TUGAS MAKALAH

35
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA PROVINSI ACEH TUGAS MAKALAH “ PEMANFAATAN MATERIAL GRANULAR SEBAGAI MATERIAL PERKERASAN JALAN “ ( Ir. YUHANIS YUNUS…..) DI SUSUN OLEH : HASNAINI JOLY SRIANTY

description

tugas makalah

Transcript of TUGAS MAKALAH

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPILPROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA

PROVINSI ACEH

TUGAS MAKALAH

“ PEMANFAATAN MATERIAL GRANULAR SEBAGAI MATERIAL PERKERASAN JALAN “

( Ir. YUHANIS YUNUS…..)

DI SUSUN OLEH : HASNAINIJOLY SRIANTYSRI BUDIANI

I. PENDAHULUAN

Agar suatu pembangunan jalan dapat berfungsi secara sempurna, maka harus

didukung dengan ilmu mekanika tanah (geotechnical engineering) yang harus dapat membuat

perkiraan dan pendugaan yang tepat tentang kondisi tanah di lapangan. Untuk mempelajari

tentang ilmu geoteknik ini maka perlu dibuat suatu pengembangan ilmu tentang material

granular yang akan mendasari dalam analisis dan desain perencanaan suatu pondasi dalam

pembuatan jalan, hal ini dibuat dalam rangka pembuatan makalah dengan judul

“Pemanfaatan Material Granular sebagai Material Perkerasan Jalan”.

Pemanfaatan dari material granular sebagai bahan dasar dari pekerjaan konstruksi

perkerasan jalan dapat dipelajari dengan tahapan sebagai berikut :

I. Sumber Material

Dapat berupa material pasir, kerikil dan batu pecah.

II. Pengolahan Material

Dalam hal proses stone crusher

III. Pemanfaatan Material

Meliputi pemanfaatan sebagai sub base course, base course dan surface course.

IV. Bentuk Pengujian Material Granular

Dapat dilihat dari gradasi, ukuran butiran, kekerasan butiran, keawetan, tekstur

permukaan, kebersihan material, penyerapan, adhesi dan tahanan gelincir/kekesatan.

V. Kesimpulan

Dengan dipelajarinya material granular maka dapat diketahui pemanfaatan serta

permasalahan yang sering ditemukan pada material granular.

Demikian tugas pembuatan makalah yang sederhana ini dibuat dengan keterbatasan

kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, maka diharapkan saran dan kritik yang

membangun. Akhir kata semoga makalah pemanfaatan material granular sebagai material

perkerasan jalan ini berguna serta bermanfaat dan penulis ucapkan terima kasih.

I. SUMBER MATERIAL

Material granular adalah sekumpulan butir - butir batu pecah, kerikil, pasir, atau

mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737-1989-F). Menurut

Silvia Sukirman, (2003), material granular merupakan butir‐butir batu pecah, kerikil, pasir

atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat

berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen‐fragmen.

Gambar 1.1. Jenis material granular

Agregat terdiri atas agregat kasar (kerikil/batu baur) dan agregat halus (pasir), batu

pecah dan jika diperlukan menggunakan bahan pengisi atau filler. Pasir untuk ukuran

nominal agregat yang kurang dari 5 mm dan batu kerikil adalah agregat yang mempunyai

ukuran nominal yang lebih dari 5 mm.

1.1. Pasir

Pasir adalah salah satu bahan agregat halus yang berbentuk butiran-butiran kecil.

Agregat halus pasir dapat berupa pasir alam atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh

alat-alat pemecah batu, harus terdiri dari butir-butir yang tajam, keras dan tidak hancur oleh

pengaruh-pengaruh cuaca.

Agregat halus pasir tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 5% berat kering dan

tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu banyak. Pasir untuk spesi pasangan dan

plesteran, harus seluruhnya dapat melalui saringan dengan lubang-lubang persegi 3 mm.

Menurut kegunaannya, pasir dapat dibedakan menjadi :

a. Pasir Urug

Pasir urug adalah pasir yang digunakan untuk mengurug pondasi dan bagian bawah

keramik yang biasanya dicampur dengan batuan kecil dan kayu.

