Tugas Konseling Lintas Budayaa

19
1. JK 1. Keluarga Bapak Nofri dan Ibu Intan KETERANGAN : Nama Ayah : Nofri Sakrio Saputra (padang) Lahir tahun : 1987 Ibu : Dewi Intan Kumala Sari (medan) Tahun lahir : 1985 Anak : 1. M. Adam Zhibran Saputra (5 th ) 2. M. Abdul Rafi Saputra (2th) Menikah tahun 2011 Alamat : Jl.Olah Raga kel.07 Pringsewu Barat

description

a

Transcript of Tugas Konseling Lintas Budayaa

Page 1: Tugas Konseling Lintas Budayaa

1. JK

1. Keluarga Bapak Nofri dan Ibu Intan

KETERANGAN :NamaAyah : Nofri Sakrio Saputra (padang)Lahir tahun : 1987Ibu : Dewi Intan Kumala Sari (medan)Tahun lahir : 1985

Anak :1. M. Adam Zhibran Saputra (5th)2. M. Abdul Rafi Saputra (2th)

Menikah tahun 2011 Alamat : Jl.Olah Raga kel.07 Pringsewu Barat Keadaan rumah tangga mereka tidak terdapat suatu konflik permasalahan yang serius,dan terlihat sangat harmonis. Dalam rumah

Page 2: Tugas Konseling Lintas Budayaa

tangga mereka sering terjadi perbedaan-perbedaan kecil seperti pendapat, namun hal ini dapat segera mereka atasi.Watak atau sifat dari mereka sama-sama tegas dan apabila berbicara suka blak-blakan

2. Ibu Satinah dan Bapak Rasidi

Ibu satinah dan bapak rasidi , beralamatkan di sinar harapan kedondong,

Ibu tinah dan bapak rasidi menikah pada tahun 1988,dan dikaruniai 3 anak pertama mela

wati (alm), mera rustiana , minggu(alm) , ibu satinah bersuku jawa sedangkan bapak rasidi

bersuku sunda dan konflik yang sering diterjadi ialah sering berbeda pemikiran dan pendapat

dan sering terjadinya pertengkaran diantara mereka ,didalam rumah tangganya mereka

kurang komunikasi dan sibuk masing-masing dengan urusan nya masing-masing dan jarang

sekali berkumpul bersama anak nya yng satu satunya itu atau sematawayang sehingga sianak

tersebut mengalami kurang kasih sayang ,dan dilam rumah tangga ini jauh sekali dengan kata

harmonis karena bapak rasidi sebagai ayah tidak bisa membimbing keluarganya dengan baik

dan tidak semesti nya , dan bapak rasidi menikah lagi dengan berdalih ingin menginginkan

anak laki-laki karena ibu satinah tidak bisa hamil lagi , dan ini menimbulkan konflik diantara

Page 3: Tugas Konseling Lintas Budayaa

mereka , dan setelah 4 tahun lamanya bu satinah dimadu ibu satinah memutuskan untuk

bercerai dengan bapak rasidi , karena istri muda nya bersikap tidak sepantasnya dan anak

meraka yang bernama mera berkarakter keras kepala dan emosional nya sangat tinggi

sehinnga mengakibatkan sering terjadinya pertengkaran diantara mereka , dan anak mereka

sekarang hidup sendiri dikota pringsewu untuk menuntut ilmu, selama anaknya menuntut

ilmu di sana bapak rasidi tidak menafkahi anak nya dengan semestinya , ibu satinah berjuang

sendiri untuk memenuhi kebutuhan anaknya dia berjuang sendiri di kedondong dengan

berjualan nasi dan bakso dan lain lain ,dan pada bulan bulan ini bapak rasidi kembali

kerumah untuk rujuk tetapi ibu satinah menolaknya karena sudah terlalu sakit dengan

perlakuan bapak rasidi dan anaknyapun tidak menyutujui mereka kembali lagi karena anak

nyapun ingin sukses tanda ayah nya dan tidak ingin merepotkan anak nya , anak nya

