tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di...

21
FARMASI FORENSIK TINGKAT KEHADIRAN APOTEKER SERTA PEMBELIAN OBAT KERAS TANPA RESEP DI APOTEK OLEH : RAI GUNAWAN 0708505029 I PUTU SUARDITA PUTRA 0708505033 I MADE DWI MULYA PURBANDIKA 0708505035 MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068 NI MADE WIRYATINI 0808505003 KHATIJA TAHER ALI 0808505014 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011

Transcript of tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di...

Page 1: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

FARMASI FORENSIK

TINGKAT KEHADIRAN APOTEKER SERTA

PEMBELIAN OBAT KERAS TANPA RESEP

DI APOTEK

OLEH :

RAI GUNAWAN 0708505029

I PUTU SUARDITA PUTRA 0708505033

I MADE DWI MULYA PURBANDIKA 0708505035

MADE CHANDRA WRASMITHA DEWI 0708505068

NI MADE WIRYATINI 0808505003

KHATIJA TAHER ALI 0808505014

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2011

Page 2: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini obat keras dapat dibeli dengan mudah di apotek walau tanpa resep dokter,

salah satu alasannya adalah persaingan bisnis antar apotek yang ujungnya bertujuan untuk

meningkatkan omset apotek. Hal lain yang menyebabkan obat keras dapat dibeli bebas adalah

kurangnya kesadaran pasien akan bahaya dari obat keras tersebut. Acap kali pasien hanya

datang sekali ke dokter untuk suatu penyakit, dan bila penyakitnya kambuh maka tanpa ragu

pasien datang ke apotek dan langsung membeli obat keras yang diresepkan dahulu. Pasien

bukan pihak yang semata – mata disalahkan. Adanya peluang yang diberikan oleh apotek

yang menjual obat keras secara bebas dan lemahnya peraturan serta sanksi yang ada

menyebabkan terjadinya peningkatan dalam penggunaan obat keras tanpa resep dokter.

Upaya masyarakat melakukan pengobatan sendiri dinilai seperti pedang bermata dua. Di satu

sisi akan mengurangi beban pelayanan di puskesmas atau rumah sakit. Di sisi lain bila obat

yang digunakan tidak diimbangi dengan pengetahuan yang memadai, maka akan

menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Telah terdapat berbagai peraturan serta undang-undang yang mengatur mengenai obat

keras, yaitu Stablat Ordonansi Obat Keras yaitu St No. 419 tahun 1949, Kepmenkes No.

633/Ph/62/b Tahun 1962 Tentang Daftar Obat Keras, Kepmenkes No.

347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik, Permenkes No.

919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep,

Kepmenkes No. 924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 2,

Permenkes No. 925 /Menkes/Per/X/1993 Tentang Perubahan Golongan Obat Wajib Apotik

No.1, Kepmenkes No. 1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3,

UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan PP No. 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan

Kefarmasian. Obat-obat yang termasuk dalam obat keras, seperti antibiotika, antidiabetes,

hormon dan antihipertensi menurut undang-undang tidak dapat diberikan tanpa resep dokter.

Namun, penggunaan obat keras, seperti antibiotik tanpa resep dokter sudah merupakan hal

yang umum dijumpai dalam masyarakat. Penggunaan obat keras tanpa resep dokter dapat

menimbulkan masalah, misalnya penggunaan antibiotik yang tidak terkendali. Oleh sebab itu,

penggunaan obat keras tanpa resep dokter kini sedang menjadi topik hangat di masyarakat.

Hal ini disebabkan karena di sejumlah apotek memang ada kecenderungan menjual obat

Page 3: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

keras tanpa resep dokter. Tidak hanya antibiotik, obat keras lainnya pun dapat dibeli tanpa

resep dokter di hampir semua apotek.

Menurut peraturan yang berlaku, apoteker hanya boleh menjual obat keras dengan

resep dokter. Namun, untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya

sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat

meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional, maka pemerintah

menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 924/ MENKES/PER/X/1993 yang

mengatur mengenai beberapa obat keras tertentu yang dapat diberikan oleh apoteker kepada

pasien tanpa resep dokter. Tujuan utama diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan saat itu

adalah untuk swamedikasi, pasien dapat mengobati dirinya sendiri secara rasional dan

ditunjang dengan adanya Obat Wajib Apotek tersebut. Jadi, meskipun secara umum apoteker

tidak dapat menjual obat keras tanpa resep dokter, namun ada obat keras tertentu yang

berdasarkan Permenkes boleh dijual tanpa resep dokter.

Meskipun telah ada berbagai peraturan yang mengatur mengenai penjualan obat keras

tanpa resep dokter, namun kenyataan yang ada tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Atas dasar ini maka, penulis ingin mengetahui tingkat penjualan obat keras tanpa resep dokter

yang diberikan oleh apoteker, sehingga dilakukan pengamatan terhadap kehadiran apoteker

saat pembelian obat keras tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana tingkat penjualan obat keras tanpa resep dokter di apotek?