Gambar 1.2 Pasir Urug

b. Pasir Pasang

Pasir pasang dapat digunakan sebagai pemasangan tembok.

c. Pasir Beton

Pasir beton dapat digunakan sebagai bahan pembuat pasangan beton

Gambar 1.3. Pasir beton

d. Pasir Aspal

Pasir aspal digunakan sebagai bahan pembuat aspal

Gambar 1.3. Pasir Aspal

1.2. Kerikil

Kerikil adalah agregat kasar yang berguna untuk gampuran beton dan dasar jalan.

Kerikil mengandung mineral seperti batu, karena pengerasan dan banyaknya kuarsa.

Warnanya kuning hingga abu-abu, dan sifatnya tahan terhadap ouaca, keras.

Agregat kasar kerikil dapat berupa kerikil alam atau berupa batu pecah yang diperoleh

dari pemecahan batu, dengan ukuran butir umumnya lebih besar dari 5 mm dan terdiri dari

butir-butir yang keras, tidak berpori dan beraneka ragam ukurannya.

Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% berat kering, dan tidak

boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, zat-zat yang reaktif alkali.

1.3. Batu Pecah

Batu belah merupakan batu bulat yang dipecah menjadi bongkahan-bongkahan yang

lebih kecil. Batu belah sangat baik untuk pondasi lajur dan pondasi setempat karena ujungnya

runcing sehingga satu dan yang lainnya akan saling mencengkram cukup kuat dalam pondasi.

Batu belah yang baik harus keras, padat, bersih dan tidak lapuk.

Gambar 1.5. Batu pecah

II. PENGOLAHAN MATERIAL

Material yang digunakan sebagai bahan dalam campuran pekerjaan konstruksi

perkerasan dapat diambil dari alam (quarry) yang berupa pasir, kerikil atau batuan. Kadang

batuan dari alam (quarry) berukuran besar sehingga perlu dilakukan pemecahan terhadap

batuan tersebut agar dapat dimanfaatkan dalam campuran. Guna mendapatkan kerikil atau

batuan pecah yang sesuai dengan ukuran yang diharapkan (memenuhi amplop grading) maka

diperlukan suatu alat untuk memecah material tersebut. Alat pemecah batuan yang digunakan

adalah stone crusher.

Stone Crusher berfungsi untuk memecahkan batuan alam menjadi ukuran yang

lebih kecil sesuai dengan spesifikasi (persyaratan gradasi) yang dibutuhkan. Pada pekerjaan

crushing ini biasanya diperlukan beberapa kali pengerjaan pemecahan, tahap - tahap

pekerjaan ini beserta jenis crusher yang digunakan antara lain :

1. Pemecahan tahap pertama oleh jenis primary crusher.

2. Pemecahan tahap kedua oleh secondary crusher.

3. Pemecahan - pemecahan selanjutnya jika ternyata diperlukan, oleh tertiary crusher.

Tahap - tahap pekerjaan pemecahan pada crusher dapat dilihat pada diagram alir

sebagai berikut :

Gambar 2.1 Diagram Alir Material pada Crusher

Gambar 2.1. Diagram Alir Material pada Crusher

2.1. Tipe Stone Crusher

Beberapa macam peralatan pemecah batu (stone crusher) meliputi :

1. Primary Crusher, biasanya menggunakan tipe crusher :

a. Jaw crusher (pemecah tipe rahang)

Jaw crusher digunakan untuk mengurangi besar butiran pada tingkat pertama,

untuk kemudian dipecah lebih lanjut oleh crusher lain. Jenis ini paling efektif

digunakan untuk batuan sedimen sampai batuan yang paling keras seperti granit atau

basalt. Jaw crusher merupakan mesin penekan (compression) dengan rasio pemecahan

6 : 1.

