Tugas Green Building

29
Bangunan Hijau (Green Building) sebagai salah satu penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan 1. Pendahuluan Pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development adalah sebuah konsep yang dewasa ini sering kita dengar. Pembangunan berkelanjutan pertama kali dicetuskan pada tahun 1983 pada saat PBB membentuk World Commission on Environment and Development (WCED) yang diketuai oleh Perdana Ment e ri Norwegia Gro Harlem Brundtland . Pembangunan berkelanjutan mempunyai banyak definisi, salah satu definisi yang paling umum adalah menurut Komisi Brundtland adalah development that meets the needs of the present witout compromising the ability of the future generation to meet their own need ” yang artinya pembangunan berkelanjutan adalah suatu upaya yang mendorong tercapainya kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting yaitu: 1

description

pembangunan berkelanjutan

Transcript of Tugas Green Building

Bangunan Hijau (Green Building) sebagai salah satu penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan

1. PendahuluanPembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development adalah sebuah konsep yang dewasa ini sering kita dengar. Pembangunan berkelanjutan pertama kali dicetuskan pada tahun 1983 pada saat PBB membentuk World Commission on Environment and Development(WCED) yang diketuai oleh Perdana Menteri Norwegia Gro Harlem Brundtland. Pembangunan berkelanjutan mempunyai banyak definisi, salah satu definisi yang paling umum adalah menurut Komisi Brundtland adalah development that meets the needs of the present witout compromising the ability of the future generation to meet their own need yang artinya pembangunan berkelanjutan adalah suatu upaya yang mendorong tercapainya kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting yaitu:a. Gagasan kebutuhan khususnya kebutuhan esensial;b. Gagasan keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan kini dan generasi di masa depan.Pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga pilar utama yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pendorong utama bagi pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan titik temu ketiga pilar tersebut. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual serta pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan.

Gambar 1. Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan (sumber id.wikipedia.org)

Beberapa dekade terakhir populasi manusia di bumi ini terus meningkat. Pertumbuhan jumlah manusia yang terus meningkat berbanding lurus dengan kebutuhan akan lahan perumahan, hal tersebut dikarenakan kebutuhan dasar hidup manusia adalah sandang, pangan, dan papan. Peningkatan kebutuhan lahan perumahan menyebakan tingkat alih fungsi lahan dari persawahan, perkebunan menjadi perumahan, gedung-gedung juga semakin meningkat. Industri kontruksi dan pembangunan memiliki peran besar dalam penggunaan sumber energi global dan peningkatan polusi. Industri kontruksi dan bangunan menggunakan sekitar 25% sampai 40% dari total penggunaan energi, 30% dari penggunaan bahan baku, dan menghasilkan 30% sampai 40% dari emisi gas rumah kaca global serta menghasilkan sebesar 30% sampai 40% dari total sampah dunia. Di beberapa negara maju dan berkembang orang-orang menghabiskan 90% dari waktu mereka di dalam bangunan baik dalam gedung maupun rumah, oleh kerena itu lingkungan dalam bangunan yang sehat dan nyaman memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesehatan manusia dan kesejahteraan, serta menawarkan potensi besar untuk mengurangi biaya untuk biaya pengobatan akibat suatu penyakit tertentu.

2. Bangunan HijauDewasa ini di beberapa negara-negara maju dan berkembang terdapat gagasan baru terhadap desain dan konstruksi bangunan hijau atau Green Building. Bangunan hijau adalah bangunan dengan kinerja tinggi yang mengurangi dampak terhadap lingkungan pada semua tahapan pembuatannya (mulai dari pemilihan lahan, bentuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan pembongkaran), konservasi dan efiensi energi dan sumber daya, serta meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuninya. Tujuan umum bangunan hijau adalah untuk mengurangi keseluruhan dampak terhadap lingkungan yang dibangun baik pada kesehatan manusia dan lingkungan alam.Sebuah bangunan hijau secara bertahap harus dapat mengadopsi prinsip-prinsip "zero waste" yang artinya proses dilakukan tidak menghasilkan sisa bahan atau limbah yang tidak berguna, sehingga efisien dalam pengelolaan bahan yang terpakai, apabila terdapat sisa bahan tersebut dapat dimanfaatkan kembali atau diolah kembali untuk proses yang lain. Pendekatan ini dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dan pengurangan emisi GRK. Jika prinsip ini dapat diterapkan pada suatu kota hal ini dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan di kota atau di wilayah tersebut, dan sampah-sampah yang masih ada dapat didaur ulang untuk produksi bahan sekunder yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk konstruksi. Sebuah bangunan hijau harus memiliki fitur unik tertentu dan dirancang dengan tujuan bangunan berkelanjutan seperti berikut ini:a. Penilaian Siklus Hidup (LCA)Penilaian siklus hidup (Life Cycle Assessment/LCA) adalah prosedur untuk menilai dampak lingkungan yang terkait pada semua tahap pembangunan suatu bangunan, mulai dari pemilihan lokasi, ekstraksi bahan baku melalui pengolahan bahan, manufaktur, distribusi, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, serta pembuangan atau daur ulang. LCA dapat membantu menghindari pandangan sempit tentang masalah lingkungan dengan cara: Menyusun inventarisasi energi dan bahan yang akan digunakan dan perubahan lingkungan yang relevan; Mengevaluasi dan mengidentifikasi dampak potensial yang terkait pengunaan bahan baku dan sampah yang dihasilkan; Menafsirkan hasil yang didapat untuk membantu membuat keputusan yang lebih tepat.LCA adalah prosedur menyeluruh penilaian bahan baku produk, manufaktur, distribusi, penggunaan dan pembuangan termasuk semua langkah yang diperlukan transportasi, intervensi atau disebabkan oleh keberadaan produk. Proses penilaian siklus pembuatan didefinisikan pada ISO 14040/14044.Proses pembangunan suatu bangunan terdapat interaksi antara semua tahap pembangunan, misalnya apabila modal atau investasi yang digunakan dalam tahap konstruksi sangat kecil (misal menggunakan jenis bahan yang murah) maka pengeluaran yang dibutuhkan pada tahap operasional dan pemeliharaan akan meningkat.

Gambar 2. Life Cycle Assessment of Green Building (sumber http://www.capem.eu/)

b. Efisiensi Energi dan Energi TerbarukanSebuah bangunan memiliki dampak yang penting pada lingkungan dan penggunaan energi. Di Amerika Serikat sebuah bangunan komersial dan perumahan menggunakan hampir 40% energi utama dan sekitar 70% energi listrik (EIA, 2005). Energi yang digunakan oleh sektor bangunan terus meningkat, hal tersebut dikarenakan bangunan-bangunan baru dibangun lebih cepat daripada bangunan yang lama. Konsumsi listrik di sektor bangunan komersial meningkat dua kali lipat pada tahun 1980 dan 2000 dan diperkirakan akan meningkat 50% pada tahun 2025 (EIA, 2005).Secara sederhana efisiensi energi merupakan perbandingan antara energi yang dikeluarkan dengan energi yang digunakan, hal ini berarti upaya mendapatkan hasil maksimal dari setiap unit energi yang kita dapat. Secara teknis efisiensi energi menyebabkan perputaran peralatan, dimana peralatan lama diganti dengan peralatan yang lebih baru dan lebih efisien. Teknologi energi terbarukan menghasilkan energi dengan cara mengubah fenomena alam ke dalam bentuk energi yang berguna. Teknologi ini menggunakan energi yang melekat pada sinar matahari baik secara langsung maupun tidak langsung (seperti energi foton, angin, air yang jatuh, efek pemanasan, dan pertumbuhan tanaman), gaya gravitasi (pasang surut), dan energi panas dari inti bumi sebagai sumber energi. Bangunan yang hemat energi menggunakan lebih sedikit energi, sehingga biaya operasional juga berkurang, meningkatkan kenyamanan, sehingga menjadi lebih baik bagi pemilik rumah maupun usaha.c. Efisiensi AirDalam beberapa tahun terakhir efisiensi dan konservasi air menjadi elemen yang sangat penting dalam konsep bangunan hijau. Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Environmental Program/UNEP) sebuah bangunan mengkonsumsi hampir 20% dari sumber daya air yang ada, sehingga jumlah air yang tersedia di bumi ini semakin berkurang tiap tahunnya. Efisiensi air berarti penggunaan teknologi agar memberikan maanfaat atau layanan yang sama atau lebih baik dengan hanya menggunakan air dalam jumlah yang sedikit, hal tersebut sekaligus dapat menekan biaya overhead. Meningkatkan efisiensi air dapat mengurangi biaya operasi (seperti biaya pompa dan perlakuan air), mengurangi kebutuhan untuk mengembangkan persedian air baru dan biaya pengembangan infrastruktur air. Efisiensi air juga dapat mengurangi pengambilan persediaan air tawar yang jumlahnya terbatas, sehingga terjadi peningkatan persediaan air bagi generasi di masa yang akan datang dan meningkatkan kualitas air dan habitat air (www.epa.gov).Langkah pertama untuk meningkatkan efisiensi air di dalam suatu bangunan adalah mengurangi penggunaan air untuk tujuan selain untuk dikonsumsi. Ada dua cara untuk melakukan efesiensi ini yaitu pertama dengan mengumpulkan air hujan dan yang kedua dengan menggunakan kembali air yang telah digunakan dalam ruangan. Kita dapat memasang tangki air di atas atau di bawah tanah yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menyimpan air limpasan dari atap dan permukaan yang tahan air lainnya, serta dari mesin cuci, mesin pencuci piring, bak mandi dan bak cuci (air jenis ini diklasifikasikan sebagai air abu-abu, yang artinya air yang tidak termasuk kotoran manusia atau limbah).d. Spesifikasi dan bahan bangunan yang ramah lingkungan.Di Amerika Serikat selama proses konstruksi atau proses pembongkaran bangunan, komponen-komponen yang tidak digunakan sering dibuang dalam bentuk puing-puing bangunan yang jumlahnya diperkirakan sebesar 28% dari total timbunan sampah. Penilaian bahan bangunan yang ramah lingkungan dimulai dengan menetapkan kriteria untuk evaluasi bahan bangunan. Kriteria bahan bangunan yang digunakan mungkin berbeda antara proyek satu dengan lainnya. Kriteria tersebut tergantung pada apakah proyek tersebut adalah konstruksi baru, renovasi atau bangunan yang ada. Menurut Froeschle 1999 ada enam belas kriteria bahan lingkungan. Kriteria-kriteria ini dapat membantu menciptakan bangunan yang lebih ramah terhadap lingkungan. Penentuan spesifikasi Proyek dapat membantu dalam tiga hal yaitu: dalam prosedur lingkungan; bahan bangunan yang ramah lingkungan; dan dalam aplikasi lingkungan.No.Kriteria/VariabelDeskripsi

1.Kadar racun rendahBahan dengan tingkat toksisitas atau konsentrasi racun rendah

2.Emisi minimalBahan tanpa emisi kimia atau emisi kimia rendah (VOC, CFC)

3.Konsentrasi VOCs rendahBahan yang dapat mengurangi jumlah kontaminan udara dalam ruangan

4.Kandungan hasil daur ulangProduk dengan identifikasi konten daur ulang

5.Sumber daya yang efisienProduk yang diproduksi dengan konsumsi energi, limbah & GRK yang sedikit

6.Bahan daur ulangBahan yang dapat didaur ulang di akhir masa pakainya

7.Komponen yang dapat digunakan kembaliKomponen bangunan yang dapat digunakan kembali atau diselamatkan

8.Sumber berkelanjutanBahan-bahan alami terbarukan yang dibuat menggunakan sumber yang berkelanjutan

9.Bahan tahan lamaBahan yang sebanding bahan tradisional dengan harapan hidup yang panjang

10.Tahan kelembabanProduk yang tahan terhadap kelembaban atau menghambat pertumbuhan kontaminan

11.Hemat energiBahan yang membantu mengurangi konsumsi energi pada bangunan

12.Pelestarian airProduk dan sistem yang dapat membantu mengurangi konsumsi air

13.Meningkatkan IAQSistem atau peralatan yang menghasilkan IAQ yang sehat

14.Pemeliharaan yang sehatBahan yang memerlukan pembersihan sederhana dan tidak beracun

15.Produk lokalBahan lokal sehingga menghemat energi untuk transportasi ke lokasi proyek

16.Bahan terjangkauBiaya pembuatan bangunan sebanding pembuatan dengan bahan konvensional

Tabel 1. Kriteria bahan lingkungan untuk bangunan hijau (Froeschle, 1999)

e. Pengurangan limbah bangunanDi beberapa negara maju dan berkembang pengelolaan limbah konstruksi dan pembongkaran bangunan telah menjadi salah satu masalah lingkungan yang utama. Ada dua jenis utama dari limbah konstruksi dan pembongkaran bangunan, pertama limbah struktur dan yang kedua limbah penyelesaian atau finising bangunan. Potongan beton, tulangan batang, meninggalkan pelat kayu dan potongan-potongan lain yang dihasilkan limbah struktur selama tahap konstruksi. Limbah finising adalah limbah yang dihasilkan selama tahap finising bangunan, seperti bahan baku yang rusak seperti mosaik, ubin, keramik, cat dan bahan plesteran yang terbuang karena penggunaan ceroboh. Bossink dan Brouwers (1996) menyimpulkan bahwa proyek pembangunan suatu bangunan menghasilkan limbah bangunan sekitar 1% sampai 10% dari berat bahan bangunan yang dibangun. Ehshassi (1996) menyimpulkan dari hasil studi terhadap 86 proyek perumahan di Jalur Gaza bahwa kerugian material akibat limbah langsung dan tidak langsung berkisar antara 3,6% sampai 11% dari total biaya bangunan tersebut.f. Pengurangan bahan bangunan beracun Pada beberapa dekade terakhir banyak terdapat bahan bangunan yang mengeluarkan polusi udara. Upaya pengurangan emisi beracun dari bahan bangunan dapat difokuskan pada tiga kelompok polutan udara dalam ruangan yaitu: Karsinogen;Karsinogen pada manusia jumlahnya sedikit namun dapat menyebabkan penyakit yang berat, oleh karena itu penggunaannya harus dihindari sejauh mungkin. Iritasi;Beberapa kelompok zat kimia dapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan, oleh karena itu zat kimia penyebab iritasi tersebut harus dapat digantikan dengan zat-zat yang tidak menyebabkan iritasi. Bau.Bahan-bahan yang digunakan pada tahap finising seperti lem, perekat cat, pernis dan coating dinding maupun lantai sering menimbulkan bau, oleh karena itu penggunaannya secara umum harus dihindari atau dapat digantikan dengan bahan-bahan yang tidak menimbulkan bau.g. Kualitas Udara Dalam Ruangan (Indoor Air Quality/IAQ)Masalah kualitas udara tidak hanya terbatas pada rumah, banyak gedung-gedung perkantoran atau perumahan memiliki sumber polusi udara yang penting, beberapa bangunan ini mungkin tidak memiliki ventilasi yang memadai. Sistem ventilasi mekanis mungkin tidak dirancang atau dioperasikan untuk memberikan jumlah udara yang cukup dari luar ruangan ke dalam suatu ruangan. Menyediakan kualitas udara dalam ruangan yang baik pada gedung-gedung tidak selalu mengacu pada konsep bangunan hijau. Orang-orang biasanya kurang memperhatikan kualitas lingkungan dan udara di kantor mereka daripada di rumah, akibatnya terjadi peningkatan kejadian masalah kesehatan di beberapa perkantoran. Beberapa senyawa khas VOC yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dilepaskan dari bahan bangunan seperti formaldehida, asetaldehida, toluena, isosianat, xylene dan benzene. VOC sering dikeluarkan pada tingkat tinggi dan berkurangnya ke tingkat yang lebih rendah dari waktu