TUGAS INDIVIDU
-
Upload
anis-suhariati -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
Transcript of TUGAS INDIVIDU
TUGAS INDIVIDU
RESUME
Untuk Memenuhi Mata Kuliah Aplikasi Bioteknologi Industri
oleh :
Anis Suhariati (101710101011)
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2013
1. Pengertian Enzim
Enzim adalah protein yang diproduksi dari sel hidup dan digunakan oleh sel-sel
untuk mengkatalisis reaksi kimia yang spesifik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap
substratnya. Tanpa pembentukan produk samping enzim merupakan unit fungsional
untuk metabolisme dalam sel (Shahib, 1992). Dalam jumlah yang sangat kecil, enzim
dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya. Enzim ini akan kehilangan
aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat, pelarut organik, atau pengaruh lain yang
bisa menyebabkan denaturasi protein. Enzim dikatakan mempunyai sifat sangat khas,
karena hanya bekerja pada substratnya (Girindra, 1990).
Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi
kimia dalam sistem biologis. Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini
adalah protein. Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya
sebagai protein. Enzim dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang
sederhana, sampai ke reaksi yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara proses
reaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang
dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim mengikat molekul
substrat membentuk kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai
membentuk enzim bebas dan produknya (Lehninger, 1995).
E = S ES E + P
E = enzim S = substrat P= Produk
Enzim memiliki keunggulan sifat, antara lain mempunyai aktivitas yang tinggi,
efektif, spesifik dan ramah lingkungan (Lidya dan Djenar, 2000), sedangkan menurut
(Saktiwansyah, 2001), enzim memiliki sifat yang khas, yaitu sangat aktif walaupun
konsentrasinya amat rendah, sangat selektif dan bekerja pada kondisi yang ramah
(mild), yaitu tanpa temperatur atau tekanan tinggi dan tanpa logam yang umumnya
beracun. Hal inilah yang menyebabkan reaksi yang dikatalisis secara enzimatik
menjadi lebih efisien dibandingkan dengan reaksi yang dikatalisis oleh katalis kimia
(August, 2000).
Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein.
Enzim dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke
reaksi yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan
molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi. Percepatan reaksi
terjadi karena enzim menurunkan energy pengaktifan yang dengan sendirinya akan
mempermudah terjadinya reaksi. Enzim mengikat molekul substrat membentuk
kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim
bebas dan produknya (Lehninger, 1995).
Berdasarkan biosintesisnya, enzim dibedakan menjadi enzim konstitutif dan
enzim induktif. Enzim konstitutif adalah enzim yang selalu tersedia di dalam sel
mikroba dalam jumlah yang relatif konstan, sedangkan enzim induktif adalah enzim
yang ada dalam jumlah sel yang tidak tetap, tergantung pada adanya induser. Enzim
induktif ini jumlahnya akan bertambah sampai beberapa ribu kali bahkan lebih
apabila dalam medium mengandung substrat yang menginduksi, terutama bila
substrat penginduksi merupakan satu-satunya sumber karbon (Lidya dan Djenar,
2000).
Berdasarkan tempat bekerjanya, enzim dapat dibedakan dalam 2 golongan,
yaitu endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim disebut juga enzim intraseluler,
dihasilkan di dalam sel yaitu pada bagian membran sitoplasma dan melakukan
metabolisme di dalam sel. Eksoenzim (enzim ekstraseluler) merupakan enzim yang
dihasilkan sel kemudian dikeluarkan melalui dinding sel sehingga terdapat bebas
dalam media yang mengelilingi sel dan bereaksi memecah bahan organik tanpa
tergantung pada sel yang melepaskannya (Soedigdo, 1988).
Sebagan besar enzim tersusun atas protein. Enzim yang hanya tersusun atas
protein diantaranya adalah pepsin dan tripsin. Namun ada pula enzim yang tersusun
atas komponen tambahan selain protein yang disebut dengan protein konjugasi
(Pujiyanti, 2008)
2. Komponen Penyusun Enzim
Sebagian besar enzim tersusun oleh dua bagian, yaitu bagian yang berupa
protein, disebut apoenzim dan bagian non protein yang disebut kofaktor. Ada juga
beberapa enzim yang hanya terdiri dari komponen protein saja. Penyusun utama
suatu enzim adalah molekul apoenzim. Komponen ini mudah mengalami denaturasi,
misalnya oleh pemanasan dengan suhu tinggi. Agar berfungsi sebagaimana mestinya,
enzim memerlukan komponen lain yaitu kofaktor.
Kofaktor adalah komponen nonprotein berupa ion atau molekul. Kofaktor dapat
berupa molekul anorganik maupun molekul organik. Molekul anorganik berupa
mineral seperti ion Fe, ion Zn, dan ion Mn. Molekul organik misalnya NAD+,
vitamin B1, B2, B6, niasin, dan biotin. Kofaktor yang berupa molekul organik
disebut koenzim, sedangkan kofaktor yang berupa molekul anorganik disebut gugus
prostetik. Apoenzim dan koenzim yang bersatu membentuk enzim yang lengkap,
disebut holoenzim (Winarno, 1986).
Berdasarkan ikatannya, kofaktor dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
gugus prostetik, ko-enzim, dan ion-ion anorganik.
a. Gugus prostetik merupakan tipe kofaktor yang biasanya terikat kuat pada enzim,
berperan memberi kekuatan tambahan terhadap kerja enzim. Contohnya adalah
heme, yaitu molekul berbentuk cincin pipih yang mengandung besi. Heme
merupakan gugus prostetik sejumlah enzim, antara lain katalase, peroksidase,
dan sitokrom oksidase.
b. Ko-enzim merupakan kofaktor yang terdiri atas molekul organik nonprotein yang
terikat renggang dengan enzim. Ko-enzim berfungsi untuk memindahkan gugus
kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim yang lain. Contohnya, tiamin
pirofosfat, NAD, NADP+, dan asam tetrahidrofolat.
c. Ion-ion anorganik merupakan kofaktor yang terikat dengan enzim atau substrat
kompleks sehingga fungsi enzim lebih efektif. Contohnya, amilase dalam ludah
akan bekerja lebih baik dengan adanya ion klorida dan kalsium. Beberapa
kofaktor tidak berubah di akhir reaksi, tetapi kadang-kadang berubah dan terlibat
dalam reaksi yang lain. (Santoso, 2011)
3. Sifat-Sifat Enzim
Enzim mempunyai sifat-siat sebagai berikut:
1) Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
2) Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena enzim
tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil.
3) Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim.
4) Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat
dan dapat digunakan berulang-ulang.
5) Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (eksoenzim),
contoh eksoenzim: amilase,maltase.
6) Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga
yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, mengkatalisis pembentukan
dan penguraian lemak.
LipaseLemak + H2O ———————————> Asam lemak + Gliserol
7) Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif
(permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan
substrat tertentu.
8) Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein
tambahan yang disebut kofaktor.
9) Enzim dapat bereaksi dengan senyawa asam maupun basa, kation maupun
anion.
10) Enzim sangat peka terhadap faktor-faktor yang menyebabkan denaturasi
protein, seperti suhu dan pH.
11) Enzim bersifat koloid, luas permukaan besar, bersifathidrofil.
12) Enzim dapat dipacu maupun dihambat aktifitasnya (Rian, 2013).
4. Mekanisme Kerja Enzim
Substrat akan berikatan dengan sisi aktif suatu enzim melalui beberapa bentuk
ikatan kimia yang lemah (misalnya interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan
van der Waals, dan interaksi hidrofobik). Setelah berikatan dengan bagian sisi
aktif enzim, substrat bersama-sama enzim kemudian membentuk suatu kompleks
enzim-substrat, selanjutnya terjadi proses katalisis oleh enzim untuk membentuk
produk. Ketika produk sudah terbentuk enzim menjadi bebas kembali untuk
selanjutnya bereaksi kembali dengan substrat (Suhara, 2002).
Mekanisme kerja enzim
Ada dua teori yang menjelaskan mengenai cara kerja enzim yaitu:
a. Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci) Teori ini dikemukakan oleh
Fischer(1898). Enzim diumpamakan sebagai gembok yang mempunyai bagian
kecil dan dapat mengikat substrat. Bagian enzim yang dapat berikatan dengan
substrat disebut sisi aktif. Substrat diumpamakan kunci yang dapat berikatan
dengan sisi aktif enzim. Cara kerja enzim menurut Teori Lock and Key sebagai
berikut.
Selain sisi aktif, pada enzim juga ditemukan adanya sisi alosterik. Sisi alosterik
dapat diibaratkan sebagai sakelar yang dapat menyebabkan kerja enzim
meningkat ataupun menurun. Apabila sisi alosterik berikatan dengan penghambat
(inhibitor), konfigurasi enzim akan berubah sehingga aktivitasnya berkurang.
Namun, jika sisi alosterik ini berikatan dengan aktivator (zat penggiat) maka
enzim menjadi aktif kembali (Suhara, 2002).
b. Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi) Teori berikutya yang mencoba
menjelaskan cara kerja enzim adalah teori Induced Fit (ketepatan induksi). Sisi
aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan
bentuk substrat (Suhara, 2002).Gambaran teori tersebut dijelaskan pula memlaui
gambar di bawah ini.
5. Faktor yang mempengaruhi Enzim
Beberapa factor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah :
1) Efek suhu terhadap aktivitas enzim
Aktivitas enzim akan bertambah dengan naiknya suhu sampai
tercapainya aktivitas optimum. Kenaikan suhu lebih lanjut akan
mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim dan pada akhirnya merusak
enzim (Pelczar, 1986).
2) Efek pH terhadap aktivitas enzim
Perubahan pH akan mempengaruhi kecepatan reaksi enzim, karena
berubahnya derajat ionisasi gugus asam dan basa dari enzim. Untuk
kebanyakan enzim, terdapat rentang pH optimum dimana aktivitas enzim
berlangsung secara optimum dan mempunyai stabilitas yang tinggi. Sebagian
besar enzim mempunyai pH optimum yang mendekati netral, sebagian kecil
lainnya mempunyai pH optimum yang sangat rendah (sekitar 2,0) atau sangat
tinggi (sekitar 9,0) (Pelczar, 1986).
3) Efek konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
Pada enzim-enzim dengan derajat kemurniannya tinggi, terdapat suatu
hubungan linear antara jumlah enzim dan taraf aktivitas pada batas-batas
tertentu. Konsentrasi enzim pada umumnya sangat kecil, bila dibandingkan
dengan konsentrasi substrat. Saat konsentrasi enzim meningkat, maka
aktivitas enzim juga bertambah (Pelczar, 1986).
4) Efek konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat. Pada konsentrasi substrat yang sangat rendah, kecepatan
reaksi yang dikatalisis enzim juga sangat rendah. Sebaliknya, kecepatan reaksi
akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai tercapai
titik tertentu, yaitu titik batas kecepatan reaksi maksimum. Setelah titik batas,
enzim menjadi jenuh oleh substratnya, sehingga tidak dapat berfungsi lebih
cepat. Pembatas kecepatan enzimatis ini adalah kecepatan penguraian
kompleks enzim-substrat menjadi produk dan enzim bebas (Lehningher,
1995)
5) Efek aktivator, inhibitor dan kofaktor terhadap aktivitas enzim
Aktifitas katalitik enzim dapat dipengaruhi oleh aktivator (bahan-
bahan yang meningkatkan aktivitas enzim) dan inhibitor (bahan-bahan yang
menurunkan aktivitas enzim). Berdasarkan kinetikanya, inhibitor dapat
dibedakan menjadi inhibitor ireversibel dan reversibel (Lehninger, 1995).
Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor, yaitu komponen non
protein dari enzim yang menentukan aktivitas katalitiknya. Kofaktor ini dapat
berupa senyawa organik yang disebut koenzim atau senyawa non organik
seperti ion logam Fe2+, Mn2+, Zn2+ dan Ca2+ (Lehningher, 1995).
Ion-ion logam ini umumnya ditambahkan dalam bentuk garam, misalnya ion
Ca2+ dalam bentuk garam klorida. Kation-kation lain yang telah diketahui
dapat mengaktifkan enzim adalah Na+, K+, Rb+, Cs+, Mg2+, Zn2+, Cu2+, Fe2+,
Co2+, Ni2+, dan Al3+ (Lehninger, 1995).
Aktivitas suatu enzim dapat dihambat oleh suatu senyawa yang
dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor digolongkan menjadi 3 jenis yaitu :
Hambatan Reversibel
Yang disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi
sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim.
Hambatan reversible dapat berupa hambatan bersaing dan hambatan tidak
bersaing. Hambatan bersaing disebabkan karena adanya molekul yang
mirip dengan substrat, yang dapat pula membentuk kompleks yaitu
kompleks enzim inhibitor (EI), sedang hambatan tidak bersaing ini tidak
dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang
melakukannya disebut inhibitor tidak bersaing.
Penghambat enzim reversibel dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu
zat penghambat yang bersaingan (kompetitif) dan zat penghambat yang
tidak bersaingan (non-kompetitif). Zat penghambat yang bersaingan itu
mempunyai struktur mirip dengan struktur molekul substrat. Suatu
penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan
sisi aktif enzim, tetapi, sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim
tersebut. Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat
dihilangkan dengan meningkatkan konsentrasi substrat
E + S ES E + P (produk)
E + S + I EI + S (enzim inaktif)
Sedangkan zat penghambat yang tidak bersaingan (non kompetitif) dapat
menempel pada enzim, pada sisi regulasi enzim, sehingga mengubah
konformasi molekul enzim, sehingga menyebabkan inaktifasi enzim.
Hambatan tidak Reversibel
Hambatan tidak reversible ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak
reversible dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan
berubahnya bentuk enzim.
Hambatan Alosterik
Hambatan ruang karena enzim tersebut tidak berbentuk hiperbola seperti
enzim – enzim ang lain tetapi akan terjadi grafik yang berbentuk sigmoida
(Suhara, 2002)
DAFTAR PUSTAKA
August, E. 2000. Kajian Penggunaan Lipase Amobil dari Aspergillus Niger pada
Pembuatan Monoasilgliserol yang bersifat Antibakteri dari Minyak Kelapa
(Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Girindra, A. 1990. Biokimia 1. Cetakan ke-2. Jakarta: PT Gramedia.
Lehninger.A.L. 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Lidya, B., dan Djenar, N. S. 2000. Dasar Bioproses. Bandung: Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Bandung.
Pelczar. J. Michael dan Chan E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Rian. 2013. Protein. http://rianrtandra.wordpress.com/tag/protein.html. [diakses 17
November 2013].
Santoso. 2011. Modul Biokimia : Enzim [serial online]. staff.undip.ac.id/fk/
santosojaeri/files/2011/modul-biokimia-enzim.pdf. [diakses 17 November
2013]
Soedigdo, P. 1988. Isolasi dan Pemurnian Enzim. Bandung: Pusat Antar Universitas
Bioteknologi Institut Teknologi Bandung.
Suhara.2002. Dasar- Dasar Biokimia. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Winarno, F. 1986. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia.