Tugas Filsafat Ilmu Kesmas
-
Upload
ria-achmad -
Category
Documents
-
view
78 -
download
1
description
Transcript of Tugas Filsafat Ilmu Kesmas
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu KesmasDosen Pengasuh : Prof. dr. Veni Hadju, P.hD
KONDISI GIZI BURUK DI MAKASSAR
Oleh :
Satriani(P1803209511)
PROGRAM PASCA SARJANAFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN2010
KONDISI GIZI BURUK DI KOTA MAKASSAR
1. Pendahuluan
Gizi buruk atau lebih dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah keadaan
kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Masyarakat umum
lebih mengenalnya dengan nama busung lapar.
Ada 3 macam tipe Gizi buruk, yaitu :
A. Tipe Kwashiorkor, dengan tanda-tanda dan gejala adalah sebagai berikut: Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh. Perubahan Status mental Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok Wajah membulat dan sembab Pandangan mata sayu Pembesaran hati Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
B. Tipe Marasmus, dengan tanda-tanda dan gejala sebagai berikut:
Tampak sangat kurus Wajah seperti orang tua Cengeng, rewel Kulit keriput Perut cekung
C. Tipe, Marasmik-Kwashiorkor
Merupakan gabungan beberapa gejala klinik Kwashiorkor – Marasmus
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia.
Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga
menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan
kebodohan dan keterbelakangan.
2. Kondisi Umum Kota Makassar
Kota Makassar merupakan kota terbesar ke empat di Indonesia dan terbesar di
Kawasan Timur Indonesia, memiliki luas areal 175,79 Km² dengan penduduk 1.112.688,
sehingga kota ini sudah menjadi kota metropolitan. Sebagai pusat pelayaran KTI, kota
Makassar berperan sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industri, pusat
kegiatan pemerintahan, simpul jasa angkutan barang dari penumpang baik darat, laut
maupun udara dan pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Tabel 1
Luas Wilayah Kota Makassar
No Kecamatan Luas ( Km² )
1 Tamalanrea 31,84
2 Biringkanaya 48,22
3 Manggala 24,14
4 Panakkukang 17,05
5 Tallo 5,83
6 Ujung Tanah 5,94
7 Bontoala 2,10
8 Wajo 1,99
9 Ujung Pandang 2,63
10 Makassar 2,52
11 Rappocini 9,23
12 Tamalate 20,21
13 Mamajang 2,25
14 Mariso 1,82
Total 175,77
Sumber : Litbang Kompas diolah dari BPS Kota Makassar, 2001
Secara administrasi kota ini terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Kota ini
berada pada ketinggian antara 0 – 25 m dari permukaan laut. Penduduk kota Makassar
pada tahun 2000 adalah 1.130.384 jiwa yang terdiri dari laki – laki 557.050 jiwa dan
perempuan 573.334 jiwa dengan pertumbuhan rata – rata 1,65%. Masyarakat kota
Makassar terdiri dari beberapa etnis yang hidup berdampingan secara damai seperti etnis
Bugis, etnis Makassar, etnis Cina, etnis Toraja, etnis Mandar, dll. Kota dengan populasi
1.112.688 jiwa ini, mayoritas penduduknya beragama Islam.
Secara geografis Kota Metropolitan Makassar terletak di pesisir pantai barat
Sulawesi Selatan pada koordinat 119º18’27,97” 119º32’31,03” Bujur Timur dan
5º00’30,18” - 5º14’6,49” Lintang Selatan dengan Luas Wilayah 175.77 km² dengan
batas–batas berikut :
Batas Utara : Kabupaten Pangkajene Kepulauan
Batas Selatan : Kabupaten Gowa
Batas Timur : Kabupaten Maros
Batas Barat : Selat Makassar
Tabel 2
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Makassar
No Kecamatan
Penduduk Laju Pertumbuhan
Penduduk Pertahun
1990 2000 2003 1990 - 2000 2000 - 2003
1 Mariso 55.607 51.003 51.980 -0,88 0,54
2 Mamajang 67.929 58.850 56.988 -1,46 -0,91
3 Tamalate 199.650 253.827 140.306 2,49 2,21
4 Rappocini (03) *) *) 133.660 2,49*) 2,21*)
5 Makassar 92.513 80.127 79.362 -1,46 -0,27
6 Ujung Pandang 38.192 27.765 27.279 -3,22 -0,56
7 Wajo 44.391 34.114 32.51954.671 -2,66 -1,36
8 Bontoala 64.560 56.875 45.156 -1,29 -1,12
9 Ujung Tanah 45.229 44.055 124.755 -0,27 0,714
10 Tallo 111.182 115.527 127.632 -0,39 2,22
11 Panakkukang 150.758 200.942 89.088 2,99 2,18
12 Manggala (11) *) *) 2,99*) 2,18*)
13 Biringkanaya 73.361 176.934 9,45 3,09
14 Tamalanrea *) *) 9,45*) 3,09*)
Makassar 943.372 1.100.019 1.060.011 1,53
Sumber : BPS Kota Makassar
Secara keseluruhan kepadatan Kota Makassar sebesar 6.330 jiwa/km², namun
konsentrasi wilayah yang paling banyak terdapat di lima kecamatan yaitu, Tallo,
Bontoala, Makassar, Mamajang dan Mariso yang kepadatan penduduknya berada diatas
20.000 jiwa/km².
Tabel 3
Sebaran dan Kepadatan Penduduk di Kota Makassar Tahun 2001
No Kecamatan
Penduduk
Jumlah Kepadatan
1 Tamalanrea 82.641 2.596
2 Biringkanaya 96.057 1.992
3 Manggala 77.443 3.209
4 Panakkukang 124.861 7.323
5 Tallo 116.633 20.006
6 Ujung Tanah 44.373 7.470
7 Bontoala 57.406 27.336
8 Wajo 34.833 17.504
9 Ujung Pandang 27.254 10.363
10 Makassar 80.593 31.981
11 Rappocini 128.637 13.937
12 Tamalate 130.777 6.471
13 Mamajang 59.689 26.528
14 Mariso 51.491 28.292
Total 1.112.688 6.330
Sumber : Litbang Kompas diolah dari BPS Kota Makassar, 2001
3. Gizi Buruk di Kota Makassar
Tabel 4
Persentase Balita menurut Status Gizi (BB/U)* dan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, Riskesdas 2007
Kategori status gizi BB/U
Kabupaten/kota Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih
Selayar 4,6 6,7 79,4 9,2 Bulukumba 6,6 9,9 73,5 9,9 Bantaeng 8,8 10,5 73,1 7,6 Jeneponto 6,2 14,1 69,4 10,3 Takalar 8,4 18,7 65,3 7,5 Gowa 3,2 13,7 76,3 6,8 Sinjai 3,9 10,8 76,8 8,6 Maros 3,9 12,9 72,3 10,9 Pangkajene Kepulauan
5,0 13,9 72,2 8,9
Barru 6,0 9,4 74,6 9,9 Bone 4,5 17,8 70,8 6,8 Soppeng 4,0 9,2 77,0 9,8 Wajo 4,0 16,0 72,6 7,4 Sidenreng Rappang
4,6 13,9 74,4 7,2
Pinrang 6,1 8,9 78,5 6,5 Enrekang 5,4 10,8 73,1 10,7 Luwu 4,2 11,3 73,5 10,9 Tana Toraja 4,7 11,6 77,9 5,7 Luwu Utara 4,3 10,5 74,9 10,4 Luwu Timur 2,7 9,9 77,1 10,3 Kota Makassar 6,5 11,4 68,3 13,8 Kota Pare-pare 3,4 11,9 76,3 8,3 Kota Palopo 2,5 11,3 74,4 11,9 Sulawesi Selatan
5,1 12,5 73,1 9,3
Indonesia 5,4 13,0 77,2 4,3 Tabel diatas menyajikan angka prevalensi balita menurut status gizi yang
didasarkan pada indikator BB/U. Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk dan kurang
mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi
apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut.
Secara umum prevalensi gizi buruk di Sulawesi Selatan adalah 5,1% dan gizi kurang
12,5%. Angka ini berada dibawah nasional, masih dijumpai delapan (8) dari 23 kabupaten/kota
memiliki prevalensi gizi buruk di atas angka prevalensi provinsi. Prevalensi untuk gizi buruk dan
kurang adalah 17,6%, juga lebih rendah dari angka nasional. Bila dibandingkan dengan target
pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun
2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka Sulawesi Selatan
termasuk salah satu provinsi yang sudah mencapai target tersebut.