Keuntungan yang diperoleh dari jaw crusher antara lain karena kesederhanaan

konstruksinya, ekonomis dan memerlukan tenaga yang relatif kecil. Ukuran material

yang dapat dipecah oleh crusher ini tergantung pada feed opening (bukaan) dan

kekerasan batu yang akan dipecah. Umumnya untuk material hasil peledakan, material

yang berukuran sampai dengan 90% dari feed opening (bukaan) dapat diterima. Untuk

batuan yang tidak terlalu keras disarankan berukuran 80% dari feed opening (bukaan).

b. Gyratory Crusher (pemecah giratori)

Crusher ini beroperasi dengan kisaran. Bagian crusher pemecah berbentuk

Conis, karena itu kadang disebut cone crusher. Gyratory crusher hampir sama dengan

jaw crusher, perbedaannya terletak pada cara pemberian tekanan dimana untuk gyratory

crusher tekanan diberikan dari arah samping. Hasil pemecahan crusher ini rata - rata

berbentuk kubus dan agak uniform hal ini karena bentuk lengkung dari cone dan bowl

yang mempunyai permukaan cekung (concave).

c. Impact Crusher (pemecah tipe pukulan)

Impact crusher disarankan terutama untuk batu kapur atau untuk penggunaan

dengan abrasi lebih rendah. Impact crusher ada 2 jenis yaitu impact breaker dan

hammer mill. Kedua jenis ini pada prinsipnya sama, perbedaannya terletak pada jumlah

rotor dan ukurannya. Impact breaker mempunyai satu atau dua buah rotor dan

ukurannya lebih besar daripada hammer mill. Impact breaker menghasilkan produk

yang bentuknya seperti kubus meskipun semula merupakan batu lempengan serta

meningkatkan kualitas agregat dan mempertinggi kapasitas plant.

2. Secondary Crusher, biasanya menggunakan tipe crusher :

a. Cone CrusherSelain sebagai crusher sekunder, cone crusher juga dapat digunakan untuk

pasir dan kerikil serta material yang memiliki butir asal (sebelum dipecah) 20 - 25 cm

dimana tidak memerlukan lagi crusher primer.

b. Roll CrusherRoll Crusher diperlukan untuk menghasilkan produk dengan ukuran

tertentu. Crusher jenis tekanan ini menghasilkan variasi pemecahan yang lebih besar

dibanding jenis crusher lainnya. Kapasitas roll crusher tergantung dari jenis batuan,

ukuran crusher primer, ukuran batuan yang diinginkan, lebar roda dan kecepatan roda

berputar. Ditinjau dari jumlah rollnya ada beberapa macam tipe roll crusher yaitu :

> Single Roll (silinder tunggal), biasanya digunakan untuk memecahkan batuan

yang lembab dan tidak menguntungkan jika digunakan untuk memecahkan

batuan yang abrasif. Crusher tipe ini memiliki rasio pemecahan maksimum 7 :

1.

> Double Roll (silinder ganda), memiliki rasio pemecahan 2 - 2,5 : 1.

> Triple Roll (silinder tiga), memiliki rasio pemecahan 4 - 5 : 1.

c. Hammer Mill (pemecah tipe pukulan)

Hammer Mill digunakan untuk batu kapur berkualitas tinggi, dengan kadar

abrasif kurang dari 5%, menghasilkan jumlah besar material halus. Hammer Mill

dapat menerima feed material berukuran sampai dengan 20 cm dan memiliki rasio

pemecahan 20 : 1.

3. Tertiary Crusher, biasanya menggunakan tipe crusher :

a. Roll Crusher (pemecah tipe silinder)

Selain sebagai crusher sekunder, roll crusher dapat juga digunakan sebagai crusher

tersier.

b. Rod Mill (pemecah tipe batang), dimaksudkan untuk mendapatkan

material yang lebih halus.

c. Ball Mill (pemecah tipe bola), dimaksudkan untuk mendapatkan material

yang lebih halus.

Namun dalam prakteknya di lapangan, pekerjaan crushing dilakukan hanya

sampai pada tahap kedua. Tipe crusher yang dipakai umumnya menggunakan tipe jaw to jaw

dimana jaw pertama sebagai primary crusher (crusher primer) untuk pemecahan tahap

pertama, sedangkan jaw kedua sebagai secondary crusher (crusher sekunder) untuk

pemecahan tahap kedua. Hal ini disebabkan antara lain karena :

1. kesederhanaan konstruksinya.