1.2.2 Bagaimanakah tingkat kehadiran apoteker di apotek pada saat pembelian obat keras

tanpa resep?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui profil penjualan obat keras tanpa resep dokter di apotek

1.3.2 Mengetahui tingkat kehadiran apoteker di apotek pada saat pembelian obat keras

tanpa resep

1.4 Manfaat Penulisan

Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pemahaman apoteker mengenai

peraturan yang mengatur tentang penjualan obat keras tanpa resep dokter.

Page 4: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika
Page 5: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Swamedikasi

Swamedikasi (pengobatan sendiri) berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri

dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa

nasehat dokter (Tjay dan Rahardja, 1993). Kehadiran pasien di apotek didasarkan atas

keperluan untuk mendapatkan obat dan untuk berkonsultasi tentang penyakit dan kaitannya

dengan pengobatan. Dari masalah-masalah tersebut maka terdapat dua tindakan yang

dilakukan, yaitu tindakan secara nonfarmakologis (tanpa obat-obatan) dan tindakan

farmakologis (dengan obat-obatan). Dalam swamedikasi dibutuhkan penggunaan obat yang

tepat atau rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah bahwa pasien menerima obat yang

tepat dengan keadaan kliniknya, dalam dosis yang sesuai dengan keadaan individunya, pada

waktu yang tepat dan dengan harga terjangkau. Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran

apoteker di apotek sangat penting, yaitu untuk menghindari terjadinya medication error yang

mungkin terjadi akibat kesalahan penggunaan obat dan demi menjamin bahwa pasien

mendapatkan informasi tentang obat dan pengobatan yang diperoleh.

Tidak semua obat-obatan bisa diserahkan oleh apoteker langsung kepada pasien tanpa

resep dokter. Obat-obatan yang beredar di Indonesia digolongkan ke dalam beberapa

kelompok sebagai berikut (Widjajanti, 1999):

1) Kelompok obat bebas

Obat-obat dalam golongan ini dapat diperjualbelikan bebas, tanpa resep dokter dan

dapat dibeli di apotek atau toko obat. Tanda khususnya berupa warna hijau di dalam

lingkaran warna hitam.

2) Kelompok obat bebas terbatas

Obat ini disebut juga obat daftar W (W = Waarschuing = peringatan). Golongan ini

dapat diperjualbelikan secara bebas dengan jumlah terbatas dan disertai tanda peringatan.

Tanda peringatan ditulis dengan huruf putih di atas kertas berwarna hitam, yang terdiri

dari enam macam yaitu:

a) Peringatan No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan memakainya.

b) Peringatan No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan.

c) Peringatan No.3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan.

d) Peringatan No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar (untuk rokok asma).

e) Peringatan No.5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.

Page 6: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

f) Peringatan No.6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.

3) Kelompok obat keras dan psikotropika

Obat ini terkenal obat golongan daftar G (gevaarlijk = berbahaya).Golongan ini

sangat berbahaya, mempunyai efek samping yang sangat besar dan untuk mendapatkannya

perlu resep dokter. Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis

bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku

4) Kelompok narkotika

Obat ini juga obat daftar O (O = opium) dan hanya dapat diperoleh di apotek dengan

resep dokter. Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan

menimbulkan ketergantungan.

Dalam penggolongan obat diatas, golongan obat keras, narkotika, dan golongan

psikotropika tidak diperbolehkan dijual secara bebas di apotek tanpa resep dokter. Tetapi

pemerintah menerbitkan peraturan yang mengatur tentang Obat Wajib Apotek (OWA).

Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker

pengelola apotek tanpa resep dokter (Budhi, 2010). Hal tersebut diatur dalam Peraturan

Mentri Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotik pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa “Apoteker Pengeloia Apotik,

Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk menjual obat keras yang

dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotik tanpa resep”. Tujuan dari dibuatnya daftar

OWA ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya

sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, sehingga dirasa perlu ditunjang dengan sarana

yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.

2.2 Legalitas Penjualan Obat Keras di Apotek

Golongan obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh

diulang”. Obat-obatan yang termasuk ke dalam golongan obat keras antara lain antibiotika,

obat-obat sulfide, hormone, antihistamin untuk pemakaian dalam, dan semua obat suntik

(Tjay dan Rahardja, 2007). Hal ini dengan tegas diator oleh perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia.

