak berbeda nyata antara penyalut yang dibuat dari tapioka B, D, dan E, maupun MOCAL (P>0.05). Oleh karena itu, untuk membandingkan kerenyahan penyalut yang dihasilkan dari sampel lainnya dilakukan uji organoleptik terhadap kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Anonim (2005) menyatakan, dalam membandingkan kerenyahan antara dua sampel yang memiliki gaya (force) dan jarak (distance) yang berbeda dapat dilakukan dengan uji organoleptik untuk mengetahui sampel yang memiliki kerenyahan lebih tinggi. Skor kerenyahan yang dihasilkan dari uji organoleptik dapat dilihat juga pada Tabel 18 di atas.

Korelasi antara skor kerenyahan dengan rasio amilosa dan amilopektin menunjukan hubungan yang erat antar keduanya dan signifikan (P0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa skor kerenyahan tidak secara langsung dipengaruhi oleh swelling power dan kelarutan, pH, maupun sifat amilografi sampel tepung tapioka (Lampiran 7h, 7i, dan 7j).

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik tepung tapioka yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut adalah rasio amilosa dan amilopektin, karena korelasinya berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P0.05).

E.KARAKTERISTIK TAPIOKA F YANG MENGHASILKAN KERENYAHAN PENYALUT TERTINGGI Berdasarkan hasil analisis tekstur (kerenyahan), baik secara objektif menggunakan alat Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer, maupun secara subjektif dengan uji organoleptik, disimpulkan bahwa penyalut pada produk kacang salut yang memiliki kerenyahan tertinggi adalah penyalut yang menggunakan tapioka F. .

Tapioka F yang memiliki rasio amilosa dan amilopektin terendah yaitu sebesar 17.39 % dan 82.53%, memberikan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan tertinggi pada produk kacang salut. Hal ini juga ditunjukan dengan tingginya koefisien korelasi antara rasio amilosa dan amilopektin dengan tingkat pengembangan papatan maupun kerenyahan.

Swelling power dan kelarutan tapioka F cenderung lebih besar Berdasarkan sifat amilografi, tapioka F memiliki viskositas puncak yang paling rendah (950 BU), tetapi tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut yang dibuat dari sampel F paling tinggi. Hal ini dapat dijelaskan dengan hasil uji korelasi, yaitu terdapat korelasi yang negatif antara viskositas maksimum dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, tetapi tidak berbeda lebih dibandingkan sampel lainnya, hal ini ditunjukan dengan rendahnya nilai breakdown tapioka F yaitu 650 BU. Kemampuan tapioka F dalam beretrogradasi juga rendah, hal ini ditunjukan dengan paling rendahnya nilai setback tapioka F dibandingkan dengan sampel lainnya, yaitu 40 BU. Stablititas pasta dingin tapioka F juga lebih stabil (50 BU). Namun demikian, sifat amilografi sampel tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut. Berdasarkan hasil uji korelasi juga diperoleh tidak adanya korelasi yang nyata antara sifat amilografi sampel (viskositas puncak, setback, breakdown, dan stabilitas pasta dingin) dengan tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut (P>0.05).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil analisis menunjukkan karakteristik kimia dan fisik yang berbeda antar sampel tepung tapioka maupun MOCAL. Kadar air sampel tidak berbeda nyata antara tapioka D, E, dan F, demikian pula dengan MOCAL. Kadar air tertinggi dimiliki oleh tapioka B, sedangkan kadar air terendah dimiliki oleh tapioka C. Kadar abu antara tapioka A, B, dan F tidak berbeda nyata, begitu pula dengan kadar abu antara tapioka D, E. Kadar abu MOCAL paling tinggi dibandingkan dengan tepugn tapioka. Nilai pH ketujuh sampel berbeda. Nilai pH terendah pada tapioka C dan tertinggi pada tapioka E. Kadar pati tapioka A, B, E, dan F, tidak berbeda nyata, begitu pula dengan tapioka C dan D tidak berbeda nyata. Kadar pati tertinggi pada tapioka D dan terendah pada tapioka B. Kadar amilosa antara tapioka A dan B tidak berbeda nyata, begitu pula antara tapioka C dan F. Kadar amilosa terbesar dimiliki oleh tapioka A dan yang terendah adalah MOCAL.