2. ekonomis dan memerlukan tenaga yang relatif kecil.

3. kapasitas produksi yang besar tergantung lebar bukaan pada jaw dan ukuran butir yang

dikehendaki.

2.2 Bagian - Bagian Stone Crusher

Bagian - bagian ini dimaksudkan untuk mengatur dan menyalurkan material yang

masuk atau juga material hasil crusher yang dipisah - pisahkan menurut gradasinya.

Beberapa bagian dari crusher antara lain :

1. Feeder dan Hopper

Fedeer dan hopper adalah komponen dari peralatan pemecah batu yang berfungsi

mengatur aliran dan pemisah bahan - bahan serta penerima bahan baku (raw material).

Fungsi utama feeder adalah mengatur aliran bahan batuan yang masuk kedalam pemecah

batu. Beberapa tipe dari feeder antara lain :

a. Appron feeder, umumnya dipakai untuk batuan yang akan dimasukkan ke

dalam primary crusher. Feeder ini direncanakan sebagai heavy duty

construction untuk menahan beban kejut dari batuan yang ditumpahkan.

b. Reciprocating plate feeder (plat pengumpan bolak - balik), biasanya

dipakai untuk material yang diambil dari gravel pit, material ini umumnya

berukuran kecil yang kadang - kadang tidak perlu pemecahan sehingga

harus dikelurkan dari material yang besar.

c. Grizzly feeder (saringan pemisah pertama), hampir sama dengan appron

feeder, hanya diberikan penambahan untuk sekedar memilih ukuran batu

yang akan dipecahkan. Pada feeder jenis ini, butiran - butiran yang

ukurannya lebih kecil dari ukuran rongga pada rantai feeder akan

berjatuhan keluar.

d. Chain feeder, pada chain feeder batu masuk karena berat sendiri melalui

suatu penyalur.

2. Scalping Unit (saringan kisi - kisi)

Scalping unit sering dipakai sebagai lanjutan feeder, scalping unit ini berupa kisi -

kisi (grid) yang diam (stationery) atau bergetar (vibratiory motion).

3. Grizzly Bar (batang - batang pemisah)

Grizzly bar juga dipakai pada scalping unit, konstruksinya berupa batang -batang

(bars) besi paralel yang satu sama lainnya diberi jarak antara, dipasang miring ke arah pit

sehingga batu yang ukurannya lebih besar dari jarak antara batang - batang tadi hanya

akan melewatinya, tidak masuk ke dalam crusher. Jarak antara batang - batang besi tadi

dapat diatur sesuai dengan ukuran batu (feed) yang diinginkan oleh primary crusher.

4. Conveyor atau Bucket Elevator

Adalah komponen dari peralatan pemecah batu yang berfungsi untuk

memindahkan material secara langsung dalam suatu proses dari satu unit ke unit lain.

Fungsi conveyor pada peralatan pemecah batu biasanya terdiri dari unit joint conveyor

(fungsi penyambung atau perantara), discharge conveyor (mendistribusikan ke stock

pile), feed conveyor (fungsi pemasok), return conveyor (fungsi balik untuk dipecah lagi).

5. Bin dan Hopper Bawah

Adalah komponen pada peralatan pemecah batu yang berfungsi untuk

menampung sementara, atau sebagai container yang besar untuk penyimpanan material

permanen dari material dari stock pile.

III. PEMANFAATAN MATERIAL

Material granular dalam konstruksi perkerasan jalan dimanfaatkan sebagai bahan

dasar dalam perkerasan lentur (Flexible Pavement). Perkerasan jalan adalah campuran antara

agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Berdasarkan bahan

pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas konstruksi perkerasan lentur

(Flexible Pavement) dan konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement).

Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat

memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Aspal itu sendiri adalah material

berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat.