berprinsip dia akan menerima ayahnya kembali ketika ia sudah sukses nanti , karena dikala

anak tersebut masih sekolah SMA anak tersebut datang kerumah kakeknya kareka ibu tiri

dan ayahnya tinggal diruamah kakeknya tersebut dan meminta uang pembayaran sekolah dan

respon dari bapaknya dan ibu tirinya sangat menyakitkan sehingga terjadinya percekcokan

diantara mereka ,dan ayah nya pun ingin menampar anak tersebut dan anak tersebut

menelpon ibu kandungnya dan bertengkarlah mereka dirumah kakeknya .dari peristiwa itulah

si anak sakit hati dan berprinsip bahwa dia akan menerima ayah nya ketika dia sudah sukses.

Page 4: Tugas Konseling Lintas Budayaa

3. Ibu Khoirul Amriah dan Bapak Nur Effendi

Ibu Khoirul Amriah dan Bapak Nur Effendi, yang beralamat di Pringkumpul,

Pringsewu Selatan

Ibu Khoir dan bapak Nur menikah tahun 1991, dan karunia dua orang anak, anak

pertama berumur 21 tahun dan bernama Raden Alfin Fikri dan anak kedua berusia 17

tahu yang bernama Imam Fauzi , ibu Khoir bersuku sunda sedangkan bapak Nur

bersuku Jawa dan konflik yang sering terjadi dalam rumah tangga mereka yaitu bapak

Nur kurang bisa memahami karakter ibu Khoir, dengan demikian bapak Nur

seringkali tidak bisa menahan emosinya karena uang dapur atau uang belanja yang

diberikan oleh bapak Nur sering kali disalah gunakan, justru untuk membeli peralatan

make up. Dan ketika anak – anak dari keluarga mereka sering kali tidak diberikan

uang saku pada saat sekolah. Namun lambat laun bapak Nur sering menaseehati

istrinya dan konflik – konflik tersebut sedikit demi sedikit dapat berkurang dan anak –

Page 5: Tugas Konseling Lintas Budayaa

anak maupun ibu Khoir sudah jarang bercekcok, dan Ibu Khoir juga sudah tidak

terlalu memikirkan make up.

4. Ibu Rini Apriyan dan Bapak Muslim Chaniago

Ibu Rini Apriyan dan Bapak Muslim Chaniago , yang beralamat di Taman Sri Gedung

Tataan

Ibu Rini dan bapak Muslim menikah tahun 1998, dan dikarunia dua orang anak, anak

pertama berusia 16 tahun yaitu Fajria Nurul Ihza dan anak kedua berusia 9 tahun,

yang bernama Akbar Kurniawan Chaniago. Ibu Rini bersuku jawa sedangkan bapak

Muslim bersuku padang.

Terkait dengan perbedaan suku tersebut konflik yang terjadi biasanya karena

permasalahannya aadalah terkait dengan anak yang kurang kasih sayaang karena

Page 6: Tugas Konseling Lintas Budayaa

kesibukan orang tuanya masing – masing. Ibunya sebagai pedagang di pasar yang

memiliki kios dan sibuk mengurusi kiosnya sedangkan bapak Muslim adalah seorang

konsultan yang sering bepergian mengurusi tender. Sehingga anaknya sering dirumah

sendiri hanya berdua Ihza dan Akbar. Dan ketika ibu Rini dan bapak Muslim berada

dirumah tidak jarang mereka bertengkar karena mereka merasa capek dengan

aktivitasnya dalam pekerjaan sehingga emosinya tidak stabil. Namun konflik tersebut

dapat diselesaikan dengan baik oleh keluarga ini.

