Tugas Jurnal Agama Islam

53
ISLAM DAN PERADABAN TEGUH SETYO PURWANTO - 21010113120122 SEJARAH PERADABAN ISLAM A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Islam adalah sebuah kemajuan, hal tersebutlah yang telah menjadi catatan dalam sejarah peradaban umat manusia. Sebuah peradaban yang oleh Seyyed Hossein Nasr dikatakan sebagai Peradaban yang didasarkan pada kewahyuan Nabi Muhammad, kesederhanan ritual agama warisan Adam dan Ibrahim, Pembaharuan atas primordialisme Arab dan Persatuan Umat. Kemajuan ini telah menjadi api obor yang menerangi peradaban manusia dari kegelapan peradaban. Dibandingkan dengan peradaban Eropa, peradaban Islam justru menjadi cahaya baru bagi era Renaissance dan Revolusi sains yang lebih luas. Islam dan kelompok pemikirnya seakan merambah dan mempengaruhi kaum ilmuwan Eropa, yang terbilang sedikit, melalui sains. Kota-kota muslim seperti : Baghdad, Damascus, Cairo, Cordoba dan Qum telah lahir sebagai pusat – pusat peradaban dunia dengan segala kemajuan sainsnya seperti : Fisika, Matematika, Metafisika, Filsafat, Astronomi, Sastra, dll. Situasi yang bertolak belakang justru terjadi di Eropa. Kegagalan gereja Katolik, sebagai sebuah institusi terkuat di Eropa, untuk melahirkan pembaruan-pembaruan ilmu pengetahuan justru membentuk radikalisasi Eropa yang berujung pada Perang Salib. Tak berlebihan kiranya A. Lewis menjelaskan bahwa tentara

description

Tugas Jurnal Agama Islam

Transcript of Tugas Jurnal Agama Islam

ISLAM DAN PERADABAN

ISLAM DAN PERADABANTEGUH SETYO PURWANTO - 21010113120122

SEJARAH PERADABAN ISLAM

A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL

Islam adalah sebuah kemajuan, hal tersebutlah yang telah menjadi catatan dalam sejarah peradaban umat manusia. Sebuah peradaban yang oleh Seyyed Hossein Nasr dikatakan sebagai Peradaban yang didasarkan pada kewahyuan Nabi Muhammad, kesederhanan ritual agama warisan Adam dan Ibrahim, Pembaharuan atasprimordialisme Arab dan Persatuan Umat. Kemajuan ini telah menjadi api obor yang menerangi peradaban manusia dari kegelapan peradaban. Dibandingkan dengan peradaban Eropa, peradaban Islam justru menjadi cahaya baru bagi eraRenaissance dan Revolusi sains yang lebih luas. Islam dan kelompok pemikirnya seakan merambah dan mempengaruhi kaum ilmuwan Eropa, yang terbilang sedikit, melalui sains. Kota-kota muslim seperti : Baghdad, Damascus, Cairo, Cordoba dan Qum telah lahir sebagai pusat pusat peradaban dunia dengan segala kemajuan sainsnya seperti : Fisika, Matematika, Metafisika, Filsafat, Astronomi, Sastra, dll. Situasi yang bertolak belakang justru terjadi di Eropa. Kegagalan gereja Katolik, sebagai sebuah institusi terkuat di Eropa, untuk melahirkan pembaruan-pembaruan ilmu pengetahuan justru membentuk radikalisasi Eropa yang berujung pada Perang Salib. Tak berlebihan kiranya A. Lewis menjelaskan bahwa tentara perang salib adalah Manusia yang haus darah dan bukan manusia yang haus akan ilmu. Akan tetapi disinilah mulai terjadi pergeseran titik peradaban manusia, dari Islam bergeser ke Eropa.Hal ini yang membuat saya tertarik memilih jurnal Sejarah Peradaban Islam untuk ditelaah dan dipelajari karena dengan mempelajari sejarah akan lebih mengetahui dengan mendalam tentang proses munculnya peradaban islam, dan dapat menjadi penerus bagi peradaban-peradaban sebelumnya.