Bentuk granula semua sampel yaitu bulat dan oval dengan ukuran yang hampir seragam. Kehalusan sampel pada ayakan no.50 tidak berbeda nyata pada semua sampel tepung tapioka. Kehalusan sampel pada ayakan no.100 tidak berbeda nyata antara tapioka B, C, D, E, dan F. Kehalusan sampel pada ayakan no.150 tidak berbeda nyata antara tapioka B, C, D, dan F. MOCAL memiliki kehalusan yang paling rendah dibandingkandengan tepung tapioka. Derajat putih antara tapioka A dan D tidak berbeda nyata, begitu juga derajat putih antara tapioka B dan F, maupun antara tapioka C dan E. Nilai swelling power dan kelarutan pati meningkat dengan bertambahnya suhu pengukuran.

Tingkat pengembangan papatan tertinggi dimiliki oleh tapioka F, sedangkan tingkat pengembangan papatan terendah dimiliki oleh MOCAL. Hasil analisis kerenyahan juga menunjukan hal yang sama yaitu kerenyahan tertinggi dimiliki olah kacang salut yang dibuat dari tapioka F, sedangkan kerenyahan terendah dimiliki oleh kacang salut yang terbuat dari sampel MOCAL. Hal ini ditunjukkan dengan adanya korelasi positif dan nyata antara tingkat pengembangan papatan dengan skor kerenyahan penyalut produk kacang salut, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengembangan papatan, maka kerenyahan penyalut pada produk kacang salut akan semakin tinggi.

Korelasi negatif dan nyata terjadi antara tingkat pengembangan papatan maupun kerenyahan rasio amilosa dan amilopketin. Maka semakin rendah rasio amilosa dan amilopektin, tingkat pengembangan papatan dan kerenyahan penyalut akan semakin besar. Berdasarkan uji korelasi, karakteristik atau sifat yang paling relevan terhadap kerenyahan penyalut pada produk kacang salut adalah rasio amilosa dan amilopektin. Sementara itu, karakteristik fisikokimia lainnya dari tepung tapioka seperti pH, swelling power dan kelarutan, sifat amilografi (viskositas puncak, setback, stabilitas pasta panas (breakdown), dan stabilitas pasta dingin) kurang relevan karena korelasinya terhadap tingkat pengembangan papatan maupun kerenyahan penyalut sangat rendah.

Karakteristik fisikokimia tapioka F seperti pH yang rendah yaitu 4.19 dengan kadar amilosa dan amilopektin sebesar 17.39 % dan 82.53%, serta (40 BU), dan stablititas pasta dingin (50 BU)) yang berbeda dengan sampel ang berkaitan dengan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut, maka penelitian lanjutan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Mempelajari sifat kimia ataupun fisik yang lain pada tepung tapioka dan MOCAL, seperti sifat termal pati.

2. Karakteristik seperti rasio amilosa dan amilopektin merupakan karakteristik yang paling relevan untuk memperkirakan kerenyahan penyalut pada produk kacang salut.

3. Menganalisis lebih lanjut kerenyahan penyalut pada produk kacang salut yang dibuat dengan tepung tapioka maupun MOCAL secara organoleptik untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap kerenyahan yang berbeda pada produk kacang salut.DAFTAR PUSTAKA

Abera, S. dan Rakshit, K. 2003. Comparison of physicochemical and functional properties of cassava starch extracted from fresh root and dry chips. Starch/Starke Vol. 55 : 287-296.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budijanto. 1998. Petunjuk Laboratorium Anlisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi-IPB, Bogor.

Anonim a. 2004. Puffed Food Starch Product. www.patentstorm.us/patents/ 6676983/ htm [16 Agustus 2007]

Anonim b. 2005. Quantify Brittleness and Crispiness. www.texturetechnologies. com / brittle.htm [3 Agustus 2007]

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist, Washington DC.