Tabel 2Persentase Balita menurut Status Gizi (BB/U)*dan Karakteristik Responden
Provinsi Sulawesi Selatan, Riskesdas 2007Karakteristik Responden Kategori status gizi BB/U
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi LebihKelompok umur 0-5 1,0 0,9 36,6 61,5 6-11 0,8 4,2 34,4 60,6 12-23 3,3 7,3 77,6 11,7 24-35 4,2 9,0 82,2 4,6 36-47 6,1 14,7 75,4 3,8 48-60 6,8 18,4 72,8 1,9 Tipe Daerah Perkotaan 5,1 11,1 72,8 11,0 Perdesaan 5,0 13,1 73,3 8,6 Jenis kelamin Laki-laki 4,5 13,2 74,7 7,6 Perempuan 5,7 11,7 71,4 11,2 Pendidikan KK Tdk sekolah &Tdk tamat SD
4,7 14,9 72,0 8,3
Tamat SD 6,1 12,5 71,8 9,6 Tamal SLTP 6,1 13,3 70,0 10,6 Tamat SLTA 4,2 11,7 74,9 9,2 Tamat PT 4,5 6,9 75,6 13,0 Pekerjaan Utama KK Tdk kerja/sekolah/ibu RT 1,9 13,8 76,4 7,9 TNI/Polri/PNS/BUMN 4,4 7,1 78,3 10,2 Pegawai Swasta 2,9 6,2 79,3 11,6 Wiraswasta/dagang/ jasa 5,6 13,0 72,2 9,2 Petani/nelayan 5,7 13,9 71,6 8,9 Buruh & lainnya 5,2 13,2 69,9 11,8 Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga per kapita Kuintil 1 6,1 14,8 69,4 9,7 Kuintil 2 6,8 12,9 70,7 9,6 Kuintil 3 4,3 12,5 75,8 7,3 Kuintil 4 3,3 11,8 74,8 10,0 Kuintil 5 3,4 8,0 78,3 10,3
*)BB/U= Berat Badan menurut Umur
Dari tabel diatas prevalensi gizi buruk daerah perkotaan relatif lebih tinggi dari
daerah perdesaan. Dan kecenderungan yang cukup jelas diperlihatkan berdasarkan tingkat
pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang
lebih rendah pada tingkat pengeluaran tertinggi (kuintil 5), demikian sebaliknya gizi lebih
cenderung tinggi pada kelompok penduduk kuintil 5.
Dari diagram batang diatas dapat dilihat prevalensi gizi buruk Kota Makassar
sekitar 6,6% dan berada pada urutan ketiga setelah Kabupaten Bantaeng sekitar 8,8% dan
Kabupaten Takalar sekitar 8,0%.
4. Pembahasan
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifactor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sector yang terkait.
Dari beberapa pendapat yang sudah dikeluarkan, alasan yang menyebabkan Gizi
Buruk terkait pada Anak, yaitu kurangnya pengetahuan sang ibu tentang asupan gizi pada
balitanya, tentang masalah ekonomi rumah tangganya dan kesibukan sang ibu diluar
rumah. Faktor tersebut memang sangat besar pengaruhnya pada perkembangan hidup si
bayi, lebih lagi ketika seorang ibu hanya sibuk dengan urusan financial rumah tangganya.
Ada beberapa kasus yang pernah di dapatkan, yang pertama berkaitan dengan
masalah ekonomi rumah tangga. Beberapa dari masyarakat telah mendapatkan
pengetahuan tentang gizi untuk balitanya, namun tidak mampu untuk mendapatkannya
(kasus ini banyak terjadi pada masyarakat dipinggiran Kota Makassar). Mereka tidak
mampu untuk mengganti asupan gizi dengan konsumsi lokal karena mereka mengikuti
kultur kota yang semua sumber kehidupan harus dibeli. Yang kedua, masyarakat
memiliki potensi untuk mengganti asupan gizi dengan sumber daya lokal tetapi tidak
paham dengan kandungan gizi yang mereka berikan pada anaknya. Pengetahuan yang
mereka miliki tentang asupan gizi untuk balita memang tidak mereka miliki secara pasti.
Hanya saja mereka mengikuti kebiasaan/budaya dari masyarakat tersebut. Masih lebih
baik jika kebiasaan yang mereka tiru dari budaya sebelumnya memang sudah terbukti,
ada beberapa dari masyarakat yang memang tidak dapat menjangkau pusat pelayanan
diakibatkan karena pusat pelayanan kesehatan tidak dapat terjangkau karena keberadaan
mereka yang memang jauh dari tempat tersebut hanya dapat memperlakukan anaknya
secara apa adanya (yang penting anak mereka mendapatkan makanan, kenyang dan tidak
menangis). Belum terlaksana secara masksimal dan objektif dalam memberikan
pelayanan.
Kultur yang mempengaruhi masyarakat dan jangkauan masyarakat. Tampaknya
Faktor Budaya/Adat/Perilaku memang juga mempengaruhi bagaimana seorang balita
akan menjadi Gizi Buruk. Sebagai contoh tambahan di masyarakat, peran sentral Bapak
masih sangat dirasakan dan Bapak adalah orang yang mendapatkan segalanya lebih dulu.
Sehingga anak bisa saja menderita kekurangan gizi, tapi orangtua yang bekerja mencari
nafkah tetap harus mendapatkan asupan gizi terbaik.
Penanganan anak dengan kasus Gizi buruk
Pemberian makanan secara teratur, bertahap, porsi kecil, sering dan mudah
diserap
Makan aneka ragam makanan, beri ASI, makanan mengandung minyak, santan
dan lemak, berikan buah-buahan.