5. Ibu Resty Ambar Harsiwi dan M.Cahyadi

Resty Ambar Harsiwi dan M.Cahyadi , yang beralamat di Tulung Agung, Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu

Ibu Resty dan Bapak yadi sudah menikah selama 8tahun ini, keadaan rumah tanggaa mereka

terlihat tidak ada suatu konflik permasalahan, mereka dikaruniai dua orang anak yang berusia

7tahun yang bernama Rahma ayu zulaika dan 2tahun yang bernama Adinda yasmin

maharani, konflik – konflik yang terjadi dalam rumah tangga mereka biasanya hanya konflik

– konflik ringan saja seperti perbedaan pendapat juga dengan sifat dari suami yang keras

(bersuku palembang) dan istri yang lemah lembut (bersuku jawa) , disitu istri kurang mampu

menyesuaikan diri, karena bapak Yadi terlalu keras sedangkan ibu Resty terlalu lembut

Page 7: Tugas Konseling Lintas Budayaa

sehingga mereka susah untuk menyesuaikan diri terutama ibu Resty karena ketika bapak Yadi

berbicara dengan nada keras dianggap ia marah padahal bukan seperti pandangan ibu Resty,

selain itu konflik – konflik yang terjadi yaitu cara – cara mendidik anak yang berbeda, bapak

Yadi terlalu keras pada anak sedangkan ibu Resty terlalu memanjakan anak. Sehingga cara

pola asuh anak seringkali menjadi perdebatan antara mereka. Maksud ibu Resty memanjakan

anak itu terlalu sayang dengan anak sedangkan maksud bapak Yadi yaitu agar anaknya

mandiri. Namun konflik – konflik tersebut dapat diselesaikan dengan baik secara berdiskusi.

6. Ibu Nuraini dan Bapak Harianto,

Ibu Nuraini dan Bapak Harianto, yang beralamat di Purworejo Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran

Ibu Nuraini dan Bapak Harianto sudah menikah selama 4tahun ini, keadaan rumah tanggaa mereka terlihat tidak ada suatu konflik permasalahan, mreka dikaruniai satu orang anak yang berusia 3tahun yang bernama Zikri Pratama, konflik – konflik yang terjadi dalam rumah tangga mereka biasanya hanya konflik – konflik ringan saja seperti perbedaan pendapat, ibu Nuraini memang kagum dengan seseorang yang bersuku jawa karena menurut ibu Nuraeni orang jawa itu sabar, dan terbukti pada saat ia menikah dengan bapak Harianto bahwa suaminya sangat sbar ketika menghadapi ibu Nuraini. Konflik – konflik yang terjadi biasanya seperti perbedaan pendapat tidak jarang ibu Nuraini dan bapak Harianto berbeda pendapat, yang seringkali menyebabkan konflik dalam rumah tangga mereka. Namun hal – hal seperti ini dapat diselesaikan dengan baik oleh mereka, dengan cara mereka harus mempertimbangkan terlebih dahulu pendapat siapa yang bisa diterima dan menurut ibu Nuraini dan bapak Hrianto setiap akan melakukan sesuatu harus difikirkan terlebih dahulu apa dampak dan akibatnya adakah keuntungan yang mereka terima. Keuntungan disini yang dimaksudkan dengan hal – hal yang baik bukan hanya berupa materi. Dan dalam menghadapi sebuah perbedaan pendapat menurut bapak Hariant harus diselesaikan dengan kepala dingin agar tidak terjadi sebuah pertengkaran. Dan ibu Nuraini juga dapat bersosialisasi dengan baik

Page 8: Tugas Konseling Lintas Budayaa

dilingkungan orang jawa. Saat ini ibu Nuraini sudah bisa berbahasa jawa meskipun dalam berkomunikasi dengan suami dan anaknya menggunakan bahasa indonesia namun kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan sudah mengikuti orang jawa begitupun dengan zikril anaknya juga sejak kecil sudah dibiasakan dengan kebiasaan – kebiasaan orang jawa. Terkait dengan makanan orang jawa dan lampung memang memiliki perbedaan selera namun ibu Nuraini dapat mengatasinya dengan baik agar tidak terjadi konflik dengan suaminya, memang diawal – awal pernikah sering sedikit cekcok terkait dengan selera antara orang jawa dan lampung namun saat ini keduanya sudah dapat menerima satu sama lain dan sudah saling memahami.

