tugas kep. prof

64
PROSES PROFESIONALISASI KEPERAWATAN INDONESIA LAPORAN Disusun untuk Memenuhi Tugas Pelajaran Keperawatan Profesional Oleh Ahmad Muajis Tingkat II A DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

Transcript of tugas kep. prof

Page 1: tugas kep. prof

PROSES PROFESIONALISASI KEPERAWATAN

INDONESIA

LAPORAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Pelajaran Keperawatan Profesional

Oleh

Ahmad Muajis

Tingkat II A

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

TANGERANG

2009

Page 2: tugas kep. prof

SEJARAH KEPERAWATAN

1. Sejarah Keperawatan di Luar Indonesia

a. Zaman Purba

Pada zaman ini orang percaya bahwa sesuatu yang ada di bumi mempunyai suatu

kekuatan mistik yang dapat memengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini biasa

disebut animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang disebabkan oleh kekuatan

alam atau pengaruh kekuatan gaib seperti batu besar, gunung tinggi, pohon besar, sungai

besar. Jiwa yang baik membawa kesehatan, jika yang jahat membawa kesakitan dan

kematian (Calor, taylor, Lilis & Lemone,1997). Peran tabib dan perawat jelas berbeda,

tabib adalah medicineman yang mengobati penyakit dengan jalan melantunkan nyanyian,

memberi semangat dari ketakutan atau membuka otak untuk menghilangkan jiwa yang

jahat (Dolan, Fitzpatrick & Herman, 1983). Perawat biasanya berperan sebagai ibu yang

merawat familinya sewaktu sakit dengan memberikan perawatan fisik dan memberikan

obat dari tumbuh-tumbuhan. Peran ini diteruskan sampai saat ini.

b. Zaman Keagamaan

Pada zaman ini, kuil menjadi pusat perawatan medis sebab orang percaya bahwa penyakit

disebabkan oleh dosa dan kutukan Tuhan. Pemimpin agama dijunjung tinggi sebagai

tabib, perawat dianggap sebagai budak dan mendapat penghargaan yang rendah karena

pekerjaannya didasarkan perintah dari pempimpin agam yang berperan sebagai tabib.

c. Permulaan Masehi

Pada permulaan masehi, agama Kristen mulai berkembang. Pada masa ini keperawatan

mengalami kemajuan yang berarti seiring dengan kepesatan perkembangan agama

Kristen. Organisasi wanita pertama yang dibentuk pada saat itu dinamakan Deaconesses,

mengunjungi orang-orang sakit dan anggota keagamaan laki-laki memberikan perawatan

serta mengubur orang mati. Pada perang salib perawat laki-laki dan perempuan bertugas

merawat orang-orang yang luka dalam peperangan tersebut.

Kemajuan profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan berdirinya rumah

sakit terkenal di Roma yang bernama Monastik hospital. Rumah sakit ini dilengkapi

dengan fasilitas bangsal-bangsal perawatan untuk merawat orang sakit serta bangsal-

bangsal lain sebagai tempat merawat orang cacat, miskin dan yatim piatu.

Page 3: tugas kep. prof

Seperti halnya di Eropa, pada pertengahan abad VI masehi keperawatan juga berkembang

di benua Asia. Tepatnya di timur tengah seiring dengan perkembangan agama Islam.

Tokoh keperawatan yang terkenal di dunia Arab pada masa ini adalah Rafidah.

d. Permulaan Abad XVI

Struktur dan orientasi masyarakat berubah dari orientasi keagamaan menjadi orientasi

pada kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan alam, serta perkembangan

pengetahuan. Akibatnya banyak gereja dan tempat ibadah ditutup, padahal tempat ini

digunakan oleh ordo-ordo keagamaan untuk merawat orang sakit. Kondisi ini sangat

berpengaruh terhadap perkembangan keperawatan. Untuk memenuhi kebutuhan perawat,

wanita yang pernah melakukan kejahatan dan telah berobat dapat diterima bekerja

sebagai perawat. Akibat reputasi yang jelek ini, perawat menerima gaji yang rendah

dengan jam kerja lama pada kondisi yang buruk (Taylor C.,dkk, 1989)

e. Masa Sebelum Perang Dunia II

Florence Nightingale (1820-1910) merupakan tokoh pembaharu perawatan pada saat itu

dan bahkan sering disebut Ibu Perawatan. Pada waktu itu, Florence Nightingale sudah

menyadari pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para calon perawat, agar dapat

diberikan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan mental sehingga dihasilkan tenaga

perawatan yang berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil dalam melaksanakan

perawatan. Beliau menetapkan struktur dasar sebagai prasyarat dalam pendidikan perawat

:

1) Mendirikan sekolah perawat

2) Menentukan tujuan pendidikan perawat

3) Menetapkan pengetahuan yang harus dimiliki para calon sebagai dasar perawatan

Di samping itu, Florence Nightingale telah berpendapat bahwa.

1) Perlu persiapan pendidikan yang berlainan bagi perawat pelaksana dan perawat

administrator atau supervisor.

2) Perlu diperhatikan bahwa harus ada perubahan tentang jam kerja perawat yang waktu

itu berlangsung 12 jam/hari dan 7 hari/minggu.

3) Perlu diperhatikan peningkatan pendapatan perawat setiap 6 bulan, mengingat beban

dan tanggung jawab mereka.

Page 4: tugas kep. prof

Namun, secara menyeluruh perkembangan perawat dari zaman Florence Nightingale

sampai pecah perang dunia II dinilai sangat kecil atau hampir tidak ada perubahan. Oleh

Karena itu, masa ini sering disebut sebagai masa pemeliharaan.

f. Masa Selama Perang Dunia II

Selama perang, banyak kejadian yang merupakan “tekanan” bagi setiap bangsa di dunia.

Tekanan perang ini mendorong manusia mengadakan perubahan-perubahan. Kemajuan

teknologi dimaksudkan untuk berlomba menaklukan dunia. Penerapan teknologi modern

dalam bidang pelayanan orang sakit telah mulai diperkenalkan waktu itu sebagai jawaban

atas kebutuhan pelayanan kesehatan akibat penderitaan sakit selama perang. Timbulnya

penyakit akibat perang, menyebabkan dibutuhkannya peningkatan pengetahuan dan

keterampilan tenaga medis maupun perawat. Kemampuan satu bidang profesi tertentu

tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan waktu itu.

Inipun merupakan tantangan baru bagi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan

bersama dengan profesi lain.

g. Masa Pasca Perang Dunia II

Akibat Perang dunia II yang mengakibatkan banyaknya penderitaan bagi penduduk dunia

telah menggugah semua pihak untuk memperbaiki keadaan dunia. Dasar pemikiran

semula, “the nurse must give total patient care” dalam arti sempit telah berkembang,

dalam arti luas perawat lebih menyadari atas makna totality of the individual client dari

sebelumnya. Oleh karena itu terjadi perubahan dari perawat bekerja sendiri menjadi

bekerja team.

Dalam dekade ini telah dilancarkan perjuangan untuk pengakuan keperawatan sebagai

profesi. Lucille Brown (1948) menulis sebuah laporan tentang pengakuan perawat

sebagai profesi merupakan titik tolak yang besar untuk kehidupan perawat dan profesi

perawat. Ia memperhatikan penghargaan pada perawat dalam kaitannya dengan tanggung

jawab sebagai penyelenggara pelayanan perawatan yang bermutu. Untuk itu disadari

perlunya suatu pengelolaan pelayanan keperwatan yang baik untuk menjamin mutu dan

sekaligus tersedia alat evaluasi keperawatan tersebut.

h. Sejak Tahun 1950

Dalam mengacu proses profesionalisme, perlu pengembangan pendidikan keperawatan.

Sebenarnya pendidikan keperawatan di tingkat universitas sudah ada sejak tahun 1909 di

Page 5: tugas kep. prof

Universitas Minesota Amerika. Namun, pengakuan perawat sebagai profesi, baru terjadi

tahun 1950, inipun baru pengakuan saja, belum memnuhi karakteristik profesi.

Pendidikan perawat pada tingkat “Bachelor” dimulai tahun 1919. Pada tahun 1977 telah

terdapat 3830 orang lulusan master di bidang keperawatan dan pada tahun 1972 terdapat

9 institusi yang melaksanakan program Doktor di bidang keperawatan. Di Thailand

pendidikan keperawatan pada tingkat “Bachelor” dimulai tahun 1966, dan pada tingkat

“Master” dimulai tahun 1986.

Proses keperawatan yang dimulai tahun 1950 dianggap sebagai stadium embrio. Pada

saat itu proses keperawatan belum dipahami dan juga belum bisa diterima, tetapi sudah

dilakukan sehari-hari. Baru pada tahun 1955 Lydia Hall memberikan presentasinya

tentang “Perawatan adalah suatu proses”. Pada hakikatnya keperawatan menyangkut

empat hal pokok yaitu :

1) Nursing at the patient

2) Nursing to the patient

3) Nursing for the patient

4) Nursing with the patient

Fase dalam proses keperawatn diidentifikasi oleh para dosen keperawatan Universitas

Katolik Amerika pada tahun 1967 meliputi : pengkajian, perencanaan, implementasi,

dan evaluasi.

Pengertian keperawatan menurut International Council of Nurses (ICN) pada tahun 1973

adalah, ”Fungsi yang unik dari perawat adalah menolong sesorang yang sakit atau sehat

dalam usaha-usaha menjaga kesehatan atau penyembuhan atau untuk menghadapi

sakaratul maut dengan tenang, yaitu usaha yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri

apabila dia cukup kuat, berkemampuan atau sadar dan melakukannya sedemikian rupa

sehingga si pasien dalam waktu singkat dapat mandiri”.

Untuk memperoleh pengakuan sebagai suatu profesi, menurut Taylor C, et al. (1997)

keperawatan harus memiliki:

1) Perumusan body of knowledge yang baik

2) Berorientasi pada pelayanan yang kuat

3) Pengakuan keahlian oleh sebuah kelompok profesional

4) Kode etik

Page 6: tugas kep. prof

5) Organisasi profesi yang menetapkan standar

6) Pengembangan diri secara terus menerus

7) Otonomi

2. Sejarah Keperawatan di Indonesia

a. Masa Sebelum Kemerdekaan

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang

disebut Verpleger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit. Mereka

bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan pada tahun 1799

untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah Belanda pada

masa itu antara lain membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan

Rakyat. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha Deandels mendirikan rumah sakit di

Semarang dan Surabaya. Karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara belanda,

maka tidak diikuti perkembangan keperawatan.