Asaoka, M., Blanshard, J.M.V., dan Rickard, J.E. 1992. Effects of cultivar and growth season on the gelatinization properties of cassava starch. Di dalam : Sriroth, K., et al. 1999. Cassava starch granule structure function properties: influences of time and conditions at harvest on cultivars of cassava starch. Carbohydrates Polymer Vol.38 : 161-170.

Balagopalan, C., Padmaja, G., Nanda, S.K., dan Moorthy, S.N. 1988. Cassava in Food, Feed, and Industry. CRC Press, Baco Raton, Florida.

[CAC] Codex Alimentarius Commision. 1995. Edible Cassava Flour (CODEX STAN 176-1989 (Rev.11995)). Codex Alimentarius Commision, USA.

Chaplin, M. 2006. Starch. www.lsbu.ac.uk/starch.htm [6 Maret 2007]

Charles, A.L., Chang, Y.H, Ko, W.C., Sriroth, K., dan Huang, T.C. 2005. Influence of amylopectin structure and amylose content on gelling properties of five cultivars of cassava starches. J. Agric. Food Chemistry Vol53 : 2717-2725.

[DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Gula (SNI 01-2892-1992). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

[DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Tepung Singkong (SNI 01-2997-1992). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

[DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1994. Tepung Tapioka (SNI 01-3451-1994). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.Fleche, G. 1985. Chemical modification and degradation of starch. Di dalam : G.M.A.V. Beynum dan J.A Roels (eds.). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc., New York.

Febriyanti, T. 1990. Studi Karakteristik Fisik, Kimia, dan Fungsional Beberapa Varietas Tepung Singkong. Skripsi. IPB, Bogor.

Grace, M.R. 1977. Cassava Processing. Food and Agriculture Organization of United Nations, Roma.

Holleman, L.W.Y. dan Aten, A. 1956. Processing of Cassava and Cassava Product in Feelet Industries. FAO, Roma.

Li, J.Y., dan Yeh, A.I. 2001. Relationship between thermal, rheological characteristics, and swelling power for various starches. J. Food Engineering Vol.50 : 141-148.

Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd Ed. Pan-tech International Inc., Texas.

Moorthy, S.N. 2004. Tropical sources of starch. Di dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function, and Application. CRC Press, Baco Raton, Florida.

Mulyandari, S.H. 1992. Kajian Perbandingan Sifat-Sifat Pati Umbi-Umbian dan Pati Biji-Bijian. Skripsi. IPB, Bogor.

Muharam, S. 1992. Studi Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Singkong (Manihot esculanta Crantz.) dengan Modifikasi Pengukusan, Penyangraian, dan Penambahan GMS, serta Aplikasinya Dalam Pembuatan Roti Tawar. Skripsi. FATETA IPB, Bogor.

Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Olkku, J. dan Rha, C. 1978. Gelatinization of starch and wheat flour starch. Di dalam: Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Academic Press Inc., San Diego, California.

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Academic Press Inc., San Diego, California.

Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publishers,

London.

LAMPIRANLampiran 1 Rekapitulasi karakteristik fisikokimia sampel tepung tapioka dan MOCALKarakteristikTapiokaTapiokaTapiokaTapiokaTapiokaTapiokaMOCAL

Kimia danABCDEF

fisik

Kadar air (%)11.7512.949.5111.0010.6410.5410.91

Kadarabu0.010.010.030.040.040.020.005

(%)

pH5.185.424.125.026.524.194.33

Kadarpati75.9672.4981.0080.6773.0573.5973.29

(%)

Kadar amilosa24.0123.8715.4721.3020.3317.3911.07

(%)

Kadar75.9976.1384.5378.7079.6782.6188.93

amilopektin

(%)

Ukuran3-403-403-303-303-303-403-30

granula (m)

Kehalusan

(%)

- No.5098.9099.8399.6599.8399.7899.6374.84

- No.10091.8196.8198.2398.6598.9595.6912.21

- No.14087.7292.1093.8393.5596.9892.433.97

Derajatputih99.9195.6297.79100.0097.9095.2277.75

(%)

Swelling

power (g/g)

