Tugas KL 7

download Tugas KL 7

of 22

description

Tugas Kelautan

Transcript of Tugas KL 7

  • BAB II

    TINJAUAN TEORI

    2.1. Terminal Peti Kemas

    Terminal peti kemas berfungsi sebagai transfer interface antara kapal pengangkut peti

    kemas dengan moda transportasi lainnya. Selain itu terminal peti kemas juga berfungsi

    sebagai tempat penyimpanan sementara peti kemas dan menangani semua data yang

    terkait dengan status peti kemas yang diperlukan oleh semua pihak yang terkait

    dengannya.

    Peti kemas (containerization) telah menjadi salah satu pilihan utama dalam

    pengiriman kargo dalam perdagangan dunia. Data statistik yang menunjukkan bahwa

    lebih dari 90% kargo internasional diangkut melalui moda laut dengan pelabuhan sebagai

    transfer interfacenya (Winklemans, 2002). Selain itu kargo dan pelayaran dari seluruh

    dunia juga mengalami kecenderungan peningkatan secara eksponensial (Henesey et al.,

    2003). Dalam rangka ini terminal peti kemas berusaha mangatasi berbagai hambatan agar

    produktivitas operasional meningkat dan akhirnya kapasitas terminal menjadi lebih

    tinggi. Mempercepat vessel turn-around time dan pertukaran informasi merupakan usaha

    riil untuk meningkatkan kapasitas terminal tersebut.

    Sebuah terminal peti kemas memerlukan seperangkat peralatan dimana pelabuhan

    laut tradisional tidak memerlukannya. Peralatan tersebut terdiri atas:

  • 1. Shore (quay) crane yang diperlukan untuk membongkar atau memuat peti kemas

    dari atau ke dalam kapal.

    2. Spreader, yaitu peralatan yang merupakan bagian dari quay crane yang berfungsi

    untuk mengangkat peti kemas dalam berbagai ukuran.

    3. Truk untuk mengangkut peti kemas dari kapal yang ada di dermaga yang

    dipindahkan melalui quay crane ke lapangan penumpukan (container yard; CY)

    atau sebaliknya.

    4. Transtainer atau Rubber Tyre Gantry Crane (RTG) yang memindahkan peti

    kemas dari truk dan menumpuknya (stack) di lapangan penumpukan atau

    sebaliknya.

    5. Sistem informasi untuk mencatat dan merekam lokasi dan semua proses transaksi

    yang telah dilakukan terhadap semua peti kemas. Proses ini dilakukan melalui

    Hand Held Terminal (HHT) dan Vehicle Mounted Terminal (VMT) yang

    terhubung dengan Sistem LAN melalui gelombang RF.

    Quay Crane

    Lap. Penumpukan / CY

    Transtainer

    Truk

    Dermaga / Berth

    Gambar 2.1. Tata Letak Terminal Peti Kemas.

  • Dalam melaksanakan jasa pelayanan bongkar muat, terminal peti kemas memiliki

    berbagai fungsi pelayanan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

    (Sumber: Dirgahayu, 1999, Petunjuk Penanganan Kapal dan Barang di Pelabuhan)

    Penyusunan / Pembongkaran

    muatan

    Parkir Penahanan

    Angkutan

    Transfer

    Pemeliharaan Perbaikan Penimbangan Pemeriksaan

    Fungsi antarterminal

    Fungsi intern terminal

    Gambar 2.2. Diagram Antar Fungsi Terminal Peti Kemas

    2.1.1. Pelayanan Terminal Peti Kemas

    Ga

    mba

    r

    2.3. Alur Proses Bisnis Terminal Peti Kemas.

    Proses Kontrak

    Persiapan Bongkar muat

    Operasional Bongkar Muat Penagihan

    Sumber : TPK Koja

    Proses bisnis bongkar muat di terminal peti kemas secara umum digambarkan seperti

    ditunjukkan pada Gambar 2.3. Proses bisnis dimulai dengan proses kontrak, lalu

  • dilanjutkan dengan persiapan bongkar muat, operasional bongkar muat, dan terakhir

    penagihan.

    Untuk melaksanakan proses bisnis tersebut, maka terminal peti kemas memiliki

    berbagai jenis pelayanan, yaitu :

    1. Penyandaran kapal (berthing service)

    2. Pengeluaran peti kemas (container delivery)

    3. Pemasukan peti kemas (container entry)

    4. Over brengen (OB)

    5. Pemeriksaan Bea dan Cukai (behandle)

    6. Ubah status peti kemas (status changing)

    7. Alih kapal (transhipment)

    8. Penumpukan awal (entry stacking)

    Untuk melaksanakan berbagai pelayanan tersebut, terminal peti kemas memerlukan

    pengelolaan terminal yang dilaksanakan oleh bagian pelayanan yang terdiri atas:

    1. Account service

    2. Front office

    3. Rencana dan pengendalian (planning & controlling)

    4. Pintu (gate)

    5. Pelayanan fiat bea cukai (custom approval)

    6. Pelayanan di lapangan (yard service)

    7. Pelayanan klaim (claim service)

    8. Ketersediaan peralatan (readiness equipment)

    9. Keamanan

  • Sebagai penghubung antara terminal peti kemas dengan pihak yang berkepentingan

    dengan peti kemas, khususnya perusahaan pelayaran atau cargo owner, maka terminal

    peti kemas menyediakan berbagai informasi yang meliputi:

    1. Permintaan open stack

    2. Permintaan closing time

    3. Informasi kapal

    4. Hasil rapat kapal

    5. Pengaduan

    2.1.2. Dimensi Pelayanan Peti Kemas

    Pelayanan peti kemas memiliki 5 dimensi pelayanan yang harus dipenuhi, yaitu:

    1. Tangible, yaitu dimensi terminal peti kemas yang meliputi keberadaan fasilitas

    fisik, sumber daya manusia, dan material komunikasi.

    2. Reliability, yaitu dimensi yang menggambarkan kemampuan terminal peti kemas

    dalam melakukan pelayanan secara cepat, akurat, dan bertanggung jawab.

    3. Responsiveness, yaitu respon yang cepat terhadap permintaan atau keluhan

    pelanggan.

    4. Assurance, yaitu dimensi yang menunjukkan pengetahuan dan kemampuan staf

    dalam melaksanakan pelayanan secara meyakinkan.

    5. Empathy, yaitu dimensi yang menggambarkan tentang kepedulian dan perhatian

    terminal peti kemas terhadap masalah yang dihadapi oleh pengguna jasa atau

    pihak yang berkepentingan.

  • 2.1.3. Operasional Bongkar Muat Proses bongkar muat peti kemas di terminal menurut Henesey et al. (2003) secara umum

    terdiri dari 4 sub sistem yaitu :

    1. Kapal sandar ke dermaga (Ship to shore system)

    2. Sistem Pemindahan Peti Kemas (Transfer Cycle System)

    3. Sistem Penyimpanan Peti Kemas (Storage System)

    4. Sistem Penerimaan dan Penyerahan Peti Kemas (Delivery/Receipt System)

    Aliran masing-masing sistem pada realisasinya tidak seimbang bahkan terjadi proses

    penyempitan (bottle neck) seperti tampak pada Gambar 2.4.

    Ship to Shore Transfer Cycle

    Storage Delivery/ Receipt

    Peti Kemas

    Peti Kemas

    Sumber : Henesey et al. (2003)

    Gambar 2.4. Subsistem Proses Operasional Bongkar Muat Peti Kemas.

    Kinerja masing-masing subsistem sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

    perlu dibahas secara terpisah, sehingga dapat diketahui faktor apa saja yang hanya

    berpengaruh pada masing-masing subsistem atau yang mempengaruhi subsistem lainnya.

    Proses bongkar muat peti kemas pada subsistem Transfer Cycle pada dasarnya

    dibedakan menjadi kegiatan bongkar dan kegiatan muat. Secara umum kegiatan tersebut

    melibatkan 3 unit kerja terminal yaitu Pengendalian, Operasional Terminal, dan Billing.

  • Bagian Operasional terminal terdiri dari dua unit yaitu unit kerja Dermaga (Berth) dan

    unit kerja Penumpukan Peti Kemas (Container Yard).

    Alur kerja kegiatan bongkar dan kegiatan muat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.5 dan

    2.6.

    Dokumen Bay plan

    Proses Bongkar Problem?

    Lapor sesuai prosedur

    Y

    Operasional Terminal Dermaga

    Dermaga

    Pengendalian

    1 2 3

    Sumber : TPK Koja

    Lap. Penumpukan 4

    5

    TPenyimpanan

    Laporan Kegiatan

    Pengendalian

    6Penagihan

    Billing

    Gambar 2.5. Kegiatan Bongkar Peti Kemas.

    Alur kerja kegiatan bongkar dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Supervisor / KOL menerima dan mempelajari dokumen yang meliputi bayplan,

    rencana crane, dan profil bongkar serta menyiapkan personil dan peralatan.

    2. Operator crane melaksanakan tugas bongkar peti kemas sesuai dengan rencana

    crane dan bayplan serta bekerja sama dengan operator Solo dan Whiskey

    khususnya dalam pengecekan peti kemas (segel dan kondisi) yang datanya

    diperbarui (update) melalui Hand Held Terminal (HHT)

    3. Apabila ada masalah mengenai peti kemas, segera lapor ke Pengendalian

    menggunakan prosedur yang sudah ada.

  • 4. Kalau tidak ada masalah, peti kemas selajutnya disimpan di lapangan

    penumpukan menggunakan transtainer (RTG) sekaligus memperbarui datanya

    melalui VMT sehingga dapat dimonitor oleh bagian Pengendalian.

    5. Laporan yang dibuat meliputi:

    a. Operasi per shift dan time sheet yang diverifikasi oleh KOL.

    b. Laporan Realisasi Bongkar Muat yang disesuaikan dengan Rekapitulasi

    Bongkar Muat. Laporan tersebut harus diparaf oleh Supervisor

    Operasional terminal dan selanjutnya ditandatangani oleh pihak pelayaran

    dan Manajer Operasi.

    6. Laporan diserahkan ke Billing untuk dapat dilaksanakan penagihan jasa.

    Gambar 2.6. Kegiatan Muat Peti Kemas.

    5

    2

    PengendalianPengendalian

    Y

    Penagihan

    Billing

    6

    Sumber : TPK Koja

    Laporan Kegiatan

    Lapor sesuai prosedur

    Problem?

    Pemuatan Peti Kemas

    TLap. Penumpukan

    Dermaga 3 4 Dokumen

    Bay plan Pengiriman ke Dermaga

    Operasional Terminal Lap. Penumpukan 1

    Alur kerja kegiatan muat dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Supervisor/Kolonel menerima dan mempelajari dokumen yang meliputi bayplan,

    rencana crane, dan profil muat serta menyiapkan personil dan peralatan.

  • 2. Operator RTG (Tango) menerima job list dan mengirimkan peti kemas ke

    dermaga secara berurutan dan sekaligus melakukan proses update.

    3. Apabila ada masalah mengenai peti kemas, segera lapor ke Pengendalian

    menggunakan prosedur yang sudah ada.

    4. Kalau tidak ada masalah, operator crane melaksanakan pemuatan peti kemas

    sesuai dengan bayplan muat dengan berkoordinasi dengan Solo dan Whiskey,

    dimana posisi peti kemas secara aktual akan diperbarui oleh Solo menggunakan

    HHT.

    5. Laporan yang dibuat meliputi:

    a. Operasi per shift dan time sheet yang diverifikasi oleh Kolonel

    b. Laporan Realisasi Bongkar Muat yang disesuaikan dengan Rekapitulasi

    Bongkar Muat. Laporan tersebut harus diparaf oleh Supervisor

    Operasional terminal dan selanjutnya ditandatangani oleh pihak pelayaran

    dan Manajer Operasi.

    6. Laporan diserahkan ke Billing untuk dapat dilaksanakan penagihan jasa.

    2.1.4. Produktivitas

    Proses bongkar muat peti kemas memiliki indikator yang berfungsi untuk mengukur

    produktivitas sekaligus menjadi indikator kualitas pelayanan peti kemas. Secara umum

    kualitas pelayanan peti kemas diukur sampai seberapa lama proses bongkar muat peti

    kemas tersebut dilaksanakan. Semakin cepat pelaksanaan bongkar dan muat, maka akan

    membuat pihak pelayaran akan puas. Menurut Rebollo et al. (2000), biaya yang harus

  • dikeluarkan oleh pihak pelayaran selama bersandar di dermaga adalah sebesar $1.000

    atau lebih per jam.

    Selain itu kualitas peti kemas juga sangat dipengaruhi oleh ketepatan dan akurasi

    bongkar muat. Hal-hal yang menurunkan kualitas bongkar muat adalah:

    1. Penandatanganan realisasi bongkar muat. Masalah yang dihadapi antara lain:

    a. Kesesuaian jumlah box peti kemas.

    b. Penanganan terhadap peti kemas yang meliputi proses bongkar, muat,

    shifting, dan lain-lain.

    c. Penanganan terhadap jenis peti kemas, yang meliputi peti kemas 20, 40,

    45, OD, MI, Reefer, dan lain-lain.

    2. Masalah di gate, yang antara lain:

    a. Dokumen peti kemas tidak lengkap

    b. Closing time terlampaui

    c. Kelebihan berat

    d. Peti kemas rusak

    e. Segel rusak

    f. Antrian panjang

    3. Kejadian terhadap peti kemas, yang meliputi:

    a. Kehilangan isi peti kemas

    b. Kerusakan atau perubahan segel pengaman peti kemas

    c. Kehilangan peti kemas

    d. Kecelakaan

  • Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat produktivitas terminal dalam

    melakukan proses bongkar muat adalah:

    1. Box Crane per Hour (BCH) yaitu banyaknya box peti kemas yang dilaksanakan

    oleh satu buah crane dalam waktu 1 (satu) jam. Indikator ini lebih ditujukan untuk

    kepentingan pihak internal terminal.

    2. Box Ship per Hour (BSH) yaitu banyaknya box peti kemas yang mampu

    dibongkar dan/atau dimuat oleh pihak terminal terhadap satu buah kapal dalam

    waktu satu jam. Indikator ini lebih ditujukan untuk kepentingan pihak pelayaran,

    karena semakin tinggi BSH berarti waktu pelayanan menjadi semakin pendek

    yang tentu saja akan mempengaruhi turn-around time dan mengurangi ongkos

    sandar kapal.

    3. Turn Round Time (TRT) merupakan waktu yang diperlukan oleh sebuah kapal

    dalam melakukan proses bongkar muat peti kemas, mulai dari saat datang ke

    terminal hingga keluar dari terminal.

    4. Berth Ocupancy Ratio (BOR) adalah indikator pemanfaatan dermaga (berth);

    yang dihitung dengan membagi jumlah berthing time (selang waktu yang

    diperlukan untuk bongkar muat) dengan dua kali jumlah jam dalam satu tahun.

    Semakin tinggi nilai BOR (dalam satuan presentase), semakin tinggi pemanfaatan

    dermaga.

    Kaitan antara BCH, BSH, dan TRT adalah:

    Dengan meningkatnya BCH, maka peluang untuk meningkatkan BSH menjadi

    semakin besar.

  • Dengan nilai BSH yang makin besar akan menyebabkan TRT menjadi lebih

    rendah.

    TRT yang lebih rendah menyebabkan berthing window menjadi semakin terbuka.

    Dengan adanya tambahan berthing window maka terbuka peluang berthing

    contract baru untuk shipping line yang secara reguler sandar di terminal.

    Tambahan berthing contract berarti tambahan pendapatan.

    Gambar 2.7. Kaitan antara Indikator Operasional BCH, BSH, dan TRT.