Jika aspal dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu, aspal dapat menjadi lunak / cair

sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton. Jika

temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat

termoplastis). Sifat aspal berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh

sehingga daya adhesinya terhadap partikel agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat

diatasi / dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah yang baik

dalam proses pelaksanaan.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas

tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban

lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima

oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil

dari daya dukung tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :

a. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)

b. Lapisan pondasi atas (Base Course)

c. Lapisan permukaan (Surface Course)

3.1. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak

antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir

(granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang

distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

• Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda.

• Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di

atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).

• Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

• Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.

Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya

dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi)

atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh

cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih

baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran

tanah setempat dengan kapur atau semen portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar

diperoleh bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

Bahan untuk subbase umumnya diambilkan dari bahan yang tidak memenuhi

syarat bila akan digunakan untuk base course. Beberapa bahan yang sering dipakai:

- lapis aspal beton (laston) bawah

- pasir dan batu (sirtu) kelas A dengan CBR 70

- pasir dan batu (sirtu) kelas B dengan CBR 50

- pasir dan batu (sirtu) kelas C dengan CBR 30

- tanah / lempung kepasiran, dengan CBR 20

3.2. Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di

bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak

menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.

Fungsi lapis pondasi antara lain :

- Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.

- Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan

beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan

pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan

dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%)

dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang

distabilisasi dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.

Kualitas bahan base lebih baik daripada untuk subbase dan berbagai konstruksi

untuk lapis pondasi adalah sebagai berikut:

1. Lapis Telford

Lapis ini dibuat dari batu belah (15-25 cm) dan batu pengunci/pengisi. Batu belah

diatur di atas lapis pasir setebal 10 cm, maksud diberi lapis pasir ini adalah untuk keperluan

peresapan. Batu diatur dengan tenaga orang dan diusahakan rongga antara batu belah sekecil

mungkin. Untuk menguatkan berdirinya batu belah dipasang pasak-pasak batu, pemasangan

batu belah ini diikuti dengan penggilasan.

Batu pengisi ditaburkan di atas batu belah tersebut untuk mengisi rongga di antara

batu belah, kadang-kadang disertai dengan siraman air secukupnya, untuk membantu

masuknya butiran ke sela-sela batu belah, selanjutnya disertai dengan pemadatan lagi.

Kekuatan lapis Telford ditimbulkan oleh gesekan antar batu akan memberikan daya dukung

yang lebih besar, sehingga batu dengan permukaan yang kasar dan bidang kontak yang luas

antar batu akan memberikan daya dukung yang lebih besar, untuk itu digunakanlah batu

belah.Mengingat pentingnya kontak sesama batu belah maka jika pada lapis pondasi ini

kehilangan sifat saling kontak sesama batu, lapis Telford akan rusak. Kerusakan ini juga

dapat terjadi bila:

- penopang tepi (kanstien) lepas/roboh

- batu tidak atahan ausan

- beban yang dipikul terlalu besar, dan gaya gesek yang tersedia tidak cukup untuk

melawannya, sehingga lapis rusak

2. Lapis Makadam Basah

a. Lapis Makadam Basah (water bound macadam)

Lapis ini dibuat dengan bahan batu pecah bergradasi tertentu, dengan syarat

bersih, awet, keras, bersudut tajam dan tahan ausan. Batu pecah tersebut masih

harus ditambah bahan ikat yaitu tanah Hat dan umumnya bergradasi terbuka.

Apabila tidak ada lapis pondasi bawah, untuk menghindari masuknya tanah dasar

ke lapis pondasi karena beban roda, dapat diberi lapisan bawah yaitu berupa lapis

pasir setebal 2,5-8 cm.

Cara pelaksanaan:

Batu pecah dihamparkan dan diikuti dengan penggilasan. Kemudian bahan ikat

ditaburkan dan sambil disiram air dengan sekedarnya untuk membantu masuknya

butiran bahan ikat ke rongga rongga di antara batu pecah. Penghamparan bahan

ikat ini juga diikuti penggilasan. Lapis macadam basah ini dapat terdiri dari

beberapa lapis dan cara pelaksanaan tiap-tiap lapis adalah sama seperti tersebut di

atas.

b. Lapis Makadam Kering

Lapis ini dibuat dengan bahan sama seperti pada lapis macadam basah, sedangkan

cara pelaksanaannya juga sama dengan pada lapisan macadam basah, tetapi tanpa

diberi siraman air. Untuk menggantikan tujuan penyiraman air, pada

penggilasannya digunakan alat pemadat yang bergetar.

c. Lapis Penetrasi Makadam (penetration macadam)

Lapis ini selain untuk lapis pondasi juga dapat digunakan untuk lapis permukaan.