ke waktu. Dalam mengukur kualitas udara dalam ruangan (IAQ) kontrol yang paling penting dilakukan adalah ventilasi dan kontrol suhu. Oleh banyak peneliti ventilasi dipandang sebagai proses yang penting untuk mengkontrol kualitas udara pada ruangan. Menurut Levin (1991) pertimbangan penggunaan ventilasi untuk mengkontrol kualitas udara pada ruangan (IAQ) adalah: Pengenceran udara melalui ventilasi udara di luar ruangan; Lokasi intake ke udara; Lokasi bangunan pembuangan udara; Membersihkan udara dan penyaringan; Distribusi ruang udara; Pemulihan panas; dan Kontrol mikroba.h. Pertumbuhan cerdas dan pembangunan berkelanjutanPembangunan berkelanjutan telah didefinisikan dalam banyak arti, tetapi definisi yang paling sering umum adalah dari Our Common Future atau juga dikenal sebagai Laporan Brundtland (WCED 1987), yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pengertian ini memberi dua konsep kunci: Konsep kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok kaum miskin di dunia yang mejadi prioritas utama untuk diberikan, dan Gagasan keterbatasan yang ditetapkan oleh negara dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan.Dalam kerangka pertumbuhan cerdas dalam pembangunan adalah dengan melakukan perencanaan kota dan kosnep transportasi yang berkonsentrasi pada pusat-pusat perkotaan dengan pertumbuhan yang padat. Masyarakat menggunakan strategi kreatif untuk mengembangkan, melestarikan alam dan lahan kritis, melindungi kualitas air dan udara, dan menggunakan kembali lahan yang sudah dikembangkan untuk konservasi sumber daya dengan investasi pada bidang infrastruktur dan reklamasi bangunan bersejarah. Dengan merancang lingkungan terpadu yang memiliki toko-toko, kantor, sekolah, tempat ibadah, taman, dan fasilitas lainnya di dekat rumah, hal tersebut akan memberikan pilihan kepada masyarakat dan pengunjung untuk berjalan, bersepeda, menggunakan kendaraan umum, atau mengemudi kendaraan pribadi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan bertambahnya usia keluarga muda yang mampu dapat membeli rumah yang aman, menarik sebagai rumah pertama mereka, dan memungkinkan warga lanjut usia untuk tetap tinggal di rumah mereka. Pendekatan pertumbuhan pintar yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi lingkungan sekitar dapat dilakukan dengan melibatkan penduduk lokal dalam pengambilan keputusan, mereka dapat menciptakan tempat untuk hidup, bekerja, dan bermain. Kualitas hidup yang tinggi dalam masyarakat dapat membuat masing-masing anggota masyarakat bersaing secara ekonomi, menciptakan peluang bisnis, dan meningkatkan pendapatan melalui pajak. i. Layanan dan Proyek Lingkungan yang inovatifInovasi lingkungan dalam pembangunan adalah pengembangan dari proyek-proyek yang memberikan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Ini mencakup berbagai ide, dari kemajuan teknologi yang ramah lingkungan ke jalur inovatif yang dapat diterima secara sosial menuju keberlanjutan. Perubahan yang sangat cepat dalam bidang ekonomi dan masyarakat membuat permintaan untuk konstruksi baru dari lingkungan yang akan dibangun. Inovasi dalam bidang pembangunan dapat memberikan komponen penting dari strategi yang kompetitif pada sektor konstruksi. Investasi pada proyek dan inovasi jasa konstruksi sangatlah penting, namun biaya awal yang tinggi mungkin dapat menimbulkan masalah yang baru. Sebuah cara untuk mengukur variasi inovatif tahunan di sektor konstruksi merupakan indikator campuran yang dapat memberi peringkat kepada negara atau ekonomi atau proyek dalam hal inovasi dan hasil inovasi mereka terhadap lingkungan. Indikator ini disebut indeks inovasi global (Global Innovation Index/GII).