7. Ibu Syamsiah dan Bapak Gianto

Ibu Syamsiah dan Bapak Gianto, yang beralamat di Purworejo Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran. Ibu Syamsiah dan Bapak Gianto menikah pada tahun 2005, Ibu Syamsiah bersuku Jambi dan bapak Gianto bersuku Jawa. Awalnya bapak Gianto bekerja dikota Jambi dan bertenu dengan ibu Syamsiah namun ketika bapak Gianto bekerja dikota Jambi oa mampu beradaotasi dengan baik dengan suku Jambi. Dan setelah menikah dengan ibu Syamsiah mereka tinggal dilampung di desa Purworejo Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran dan masyarakat yang tinggal di desa Purworejo ini berdominan bersuku jawa dan ibu Syamsiah memang benar – benar harus memahami bapak Gianto yang bersuku Jawa serta keluarga besar dari bapak Gianto yang bersuku Jawa tersebut. Mereka dikarunia dua orang anak, anak yang pertama berusia 10 tahun yang bernama Sarina Villa, dan anak yang kedua berusian 3 tahun yang bernama Jovano, terkait dengan pernikahan berbeda suku antara ibu Syamsiah dan bapak Gianto ini yang sering terjadi adalah pada awal – awal pernikahan mereka memang merintis dari bawah dalam hal ekonomi yang biasanya ibu Syamsiah selalu dituruti kemauannya oleh orang tuanya dan ketika menikah ia harus

Page 9: Tugas Konseling Lintas Budayaa

merintis dari bawah dengan suaminya seringkali ibu Syamsiah meminta dibelikan barang – barang untuk penampilan ibu Syamsiah da tidak jarang suaminya mengabaikan keinginan ibu Syamsiah sehingga ibu Syamsiah sering kali marah dengan bapak Gianto dan ketika ibu Syamsiah marah ibu Syamsiah sering berkata ingin pulang ke Jambi kerumah orang tuanya, namun konflik – knflik seperti ini dapat terselesaikan dengan baaik dikeluarga mereka, karena bapak Gianto selalu memberikan pemahaman dan mengarahkan ibu Syamsiah agar dapat mengerti keadaan suaminya, dan lambat laun ibu Syamsiah pun dapat memahami suaminya, dan ibu Syamsiah saat ini sudah bisa beradaptasi dengan baik dilingkungan orang Jawa bahkan anak – anaknya juga mengikuti bapak Gianto yang bersuku jawa, ibu Syamsiah juga sering mengikuti adat istiadat yang dilakukan oleh orang Jawa.

8. Ibu Wati & Bapak Mustofa

Keluarga dari Ibu Wati dan bapak Mustofa, yang beralamat di Purworejo Kecamatan Negeri

Katon Kabupaten Pesawaran Pada tahun 1995 ibu Wati dan bapak Mustofa menikah dengan

berbeda suku, ibu Wati bersuku jawa dan bapak Mustofa bersuku Lampung. Mereka

dikarunia tiga orang anak, anak yang pertama berusia 20 tahun yang bernama Andi Irawan

dan anak yang kedua berusia 13 tahun bernama Silvi olivia mustofa dan anak yang terakhir

yang masih berusia 2 tahun bernama Putri Aqila Nur Aisyah. Berkaitan dengan pernikahan

Page 10: Tugas Konseling Lintas Budayaa

beda suku tersebut adapun konflik – konflik yang sering terjadi yaitu ibu Wati sebagai istri

harus bisa memahami kebiasaan dan kesukaan suaminya karena dari suku Jawa dan suku

Lampung banyak hal – hal yang berbeda dari yang disukai mereka seperti pada makanan ibu