Sebaliknya, Gubernur Jenderal Inggris, Raffless, sangat memperhatikan kesehatan

rakyat. Semboyannya adalah kesehatan adalah milik manusia, ia melakukan berbagai

upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara lain mengadakan

pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien gangguan jiwa serta

memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.

Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan

kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Pada tahun 1819 di Jakarta didirikan beberapa

rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Stadverband berlokasi di Glodok

Salemba yang sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini

RSCM menjadi rumah sakit pusat rujukan nasional dan pendidikan nasional. Pada kurun

waktu 1816-1942 berdiri bebrapa rumah sakit swasta milik Misionaris Katolik dan

Zending Protestan antara lain Rumah sakit PGI Cikini, Rumah Sakit St. Carolus Salemba,

Rumah Sakit St. Boromeus Bandung dan Rumah Sakit Elisabeth Semarang. Bersamaan

dengan berdirinya rumah sakit diatas, didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun

1906 menyelenggarakan pendidikan juru rawat, RSCM tahun 1912 ikut

menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Itulah sekolah perawat pertama yang berdiri di

Indonesia meskipun baru pendidikan okupasional.

Page 7: tugas kep. prof

Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara Jepang tahun 1942-1945 menyebabkan

perkembangan keperawatan mengalami kemunduran karena pekerja perawat pada masa

Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang telah dididik, maka pada masa

Jepang tugas perawat dilakukan oleh mereka yang tidak dididik untuk menjadi perawat.

b. Masa Setelah Kemerdekaan

1) Periode tahun 1945-1962

Tahun 1945-1950 merupakan periode awal kemerdekaan dan merupakan masa

transisi Pemerintah Republik Indonesia sehingga dapat dimaklumi jika masa ini boleh

dikatakan tidak ada perkembangan. Demikian pula tenaga perawat yang digunakan

diunit-unit pelayanan keperawatan adalah tenaga yang ada, pendidikan tenaga

keperawtan masih meneruskan sistem pendidikan yang telah ada (lulusan pendidikan

“Perawat” Pemerintah Belanda).

Pendidikan keperawatan dari awal kemerdekaan sampai tahun 1953 masih berpola

pada pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebagai contoh,

sampai dengan tahun 1950 pendidikan tenaga keperawatan yang ada adalah

pendidikan tenaga keperawatan dengan dasar pendidikan umum Mulo +3 tahun untuk

mendapatkan ijazah A (perawat umum) dan ijazah B untuk perawat jiwa. Ada juga

pendidikan perawat dengan dasar sekolah rakyat +4 tahun pendidikan yang

lulusannya disebut mantri juru rawat. Baru pada tahun 1953 dibuka sekolah pengatur

rawat dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang lebih berkualitas.

Namun, pendidikan dasar umum tetap SMP yang setara dengan Mulo dengan lama

pendidikan tiga tahun. Pendidikan ini dibuka di tiga tempat (yaitu di Jakarta, di

Bandung dan di Surabaya), kecuali pendidikan perawat di Bandung, keduanya berada

dalam institusi rumah sakit.

Tahun 1955 di buka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan dasar umum

sekolah rakyat ditambah pendidikan satu tahun dan Sekolah Pengamat Kesehatan

yaitu sebagai pengembangan SDK ditambah pendidikan satu tahun. Ditinjau dari

aspek pengembangannya sampai dengan tahun 1955 ini tampak pengembangan

keperawatan tidak berpola, baik tatanan pendidikannya maupun pola ketenagaan yang

diharapkan.

Page 8: tugas kep. prof

Tahun 1962 dibuka Akademi Perawatan, yaitu pendidikan tenaga keperawatan

dengan dasar pendidikan umum SMA di Jakarta, di RSUP Cipto Mangunkusumo

yang sekarang kita kenal sebagai Poltekkes Jurusan Keperawatan Jakarta yang berada

di Jalan Kimia No. 17 Jakarta Pusat. Sekalipun sudah ada keinginan bahwa

pendidikan tenaga perawat berada pada pendidikan tinggi, namun konsep-konsep

pendidikan tinggi belum tampak. Hal ini dapat ditinjau dari kelembagaannya yang

berada dalam organisasi rumah sakit, kegiatan institusi yang belum mencerminkan

konsep pendidikan tinggi yaitu kemandirian dan pelaksanaan fungsi perguruan tinggi

yang disebut Tri Dharma Perguruan Tinggi, di samping itu Akademi Keperawatan

tidak berada dalam sistem pendidikan tinggi nasional namun, berada dalam struktur

organisasi institusi pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Demikian juga penerapan

kurikulumnya yang masih berorientasi pada keterampilan tindakan dan belum

dikenalkannya konsep-konsep keperawatan.

2) Periode tahun 1963-1982

Pada masa tahun 1963 hingga 1982 tidak terlalu banyak perkembangan di bidang

keperawatan, sekalipun sudah banyak perubahan dalam pelayanan, tempat tenaga

lulusan Akademi Keperawatan banyak diminati oleh rumah sakit-rumah sakit,

khususnya rumah sakit besar.

3) Periode tahun 1983-sekarang

Sejak adanya kesepakatan pada lokakarya nasional (Januari 1983) tentang pengakuan

dan diterimanya keperawatan sebagai suatu profesi, dan pendidikannya berada pada

pendidikan tinggi, terjadi perubahan mendasar dalam pandangan tentang pendidikan

keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi menekankan pada penguasaan

keterampilan, tetapi lebih pada penumbuhan, pembinaan sikap dan keterampilan

profesional keperawatan, disertai dengan landasan ilmu pengetahuan khususnya ilmu

keperawatan.

Tahun 1983 merupakan tahun kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia, sebagai

perwujudan lokakarya tersebut di atas pada tahun 1984 diberlakukan kurikulum

nasional untuk Diploma III Keperawatan.

Dari sinilah awal pengembangan profesi keperawatan Indonesia, yang sampai saat ini

masih perlu perjuangan, karena keperawatan di Indonesia sudah diakui sebagai suatu

Page 9: tugas kep. prof

profesi maka pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan harus didasarkan

pada ilmu dan kiat keperawatan. Hal ini sejalan dengan tuntutan UU No. 23 Tahun

1992 tentang Kesehatan, terutama pada pasal 32 yang berbunyi :

Ayat 3: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran

atau ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ayat 4: Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran

atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

Tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia dan kurikulum pendidikan tenaga keperawatan jenjang S1 juga

disahkan.

Tahun 1992 merupakan tahun penting bagi profesi keperawatan karena pada tahun ini

secara hukum keberadaan tenaga keperawatan sebagai profesi diakui dalam undang-

undang yaitu yang dikenal dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

sebagai penjabarannya.

Tahun 1995 dibuka lagi Program Studi Keperawatan di Indonesia, yaitu di

Universitas Padjajaran Bandung dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

berubah menjadi Fakultas Keperawatan.

Tahun 1998 dibuka kembali program Keperawatan yang ketiga yaitu Program Studi

Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kurikulum Ners

disahkan, digunakannya kurikulum ini merupakan hasil pembaharuan kurikulum S1

Keperawatan tahun 1985.

Tahun 1999 Program S1 kembali dibuka, yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan

(PSIK) di Universitas Airlangga Surabaya, PSIK di Universitas Brawijaya Malang,

PSIK di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, PSIK di Universitas Sumatera

Utara, PSIK di Universitas Diponegoro Jawa Tengah, PSIK di Universitas Andalas,

dan dengan SK Mendikbud No. 129/D/0/1999 dibuka juga Sekolah Tinggi Ilmu

Keperawatan (STIK) di St. Carolus Jakarta. Pada tahun ini juga (1999) kurikulum

DIII Keperwatan selesai diperbaharui dan mulai didesiminasikan serta diberlakukan

secara nasional.

Page 10: tugas kep. prof

Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang Registrasi dan Praktik Perawat

sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hukum bagi tenaga perawat

dalam menjalankan praktik keperawatan secara profesional.

Page 11: tugas kep. prof

PENDIDIKAN KEPERAWATAN

Selaras dengan perkembangan ilmu dan teknologi, pendidikan keperawatan tahap demi tahap

mengalami peningkatan baik jenjang maupun mutu pendidikan. Pendidikan keperawatan yang

dahulu hanya merupakan pendidikan dasar atau menengah, kini telah ditingkatkan pada jenjang

pendidikan tinggi. Variasi jenjang pendidikan keperawatan yang ada saat ini seringkali

membingungkan masyarakat, perawat, maupun para pejabat. Jenjang utama pendidikan

keperawatan di Indonesia saat ini adalah Sekolah Perawat Kesehatan, Akademi atau Pendidikan

Ahli Madya Keperawatan/Politeknik Kesehatan dengan tiga tahun program diploma

keperawatan, dan Program strata satu keperawatan dan program S2 yang terkait dengan

keperawatan.

Pendidikan tenaga keperawatan di Indonesia secara umum bertujuan untuk menyediakan tenaga

kesehatan dalam jumlah dan jenis yang sesuai, yang memiliki cirri-ciri berbudi luhur, tangguh,

serdas, terampil, mandiri, memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif,

inovatif, disiplin, serta berorientasi ke masa depan sesuai dengan asas profesionalismenya

masing-masing (Pusdiknakes, 2001).

Walaupun jumlah perawat dari pendidikan tinggi telah meningkat, namun kita perlu mencatat

bahwa sebagian besar perawat berlatar belakang pendidikan menengah. Jumlah perawat di

Indonesia menurut data dari Depkes RI (Republika, 2004) adalah sekitar 180 ribu orang dengan

latar belakang pendidikan: 76,65 persen lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), 22 persen

perawat lulusan D3 Keperawatan, dan 2,35 persen lulusan S-1. Jumlah bidan adalah sekitar

70.600 orang dan 98 persen di antaranya adalah lulusan Program Pendidikan Bidan.

Perkembangan pendidikan keperawatan pada saat ini dipengaruhi berbagai faktor nasional

maupun internasional. Dari kaca mata nasional, situasi politik di tanah air dan kesadaran

masyarakat terhadap hak-haknya telah memicu reformasi di berbagai bidang termasuk

pendidikan. Maraknya ide desentralisasi/otonomi daerah juga telah memengaruhi bagaimana

pengelolaan pendidikan keperawatan dan penempatan kerja lulusan harus diselenggarakan.