Page 7: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

UU Obat Keras St 419 tanggal 22 Desember tahun 1949 Pasal 3 Ayat 2 menyebutkan

bahwa “Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang dari resep Dokter,Dokter Gigi,

Dokter Hewan dilarang, larangan ini tidak berlaku bagi penyerahan-penyerahan kepada

Pedagang – pedagang Besar yang diakui, Apoteker-apoteker, Dokter-dokter Gigi dan Dokter-

dokter Hewan demikian juga tidak terhadap penyerahan-penyerahan menurut ketentuan pada

Pasal 7 ayat 5”. Dengan demikian,sudah jelas bahwa penyerahan obat keras daftar G tanpa

adanya resep dokter adalah dilarang. Di dalam PP No. 51 tahun 2009 pasal 24 huruf c

disebutkan pula bahwa “dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan

kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada

masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan”. Dengan kata lain

seorang apoteker hanya bisa menyerahkan obat keras dengan resep dokter.

Untuk penyerahan obat keras yang merupakan obat atas resep dokter harus dilakukan

oleh seorang apoteker. Hal ini diatur dalam PP no. 51 tahun 2009. Menurut PP No.51 tahun

2009 pasal 21 ayat (2) “Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter

dilaksanakan oleh Apoteker”. Akan tetapi seperti pada bahasan sebelumnya, pemerintah

mengeluarkan kebijakan tentang pengadaan Obat Wajib Apotek (OWA). Hal ini diatur dalam

Peraturan Mentri Kesehatan No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata

Cara Pemberian Izin Apotik pasal 18 ayat (1). Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa

“Apoteker Pengelola Apotik, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk

menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotik tanpa resep”. Tujuan

dari OWA ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya

sendiri guna mengatasi masalah kesehatan.

Dengan adanya PP No. 51 tahun 2009 maka dengan sendirinya permenkes yang

mengatur tentang adanya Obat wajib Apotek menjadi tidak berlaku. Hal ini ditinjau dari

kedudukan hukum dari masing-masing peraturan.

Jika terdapat 2 peraturan atau lebih yang mengatur satu hal yang sama, maka harus dilihat

kedudukan hukumnya di dalam tata urutan aturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem

atau tata urutan hukum yang berlaku di Indonesia memperlihatkan kekuatan hukum dari

setiap peraturan-peraturan yang ada. Berikut ini merupakan tata urutan peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia.

Page 8: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

Tabel 2.1 Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku di Indonesia (Jalil, tt)

Sesuai dengan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 kedudukan dari Peraturan Pemerintah lebih

tinggi daripada Peraturan mentri. Dengan kata lain, peraturan mengenai penyerahan obat

keras di apotek harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang terdapat pada PP No.51 tahun

2009.

2.3 Kedudukan Hukum di Indonesia

Adanya tumpang tindih mengenai peraturan-peraturan yang mengatur pekerjaan

kefarmasian di Indonesia antara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun

2009 tentang pekerjaan kefarmasian dengan Peraturan Mentri Kesehatan

No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang tentang pengadaan Obat Wajib Apotek (OWA)

menyebabkan perlunya ditinjau kedudukan hukum dari masing-masing peraturan.

Berdasarkan tata urutan (hierarchie) dari peraturan perubdangan di dalam ketetapan

MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang “Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib

Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia”,

dimana berlakunya sekarang dikuatkan oleh ketetapan MPR No. V/MPR/1973 adalah sebagai

berikut :

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

b. Ketetapan MPR

c. Undang-Undang/peraturan pemerintH PENGGANTI Undang-undang

d. Peraturan Pemerintah

e. Keputusan Presiden

f. Peraturan-peraturan Pelaksana lainnya seperti :

‐ Peraturan Menteri

Page 9: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

‐ Instruksi menteri

‐ dan lain-lainnya

(Hadisoeprapto, 1996).

Tata urutan peraturan perundangan tersebut tidak dapat dirubah tingkat kedudukannya

dan tata urutan itu menunjukkan tingkat kedudukan atau tinggi rendah daripada peraturan

perundangan tersebut. Artinya bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan yang lebih tinggi peraturannya (Hadisoeprapto, 1996). Jadi Dengan adanya

PP No. 51 tahun 2009 maka dengan sendirinya Peraturan Mentri Kesehatan

No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang tentang pengadaan Obat Wajib Apotek (OWA)

menjadi tidak berlaku lagi.

2.4 Fungsi Kontrol Penjualan Obat keras di Apotek

Tujuan dari penyelenggaraan pengawasan di bidang obat dimaksudkan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pengawasan obat dalam rangka

melindungi keselamatan masyarakat dari resiko peredaran dan penggunaan produk yang tidak

memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Undang-Undang No.36 Tahun 2009

tentang Kesehatan, pasal 98 ayat (4) menyebutkan bahwa “Pemerintah berkewajiban

membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi, dan

pengedaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3)”. Yang dimaksud pada ayat (3) adalah

pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat

kesehatan. Dengan demikian fungsi pengawasan sepenuhnya berada di tangan pemerintah.