    Indikator BCH dan BSH sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang dapat

    dikendalikan oleh pihak terminal maupun yang tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi

    indikator tersebut adalah:

    1. Faktor Kapal, yang meliputi jenis kapal dan jenis pelayaran.

    2. Faktor Muatan, yang meliputi susunan peti kemas, variasi jenis peti kemas, dan

    jumlah palka yang digunakan.

    3. Faktor Dermaga, berapa panjang dermaga yang digunakan oleh kapal (kade

    meter) dan jumlah dermaga yang digunakan pada saat yang bersamaan.

  • 4. Faktor Personil, yaitu jumlah personil yang tersedia dan terlibat dan kemampuan

    personil.

    5. Faktor Administrasi, yang terdiri dari closing time penerimaan peti kemas dan

    pemeriksaan kepabeanan.

    6. Faktor Crane, yang terdiri dari jenis crane, ketersediaan crane, kondisi crane,

    kondisi spreader, dan jumlah crane yang digunakan.

    7. Faktor Truk, yang terdiri dari ketersediaan dan jumlah truk, baik untuk bongkar

    maupun muat, serta kondisi truk.

    8. Faktor Teknologi Informasi, yang terdiri atas kesesuaian rencana bongkar

    dan/atau muat, ketersediaan sistem, ketersediaan dan kondisi HHT.

    9. Faktor Metoda Penanganan Peti Kemas, yang terdiri atas ketersediaan metoda

    atau SOP baik untuk penanganan kapal, penanganan crane, penanganan truk,

    maupun penanganan jenis peti kemas.

    10. Faktor Alam, yang terdiri dari hujan, gelombang laut, dan angin.

    2.1.5. Peralatan Bongkar Muat Peti Kemas Terdapat tiga peralatan utama yang digunakan (terlibat) pada proses bongkar muat, yaitu

    quay crane, transtainer, headtruck dan chassis.

    - Quay Crane atau Container Crane (CC)

    Quay crane merupakan alat untuk memindahkan peti kemas dari/ke kapal.

    Terdapat tiga jenis crane yang umum dan masih sama-sama dipakai, yaitu

    Panamax, Post Panamax, dan Super Post Panamax. Masing-masing jenis crane ini

  • dibedakan dari kemampuan atau kinerjanya. Pada Tabel 2.1 ditunjukkan kinerja

    dan spesifikasi ketiga jenis quay crane.

    Saat ini TPK Koja memiliki enam buah quay crane, yang terdiri atas tiga

    crane dari jenis Panamax, dua crane Post Panamax, dan satu crane Super Post

    Panamax.

    Pada crane terdapat spreader, yaitu bagian yang mengaitkan peti kemas

    pada crane. Jenis spreader dapat diganti untuk disesuaikan dengan jenis peti

    kemas. Peti kemas khusus, seperti OD, akan menggunakan spreader yang berbeda

    dengan yang digunakan untuk peti kemas standar.

    Tabel 2.1. Perbandingan Data Kinerja Quay Crane Panamax, Post Panamax, dan

    Super Post Panamax.

    Deskripsi Panamax Post Panamax Super Post

    Panamax

    Rows on ship

    deck Max 13 Max 18 22 -24

    Lifted load 40 ton 51 66 ton 65 66 ton

    Outreach 36; 38,5; 41 m 51; 53,5; 56 m 61; 63.5; 66 m

    Hoisting speed 60/120

    75/150 m/min

    75/150

    90/180 m/min

    75/150 m/min

    90/180 m/min

    Trolley travel

    speeds 150 180 m/min 180 210 m/min 180; 210; 240 m/min

  • Gantry travel

    speeds 45 60 m/min 45 60 m /min 45 60 m/min

    Boom hoist 5 min 5 min 5 min

    Trim/List/Skew 5 /5/ 5 3 /3 /3 3 /3 /3

    Sumber: Bagian Teknik TPK Koja.

    - Transtainer atau Rubber Tyre Gantry Crane (RTG)

    Transtainer merupakan crane yang terdapat di lapangan penumpukan peti kemas.

    Crane ini memindahkan peti kemas dari penumpukan ke truk dan sebaliknya.