Bahan dari batu pecah, batu pengunci dan bahan ikat aspal. Pada umumnya

digunakan batu pecah dengan gradasi terbuka (ukuran tunggal), tetapi juga dapat

digunakan gradasi rapat.

Cara pelaksanaan:

Batu pecah ditebarkan 5 - 1 0 cm (±1,5 ukuran batu besar) diikuti dengan taburan

batu pengunci yang ukurannya seragam. Lapisan tersebut dipadatkan sambil

membuang batu-batu yang oversize sehingga akan diperoleh lapisan yang rata.

Kemudian aspal cair disemprotkan pada permukaaan yang sudah dipadatkan dan

diikuti dengan taburan batu pengunci dan dipadatkan lagi. Jika lapis ini akan

dijadikan lapis permukaan, setelah pemadatan yang terakhir segera diberikan

lapisan aspal lagi dan selanjutnya ditaburi agregat ukuran seragam (chipping)

sambil digilas.

d. Lapis Batu Pecah (aggregate base, dry stone)

Lapis ini dikembangkan sebagai pengganti lapis pondasi belah (Telford). Pada

prinsipnya lapis ini hampir sama dengan lapis macadam.

Bahan : batu pecah hasil dari mesin pemecah bau dengan ukuran butiran:

- batu pecah 25-27 mm

- batu pengunci 12-18 mm

- fraksi halus lebih kecil 9 mm

Untuk mendapatkan campuran butiran batu pecah yang mampu menghasilkan

lapis yang rapat dengan kepadatan yang optimum, batu pecah-batu pecah tersebut

harus dicampur sehingga memperoleh gradasi rapat. Dan berdasarkan kualitas

batunya, bahan ini dapat dikelompokkan menjadi:

- batu pecah, kelas A dengan CBR100

- batu pecah, kelas B dengan CBR 80

- batu pecah, kelas C dengan CBR 60

Cara pelaksanaan:

Batu pecah tersebut bergradasi rapat, agar kondisi ini tetap terjaga sampai pada

lapis yang digelar di lapangan, maka perlu diusahakan agar tidak terjadi bahaya

segregation (pemisahan), yaitu terpisahnya butiran kecil dari butiran besar

sehingga campuran tidak homogen.

3.3. Lapis Permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan atau surface course adalah bagian perkerasan yang paling

atas. Sebagai lapis teratas, lapis ini akan berhubungan langsung dengan roda

kendaraan. Untuk fungsi lapis ini dapat meliputi seluruhnya dan atau sebagian dari:

a. Fungsi structural, yaitu ikut memikul dan menyebarkan beban ke

lapis dibawahnya.

b. Fungsi non structural, misalnya: kedap air, membentuk permukaan

yang rata dan tidak licin, dan sebagai lapis aus.

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral

agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya

terletak di atas lapis pondasi. Fungsi lapis permukaan antara lain :

•Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

• Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat

cuaca.

• Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis

pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar

lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan

bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap

beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan

kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-

besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

IV. BENTUK PENGUJIAN MATERIAL GRANULAR

Material granular/agregat merupakan batu pecah, kerikil, pasir atau komposisi

material lainnya baik yang merupakan hasil alam maupun hasil pengolahan

(penyaringan/pemecahan) yang merupakan bahan utama konstruksi lapis perkerasan jalan

dalam mendukung kekuatan.

Agregat berpengaruh terhadap kemampuan perkerasan jalan dalam memikul

beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Agregat juga berfungsi menahan abrasi dan

meneruskan beban roda ke lapisan pondasi. Sifat agregat yang menentukan kualitas sebagai

material perkerasan jalan adalah :

a. ukuran dan susunan butiran (gradasi),

b. kebersihan agregat tehadap material lain yang tidak menguntungkan

c. kekerasan agregat

d. keawetan dan ketahanan agregat

e. bentuk butir, tekstur permukaan dan porositas

f. kelekatan terhadap aspal.

(Silvia Sukirman, 2003)

4.1. Gradasi agregat

Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat

dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Gradasi agregat diperoleh dari hasil

analisis pemeriksaan dengan menggunakan satu set saringan yang umumnya terdiri dari

saringan berukuran 4", 3 1/2", 3", 2 1/2", 2", 1 1/2", 1", , ¾ ", ½ ", 3/8", No.4, No.8, No.16, No.30,

No.50, No.100 dan No.200.

Gradasi agregat dinyatakan dalam prosentase lolos atau prosentase tertahan, yang

dihitung berdasarkan berat agregat. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar

butiran yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Jika

agregat campuran terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak

karena tidak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat mengisi rongga. Sebaliknya jika

campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran besar sampai kecil secara merata, maka

rongga atau pori yang terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh

susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih kecil.

Gambar 4.1 Alat pengujian ukuran butir (gradasi)

Distribusi butiran - butiran agregat dengan ukuran tertentu yang dimiliki oleh

suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat. Gradasi agregat dapat dikelompokkan

menjadi :

1. Agregat bergradasi baik

Agregat bergradasi baik disebut pula agregat bergradasi rapat. Campuran agregat

bergradasi baik mempunyai pori sedikit, mudah dipadatkan dan mempunyai stabilitas

yang tinggi. Tingkat stablitas ditentukan dari ukuran butiran agregat terbesar yang ada.

Berdasarkan ukuran butiran agregat yang dominan menyusun campuran agregat, maka

agregat bergradasi baik dapat dibedakan atas :

a. Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang

mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus,

tetapi dominan berukuran agregat kasar.

b. Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang

mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus,

tetapi dominan berukuran agregat halus.

Agregat bergradasi baik atau buruk dapat diperiksa dengan menggunakan Rumus

Fuller,

P = 100 ( D / D )0,45

Dengan :

P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm

d = ukuran agregat yang diperiksa, mm

D = ukuran maksimum agregat yang terdapat dalam campuran, mm

2. Agregat bergradasi buruk

Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Macam - macam

gradasi agregat yang dapat dikelompokkan kedalam agregat bergradasi buruk adalah :

a. Agregat bergradasi seragam, terdiri dari butiran - butiran agregat yang berukuran

sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butiran yang cukup besar,

sehingga sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka.

b. Agregat bergradasi terbuka, adalah agregat yang distribusi ukuran

butirnya sedemikian rupa sehingga pori - porinya tidak terisi dengan

baik.

c. Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran

butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika

ada hanya sedikit sekali.

(Silvia Sukirman, 2003)

Masing - masing fraksi agregat terlebih dahulu harus diperiksa gradasinya yang

selanjutnya digabungkan menurut perbandingan sehingga menghasilkan agregat campuran.

Agregat campuran adalah agregat hasil pencampuran secara proporsional fraksi agregat A,

fraksi agregat B, dan fraksi agregat C. Proporsi dari masing - masing fraksi agregat dirancang

secara proporsional sehingga diperoleh gradasi agregat yang diinginkan.

Perencanaan campuran diperlukan untuk mendapatkan gradasi campuran sesuai

spesifikasi campuran. Batasan gradasi agregat disebut juga spesifikasi gradasi agregat

campuran, yaitu nilai rentang gradasi agregat campuran yang diperbolehkan terjadi di

lapangan. Gradasi tengah adalah gradasi agregat yang merupakan nilai tengah dari rentang

gradasi agregat yang diberikan dalam spesifikasi. Gradasi tengah ini yang seringkali disebut

sebagai gradasi ideal dari spesifikasi campuran.

Untuk mendapatkan gradasi agregat campuran dapat dilakukan dengan beberapa

metode antara lain dengan metode trial and error, metode analitis dan metode grafis. Namun

pada praktek di lapangan umumnya digunakan metode trial and error.

4.2. Daya Tahan Agregat

Daya tahan agregat merupakan ketahanan agregat terhadap adanya penurunan

mutu akibat proses mekanis dan kimiawi. Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu

perubahan degradasi akibat pecahnya butiran - butiran agregat.

Kehancuran agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya - gaya

yang terjadi selama proses pelaksanaan perkerasan jalan (penimbunan, penghamparan,

pemadatan), pelayanan terhadap beban lalu lintas dan proses kimiawi, seperti pengaruh

kelembaban, kepanasan dan perubahan suhu sepanjang hari.

Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi yang terjadi sangat

ditentukan oleh jenis agregat, gradasi campuran, ukuran partikel, bentuk agregat dan besarnya

energi yang dialami oleh agregat tersebut.

Daya tahan agregat terhadap beban mekanis diperiksa dengan melakukan

pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles sesuai dengan AASHTO T96 - 87

atau SNI-03-2417-1991. Gaya mekanis pada pemeriksaan dengan alat abrasi Los Angeles

diperoleh dari bola - bola baja yang dimasukkan bersama dengan agregat yang hendak diuji.

4.3. Bentuk Butiran dan Tekstur Permukaan

Bentuk butiran dan tekstur permukaan mempengaruhi stabilitas dari lapisan

perkerasan yang dibentuk agregat tersebut. Adapun partikel agregat dapat dibedakan menjadi

beberapa bentuk :

a. Bulat (Rounded)

Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh air

sehingga umumnya berbentuk bulat. Parikel agregat bulat saling bersentuhan dengan

luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan interlocking yang lebih kecil dan

lebih mudah tergelincir.

b. Lojong (Elongated)

Partikel agregat bentuk lonjong dapat ditemui di sungai - sungai atau bekas endapan

sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya > 1,8 kali diameter rata -

rata. Indeks kelonjongan (elongated index) adalah perbandingan dalan persen dari

berat agregat lonjong terhadap berat total. Sifat interlockingnya hampir sama dengan

yang berbentuk bulat.

c. Kubus (Cubical)

Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pecah batu

(crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas, berbentuk bidang rata

sehingga memberikan interlocking / saling mengunci yang lebih besar. Dengan

demikian kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi

yang timbul. Agregat berbentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan

konstruksi perkerasan jalan.

d. Pipih (Flaky)

Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu

(crusher) ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan

cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0.6 kali

diameter rata - rata. Indeks kepipihan (flakiness index) adalah berat total agregat yang

lolos slot dibagi dengan berat total agregat yang tertahan pada ukuran nominal tertentu.

Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan, ataupun

akibat beban lalu lintas, oleh karena itu banyaknya agregat pipih ini dibatasi dengan

menggunakan nilai indeks kepipihan yang disyaratkan.

e. Tak Beraturan (Irregular)

Partikel agregat yang tidak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan

diatas.

(Silvia Sukirman, 2003)

Pada umumnya sifat - sifat dari campuran aspal sebagian besar ditentukan dari

jumlah relatif dari komponen - komponen agregat sebagai berikut :

a. Fraksi agregat kasar, yaitu agregat yang tertahan saringan No.8 (2,36 mm). Agregat

kasar berperan dalam membentuk kinerja dari campuran aspal karena stabilitas dari

campuran aspal didapat dari interlocking antar agregatnya serta bentuk dan tekstur

permukaan agregat kasar.

b. Fraksi agregat halus, yaitu agregat yang lolos saringan No.8 dan tertahan

saringan No.200 (0,075 mm).

Fungsi utama agregat halus dalam campuran aspal adalah untuk menahan stabilitas

dan mengurangi terjadinya deformasi permanen dengan cara saling mengunci dan

saling gesek diantara partikel agregat halus.

c. Fraksi bahan pengisi (filler), yaitu agregat yang lolos saringan No.200 (0,075 mm).

Filler digunakan untuk mengisi rongga diantara butiran halus dan untuk menambah

kekuatan serta kekakuan campuran aspal.

V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA