TUGAS FLP ( Seminar Manajemen Pemasaran )
-
Upload
nanangzulfikar -
Category
Documents
-
view
129 -
download
3
Transcript of TUGAS FLP ( Seminar Manajemen Pemasaran )
Tugas KelompokSeminar Manajemen Pemasaran
KOMUNITAS FORUM LINGKAR PENA( FLP )
Di Susun Oleh :
Christa Liliana SihotangDwi Sapitri
Hartina Uli SiraitImam Suma Danu
Maulina Mayang SariMifthuddin
Nurhasanah Amir MZRohmayanaSri Mayanti
Syahrika FazillahYoka Patana
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
2011
A. Sejarah Berdirinya FLP
Tahun 1997 saya mengajak Asma Nadia, Muthmainnah serta beberapa teman dari
Fakultas Sastra Universitas Indonesia bertemu di Masjid Ukhuwah Islamiyah,
Universitas Indonesia. Pertemuan berlanjut dengan diskusi tentang minat membaca
dan menulis di kalangan para remaja Indonesia. Percakapan tersebut sampai pada
kenyataan semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat akan bacaan yang bermutu.
Di sisi lain sebenarnya banyak anak muda yang mau berkiprah di bidang penulisan,
tetapi potensi mereka kerap tak tersalurkan atau intensitas menulis masih rendah, di
antaranya karena tiadanya pembinaan untuk peningkatan kualitas tulisan. Lebih dari
itu, semua yang hadir menyadari betapa efektifnya menyampaikan gagasan melalui
tulisan.
Akhirnya yang hadir sepakat untuk membentuk organisasi kepenulisan. Maka
pada tanggal 22 Februari 1997 berdirilah Forum Lingkar Pena, sebagai badan otonom
Yayasan Prima, dan saya terpilih sebagai Ketua Umum. Saat itu anggotanya hanya 30
orang saja. Kami pun mengadakan acara rutin pekanan dan bulanan berkaitan tentang
penulisan untuk anggota, dengan mengundang beberapa pakar di bidang tersebut.
Kami mengadakan bengkel penulisan kecil-kecilan.
Tahun 1998, seorang penulis muda dari Kalimantan Timur: Muthi Masfufah,
mendirikan FLP Wilayah Kalimantan Timur yang berpusat di Bontang serta
cabangnya di Samarinda, Balik Papan, Tenggarong dan kemudian Sangata. Inilah
kepengurusan wilayah pertama dalam sejarah FLP. Pada tahun 1999, mulai banyak
permintaan dari daerah, untuk membentuk kepengurusan FLP di tiap provinsi.
Majalah Annida—sebuah majalah fiksi Islami bertiras sekitar seratus ribu
eksemplar perbulan—yang saya pimpin pada waktu itu, menjadi salah satu sarana
bagi munculnya karya-karya anggota FLP. Majalah tersebut juga membuat rubrik
khusus berisi info FLP dan menjadi sarana merekrut anggota baru. Yang
mengejutkan, lebih dari 2000 orang mendaftar menjadi anggota melalui Annida.
Ditambah lagi, sampai tahun 2003, berdasarkan masukan dari tiap wilayah, tak
kurang dari 3000 orang telah mendaftarkan diri pula melalui berbagai acara yang
digelar oleh perwakilan-perwakilan FLP di seluruh Indonesia dan mancanegara.
Dari jumlah itu, sekitar 700 adalah penulis aktif. Mereka tinggal di lebih dari 125
kota di Indonesia. Banyak di antara mereka meraih penghargaan dalam berbagai
lomba penulisan tingkat provinsi, nasional bahkan internasional. Sekitar 75% penulis
majalah Annida, bergabung dalam FLP. Lalu ada pula sekitar ratusan pengelola dan
penulis buletin atau media kampus. Kebanyakan anggota FLP adalah pelajar dan
mahasiswa. Ada juga pegawai negeri, karyawan swasta, buruh, ibu rumah tangga,
guru, petani, dan lain-lain.
FLP adalah organisasi inklusif. Keanggotaannya terbuka bagi siapa saja tanpa
memandang ras maupun agama. Mayoritas anggota FLP memang muslim, namun
tingkat pemahaman keislaman mereka tidak seragam. Banyak pula non muslim yang
bergabung. Meski demikian para anggota FLP memiliki niat yang sama: membagi
seberkas cahaya bagi para pembaca dan menganggap kegiatan menulis adalah bagian
dari ibadah.
Anggota FLP termuda saat ini berusia 4 tahun dan tertua 69 tahun. "Muda" dalam
FLP lebih ditekankan pada aspek semangat, bukan usia, meski kebanyakan anggota
FLP memang berusia sekitar 15-25 tahun. Namun sejak awal tahun 2004, beberapa
FLP wilayah, antara lain DKI, Jawa Barat dan Kaltim membuka “FLP Kids” untuk
anak berusia 5-12 tahun.
Banyak penulis muda dan calon penulis yang kemudian menjadi pengurus FLP di
tingkat propinsi pada masa awal,. Di daerah-daerah yang belum ada kepengurusan,
selalu terdapat koresponden FLP.
Teman-teman yang tengah melanjutkan pendidikan atau tinggal di luar negeri
pada waktu itu, kemudian membuka kepengurusan FLP atau paling tidak menjadi
koresponden FLP di negara tersebut seperti Muthmainnah (Inggris), A Rifanti
(Amerika Serikat), Hadi Susanto (Belanda), Ikhwan Arifin (Sudan), Ummu Itqon
(Canada), Femina Sagita (Jepang), Sera Revalina (Singapura), Ahmad Muhajir
(Korea), Lulu Naning (Pakistan), dan banyak lagi yang lainnya. Habiburahman El
Shirazy dan Fera Andriani Jakfar (Mesir) juga membentuk kepengurusan FLP Mesir
dan sering bekerja sama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Organisasi
Satuan (istilah lain untuk cabang –penulis) Mesir. Yang lebih mengharukan, para
TKW Indonesia di Hongkong, mendirikan pula FLP Hongkong, 16 Februari 2004.
Semua anggotanya adalah pembantu rumah tangga. Kini mereka telah menerbitkan
beberapa buku secara perseorangan maupun kelompok. Buku-buku mereka sebagian
besar mengangkat persoalan buruh migran perempuan.
B. Konsep Forum Lingkar Pena
Visi FLP yaitu membangun Indonesia cinta membaca dan menulis serta
membangun jaringan penulis berkualitas di Indonesia. FLP sepakat untuk
menjadikan menulis sebagai salah satu proses pencerahan masyarakat/ummat.
Misi FLP di antaranya: (1) Menjadi wadah bagi penulis dan calon penulis, (2)
Meningkatkan mutu dan produktivitas (tulisan) para anggotanya sebagai sumbangsih
berarti bagi masyarakat, (3) Turut meningkatkan budaya membaca dan menulis,
terutama bagi kaum muda Indonesia, (4) Menjadi organisasi yang turut membidani
kelahiran penulis baru dari daerah di seluruh Indonesia.
Program Kerja FLP:
1. Mengadakan pertemuan rutin (bulanan) bagi para anggotanya dengan
mengundang pembicara tamu dari kalangan sastrawan, jurnalis atau cendekiawan
2. Pelatihan penulisan mingguan
3. Mengadakan diskusi/seminar tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan
kepenulisan atau situasi kontemporer
4. Mengadakan bengkel-bengkel penulisan
5. Aktif mengirimkan tulisan ke berbagai media massa
6. Menerbitkan buletin dan majalah
7. Membuat skenario teater, sinetron, film, dan lain sebagainya
8. Kampanye Gemar Membaca dan Menulis ke SD, SMP, SMU, pesantren dan
universitas di Indonesia secara berkala
9. Mengadakan berbagai sayembara penulisan untuk pelajar, mahasiswa dan
kalangan umum
10. Pemberian Anugerah Pena
11. Pelaksanaan program Rumah Cahaya (Rumah baCA dan HAsilkan karYA) di
berbagai tempat di Indonesia
12. Kampanye "Sastra untuk Kemanusiaan" (Salah satunya dengan penerbitan
Antologi Cinta, yaitu buku-buku yang ditulis bersama. Seluruh penjualannya
diberikan pada program kemanusiaan)
13. Menerbitkan minimal 10 buku karya para anggota perbulannya, dan lain-lain.
C. Sistem Pembinaan
Asas pembinaan bagi anggota-anggota FLP adalah kebersamaan, kontinuitas dan
kompetensi. Kebersamaan berarti tidak mementingkan karya atau kemajuan diri
sendiri, kontinuitas berarti secara kontinyu berkarya dan membina, serta kompetensi
berarti setiap anggota akan berkarya sebaik mungkin, meningkatkan kualitas karya
dan memiliki kejelasan arah serta tujuan dalam mencerahkan masyarakat.
Dengan sistem keanggotaan yang berjenjang memungkinkan para anggota yang
memiliki tingkat lebih tinggi memberikan pembinaan kepada anggota dibawahnya.
Jenjang keanggotaan tersebut terdiri dari anggota muda, madya dan andal. Anggota
muda adalah mereka yang memiliki keinginan kuat, ketekunan untuk menulis namun
belum memiliki pengalaman dan pengetahuan menulis. Anggota madya yaitu mereka
yang telah menghasilkan karya di media massa lokal atau atau nasional atau pernah
memenangkan sayembara penulisan tingkat daerah, namun belum cukup aktif
menulis. Anggota andal yaitu mereka yang aktif menulis di berbagai media, telah
membukukan karya-karyanya, pernah menjuarai sayembara penulisan tingkat
nasional dan atau menjadi akademisi pada bidang sastra (kritikus) atau bidang
komunikasi (jurnalistik), sering menjadi pembicara dalam berbagai acara yang
berkaitan dengan penulisan.
Selain sistem pembinaan yang berlapis, FLP juga menerapkan sistem
rekomendasi bagi karya-karya penulis muda yang layak diterbitkan. Para anggota
FLP yang telah mempunyai nama, mengenalkan nama-nama lain – penulis FLP yang
layak menerbitkan buku – setiap bertemu penerbit. Bentuk support yang lain adalah
dengan memberikan endorsement di belakang karya-karya mereka, memberikan
pengantar buku atau memberikan satu cerpen dalam antologi (kumpulan cerpen)
bersama penulis-penulis baru. Dalam perkembangan selanjutnya, nama-nama yang
ikut bergabung dalam antologi tersebut produktif pula menghasilkan karya-karyanya
sendiri dan menjelma “mentor-mentor” baru yang kembali berkeliling sebagai
relawan, turut membidani kelahiran penulis baru dan membantu menggodok penulis
lain agar bisa meningkatkan kualitas karya mereka.
Dari sebuah komunitas kecil, kini Forum Lingkar Pena beranggotakan ribuan
orang dan menghasilkan banyak karya, di antaranya menjadi best
seller dan diakui secara internasional. Kini, agar kehidupan kalangan
penulis lebih sejahtera, ranah bisnis dunia tulis-menulis pun
digarapnya.
Bagi kalangan pencinta buku, nama Forum Lingkar Pena (FLP) mungkin tak
asing lagi. Padahal, ketika berdiri pada 1997, komunitas penulis ini
hanya beranggotakan 30 orang. Siapa sangka, keanggotaan komunitas yang
diprakarsai Helvy Tiana Rosa di masjid Universitas Indonesia ini
berkembang pesat. Kini total anggotanya 7 ribu orang, 50%-60% di
antaranya anggota aktif, mayoritas berusia 25-45 tahun, dan 75%
anggota adalah perempuan. Saat ini, anggota termuda yang tercatat
adalah seorang anak berusia lima tahun. Hebatnya, 500 orang di
antaranya telah menulis (menerbitkan) buku.
Soliditas komunitas ini juga tampak dari disiplin organisasinya. Setiawati Intan
Savitri, Ketua FLP 2009-13, mengungkapkan bahwa di
komunitasnya setiap anggota baru akan dibuatkan kartu anggota serta
diberi modul penulisan dan modul kaderisasi. Di sisi lain, setiap
tahun anggota diminta melakukan registrasi ulang. Jika ada anggota
yang tidak melakukan registrasi ulang, ia dianggap bukan anggota lagi
dan segera dikeluarkan dari mailing list (milis) anggota FLP. Padalah,
di milis inilah informasi seputar penerbitan beredar, biasanya seputar
penerbit mana yang sedang perlu naskah tertentu. “Dia akan kehilangan
akses untuk dapat info jejaring penerbit,” ujar Intan yang lahir di
Jakarta, 12 April 1972.
Kendati mayoritas anggotanya muslim, Helvy menegaskan bahwa FLP
bukanlah organisasi penulis yang eksklusif. “Di (organisasi) kami ada
juga yang Katolik, dan di FLP Bali kan kebanyakan orang Hindu,” ungkap
sarjana sastra dari Fakultas Sastra UI ini. Ia menuturkan hal itu
karena FLP kerap disorot secara tidak fair lantaran banyaknya anggota
perempuan yang berjilbab. Misalnya, ada yang mengatakan, FLP
eksklusif. Hal ini diamini Intan. “Setiap agama mengajarkan kebaikan
dan selama karyanya mencerahkan dan bernilai kebaikan, itu adalah
bagian dari kami,” ujar lulusan Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta ini.
FLP membagi anggotanya dalam empat kategori, yaitu Mula, Muda, Madya
dan Andal. Anggota Mula adalah anggota yang betul-betul baru belajar
menulis. Anggota Muda adalah anggota yang tulisannya pernah dimuat di
media massa. Anggota Madya adalah anggota yang bukunya sudah
diterbitkan oleh penerbit umum (bukan diterbitkan sendiri). Terakhir,
anggota Andal; yang masuk kategori ini adalah anggota yang karyanya
sudah diakui secara internasional. Ada lima anggota FLP yang masuk
kategori Andal, antara lain Helvy, Habiburrahman El Shirazy dan Asma.
Dengan jumlah anggota ribuan, Intan percaya, FLP punya potensi yang
sangat besar ke depan. “Selain punya penulis, kami juga punya basis
konsumen yang mau membeli karya anak-anak FLP,” ujar wanita bernama
pena Izzatul Jannah ini. Helvy menambahkan, untuk mengembangkan
jejaring, FLP tidak hanya merekrut orang-orang yang baru akan belajar
menulis, tetapi juga penulis yang sudah punya nama seperti Gola Gong.
Meski kegiatan dan karyanya seabrek, sumber dana FLP untuk menjalankan
roda organisasi tak seperti yayasan atau lembaga lain yang ditopang
konglomerat/pengusaha atau nama besar lainnya alias rada terbatas.
Diungkapkan Intan, saat ini ada beberapa sumber pendanaan FLP, yaitu
iuran anggota, keuntungan dari penyelenggaraan acara yang bersifat
komersial, hasil mengirimkan pemateri FLP untuk acara pelatihan
menulis yang diselenggarakan korporat, dan sumbangan tidak mengikat.
Saat ini iuran anggota sebesar Rp 150 ribu/tahun. Dari nominal ini, Rp
55 ribu diserahkan ke FLP Pusat, dan Rp 95 ribu untuk cabang. Anggota
yang telah menerbitkan buku diimbau menyumbangkan sebagian
pendapatannya (dari buku yang dijual) untuk organisasi. Pengurus di
tingkat cabang juga kerap membuat berbagai merchandise seperti kaus
dan pin FLP.
Sebenarnya banyak pihak yang ingin memberi dana, mulai
dari partai politik sampai perusahaan rokok. Namun, hingga sekarang
FLP belum pernah menerima bantuan dana besar dari pihak mana pun.
Satu-satunya lembaga yang pernah membantu FLP adalah Dompet Dhuafa,
yakni dalam bentuk pembangunan Rumah Cahaya (Rumah baCA dan HAsilkan
karYA).
Anggota baru akan diajak untuk hadir di setiap kegiatan FLP. Di sisi lain, untuk
menciptakan aktivitas, tiap cabang diharuskan mengadakan minimal
sekali bedah karya setiap bulan untuk kalangan internal, plus 2-3 kali
bedah buku yang ditujukan untuk umum. “Yang sekarang masih kurang
adalah kritikus bagi karya-karya FLP,” kata wanita yang telah
menghasilkan 20 novel, 15 kumpulan cerpen, 15 judul cerita anak, dan
lima buku nonfiksi di bidang psikologi ini.
