tugas Final Amdal 194

28
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.Dasar dan prinsip pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sehingga dapat membangun manusia seutuhnya dan mewujudkan manusia sebagai bagian lingkungan hidup dan tidak akan dapat dipisahkan.Untuk memberikan dasar hukum yang kuat tentang usaha pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam melaksanakan pelestarian alam maka di buat peraturan perundang-undangan tentang lingkunngan. UU RI No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.? UU RI No.51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan. Untuk memperkecil pencemaran, pada saat ini pemerintah menyusun dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) bagi kegiatan yang diduga menimbulkan pencemaran.“Pemerintah menguasai sumber daya alam dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, beserta pengaturannya ada di tangan pemerintah” Untuk

Transcript of tugas Final Amdal 194

Page 1: tugas Final Amdal 194

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan

hidup.Dasar dan prinsip pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mencapai

kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sehingga dapat membangun

manusia seutuhnya dan mewujudkan manusia sebagai bagian lingkungan hidup dan

tidak akan dapat dipisahkan.Untuk memberikan dasar hukum yang kuat tentang usaha

pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam melaksanakan pelestarian alam

maka di buat peraturan perundang-undangan tentang lingkunngan.

UU RI No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan

ekosistemnya.? UU RI No.51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak

lingkungan.

Untuk memperkecil pencemaran, pada saat ini pemerintah menyusun dokumen

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) bagi kegiatan yang diduga

menimbulkan pencemaran.“Pemerintah menguasai sumber daya alam dan

dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, beserta pengaturannya ada

di tangan pemerintah” Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud maka

pemerintah mengatur mengatur beberapa langkah diantaranya:1. mengatur dan

mengembangkan kebijakan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.2. mengatur

penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan

pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk sumber daya alam genetika.

Namun di balik banyaknya peraturan mengenai lingkungan hidup, namun masih juga

kita dapatkan kerusakan lingkungan di mana-mana akibat ulah manusia.

Page 2: tugas Final Amdal 194

Kasus kerusakan Lingkungan di Indonesia

1. Hentikan Kerusakan Lingkungan, di Darat dan Laut Bangka Belitung

Sekarang Juga (Tambang Timah)

Akibat pengerukan timah di lepas pantai terjadi perubahan topografi pantai

dari yang sebelumnya landai menjadi curam. Hal ini akan menyebabkan daya abrasi

pantai semakin kuat dan terjadi perubahan garis pantai yang semakin mengarah ke

daratan. Aktivitas pengerukan dan pembuangan sedimen akan menyebabkan perairan

di sekitar penambangan mengalami kekeruhan yang luar biasa tinggi. Radius

kekeruhan tersebut akan semakin jauh ke kawasan lainnya jika arus laut semakin

kuat. Karenanya, meskipun pengerukan tidak dilakukan di sekitar daerah terumbu

karang, namun sedimen yang terbawa oleh arus bisa mencapai daerah terumbu karang

yang bersifat fotosintetik sangat rentan terhadap kekeruhan.

Menurut data 2006, cadangan bijih timah di Indonesia mencapai 355.870 ton.

Angka itu terdiri atas 106.068 ton di darat dan 249.802 ton di lepas pantai dan

sebagian besar cadangan timah tersebut terletak di Pulau Bangka, tempat dimana kita

berpijak. Tahun lalu, produksi bijih timah PT Timah Tbk mencapai 58.086 ton.

Mayoritasnya, yakni 46.078 ton ditambang di darat dan hanya 12.008 ton yang digali

dari lepas pantai. Karenanya, di tahun-tahun mendatang PT Timah Tbk akan

mengkonsentrasikan penambangan di daerah lepas pantai. Apalagi biaya produksi

pertambangan di lepas pantai jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan

pertambangan di darat. Tahun 2007 saja, PT Timah Tbk mengeluarkan Rp 724 miliar

untuk biaya produksi pertambangan di darat (inilah.com, 2008). Selain itu, dari segi

dampak lingkungan penambangan lepas pantai yang timbul tidak terlalu parah karena

dilakukan minimal dua mil dari pantai.