B. SUBSTANSI JURNAL

Hadirnya Sebuah PeradabanTitik penting dari kelahiran sains dalam peradaban Islam dimulai dengan penerjemahan karya-karya klasik sains dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, yang diawali oleh Hunayn ibn Ishaq (809-873) dan kemudian diteruskan oleh Ishaq, Hubaish dan Isa bin Yahia. Perkembangan ini kemudian memicu penerjemahan berbagai karya karya sains seperti Matematika dari India dan Cina, sedangkan karya karya dalam bidang kedokteran banyak diterjemahkan dari Persia. Pertukaran dan transformasi sains merupakan hal yang biasa dalam Peradaban Islam. Sebagaimana kita dapat melihat betapa terbukanya kota kota besar yang menjadiCenter of Excellent(Pusat kemajuan), dengan berdatangannya para intelektual dari berbagai penjuru dunia. Selain memang secara infrastruktur, kota-kota tersebut sangatlah siap untuk membangun atmosfir ilmiahnya, seperti tiga perpustakaan terbesar di dunia, Fatimiyyah di Mesir, Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Kordoba.Pada akhirnya, Kordoba sebagai pusat peradaban kaum muslim di belahan Eropa, telah menjadi cahaya penerang bagi seantero jagad Eropa. Seluruh ide awal masaRenaissancedan Revolusi sains Eropa berawal dari Kordoba. Ribuan Peneliti, Pengajar dan Siswa dari seluruh dunia dan terkhusus ,Eropa, telah menjadikan Kordoba sebagai kiblat ilmu pengetahuan dan kemajuan sains. Banyak berdirinya akademi-akademi di sana merupakan daya tarik utama bagi seluruh peneliti, pengajar dan siswa untuk mengembangkan ilmunya. Akademi merupakan sebuah tradisi ilmiah yang telah dibangun sejak lama oleh kaum Muslim mulai tahun 600 700. Dimana hal yang sama justru baru dilakukan oleh peradaban Eropa pada abad 13 dengan Universitas Paris dan Universitas Oxford sebagaiavant garde. Pembentukan pembentukan pendidikan pascasarjana di Eropa merupakan kelanjutan dari ide orisinal pola pendidikan Islam, seperti Sarjana (Undergraduate) atau Mutafaqqih, dan Pascasarjana (Graduate) atau Sahib.Kecemerlangan Intelektual Muslim telah tercatatkan dalam sejarah manusia, berbagai penemuan dan kemajuan sains telah direngkuhnya. Dalam bidang Matematika, pengenalan angka 0 dan sistem desimal yang diperkenalkan oleh Intelektual Muslim dapat menjadi contoh sederhana yang merupakan basis awal bagi Revolusi sains Dunia. Berbagai karya dari Intelektual muslim telah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Eropa seperti misalnya : Al-Khwarizmi pada bidang Matematika, di barat dikenal dengan Alghorismus. Begitu pula karya-karya dari Alkirmani yang terkait dengan Trigonometri, dimana menjadi awal bagi penggunaan fungsi sinus dan cosinus. Penelitian tentang Optik juga telah dibukukan oleh Ibnul Hairham dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di Eropa, yang secara langsung banyak mengilhami Isaac Newton dalam mengembangkan keilmuannya. Sedangkan dalam bidang Kimia, Islam memiliki Intelektual Jabir ibn Hayyan sebagai avant garde dan menjadikan berbagai istilah Kimia seperti Alkohol, Alembic, Alkali dan Elixir sebagai warisan sains dunia. Akan tetapi ilmu kedokteran lah yang menjadi kunci pertama dari Intelektual Muslim bagi penulusuran lebih mendalam atas sains. Tersebutlah nama-nama mashyur seperti : Ibnu Sina, Al-Razi dan AlaalDin Ibn al-Nafis. Perkembangan ilmu kedokteran tentunya juga didukung oleh infrastruktur yang berkualitas. Hampir di setiap kota-kota besar terdapat rumah sakit rumah sakit (Bimarisman) dengan kualitas pelayanan medik terbaik. Dikisahkan bahwa Kairo pernah memiliki rumah sakit dengan daya tampung 8000 tempat tidur dengan pemisahan pada berbagai kasus medis. Bukan hanya sekedar pelayanan medik yang terkemuka, setiap rumah sakit memiliki perpustakaan dan ruang kuliah untuk memajukan pendidikan medis.Hilangnya Sebuah PermataKecemerlangan dan kegemilangan sejarah Islam dalam sains akan berbanding terbalik apabila kita melihat sejarah perkembangan politik Islam. Apabila dalam sains, Islam banyak memberikan sumbangan bagi peradaban umat manusia, maka sebaliknya dalam politik Islam justru memperlihatkan kuatnya pengaruh kekerasan dalam setiap proses transformasi kekuasaan politik. Sebagaimana sejak awal terjadi pasca Nabi, dengan lahirnya kepemimpinanKhulafaur Rasyidin(AbuBakr (632-634), Umar bin Khattab (634-644), Ustman bin Affan (644-650) dan Ali bin Abi Thalib (650-661) ), yang telah menjadikan benih kekerasan politik berangsurangsur tumbuh sebagai sebuah tradisi tunggal dalam proses sirkulasi kekuasaan politik. Hal ini tentunya menarik untuk dikaji, mengingat tradisi pengembangan sains hanya dapat lahir dari stabilitas rezim penguasa. Karena hanya dengan komitmen yang kuat dari penguasa-lah, sains tumbuh dan berkembang. Ada beberapa hal yang merupakan sebab utama terbentuknya tradisi kekerasan politik dalam Peradaban Islam :1. Para penguasa lebih mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ilmu dan sains di luar ilmu politik dan pemerintahan. Pada masa kejayaannya , kekalifahan Islam lebih tertarik untuk mendirikan berbagai akademi, perpustakan, pusat kajian, observatorium, rumah sakit, madrasah dan zawiyyah, yang berkonsentrasi pada fisika, matematika, metafisika, astronomi, filsafat, mistis, kedokteran ataupun Teologi. Atau dengan kata lain, Ilmu teoritis lebih mendapatkan tempat ketimbang ilmu-ilmu praktis seperti: etika, politik dan ekonomi. Hal ini dapat dimengerti, bahwa perkembangan ilmu politik akan membangkitkan pengetahuan dan kesadaran politik dari Umat, dan tentunya hal tersebut menjadi bahaya laten bagi kelangsungan rezim penguasa.Kajian politik dalam peradaban Islam bukanlah tidak sama sekali ada. Sejarah mencatat kehadiran pemikir politik Islam terkemuka seperti : Ibn Muqaffa (720-756), Abu Yusuf (731-798), Al-Jahiz (776-868), Al Farabi (870-950) sampai dengan Ibnu Khaldun (1332-1406).Akan tetapi mereka belum menyentuh dasar permasalahan dalam politik Islam, yakni proses transformasi kekuasaan dan pola hubungan antara penguasa dan rakyat. Selain itu para intelektual yang mengkaji ilmu politik menjalani kehidupan yang sangat berbahaya dan memperlihatkan keberanian yang luar biasa dalam menghadapi penyiksaan, bencana politik dan tragedi pribadi dari ancaman Penguasa dan Pimpinan agama. Ibn Muqaffa secara resmi dieksekusi dan Syafii dibunuh oleh seorang muridnya, ataupun Al Ghazali yang selalu menyelamatkan diri dari ancaman pembunuhan Nizariyah . Hal ini menunjukkan pemikiran politik yang juga terkait dengan filsafat, sangatlah rentan terhadap serangan dari para pemimpin agama yang populis dan tentunya Rezim penguasa. Dan keberlangsungan filsafat politik sangatlah bergantung pada perlindungan istana semata.2. Sistem pemerintahan dalam peradaban Islam yang berdasarkan pada Patrimonalime, tidak mengenal sistemprimogenitum, di mana anak tertua dari seorang Raja akan otomatis menjadipenerus tahta selanjutnya. Sistem ini dikembangkan di Eropa pada sejak awal berdirinya kerajaan kerajaan. Dibutuhkan ketaatan dan kedisiplinan dari seluruh pihak untuk menjalankan sistem ini. Dan mengingat kuatnya pengaruh tradisi Arab dalam politik Islam, maka budaya posttribalisme akan mendominasi kultur politik Islam. Di mana tradisi itu menunjuk pada perang antar suku, perpecahan antar klan dan caracara resolusi konflik non rasionalis lainnya.3. Terjadinya terus pertentangan antara kelompok neo-tribalisme dengan patrimonalisme, di mana berlangsung sampai saat ini. Neo-tribalisme direpresentasikan dalam sikap yang ekslusif terhadap kalangan luar muslim, tekanan yang lebih besar pada hubungan personal, termasuk mereka yang terlibat dalam penyebaran pengetahuan agama, kepercayaan pada tanggung jawab dan teori ilmu pengetahuan naratif. Sedangkan patrimonialisme sendiri dimanifestasikan dalam teori lingkaran kekuasaan dan dalam model sempurna hierarki sosial yang diekspresikan dalam perbedaan universal antara elit dan massa. Meski selalu bertentangan, keduanya memiliki persamaan dalam sebuah keyakinan atas konsep pewarisan otoritas sebagai indikator penting terhadap nilai keagamaan dan status sosial. Dan keduanya pun tidak mengenal konsep jabatan publik, tentang negara sebagai institusi yang terpisah dari penguasa dan tentang perbedaan anatara wilayah privat dan publik. Disamping itu gagasan tentang konstitusi, pemerintahan berdasarkan hukum, prosedur yang secara rinci menetapkan masa jabatan kekuasaan yang sah, meniscayakan pemisahan otoritas dari seseorang. Dalam peradaban Islam, otoritas tetap terikat pada seseorang atau dinasti yang paling hebat.Kesemua penjelasan di atas semakin membuat kita yakin bahwa Peradaban Islam hancur akibat pembusukan yang terjadi dari dalam, dan bukan semata mata merupakan serbuan dari pihak asing. Adapun serangan pihak luar atas peradaban Islam terjadi setelah melemahnya stabilitas atas otoritas politik dan ekonomi dinastidinasti Islam.Hal ini bisa dilihat pada masamasa akhir dari dinasti Usmani, di mana pada abad 16 Raja Sulaiman justru memberikan kekebalan diplomatik bagi para pedagang Eropa yang bermukim di kawasan kerajaannya. Bahkan lebih jauh, perjanjian-perjanjian yang disebutdengan kapitulasi tersebut memungkinkan para pedagang Eropa yang tinggal di kawasan Usmani untuk tidak mematuhi hukum dan peraturan Usmani.Raja Sulaiman memang merundingkan berbagai perjanjian tersebut dengan bangsabangsa Eropa dalam posisi yang setara. Akan tetapi pada abad 18 jelas bahwa kapitulasi ini melemahkan kedaulatan Usmani, khususnya ketika pada 1740 kapitulasi juga diperluas kepada petani padi Kristen di imperium tersebut. Yang dilindungi seperti para ekspatriat Eropa dan tidak lagi tunduk pada kekuasaan. Pada akhir abad 18 imperium Usmani berada dalam keadaan kritis. Perdagangan mengalami kemunduran lebih jauh lagi, suku Badui yang bermukim di provinsiprovinsi Arab tidak dapat dikendalikan lagi, dan para pejabat lokal tidak lagi dikelola dengan baik oleh Istanbul, sering bertindak korup dan lebih mengeksploitasi rakyatnya. Sultan Salim III mencoba melakukan reformasi angkatan bersenjata sebagai bagian dari merestorasi keseimbangan kekuasaan. Akan tetapi hal tersebut berujung pada kesia-siaan belaka.Ketiga imperium terakhir dan terbesar Islam (Safawiyyah, Moghul dan Usmani) pada akhirnya mengalami kemunduran pada akhir abad 18. Kelemahan Muslim pada akhir abd 18 bertepatan dengan munculnya sejenis peradaban yang seluruhnya berbeda di Eropa, dan saat ini dunia Muslim akan merasa jauh lebih sulit untuk memenuhi tantangan ini.Menyongsong Cahaya BaruTidak ada yang abadi di dunia ini. Semua pasti akan berakhir dan kembali pada Sang Maha Pemilik Waktu yakni Allah SWT. Begitupun kejayaan dari sebuah peradaban. Ia akan berakhir dimakan zaman dan meninggalkan goresan sejarah dalam lintasan panjang perjalanan umat manusia. Itulah yang terjadi pada peradaban Yunani kuno, India, Cina dan Islam.Hal yang sama yang juga akan terjadi pada peradaban Barat saat ini. Di mana pada abad 12 dan 13 negara-negara Eropa Barat mengejar kebudayaan inti lainnya dari berbagai penjuru dunia dan pada abad 16 memulai sebuah transformasi penting yang akan memungkinkan Barat mendominasi dunia. Hal yang sama yang pernah dilakukan pada awal Muslim Arab sebagai sebuah kekuasaan dunia terpenting pada abad-abad 7 dan 8.Masyarakat baru Eropa dan koloni Amerika-nya memiliki dasar ekonomi yang berbeda dengan Peradaban Islam sebelumnya. Hal ini dikarenakan Eropa didirikan di atas sebuah teknologi, tatanan politik yang mantap dan investasi modal yang memungkinkan Barat mereproduksi sumbersumber secara tidak terbatas. Eropa tidak lagi mengandalkan pada surplus produk pertanian, sehingga masyarakat Barat tidak lagi tunduk pada keterbatasan yang sama sebagai kebudayaan agraris. Barat telah menutup Revolusi pertama (baca: Revolusi sains) mereka dengan membangun era poros kedua, yang menuntut sebuah revolusi prinsip-prinsip moral yang mantap yakni Politik, Sosial dan Intelektual.Proyek pencerahan dan modernitas ini merupakan hasil dari sebuah proses kompleks yang menuntun pada penciptaan struktur demokratis dan sekuler. Bukannya melihat dunia diatur oleh hukum yang tidak bisa berubah, masyarakat Eropa justru menemukan bahwa mereka bisa mengubah proses yang alami. Ketika masyarakat konservatif yang diciptakan oleh kebudayaan agraris belum mampu melakukan perubahan semacam itu, maka masyarakat Eropa semakin percaya diri.Hal inilah yang tidak dilakukan dunia Islam, dimana setelah mencapai kemajuan yang pesat atas penguasan sains tidak segera dilanjutkan dengan perbaikan pada tataran politik dan sosial. Sehingga kemajuan teknologi hanya untuk mendukung sebuah kekuasaan sebuah rezim semata. Islam gagap dalam menyiapkan Revolusi keduanya, yakni perubahan atas sistem patrimonialnisme dan tradisi politik posttribalisme Arab.Modernisasi masyarakat melibatkan perubahan sosial dan intelektual. Kata kuncinya adalah Efisiensi : suatu penemuan atau sebuah masyarakat/pemerintahan harus terlihat bekerja secara efektif. Diketahui bahwa untuk menjadi efisien dan produktif, sebuah bangsa modern harus diorganisasi dengan dasar sekulerisme dan demokratis. Berbagai perbedaan relijius dan cita-cita spiritual tidak diizinkan menghambat kemajuan dari masyarakat, dan ilmuwan, penguasa dan pejabat pemerintah bersikeras bahwa mereka harus terbebas dari kontrol gereja. Itulah yang dilakukan oleh Eropa pada masa- masa awal era pencerahan. Sifat progresif masyarakat modern dan perekonomian industri berarti keharusan melakukan inovasi secara terus menerus. Inilah konsekuensi yang harus dihadapi dunia Islam pada saat ini.Dunia Islam telah diganggu oleh proses modernisasi. Bukannya menjadi salah satu pemimpin peradaban dunia, kekuasaan Islam dengan cepat dan permanen turun menjadi blok kekuatan-kekuatan Eropa dan bergantung pada mereka. Muslim seringkali melihat sendiri keangkuhan Barat, yang amat terindoktrinasi dengan berbagai etos modern, sehingga mereka seringkali dikejutkan oleh apa yang hanya bisa melihat ketertinggalan, inefisiensi, fatalisme dan korupsi dalam masyarakat Muslim, yang berujung pada kebodohan dan kemiskinan generasi Muslim.Peradaban Baratsudah mendekati titik jenuhnya. Layaknya sebuahJuggernaut, maka peradaban Barat saat ini mulai bergerak tanpa arah. Globalisasi sebagai runutan sejarah tak bisa terbantahkan.The Wolrd is Flat, sebagaimana dikatakan oleh Friedman.Segala ekses negatif atas globalisasi juga mulai dituai oleh semua pihak di seluruh dunia, tak terkecuali oleh Barat sendiri. Seperti: kemiskinan, kebodohan, kelaparan dan perang. Dunia saat ini tengah menanti sebuah peradaban umat manusia yang baru, dimana lebih humanis dan menjaga kesimbangan ekosistem dunia.Lebih dari sekedar menawarkan solusi atas kecenderungan sebuah skenario konflik antar peradaban (Clash ofCivilization) yang dikemukakan oleh Huntington, maka dunia Islam sendiri harus menanggapi kondisi dunia yang telah berubah dan menjadi lebih rasional dan modern. Islam harus mampu bangkit kembali dan menjadi alternatif atas peradaban Barat, yang berdiri diatas kemajuan teknologi, stabilitas politik dan industrialisasi.Oleh karenanya kaum Muslim haruslah melawan penutupan gerbang ijtihad dan menggunakan logika mereka sendiri yang merdeka dan rasional, sebagaimana disampaikan oleh Nabi Muhammad dan Al Quran. Islam dapat mempelajari dan menyerap apa-apa yang terbaik dari peradaban Barat, sebagaimana Barat juga melakukan hal yang sama terhadap Islam ketika sedang membangun peradabannya. Hal inilah yang dinamakan sebagai dialog antar peradaban, di mana Islam juga menyerap peradaban Yunani, India dan Cina pada saat kelahirannya.