Dalam memudahkan proses pengawasan, pemerintah menunjuk Badan Pengawas

Obat dan Makanan untuk melaksanakan fungsi pengawasan di bidang obat dan makanan. Hal

terebut diatur dalam SKB Menkes dan Menpan NOMOR 264A/MENKES/SKB/VII/2003 dan

NOMOR 02/SKB/M.PAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi, dan Kewenangan di Bidang

Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam SKB dua kementrian tersebut ditetapkan rincian

tugas, fungsi, dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada huruf c rincian

tugas, fungsi dan kewenangan BPOM disebutkan bahwa BPOM berkewajiban melakukan

fungsi kontrol dalam “pemeriksaan setempat dalam rangka pembinaan dan pengawasan di

bidang produksi dan distribusi obat termasuk narkotika, bahan obat, produk diagnostik in

vivo, obat tradisional, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan makanan, serta

sertifikasi cara pembuatan yang baik”. Disamping itu, pada PP No. 51 tahun 2009 pasal 58

disebutkan pula “Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

sesuai kewenangannya serta Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan

Page 10: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

Pekerjaan Kefarmasian”. Dengan demikian pemerintah daerah juga bersama-sama dengan

BPOM berkewajiban untuk mengawasi peredaran obat di masyarakat.

Untuk menjamin ketersediaan produk makanan dan obat yang aman bagi masyarakat,

maka dalam program tahunannya BBPOM melakukan kegiatan pemeriksaan setempat rutin

setiap bulannya. Komoditi yang menjadi cakupan BBPOM antara lain obat, bahan obat,

kosmetik, obat tradisional, supplement, makanan dan minuman, narkotika, psikotropika, dan

bahan – bahan berbahaya. Kegiatan pemeriksaan setempat yang dilakukan BBPOM meliputi

sarana produksi, sarana distribusi, dan sarana pelayanan kesehatan. Sarana produksi adalah

sarana yang memproduksi suatu komoditi, sarana distribusi adalah sarana yang

mendistribusikan komoditi tersebut seperti PBF, dan sarana pelayanan kesehatan adalah

rumah sakit, puskesmas, apotek, klinik atau balai pengobatan. Karena banyaknya komoditi

yang menjadi cakupan BBPOM, maka tidak dapat dilakukan pemeriksaan pada semua

apotek di daerah Bali setiap tahunnya yang berjumlah sekitar 449 apotek. Oleh karena itu,

pemeriksaan apotek diprioritaskan pada apotek yang sebelumnya belum pernah diperiksa

sama sekali, apotek baru, dan apotek yang pada pemeriksaan sebelumnya bermasalah. Bila

dalam pemeriksaan tersebut ditemukan adanya pelanggaran, sesuai dengan prosedur yang ada

di BBPOM di Denpasar akan melaporkan hasil temuannya pada Pemerintah Daerah melalui

Dinas Kesehatan atau Dinas Perizinan untuk selanjutnya ditindak lanjut atau diberi sanksi

karena berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1332/Menkes/Sk/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor.

922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik dalam

pasal 30 ayat 1 ”Pembinaan terhadap apotik dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat Pusat

sampai dengan Daerah, atas petunjuk teknis Menteri”. Ayat 2 ”Dalam pelaksanaan

pembinaan dan pengawasan Apotik sebagaimana dimaksud ayat 1 dilaksanakan oleh

Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan dan Badan POM”. Jadi, yang berwenang

memberikan sanksi berupa pembinaan, peringatan, penghentian sementara kegiatan, dan

pembekuan izin apotek adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Salah satu tujuan ditunjuknya BBPOM oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi

kontrol terhadap peredaran obat adalah untuk mencegah distribusi obat keras dari sarana legal

ke sarana illegal atau perorangan. Misalnya distribusi obat keras yang penyalurannya hanya

melalui apotek, namun pendistribusiannya ditemukan di sarana illegal seperti toko kelontong,

toko obat, swalayan, maupun perorangan yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan

untuk menyimpan dan mendistribusikan obat. Untuk mencegah hal tersebut maka

pemeriksaan setempat dilakukan dengan memeriksa buku penjualan apotek. Apabila

Page 11: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

ditemuan penjualan obat keras tanpa resep, maka diperiksa terebih dahulu apakah obat keras

yang dibeli tercantum dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA). Selain itu, juga diperiksa

apakah ada penyerahan obat keras dalam jumlah banyak kepada perorangan atau sarana ilegal

(sarana yang tidak berhak menyimpan dan mendistribusikan obat keras). Apabila ditemukan

penjualan tanpa resep untuk obat keras yang tidak tercantum dalam DOWA maupun adanya

penyerahan obat keras dalam jumlah banyak kepada pihak yang tidak berwenang, maka akan

dianggap sebagai pelanggaran. BBPOM akan melaporkan pelanggaran tersebut kepada

Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan atau Dinas Perizinan.