Tidak ada pertambangan yang tidak merusak lingkungan, baik di darat

maupun di laut. Kerusakan itu akan memberikan dampak untuk beberapa puluh tahun

ke depan bahkan bisa bersifat permanen. Penambangan timah lepas pantai yang

Page 3: tugas Final Amdal 194

membabi buta jelas-jelas telah merusak terumbu karang, mengotori pantai, dan

mengganggu perkembangan perikanan. Penambangan di sekitar pantai obyek wisata

akan memberangus pesona pantai yang bernilai jual tinggi. Potensi besar dalam

jangka panjang akan habis, hanya untuk memenuhi nafsu mengeruk keuntungan yang

sesaat.

Sebagai daerah kepulauan, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki

potensi yang sangat besar di sektor ekosistem pesisir terutama ekosistem terumbu

karang. Namun sangat disayangkan, hingga saat ini belum jelas informasi sebaran dan

kondisi ekosistem terumbu karang yang terdapat di kawasan Pulau Bangka.

Kekeruhan perairan yang tinggi akibat penambangan timah dilepas pantai akan

menyebabkan penutupan polip-polip karang oleh sediment yang terbawa ke pesisir.

Hal ini akan menyebabkan kondisi karang menjadi merana dan akhirnya mengalami

kematian massal. Tak dapat dipungkiri, pertambangan timah lepas pantai merupakan

penyebab utama kerusakan ekosistem terumbu karang di Pulau Bangka. Tidak hanya

akibat aktivitas dari kapal keruk, tetapi juga oleh kapal hisap dan TI Apung yang

semakin marak.

Terumbu karang yang sehat menyediakan tempat tinggal, tempat berlindung

(Spawning ground), tempat berkembang biak (Nursery ground) dan sumber makanan

(Feeding ground) bagi ribuan biota laut yang tinggal di dalam dan di sekitarnya,

seperti di laut lepas, hutan mangrove, dan padang lamun. Tidak ada wilayah laut lain

yang mempunyai begitu banyak jenis kehidupan dengan rantai makanan yang sangat

produktif seperti terumbu karang. Terumbu karang mampu mendukung kehidupan

ribuan penduduk Pulau Bangka, khususnya dalam sektor perikanan dan pariwisata.

Dari 1 km2 terumbu karang yang sehat, dapat diperoleh 20 ton ikan yang cukup untuk

memberi makan 1.200 orang di wilayah pesisir setiap tahun (Burke et al., 2002).

Kerusakan terumbu karang akan kembali pulih seperti semula setidaknya

membutuhkan waktu sekitar 50 tahun tanpa ada lagi aktivitas pengrusakan di

lingkungan ekosistem terumbu karang tersebut.

Page 4: tugas Final Amdal 194

Tak heran jika degradasi terumbu karang yang parah ini memberikan dampak

pada turunnya produksi perikanan tangkap, semakin kecilnya ukuran ikan yang

tertangkap, semakin jauhnya daerah penangkapan (fishing ground). Hal ini

mendorong meningkatnya biaya produksi sehingga mengurangi rente sumberdaya

(resource rent) yang menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan khususnya nelayan

skala kecil. Jika hal ini terus terjadi maka kesejahteraan masyarakat nelayan akan

terancam. Tentu saja pihak yang paling dirugikan oleh aktivitas pertambangan lepas

pantai adalah nelayan. Karenanya, banyak nelayan yang mengajukan protes terhadap

pertambangan lepas pantai yang terjadi di sekitar daerahnya. Hal ini wajar terjadi

karena aktivitas pertambangan membuat hasil tangkapan nelayan berkurang yang

berakibat menurunnya pendapatan nelayan. Perairan pantai menjadi keruh dan

ekosistem terumbu karang rusak parah.

Gambar1. Kerusakan Lingkungan akibat Akitivitas Penambangan Timah di Bangka

Belitung

Parahnya, tidak seperti kerusakan di darat, kerusakan di laut sulit dikontrol

karena lobang-lobang bekas galian tersembunyi di dasar perairan. Namun, kerusakan

Page 5: tugas Final Amdal 194

alam terutama ekosistem terumbu karang akibat pertambangan lepas pantai sangat

mudah dijelaskan secara ilmiah. Jika hal ini terus dibiarkan, pada titik klimaksnya,

bukan mustahil akan terjadi pertikaian atau penjarahan yang dilakukan oleh nelayan

yang merasa dirugikan kepada pihak penambang. Dibutuhkan win-win solution untuk

masalah ini dimana kedua belah pihak akan merasa saling diuntungkan minimal tidak

saling merugi, sayangnya alam akhirnya selalu menjadi pihak yang dirugikan.

Ternyata bukan hanya PT Timah Tbk yang mulai memindahkan prioritas

penambangannya ke daerah lepas pantai Pulau Bangka. Beberapa perusahaan swasta

skala menengah yang telah membuka smelternya di Pulau Bangka atau di Pulau

Belitung pun mulai jenuh dengan carut marut penambangan timah di darat. Mereka

pun mulai membidik potensi timah di laut Pulau Bangka. Beberapa perusahaan

smelter mulai mengadakan kapal hisap untuk mengeruk timah di Propinsi ini. Kapal

hisap yang dioperasikan hanya berjarak kurang dari 4 mil laut dari bibir pantai dan

kedalaman 5 – 20 meter.

Gambar2. Akitivitas Tambang Inkonvensional (TI) Apung di perairan laut

Bangka Belitung

Page 6: tugas Final Amdal 194

Memang setiap kegiatan pertambangan skala menengah hingga besar di

daerah lepas pantai harus melalui tahap analisis mengenai dampak lingkungan

(AMDAL), namun sayangnya kontrol terhadap aktivitas pertambangan di lapangan

sangat lemah oleh pihak terkait.

Terbukti!!! Dari hasil pantauan satelit yang dimiliki Badan koordinasi

Keamanan Laut (Bakorkamla) 100% kapal hisap yang beroperasi di perairan Babel

beroperasi diluar wilayah yang sudah ditentukan (Bangkapos, 9 November 2008).

Tak dapat dipungkiri, yang menjadi acuan dalam pertambangan adalah ada tidaknya

"timah" di lokasi tersebut, bukan karena ada tidaknya "ekosistem terumbu karang".

Jika di suatu lokasi ditemukan banyak bijih timahnya dan banyak karangnya

pemanambangan tetap dilakukan.

Jika tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah kita untuk mengatur

sumberdaya alam ini dengan bijaksana, propinsi ini akan menunggu detik-detik

kehancuran ekosistem pesisirnya setelah ekosistem di darat kita luluh lantak oleh

penambangan timah darat. Laut kita kini menunggu gilirannya (Indra A.S.)

2. Hutan Ku yang makin Sempit

Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah

akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk untuk menggunakan kayu bakar dan

menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan

semakin cepat. Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan

terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk. Di

lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh

kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya.

kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan

penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan

minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.

Page 7: tugas Final Amdal 194

Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat

101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada

dalam kawasan hutan. Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam

di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan

hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau

Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa masih tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak

tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap

tahunnya.

Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-

1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan

diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan

dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas

terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum,

dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.

Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas

tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di

seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia

akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai

sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan

pribadi.

Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan

tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar

kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir

mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana

Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan

Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di

Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.

Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan

kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai

Page 8: tugas Final Amdal 194

harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5

milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap

tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati

serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.

Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia

mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh

aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data

Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari

sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).

Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat

terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada

semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah

longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap

kondisi perekonomian masyarakat (Diyah Yulistira, 2010)

3. Tambang Batu Bara di Kalimantan Selatan

Seiring penaikan harga minyak dan gas, harga batu bara juga merangkak naik.

Kini, harga emas hitam ini mencapai 23 - 25 dolar AS per ton untuk batu bara kalori

rendah dan 42 - 43 dolar AS per ton untuk kalori tinggi.

Kalsel adalah salah satu provinsi penghasil batu bara terbesar di Indonesia.

Pada 2006, provinsi ini menghasilkan 55 juta metrik ton atau 30 persen dari produk

nasional yang mencapai 155 juta metrik ton. Tambang batu bara di provinsi ini

diusahakan oleh tidak kurang 260 pemegang Kuasa Pertambangan (KP) yang semua

izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah, dan 13 pemegang Perjanjian Karya

Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang dikeluarkan pemerintah pusat.

Namun di balik semua itu, ada satu hal yang wajib diperhatikan serius oleh

masyarakat Kalsel yaitu terjadinya kerusakan lingkungan dan kehidupan sosial.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel mencatat, penambangan batu bara telah

Page 9: tugas Final Amdal 194

berdampak serius pada kerusakan infrastruktur jalan yang dilalui truk pengangkut

batu bara; berkurangnya mata pencaharian rakyat dari hasil pertanian, rotan dan karet;

terjadi pencemaran air akibat limbah dan lubang galian yang dibiarkan memicu

berkembangbiaknya nyamuk anopheles balabacensis dan maculator atau nyamuk

malaria, yang terkena dampaknya adalah masyarakat di sekitar tambang rentan

terserang penyakit yang mematikan tersebut (pada 2007, dari yang terdata 1.183

kasus klinis malaria di Kalsel, 17 orang meninggal dunia); menyebarnya penyakit

pernafasan karena pencemaran udara; terjadinya banjir akibat penggundulan hutan;

rusaknya tatanan sosial masyarakat akibat maraknya prostitusi dan penyebaran miras

di areal tambang.

Semua hal itu merupakan harga yang sangat mahal dari balik proses

penambangan batu bara. Apakah harga ini sudah setimpal dengan tingkat

kesejahteraan masyarakat? Saya melihat, lebih banyak masyarakat yang memperoleh

kerugian: karena wabah penyakit, banjir, kerusakan tatanan sosial, dan lain

sebagainya.

Hal ini terjadi karena proses penambangan batu bara tidak dibarengi dengan

kemauan semua pihak untuk mematuhi peraturan yang ada. Pemda tingkat

kabupaten/kota yang mengeluarkan banyak izin KP terkesan tidak serius untuk

menegakkan aturan, seperti aturan tentang reklamasi di samping memonitor

(mengawasi) kewajiban pengusaha yang memiliki izin KP.

Sebaliknya, pelaku usaha pertambangan terkesan bermain-main dengan aturan

yang ada untuk kepentingan bisnis semata tanpa memikirkan dampak dari kegiatan

terhadap lingkungan baik ekonomi, sosial termasuk melaksanakan Community

Development (CD) untuk kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang.

Kata kunci untuk menyelesaikan persoalan tambang batu bara, sebenarnya ada

di tangan pemda yang berada di garda terdepan untuk melindungi masyarakat

sekaligus mengatur proses penambangan emas hitam ini. Dalam PP No 75 Tahun

2001 tentang Pelaksanaan UU No 2 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan dikatakan, pemda provinsi, kabupaten/kota bisa membatalkan izin KP

Page 10: tugas Final Amdal 194

jika pengusaha pertambangan tidak melakukan pemantauan dan pengelolaan

lingkungan serta tidak menyetorkan jaminan reklamasi (Pasal 41 huruf e). Pemegang

KP juga wajib melakukan usaha pengamanan terhadap benda, bangunan dan keadaan

tanah sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan umum (Pasal 46 ayat 4).

Pasal tersebut merupakan pengejawantahan dari UU No 11/1967 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan ataupun dari UU lain yang terkait, seperti

UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan pengusaha

pertambangan untuk memperhatikan kondisi lingkungan dan sosial masyarakat di

sekitar areal pertambangan yang dikelolanya, sehingga mempunyai kekuatan hukum

yang sangat kuat (Asfihani, Ir.H., 2007).

4. Ekspansi Kebun Sawit Percepat Sedimentasi DAS Konaweha

“ Fungsi hutan sebagai daerah tangkapan air di hulir sungai Lalindu, kabupaten

Konawe Utara, semakin memprihatinkan akibat tingginya sedimentasi karena

pengaruh maraknya aktivitas perkebunan kelapa sawit di sekitar kawasan hutan di

kecamatan Wiwirano, Langikima, Asera”.

Akibat pembukaan perkebunan sawit di wilayah itu sejak tahun 1996, kini

Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha yang melintasi Konawe Utara pun

memburuk dengan total lahan kritis seluas 352.527,67 hektar dari luas 715.067,81

hektar. Sementara tingkat sedimentasi mencapai 295,92 ton pertahun. DAS Konawe

menjadi sumber air bagi masyarakat di enam daerah di Sultra yaitu Konawe, Konawe

Utara, Kolaka, Kolaka Utara, Konawe Selatan dan Kota Kendari. Hal tersebut dipicu

oleh penggundulan hutan dan pembangunan yang tak terencana di daerah hulu, yakni

Kolaka dan Konawe Utara.

Saat ini, air sungai Lalindu, bagian tengah DAS Konaweha yang melintasi

kabupaten Konawe Utara berwarna coklat, mengalir lamban karena beratnya beban

sedimentasi yang dibawa dari bagian hulu. Sungai Lalindu adalah salah satu sub DAS

Konaweha yang melewati kecamatan Langkikima, Wiwirano, Asera dan Lasolo. “Ini

Page 11: tugas Final Amdal 194

menggambarkan laju degradasi hutan di wilayah hulu,” kata Amir Mahmud, Kepala

Seksi DAS dan Hutan, YascitaKendari.

Menurut Amir, kondisi DAS Konaweha saat ini sedang mengalami

permasalahan mendasar dengan adanya penguasaan lahan yang syarat akan masalah,

misalnya eksploitasi tambang dan perkebunan besar. Dimana aspek hukum dan

pengelolaan yang tidak berkelanjutan dan tidak pro kepada masyarakat.

Faisal Misran, staf Seksi Program dan Perencanaan Balai Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Sampara, dalam tulisannya menjelaskan bahwa

bagian tengah dan hilir DAS Konaweha juga mengalami tekanan. Tengah dan hilir

ditekan akibat pembukaan lahan untuk perkebunan, tambang pasir, pertanian lahan

kering tidak konservatif, sedimentasi tinggi, kekeringan sumber mata air, tekanan

penduduk yang tinggi, banjir hingga lahan tidur dan irigasi sawah yang terganggu.

Kondisi lahan kritis pada wilayah DAS Konaweha seperti tersebut di atas,

membutuhkan prioritas utama dalam pengelolaannya. Selain kritis, pengelolaan DAS

Konaweha menjadi prioritas utama karena erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi,

terdapat bangunan yang berinvestasi tinggi di bendungan Wawotobi, okupasi lahan

yang cukup tinggi yang belum memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah serta

merupakan DAS lintas wilayah administrasi kabupaten Kolaka, Konawe, Konawe

Utara, Konawe Selatan dan Kota Kendari.

Hartono, Ekesekutif Daerah WALHI Sultra, mengatakan banyaknya

perusahaan yang beroperasi menambah tekanan terhadap lingkungan hidup dan

penghancuran keanekaragaman hayati di Kecamatan Asera dan Wiwirano. Ia

menyarankan, pemerintah Konawe Utara meninjau kembali dan selektif dalam

memberikan izin terhadap perusahaan yang akan masuk di daerah itu. Banyak hal

yang harus dipertimbangkan sebelum mengeluarkan izin. Salah satunya harus

memperhatikan AMDAL dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Menurutnya, topografi gunung Asera cekung sehingga arus air cepat

merambat turun ke lembah. Disekitar lembah ini terdapat pemukiman penduduk,

sehingga pada saat hujan deras mengancam banjir pemukiman penduduk. “Untuk itu,

Page 12: tugas Final Amdal 194

mestinya Pemerintah setempat lebih teliti dalam mengeluarkan izin pembukaan lahan,

apalagi kawasan hutan,” katanya.

Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Maritim Sultra, Adi

Setiadi, menilai gundulnya hutan di Konawe Utara akan berdampak besar terhadap

debit air pada DAS Lasolo dan sungai Lalindu. Banjir dan tanah longsor akan

mengancam warga disaat musim penghujan. Pengalihan fungsi lahan juga berdampak

pada struktur tanah. Saat musim kemarau, tanah menjadi keras dan tandus karena

daya serap matahari yang menembus ke tanah.

“Kerusakan DAS otomatis akan menyebabkan tergganggunya kualitas hidup

warga yang tergantung pada air tersebut,” katanya. Karena itu diperlukan pendekatan

sistem yang terencana untuk menganalisis model hidrologi, pengelolaan tanah dan

kebijakan daerah serta pengorganisasian yang melibatkan warga pengguna air agar

pengelolaan DAS bisa padu padan dengan satu tujuan menjaminkan ketersediaan air

untuk warga Sulawesi Tenggara. Pengelolaan DAS yang memperhitungkan berbagai

aspek akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi,sosial dan

ekologi.

Kelapa sawit adalah jenis tanaman rakus dengan kebutuhan unsur hara dan

air. Akar sawit memiliki akar serabut yang sistem perakarannya dangkal, sehingga

kurang mampu menahan air dalam tanah dan aliran air permukaan (run off) yang

tinggi ketika hujan. Keadaan seperti itu dapat menimbulkan banjir di hilir, terkikisnya

permukaan tanah yang mengandung humus, keruh dan mendangkalnya sungai-

sungai, serta dampak negatif lainnya. Ketika musim kemarau lahan mengering,

pertanaman sawit itu sendiri kekurangan air, sungai-sungai mendangkal, sungai

sebagai prasrana transportasi menjadi terganggu.

Konawe Utara yang baru dimekarkan, harus menerima dampak buruk dari

aktivitas perkebunan sawit dan pertambangan yang ijin pengelolaanya dikeluarkan

oleh Pemerintah Kabupaten Konawe, induk Konawe Utara sebelum memekarkan diri.

Sebelumnya, Pemkab Konawe sudah menerbitkan izin untuk 40 perusahaan,

selebihnya izin diterbitkan oleh Pemkab Konawe Utara sendiri. Prospek yang cerah

Page 13: tugas Final Amdal 194

membuat pemilik modal dari dalam dan luar negeri, dari yang kakap sampai kelas

teri, mulai berinvestasi di sektor ini.

Kendati telah banyak perusahaan sawit yang mendapatkan izin, namun tidak

satu pun perusahaan yang memberikan hasil dan keuntungan pada masyarakat di

Konawe Utara. PT. PN XIV yang telah lama eksis dengan luas lahan yang telah

dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit seluas 4.162 hektar dari rencana seluas

6.000 hektar telah beroperasi kurang lebih 10 tahun. Namun petani sawit baru

merasakan hasilnya senilai 250 ribu rupiah. PT. Damai Jaya Lestari yang telah

memanfaatkan sekitar 1000 hektar dari rencana pengembangan 16.000 hektar juga

belum mengolah buah kelapa sawitnya.

Potret petani sawit di Konawe Utara cukup memprihatinkan. “Tapi ini sudah

terlanjur. Kami menerima dampak kebijakan yang buruk dari pemerintah

sebelumnya,” kata Abd. Rauf, ketua DPRD Konawe Utara saat audiance di kantor

DPRD Konawe Utara dengan tim Joint Campaign YPSHK Green Network, Januari

lalu.

Dia menilai, kebijakan yang tepat untuk dilakukan saat ini adalah dengan

mempolarisasi kawasan. Menetapkan batas-batas kawasan kelola budidaya dan

kawasan proteksi melalui penetapan tata ruang kabupaten. “Sebelum ada aturan tata

ruang kabupaten, maka tidak ada izin pembukaan lahan bagi pihak perkebunan kelapa

sawit maupun pertambangan,” katanya.

Kepala Dinas Kehutanan Konawe Utara, Kahar Haris mengungakapkan

hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan perkebunan yang memiliki izin pinjam

pakai kawasan. Pada umumnya, perusahaan baru mendapatkan izin mencari lokasi

dari Pemda Konawe.