C. MANFAAT BAGI MASA SEKARANG DAN MASA MENDATANG

Dengan mempelajari sejarah peradaban islam, kita menjadi tahu bagaimana munculnya peradaban islam dan dapat membandingkannya dengan kondisi peradaban islam pada saat ini. Melihat kondisi sekarang yang dipengaruhi era Globlisasi dan penuh dengan pengaruh peradaban-peradaban dunia Barat, dengan mempelajari sejarah peradaban islam kita dapat memperjuangkan dan mempertahankan peradaban islam saat ini dari pengaruh negatif modernisasi dengan cara melihat masa-masa puncak kejayaan peradaban islam pada masa lalu, namun juga tetap menjaga Islam sebagai yang terbuka terhadap modernitas (bukan westernisasi) dan sekularisme, tanpa harus kehilangan wujud dan ciri aslinya. Dengan demikian peradaban islam akan tetap terjaga dan terus bertahan dari masa sekarang ini hingga masa mendatang.

D. PENUTUPKesimpulanDengan segala kemajuan dan modernisasi pada masa sekarang ini akibat dampak globalisasi, peradaban islam akan dapat terus bertahan apabila kita dapat menanggapinya dengan memperhatikan sisi positif dari akibat tersebut dengan mempertahankan tradisi yang baik atau menggantinya jika pengaruh yang baru itu lebih baik.SaranPeradaban Islam haruslah kembali bangkit dari tidurnya dan tawarannya adalah Islam yang terbuka terhadap modernitas (bukan westernisasi) dan sekularisme, tanpa harus kehilangan wujud dan ciri aslinya. Perubahan ini tentunya harus memegang prinsipAl-Muhaafazatuala al-qadim al-shaalih wal-akhdzu bil jadiid al-ashlah (mempertahankan tradisi yang baik dan menggantinya dengan yang baru apabila nilai tersebut lebih baik) agar peradaban islam dapat terus bertahan dan berkembang menjadi lebih baik di masa modernisasi saat ini.

PERADABAN SAINS DALAM ISLAM

A. ALASAN PEMLIHAN JUDUL

Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Quran dan al-Sunnah mengajak kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Sebagian dari ayat-ayat al-Quran dan as-Sunnah yang relevan akan disebutkan di dalam pembahasan masalah ini.Di dalam al-Quran, kata al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali (Ghulsyani 2001). Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran manusia:Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-Alaq/ 96: 1-5)Dan tentang penciptaan Adam, al-Quran mengatakan bahwa malaikat pun disuruh bersujud di hadapan Adam setelah Adam diajari nama-nama:Dan Dia mengajarkan Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukannya kepada para malaikat dan berfirman: sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang yang benar! Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS. al-Baqarah/2: 31-32)Dan hanya orang yang belajarlah, yang memahami: Dan perumpamaan perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu. (QS. al-Ankabut/29: 43)Melihat deretan ayat-ayat al-Quran di atas, jelaslah bahwa Allah sangat memuliakan tinggi orang-orang yang berilmu. Sains merupakan ilmu, dan islam juga menjunjung tinggi terhadap ilmu. Maka sains juga sangat diutamakan dalam islam. Jurnal yang berjudul peradaban sains dalam islam ini akan sangat bermanfaat dan dapat memotivasi agar dapat terus menjunjung tinggi ilmu yang bermanfaat.