Sementara tantangan dari kaca mat internasional telah mendorong kesadaran kita dalam upaya

menyiapkan tenaga keperawatan yang handal dengan kompetisi global. Untuk ini undang-

Page 12: tugas kep. prof

undang harus disesuaikan di antaranya undang-undang tentang registrasi dan praktik

keperawatan dan penyesuaian pendidikan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang baru

(Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003).

Bagian berikut akan membahas jenis pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia, yaitu:

Sekolah Perawat Kesehatan, Pendidikan Ahli Madya Keperawatan (Politeknik Kesehatan),

Program Sarjana, dan Pasca- Sarjana Keperawatan.

1. Sekolah Perawat Kesehatan

Dari beberapa jenis jenjang pendidikan keperawatan, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)

merupakan institusi yang telah menyumbang tenaga keperawatan dalam jumlah paling besar.

Ini karena mayoritas pendidikan keperawatan di Indonesia pada saat didirikan adalah SPK.

SPK sebelumnya bernama SPR (Sekolah Pengatur Rawat) yang mulai dirintis pada tahun

1960. Pada tahun yang sama juga mulai didirikan pendidikan dengan jenjang lebih tinggi,

yaitu akademi perawatan yang saat ini menawarkan program diploma tiga keperawatan.

Dasar pendidikan keperawatan pada awal kemerdekaan adalah sekolah dasar ditambah

keperawatan yang lamanya bervariasi. Kemudian pada tahun 1960 mulai dikembangkan

Sekolah Perawat Kesehatan (SPR) dengan latar belakang pendidikan SMP yang sekarang ini

bernama SPK (Jahmono, 1993). Tujuan pendidikan SPK adalah meluluskan perawat

kesehatan yng mampu sebagai pelaksana maupun pengelola keperawatan. Lama pendidikan

dirancang tiga tahun. Pada masa tersebut pendirian SPK merupakan jawaban tepat bagi

pemerintah untuk mencukupi kebutuhan jumlah tenaga keperawatan. Karena kebutuhan

tenaga keperawatan masih sangat dibutuhkan, lulusan SPK rata-rata tidak mengalami

kesulitan untuk mendapat pekerjaan. Hal ini yang menyebabkan salah satu animo untuk

mendaftarkan diri ke SPK cukup besar pada masa itu.

Permasalahan kesehatan lain kemudian muncul, tidak saja upaya untuk memenuhi tenaga

keperawatan, tetapi juga penyediaan tenaga bidan. Untuk mencukupi tenaga bidan,

pemerintah menyelenggarakan program pendidikan bidan satu tahun yang pesertanya diambil

dari lulusan SPK. Penyelenggaraan ini diharapkan dapat menghasilkan tenaga bidan untuk

ditempatkan di desa-desa (bidan desa).

Sistem Kesehatan Nasional (2004) menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan vokasi,

sarjana, dan profesi tingkat pertama adalah institusi pendidikan tenaga kesehatan yang telah

Page 13: tugas kep. prof

diakreditasi oleh asosiasi institusi pendidikan kesehatan yang bersangkutan. Penyelenggaraan

pendidikan profesi tingkat lanjutan adalah institusi pendidikan (university based) dan institusi

pelayanan kesehatan (hospital based) yang diakreditasi oleh kolegium profesi yang

bersangkutan.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003) dijelaskan

apa yang dimaksud dengan pendidikan akademik, profesi dan vokasi yang semuanya

diselenggarakan melalui pendidikan tinggi. Bila dilihat dari pernyataan dalam Sistem

Pendidikan Nasional, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan SPK sudah tidak sesuai

lagi.

Adanya tuntutan bahwa perawat harus dipersiapkan melalui pendidikan tinggi seperti

tercantum dalam SKN yang lama dan yang baru (diatas) telah lama ditanggapi antara lain

dengan mengonversikan SPK menjadi jenjang pendidikan diploma tiga dan menunjuk

AKPER yang melaksanakan program ini (Nugroho Imam Santosa, 1992) dan dengan

memberi kesempatan kepada perawat lulusan SPK untuk melanjutkan pendidikannya tanpa

harus meninggalkan pekerjaannya. Namun, seperti diakui oleh beberapa pengelola dari

Pusdiknakes bahwa daya serap upaya ini masih mengalami kendala.

2. Program Diploma Tiga Keperawatan

Penyelenggaraan program diploma tiga keperawatan merupakan salah satu upaya antisipasi

terhadap perkembangan pelayanan kesehatan. Program ini pertama-tama diselenggarakan

pada tahun 1960-an, yaitu dengan berdirinya Akper Bandung. Persyaratan peserta adalah

lulusan SMU atau lulusan SPR/SPK yang sudah bekerja. Tahun demi tahun pendirian Akper

semakin berkembang dan untuk saat ini institusi pendidikan ini dapat ditemukan di setiap

provinsi.

Seperti halnya SPK, secara administrative program diploma tiga dibawah koordinasi Pusat

Pendidikan Tenaga Kesehatan, Departemen Kesehatan. Pada beberapa tahun lalu, kurikulum

program diploma tiga adalah kurikulum inti yang disusun oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, kurikulum yang disusun telah dikembangkan dengan Community Oriented

Nursing Education atau pendidikan keperawatan yang berorientasi kepada masyarakat.

Tujuan dari program diploma tiga keperawatan adalah menghasilkan tenaga perawat

professional pemula yang mendapat sebutan ahli madya keperawatan yang merupakan

manajer menengah dalam keperawatan yang diharapkan mampu sebagai pelaksana,

Page 14: tugas kep. prof

pengelola, pendidik, dan partisipasi aktif dalam penelitian ilmiah. Peserta yang mengikuti

program diploma terdiri dari peserta umum (lulusan SMU) dan peserta lulusan SPK. Untuk

meningkatkan karier, para lulusan diploma setelah memenuhi persyaratan tertentu dapat

melanjutkan ke program sarjana keperawatan.

Adanya berbagai pendidikan kesehatan yang menawarkan berbagai program di lingkungan

Depkes telah dinilai tidak efisien sehingga pada pertengahan tahun 1990-an. Departemen

Kesehatan mulai mengembangkan system Multy-stream academy dengan berbagai institusi

pendidikan dalam dalam lingkungan atau lokasi yang sama dipadukan menjadi “pendidikan

satu atap.” Untuk mengadakan pengkajian/pendataan secara lebih mendalam, Departemen

Kesehatan bekerja sama dengan P4D Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 1999-

2000. Hasil dari pendataan ini dijadikan landasan untuk mengembangkan sistem pengelolaan

akademi-akademi kesehatan menjadi politeknik kesehatan. Pembentukan politeknik

kesehatan dikukuhkan dengan diterbitkannya Keputusan dari Menteri Kesehatan dan

Kesejahteraan Sosial RI Nomor 298/Menkes-Kesos/SK/IV/2001 (Pusdiknakes, 2004).

Dalam keputusan Menkes Dan Kesejahteraan Sosial RI di atas dijelaskan bahwa pelaksanaan

teknis institusi pendidikan ini tetap di bawah Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan

Sosial dan pimpinan institusi adalah direktur yang secara administratif bertanggung jawab

kepada Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Program yang

dapat diselenggarakan adalah program diploma I, II, III dan IV.

3. Program S1 dan Pendidikan Keperawatan Lebih Tinggi

Pendidikan pada tahap ini bersifat pendidikan akademik profesional (pendidikan

keprofesian), menekankan pada penguasaan landasan keilmuan, yaitu ilmu keperawatan dan

ilmu-ilmu penunjang, penumbuhan serta pembinaan sikap dan keterampilan profesional

dalam keperawatan. Pada jenjang pendidikan ini, menghasilkan perawat generalis, terdapat

dua tahap program, yaitu tahap program akademik yang pada akhir pendidikan mendapat

gelar akademik Sarjana Keperawatan (S.Kp.) dan tahap program keprofesian yang pada akhir

pendidikan mendapat sebutan profesi “Ners” (Ns).

Penyelenggaraan program sarjana keperawatan pada awalnya merupakan perwujudan dari

Peraturan Pemerintah No. 27/1991, SK Mendikbud No. 0211/V/1982 dan 0212/U/1982 serta

Direktorat Pendidikan Tinggi No. 048/DJ/Kep/1982, yang menyatakan tentang Pendidikan

Tinggi. Penyelenggaraan ini juga sesuai dengan hasil salah satu lokakarya nasional, yaitu di

Page 15: tugas kep. prof

bulan Januari 1983 yang menghasilkan consensus nasional tentang perawat sebagai profesi,

sehingga tenaga keperawatan harus disiapkan melalui pendidikan tinggi.

Program Strata 1 atau Sarjana Keperawatan mulai diselenggarakan pada tahun 1985 oleh

Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang sejak

tahun 1995 menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK UI) berdasarkan SK Mendikbud RI

No. 0332/0/1995 (FIK-UI, 2005). Karena kebutuhan tenaga keperawatan dari lulusan

pendidikan tinggi yang mendesak, kemudian program S1 Keperawatan juga diselenggarakan

oleh berbagai universitas yang lain, misalnya Universitas Gadjah Mada pada tahun 1998

mendirikan Program Studi Ilmu keperawatan. Salah satu kelebihan dari PSIK UGM adalah

digunakannya Problem Based Learning sebagai metode pembelajaran. Tidak lama kemudian

diselenggarakan program serupa di Universitas Airlangga yang pendiriannya berdasarkan SK

Dirjen Dikti No. 122/Dikti/Kep/1999 tanggal 7 April 1999. Untuk saat ini beberapa

universitas dan juga Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan telah menawarkan program S1

Keperawatan.

Beberapa hal yang penting untuk kita perhatikan dari penyelenggaraan pendidikan tingkat

sarjana keperawatan adalah bagaimana kita secara tepat mampu mengelola sumber daya

tenaga tingkat sarjana ini setelah mereka menyelesaikan pendidikannya dan hal yang lain

adalah bagaimana kita meningkatkan dan mempertahankan mutu pendidikan dan penelitian.

Untuk mencetak perawat dengan kemampuan kepemimpinan, manajerial dan penelitian yang

andal,, Universitas Indonesia melalui Program Studi Magister Ilmu keperawatan juga telah

menawarkan Program S2 dengan kekhususan kepemimpinan dan manajemen keperawatan.