BBPOM juga sangat berperan dalam mencegah peredaran obat illegal dengan

mengawasi proses produksi dan distribusi. Untuk mencapai tujuan tersebut BBPOM di

Denpasar, melakukan inspeksi mengenai sumber obat berdasarkan dokumen-dokumen yang

terdapat di apotek. Jika ditemukan bahwa obat tersebut berasal dari sumber yang tidak resmi,

maka BBPOM akan melaporkan penemuannya ini kepada Dinas Kesehatan dan

mengamankan sediaan yang bermasalah tersebut untuk proses lebih lanjut. Dinas Kesehatan

akan menindak lanjuti laporan tersebut dengan memberikan peringatan, pembekuan izin

apotek sampai dengan pencabutan izin apotek yang bersangkutan.

Namun apabila dalam penyakuran obat keras tersebut terbukti sebagai suatu tindakan

pidana sesuai yang diatur dalam perundang – undangan, maka BBPOM di Denpasar melalui

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dapat menindaklanjuti dengan pro justitia. Dengan

adanya koordinasi yang baik antara instansi yang berwenang yaitu Departemen Kesehatan,

Dinas Kesehatan dan Badan POM dalam pembinaan apotek sebagai suatu sarana yang

diizinkan menyalurkan obat keras, maka diharapkan kontrol terhadap peredaran obat keras

dapat lebih maksimal.

Page 12: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan dan

menginterpretasikan data tingkat penjualan obat keras tanpa resep dokter dan tingkat

kehadiran apoteker di apotek yang terdapat di beberapa daerah di Bali. Tingkat

penjualan obat keras tanpa resep dokter dan tingkat kehadiran apoteker di apotek

diketahui dengan melakukan survey.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa apotek di Denpasar dan Badung yang

dipilih secara acak. Adapu apotek yang diteliti, yaitu apotek yang terdapat di wilayah

Denpasar Utara, Denpasar Denpasar Timur, Denpasar Selatan, Barat, Kuta Utara, dan

Kuta Selatan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu pada bulan Januari tahun 2011.

3.3 Prosedur Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang terdapat di Bali.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Sampel Bola

Salju (Snowball Sampling). Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu

tentang populasi penelitiannya. Pengambilan informasi dilakukan dengan survey ke

beberapa daerah di Bali, yaitu Denpasar Utara, Denpasar Timur, Denpasar Selatan,

Denpasar Barat, Kuta Utara, dan Kuta Selatan. Jumlah sampel yang diambil adalah

60% dari total apotek yang terdapat pada masing-masing dareah tersebut. Data yang

dikumpulkan adalah data mengenai jumlah apotek yang menjual obat keras tanpa

resep dokter dan kehadiran apoteker di apotek.

Page 13: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Boleh atau Tidaknya Membeli Obat Keras Tanpa Resep Dokter

Boleh/Tidaknya Membeli Obat Keras

Tanpa Resep Dokter Lokasi Jumlah Sampel

Boleh Tidak Boleh

Denpasar Utara 20 20 -

Denpasar Timur 16 16 -

Denpasar Selatan 22 22 -

Denpasar Barat 23 23 -

Kuta Utara 18 18 -

Kuta Selatan 12 11 2

4.2 Tingkat Kehadiran Apoteker di Apotek Saat Pembelian Obat Keras

Kehadiran Apoteker Lokasi Jumlah Sampel

Hadir Tidak Hadir

Denpasar Utara 20 6 14

Denpasar Timur 16 2 14

Denpasar Selatan 22 4 18

Denpasar Barat 23 8 15

Kuta Utara 18 2 16

Kuta Selatan 12 2 10

Keterangan :

Obat keras yang ditanyakan adalah amoksisillin, levopar, halmezin, hufafural, dexametason,

cendocitrol, captopril, dan diazepam

4.3 Pembahasan

Sudah menjadi kenyataan umum pelayanan obat di apotek bagaikan membeli obat di

pasar. Hal ini terbukti dengan mudahnya membeli obat keras (misalnya antibiotik) tanpa

resep dokter. Hasil survey dari apotek-apotek di wilayah Denpasar Utara, Denpasar Selatan,

Page 14: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

Denpasar Timur, Denpasar Barat, Kuta Selatan, dan Kuta Utara menunjukkan rata-rata lebih

dari 97% apotek membolehkan pembelian obat keras tanpa resep dokter.

Diagram 1. Boleh atau Tidaknya Pembelian Obat Keras tanpa Resep Dokter

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa persentase apotek yang memberikan ijin

penjualan obat keras tanpa resep dokter sangat tinggi. Adapun jenis obat keras yang

digunakan sebagai sampel dalam survey ini adalah antibiotik amoksisillin, levopar, halmezin,

hufafural, dexametason, cendocitrol, captopril, dan bahkan terdapat apotek yang menjual

obat keras sebagai obat over the counter (OTC). Diazepam merupakan obat golongan

narkotika dan psikotropika yang penjualaannya diawasi secara ketat oleh BPOM dan hanya

dapat diberikan bila terdapat resep dokter. Hasil survey yang dilakukan di 2 apotek yang

terdapat di Kuta Selatan menunjukkan bahwa apotek tersebut tidak menjual diazepam tanpa

resep dokter.

Hasil dari survey yang dilakukan sangat bertentangan dengan peraturan yang telah

berlaku, yaitu PP No. 51 Tahun 2009 yang sangat menentang penjualan obat keras tanpa

resep dokter. Apoteker telah diberi kewenangan untuk melakukan pengobatan sendiri kepada

orang yang datang ke apotek. Untuk memantapkan dan menegaskan pelayanan swamedikasi,

pemerintah juga menetapkan jenis obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dengan

membuat beberapa SK, diantaranya SK Menteri No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang

Page 15: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

obat wajib apotek. Obat-obat yang terdaftar pada lampiran SK tersebut digolongkan menjadi

obat wajib apotek No. 1 yang selanjutnya disebut OWA No. 1. Karena perkembangan bidang

farmasi yang menyangkut khasiat dan keamanan obat maka dipandang perlu untuk ditetapkan

daftar OWA No.2 sebagai revisi dari daftar OWA sebelumnya. Daftar OWA No. 2 ini

kemudian dilampirkan pada keputusan menteri kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993.

Dari peraturan di atas dengan jelas diterangkan bahwa seorang apoteker hanya bisa

menyerahkan obat keras tanpa resep dokter atau swamedikasi obat keras apabila obat yang

diserahkan merupakan obat keras yang termasuk dalam OWA. Dari 8 jenis obat yang

ditanyakan dalam melakukan survey, yang termasuk OWA berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor : 924/MENKES/PER/1993 hanya dexametason dan cendocitrol dengan

zat aktif berupa dexametason. Obat lainnya merupakan obat keras yang dilarang

penjualannya tanpa menggunakan resep dokter.

Dalam Undang-Undang Obat Keras (St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949), yaitu pada

pasal 3 ayat 2 dinyatakan bahwa penyerahan dari bahan-bahan G yang menyimpang dari

resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan dilarang. Pasal 3 ayat 4 menjelaskan bahwa

Sec.V.St. dapat menetapkan bahwa sesuatu peraturan sebagaimana dimaksudkan pada ayat 2,

jika berhubungan dengan penyerahan obat - obatan G tertentu yang ditunjukan olehnya harus

ikut ditandatangani oleh seorang petugas khusus yang ditunjuk. Jika tanda tangan petugas ini

tidak terdapat maka penyerahan obat-obatan G itu dilarang. Dalam pasal 12 Undang-Undang

tersebut dinyatakan bahwa pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenai hukuman penjara

setinggi-tingginya 6 bulan atau denda uang.

PP no. 51 tahun 2009 sudah dengan tegas menyatakan bahwa permintaan terhadap obat

keras harus disertai dengan resep dokter dan diserahkan oleh seorang apoteker. Dengan

adanya PP No. 51 tahun 2009 maka dengan sendirinya permenkes yang mengatur tentang

adanya Obat Wajib Apotek menjadi tidak berlaku. Ditinjau dari kedudukan hukumnya sesuai

dengan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 kedudukan dari Peraturan Pemerintah lebih tinggi

daripada Peraturan mentri. Dengan kata lain, dengan adanya PP No. 51 tahun 2009 maka

dengan sendirinya permenkes yang mengatur tentang adanya Obat Wajib Apotek menjadi

tidak berlaku. Kurangnya sosialisasi tentang sistem perundang-undangan yang berlaku saat

ini, menyebabkan kedua peraturan ini saling tumpang tindih.

Orientasi dari suatu apotek yang masih mengarah pada money oriented menyebabkan

obat yang seharusnya dilarang penjualannya tanpa resep dokter masih dapat dengan bebas

dibeli di apotek tanpa resep dokter. Pencapaian omset suatu apotek merupakan hal yang

utama yang dituntut oleh para pemegang saham. Lemahnya fungsi kontrol dan instrumen

Page 16: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

hukum yang kurang juga menyebabkan penjualan obat keras dengan cara bebas terus

berlangsung di apotek. Pembelian obat keras ini seharusnya diawasi oleh seorang apoteker.