B. SUBSTANSI JURNAL

Sains dan IslamIstilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains dalam pengertian Barat modern saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami sebagai satu-satunya ilmu, dan agama di sisi lain sebagai keyakinan, maka dalam Islam ilmu bukan hanya sains dalam pengertian Barat modern, sebab agama juga merupakan ilmu, artinya dalam Islam disiplin ilmu agama merupakan sains.Untuk memahami posisi sains atau ilmu dalam Islam, kita harus memahaminya secara bahasa. Terdapat hubungan yang erat antara ilmu (ilm), alam (alam), dan al- Khaliq. Untuk menggambarkan secara singkat hal ini, marilah kita lihat kata ilm, sebuah istilah yang digunakan dalam bahasa Arab untuk menunjukkan ilmu. Kata ilm yang berasal dari akar kata yang terdiri dari 3 huruf, a-l-m, atau alam. Arti dasar yang terkandung dalam akar kata ini adalah al amah, yang berarti petunjuk arah. Menurut Mohd Zaidi Ismail, seorang pakar sains Islam, ilmu Fisika yang merupakan bagian utama dalam natural science, dalam tradisi keilmuan dan sains Islam disebut sebagai ilm al-tabaah (the science of nature). Kata al-abah diambil dari akar kata -b-a atau aba, yang berarti kesan atas sesuatu (tahir fii), penutup (seal), atau jejak (stamp) (khatm), maka ia menyiratkan sifat atau kecenderungan yang dengannya makhluk diciptakan (al-sajiyyah allatii jubila alayha). Semua arti tersebut mengasumsikan adanya Sang Pencipta yang dengan cara-Nya mencipta(sunnatullah), membuat aturan (order), dan keberlangsungan (regularity) sejalan dengan universe sebagai kosmos-bertentangan dengan ketidakteraturan atau chaos-dan memungkinkan adanya ilmu dan prediksi. Kemampuan memprediksi sebagai salah satu karakteristik Natural Science menjadi mungkin karena desain akliah (intelligent design) dan ketertiban yang terus-menerus pada alam, sesuatu yang tersimpulkan dalam konsep Islam, Sunnatuallah.Dengan demikian maka alam ini dan kejadian-kejadian yang membentuknya dalam al- Quran disebut sebagai ayat-ayat Allah (yaitu, petunjuk dan simbol-simbol Tuhan), demikian pula kalimat-kalimat dalam al-Quran pun disebut dengan istilah yang sama yakni ayat. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya, baik alam maupun al-Quran adalah ayat yang berasal dari sumber yang sama, perbedaannya adalah bahwa alam adalah ayat yang diciptakan, sementara yang al- Quran adalah ayat yang diturunkan (tanzil atau wahyu). Dengan demikian, bagi seorang ilmuwa muslim, seharusnyakegiatan sains pada dasarnya menjadi suatu usaha untuk membaca dan menafsirkan kitab Alam sebagaimana halnya ia membaca dan menafsirkan al- Quran. Pandangan yang seperti inilah yang melandasi ilmuwan Muslim terdahulu.Jadi bagi seorang saintis Muslim, melakukan kegiatan sains (mempelajari, meneliti dan mengajarkannya) pada intinya menjadi suatu usaha untuk membaca, memikirkan, mengartikan kitab alam yang terbuka secara benar. Dengan demikian seorang ilmuwan tidak dapat tidak untuk memperhatikan kitab yang diturunkan dalam setiap aktivitasnya memperhatikan kitab ciptaan.Dalam aktivitas membaca sebuah tulisan, seseorang harus membaca huruf-huruf yang merangkai sebuah kata dan menyusun suatu kalimat. Akan tetapi pembaca yang benar tidak hanya bisa membaca kata-kata, tetapi yang lebih utama adalah memahami maksud dan makna dari kata dan kalimat tersebut. Jika seseorang menganggap bahwa sebuah kata seolah-olah memiliki realitasnya yang berdiri sendiri, maka kata tersebut menunjuk kepada dirinya sendiri, yang mana hal tersebut bukan dirinya yang sebenarnya. Lantas kata tersebut akan berhenti berfungsi sebagai petunjuk atau simbol.Jadi yang terpenting dari kegiatan membaca adalah menangkap makna di balik kata dan huruf atau simbol. Misalnya seseorang sedang mengitari suatu daerah, kemudian menemukan peringatan yang ditulis dengan cat warna merah : AWAS ANJING GALAK!, Jika dia cukup bijaksana, apa yang diharapkan untuk dilakukan adalah dia akan bereaksi pada pesan tersebut dengan meninggalkanya secepat mungkin, karena khawatir akan anjing galak. Tetapi misalnya yang dia lakukan justru menghabiskan waktunya dengan melihat komposisi kalimatnya, mengukur bentuk dan ukuran dari tiap huruf, mengamati warnanya, dan bayangannya, maka kewarasannya tentulah akan dipertanyakan. Dengan demikian jelaskan, bahwa kata sebagai sebuah simbol akan bermanfaat jika ia menunjuk kepada arti dan pesan yang ia sampaikan. Jika tidak, menjadi terpesona akan suatu kata, seseorang akan menghabiskan waktunya meneliti segala sesuatu di sekitar kata tersebut, tetapi kemudian kehilangan makna kata itu.Demikian halnya juga ketika membaca alam raya ini yang disebut dalam al-Quran sebagai petunjuk (tanda-tanda) dan simbol-simbol dari Allah, sebagaimana ayat-ayat di dalamnya, maka kegiatan mempelajari, meneliti dan mengajarkan pelajaran sains alam tidak boleh hanya dipahami sebagai sesuatu yang tersediri, seolah keberadaanya berdiri sendiri science for the sake of science, tapi makna di balik alam raya inilah yang jauh lebih penting yakni Penciptanya. Dengan demikian kegiatan mempelajari alam, tujuan akhirnya adalah mengenal Allah Swt. (marifatullah), yang harus dipandu dan dinaungi oleh kitab Allah yang lain, yakni al-Quran. Pandangan Islam tentang sains, dan adanya keselarasan atau kesepadanan antara kitab yang diturunkan dengan kitab ciptaan akan memberikan dampak dan akibat, baik secara teoretis maupun praktis, terhadap tujuan utama pendidikan dan pembelajaran sains dalam suatu masyarakat Muslim. Inilah mengapa para saintis muslim, seperti yang sudah kita ulas di atas, menjadikan aktivitas ilmiahnya sebagai ibadah, bukan hanya suatu jargon dan basa-basi belaka, namun dilandasi suatu pemahaman mendalam.Perkembangan, Stagnasi dan KebangkitanAwal kemunculan dan perkembangan sains di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam tempo lebih kurang 25 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. (632 M), kaum Muslim telah berhasil menaklukkan seluruh jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang diistilahkan pembukaan negeri-negeri (futuh al-buldan) itu berlangsung pesat tak terbendung. Bagai diterpa gelombang tsunami, satu persatu, kerajaan demi kerajaan dan kota demi kota berhasil ditaklukkan. Maka tak sampai satu abad, pada 750 M, wilayah Islam telah meliputi hampir seluruh luas jajahan Alexander the Great di Asia (Kaukasus) dan Afrika Utara (Libya, Tunisia, Aljazair, dan Marokko), mencakup Mesopotamia (Iraq), Syria, Palestina, Persia (Iran), Mesir, plus semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis) dan India.Pelebaran sayap dakwah Islam ini tentu bukan tanpa konsekuensi. Seiring dengan terjadinya konversi massal dari agama asal atau kepercayaan lokal kedalam Islam, terjadi pula penyerapan terhadap tradisi budaya dan peradaban setempat. Proses interaksi yang berlangsung alami namun intensif ini tidak lain dan tidak bukan adalah gerakan Islamisasi (ada juga yang lebih suka menyebutnya sebagai naturalisasi, integralisasi, atau assimilasi), dimana unsur-unsur dan nilai-nilai masyarakat lokal ditampung, ditampih dan disaring dulu sebelum kemudian diserap. Hal-hal yang positif dan sejalan dengan Islam dipertahankan, dilestarikan dan dikembangkan, sementara elemen-elemen yang tidak sesuai dengan kerangka dasar ajaran Islam ditolak dan dibuang.Dalam proses interaksi tersebut, kaum Muslim pun terdorong untuk mempelajari dan memahami tradisi intelektual negeri-negeri yang ditaklukkannya. Ini dimulai dengan penerjemahan karya-karya ilmiah dari bahasa Yunani (Greek) dan Suryani (Syriac) ke dalam bahasa Arab pada zaman pemerintahan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria. Pelaksananya adalah para cendekiawan dan paderi yang juga dipercaya sebagai pegawai pemerintahan. Akselerasi terjadi setelah tahun 750 M, menyusul berdirinya Daulat Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad. Khalifah al-Mamn (w. 833 M) mendirikan sebuah pusat kajian dan perpustakaan yang dinamakan Bayt al-Hikmah. Menjelang akhir abad ke-9 Masehi, hampir seluruh korpus saintifik Yunani telah berhasil diterjemahkan, meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika, hingga filsafat, astrologi dan alchemy. Muncullah orang-orang seperti Abu Bakr al-Razi (Rhazes), Jabir ibn Hayyan (Geber), al-Khawarizmi (Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak sederetan nama besar lainnya.Kegemilangan itu berlangsung sekitar lima abad lamanya, ditandai dengan produktifitas yang tinggi dan orisinalitas luar biasa. Sebagai ilustrasi, al-Battani (w. 929) mengoreksi dan memperbaiki sistem astronomi Ptolemy, mengamati mengkaji pergerakan matahari dan bulan, membuat kalkulasi baru, mendesain katalog bintang, merancang pembuatan pelbagai instrumen observasi, termasuk desain jam matahari (sundial) dan alat ukur mural quadrant. Seperti buku-buku lainnya, karya al-Battani pun diterjemahkan ke bahasa Latin, yaitu De scientia stellarum, yang dipakai sebagai salah satu bahan rujukan oleh Kepler dan Copernicus. Kritik terhadap teori-teori Ptolemy juga telah dilontarkan oleh Ibn Rusyd (w. 1198) dan al-Bitruji (w. 1190). Dalam bidang fisika, Ibn Bajjah (w. 1138) mengantisipasi Galileo dengan kritiknya terhadap teori Aristoteles tentang daya gerak dan kecepatan. Demikian pula dalam bidang-bidang lainnya. Bahkan dalam hal teknologi, pada sekitar tahun 800an M di Andalusia (Spanyol), Ibn Firnas telah merancang pembuatan alat untuk terbang mirip dengan rekayasa yang dibuat Roger Bacon (w. 1292) dan belakangan dipopulerkan oleh Leonardo da Vinci (w. 1519).Ada banyak aspek yang menyebabkan sains atau komunitas ilmuwan berkembang, namun sekurangnya dapat dirangkum pada tiga faktor utama yang saling berkaitan: Pertama, dorongan sebuah worldview dalam kemajuan sains merupakan unsur paling penting. Dalam Islam, worldview ini terpancar dari sumber utamanya yakni al-Quran dan Sunnah. Motif agama dalam mempelajari sains ini dapat kita temui dari pengakuan seorang ilmuwan terkemuka al-Khawarizmi:Agamalah yang mendorong saya menyusun karya tulis singkat dalam hal hitungan dengan memakai prinsip operasi hitung seperti penambahan dan pengurangan, yang bermanfaat untuk pengguna aritmatika, biasa diibaratkan para pria yang terlibat dalam persoalan benda pusaka, warisan, perkara hukum, dan perdagangan serta dalam segala kesepakatan kerja atau yang bertalian dengan pengukuran dalamnya tanah, penggalian kanal, perhitungan geometri dan segala jenis objek dan yang ditekuninya.Para ilmuwan muslim pada umumnya tidak pernah menjadikan harta dan jabatan sebagai tujuan untuk pencarian ilmu. Sebaliknya, harta dan jabatan adalah sarana untuk pencarian ilmu. Ibnu Rusyd, Ibn Hazm, dan Ibn Khaldun adalah ilmuwan yang berasal dari keluarga kaya. Kekayaannya tidak menghentikan mereka dalam pencarian ilmu. Sebaliknya, al-Jahid, Ibn Siddah, Ibn Baqi, al-Bajji, adalah beberapa contoh ilmuwan yang miskin, namun kemiskinan tidak menghalangi kegairahan mereka terhadap ilmu. Jadi jelas bahwa harta dan kekayaan bukan tujuan mereka, ada dan tidak adanya harta tidak mengurangi gairah mereka terhadap ilmu. Ada suatu motif yang lebih luhur dalam pencarian mereka terhadap ilmu. Sikap dan pandangan para ilmuwan Islam ini tentu lahir dari sebuah konsep tentang ilmu, lebih luas lagi dari sebuah pandangan hidup, yakni worldview Islam.Kedua, sikap masyarakat yang menghargai ilmu dan ilmuwan sesungguhnya lahir dari masyarakat yang sadar akan pentingnya ilmu. Sekali lagi, dorongan ini pun lahir dari motif agama. Penghormatan (adab) mereka yang khas terhadap ulamamerupakan sesuatu yang unik dan sulit ditemui dalam masyarakat manapun, penghormatan yang bukan berasal dari pengkultusan individu, namun berasal dari suatu kesadaran akan mulianya ilmu dan mereka yang membawanya. Sebagai contoh ketikaImam al-Razi mendatangi Herat untuk berceramah, seluruh penduduk kotamenyambutnya dengan sangat meriah bagaikan suatu hari raya, dan masjid raya punpenuh sesak dipenuhi jamaah yang hendak mendengarkannya (Kartanegara 1999). Ini menunjukkan betapa besar penghargaan masyarakat kepada seorang ilmuwan.Masyarakat pada umumnya sangat antusias menyaksikan suatu ceramah umum, diskusi, debat terbuka, dan forum-forum ilmiah yang dibuka untuk umum. Para orang tua sangat ingin menjadikan anaknya sebagai ulama, dan hal itu merupakan cita-cita yang paling mulia. Banyak diantara para ulama yang sudah dititipkan kepada ulama terkemuka sejak mereka masih sangat kecil dengan harapan agar anaknya menjadi seorang ilmuwan terkemuka.Ketiga, peran dukungan atau patronase dari penguasa, misalnya berupa dana,merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Imam Asy-Syafii dalam ad-Diwan punmenegaskan bahwa salah satu syarat untuk memperoleh ilmu adalah adanya harta untuk memenuhi fasilitas penuntut ilmu. Bentuk-bentuk patronase yang dialami oleh ilmuwan muslim adalah : undangan untuk memberikan orasi ilmiah di istana dan didengarkan oleh para penguasa; pembangunan sarana pendidikan seperti akademi, observatorium, perpustakaan, rumah sakit, madrasah, dan lain-lain; penyelenggaraan event ilmiah seperti seminar; pemberian beasiswa; pemberian insentif pada karya-karya para ilmuwan.Ketiga faktor di atas, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya bermuara pada suatu semangat ilmiah yang bersumber dari suatu pandangan hidup tertentu. Suatu pandangan hidup yang meletakkan ilmu di posisi yang amat mulia, sehingga tak pantas jika seseorang melakukan pencarian ilmu semata-mata untuk mencari harta dan jabatan. Pandangan hidup itu ialah tidak lain dari Islam.Lantas mengapa perjalanan sains di dunia Islam seolah-olah mendadak berhenti,mengapa cahaya kegemilangan itu kemudian redup lalu seolah lenyap sama sekali? Menjawab pertanyaan ini tidaklah sesederhana melontarkannya. Secara umum, faktor-faktor penyebab kematian sains di dunia Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, internal dan