Lama program ini adalah dua tahun (empat semester). Di masa mendatang kita berharap

bahwa universitas di tanah air juga mampu menyelenggarakan program S2 keperawatan ini

dengan berbagai peminatan termasuk peminatan klinis guna menyiapkan perawat dengan

kompetensi klinis tingkat tinggi (advanced nursing practice) dan perawat peneliti melalui

program S3 keperawatan.

4. Pendidikan Spesialis Bidang Keperawatan

Dalam memenuhi atau menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangunan

kesehatan di masa depan, dan bertolak pada pandangan bahwa setiap saat dan tahap

pengembangan perlu diupayakan untuk meningkatkan relevasi dan mutu asuhan keperawatan

kepada masyarakat, maka dikembangkan pendidikan keperawatan pada jenjang spesialis.

Page 16: tugas kep. prof

Pendidikan jenjang ini lebih merupakan pendidikan yang memperdalam pengetahuan dan

keterampilan keprofesian. Sifat memperdalam ilmu pengetahuan keperawatan, walaupun

lebih mengutamakan ilmu keperawatan klinik, namun tidak dapat dipisahkan sepenuhnya

dengan perkembangan kelompok-kelompok ilmu dasar dan penunjang, termasuk ilmu dasar

keperawatan.

Jenis pendidikan pada jenjang pendidikan ini didasarkan pada tuntutan kebutuhan pelayanan

keperawatan, dan perkembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan klinis. Dalam

pengembangan jenjang pendidikan ini dicegah terjadinya fragmentasi yang berlebihan yang

dapat merugikan masyarakat dan perkembangan profesi keperawatan. Penetapan jenis

spesialisasi seyogyanya dilakukan secara bersama-sama oleh pihak yang bertanggung jawab

terhadap pengembangan pendidikan tinggi keperawatan, pelayanan keperawatan dan

kesehatan, serta organisasi profesi keperawatan.

Program Pendidikan Spesialis bidang keperawatan yang ada saat ini adalah program

pendidikan spesialis maternitas dan kedepan akan dikembangkan program spesialis lain

sesuai dengan kebutuhan.

5. Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan

Perawat diwajibkan mempertahankan kemampuannya dalam menjalankan asuhan

keperawatan yang bermutu tinggi sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan

terbaru, menyesuaikan dengan perubahan peran dan fungsi sesuai dengan kewenangan

keperawatan, mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru dan memodifikasi perilaku

dan pemahaman profesionalismenya. Untuk itu, setiap perawat yang masih aktif menjalankan

tugasnya harus senantiasa mempertahankan dan meningkatkan kemampuannya antara lain

dengan mengikuti pendidikan keperawatan berkelanjutan.

Pendidikan keperawatan berkelanjutan pada prinsipnya tidak selalu harus ditempuh dengan

pendidikan formal, tetapi dapat pula ditempuh dengan mengikuti kursus jangka pendek atau

pelatihan yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan tinggi atau belajar mandiri/informal

dengan mengikuti berbagai kesempatan yang diberikan oleh organisasi profesi atau badan

lain yang berwenang.

Dalam SK Menkes No. 674/Menkes/SK/IV/2000 tanggal 14 April 2000 tentang registrasi

dan praktik keperawatan, dinyatakan dengan jelas bahwa setiap perawat diwajibkan selalu

meningkatkan kemampuan keilmuwan dan/keterampilan bidang keperawatan melalui

Page 17: tugas kep. prof

pendidikan dan/atau pelatihan; baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisai

profesi.

Di masa mendatang kita berharap bahwa pendidikan keperawatan berkelanjutan/pelatihan

bagi perawat akan dapat ditata secara lebih terkendali dan terencana dan tidak dijalankan

hanya secara sporadik dan secara kebetulan. Tidak berlebihan bila untuk sekedar gambaran,

penatalaksanaan pendidikan keperawatan berkelanjutan di Inggris sudah banyak ditawarkan

sebagian besar oleh universitas/college bagi yang ingin mengikuti jalur formal baik berupa

study days ataupun mengikuti modul-modul tertentu. Mereka tidak dapat menghindar dari

kegiatan ini, karena seperti yang dipersyaratkan oleh NMC (the Nursing and Midwifery

Council), perawat tidak dapat memperpanjang surat izin praktiknya bila tidak ada bukti

bahwa mereka telah cukup mengikuti pendidikan keperawatan berkelanjutan. Perawat juga

dapat mengikuti pendidikan berkelanjutan dengan cara belajar mandiri dari paket-paket yang

terakreditasi yang ditawarkan oleh RCN (The Royal College of Nurses). Banyak perawat

yang mengambil modul ini dalam rangka untuk mendapatkan ijazah S1-nya melalui degree

pathways tetapi banyak juga yang hanya mengambil modul tanpa ingin memperoleh ijazah

S1. Tentu saja hal-hal seperti ini membutuhkan kebijakan dan perangkat yang memadai.

Barangkali gagasan seperti ini dapat kita terapkan di Indonesia, sehingga perawat kita dapat

meningkatkan ilmunya sementara mereka masih tetap dapat bekerja, sehingga institusi

pelayanan tidak dirugikan dan kesejahteraan keluarga bagi perawat juga dapat dipertahankan

karena mereka tidak perlu meninggalkan keluarga mereka.

Terlepas dari jenjang pendidikan yang ditawarkan, sepertinya ada beberapa hal umum yang

dihadapi oleh semua pendidikan keperawatan baik menengah atau tinggi. Hal ini antara lain

disebabkan oleh berbagai perubahan sosial dan politik yang sama di tanah air kita. Berbagai

persoalan yang kiranya dapat kita pakai sebagai bahan kajian kita bersama adalah:

a. Upaya dalam mempertahankan mutu pendidikan keperawatan. Dalam 15 tahun terakhir,

jumlah institusi pendidikan keperawatan di Indonesia meningkat dengan cepat dan sering

kali hal ini menyulitkan kita untuk mengendalikan dan mempertahankan mutu

pendidikan. Walaupun sudah ada sistem akreditasi bagi institusi pendidikan kesehatan,

namun upaya ini dirasa masih jauh dari yang kita harapkan.

b. Arah dan kurikulum pendidikan keperawatan. Dalam situasi global saat ini, kita berharap

dapat mencetak tenaga keperawatan yang berkompetensi tinggi. Namun dampaknya, arah

Page 18: tugas kep. prof

pendidikan sering kali menjadi kabur dan muatan kurikulum menjadi tidak jelas.

Kurikulum seharusnya disusun dengan mendasarkan isi program pendidikan secara

seimbang untuk memenuhi kebutuhan setempat (provinsi/daerah), nasional dan

nternasional.

c. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pendidikan semakin meningkat secara umum,

namun tidak semua perawat dapat mengakses kesempatan ini karena berbagai faktor

antara lain persyaratan administratif, cara pengusulan, batasan usia dan pembatasan

jumlah peserta yang dapat diterima serta keterbatasan dana dan komitmen dengan

keluarga.

d. Keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas klinik. Jumlah doktor dan master keperawatan

masih sangat terbatas untuk kebutuhan pengajaran program sarjana keperawatan. Di

pengajaran jenjang diploma, penyediaan jumlah tenaga pengajar dengan kualifikasi

master (S2) dan sarjana keperawatan belum memadai. Hal ini juga terjadi di jenjang

pendidikan SPK. Selain keterbatasan tenaga pengajar, sumber fasilitas pendidikan belum

juga memadai seperti lahan praktik, peralatan laboratorium, dan buku-buku keperawatan

dan akses mahasiswa dalam menggunakan sarana elektronik (mis., jurnal-jurnal

keperawatan).

e. Siswa/mahasiswa keperawatan semakin dilibatkan dalam pengembangan kurikulum,

membuat aturan/kebijakan dan evaluasi program. Upaya ini walau nampaknya berjalan

lambat tetapi tetap mendapat perhatian. Perubahan sosial dan kedewasaan mahasiswa,

dengan tuntutan mereka untuk mempunyai bagian dalam program pendidikan

menyebabkan beberapa mahasiswa ikut aktif dalam pengendalian pengajaran maupun

administratif.

Page 19: tugas kep. prof

PERKEMBANGAN TEORI KEPERAWATAN

Perkembangan sistematik dari keperawatan menuju kepada keperawatan sebagai profesi,

bermula dari pandangan dan pernyataan dari Florence Nightingale yang mempunyai visi yang

sangat maju tentang keperawatan. Dalam perkembangan teori keperawatan selanjutnya, muncul

nama-nama besar ilmuwan keperawatan yang memberikan sumbangan yang sangat bermakna

dalam perkembangan keperawatan.

1. Hildegard E. Peplau (1952)

Teori yang dikembangkannya, yaitu keperawatan psikodinamik (psychodynamic nursing),

sangat dipengaruhi oleh model hubungan interpersonal, khususnya model psikoanalitik. Ia

melihat bahwa keperawatan adalah suatu proses interpersonal yang bersifat terapeutik

(significant therapeutic interpersonal process).

Menurut Peplau, keperawatan adalah therapeutic yang mempunyai seni penyembuhan dalam

membantu orang yang sakit atau orang yang membutuhkan perawatan kesehatan.

Keperawatan dapat dianggap sebagai proses interpersonal sebab melibatkan interaksi antara 2

atau lebih individu dengan tujuan tertentu.