    TPK Koja memiliki 21 transtainer.

    - Head Truck dan Chassis

    Truk pengangkut peti kemas mengantarkan peti kemas dari quay crane ke

    lapangan penumpukan pada proses bongkar. Sebaliknya, truk ini juga

    mengangkut peti kemas dari lapangan penumpukan ke quay crane pada proses

    muat.

    Truk terdiri atas dua bagian, yaitu head truck dan chassis. Head truck

    merupakan bagian depan (penarik) truk dan chassis merupakan bagian belakang

    yang memuat peti kemas. Terdapat dua jenis chassis, yaitu yang memuat peti

    kemas 20 kaki dan 40 kaki.

    2.1.6. Kualitas Bongkar Muat

  • Kualitas pelayanan terminal peti kemas perlu ditingkatkan, bahkan secara terus-menerus,

    agar memenuhi kebutuhan pelanggan. Peningkatan kualitas pelayanan pada akhirnya

    akan meningkatkan nilai kompetitif perusahaan di industri terminal peti kemas.

    Agar peningkatan kualitas dapat dilaksanakan, maka perlu dibuat definisi kualitas

    termasuk pengukurannya. Secara lebih lengkap, pengukuran kualitas dapat digunakan

    untuk:

    1. Memahami kondisi terminal secara umum.

    2. Menetapkan sasaran yang ingin dicapai oleh terminal, terutama di bidang operasional

    bongkar muat.

    3. Meningkatkan kinerja (performance) terminal, terutama kinerja bongkar muat.

    4. Merencanakan dan mengembangkan terminal.

    2.1.6.1. Indikator Kualitas Pengukuran kualitas dapat dilaksanakan melalui indikator kualitas. Terdapat dua

    indikator kualitas untuk operasi bongkar muat (transfer cycle), yaitu BCH (Box Crane

    per Hour) dan BSH (Box Ship per Hour).

    2.1.6.1.1. BCH (Box Crane per Hour) BCH menunjukkan kinerja sebuah quay crane melakukan bongkar muat. Satuannya

    adalah box crane per hour, yaitu jumlah petikemas yang dapat dibongkar/muat dalam

    satu jam oleh sebuah crane. Semakin tinggi angka BCH, semakin tinggi kualitas kinerja

    crane melaksanakan bongkar muat.

  • 2.1.6.1.2. BSH (Box Ship per Hour) BSH menunjukkan kinerja operasi bongkar muat. Satuannya adalah box ship per hour,

    yaitu jumlah peti kemas yang dapat dibongkar/muat oleh satu crane atau lebih pada

    sebuah kapal. Semakin tinggi angka BSH, semakin tinggi kualitas operasi bongkar muat,

    dan semakin cepat kapal dapat dilayani.

    2.2. Process Quality Model (PQM)

    Peningkatan kualitas layanan kepada pelanggan secara terus-menerus pada terminal peti

    kemas perlu dilaksanakan mengingat persaingan yang semakin ketat. Pelanggan

    menuntut kualitas pelayanan yang tinggi. Dalam hal ini, kecepatan pelayanan bongkar

    muat sangat berarti bagi perusahaan shipping line yang menjadi pelanggan langsung

    terminal peti kemas.

    2.2.1. Peningkatan Pelayanan Terus-menerus Peningkatan kualitas pelayanan secara terus-menerus dapat diterjemahkan menjadi

    peningkatan proses. DeToro dan Tenner (1977) mengajukan pendekatan peningkatan

    proses tahap demi tahap. Tahapan peningkatan proses secara terus-menerus meliputi:

    1. Memahami pelanggan. Memahami kebutuhan (persyaratan) pelanggan dan mencari

    tahu kemampuan perusahaan untuk memenuhi persyaratan tersebut.

  • 2. Menganalisa proses. Menentukan efisiensi dan efektivitas dari proses. Pada tahap ini,

    metode peningkatan yang tepat perlu diidentifikasi.

    3. Meningkatkan proses. Plan-Do-Study-Act (Merencanakan-Mengerjakan-

    Mempelajari-Bertindak) digunakan sebagai pendekatan untuk meningkatkan proses.