eksternal.Menurut Profesor Sabra (Harvard) dan David King (Frankfurt), kemunduran itudikarenakan pada masa terkemudian kegiatan saintifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis agama. Arithmetika dipelajari karena penting untuk menghitung pembagian harta warisan. Astronomi dan geometri (atau lebih tepatnya trigonometri) diajarkan terutama untuk membantu para muwaqqit menentukan arah kiblat dan menetapkan jadwal shalat. Penjelasan semacam ini tidak terlalu tepat, sebab asas manfaat ini acapkali justru berperan sebaliknya, menjadi faktor pemicu perkembangan dan kemajuan sains.Jawaban lain menyatakan bahwa oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi dan politik, serta keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama penyebab kematian sains di dunia Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurutnya, sains dan saintis pada masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus pembakaran buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Tak dapat dipungkiri bahwa krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh terhadap perkembangan sains. Konflik berkepanjangan disertai perang saudara telah mengakibatkan disintegrasi, krisis militer dan hancurnya ekonomi. Padahal, kata Lindberg, a flourishing scientific enterprise requires peace, prosperity, and patronage.Tiga pilar ini mulai absen di dunia Islam menjelang abad ke-13 Masehi. Semua ini diperparah dengan datangnya serangan tentara Salib, pembantaian riconquista di Spanyol, dan invasi Mongol yang meluluh-lantakkan Baghdad pada 1258. Tidak sedikit perpustakaan dan berbagai fasilitas riset dan pendidikan porak-poranda. Ekonomi pun lumpuh dan, sebagai akibatnya, sains berjalan tertatih-tatih.Faktor ketiga yang ditunjuk Lindberg biasa disebut marginality thesis. Sains di dunia Islam tidak bisa maju karena konon selalu dipinggirkan atau dianak-tirikan. Akibatnya, sains tidak pernah secara resmi diakui sebagai salah satu mata pelajaran atau bidang studi tersendiri. Pengajaran sains hanya bisa dilakukan dengan cara nebeng atau diselipkan bersama subjek lainnya. Seberapa jauh kebenaran tesis ini masih terbuka untuk diperdebatkan. Pada level yang lebih tinggi, hal ini berimplikasi pada riset dan pengembangan. Konon para saintis saat itu banyak yang bekerja sendiri-sendiri, di laboratorium milik pribadi, meskipun disponsori dan dilindungi oleh patronnya. Namun demikian tidak ada lembaga khusus yang menampung mereka. Kesimpulan semacam ini agak problematik. Pertama, karena mencerminkan generalisasi yang tergesa-gesa dan, kedua, karena institutionalisasi tidak selalu berdampak positif tetapi bisa juga berakibat sebaliknya.Selain itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi, langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap sebagai penyebab stagnasi sains di dunia Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff. Menurutnya, mengapa di dunia Islam yang terjadi justru kejumudan dan bukan revolusi sains lebih disebabkan oleh masalah sosial budaya ketimbang oleh hal-hal tersebut diatas. Buktinya, Copernicus pun didapati menggunakan model dan instrumen yang didesain oleh at-Tusi. Tradisi saintifik Islam, tegas Huff, juga terbukti cukup kaya dengan pelbagai teknik eksperimen dalam bidang astronomi, optik maupun kedokteran. Oleh karena itu Huff lebih cenderung menyalahkan iklim sosial-kultural-politik saat itu yang dianggapnya gagal menumbuhkan semangat universalisme dan otonomi kelembagaan di satu sisi, dan membiarkan partikularisme serta elitisme tumbuh berkembang-biak. Di sisi lain, Huff menilai tidak terdapatnya skeptisisme yang terorganisir dan dedikasi murni turut mempengaruhi perkembangan sains di dunia Islam.Ada juga klaim yang menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme. Memang benar, seiring dengan kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai gerakan moral spiritual yang dipelopori oleh kaum sufi. Intinya adalah penyucian jiwa dan pembinaan diri secara lebih intensif dan terencana. Pada perkembangannya, gerakan-gerakan tersebut kemudian mengkristal jadi tarekat-tarekat dengan pengikut yang kebanyakannya orang awam. Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung-jawab melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional dikalangan masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang lebih tertarik pada aspek-aspek mistik supernatural seperti keramat, kesaktian, dan sebagainya ketimbang pada aspek ritual dan moralnya. Obsesi untuk memperoleh kesaktian dan kegandrungan pada hal-hal tersebut pada gilirannya menyuburkan berbagai bentuk bidah, takhayyul dan khurafat.Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan perjimatan. Jadi lebih tepat jika dikatakan bahwa kemunduran sains disebabkan oleh praktek-praktek semacam ini, dan bukan oleh ajaran tasawuf.Tokoh-Tokoh Saintis dan Peran MerekaKonstribusi ilmuwan Muslim dalam bidang sains, khususnya ilmu alam (natural science;ilmu kauniyah) amatlah besar, sehingga usaha menutupinya, memperkeci perannya, mengaburkan sejarahnya tidak sepenuhnya berhasil. CIPSI (Center for Islamic Philosophical Studies an Information) sebuah lembaga penelitian yang dipimpin Mulyadhi Kartanegara telah menginvertaris setidaknya ditemukan tidak kurang 756 ilmuwan Muslim termuka yang memiliki konstribusi dalam perkembangan sains dan pemikiran filsafat. Daftar ini baru tahap awal, dan tidak termasuk di dalamnya ribuan ulama dalam disiplin ilmu-ilmu shariyyah. Saat ini, sangat banyak rujukan berupa buku, jurnal ilmiah atau situs internet, yang bisa kita gunakan untuk mengetahui informasi ini.Bahkan ada beberapa lembaga yang khusus didirikan untuk melakukan inventarisasi kontribusi ilmuwan muslim dalam peradaban dunia. Namun sayangnya sejarah kegemilangan ilmuwan muslim ini amatlah langka kita temui dalam buku-buku sains di lingkungan sekolah dan akademik. Sejarah sains biasanya disebutkan dimulaisejak zaman Yunani Kuno kira-kira 550 SM pada masa Phytagoras, kemudian meredup pada zaman Hellenistik sekitar 300 SM yang dipenuhi mitos dan tahayul, kemudian bangkit kembali pada masa Renaissance sekitar abad 14-17 M hingga saat ini.Dengan demikian sejarah sains hilang selama lebih dari 1500 tahun lamanya dari buku-buku pelajaran dan buku teks sains. Ada diantara kaum Muslim sendiri memandang usaha untuk mengungkap sejarah sains dan penemuan ilmuwan Muslim sebagai usaha yang bersifat apologetik dan hanya nostalgia semata. Namun pandangan sinis seperti ini sangat tidak benar, sebab menemukan akar sejarah adalah penting bagi peradaban manapun di dunia ini, terlebih bagi peradaban yang ingin bangkit dari keterpurukan. Cobalah renungkan, apa yang ada di benak anda ketika mendengar kata kamera? Banyak pelajar, mahasiswa atau bahkan guru dan dosen Muslim yang mungkin tak kenal sama sekali, bahwa perkembangan teknologi kamera tak bisa dilepaskan dari jasa seorang ahli fisika eksperimentalis pada abad ke-11, yaitu Ibn al-Haytham. Ia adalah seorang pakar optik dan pencetus metode eksperimen. Bukunya tentang teori optik, al-Manadir (book of optics), khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh Snellius dalam bentuk yang lebih matematis. Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh al-Haytham, sebab pada Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal. Karyanya banyak dikutip ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton dan Galileo Galilei, menggabungkan teori al-Haytham dengan temuan mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh al-Haytham abad ke-11 dan muridnya Kamal ad-Din abad ke-14. Al-Haytham dikenal juga sebagai pembuat perangkat yang disebut sebagai Camera Obscura atau pinhole camera. Kata kamera sendiri, konon berasal dari kata qamara, yang bermaksud yang diterangi. Kamera al-Haytham memang berbentuk bilik gelap yang diterangi berkas cahaya dari lubang di salah satu sisinya. Dalam alat optik, ilmuwan Inggris, Roger Bacon (1292) menyederhanakan bentuk hasil kerja al-Haytham, tentang kegunaan lensa kaca untuk membantu penglihatan, dan pada waktu bersamaan kacamata dibuat dan digunakan di Cina dan Eropa.Dalam bidang Fisika-Astronomi, Ibnu Qatir, ilmuwan Muslim yang mempelajari gerak melingkar planet Merkurius mengelilingi matahari. Karya dan persamaan Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus Copernicus yang pernah mempelajari karya-karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya keseluruh Spanyol pada abad ke-9. Christoper Colombus ternyata menggunakan kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim Spanyol sebagai penunjuk arah saat menemukan benua Amerika. Ilmuwan lain, Taqiyyuddin (m. 966) seorang astronom telah berhasil membuat jam mekanik di Istanbul Turki. Sementara Zainuddin Abdurrahman ibn Muiammad ibn al-Muhallabi al-Miqati, adalah ahli astronomi masjid (muwaqqit penetap waktu) Mesir, dan penemu jam matahari. Ahmad bin Majid pada tahun 9 H atau 15 Masehi, seorang ilmuwan yang membuat kompas berdasarkan pada kitabnya berjudul Al-Fawaid.Ilmuwan Muslim lain, Abdurrahman Al-Khazini, saintis kelahiran Bizantium atau Yunani adalah seorang penemu jam air sebagai alat pengukur waktu. Para sejarawan sains telah menempatkan al-Khazini dalam posisi yang sangat terhormat. Ia merupakan saintis Muslim serba bisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika dan filsafat. Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. Al-Khazani juga seorang ilmuwan yang telah mencetuskan beragam teori penting dalam sains. Ia hidup di masa Dinasti Seljuk Turki. Melalui karyanya, Kitab Mizan al-Hikmah, yang ditulis pada tahun 1121-1122 M, ia menjelaskan perbedaan antara gaya, massa, dan berat, serta menunjukkan bahwa berat udara berkurang menurut ketinggian. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh adalah Gregory Choniades, astronomYunani yang meninggal pada abad ke-13.Nama lain yang sangat terkenal adalah Abu Rayian al-Biruni dalam Tahdad Hikayah Al-Makan. Ia adalah penemu persamaan sinus dan menyusun dan menyusun sebuan ensiklopedi Astronomi Al-Qanan Al-Masadiy, di dalamnya ia memperkenalkan istilah-istilah ilmu Astronomi (falak) seperti zenith, ufuk, nadir, memperbaiki temuan Ptolemeus, dia juga mendiskusikan tentang hipotesis gerak bumi. Ia menuliskan bahwa bumi itu bulat dan mencatat daya tarik segala sesuatu menuju pusat bumi, dan mengatakan bahwa data astronomis dapat dijelaskan juga dengan menganggap bahwa bumi berubah setiap hari pada porosnya dan setiap tahun sekitar matahari.Abdurrahman Al-Jazari, ahli mekanik (ahli mesin) yang hidup tahun 1.100 M, membuat mesin penggilingan, jam air, pompa hidrolik dan mesin-mesin otomatis yangmenggunakan air sebagai penggeraknya, Al-Jazari sebenarnya telah mengenalkan ilmu automatisasi. Al-Fazari, seorang astronom Muslim juga disebut sebagai yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Fargani atau al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Muhammad Targai Ulugh-Begh (1393-1449), seorang pangeran Tartar yang merupakan cucu dari Timur Lenk, diberi kekuasaan sebagai raja muda di Turkestan, berhasil mendirikan observatorium yang tidak ada tandingannya dari segi kecanggihan dan ukurannya. Observatorium ini adalah yang terbaik dan paling akurat pada masanya, sehingga menjadikan kota Samarkand sebagai pusat astronomi terkemuka. Ketika itu sudah terbit Katalog dan tabel-tabel bintang berjudul Zijd-I Djadid Sultani yang memuat 992 posisi dan orbit bintang. Tabel ini masih dianggap akurat sampai sekarang, terutama tabel gerakan tahunan dari 5 bintang terang yaitu Zuhal (Saturnus), Mustary (Jupiter), Mirikh (Mars), Juhal (Venus), dan Attorid (Merkurius).Kitab ini sudah mengkoreksi pendapat Ptolomeus atas magnitude bintang-bintang. Banyak kesalahan perhitungan Ptolomeus. Hasil koreksi perhitungan terhadap waktu bahwa satu tahun adalah 365 hari, 5 jam, 49 menit dan 15detik, suatu nilai yang cukup akurat. Ilmuwan lain lagi bernama Al-Battani atau Abu Abdullah atau Albategnius (m. 929). Ia mengoreksi dan memperbaiki sistem astronomi Ptolomeus, orbit matahari dan planet tertentu. Ia membuktikan kemungkinan gerhana matahari tahunan, mendisaincatalog bintang, merancang jam matahari dan alat ukur mural quadrant. Karyanya De scientia stellarum, dipakai sebagai rujukan oleh Kepler, Copernicus, Regiomantanus, dan Peubach. Copernicus mengungkapkan hutang budinya terhadap al-Battani.Dalam bidang pengobatan dan kedokteran, peradaban Islam mencatatkan sejarah yang gemilang, hal ini disebabkan karena pengobatan sangat erat kaitannya dengan agama (Nasr 1976) . Berbagai bidang dalam ilmu pengobatan dan kedokteran dipelajari, seperti ilmu obat-obatan, ilmu bedah, ophtamology, internal medicine, hygiene dan kesehatan masyarakat, anatomi dan fisiology, bahkan dalam Islam terdapat disiplin ilmu yang khas yang disebut dengan Tib an-Nabawy atau pengobatan cara Nabi.Sebagai contoh, misalnya karya monumental Ibn Sina al-Qanun fi at-Tib yang merupakan buku teks bagi bagi pendidikan kedokteran di Eropa selama beratus-ratus tahun sebelum mereka mengalami kebangkitan sains. Dalam bidang ilmu bedah ada tokoh ilmu bedah Abul Qasim al-Zahrawi dengan karya ilmu bedahnya Kitab al-tarif (The book of concession), ia juga menciptakan berbagai alat bedah yang masih digunakan para dokter bedah hingga saat ini. Dua ahli kedokteran ar-Razi (865-925) atau Rhazes dan Ibn Sina (980-1037) adalah pelopor dalam bidang penyakit menular. Ar-Razi telah mempelopori penemuan ciri penyakit menular dan memberikan penanganan klinis pertama terhadap penyakit cacar, dan Ibn Sina adalah salah satu pelopor yang menemukan penyebaran penyakit melalui air.Adalah tidak mungkin mengungkap seluruh kontribusi ilmuwan Muslim dalam ruang yang begitu terbatas dalam makalah ini, namun sekurangnya gambaran yang diberikan di atas, dan referensi yang bisa ditelusuri lebih lanjut bisa menambah pengetahuan kita tentang sejarah sains di dunia Islam.

C. MANFAAT BAGI MASA SEKARANG DAN MASA MENDATANG

Dari jurnal di atas kita mendapatkan pelajaran bahwa dalam islam ilmu pengetahuan sangatlah dijunjung tinggi. Hal ini terbukti bahwa di balik nama-nama ilmuan populer yang kita kenal seperti Albert Einstein dan Thomas Alfa Edison, masih lebih banyak ilmuan-ilmuan muslim yang menghasilkan penemuan-penemuan yang luar biasa yang sama sekali belum kita ketahui. Prestasi dan kontribusi para ilmuwan Muslim ini akan sangat bermanfaat bila dikenalkan di kalangan-kalangan pelajar. Bukan untuk mengecilkan peran ilmuwan lain dari agama dan keyakinan lain. Tapi untuk mengungkap kebenaran sejarah sains, bahwa perkembangan sejarah sains tidak meloncat begitu saja dari zaman Yunani ke Barat modern. Ada peran luar biasa dari peradaban Islam di situ yang tidak mungkin dan terlalu besar untuk diabaikan.

D. PENUTUPKesimpulanSeluruh ilmu, baik itu ilmu-ilmu teologi maupun ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan selama memerankan peranan ini, maka ilmu suci. Akan tetapi kesucian ini tidak intrinsic. Sebagaimana Behesyti (Ghulsyani 2001) mengatakan: Setiap bidang ilmu. selama tidak menjadi alat di tangan thaghut (selain-Allah atau anti-Allah), merupakan alat-alat pencerahan; jika tidak, ilmu bisa menjadi alat kesesatan.Dalam perspektif ini, aneka ragam pengetahuan tidaklah asing satu sama lain, karena pada masing-masing jalannya sendiri, ilmu-ilmu itu menafsirkan lembaran kitab penciptaan kepada kita. sebagaimana Syabistari (Ghulsyani 2001), seorang penyair bijak, mengatakan: Kepadanyalah, yang tercerahkan hatinya, seluruh alam adalah sebuah buku suci milik yang Mahaagung, setiap cakrawala adalah bab-bab yang berbeda, yang satu al-Fatihah yang lain al-ikhlas. Dalam lembaran-lembaran kitab suci ini, beberapa bab memiliki keutamaan dan perioritas terhadap yang lain-lain; bahkan lebih dari itu, seluruhnya bersifat esensial bagi aspresiasi tanda-tanda Allah di dalam afaq (cakrawala) dan anfus (jiwa-jiwa), yaitu di dalam alam luar dan dalam. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak penah lepas dari aspek kesejarahan yang melingkupinya. Sejarah masa lampau menjadi tolok ukur dan masa depan menjadi kerangka perspektif dan prediktif yang mengkondisikan bangunan dan fakta masa kini.

SUMBANGAN ISLAM BAGI PERADABAN DUNIA

A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL

Islam yang hadir di tengah kerasnya peradabanjahiliyah, melaui Muhammad saw. Akan tetapi untuk selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke seluruh penjuru jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh masakhulafau-r-rasyidindan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya. Dan telah berhasil membangun peradaban dan kekuatan politik yang menandingi dinasti besar lainnya pada masa itu, yakni Bizantium dan Persia.Demikian Islam telah menorehkan tinta emas pada sejarah kehidupan umat manusia. Dan sebagaimana Islam yang datang sebagairahmatan lil alamin, sehingga Islam mampu berdiri tegak pada setiap masa dan kurun waktu. Realitas spiritual dan metahistorikal yang mentransformasi kehidupan lahir dan batin dari beragam manusia di dalam situasi temporal maupun ruang yang berbeda. Dan secara historis Islam telah memainkan peran yang signifikan dalam perkembangan beberapa aspek pada peradaban dunia.Dengan pernyataan diatas, jurnal ini menimbulkan keingintahuan saya dengan adanya pertanyaan Bagaimanakah Islam mempengaruhi peradaban dunia?

B. SUBSTANSI JURNAL

Sekilas Tentang Peradaban Islam dan Periode Kejayaan Peradaban IslamPeradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas.Dengan kata lain peradaban Islam bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup di dunia dan di akhirat.Sejalan dengan pengertian tersebut, Islam dalam menegakkan peradabannya tidak hanya memandang satu sisi kehidupan dunia dengan pencapaian kebudayaan yang dapat memajukan peradabannya, akan tetapi juga memperhatikan prinsip pencapaian kebahagiaan kehidupan akhirat, dengan memberikan ajaran dengan cara berkehidupan yang bermoral dan santun dalam memandang keberagaman dunia.Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat tidak hanya keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman interpretasi teologis dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada bidang hukum Islam. Tidak ada kesalahan yang serius daripada pendapat yang menegaskan bahwa Islam adalah realitas yang seragam, dan peradaban Islam tidak mengapresiasi ciptaan atau eksistensi beragam. Meskipun kesan adanya keseragaman sering mendominasi segala hal yang berkaitan dengan Islam, sisi keragaman di bidang interpretasi agama itu sendiri selalu ada, sebagaimana juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan kultur Islam. Akan tetapi, Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam, menganggap bahwa keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah karunia Tuhan.Namun dengan segala keberagamannya tersebut, masih saja terlihat kesatuan yang amat mengagumkan tetap mempengaruhi peradaban Islam, sebagaimana hal tersebut telah mempengaruhi agama yang melahirkan peradaban itu, dan membimbing alur sejarahnya selama berabad-abad.Demikianlah Islam dengan ajaran suci dan universal sebagaimana yang telah diwahyukan, mengalami perkembangan dari masa ke masa. Adapun penyebaran Islam dan torehan peradabannya ke penjuru dunia, tak kan lepas dari metode dan sistem penyebarannya, mulai dari perdagangan, korespondensi (seperti yang dilakukan Rasulullah dengan mengirim surat kepada para raja Mesir, Persia, dll.), diplomasi politik, sampai pada peperangan perebutan kekuasaan dan pendudukan wilayah.Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai sejak masa Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-masa kejayaan peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban dunia. Dan pereodisasi peradaban Islam tersebut, secara umum terbagi menjadi 3 (tiga) periode,yang antara lain 1. Periode klasikPada masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Sebelum wafatnya Nabi Muhammad saw (632 M), seluruh semenanjung Arabia telah tunduk ke bahwah kekuasaan Islam, yang kemudian dilanjutkan dengan ekspansi keluar Arabia pada masa khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq, hingga berlanjut pada kekhalifahan berikutnya.Pencapaian kemenangan Islam pada masa ini adalah dapat dikuasainya Irak pada tahun 634 M, yang kemudian meluas hingga Suria, kemudian pada masa Umar bin Khattab, Islam mampu menguasai Damaskus (635 M) dan tentara Bizantium di daerah Syiria pun ditaklukkan pada perang Yarmuk (636 M), selanjutnya menjatuhkan Alexandria (641 M) dan menguasai Mesir dengan tembok Babilonnya pada masa itu. Dan kekuasaan Islampun meluas hingga Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, Tripoli dan Ciprus pun tertaklukkan. Walaupun setelah itu terjadi keguncangan politik pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hingga wafatnya.Kekhalifahan berlanjut pada kekuasaan Bani Umayyah, yang pada masa ini kekuasaan Islam semakin meluas, berawal dti Tunis, Khurasan, Afganistan, Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Bulukhistan, Sind, Punjab, dan Multan. Bukan hanya itu, perluasan dilanjutkan ke Aljazair dan Maroko, bahkan telah membuka jalan ke kawasan Eropa yaitu Spanyol, dan menjadikan Cordova sebagai ibu kota Islam Spanyol. Lebih ringkasnya, pada masa dinasti ini kekuasaan Islam telah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagaian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah).Sejak kedinastian Bani Umayyah, peradaban Islam mulai menampakkan pamor keemasannya. Walaupun Bani Umayyah lebih memusatkan perhatiannya pada kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru tersebut antara lain perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke bahasa Arab, dengan demikian bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang harus dipelajari, hingga mendorong Imam Sibawaih menyusunAl-Kitabyang menjadi pedoman dalam tata bahasa Arab.Pada saat itu pula ( abad ke-7 M), bermunculan sastrawan-sastrawan Islam, dengan berbagai karya besar antara lain sebuah novel terkenalLaila Majnunyang ditulis oleh Qais al-Mulawwah. Lain dari pada itu, dengan adanya pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Basrah, bermunculan ulama bidang tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu kalam.Pada bidang ekonomi dan pembangunan, Bani Umayyah di bawah pimpinan Abd al-Malik, telah mencetak alat tukar uang berupa dinar dan dirham. Sedangkan pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan masjid-masjid di Damaskus, Cordova, dan perluasan masjid Makkah serta Madinah, termasuk al-Aqsa di al-Quds (Yerussalem), juga pembangunan MonumenQubbah as-sakhr, juga pembangunan istana-istana untuk tempat peristirahatan di padang pasir, sepertiQusayrdanal-Mushatta.Setelah kekuasaan Bani Umayyah menurun, dan ditumbangkan oleh Bani Abbasiyah pada tahun 750 H, kembali Islam dengan perkembangan peradabannya terus menerus bergerak pada kemajuan. Di masa al-Mahdi, perekonomian mengalami peningkatan dengan konsep perbaikan sistem pertanian dengan irigasi, dan juga pertambangan emas, perak, tembaga dan lainnya yang juga meningkat pesat. Bahkan perekonomian menjadi lebih baik setelah dibukanya jalur perdagangan dengan transit antara timur dan barat, dengan Basrah sebagai pelabuhannya.Masa selanjutnya pada masa Harun al-Rasyid, kehidupan sosial pun menjadi lebih mapan dengan dibangunnya rumah sakit, pendidikan dokter, dan farmasi. Hingga Baghdad pada masa itu mempunyai 800 orang dokter. Dilanjutkan pada masa al-Makmun yang lebih berkonsenrasi pada pengembangan ilmu pengetahuan, dengan menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani dan Sansekerta,[5]dan berdirinyaBaitu-l-hikmahsebagai pusat kegiatan ilmiahnya. Yang disusul kemudian dengan berdirinya Universitas Al-Azhar di Mesir. Juga dibangunnya sekolah-sekolah, hingga Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Maka, tak dapat dipungkiri lagi bahwa masa-masa ini dikatakan sebagaithe golden age.Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di masa ini. Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah mewarnai penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan tetapi menambahkan ke dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan sains dan filsafat. Tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi sebagai metematikawan yang telah menelurkan aljabar dan algoritma, al-Fazari dan al-Farghani sebagai ahli astronomi (abad ke VIII), Abu Ali al-Hasan ibnu al-Haytam dengan teori optika (abad X), Jabir ibnu Hayyan dan Abu Bakar Zakaria ar-Razi sebagai tokoh kimia yang disegani (abad IX), Abu Raihan Muhammad al-Baituni sebagai ahli fisika (abad IX), Abu al-Hasan Ali Masud sebagai tokoh geografi (abad X), Ibnu Sina sebagai seorang dokter sekaligus seorang filsuf yang sangat berpengaruh (akhir abad IX), Ibnu Rusyd sebagai seorang filsuf ternama dan terkenal di dunia filsafat Barat dengan Averroisme, dan juga al-Farabi yang juga seorang filsuf Muslim.Selain sains dan filsafat pada masa ini juga bermunculan ulama besar tentang keagamaan dalam Islam, seperti Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam Malik, Imam SyafiI, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, serta mufassir terkenal ath-Thabari, sejarawan Ibnu Hisyam dan Ibnu Saad. Masih adalagi yang bergerak dalam ilmu kalam dan teologi, seperti Washil bin Atha, Ibnu al-Huzail, al-Allaf, Abu al-Hasan al-Asyari, al-Maturidi, bahkan tokoh tasawuf dan mistisisme seperti, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain bin Mansur al-Hallaj, dan sebagainya. Di dunia sastra pun mengenalkan Abu al-Farraj al-Asfahani, dan al-Jasyiari yang terkenal melalui karyanya1001 malam, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.2. Periode pertengahanPada periode ini, terdapat periode kemunduran Islam pada sekitar 1250-1500 M. Yang mana satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangan Mongol, dan kerajaan Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan oleh raja-raja Kristen yang bersatu, hingga orang-orang Islam Spanyol berpindah ke kota-kota di pantai utara Afrika.Namun dengan demikian, terdapat kebangkitan kembali kedinastian Islam pada masa 1500-1800 M. Di sana terdapat 3 kerajaan besar, yang menjadi tonggak bejayanya peradaban Islam yang ke-2. Kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi Persia, dan Kerajaan Mughal di India.Karajaan Turki Usmani berhasil mengambil alih Bizantium dan menduduki Konstantinopel (Istambul). Hingga akhirnya kekuasaan Turki Usmani mampu menguasai Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunis, Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.Sedangkan di tempat lain, Persia Islam bangkit dengan dengan Kerajaan Safawi (1252 M), dengan dinasti yang berasal dari Azerbaijan Syaikh Saifuddin yang beraliran Syiah. Kekuasaannya menyeluruh hingga seluruh Persia. Dan berbatasan dengan kekuasaan Usmani di barat dan kerajaan Mughal di kawasan timur.Kerajaan Mughal di India, yang berdiri pada tahun 1482 M dengan pendirinya Zahirudin Babur. Kekuasaannya mencakup Afganistan, Lahore, India Tengah, Malwa dan Gujarat. Di India, bahsa Urdu akhirnya menjadi bahasa kerajaan menggantikan bahasa Persia. Dan kemajuannya telah membuat beberapa bukti peninggalan sejarah antara lain, Taj Mahal, Benteng Merah, masjid-masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.Akan tetapi pada masa kemajuan ini, ilmu pengetahuan tidak banyak diberikan perhatian, namun perhatiannya terhadap seni dalam berbagai bentuk adalah sangat besar, sehingga kerajaan Usmani mendapatkan julukanthe patron of art. Ketiga kerajaan besar tersebut lebih banyak memperhatikan bidang politik dan ekonomi. Sedangkan di Barat, mulai menuai kebangkitan dengan melihat jalur yang terbuka ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah dari daerah Timur Jauh melaui Afrika Selatan.Hingga pada Abad ke-17, di eropa mulai mencul negara-negara kuat, bahkan Rusia mulai maju di bawah Peter Yang Agung. Dan melalui peperangan, Usmani mengalami kekalahan. Dan Safawi Persia pun ditaklukkan oleh Raja Afghan yang mempunyai perbedaan faham. Dan kerajaan Mughal India pecah dikarenakan terjadi pemberontakan dari kaum Hindu, bahkan Inggris pun berperan menguasainya pada tahun 1857 M.3. Periode ModernPeriode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan Islam, yang mana dengan berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah membuka mata umat Islam akan kemunduruan dan kelemahannya di samping kemajuan dan kekuasaan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir mencari jalan keluar untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan, yang telah pincang dan membahayakan umat Islam. Sebab Islam yang pernah berjaya pada masa klasik, kini berbalik menjadi gelap. Bangsa Barat menjadi lebih maju dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradabannya.Dengan demikian, timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam islam yang disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam telah mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju sebagaimana pada periode klasik. Para tokoh tersebut antara lain, Muhammad bin Abdul Wahab di Arab, Muhammad Abduh, Jamaludin al-Afghani, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir, Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah, dan Muhammad Iqbal di India, Sultan Mahmud II dan Musthafa Kamal di Turki, dan masih banyak lagi yang lainnya.Transformasi Peradaban Islam Kepada Peradaban Dunia.Sekian lamanya Islam melakukan penyebaran ajarannya, hingga lebih dari 14 abad lamanya. Tentunya dari masa perjuangan tersebut telah menorehkan banyak hasil yang dapat dirasakan oleh dunia saat ini walaupun sudah tidak ada lagi kekuasaan Islam yang mutlak. Karena Islam dalam ekspansinya, tidak hanya mengambil keuntungan materi dari daerah yang dapat dikuasai, melainkan ikut membangun dan memajukan peradaban yang ada dan tetap toleran terhadap budaya lokal yang ada.Para tokoh Islam klasik yang telah membangun peradaban di masa itu, dan tidak dilakukan oleh orang-orang barat pada masa kegelapan, adalah dengan mempelajari dan mempertahankan peradaban yunani kuno, serta mengembangkan buah pemikirannya untuk menemukan sesuatu yang baru dari segi filsafat dan ilmu pengetahuan. Seorang pemikir orientalis barat Gustave Lebon, dan telah diterjemahkan oleh Samsul Munir Amin, mengatakan bahwa (orang Arablah) yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalam imam kita selama enam abad. Hingga peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusi besar tersebut antara lain :1. Sepanjang abad ke-12 dan sebagian abad ke-13, karya-karya kaum Muslim dalam bidang filsafat, sains, dan sebagainya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, khususnya dari Spanyol. Penerjemahan ini sungguh telah memperkaya kurikulum pendidikan dunia Barat.2. Kaum muslimin telah memberi sumbangan eksperimental mengenai metode dan teori sains ke dunia Barat.3. Sistem notasi dan desimal Arab dalam waktu yang sama telah dikenalkan ke dunia barat.4. Karya-karya dalam bentuk terjemahan, kususnya karya Ibnu Sina (Avicenna) dalam bidang kedokteran, digunakan sebagai teks di lembaga pendidikan tinggi sampai pertengahan abad ke-17 M.5. Para ilmuwan muslim dengan berbagai karyanya telah merangsang kebangkitan Eropa, memperkaya dengan kebudayaan Romawi kuno serta literatur klasik yang pada gilirannya melahirkanRenaisance.6. Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah didirikan jauh sebelum Eropa bangkit dalam bentuk ratusan madrasah adalah pendahulu universitas yang ada di Eropa.7. Para ilmuwan muslim berhasil melestarikan pemikiran dan tradisi ilmiah Romawi-Persi (Greco Helenistic)sewaktu Eropa dalam kegelapan.8. Sarjana-sarjana Eropa belajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam dan mentransfer ilmu pengetahuan ke dunia Barat.9. Para ilmuwan Muslim telah menyumbangkan pengetahuan tentang rumah sakit, sanitasi, dan makanan kepada Eropa.Pada kondisi-kondisi tersebut, terutama pada abad ke-11 dan ke-12, walaupun tradisi Islam yang diboyong ke Barat masih belum terjadi pemisahan yang jelas antara ilmu-ilmu yang ada dan ketika itu ilmu kalam, filsafat, tasawuf, ilmu alam, matematika, dan ilmu kedokteran masih bercampur. Akan tetapi Islam telah mampu mendamaikan akal dengan iman dan filsafat dengan agama. Sedangkan bangsa Barat pada masa itu masih terdapat stereotipe yang memisahkan antara akal dan iman serta filsafat dan agama. Hal ini juga terjadi pada ilmu pengetahuan dan ilmu alam, yang mana Islam telah berjasa menyatukan akal dengan alam, menetapkan kemandirian akal, menetapkan keberadaan hukum alam yang pasti, dan keserasian Tuhan dengan alam.Hingga akhirnya filsafat skolastik Barat mencapai puncaknya yang telah didukung oleh adanya pilar Islam dengan dibangunnya akademi-akademi di Eropa yang diadopsi dari gaya akademi di kawasan Timur. Hal ini merupakan evolusi dari illuminisme biara ke kegiatan pemikiran yang dialihkan kesekolahan dan akademi. Dan kurikulum yang diajarkan adalah filsafat lama, dan ilmu-ilmu Islam terutama Averoisme Paris. Pada saat yang sama terjadi perubahan kecenderungan pemikiran dari kesenian dan kasusatraan ke gramatika dan logika, dari retorika ke filsafat dan pemikiran, dan dari paganisme kesusastraan Latin ke penyucian Tuhan sebagai pemikiran Islam.Demikianlah sumbangan besar Islam atas peradaban dunia Barat, yang selanjutnya jusru dijadikan sebagai pusat peradaban dunia pada saat ini. Hal ini dikarenakan kekonsistensian dunia Barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bahkan karya-karya besar para ilmuwan Muslim tersebut hingga kini masih dapat kita teukan di perpustakaan-perpustakaan internasional, khususnya di Amerika, yang secara profesional dan rapi telah menyimpannya.[9]Sehingga para umat Muslim di masa kini, yang ingin mempelajari lebih banyak tentang khasanah Islam tersebut, harus pergi ke negara Barat (non Islam) agar dapat meminta kembali permata yang sementara ini telah mereka pinjam.

C. MANFAAT BAGI MASA SEKARANG DAN MASA MENDATANG

Jurnal di atas telah menjawab pertanyaan saya mengenai pergaruh islam bagi peradaban dunia. peradaban Islam telah memberi kontribusi besar dalam berbagai bidang khususnya bagi dunia Barat yang saat ini diyakini sebagai pusat peradaban dunia. Kontribusinya antara lain ilmu filsafat, sains, teknologi dan penerapan-penerapan ilmu pengetahuan lainnya. Kita sebagai umat muslim menjadi semakin percaya diri dan termotivasi dengan peranan peradaban islam di dunia yang begitu dominan dan akan semakin banyak umat muslim yang berkarya di masa kini dan masa mendatang.

D. PENUTUPKesimpulan Penyebaran ajaran Islam dan ekspansinya ke berbagai penjuru dunia telah berhasil membawa kemajuan pada setiap masanya, baik dari segi keagamaan maupun non agama yang berupa ilmu pengetahuan dan teknologi.Para tokoh dan cendekiawan Islam yang telah berhasil mempelajari ilmu-ilmu Yunani dan Sansekerta, telah memberikan pengembangan yang signifikan pada bidangnya masing-masing, jauh sebelum para ilmuwan Barat menemukan teori-teori tentang ilmu pengetahuan.Dengan demikian telah memberikan bukti bahwa Islam dan peradaban yang telah dibangunnya pada masa lalu, telah memberikan investasi besar pada pencapaian peradaban dunia modern saat ini.SaranDengan bukti-bukti megenai kontribusi islam bagi peradaban dunia, kita sebagai generasi penerus para ilmuan-ilmuan muslim terdahulu hendaknya terus berjuang untuk meneruskan prestasi-prestasi mereka karena dengan demikian kita dapat menjaga dan memajukan islam terhadap peradaban di dunia.