- 60C7.125.849.733.856.309.387.71

- 70C24.7321.9522.5824.2724.9724.1112.13

- 80C27.5925.7423.0829.0629.6726.8414.10

- 90C30.4130.2825.7031.0132.2729.6121.05

- 95C31.6738.5836.7735.1045.7343.4128.07

Kelarutan Pati

(%)

- 60C10.392.8513.705.872.419.133.22

- 70C15.2715.3614.2212.6714.1519.215.41

- 80C20.1023.1222.1819.1122.8934.259.72

- 90C35.7423.6927.0823.6724.0837.9119.63

- 95C37.3628.7236.4930.6029.4238.7329.19

Lampiran 2 Hasil pengukuran kadar patiNo.SampelUlanganBobotVVKadarRata-

sampelNa2S2O3Na2S2O3Patirata

(mg)blankoSampel(%)(%)

(ml)(ml)

1Tapioka A11009.326.79.9572.545475.96

21002.426.79.7079.3695

2Tapioka B11001.526.29.6072.323572.49

21004.226.29.5072.6489

3Tapioka C11009.426.79.2081.404881.00

21006.626.39.0080.5941

4Tapioka D11004.727.29.9580.486780.67

21003.426.79.4080.8511

5Tapioka E11002.024.07.4572.026973.05

21004.724.07.6071.0540

6Tapioka F11002.226.39.5073.314773.59

21001.926.39.4073.8577

7MOCAL11002.224.08.1573.422573.29

21002.324.08.2073.1637

Lampiran 3 Pembuatan kurva standar amilosa dan pengukuran kadar amilosaHasil Pengukuran Absorbansi

No.Bobot standar (x 10-3Absorban

mg/ml)

140.120

280.240

3120.370

4160.492

5200.616

Grafik Hubungan Absorban Dengan Bobot Amilosa Standa

A bs orb an

0.7y = 0.0311x - 0.00560.6R2 = 0.9999

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0

0510152025

Bobot amilosa standar (x 10-3 mg/ml)

Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kadar Amilosa

No.SampelUlanganBobotAbsorbanBobotKadarRata-

sampelamilosa (xAmilosaRata

(mg)10-3 mg/ml)(%)(%)

1Tapioka1100.30.2759.002517.996018.24

A

2100.40.2839.279718.4854

2Tapioka1100.50.2718.893917.699317.30

B

2100.30.2588.475916.9011

3Tapioka1100.90.1996.578813.040212.53

C

2101.40.1846.096512.0247

4Tapioka1100.10.2628.604517.191817.18

D

210030.2628.604517.1575

5Tapioka1100.50.2177.157614.244014.85

E

2100.50.2367.768515.4597

6Tapioka1100.30.1966.482312.925812.80

F

2100.70.1936.385912.6830

7MOCAL1101.90.1183.97437.80048.11

2101.30.1274.26378.4180

Lampiran 4 Hasil uji rating kerenyahanPanelisSkor kerenyahan

TapiokaTapiokaTapiokaTapiokaTapiokaTapiokaMOCAL

ABCDEF

13343372

25342352

35463562

4546.55555

552534.533

65464.5353.5

7655.54.55.553

84323322

934454.563

1043.553332

112423464

124343462

135363.53.542.5

144341552

154.5352.5563

1635443.553

1744.554.5473

1843.553472

193444563

203.534.523.562

212243362

224255473

2353.553.5661

Lampiran 5 Hasil uji Duncan : kadar air, kadar abu, dan pHKAIR

Duncan

Subset

SAMPELN1234

C29.503550

F210.543500

E210.633800

D210.994450

A211.753950

B212.937150

Sig.1.000.0841.0001.000

KABU

Duncan

Subset

SAMPELN1234

A2.009900

B2.014900.014900

F2.019800

C2.029400

E2.039100

D2.044600

Sig..224.2321.000.187

PH

Duncan

Subset

SAMPELN123456

C24.120000

F24.190000

D25.020000

A25.180000

B25.420000

E26.520000

Sig.1.0001.0001.0001.0001.0001.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000.a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

b Alpha = .05.

58