Cara mengatasi masalah Gizi Buruk
Lingkungan harus disehatkan misalnya dengan mengupayakan pekarangan rumah
menjadi taman gizi
Perilaku harus diubah sehingga menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
( PHBS). PHBS Bidang Gizi yang harus diperhatikan adalah:
1. Makan dengan Gizi seimbang
2. Minum tablet besi selama hamil
3. Memberi bayi ASI eksklusif
4. Mengkonsumsi garam beryodium
5. Memberi bayi dan balita kapsul vitamin A.
PHBS ( Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ) dapat merupakan titik pangkal bagi
terciptanya lingkungan sehat dan hilangnya pengganggu kesehatan. Hal ini
dikarenakan dalam praktiknya kedua hal tersebut diupayakan melalui perilaku
manusia. Lingkungan akan menjadi sehat, jika manusia mau berperilaku hidup
bersih dan sehat. Pengganggu kesehatan juga akan dihilangkan jika manusia mau
berperilaku untuk mengupayakannya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
penyebab utama timbulnya masalah-masalah Gizi dalam bidang kesehatan adalah
masalah perilaku. Misalnya untuk mencegah terjadinya kekurangan Protein pada
balita, maka perilaku ibu dalam memberi makan balitanya harus diubah, sehingga
menjadi pola makan dengan gizi seimbang. Perilaku keluarga dalam
memanfaatkan pekarangan juga harus diubah, sehingga pekarangan menjadi
taman gizi.
Strategi Departemen Kesehatan untuk penanganan Gizi Buruk
Menggerakan dan memberdayakan Masyarakat untuk hidup Sehat
Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan
Meningkatkan pembiayaan kesehatan
5. Kesimpulan
Masalah Gizi Buruk pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,
namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah tersebut adalah multifaktor, oleh
karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Dari data RISKESDAS 2007 didapatkan hasil bahwa prevalensi Gizi Buruk Kota
Makassar berada pada urutan ketiga (6,6%) setelah Kabupaten Bantaeng (8,8%) dan
Kabupaten Takalar (8,4%).
Beberapa penyebab terjadinya Gizi Buruk yaitu, yaitu kurangnya pengetahuan
sang ibu tentang asupan gizi pada balitanya, tentang masalah ekonomi rumah tangganya
dan kesibukan sang ibu diluar rumah, masyarakat memiliki potensi untuk mengganti
asupan gizi dengan sumber daya lokal tetapi tidak paham dengan kandungan gizi yang
mereka berikan pada anaknya, faktor budaya/adat/perilaku memang juga mempengaruhi
bagaimana seorang balita akan menjadi Gizi Buruk. Sebagai contoh tambahan di
masyarakat, peran sentral Bapak masih sangat dirasakan dan Bapak adalah orang yang
mendapatkan segalanya lebih dulu. Sehingga anak bisa saja menderita kekurangan gizi,
tapi orangtua yang bekerja mencari nafkah tetap harus mendapatkan asupan gizi terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
1. RISKESDAS 2007. Laporan Provinsi Sulawesi Selatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Desember
2008.
2. Manjilala. Pola Makan Dan Gizi Buruk, http://www.blogster.com/manjilala/pola-
makan-dan-gizi-buruk.
3. Ronie. Indonesia Bebas Gizi Buruk: Faktor Budaya di Sulawesi,
http://www.facebook.com/notes/indonesia-bebas-gizi-buruk/faktor-budaya-di-
Sulawesi/61972055078
4. Indah. Busung Lapar Kala Surplus Pangan,
http://ww1.indosiar.com/v2/culture/culture_read.htm?id=33637
5. Nurtasnim. Profil Kota Makassar http://nurtasnim.hostoi.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=1&Itemid=2.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Gizi buruk, 2010-03-25.
7. Akhmadi. Gizi buruk. http: // www.rajawana.com/artikel/32-health/399-
giziburuk.html.
8. Dinas Kesehatan Kab Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Gizi Buruk Masalah
Kita Bersama, http://dinkesbonebolango.org.
9. Laporan Hasil RISKESDAS 2007, Laporan Provinsi Sulawesi Selatan, Depkes RI
2008.
10. Sari Fatimah, dkk. Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Status Gizi Pada
Balita di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya, Laporan Akhir Penelitian
Peneliti Muda (LITMUD) UNPAD,2008
11. Profil Kesehatan Sulawesi Selatan 2007, Dinkes Profinsi Sulawesi Selatan 2008,
http://siksulsel.blogspot.com
12. Profil Kabupaten / Kota Makassar Sulawesi Selatan,
http://webcam.pu.go.id/profil/profil/timur/sulsel/makassar.pdf.