Peplau mengenali 4 fase dalam hubungan interpersonal perawat-klien yang meliputi :

a. Fase orientasi

Fokusnya adalah fase menentukan atau menemukan masalah. Pertama kali perawat dan

pasien bertemu masih sebagai orang yang asing satu sama lain, pasien dan keluarganya

memiliki perasaan butuh bantuan profesional walaupun kebutuhan ini kadang-kadang

tidak dapat dikenali atau dimengerti oleh mereka. Pada fase ini paling penting adalah

perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan pasien dan keluarganya dalam

menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama mengenali, memperjelas dan

menentukan masalah yang ada. Setelah masalahnya diketahui, diambil keputusan

bersama untuk menentukan tipe/jenis bantuan apa yang diperlukan. Perawat sebagai

fasilitator dapat merujuk klien ke ahli lain sesuai dengan kebutuhan.

b. Fase identifikasi

Fase ini fokusnya memilih bantuan profesional yang sesuai. Pada fase ini pasien

merespon secara selektif ke orang-orang yang dapat memenuhi kebutuhannya, setiap

Page 20: tugas kep. prof

pasien mempunyai respons berbeda-beda pada fase ini. Respons pasien terhadap

keperawatan adalah :

1) Berpartisipasi dan interdependen dengan perawat,

2) Otonomi dan independen dari perawat,

3) Pasif dan dependen pada perawat.

c. Fase ekploitasi

Fase ini fokusnya adalah menggunakan bantuan profesional untuk alternatif pemecahan

masalah. Pelayanan yang diberikan berdasarkan minat dan kebutuhan dari pasien, pasien

mulai merasa sebagai bagian integral dari lingkungan pelayanan. Pada fase ini pasien

mulai menerima informasi-informasi yang diberikan padanya tentang penyembuhannya,

mungkin berdiskusi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada perawat,

mendengarkan penjelasan-penjelasan dari perawat, mendengarkan penjelasan-penjelasan

dari perawat dan sebagainya.

d. Fase resolusi

Fokusnya adalah mengakhiri hubungan profesional. Pasien dan perawat dalam fase ini

perlu untuk mengakhiri hubungan therapeutik mereka.

2. Florence Nightingale (1959)

Nightingale sebagai pioner era modern dalam pengembangan keperawatan, mengembangkan

teori keperawatan yang sangat dipengaruhi oleh pandangan filosofinya tentang interaksi

manusia/klien dengan lingkungannya. Ia melihat penyakit sebagai proses pergantian atau

perbaikan (reparative process). Upaya membantu proses perbaikan atau pergantian tersebut

dapat dilakukan dengan mengadakan manipulasi lingkungan eksternal. Manusia mempunyai

kemampuan alamiah terhadap proses penyembuhan.

3. Faye G. Abdellah (1960)

Abdella mendefinisikan keperawatan (nursing) sebagai pelayanan kepada individu dan

keluarga serta masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang

membentuk/menciptakan sikap dan kemampuan intelektual serta keterampilan teknik dari

individu sehingga mempunyai keinginan yang dalam dan kemampuan untuk menolong

manusia, baik sakit maupun sehat agar mampu menangani kebutuhan kesehatan.

Page 21: tugas kep. prof

4. Ida Jean Orlando (1961)

Ia menggunakan hubungan interpersonal sebagai landasan teorinya. Perhatian utamanya

adalah sifat unik dari setiap individu/klien, yaitu ekpresi klien, baik verbal maupun

nonverbal, menunjukkan/mengisyaratkan kebutuhan. Kegiatan atau tindakan keperawatan

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien. Teori keperawatan dari Orlando yang dikenal

sebagai “disciplined professional respons theory”, menekankan pada hubungan timbal balik

(reciprocal relationship) antara perawat dan pasien.

5. Ernestine Wiedenbach (1964)

Perhatian utamanya adalah aspek kiat atau aspek praktik dari keperawatan. Menurut

Wiedenbach keperawatan klinik (clinical nursing) mempunyai empat komponen, yaitu

filsafat (philosophy), kemanfaatan/kegunaan (purpose), praktik, dan kiat (art). Pandangan ini

yang melandasi pendapatnya bahwa pada praktik keperawatan terdapat tiga komponen, yaitu:

a. Mengidentifikasi kebutuhan klien/pasien;

b. Melaksnakan bantuan yang diperlukan; dan

c. Mengevaluasi dan menyatakan (mensahkan) bahwa bantuan yang diberikan memang

bermanfaat.

Teori keperawatan dari Wiedenbach ini kemudian dikenal sebagai “the helping art of clinical

nursing”.

6. Virginia Henderson (1966)

Teori Henderson berfokus pada individu yang berdasarkan pandangannya, yaitu bahwa

jasmani (body) dan rohani (mind) tidak dapat dipisahkan. Menurut pendapat Henderson,

manusia adalah unik dan tidak ada dua manusia yang sama. Kebutuhan dasar individu

tercermin dalam 14 komponen dari asuhan keperawatan dasar (basic nursing care).

Virginia Henderson (1966) mengidentifikasi 14 komponen dalam asuhan keperawatan dasar

(basic nursing care) pada tingkat asuhan individual, mengacu kepada aktivitas dalam

kehidupan sehari-hari dari seseorang; perawat membantunya dengan fungsi-fungsi ini, atau

membuat kondisi sehingga memungkinkan ia melakukan hal-hal berikut ini :

a. Bernafas normal

b. Minum dan makan secukupnya/adekuat

c. Eliminasi melalui berbagai cara eliminasi

Page 22: tugas kep. prof

d. Bergerak dan menjaga sikap/memelihara postur tubuh yang menyenangkan (berjalan,

duduk, berbaring, dan bertukar dari suatu posisi ke posisi lain)

e. Tidur dan istirahat

f. Memilih pakaian yang sesuai, berpakaian dan tidak berpakaian

g. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui penyesuaian pakaian dan

memodifikasi lingkungan

h. Menjaga tubuh bersih, terawat baik, dan melindungi kulit

i. Menghindari bahaya di lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain

j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, kecemasan,

dan lain sebagainya.

k. Mengerjakan sesuatu yang memberikan perasaan menyelesaikan sesuatu (sense of

accopmlishment)

l. Melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya

m. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi

n. Belajar menemukan atau memenuhi rasa ingin tahu yang menuju kepada pertumbuhan

normal dan sehat.

7. Mira Estrin Levine (1967)

Levine melihat individu sebagai makhluk utuh (holistic beings) yang memiliki kemampuan

merespons secara organismik sebagai upaya mengadaptasi diri terhadap lingkungan. Menurut

pandangannya, intervensi keperawatan adalah bantuan terhadap klien secara holistik dan

merupakan pusat kegiatan keperawatan, mempercepat proses adaptasi yang turut berperan

dalam proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Pada tahun 1973 ia mengemukakan 4

prinsip konservasi (conservation principles), yaitu:

a. Conservation of energy,

b. Conservation of structural integrity,

c. Conservation of personal integrity, dan

d. Conservation of social integrity.

8. Martha E. Roger (1970)

Dasar teori Roger adalah ilmu tentang asal usul manusia dan alam semesta seperti

antropologi, sosiologi, agama, filosofi, perkembangan sejarah dan mitologi. Teori Roger

Page 23: tugas kep. prof

berfokus pada proses kehidupan manusia secara utuh. Ilmu keperawatan adalah ilmu yang

mempelajari manusia, alam dan perkembangan manusia secara langsung.

Lima asumsi yang mendasari teori Roger, adalah sebagai berikut :

a. Manusia adalah kesatuan yang utuh, masing-masing mempunyai sifat dan karakter yang

berbeda serta mempunyai proses hidup yang dinamis.

b. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan; manusia adalah sistem terbuka, ia akan

memengaruhi dan dipengaruhi lingkungan sekitarnya.

c. Proses kehidupan manusia berjalan lambat, tidak dapat diubah dan tidak terarah, jalan

hidup tiap individu berbeda.

d. Identitas individu merupakan gambaran dari seluruh proses kehidupannya sehingga

perkembangan manusia dapat dilihat dari tingkah lakunya.

e. Manusia diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri.

9. Dorothea E. Orem (1971)

Orem melihat individu suatu kesatuan utuh yang terdiri atas suatu yang bersifat fisik,

psikologik dan sosial, dengan derajat kemampuan mengasuh diri sendiri (self care ability)

yang berbeda-beda. Berdasarkan pandangan ini, ia berpendapat bahwa kegiatan atau tindakan

keperawatan ditujukan kepada upaya memacu kemampuan mengasuh diri sendiri. Ia

menyatakan bahwa teorinya, yaitu “self-care deficit theory of nursing”, merupakan teori

umum (general theory).

Pada teori, ia menggambarkan kapan keperawatan diperlukan, keperawatan diberikan jika :

a. Kemampuan kurang dibandingkan dengan kebutuhan,

b. Kemampuan sebanding dengan kebutuhan, tetapi diprediksi untuk masa yang akan

datang kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan peningkatan kebutuhan.

Lima metode bantuan menurut Orem :

a. Bertindak untuk orang lain

b. Membimbing

c. Memberikan dukungan fisik maupun psikis

d. Menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan personal dalam

memenuhi kebutuhan saat ini dan yang akan datang

e. Mengajarkan

Page 24: tugas kep. prof

10. Imogene F. King (1971)

King memandang bahwa klien/pasien sebagai sistem perorangan (personal system) di dalam

lingkungan, sebagai makhluk yang mempunyai daya bereaksi (reacting beings), makhluk

yang berorientasi pada waktu (time-oriented beings), dan makhluk sosial (social beings) yang

mempunyai kemampuan untuk mempersepsikan berpikir, memilih, menetapkan tujuan, dan

memiliki kegiatan untuk mencapai tujuan, serta membuat keputusan. Keperawatan dilihat

sebagai aksi, reaksi, interaksi dan transaksi dari proses interpersonal. King mendefinisikan

keperawatan sebagai proses interaksi manusia (process of human interactions) antara perawat

dan klien yang berkomunikasi untuk menentukan tujuan, mengeksplorasi sumber yang

diperlukan untuk mencapai tujuan, mengeksplorasi sumber yang diperlukan untuk mencapai

tujuan, serta menyepakati sumber-sumber yang digunakan dalam mencapai tujuan. Teori

King dikenal sebagai “theory of goal attainment”.

11. Betty Newman (1972)

Newman mengemukakan model sistem (system model) dalam pendidikan dan praktik

keperawatan. Newman menggunakan pendekatan manusia utuh (total person approach),

dengan memasukkan konsep holistik, pendekatan sistem terbuka (open system), dan konsep

“stressor”.

Model ini menganalisis interaksi empat variabel penunjang komunitas yang meliputi fisik,

psikologi, sosial kultural dan spiritual. Adapun tujuan keperawatan adalah stabilitas klien dan

keluarga dalam lingkungan yang dinamis.