3. Sistem Penilian Bangunan HijauDi seluruh dunia berbagai program penilaian bangunan hijau telah dikembangkan untuk menilai dampak pembangunan suatu bangunan terhadap lingkungan dan energi yang digunakan. Sistem sertifikasi bangunan hijau pertama kali diciptakan di Inggris pada tahun 1990 oleh The Building Research Environmental Assessment Method (BREEAM). Pada tahun 1998 Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) memperkenalkan sistem penilaian bangunan hijau berdasarkan substansial penilaian pada sistem BREEAM. Pada tahun 2005, Green Building Initiative (GBI) meluncurkan Green Globe sistem penilaian yang mengadopsi BREEAM versi Kanada dan mendistribusikannya di Amerika Serikat. Untuk saat ini secara garis besar sistem penilaian bangunan hijau yang terkenal adalah: Building Research Establishment Environmental Assessment Act (BREEAM) di Inggris; Green Building Challenge (GBC) di Kanada; Comprehensive Assessment System for Building Environmental Efficiency (CASBEE) di Jepang; Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) di Amerika Serikat; dan Evaluation Standard for Green Building (ESGB) di Cina.Di Indonesia konsep bangunan hijau dipelopori melalui lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dimana dalamnya dipersyaratkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya dan harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Sedangkan untuk peraturan daerah tentang bangunan hijau, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Hijau. Di Indonesia sistem penilaian bangunan hijau dan sertifikasinya saat ini dipegang Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia Atau Green Building Council Indonesia yang merupakan lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit).

4. KesimpulanSektor pembangunan mencakup aspek-aspek seperti desain, pemilihan bahan, penggunaan sumber daya alam serta interaksi dengan aspek sosial-ekonomi, peraturan dan administrasi yang berbeda. Kegiatan konstruksi mengkonsumsi lebih banyak bahan baku dibandingkan sektor industri lainnya. Perubahan fungsi lahan untuk bangunan menyumbang emisi gas rumah kaca dalam hal penggunaan energi, selain itu kegiatan konstruksi dan pembongkaran menghasilkan aliran limbah yang besar, yang sebagian besar dapat didaur ulang. Bangunan yang berkelanjutan di masa depan harus mencakup kebutuhan manusia dalam mempertahankan kualitas hidupnya. Bangunan dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan adalah penilaian siklus hidup bangunan itu sendiri yang merupakan kunci ke arah peningkatan kualitas lingkungan dan konservasi energi. Manusia harus hidup dalam lingkungan yang dirancang dan beroperasi menggabungkan unsur-unsur: Efisiensi energi dan energi terbarukan; Pengurangan bahan beracun; Tanpa polusi dalam ruangan; Hemat air; Kepercayaan dalam proyek-proyek lingkungan yang inovatif; Meminimisasi limbah dan pencegahan polusi; Penggunaan kembali bahan bangunan ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Konstatinos A. Komnitas. 2011. Potensial of Geopolymer Technology Towards Green Buildings and Sustainable Cities. Procedia Engineering 21 (2011) 1023 1032. Published by Elsevier Ltd. www.sciencedirect.com.2. K. I Vatalis, O. Manoliadis, G. Charalampides, S. Platias, S. Savvidis. 2013. Sustainability Components Affecting Decisions for Green Building Project. Procedia Economics and Finance 5 (2013) 747 756. Published by Elsevier B. V. www.sciencedirect.com.3. Chen Jingwei, Zhao Ping, Wang Xue. 2011. The Reaserch on Sino-US Green Building Rating System. Enegy Procedia 5 (2011) 1205 1209. Published by Elsevier Ltd. www.sciencedirect.com.4. http://id.wikipedia.org/5. http://epa.gov/6. http://www.worldgbc.org/7. http://www.capem.eu/8. http://pu.go.id/9. http://gbcindonesia.org/

10