Namun, berdasarkan hasil survey, tingkat kehadiran apoteker di apotek pada saat pembelian

obat keras sangat minim, ditunjukkan oleh diagram di bawah ini :

Diagram 2. Persentase Kehadiran Apoteker pada Saat Pembelian Obat Keras

Berdasarkan PP Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotik disebutkan bahwa apabila apoteker pengelola apotek berhalangan

melakukan tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk

apoteker pendamping. Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping karena

hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, apoteker pengelola apotek menunjuk

apoteker pengganti. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penjualan obat

yang tak terkontrol dari apotek ke pasien. Namun, penerapannya belum dapat dilihat di

beberapa apotek tempat dilakukannya survey, dimana pembelian obat keras dapat melalui

asisiten apoteker.

Sanksi terhadap pelanggaran apoteker, yaitu tidak hadir di apotek telah diatur dalam

PP Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 dan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotik. Dalam pasal 19 ayat 2 dinyatakan bahwa apabila Apoteker Pengelola

Apotik, berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus-menerus, Surat

Izin Apotik atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. Dalam pasal 26 dari PP tersebut

Page 17: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

dijelaskan mengenai pelaksanaan pencabutan izin apotek. Menurut pasal 26 ayat 1,

pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis

kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, dengan tenggang

waktu masing masing 2 (dua) bulan. Pada ayat 2 dari pasal 26 dijelaskan bahwa pembekuan

izin Apotek dapat dicairkan kembali apabila Apotek telah membuktikan memenuhi seluruh

persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh

Formulir model AP-14. Sedangkan, pada pasal 26 ayat 3 disebutkan bahwa pencairan izin

Apotik dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari

Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Selanjutnya, pada pasal 28

dinyatakan bahwa apabila Surat Izin Apotik dicabut, Apoteker Pengelola Apotik atau

Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Dengan adanya peraturan baru yaitu PP No. 51 Tahun 2009 diharapkan menyadarkan

para apoteker bahwa saat ini seharusnya terdapat pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian

dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif

(pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam

pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung

penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui

tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Ini

semestinya dilakukan untuk dapat bersaing dalam dunia global dan menunjukkan pada rekan

sejawat peran dari seorang apoteker.

Melalui penerapan PP No. 51 Tahun 2009 diharapkan nantinya apoteker bisa menjadi

tuan rumah di apotek sehingga apoteker harus bisa juga berperan sebagai Chief Executive

Officer (CEO). Peran ini membawa konsekuensi luas diantaranya, jika apotek bukan dimiliki

oleh apoteker maka pemilik apotek statusnya adalah pemegang saham. Pemegang saham

tidak berhak turut andil dalam kegiatan operasional apotek. Pemegang saham hanya berhak

mengawasi jalannya apotek melalui wakil yang ditunjuk (komisaris) (Anonim, 2008).

Meskipun PP tersebut sudah berjalan selama 1,5 tahun, namun di lapangan

penerapannya belum berhasil dilakukan. Ini menunjukkan ketidaksiapan apoteker dalam

menjalankan undang-undang yang berlaku yang kemungkinan disebabkan oleh

ketidaknyamanan apoteker untuk diusik kenyamanan yang telah mereka dapat selama ini.

Beberapa anggapan miring pun mulai muncul, dimulai dari anggapan masyarakat bahwa

apoteker hanya menjual nama dalam suatu apotek tanpa memperhatikan kewajibannya,

anggapan dari para pemegang saham bahwa apoteker hanya perlu memberikan tanda tangan

Page 18: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

setiap awal bulan, hingga anggapan dari rekan sejawat yang lebih memilih untuk langsung

memberikan obat kepada pasien karena apoteker yang seharusnya bertanggung jawab

terhadap pendistribusian obat ke tangan pasien tidak pernah hadir di apotek.

Berdasarkan hal di atas, pekerjaan kefarmasian di apotek seharusnya mengacu pada

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan

tersebut dijelaskan bahwa pelayanan kefarmasian pada saat ini seharusnya telah bergeser

orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan

pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi

menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup

dari pasien. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti,

akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya

meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas

serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yang secara efektif diterapkan pada April 2000, UU No.36 Tahun 2009 tentang

kesehatan pada pasal 56 tentang perlindungan pasien, dan PP no. 51 Tahun 2009 tentang

pekerjaan kefarmasian, apoteker dipaksa agar datang ke apotek untuk menjalankan

profesinya sebagai tenaga kesehatan. Selama ini kedudukan konsumen dipandang sangat

lemah. Keterbatasan konsumen akan pengetahuan mengenai masalah obat-obatan serta masih

jarangnya konsumen yang memiliki akses untuk mengetahui penyakitnya atau fungsi obat-

obat yang digunakan, membuat pasien tidak mempunyai hak untuk memilih ataupun

mengubah obat atau tindakan medis yang akan digunakan. UUPK sendiri mengatur hak dan

kewajiban konsumen secara jelas. Dalam hal ini konsumen akan diuntungkan karena dapat

menguatkan posisi konsumen yang dirugikan oleh penggunaan suatu barang dapat menggugat

pelaku usaha tanpa harus membuktikan cacat produk terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku

untuk pelayanan jasa, termasuk di bidang kesehatan. Setiap pelaku kesehatan, seperti dokter,

apoteker, perawat, apotek, industri farmasi, rumah sakit, klinik dan sebagainya bisa terkena

UUPK ini.

Untuk menghindari gugatan dari konsumen setiap apotek harus mempunyai Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang terdokumentasi dengan baik. Dalam PP no. 51 Tahun 2009

pasal 23 ayat 1 disebutkan bahwa dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, apoteker

sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 harus menetapkan Standar Prosedur Operasional dan

pada ayat 2 disebutkan bahwa Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan

Page 19: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, SOP ini harus

mencerminkan kepastian setiap proses kerja yang ada dan mampu melacak jika terjadi

penyimpangan. Apoteker harus mampu dan mau melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

yaitu menjamin bahwa obat yang diberikan kepada konsumen adalah obat yang terjamin baik

kualitas dan kuantitasnya serta konsumen bisa mendapatkan informasi penggunaan obat. Hal

ini dapat terwujud bila apoteker selalu berada saat jam buka apotek.

Ada tiga hal yang menyebabkan apoteker harus memiliki paradigma baru, khususnya

ditengah tatanan global di bidang kesehatan yaitu : pertama, adanya peningkatan kebutuhan

terhadap konseling pasien (Patient Conselling); kedua, adanya kesadaran terhadap

pentingnya pharmaceutical care; dan ketiga, semakin terlembaganya mekanisme

pembayaran melalui institusi asuransi yang bertujuan untuk menekan biaya kesehatan dengan

pendekatan pharmacoeconomic dan rational use of drug. Pekerjaan kefarmasian merupakan

wilayah pengabdian profesi yang harus dijiwai oleh apoteker. Misi apoteker kedepannya

adalah melakukan praktek kefarmasian yang bergeser dari drug oriented ke pharmaceutical

care. Sehingga diharapkan adanya pengakuan kembali dari masyarakat tentang pentingnya

keberadaan apoteker. Pengakuan masyarakat akan profesi apoteker akan memudahkan

apoteker berperan dalam wilayah dimana profesi kedokteran terintegrasi dengan profesi

kefarmasian sehingga tidak muncul superioritas profesi oleh dokter. Apoteker sebagai sarjana

yang diberi kewenangan mengelola obat, hendaknya menyadari bahwa pemahaman terhadap

perundangan, etika, dan standar profesi diperlukan melakukan tugas dan pekerjaannya.

Page 20: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Tingkat kehadiran apoteker di apotek masih sangat rendah. Dari total 111 apotek di

wilayah Denpasar Utara, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, Denpasar Barat, Kuta Utara,

dan Kuta Selatan, hanya 24 apotek (26,64%) yang terdapat tenaga ahli apoteker pada saat

dilakukannya survey.

5.2 Pembelian obat keras di apotek masih sangat bebas dan tidak sesuai dengan peraturan

yang berlaku. Ini dilihat dari hasil survey yang menyatakan 100 % apotek masih memberikan

pembelian obat keras tanpa disertai resep dokter dan tanpa diberikan oleh seorang apoteker.

Page 21: tugas farmasi forensik survei apotek · Untuk tujuan swamedikasi tersebut kehadiran apoteker di apotek sangat penting, ... Obat wasir, jangan ditelan. 3) Kelompok obat keras dan psikotropika

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2008. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, (cited 2011 Jan, 20)

Available from : http://apotekkita.com/2008/07/23/standar-pelayanan-kefarmasian-dl-

apotek/

Anonim. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta:

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Departemen Kesehatan.

Anonim, 2008. Sistem Remunerasi Apoteker, (cited 2011 Jan, 20)

Available from : http://apotekkita.com/tag/ceo/

Anonim. 2009. Kehadiran Apoteker di Apotek Masih Diperlukan, (cited 2011 Jan, 20)

Available from : http://www.informasi-obat.com/ index.php?option=

com_content&task=view&id=343&Itemid=52

Hadisoeprapto, H. 1996. Pengantar Tata Hukum Indonesia, ed. 4. Yogyakarta : Liberty.

Hartono. 2007. Budaya Hukum dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah Terhadap

Persyataratan Pengelolaan Apotek. Semarang : Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum

Universitas Diponogoro.

Maulana, Novi. 2010. Swamedikasi Terhadap Influenza Pada Masyarakat di Kabupaten

Karanganyar Tahun 2009. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Tjay, T.H. dan K. Rahardja.2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media

Komputindo