Jika kita mencermati perjalanannya, FLP tak semata mengurusi komunitas
penulis, tetapi juga mengembangkan potensinya menjadi sebuah bisnis.
Hal ini nampak dari kehadiran tiga entitas lembaga dalam FLP, yaitu
Lingkar Pena Publishing House (LPPH) pada 2003, Agen Naskah (literary
agent) dan, yang terbaru, Sekolah Menulis. Kehadiran tiga entitas ini
tampaknya merupakan upaya FLP melakukan transformasi dari komunitas
sosial biasa menjadi lembaga yang juga memikirkan pendapatan tanpa
melepaskan misi sosialnya. Organisasi FLP sebenarnya ada sejumlah
divisi. Selain divisi fund-raising, kaderisasi, kurikulum, pelatihan,
kritik & karya, serta Rumah Cahaya, ada pula divisi bisnis. Divisi
inilah yang memikirkan pengembangan bisnis FLP yang di dalamnya ada
LPPH, Agen Naskah dan Sekolah Menulis.
LPPH merupakan hasil kerja sama dengan Mizan. Penerbitan ini berada di
bawah naungan Yayasan Lingkar Pena dan PT Lingkar Pena Kreativa dengan
kepemilikan FLP 20% dan Mizan 80%.
Menurut Novel Fary, Vice President – Controller PT Mizan Publika,
inisiatif mendirikan LPPH berasal dari Mizan. Alasannya, Mizan melihat
di FLP terdapat banyak orang muda yang menghasilkan karya tulis tetapi
masih kesulitan mencetaknya menjadi buku. “Tentu ada aspek bisnisnya,
tetapi yang paling penting adalah ada potensi dari anak-anak muda kita
yang seharusnya kami naungi,” ujar Novel. Ia mengakui, sebenarnya 100%
modal berasal dari Mizan, tetapi Yayasan Lingkar Pena diberi golden
share 20% saham. “Mereka (anak-anak FLP) yang lebih banyak me-manage,
melakukan koordinasi, mengembangkan naskah, dan kami hanya memberikan
sentuhan manajemen agar bisa berjalan sesuai dengan bisnis yang
sehat,” paparnya sambil menegaskan, tak ada orang Mizan dalam
pengelolaan LPPH. Namun, untuk pengembangannya, ada dukungan dari sisi
manajemen, keuangan dan pemasaran. Begitu juga untuk distribusi, LPPH
memakai jalur distribusi yang biasa digunakan Mizan.
Sebenarnya, selain dengan LPPH, FLP pun bekerja sama dengan lebih dari
50 penerbit. Menariknya, meskipun telah memiliki jaringan yang
demikian besar, di setiap cabang FLP juga sering menerbitkan karya
sendiri secara indie dan diperjualbelikan di lingkungan teman-teman
sendiri. Belakangan, anak-anak FLP banyak yang akhirnya bekerja di
industri penerbitan. Bahkan, ada pula yang mendirikan penerbitan
sendiri. Hal itu justru dinilai Intan sebagai dampak baik kehadiran
FLP. “Ya, karena jejaring itu,” ujarnya.
LPPH mulai menerbitkan buku pada 2004. Jenis buku yang diterbitkan
adalah fiksi untuk remaja muslim. Namun, sejak 2007 LPPH merambah
nonfiksi seperti panduan untuk remaja muslim, panduan keagamaan,
kesehatan dan traveling. “pasar kami remaja dan wanita,” ujar
Rahmadiyanti Rusdi, CEO LPPH.
Visi FLP adalah menghadirkan penerbitan berbasis lokal atau daerah.
“Arahnya nanti ke sana,” kata Intan. Hal ini untuk merealisasi salah
satu misi FLP, yaitu memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi
kalangan penulis, karena penulis akan hidup lebih baik jika ada
penerbit yang menerbitkan karyanya dan kemudian mampu memasarkan
dengan baik. “Seandainya punya penerbitan sendiri di setiap wilayah,
setidaknya dia punya pasar sendiri di tiap provinsi,” tambahnya.
Entitas bisnis kedua setelah LPPH adalah Agen Naskah, yang hadir untuk
menjembatani penulis baru dengan perusahaan penerbitan. Intan
menuturkan, di Indonesia biasanya penulis langsung berhubungan dengan
penerbit, tetapi di negara-negara maju umumnya setiap penulis berada
di bawah satu agen naskah. Agen inilah yang menangani semua urusan
penulis yang terkait dengan penerbit. Umumnya, penulis baru banyak
yang belum paham soal ini. Agensi ini juga membantu agar para penulis
yang baru mengenal dunia penerbitan tidak tertipu penerbit yang nakal.
Untuk Sekolah Menulis, modelnya adalah kerja sama dengan sekolah
menengah. Sekolah ini baru dimulai Februari lalu di Jambi. Syaratnya,
jika di satu wilayah ada empat sekolah yang mau melakukan kerja sama,
Sekolah Menulis bisa dimulai. Satu angkatan 100 orang. Setiap peserta
dikenai biaya Rp 200 ribu. Sekolah akan dilangsungkan selama dua bulan
dengan dua kali pertemuan setiap minggu. Total ada 16 kali pertemuan.
Setelah dua bulan, murid Sekolah Menulis bisa bergabung dengan FLP
jika mau. Nah, karya peserta yang bagus bisa disalurkan ke Agen Naskah
FLP yang akan memfasilitasi pertemuan penulisnya dengan penerbit yang
tertarik dengan naskah tersebut. “Yang di Jambi ini akan jadi pilot
project kami,” ujar Intan bersemangat.
Sebelum ada Sekolah Menulis, sejak 2004 FLP sebenarnya sudah
menjalankan kegiatan “sekolah menulis” untuk siswa SD dan SMP lewat
pendirian FLP Kids pada tahun yang sama. Bekerja sama dengan
sekolah-sekolah, program ini dimasukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler
menulis. Kegiatan ekskul menulis ini telah dijalankan di lima sekolah
di Surakarta dan tiga sekolah di Kalimantan Timur. Target kegiatan ini
adalah untuk menggiatkan aktivitas membaca dan menulis.
D. Gerakan Pesat
Meski minim dana, kegiatan-kegiatan FLP tak pernah berhenti. Hampir setiap
minggu ada saja acara kepenulisan yang diadakan oleh FLP, baik pada kepengurusan
pusat, wilayah (propinsi), cabang (kota, kabupaten) atau ranting. Saya sendiri hampir
tiap minggu harus ke luar provinsi untuk menghadiri acara-acara yang diadakan FLP
di sana.
Untuk program penerbitan buku FLP telah bekerja sama dengan para penerbit
seperti Syaamil (Bandung), Mizan (Bandung), Era Intermedia (Solo), D & D
Publishing House (Solo), Lapena (Banda Aceh), Pustaka Annida (Jakarta), FBA
Press (Depok), Gunung Agung (Jakarta), Pustaka Ummat (Bandung), Zikrul Bayan
(Jakarta), Ghalia (Jakarta), Gramedia (Jakarta), Senayan Abadi (Jakarta), Wisata Hati
(Jakarta), Cakrawala (Jakarta), MVP (Solo), Indonesia Tera (Magelang), Hikmah
(Jakarta), Cinta (Jakarta), dan masih banyak lagi. Tahun 2003 bersamaan dengan
terbentuknya Yayasan Lingkar Pena yang menjadi badan hukum FLP, FLP membuat
penerbitan sendiri yang diberi nama: Lingkar Pena Publishing House.
Selama sepuluh tahun keberadaan FLP, sekitar 600 buku karya rekan FLP terbit
dan pemasarannya tergolong bagus. Karena itu kini semakin banyak penerbit dari
berbagai kalangan yang mengajak FLP bekerjasama dalam usaha penerbitan buku.
Uniknya, rekan-rekan muda FLP di beberapa propinsi juga mengumpulkan
naskah dan menerbitkan buku karya para penulis daerah mereka. Misalnya buku Doa
Untuk Sebuah Negeri karya FLP Aceh (Syaamil, 2001), Atas Nama Cinta, karya FLP
Bandung (Syaamil, 2000) atau Salsa Tersayang (Syaamil, 2000) dan Tarian Sang
Hudoq (Syaamil 2002), karya FLP Kalimantan Timur, Kucing Tiga Warna karya FLP
Sumatera Selatan (Syaamil, 2002), Jatuh Cinta Pada Bunga karya FLP Surakarta
(Era Intermedia, 2002), Karma Sang Srigala karya FLP Semarang (Era Intermedia,
2002), Lihatkan Bintang Untukku karya FLP Yogyakarta (Mizan, 2003), Surga yang
Membisu karya FLP Depok (Zikrul Hakim, 2003), Kutemukan Warna karya FLP
Mesir (Mizan, 2003) dan masih terlalu banyak untuk disebutkan.
Cermin dan Malam Ganjil (FBA Press, 2002) adalah antologi cerpen bersama
FLP yang didedikasikan bagi sastrawan senior Yusakh Ananda. Seluruh honor
pengarang diserahkan langsung saat milad (ulang tahun –penulis) FLP tahun 2002
lalu, kepada Ibnu HS (Ketua FLP Kalimantan Barat), mewakili Sastrawan Yusakh
Ananda (waktu itu 68 th).
Sebelumnya FLP juga membuat kumpulan cerpen bersama: Ketika Duka
Tersenyum (FBA Press, 2002) yang seluruh penjualannya didedikasikan bagi Pipiet
Senja, pengarang prolifik pengidap thalassemia. Buku lainnya: Doa untuk Sebuah
Negeri (Syaamil, 2000) adalah karya para perempuan pengarang FLP Aceh yang
berusia 18-28 tahun. Buku tersebut didedikasikan bagi para anak, janda dan
pengungsi Aceh. Buku Merah di Jenin (FBA Press, 2002) yang merupakan
'keroyokan' para pengarang FLP nusantara juga FLP Mesir didedikasikan bagi anak-
anak Palestina. Meski bukunya baru diluncurkan, FLP menyumbangkan seluruh
royalti buku untuk anak-anak Palestina tersebut, melalui MER-C (organisasi bantuan
medis sukarela –penulis).
Bekerjasama dengan lima penerbit, FLP memprakarsai gerakan “menyumbang
dengan cerpen”, yaitu penggalangan dana bagi korban gempa-tsunami di Aceh
dengan cara menyumbang cerpen. Alhamdulillah langsung terkumpul dana 40 juta
dimuka, untuk lima buku yang kemudian diterbitkan. Penerbitan buku-buku seperti
itu menjadi salah satu bagian dari program kampanye "satra untuk kemanusiaan"
yang akan terus dilakukan FLP melalui “antologi cinta”.
Di luar hal tersebut, kini di setiap kota yang memiliki cabang FLP, secara
bertahap mulai didirikan Rumah-rumah Cahaya (rumah baCA dan HAsilkan karYA).
Tempat tersebut bukan sekadar taman bacaan, melainkan juga tempat latihan menulis
—gratis--bagi kalangan tak mampu. Rumah Cahaya FLP Aceh bahkan menjadikan
membaca dan menulis sebagai salah satu bentuk terapi bagi korban DOM dan
tsunami.
DAFTAR PUSTAKA
Audah, Ali, Dari Khazanah Dunia Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta , 1999 Rosa, Helvy Tiana (ed.), Matahari Tak Pernah Sendiri; Kisah Seru Aktivis FLP,
Lingkar Pena Publishing House, 2004 Rosa, Helvy Tiana, Segenggam Gumam Esai-Esai tentang Sastra dan Kepenulisan,
As-Syamil, 2003Fenomena Forum Lingkar Pena”, Maman S. Mahayana, Makalah, disampaikan dalam Diskusi Besar 10 Tahun Forum Lingkar Pena, di Jakarta, Februari 2007 “FLP Gigih Lahirkan Penulis Muda,” Republika, 20 September 2002 “Fiction with Islamic Theme Selling Well in Indonesia,” The Straits Times, 28 Juli 2002