Wati yang biasanya memasak masakan dengan kebiasaan orang Jawa yaitu memiliki rasa

manis sedangkan orang bersuku Lampung lebih suka lalapan dan sambal. Ibu Wati yang

tadinya tidak terlalu suka sambal sehingga ia seringkali memasak dengan rasa yang manis,

dan tidak disukai oleh suaminya hal ini seringkali menyebabkan konflik dalam rumah tangga

mereka, karena menurut bapak Mustofa ibu Wati cukup egois karena tidak mengerti dengan

kemauan suami. Namun karena konflik – konflik tersebut ibu Wati mulai mengimbangi

masakan yang dibuatnya seperti yang disukai suaminya dan konflik tersebut dapat

terselesaikan dengan baik, namun terkait dengan konflik – konflik lain yang berkaitan dengan

suku jawa dan lampung diantara mereka harus ada yang saling memahami antara satu sama

lain , biasanya kalo terjadi konflik yang paling sering untuk mengalah adalah ibu Wati karena

Watak orang Lampung adalah keras sehingga ibu Wati lebih memilih untuk mengalah agar

menyelesaikan konflik yang terjadi. Karena ibu Wati dan bapak Mustofa tinggal

dilingkungan jawa sedikit – sedikit bapak Mustofa tanpa disadari meninggalkan kebudayaan

– kebudayaan orang lampung dan saat ini sudah terbiasa dengan suku Jawa yang ada

dilingkungan, karena menurut bapak Mustofa ternyata banyak hal yang tidak diketahui oleh

bpak Mustofa terkait dengan suku Jawa, dan sekarang dapat dilakukan oleh bapak Mustofa

dan anak – anak mereka juga lebih dominan kesuku Jawa, bahasa yang digunakan sehari –

hari oleh keluarga mereka juga bahasa Jawa.

Page 11: Tugas Konseling Lintas Budayaa

9. Keluarga ibu Rohyati dan Bapak Bambang Sunarto

Page 12: Tugas Konseling Lintas Budayaa

Keluarga ibu Rohyati dan Bapak Bambang Sunarto, yang beralamat di Purworejo Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran

Bapak Bambang Sunarto laki – laki bersuku sunda yaang biasa dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan abah Kentung.

Pada tahun 1993 ibu rohyati dan abah kentung menikah dengan berbeda suku budaya. Ibu rohyati bersuku jawa sedangkan abah kentung bersuku sunda. Ibu rohyati dan abah kentung dikaruniai empat orang anak yaitu tiga anak laki – laki dan satu anak perempuan anak pertama abah kentung dan ibu rohyati berusia 22tahun yang bernama Rendi Sagita, mereka dikaruniai anak kembar yaitu anak kedua dan ketiga yang berusia 19tahun yang bernama Erwan Wahyudi dan Erwin Wahyudi yang biasa disebut dilingkungan yaitu Ewan Ewin si kembar dan anak terakhir dari mereka yaitu satu – satunya anak perempuan yang bernama Ana Puspitasari yang berusia 8 tahun.

Berkaitan dengan pernikahan berbeda suku yang dilakukan oleh ibu Rohyati dan abah Kentung ini terlihat memang seperti tidak ada konflik didalam rumah tangga mereka namun tanpa diketahui ternyata merekaa ering terjadi sebuah konflik seperti perbedaan pendapat antarakebiasaan yang mereka lakukan diawal – awal pernikahan, karena kedua belah pihak belum saling memahami kebiasaan – kebiasaan satu sama lain, namun hal tersebut dapat dilewati dengan baik oleh keluarga mereka dengan seiring berjalannya waktu karena keduanya saling memahami karakteristik serta perbedaan yang ada. Dan konflik yang terjadi selanjutnya yaitu ketika anak mereka sikembar yaitu ewan dan ewin sedang menginjak usia 13tahun , abah Kentung diam- diam menikah dengan wanita bersuku sunda yang beralamat di Way Lima Gedong Tataan, awal nya ibu Rohyati tidak bisa menerima perlakuan dari abah kentung tersebut, ibu Rohyati kecewa dengan sikap yang dilakukan oleh abah Kentung, namun kemarahan ibu Rohyati lama kelamaan meredam dan ia berfikir ketika ia seperti itu

Page 13: Tugas Konseling Lintas Budayaa

terus menerus bukan hanya ia saja yang sedih namun anak – anak mereka lebih sedih karena melihat orangtua mereka yang selalu bertengkar. Dan akhirnya ibu Rohyati lambat laun bisa menerima pernikahan yang dilakukan oleh abah kentung dengan wanita tersebut. Dan tidak disangka ternyata ibu Rohyati dan istri muda dari abah kentung dapat saling berkomunikasi serta menjalin hubungan yang baik layaknya sebuah keluarga, bahkan anak – anaknya pun ketika diberikan pengarahan dapat menerima istri muda dari abah kentung dengan baik dan sampai saat ini mereka menjalin hubungan yang baik. Tidak ada permusuhan diantara mereka karena abah kentung selalu bersikap adil dengan ibu Rohyati dan anak – anaknya maupun dengan istri mudanya.

10. Keluarga Ibu Sri Hartati dan Bapak Samsul Bahri

Keluarga ibu Sri Hartati dan Bapak Samsul Bahri yang beralamat di Sukoharjo Kecamatan

Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.Bapak Samsul Bahri laki – laki bersuku Padang dan Ibu Sri

Hartati Perempuan bersuku Jawa.

Page 14: Tugas Konseling Lintas Budayaa

Pada tahun 1980 ibu Sri Hartati dan bapak Samsul Bahri menikah dengan berbeda suku

budaya. Ibu Sri Hartati bersuku jawa sedangkan bapak Samsul Bahri bersuku Padang. Ibu Sri

Hartati dan Bapak Samsul Bahri dikaruniai enam orang anak yaitu tiga anak laki – laki dan

tiga anak perempuan. Anak pertama bapak Samsul Bahri dan ibu Sri Hartati bernama Yeni

Marlina, anak kedua bernama Safrudin, anak ketiga bernama Afrzal, anak ke empat bernama

Junizar, anak ke lima bernama Ayu Zahro, dan anak ke enam bernama Faizal Fadli.

Berkaitan dengan pernikahan berbeda suku yang dilakukan oleh ibu Sri Hartati dan bapak

Samsul Bahri ini terlihat memang seperti tidak ada konflik didalam rumah tangga mereka

namun tanpa diketahui ternyata mereka sering terjadi sebuah konflik seperti perbedaan

pendapat antara kebiasaan yang mereka lakukan diawal – awal pernikahan, karena kedua

belah pihak belum saling memahami kebiasaan – kebiasaan satu sama lain, namun hal

tersebut dapat dilewati dengan baik oleh keluarga mereka dengan seiring berjalannya waktu

karena keduanya saling memahami karakteristik serta perbedaan yang ada.Setelah bapak

Samsul Bahri dan ibu Sri Hartati di karuniai seorang anak dan anak-anak mereka telah

tumbuh dewasa, sifat bapak Samsul Bahri sedikit berubah, terutama pada masalah keuangan.

Bapak Samsul Bahri terkadang pelit kepada ibu Sri Hartati dan anak-anaknya, ketika ibu Sri

Hartati meminta uang untuk kebutuhan sehari-hari, bapak Samsul Bahri hanya memberikan

sebagian uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang terkadang uang itu tidak mencukupi

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Dari hal tersebut, ibu Sri Hartati sering merasa marah dan jengkel kepada bapak Samsul

Bahri karena sifat suaminya yang terkadang pelit, namun kemarahan ibu Sri Hartati lama

kelamaan hilang ketika ibu Sri Hartati mengerti dan memahami sifat dari bapak Samsul Bahri

tersebut. Ternyata bapak Samsul Bahri melakukan hal seperti itu karna bapak Samsul Bahri

hanya ingin mengeluarkan uang untuk keperluan yang bermanfaat dan bapak Samsul Bahri

ingin dapat menggunakan uang sesuai dengan kebutuhan. Setelah ibu Sri Hartati memahami

mengapa bapak Samsul Bahri melakukan hal tersebut, maka ibu Sri Hartati tidak marah lagi

kepada bapak Samsul Bahri, dan akhirnya konflik tersebut dapat terselesaikan.