Empat konsep mayor dari teori newman :

a. Manusia. Manusia merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari keseimbangan

yang harmoni dan merupakan satu kesatuan dari variable-variabel fisiologis, psikologis,

sosiokultural, perkembangan, dan spiritual.

b. Lingkungan. Lingkungan adalah semua kekuatan, baik internal dan eksternal yang dapat

memengaruhi hidup dan perkembangan klien atau sistem klien.

c. Keperawatan. Secara umum, keperawatan merupakan profesi yang unik, mencakup

tentang respons manusia terhadap stresor yang merupakan konsep yang utama untuk

mencapai stabilitas pasien. Newman mendefinisikan parameter dari keperawatan adalah

individu, keluarga dan kelompok dalam mempertahankan tingkat yang maksimal dari

sehat dengan intervensi untuk menghilangkan stres dan menciptakan kondisi yang

Page 25: tugas kep. prof

optimal bagi pasien intervensi keperawatan bertujuan untuk menurunkan stresor melalui

pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

d. Kesehatan. Kesehatan adalah keadaan yang adekuat dalam suatu sistem stabilitas yang

merupakan keadaan yang baik. Sehat adalah kondisi terbebasnya dari gangguan

pemenuhan kebutuhan dan sehat merupakan keseimbangan yang dinamis sebagai dampak

dari keberhasilan menghindari atau mengatasi stresor.

12. Faye G. Abdellah (1973)

Kontribusi Abdellah dalam teori keperawatan adalah pemanfaatan secara sistematik dari data

riset dalam merumuskan dan memfasilitasi 21 masalah keperawatan. Model keperawatannya

berdasarkan metode pemecahan masalah.

13. Sister Callista Roy (1976)

Roy memandang individu sebagai makhluk bio-psiko-sosial yang harus dilihat sebagai suatu

kesatuan utuh yang secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan, berespons terhadap

lingkungan, dan beradaptasi dengan lingkungan. Keperawatan dilihat sebagai kegiatan atau

tindakan yang ditujukan pada upaya menghilangkan stimuli dan memacu kemampuan

adaptasi dari individu. Model keperawatan yang dikembangkannya selanjutnya dikenal

sebagai “adaptation model”.

14. Madeleine Leiniger (1981)

Leiniger menekankan bahwa mengasuh (caring) adalah tema sentral dari asuhan

keperawatan, serta pengetahuan dan praktik keperawatan. Teorinya tentang keperawatan

berdasarkan antropologi, adalah teori keperawatan lintas-budaya (Transcultural care theory)

yang menekankan bahwa perilaku, nilai dan keyakinan individual dan kelompok berdasarkan

kebutuhan kulturalnya harus diperhatikan, agar asuhan keperawatan yang diberikan

kepadanya efektif dan memuaskan.

Dari uraian sepintas di atas digambarkan teori dalam keperawatan yang terjadi dengan pesat.

Dan hal ini akan terus berlangsung, bahkan mungkin dalam kecepatan yang lebih tinggi,

mengingat bahwa perkembangan ilmu-ilmu yang menopang ilmu keperawatan juga

berkembang dengan pesat.

Page 26: tugas kep. prof

PERAWAT KE ARAH INDIVIDU

1. Praktik Keperawatan Mandiri

Menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan (1992) praktek keperawatan adalah tindakan

mandiri perawat profesional atau ners melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif baik

dengan klien maupun tenaga kesehatan lain dalam upaya memberikan asuhan keperawatan

yang holistic sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan,

termasuk praktik keperawatan individu dan berkelompok. Sementara pengetahuan teoritik

yang mantap dan tindakan mandiri perawat profesional dengan menggunakan pengetahuan

teoritik yang mantap dan kokoh mencakup ilmu dasar dan ilmu keperawatan sebagai

landasan dan menggunakan proses keperawatan sebagai pendekatan dalam melakukan

asuhan keperawatan (pojok keperawatan CHS, 2002).

2. Tujuan Praktik Keperawatan Mandiri

Tujuan praktik keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985) haru diupayakan pada

pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, keluarga dan masyarakat, perawatan diri,

dan peningkatan kepercayaan diri.

Praktik keperawatan meliputi lima area yang terkait dengan kesehatan (kozier & Erb, 1999),

yaitu :

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)

Peningkatan Kesehatan adalah kerangka aktivitas keperawatan. Kesadaran diri klien,

kesadaran kesehatan, keterampilan kesehatan dan penggunaan semua sumber yang

dipertimbangkan sebagai perawatan yang di berikan oleh perawat. Peningkatan kesehatan

membantu masyarakat dalam mengembangkan sumber untuk memelihara atau

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Tujuan kesehatan yang ingin

diwujudkan adalah mencapai derajat kesehatan yang optimal. Fokus peningkatan

kesehatan diarahkan untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan umum individu

keluarga dan komunitas.

Page 27: tugas kep. prof

b. Pencegahan penyakit

Aktivitas pencegahan penyakit secara objektif untuk mengurangi risiko penyakit,

untuk meningkatkan kebiasaan kesehatan yang baik dan untuk mempertahankan fungsi

individu secara optimal.

c. Pemeliharaan kesehatan (Health Maintenance)

Kegiatan keperawatan dalam pemeliharaan kesehatan adalah kegiatan yang

membantu klien memelihara status kesehatan mereka. Perawat melakukan aktivitas untuk

membantu masyarakat mempertahankan status kesehatannya.

d. Pemulihan kesehatan (Health Restoration)

Pemulihan kesehatan berarti perawat membantu pasien meningkatkan kesehatan

setelah pasien memiliki masalah kesehatan atau penyakit.

e. Perawatan pasien menjelang ajal

Area praktik keperawatan ini mencakup perawat memberikan rasa nyaman dan

merawat orang dalam keadaan menjelang ajal. Kegiatan dapat dilakukan di rumah sakit,

rumah, dan fasilitas kesehatan lainnya.

3. Unsur - Unsur Praktik Keperawatan Mandiri

Walaupun praktik keperawatan itu kompleks, ia juga dinamis, selalu merespon terhadap

perubahan kebutuhan kesehatan, dan terhadap kebutuhan-kebutuhan perubahan sistem

pelayanan kesehatan. Menurut WHO (1996), unsur-unsur inti keperawatan tergambarkan

dalam kegiatan-kegiatan berikut :

1. Mengelola kesehatan fisik dan mental serta kesakitan, kegiatannya meliputi pengkajian,

monitoring, koordinasi dan mengelola status kesehatan setiap saat bekerjasama dengan

individu, keluarga maupun masyarakat. Perawatan mengkaji kesehatan klien, mendeteksi

penyakit yang akut atau kronis, melakukan penelitian dan menginterpretasikannya,

memilih dan memonitor interprensi tarapeutik yang cocok, dan melakukan semua ini

dalam hubungan yang suportif dan carring. Perawat harus bisa memutuskan kapan klien

dikelola sendiri dan kapan harus dirujuk ke profesi lain.

2. Memonitor dan menjamin kualitas praktik pelayanan kesehatan. Tanggung jawab

terhadap kegiatan-kegiatan praktik professional, seperti memonitor kemampuan sendiri,

memonitor efek-efek intervensi medis, mensupervisi pekerjaan-pekerjaan personil yang

Page 28: tugas kep. prof

kurang terampil dan berkonsultasi dengan orang yang tepat. Karena ruang lingkup dan

kompleksitas praktik keperawatan maka diperlukan keterampilan-keterampilan dan

pemecahan masalah, berfikir kritis serta bertinfak etis dan legal terhadap kualitas

pelayanan yang diberikan dan tidak diskriminatif.

3. Memberikan bantuan dan caring. Caring adalah bagian yang terpenting dalam praktik

keperawatan. Bantuan termasuk menciptakan suasana penyembuhan, memberikan

kenyamanan membangun hubungan dengan klien melalui asuhan keperawatan. Peran

membantu seharusnya menjamin partisipasi penuh dari klien dalam perencanaan asuhan,

pencegahan, dan treatmen dan asuhan yang diberikan. Perawat memberikan informasi

penting mengenai proses penyakit, gejala-gejalanya, dan efek samping pengobatan.

4. Penyuluhan-penyuluhan kepada individu, keluarga maupun masyarakat mengenai

masalah-masalah kesehatan adalah fungsi penting dalam keperawatan.

5. Mengorganisir dan mengola sistem pelayanan kesehatan. Perawat berpartisipasi dalam

membentuk dan mengola sistem pelayanan kesehatan, ini termasuk menjamin kebutuhan

klien terpenuhi, mengatasi kekurangan staf, menghadapi birokrasi, membangun dan

memelihara tim terapeutik, dan mendapatkan asuhan spesialis untuk pasien. Perawat

bekerja intersektoral dengan rumah sakit, puskesmas, institusi pelayanan kesehatan lain,

dan sekolah. Profesi keperawatan harus mempengaruhi strategi kebijaksanaan kesehatan,

baik tingkat local, regional maupun internasional, aktif terlibat dalam program

perencanaan, pengalokasian dana, mengumpulkan, menganalisis dan memberikan

informasi kepada semua level.

4. Praktik Keperawatan di Rumah (Home Versing Practice / Home Care)

Di beberapa negara maju, “home care” (perawatan di rumah), bukan merupakan konsep

yang baru tapi telah dikembangkan oleh William Rathbon sejak tahun 1859 yang dia

namakan perawatan di rumah dalam bentuk kunjungan tenaga keperawatan ke rumah untuk

mengobati klien yang sakit dan tidak bersedia dirawat di rumah sakit. Dari beberapa literatur

pengertian “home care” adalah perawatan di rumah merupakan lanjutan asuhan keperawatan

di rumah sakit yang sakit termasuk dalam rencana pemulangan (discharge planning) dan

dapat dilaksanakan oleh perawat dari rumah sakit semula, oleh perawat komunitas dimana

pasien berada, atau tim keperawatan khusus yang menangani perawatan di rumah. Menurut

Page 29: tugas kep. prof

Warola, 1980 dalam pengembangan Model Praktik Mandiri Keperawatan di rumah yang

disusun oleh PPNI dan Depkes, home care adalah pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan

pasien individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, disediakan oleh pemberi

pelayanan yang diorganisir untuk memberi pelayanan di rumah melalui staf atau pengaturan

berdasarkan kerja (kotrak).

Mekanisme Perawatan Kesehatan Di Rumah

Pasien atau klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat merupakan

rujukan dari klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun puskesmas. Namun

pasien atau klien dapat langsung menghubungi agensi pelayanan keperawatan di rumah atau

praktik keperawatan perorangan untuk memperoleh pelayanan.

Mekanisme yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pasien atau klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu oleh

dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di rawat di rumah atau tidak.

2. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka

di lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari pengelola atau

agensi perawatan kesehatan dirumah, kemudia bersama-sama klien dan keluarga, akan

menentukan masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat

kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga

mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem pembayaran, serta jangka

waktu pelayanan.

3. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksanaan keperawatan dirumah baik

dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh pengelola

perawatan di rumah. Pelayanan dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus,

setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh

koordinator kasus.

4. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap

pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.

Page 30: tugas kep. prof

Persayaratan pasien atau klien yang menerima pelayanan perawatan dirumah :

1. Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggung jawab atau menjadi pendamping

bagi klien dalam berinteraksi dengan pengelola.

2. Bersedia menandatangai persetujuan setelah diberikan informasi (Informed Consent).

3. Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan kesehatan dirumah

untuk memenuhi kewajiban, tanggung jawab, dan haknya dalam menerima pelayanan.

5. Lingkup Praktik Keperawatan Di Rumah.

Lingkup praktik keperawatan mendiri meliputi asuhan keperawatan perinatal, asuhan

keperawatan neonantal, asuhan keperawatan anak, asuhan keperawatan dewasa, dan asuhan

keperawatan maternitas, asuhan keperawatan jiwa dilaksanakan sesuai dengan lingkup

wewenang dan tanggung jawabnya. Keperawatan yang dapat dilakukan dengan :

1. Melakukan keperawatan langsung (direct care) yang meliputi pengkajian bio-psiko-sosio-

spiritual dengan pemeriksaan fisik secara langsung, melakukan observasi, dan wawancara

langsung, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan, dan melaksanakan

tindakan keperawatan yang memerlukan ketrampilan tertentu untuk memenuhi kebutuhan

dasar manusia yang menyimpang, baik tindakan-tindakan keperawatan atau tindakan-

tindakan pelimpahan wewenang (terapi medis), memberikan penyuluhan dan konseling

kesehatan dan melakukan evaluasi.

2. Mendokumentasikan setiap tindakan pelayanan yang di berikan kepada klien,

dokumentasi ini diperlukan sebagai pertanggungjawaban dan tanggung gugat untuk

perkara hukum dan sebagai bukti untuk jasa pelayanan keperawatan yang diberikan.

3. Melakukan koordinasi dengan tim yang lain kalau praktik dilakukan secara berkelompok.

4. Sebagai pembela atau pendukung (advokat) klien dalam memenuhi kebutuhan asuhan

keperawatan klien di rumah dan bila diperlukan untuk tindak lanjut kerumah sakit dan

memastikan terapi yang klien dapatkan sesuai dengan standart dan pembiayaan terhadap

klien sesuai dengan pelayanan atau asuhan yang diterima oleh klien.

5. Menentukan frekwensi dan lamanya keperawatan kesehatan di rumah dilakukan,

mencakup berapa sering dan berapa lama kunjungan harus di lakukan.

Page 31: tugas kep. prof

SEGI PELAYANAN

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk

pelayanan bio-psiko-soiso-spiritual yang komprehensif, di tujukan kepada individu, keluarga,

dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Pelayanan keperawatan yang di berikan berupa bantuan karena adaya kelemahan fisik dan

mental, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan

melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

1. Kualitas Pelayanan Keperawatan

Kualitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh banyak institusi kesehatan

hampir selalu dapat memuaskan pasien, maka dari itu sering disebut sebagai pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Salah satu definisi menyatakan bahwa kualitas pelayanan

kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit, memberi pelayanan yang sesuai

dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima oleh pasiennya.

Aspek-aspek kualitas pelayanan keperawatan

Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan

adalah :

a. Keandalan (reliability)

Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan

memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan

kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.

b. Ketanggapan (responsiveness)

Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu konsumen dan memberikan

pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan dan

mengatasi kebutuhan-kebutuhan.

Page 32: tugas kep. prof

c. Jaminan (assurance)

Mencangkup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang

dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi,

percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).

d. Empati atau kepedulian (emphaty)

Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami

kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap konsumen,

melayani konsumen dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi konsumen,

berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.

e. Bukti langsung atau berujud (tangibles)

Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan baik teratur

rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau peralatannya dan alat

komunikasi.

Sedangkan menurut Depkes RI (dalam Onny, 1985) telah menetapkan bahwa pelayanan

perawatan dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada

pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek

penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komuniksi dan kerjasama. Selanjutnya masing-

masing aspek dijelaskan sebagai berikut:

a. Aspek penerimaan

Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa

semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa

membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga

pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus

memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.

b. Aspek perhatian

Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu

bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan

kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan

peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan

pasien.

Page 33: tugas kep. prof

c. Aspek komunikasi

Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik

dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara

pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.

d. Aspek kerjasama

Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik

dengan pasien dan keluarga pasien.

e. Aspek tanggung jawab

Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan

waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.

Joewono (2003) menyebutkan adanya delapan aspek yang perlu diperhatikan dalam

pelayanan yaitu:

a. Kepedulian, seberapa jauh perusahaan memperhatikan emosi atau perasaan konsumen.

b. Lingkungan fisik, aspek ini menunjukkan tingkat kebersihan dari lingkungan yang akan

dinikmati konsumen, ketika mereka menggunakan produk.

c. Cepat tanggap, aspek yang menunjukkan kecepatan perusahaan dalam menanggapi

kebutuhan konsumen.

d. Kemudahan bertransaksi, seberapa mudah konsumen melakukan transaksi dengan

pemberi servis.

e. Kemudahan memperoleh informasi, seberapa besar perhatian perusahaan untuk

menyajikan informasi siap saji.

f. Kemudahan mengakses, seberapa mudah konsumen dapat mengakses penyedia servis

pada saat konsumen memerlukannya.

g. Prosedur, seberapa baik prosedur yang harus dijalankan oleh konsumen saat berurusan

dengan perusahaan.

h. Harga, aspek yang menentukan nilai pengalaman servis yang dirasakan oleh konsumen

saat berinteraksi dengan perusahaan.

Sedangkan Soegiarto (1999) menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri jasa

pelayanan, yaitu :

a. Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas waktu

standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang sudah ditentukan waktunya.

Page 34: tugas kep. prof

b. Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan konsumen.

Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu tepat memberikan

bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.

c. Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu

poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu memperhatikan keamanan pasien

dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien sehingga memberikan rasa

aman kepada pasien.

d. Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat pelanggan

menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam menerima keluhan tanpa emosi

yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan menyukai pelayanan dari perawat.

e. Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Pasien yang

membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap maupun situasi dan kondisi yang

nyaman sehingga pasien akan merasakan kenyamanan dalam proses penyembuhannya.

Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kualitas

pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut :

a. Penerimaan meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum,

menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima

pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya,

sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan

perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.

b. Perhatian, meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu

bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan

kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan

peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan

pasien.

c. Komunikasi, meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik

dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara

pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.

d. Kerjasama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik

dengan pasien dan keluarga pasien.

Page 35: tugas kep. prof

e. Tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu

mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam

bertindak.

2. Jenis Pelayanan Keperawatan Di Rumah

Jenis pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :

a. Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak di

laksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu di

rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan untuk

meningkatkan kesehatan dan mencegah tingkat keparahan sehingga tidak perlu dirawat di

rumah sakit.

b. Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada pomosi dan prevensi.

Pelayanannya mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana bayinya setelah

melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia beradaptasi

terhadap proses menua, serta tentang diit mereka.

c. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit-penyakit

terminal misalnya kanker, penyakit-penyakit kronis seperti diabet, stroke, hipertensi,

masalah-masalah kejiwaan, dan asuhan pada anak.

Page 36: tugas kep. prof

PERJALANAN KEPERAWATAN

Dalam perjalanan keprofesionalismeannya, ternyata keprofesionalismean keperawatan sulit

tercapai bila pendidikan vocational lebih banyak dari pada pendidikan yang bersifat

profesionalisme, dalam hal ini pendidikan tinggi keperawatan. Oleh karena itu, diperlukan

adanya standarisasi kebijakan tentang pendidikan keperawatan yang minimal berbasis S1

Keperawatan.

Terkait hal tersebut, Direktorat Pendidikan Tinggi mengeluarkan SK No 427/ dikti/ kep/

1999, tentang landasan dibentuknya pendidikan keperawatan di Indonesia berbasis S1

Keperawatan. SK ini didasarkan karena keperawatan yang memiliki “body of knowladge” yang

jelas, dapat dikembangkan setinggi-tingginya karena memilki dasar pendidikan yang kuat. Selain

itu, jika ditelaah lagi, penerbitan SK itu sendiri tentu ada pihak-pihak yang terkait yang

merekomendasikannya, dalam hal ini yakni Departemen Kesehatan ( DepKes) dan Persatuan

Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Jika dilihat dari hal ini, maka dapat disimpulkan adanya

kolaborasi yang baik antara Depkes dan PPNI dalam rangka memajukan dunia keperawatan di

Indonesia.

Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan oleh Depkes yang sangat merugikan dunia keperawatan, termasuk kebijakan

mengenai dibentuknya pendidikan keperawatan DIV di Politeknik-politeknik kesehatan

(Poltekes), yang disetarakan dengan S1 Keperawatan, dan bisa langsung melanjutkan ke

pendidikan strata dua (S2) dan juga. Padahal beberapa tahun lalu telah ada beberapa Program

Studi Ilmu Keperawatan di negeri ini seperti PSIK Univesitas Sumatera Utara dan PSIK

Universitas Diponegoro yang telah membubarkan dan menutup pendidikan DIV Keperawatan

karena sangat jelas menghambat perkembangan profesi keperawatan.

Selain itu masih beraktivitasnya poltekes-poltekes yang ada di Indonesia sekarang ini yang

sebetulnya melanggar hukum Sistem Pendidikan Nasional yang ada tentang pendirian Poltekes,

yakni Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Kedinasan, di mana pendirian

Poltekes yang langsung berada dalam wewenang Depkes bertujuan dalam rangka mendidik

pegawai negeri atau calon pegawai negeri di bidang kesehatan, sehingga setelah lulus, lulusan-

lulusan Poltekes tersebut akan langsung diangkat menjadi pegawai negeri. Sedangkan saat ini,

Page 37: tugas kep. prof

Poltekes bukan lagi merupakan Lembaga Pendidikan Kedinasan, sehingga para lulusannya tidak

lagi mendapat ikatan dinas menjadi pegawai negeri. Oleh karena itu seharusnya Poltekes-

poltekes yang sekarang ada ini tidak dapat lagi melakukan aktivitasnya memberikan pendidikan

keperawatan.