    4. Menenerapkan perubahan. Membuat penyesuaian-penyesesuaian yang diperlukan.

    5. Menstandarkan dan memonitor. Melacak kinerja, mengawasi proses dan peningkatan

    secara terus-menerus.

    2.2.2. Tahapan PQM Beamon (1998) menerapkan teori peningkatan proses DeToro dan Tenner tersebut di atas

    untuk mendukung risetnya mengenai penjembatanan kesenjangan antara analisa sistem

    supply chain dan kontrol kualitas dengan mengembangkan Process Quality Model

    (PQM). PQM digunakan Beamon untuk assesment, peningkatan dan kontrol kualitas

    pada sistem dan subsistem supply chain, membantu mengidentifikasi masalah, dan

    menyajikan kerangka kerja untuk peningkatan secara terus-menerus sistem suply chain.

    Khususnya, PQM pada supply chain untuk menjawab pertanyaan berikut:

    a) Aspek kualitas mana yang harus diukur?

    b) Bagaimana aspek kualitas ini diukur?

    c) Bagaimana hasil pengukuran ini digunakan untuk mengevaluasi, meningkatkan

    dan mengontrol kualitas sistem supply chain secara keseluruhan?

    Beamon mengembangkan PQM yang terdiri atas tujuh modul yang terintegrasi. Kerangka

    dasar PQM dapat dilihat pada Gambar 2.8.

  • Modul 1: Identifikasi proses, teknologi dan tugasyang dilaksanakan

    Modul 2:Identifikasi pelanggan & persyaratan, ekspektasi,

    dan persepsi mereka

    Modul 3:Mendefinisikan kualitas

    Modul 4:Identifikasi pengukurankinerja kualitas saat ini

    Modul 5: Evaluasi proses saat ini danmengeset standar kualitas

    Modul 6:Meningkatkan proses

    Modul 7:Kontrol dan monitor proses

    Gambar 2.8. Kerangka Dasar Process Quality Model.

    Pentahapan kerangka PQM adalah sebagai berikut:

    Modul 1: Mendefinisikan proses dan aktivitas yang sedang dilaksanakan.

    Terdapat sejumlah tool grafis yang dapat digunakan untuk mendefinisikan atau

    menggambarkan pekerjaan-pekerjaan yang sedang dilaksanakan, seperti

    flowchart, flow process charts, Gantt charts, dan relation diagram. Setelah

    mengidentifikasi aktivitas ini, maka selanjutnya aktivitas diterapkan pada

    tahapan-tahapan proses.

    Modul 2: Mengetahui kebutuhan, harapan (eskpektasi), dan persepsi pelanggan.

    Tujuan dari tahapan ini adalah untuk secara terus-menerus meningkatkan kualitas

    pelayanan kepada pelanggan. Yang dimaksud dengan pelanggan di sini adalah

  • pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan eksternal adalah konsumen dari

    produk akhir. Sedangkan pelanggan internal adalah bagian (departemen) yang

    membutuhkan barang atau pelayanan dari departemen lain di dalam organisasi

    (perusahaan).

    Modul 3: Mendefinisikan kualitas. Terdapat berbagai macam definisi tentang

    kualitas. Oleh sebab itu setiap perusahaan/organisasi perlu menciptakan definisi

    kualitas berdasarkan kebutuhan pelanggannya. Definisi seharusnya merupakan

    refleksi dari jenis pekerjaan (tugas) yang berkaitan dan juga merupakan cerminan

    dari kebutuhan serta ekspektasi pelanggan.

    Modul 4: Mengidentifikasi pengukuran kinerja kualitas yang ada. Tujuannya

    adalah untuk mengidentifikasi biaya sekarang, produktivitas, dan pengukuran

    layanan, serta mengidentifikasi kesenjangan (gap) pengukuran yang ada sekarang.

    Modul 5: Mengevaluasi proses yang ada sekarang dan mengeset standar kualitas.

    Pada modul ini dikembangkan standar kualitas secara kuantitatif. Sebelum standar

    dibangun, proses harus terkendalikan. Sebuah proses terkendalikan bila tidak ada

    fluktuasi yang besar akibat dari hal-hal khusus. Dengan kata lain, variasi atau

    fluktuasi ekstrim harus diatasi (dihilangkan) sebelum standar kualitas dibangun.

    Modul 6: Meningkatkan proses. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan

    menerapkan perubahan untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Tahap

    pertama adalah mengidentifikasi dan memprioritaskan peningkatan pada bidang

    tertentu. Setelah bidang ini diprioritaskan, bidang yang harus menerima perhatian

    diidentifikasi, dengan mempertimbangkan kendala waktu dan biaya. Maksud dari

    peningkatan terus-menerus adalah mengurangi tingkat variasi dari penyebab yang

  • biasa (bukan penyebab khusus) yang ada di dalam proses. Pada perencanaan

    peningkatan, hipotesa harus dibuat yang berkaitan dengan penyebab variasi.

    Setelah penyebab ditemukan, maka perencanaan harus diterapkan untuk

    mengurangi penyebabnya. Kemudian penyebab ini harus diuji untuk mengetahui

    apakan solusi tersebut dapat mengurangi variasi. Setelah pengujian dilaksanakan,

    peningkatan harus diterapkan ke seluruh proses. Proses ini harus diuji lagi untuk

    mengetahui apakah masih terkendali; setelah proses terkendali, kemudian standar

    kualitas diset kembali untuk proses yang ditingkatkan.

    Modul 7: Mengendalikan dan mengawasi proses. Tujuannya adalah untuk

    mengendalikan dan mengawasi produktivitas dan kinerja pelayanan untuk

    memastikan bahwa proses telah memenuhi standar. Terdapat sejumlah tool yang

    dapat digunakan pada tahapan ini, yaitu control chart (untuk analisa variabilitas

    proses), diagram cause and efect (analisa troubleshooting proses), histogram

    (analisa frekuensi variabel proses), diagram scatter (analisa hubungan variabel

    proses), dan run chart (analisa kecendrungan proses).

    2.3. Analisa Statistik Seperti dikemukakan pada pengendalian kualitas proses pada metode PQM, menurunkan

    tingkat variabilitas sangatlah penting. Seperti dikemukakan oleh Montgomery (2001),

    peningkatan kualitas adalah penurunan variabilitas di dalam proses atau produk. Sebagai

    contoh, untuk meningkatkan kualitas bongkar muat yang diukur melalui indikator BSH,

    maka variabilitas nilai BSH harus dikurangi.

  • Pada konsep variabilitas dikenal istilah upper specification limit (USL) dan lower

    specification limit (LSL). USL adalah nilai paling tinggi yang diijinkan untuk sebuah

    karakteristik kualitas. Sedangkan LSL adalah nilai terendah yang diijinkan. Jadi nilai

    karakateristik kualitas di antara USL dan LSL adalah yang sesuai dengan standar yang

    ditetapkan.

    Karena variabilitas hanya dapat dijelaskan secara statistik, maka metode

    statistiklah yang berperan dalam usaha peningkatan kualitas. Secara keseluruhan dalam

    penelitian ini, analisa statistik yang digunakan untuk keperluan analisa dan peningkatan

    kualitas pelayanan dimaksudkan untuk:

    1. Melakukan analisa pemecahan masalah suatu proses kegiatan. Perangkat yang

    digunakan antara lain diagram cause and effect (diagram Ishikawa).

    2. Melakukan analisa frekuensi variabel proses. Perangkat yang digunakan antara

    lain Histrogram.

    BAB IITINJAUAN TEORITerminal Peti KemasPelayanan Terminal Peti KemasDimensi Pelayanan Peti KemasOperasional Bongkar MuatProduktivitasPeralatan Bongkar Muat Peti KemasKualitas Bongkar MuatIndikator KualitasBCH (Box Crane per Hour)BSH (Box Ship per Hour)

    Process Quality Model (PQM)Peningkatan Pelayanan Terus-menerusTahapan PQM

    Analisa Statistik