“Ini ibarat buah simalakahmah, semua izin terdahulu diterbitkan oleh Pemda

Konawe. Tapi semenjak saya menjabat kepala dinas, tak ada izin yang kami berikan.

Banyak perusahaan yang mengajukan perpanjangan izin, tapi semuanya saya

pending,” katanya.

Page 14: tugas Final Amdal 194

Ia mengungkapkan, sejumlah perusahaan perkebunan sawit telah habis masa

berlaku izinnya, namun aktivitas masih terus dilakukan. “Kami melihat perusahaan

memperalat masyarakat agar mengakui kepemilikan tanah adat, padahal tidak ada

dalam kawasan hutan,” tukasnya.

Tak hanya itu, areal perkebunan sawit juga tak jelas batas-batasnya. Pihak

perusahaan dengan leluasa menggarap hutan seluasluasnya tanpa batas. Itulah

sebabnya, kata Kahar, perlunya tata ruang wilayah agar semua penggunaan kawasan

jelas peruntukannya.

Sementara Analisi Dampak Lingkungan (AMDAL) yang seharusnya wajib

dimiliki setiap perusahaan sebelum melakukan kegiatan, hingga saat ini tak Perlu

Pemetaan Tata Ruang satupun yang memiliki AMDAL. “Sampai saat ini belum ada

yang mengajukan AMDAL,” kata Mani Ibrahim, sekretaris Kehutanan Provinsi.

Terkait berbagai fakta di atas, maka pada pada diskusi beberapa waktu lalu

yang diselenggarakan di aula dinas kehutanan, dan dihadiri seluruh lembaga peduli

lingkungan dan instansi terkait, akhirya sepakat merekomendasikan kepada

pemerintah untuk meninjau kembali investasi perkebunan sawit di Konawe Utara.

Rekomendasi itu diajukan dengan memperhatikan pembukaan perkebunan sawit telah

menghasilkan kerusakan lingkungan seperti kerusakan DAS yang hingga saat ini

belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Waode Amrifah,

2010).

4. Lingkungan Samarinda Rusak Akibat "Dikepung" Perusahaan Batubara

"Menghentikan izin perusahaan batubara itu sangat sulit karena pemerintah

sudah terlanjur mengeluarkan izin. Kalau secara sepihak dihentikan maka pihak

perusahaan bisa saja melakukan gugatan," kata pengamat lingkungan Kalimantan

Timur, Ir. Ambrianto Amin di Samarinda, Rabu.

Ambrianto Amin yang juga dikenal sebagai staf ahli bidang kehutanan dan

lingkungan di DPRD Kaltim itu menjelaskan bahwa sebagian perusahaan batubara

Page 15: tugas Final Amdal 194

yang kini mengupas lahan di Samarinda sudah memegang perjanjian karya

pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), sehingga tidak bisa dihentikan secara

sepihak karena memegang izin eksploitasi jangka panjang.

"Perusahaan batubara tersebut baru bisa dihentikan apabila melanggar

PKP2B atau melakukan pencemaran lingkungan, namun apabila mereka memenuhi

kewajibannya tidak bisa dhentikan begitu saja," imbuh dia.

Khusus untuk perusahaan pemegang KP (kuasa penambangan) batubara

yang dikeluarkan Pemkot Samarinda, katanya menambahkan, masih bisa ditinjau

ulang sehingga butuh "political will" (kemauan politik) dari pemerintah kota dan

DPRD setempat untuk lebih mengutamakan masalah lingkungan ketimbang hanya

keinginan menambah PAD (pendapatan asli daerah).

"Kalau alasannya untuk menambah PAD maka lebih banyak sektor lain

yang bisa digarap tanpa harus mengorbankan rakyat karena merasakan langsung

dampak kerusakan lingkungan antara lain banjir dan tanah longsor," kata mantan

Direktur Ekskutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim itu.

Ia sependapat dengan mantan Rektor Universitas Mulawarman Samarinda,

Prof Dr. (almarhum) Yunus Rasyid yang menyatakan bahwa potensi batubara di perut

bumi Kaltim --termasuk di Samarinda-- yang diperkirakan mencapai dua triliun ton

"bukan harta warisan namun peninggalan untuk anak cucu".

"Almarhum Yunus Rasyid sudah menyatakan bahwa potensi batubara itu

jangan dulu digarap sampai kita punya teknologi ramah lingkungan serta hasilnya

benar-benar memiliki kontribusi besar untuk daerah," katanya.

Upaya yang bisa dilakukan Pemkot untuk sementara ini, kata dia

menambahkan, yakni dengan mengajak perusahaan batubara yang sudah memiliki

izin itu sama-sama menjalankan berbagai program penyelamatan lingkungan tanpa

harus menghentikan kegiatan mereka secara sepihak.

Page 16: tugas Final Amdal 194

"Kawasan yang perlu mendapat perhatian serius adalah daerah aliran sungai

(DAS) Sungai Karang Mumus karena kerusakan di daerah itu bisa menimbulkan

dampak lingkungan yang besar, antara lain banjir yang kini kerap melanda

Samarinda," katanya. Paling Parah Hutan di DAS Karang Mumus diperkirakan

hanya tinggal 0,8 persen dari luas kawasan itu sehingga menjadi daerah aliran sungai

terparah ketimbang daerah lain di Kaltim. Selain kehadiran sejumlah perusahaan

batubara di DAS Karang Mumus, kawasan itu juga menjadi tempat bermukim

241.996 orang Samarinda dengan berbagai profesi. Sungai Karang Mumus sepanjang

20 Km menjadi sumber air pertanian di Lempake, lumbung padi serta membelah kota

berpenduduk 700.000 jiwa itu. "Luas hutan tinggal 0,8 persen, padahal luas hutan

dalam suatu DAS idealnya 30 persen sehingga perlu upaya rehabilitasi dan reboisasi,"

kata Abrianto. Ia yakin bahwa apabila perusahaan batubara itu terus mengupas lahan

di DAS Karang Mumus dan sekitar pinggiran Kota Samarinda, maka banjir kian

kerap melanda kota itu.

Selama tiga bulan terakhir saja --sejak November dan Desember 2008 serta

Januari 2009-- Samarinda lima kali didera banjir cukup besar menyebabkan puluhan

ribu warga menjadi korban akibat rumahnya terendam air antara 30 Cm sampai satu

meter. Berdasarkan data Antara, dari 44 perusahaan batubara di Samarinda, 17 di

antaranya sudah melakukan aktifitas pengupasan lahan untuk mengeksploitasi

batubara di perut bumi Samarinda. Padahal Samarinda apabila dibandingkan dengan

daerah lain di Kalimantan Timur termasuk sebagai "kota mini" karena luasnya hanya

71.000 Ha sedangkan daerah lain mencapai ratusan ribu hectare (Iwan Siswanto,

2009).

Page 17: tugas Final Amdal 194

Sumber :

Asfihani, Ir.H., 2007. Pertambangan, Kerusakan Lingkungan dan Tanggung jawab Pemda . di akses dari http://klipingtambang.blogspot.com/2007/05/pertambangan-kerusakan-lingkungan-dan.html

Diyah Yulistira, 2010. Hutanku Semakin Sempit. Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi – FPPB Universitas Negeri bangka Belitung. Indonesia

Indra A.S., 2009. Hentikan Kerusakan Lingkungan di darat dan di Laut sekarang Juga. Universitas Negeri Bangka Belitung. Indonesia.

Iwan Siswanto, 2009. Lingkungan Samarinda Rusak Akibat "Dikepung" Perusahaan Batubara. Di akses dari http://www.borneotribune.com/eco-borneo/lingkungan-samarinda-rusak-akibat-qdikepungq-perusahaan-batubara.html

Waode Amrifah, 2010. Ekspansi Kebun Sawit Percepat Sedimentasi DAS Konaweha. Di akses dari https://m3sultra.wordpress.com/2010/02/03/lingkungan-2010-02-03-dampak-konversi-hutan-di-konawe-utara/