Selain itu akhir-akhir ini Depkes telah membuat kebijakan yang mengghentikan utilisasi S1

Keperawatan, dan walaupun masih ada, mereka dijadikan perawat-perawat S1 yang siap dikirim

ke luar negeri. Hal ini bertujuan untuk ”menggoalkan” DIV Keperawatan. Profesi Keperawatan

secara sedikit demi sedikit melalui cara-cara yang sistematis dibawa pada jurang kehancuran.

Tentunya kita sebagai calon-calon perawat profesional di masa depan tidak akan membiarkan

profesi kita tidak dihargai di masa depan dan pelayanan kesehatan yang diterapkan sangat jauh

dari pelayanan kesehatan standar yang seharusnya didapat oleh bangsa ini.

Kini bangsa Indonesia diantara derasnya Reformasi, profesi perawat masih harus segera

membeli seperangkat “alat material” untuk membenahi tatanan kehidupan baru dengan suara

yang satu semangat solidaritas. Profesi kita sedang diuji dari zaman kezaman terus saja menimpa

profesi kita, kini puncak akumulasi permasalahan telah tiba mari kita rubah, tengoklah beberapa

fakta yang terjadi dulu hingga kini :

Pertama, Perawat masih dijadikan warga kelas dua dinegeri sendiri dengan bukti masih

banyaknya tenaga perawat yang menjalani tenaga Honorer atau tenaga kontrak (PKWT).cobalah

anda Check sendiri fakta ini di rumah-rumah sakit, poliklinik, tambang-tambang, pengeboran

minyak, puskesmas dan sarana-sarana Agency penyedia jasa tenaga kerja ( outsourching ) yang

nota bene penyalur perawat di berbagai kota besar di Indonesia.masih saja menjalani praktek –

praktek tak senonoh berbentuk perbudakan moden ( modern slavery ) ini jelas melanggar

konstitusi kita, amanat UU No.13 tahun 2003 dan KepMenakerTrans No.100 tahun 2004

melarang untuk melakukan tindakan kontrak/honor atau bahkan PHL ( Pekerja Harian Lepas ).

Tenaga kontrak sesungguhnya hanya diperuntukkan bagi buruh yang melakukan pekerjaan yang

berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam

percobaan atau penjajakan itu pun hanya berlaku 2 tahun plus satu tahun sedangkan tenaga

harian lepas untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam waktu dan volume pekerjaan

serta upah didasarkan pada kehadiran. Praktek-praktek ini masih banyak menimpa para perawat

Indonesia karena lemahnya posisi tawar (bargaining position ) perlu diketahui bahwa perawat

Page 38: tugas kep. prof

haram hukumnya untuk dikontrak terlebih menggunakan pihak ketiga, perawat secara tupoksi

mengerjakan pekerjaan tetap dengan frekwensi terus-menerus dan bukan mengerjakan barang

yang sedang diuji cobakan.perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan

formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan oleh

pemerintah. (AD/ART PPNI/INNA Munas VII manado) ia adalah tenaga professional dibidang

perawatan kesehatan, ia bertanggung jawab atas perawatan, perlindungan dan pemulihan, ia

berperan dalam pemeliharaan pasien gawat darurat yang mengancam nyawa, dan ia terlibat

dalam riset medis dan perawatan sementara keperawatan adalah bentuk pelayanan professional

yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat

keperawatan. Ini adalah bentuk bantuan karena adanya kelemahan fisik dan atau mental dan

bantuan atas ketidakmampuan melakukan kegiatan sehari-hari.

Kedua, Harga diri perawat kian hari kian diinjak-injak tanpa pengakuan sama sekali, perawat

bekerja secara terus-menerus 24 Jam dengan 2-3 Shift dengan segala resiko yang mengancam,

norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja ( UU 13/2003 pasal 85/86 ) tidak dijalankan oleh

pemerintah melalui instansi-instansi yang mempekerjakan perawat hal ini diperparah lagi dengan

sistem jaminan sosial yang tidak pernah merata, antara resiko dan pendapatan tidak berimbang,

penghasilan/financial perawat dari dahulu hingga kini tak banyak mengalami suatu perubahan

yang signifikan. Ini artinya professi perawat Indonesia lagi-lagi termarginalkan. Jika kita ingat

kembali memori lama kita tentang peristiwa bencana alam / korban masal yang silih berganti

menimpa bangsa kita justru tenaga Perawatlah yang dijadikan ujung tombak dalam garda medis

bencana alam, berapa juta kasus yang sudah perawat tangani hinggi kini tak pernah dilihat oleh

pemerintah namun mereka rasakan, mereka merasakan ketika keluarga mereka sedang dirawat,

mereka rasakan ketika suatu beban pekerjaan mereka dapat terselesaikan oleh perawat sehingga

tak jarang karir dan jabatan mereka meroket karena jasa perawat. Berapa banyak pula kasus-

kasus yang diangkat dipermukaan menyangkut kesejahteraan perawat di Rumah-rumah sakit, di

Jakarta sudah terjadi Di RSU UKI, RS HAJI, RS Mata, AGD 118, RS DUREN SAWIT dan

masih banyak lagi ibarat fenomena gunung es, yang menyoalkan masalah kesejahteraan,

kejadian ini akan terus berlanjut sampai kapanpun sebelum nasib perawat dan keluarganya

diperhatikan dan dibuatkan suatu aturan secara definitive untuk kesejahteraan para perawat.suatu

perbandingan perawat Indonesia dengan perawat Kuwait yang mendapat gaji berkisar antara

Page 39: tugas kep. prof

Rp.10 juta s/d 14 juta perbulan, sedangkan rekan sejawat yang bekerja di Indonesia maksimum

hanya Rp.800.000 s/d 1,5 jt perbulan ( data ketua PPNI yang bekerja dikuwait ),sekarang marilah

kita tengok perbandingan gaji DPR disenayan, mereka sudah seringkali meneriakkan persetaraan

gaji / study dengan DPR di jepang dan korea padahal gaji mereka sudah melebihi dari kebutuhan

hidup, mengapa kita para perawat Indonesia tidak meneriakkan hal yang serupa?? Mungkin ini

salah satu penyebab mengapa profesi lain memandang sebelah mata profesi perawat, selayaknya

sesama tenaga kesehatan dengan standart pendidikan yang setara harus bersanding berdiri sejajar

dengan profesi lain, kalau mereka bisa kenapa perawat tidak? ini tidak boleh dibiarkan berlarut-

larut harus ada upaya kuat dan sama-sama kita perjuangkan dengan beberapa cara diantaranya

dengan menggulirkan Upah Minimum sector Provinsi ( UMSP ) dibidang keperawatan, UU

Ketenangakerjaan nomor 13 tahun 2003 telah mengamanatkan bahwa upah minimum harus

didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Justru pemerintah telah melanggar ketentuan

ini. Melalui Peraturan Menteri Nomor 17, tahun 2005 PER-17/MEN/VIII/2005, komponen KHL

hampir tidak pernah diterapkan di keperawatan,bahkan masih banyak perawat dengan gaji

dibawah rata-rata UMP/R/S Akhirnya Kepmen 17/2005 menjadikan UPAH LAYAK bagi

perawat, hanyalah omong kosong belaka. Perawat Indonesia harus mendapatkan kesejahteraan

yang sama Seperti halnya upah PNS, TNI dan Polri, Upah Layak ini berlaku secara nasional.

Pengabdian perawat sama dengan mereka bahkan lebih berat dari mereka. Upah Layak perawat

selain memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, Apakah tuntutan ini berlebihan? TIDAK!!.

Kemudian segera bentuk unit-unit organisasi yang efektif untuk melakukan perlawanan yang

serius.selain dari pada itu standart kompetensi melalui pengesahan UU praktik

keperawatan.kemudian dibuka pintu eksodus selebar-lebarnya keluar negeri bagi perawat,

dengan eksodus maka profesi perawat akan dipandang unggul dan dibutuhkan Negara ,

sebagaimana yang telah terjadi di Philipine dimana seorang dokter spesialis, pengacara, arsitek,

profesi lainya berbondong-bondong kuliah keperawatan karena profesi ini pandang unggul dan

terhormat (data PPNI) maka dari itu ayo bangkit dan lawan ketidak adilan ini.

Ketiga, Lemahnya perlindungan Hukum dan persamaan pengakuan profesi dimata Publik. UU

No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan menegaskan bahwa ada pengakuan profesi keperawatan,

ada suatu perbedaan kewenangan profesi antara dokter dan perawat. Hal ini seyogyanya menjadi

acuan dalam penguatan Legal aspek profesi perawat dimata publik, namun rasanya UU dan

Page 40: tugas kep. prof

keputusan menteri kesehatan tersebut belum lah cukup menjawab semua tantangan global yang

saat ini mengancam sendi kehidupan segenap anak bangsa, perawat memberikan kontribusi yang

begitu besar terhadap bangsa ini,tokoh keperawatan Dunia Florence nightingle dan Siti Rufaidah

telah merubah dunia dengan konsep kasih sayangnya secara holistic ditengah-tengah kecamuk

perang dunia ke II waktu itu. Lemahnya perlindungan Hukum terhadap perawat Indonesia sangat

jelas terlihat ketika para tenaga peawat yang sedang mengalami gugatan Hukum tak terbela,

misalnya perawat AGD Dinkes DKI Jakarta yang sedang menjalankan tugas kemanusiaan dini

hari ( 1-6-08 ) di tabrak oleh oknum artis ibukota dan hingga kini kasusnya gantung di

Pengadilan tinggi negeri jaksel tanpa ada advokasi dari pemerintah, itu adalah contoh kecil yang

terjadi dan barangkali masih banyak kasus baik di dalam maupun diluar negri yang tak terungkap

akibat sikap kelalaian pemerintah.

Page 41: tugas kep. prof

DAFTAR PUSTAKA

Kusnanto,S.Kp, M.Kes. 2003.Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :

EGC

Priharjo, Robert. 2008. Konsep dan Perspektif Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC

http://klinis.wordpress.com/2007/12/28/kualitas-pelayanan-keperawatan/

http://oknurse.wordpress.com/2009/09/02/praktik-mandiri-perawat/

http://te-in.facebook.com/topic.php?uid=52607945966&topic=12634