tugas dispepsia

52
B A B I PENDAHULUAN Keluhan dyspepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. Diperkirakan hamper 30% kasus pada praktek umum dan 60% praktek gastroenterologis merupakan kasus dyspepsia. Istilah dyspepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh di perut, sendawa, regurgitasi dan dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit tentunya termasuk pula penyakit lambung, yang diasumsikan oleh orang awam seperti penyakit maag/lambung, Penyakit hepatitis, pancreatitis kronik, kolesistitis kronik) merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan patologis pada tukak peptic dan gastritis. Beberapa penyakit di luar system gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dyspepsia, seperti gangguan infark miokard, penyakit tiroid, obat-obat dan sebagainya. 1 1

description

dispepsia

Transcript of tugas dispepsia

Page 1: tugas dispepsia

B A B I

PENDAHULUAN

Keluhan dyspepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam

praktek praktis sehari-hari. Diperkirakan hamper 30% kasus pada praktek umum

dan 60% praktek gastroenterologis merupakan kasus dyspepsia. Istilah dyspepsia

mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an yang menggambarkan keluhan

atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di

epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh di perut,

sendawa, regurgitasi dan dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau

keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit tentunya

termasuk pula penyakit lambung, yang diasumsikan oleh orang awam seperti

penyakit maag/lambung, Penyakit hepatitis, pancreatitis kronik, kolesistitis

kronik) merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan

patologis pada tukak peptic dan gastritis. Beberapa penyakit di luar system

gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dyspepsia,

seperti gangguan infark miokard, penyakit tiroid, obat-obat dan sebagainya.1

Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat

dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan

bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari.

Dari data di Negara barat di dapatkan prevalensinya berkisar 7-41% tapi hanya

10-20% yang mencari pertolongan medis. Belum ada data epidemiologi di

Indonesia.1

\ Gejala yang esensial adalah selalu adanya komponen dari nyeri atau

gangguan abdomen bagian atas. Untuk membedakannya dari ICS (Irritable Colon

Syndrome) dikatakan bahwa dyspepsia meliputi gejala-gejala yang

berpredominasi pada abdomen bagian atas. Sejak pemakaian istilah dyspepsia

hingga sekarang banyak timbul bermacam-macam batasan mengenai dyspepsia.1

1

Page 2: tugas dispepsia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang

terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,

sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah.1

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit, dan

(Pepse),berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan

kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut

bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks

gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam

lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.3

Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang

dikemukakan oleh suatu kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang

terdiri dari keluhan - keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus digestivus

bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia, rasa

penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang berlangsung

lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan suatu sindrom klinik

yang bersifat kronik.2

Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dispepsia dengan

gastritis. Hal ini sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu diagnosa

patologik, dan tidak semua dispepsia disebabkan oleh gastritis dan tidak semua

kasus gastritis yang terbukti secara patologi anatomik disertai gejala dispepsia.

Karena dispepsia dapat disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam menghadapi

sindrom klinik ini penatalaksanaannya seharusnya tidak seragam.3

Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

2

Page 3: tugas dispepsia

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap

organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas,

radang empedu, dan lain-lain.1,6

2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non ulkus, bila

tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau

gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,

dan endoskopi setelah 3 bulan dengan gejala dispepsia.7

Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,

membagi

dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan

gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).2

3

Page 4: tugas dispepsia

2.2 ETIOLOGI

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau

duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.

Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin,

beberapa antibiotic, digitalis, teofilin dan sebagainya.

Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis,

kolesistetis kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit

jantung koroner.

Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak

terbukti adanya kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu

dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.1

Klasifikasi Dispepsia Berdasarkan Etiologi

  A. Organik

1. Obat-obatan

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides,

metronidazole), Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol),

Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine,

Theophiline.8-10

2. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)

a. Alergi susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis

produk kedelai dan beberapa jenis buah-buahan

b. Non-alergi

Produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein.

Bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat,

nitrit, nitrat.

4

Page 5: tugas dispepsia

Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh

penyakit dasarnya, misalnya pada penyakit pankreas dan empedu tidak

bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan pH yang relatif

rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau

esophagitis.10

3. Kelainan struktural

a. Penyakit oesophagus

Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia

Akhalasia

Obstruksi esophagus

b. Penyakit gaster dan duodenum

Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS

dan sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis,

pembedahan, trauma, shock

Ulkus gaster dan duodenum

Karsinoma gaster

c. Penyakit saluran empedu

Kholelitiasis dan Kholedokolitiasis

Kholesistitis

d. Penyakit pankreas

Pankreatitis

Karsinoma pankreas

e. Penyakit usus

5

Page 6: tugas dispepsia

Malabsorbsi

Obstruksi intestinal intermiten

Sindrom kolon iritatif

Angina abdominal

Karsinoma kolon

4. Penyakit metabolik / sistemik

a. Tuberculosis

b. Gagal ginjal

c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar

d. Diabetes melitius

e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid

f. Ketidakseimbangan elektrolit

g. Penyakit jantung kongestif

5. Lain-lain

a. Penyakit jantung iskemik

b. Penyakit kolagen5-11

B. Idiopatik atau Dispepsia Non Ulkus

Dispepsia fungsional

Keluhan terjadi kronis, tanpa ditemukan adanya gangguan struktural atau

organik atau metabolik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran

makanan.Termasuk ini adalah dispepsia dismotilitas, yaitu adanya gangguan

motilitas diantaranya; waktu pengosongan lambung yang lambat, abnormalitas

kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita

6

Page 7: tugas dispepsia

dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung

yaitu kenaikan asam lambung.

Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan

dispepsia fungsional.12

Kelainan non organik saluran cerna:

o Gastralgia

o Dispepsia karena asam lambung

o Dispepsia flatulen

o Dispepsia alergik

o Dispepsia essensial

o Pseudoobstruksi intestinal kronik

o Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).

o Psikogen : Histeria, psikosomatik

2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI GASTER

Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah

diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di

mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung

dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia

adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari oesofagus . Fundus adalah

bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang

berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.13

Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa,

submukosa, muscularis, dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel

mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon.

Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas

dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat

dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena

dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus

untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel

7

Page 8: tugas dispepsia

tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan

mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar,

memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut

mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik

menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu

serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini

mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara

perut dengan anggota tubuh lainnya.13

Gambar 1. Anatomi Gaster: 1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput

Lendir, 5.Lapisan Otot, 6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik,

9.Pilorus, 10.Duodenum

Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan,

yaitu sel goblet [goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell].

Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan

terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal

berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna

8

Page 9: tugas dispepsia

dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi

1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung

mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi

pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi

dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki

oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.13

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang

menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap

makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung

mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung

berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen

menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi

molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan

makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia,

berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari

susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud

cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usus tanpa sempat dicerna.13

Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi

lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung

bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum.

Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika

tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke

duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim

yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga

makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus

menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan

yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka.

Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian

seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi

9

Page 10: tugas dispepsia

segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam,

lambung kosong kembali.13

Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon.

Impuls parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan

meningkatkan motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi

pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi

yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum.

Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan

kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan

dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan

lambung merupakan proses umpan balik humoral.13

Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung,

yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-

1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang

dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi

protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam

klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah

pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin. 13

Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama

makanan. Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada

pengaturan motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi

pengaturan oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi

getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).13

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan

penciuman dan rasa akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf

pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan

dibebaskannya asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi

langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel

10

Page 11: tugas dispepsia

G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan

menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi asam

klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit

karena stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan

histamin ini gastrin dapat bekerja.13

Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang

masuk ke dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai

protein, kafein atau alkohol, akan menimbulkan refleks kolinergik lokal dan

pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan

dihambat.13

Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti

dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus

duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida

dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung

lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang

banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.13

Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna

lainnya yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory

polypeptide) menghambat sekresi HC1 dari lambung dan kemungkinan juga

merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.13

Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di

sejumlah organ lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta

kelenjar pankreas, menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung

dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan

turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan).

Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah

n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.13

11

Page 12: tugas dispepsia

Bagan 1. Pengaruh Sekresi Sel Parietal

2.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dispepsia non ulkus masih sedikit diketahui, beberapa faktor

berikut mungkin berperan penting (multifaktorial):

Abnormalitas Motorik Gaster

Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien

dispepsia non ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan

dalam gaster. Demikian pula pada studi monometrik didapatkan gangguan

motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut

dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas. Penelitian terakhir

12

Rangsang bau dan rangsang kecap

Rangsang GanglionRangsang Lokal (makanan)

Rangsang n. Vagus

Pembebasan asethilkolin

Degranulasi mastosit

Pembebasan histamin

Stimulasi sel G

Pembebasan Gastrin

Pembebasan HCl

Stimulasi Sel Parietal

Page 13: tugas dispepsia

menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab

terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus

relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi

duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke

bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa

pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak berfungsi dengan baik

sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.2

Perubahan sensifitas gaster

Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas terhadap

distensi gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan

yang sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan

kontraksi gaster intestinum atau distensi dini bagian Antrum postprandial

dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.10

Stres dan faktor psikososial

Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan

morbiditas psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia

non ulkus daripada subyek kontrol yang sehat.Banyak pasien mengatakan

bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa studi mengatakan

stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat

gangguan akomodasi dan motilitas gaster.Kepribadian dispepsia non ulkus

menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan dispepsia organik, tetapi

disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang lebih nyata dan

sering disertai dengan keluhan non-gastrointestinal ( GI ) seperti nyeri

muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba

menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi

sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila

dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia non ulkus

ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik.5

13

Page 14: tugas dispepsia

Gastritis Helicobacter pylori

Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis

non-erosif non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena

gambaran histologik yang ada tidak dapat meramalkan penyebabnya dan

keadaan klinik yang bersangkutan. Diagnosa endoskopik gastritis akibat

infeksi Helicobacter pylori sangat sulit karena sering kali gambarannya

tidak khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik tampak berat

tetapi gambaran endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal.

Beberapa gambaran endoskopik yang sering dihubungkan dengan adanya

infeksi Helicobacter pylori adalah:

a. Erosi kronik di daerah antrum.

b. Nodularitas pada mukosa antrum.

c. Bercak-bercak eritema di antrum.

d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah

korpus.13

Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum

sudah diakui, tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non

ulkus masih kontroversi. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia non ulkus

menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada

dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi

penyebab dari beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori positif.

Bukti terbaik peranan Helicobacter pylori pada dispepsia non ulkus adalah gejala

perbaikan yang nyata setelah eradikasi kuman Helicobacter pylori tersebut, tetapi

ini masih dalam taraf pembuktian studi ilmiah. Banyak pasien mengalami

perbaikan gejala dengan cepat walaupun dengan pengobatan plasebo. Studi

"follow up" jangka panjang sedang dikerjakan, hanya beberapa saja yang tidak

kambuh.2

14

Page 15: tugas dispepsia

Kelainan gastrointestinal fungsional

Dispepsia non ulkus cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan

fungsional GI, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-

kardiak dan nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom

Kolon Iritatif menderita dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan

dispepsia kronis juga mempunyai gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien

dengan kelainan seperti ini sering ada gejala extra GI seperti migrain,

myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi. Pada anamnesis dispepsia

jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif seperti nyeri

abdomen mereda setelah defikasi, perubahan frekuensi buang air besar

atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan

buang air besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami

aerophagia, lingkaran setan dari perut kembung diikuti oleh masuknya

udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh kembung yang lebih

darah. Ini memerlukan perbaikan tingkah laku.Abnormalitas di atas belum

semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu muncul pada

semua penderita. Hasil yang kurang konsisten dari bermacam terapi yang

digunakan untuk terapi dispepsia non ulkus mendukung keanekaragaman

kelompok ini. 2,12,14.

Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa

lambung. Gastritis karena bakteri H. pylori dapat mengalami adaptasi pada

linkungan dengan pH yang sangat rendah dengan menghasilkan enzim urease

yang sangat kuat. Enzim urease tersebut akan mengubah urea dalam lambung

menjadi ammonia sehingga bakteri Helicobacter pylori yang diselubungi “awan

amoniak” yang dapat melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian dengan

flagella Helicobacter pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami

multiplikasi. Bagian yang menempel pada epitel mukosa lambung disebut

adheren pedestal. Melalui zat yang disebut adhesin , Helicobacter pylori dapat

berikatan dengan satu jenis gliserolipid yang terdapat di dalam epitel.13

15

Page 16: tugas dispepsia

Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase,

oksidase, alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase, protease, dan

musinase. Enzim protease dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan

fosfolipid yang menutup mukosa lambung. H. Pylori juga mengeluarkan toksin

yang beperan dalam peradangan dan reaksi imun local.13

Obat anti-inflamasi non-steroid merusak mukosa lambung melalui

beberapa mekanisme. Obat-obat ini menghambat siklooksigenase mukosa

lambung sebagai pembentuk prostaglandin dari asam arakidonat yang merupakan

salah satu faktor defensif mukosa lambung yang sangat penting. Selain itu, obat

ini juga dapat merusak secara topikal. Kerusakan topikal ini terjadi karena

kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif, sehingga merusak sel-sel

epitel mukosa. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan

mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.13

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa

esophagus, lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah

epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut

erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda

dengan ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut

definisi, ulkus peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang

terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah

gastroduodenal, juga jejunum.13

Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan

duodenum. Obat anti inflamasi non steroid termasuk aspirin menyebabkan

perubahan kualitatif mucus lambung yang dapat mempermudah terjadinya

degradasi mucus oleh pepsin. Prostaglandin yang terdapat dalam jumlah

berlebihan dalam mucus gastric dan tampaknya berperan penting dalam

pertahanan mukosa lambung.13

Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat – zat lain yang merosak mukosa

lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi

16

Page 17: tugas dispepsia

balik asam klorida yang mengakibatkan kerosakan jaringan, terutama pembuluh

darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut

dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema

dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,

mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan. Sawar mukosa

tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik

dihambat oleh gastrin.13

Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan faktor penting dalam

patogenesis ulkus peptikum. Ulkus peptikum sering terletak di antrum karena

mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik disbanding fundus. Selain itu,

kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada penderita ulkus peptikum

diduga disebabkan oleh meningkatnya difusi balik dan bukan disebabkan oleh

produksi yang berkurang. 13

Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat

fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus)

yang memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk

menetralkan kimus asam. Penderita ulkus peptikum sering mengalami sekresi

asam berlebihan. Faktor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus

peptikum. Daya tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan

cepatnya regenerasi sel epitel (dalam keadaan normal diganti setiap 3 hari).

kegagalan mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. 13

17

Page 18: tugas dispepsia

18

Page 19: tugas dispepsia

2.5 GEJALA KLINIK

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat

akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan

kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai

dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa

penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa

mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual,

sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).6

Dispepsia Organik

a. Dispepsia Ulkus

Dispepsia ulkus merupakan bagian penting dari dispepsia organik. Di

negara negara barat prevalensi ulkus lambung lebih rendah dibandingkan

dengan ulkus duodeni. Sedang di negara berkembang termasuk Indonesia

frekuensi ulkus lambung lebih tinggi. Ulkus lambung biasanya diderita pada

usia yang lebih tinggi dibandingkan ulkus duodeni.4

Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief.

Untuk ulkus duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan,

dan penderita sering terbangun di tengah malam karena nyeri. Tetapi banyak

juga kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa gejala. Pada

ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan

kadang kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan.15

Penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama ulkus duodenum

adalah infeksi H. pylori, dan ternyata sedikitnya 95% kasus ulkus duodeni

adalah H. pylori positif, sedang hanya 70% kasus ulkus lambung yang H.

pylori positif.13

19

Page 20: tugas dispepsia

b. GERD

Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah

ditemukan dasar-dasar organik maka GERD dimasukan kedalam dispepsia

organik. Penyakit ini disebabkan Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia

yang menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam esofagus.

Dulu sebelum penyebab GERD diketahui dengan jelas, GERD

dimasukkan ke dalam kelompok dispepsia fungsional. Setelah penyebabnya

jelas maka GERD dikeluarkan dari kelompok tersebut dan dimasukkan ke

dalam dispepsia organik.7

Gejala GERD :

Gejala khas, terdiri dari :

o “Heart Burn”

o Rasa panas di epigastrium

o Rasa nyeri retrosternal

o Regurgitasi asam

o Pada kasus berat : ada gangguan menelan

Gejala tidak khas :

o Nafas pendek

o Wheezing

o Batuk-batuk

Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang

dan berkurang bila penderita duduk.

Gambaran Endoskopi:

Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi

menjadi 4 derajat (Pembagian Los Angeles) :

20

Page 21: tugas dispepsia

Grade A :

Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm

Grade B :

Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di

tempat lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.

Grade C :

Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa

yang lain tetapi tidak difus.

Grade D :

Robekan mukosa difus.15

Dispepsia Fungsional

Gejala dispepsia fungsional (menurut kriteria Roma) :

a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.

b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).

c. Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)

d. Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome)

2.6 ANAMNESIS

Jika pasien mengeluh mengenai dispepsia, dimulakan pertanyaan atau

anamnesis dengan lengkap. Berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan

terjadi keluhan, adakah berkaitan dengan konsumsi makanan? Adakah

pengambilan obat tertentu dan aktivitas tertentu dapat menghilangkan keluhan

atau memperberat keluhan? Adakah pasien mengalami nafsu makan menghilang,

muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada?11

21

Page 22: tugas dispepsia

Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat – obat tertentu? Atau

adakah dalam masa terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal,

jantung atau paru? Adakah pasien menyadari akan kelainan jumlah dan warna

urin? 11

Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan

jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus

dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda

dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap

dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering,

hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah merupakan

penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau

"USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster

atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas

empedu.11

Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial

misalnya: masalah anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar

manusia (orang tua, mertua, tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri

(istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar, cerai), pekerjaan dan pendidikan

(kegiatan rutin, penggusuran, pindah jabatan, tidak naik pangkat). Hal ini

berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.5

Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien

ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri

berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering

membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus duodenum.

Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah

makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik

(bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan

asam pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya

didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila

muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum.

22

Page 23: tugas dispepsia

Pasien dispepsia non ulkus lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda

kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik. 2, 6-11

2.7 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen atau

intra lumen yang padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan sesuai

dengan adanya ransang peritoneal/peritonitis.1

Tumpukan pemeriksaan fisik pada bagian abdomen. Inspeksi akan

distensi, asites, parut, hernia yang jelas, ikterus, dan lebam. Auskultasi akan bunyi

usus dan karekteristik motilitasnya. Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan akan

tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani.6 Pemeriksaan tanda vital bisa

ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular.10

Kemudian, lakukan pemeriksaan sistem tubuh badan lainnya. Perlu

ditanyakan perubahan tertentu yang dirasai pasien, keadaan umum dan kesadaran

pasien diperhatikan. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung. Perkusi

paru untuk mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan lakukan pemeriksaan terhadap

ektremitas, adakah terdapat perifer edema dan dirasakan adakah akral hangat atau

dingin. Lakukan juga perabaan terhadap kelenjar limfa.6-11

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi

(leukositosis), pakreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA,

CA 19-9, AFP). Biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan

pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila

ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja,

jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti

kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita

dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran

pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon

perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9. 1

23

Page 24: tugas dispepsia

2. Barium enema untuk memeriksa esophagus, Lambung atau usus halus dapat

dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,

penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk

bila penderita makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan

struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau

gambaran ke arah tumor.1,3,15

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus

halus dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan

lambung.

Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui

apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan

pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.2,3,7

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut

disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms, yaitu adanya penurunan

berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah

darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan terjadi pada usia

lebih dari 45tahun.1

Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

a. CLO (rapid urea test)

b. Patologi anatomi (PA)

c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian15

4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan

kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum

tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran

makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks

gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun terutama di

bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering

24

Page 25: tugas dispepsia

menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin. Pada

tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang

disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk

niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar

licin). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler

tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.

Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda

seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari

intestin terutama di jejunum yang disebut sentina loops.1

5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi esofagus

atau respon esofagus terhadap asam.

25

Page 26: tugas dispepsia

.10

Management of dyspepsia based on age and alarm features. EGD,

esophagogastroduodenoscopy.

2.9 DIAGNOSIS

Dispepsia melalui simptom-simptomnya sahaja tidak dapat membedakan

antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Diagnosis dispepsia fungsional

26

Page 27: tugas dispepsia

adalah diagnosis yang telah ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan

organik atau struktural harus disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan

yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan endoskopi. Oleh karena

dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di oesophagus, lambung dan

duodenum. Diikuti dengan USG (Ultrasonography) dapat mengungkapkan

kelainan pada saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat

memberikan perubahan anatomis. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan

dapat mengungkapkan penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan

gangguan saluran bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa

pertanda tumor.1,5

Kriteria Diagnostik Dispepsia Fungsional berdasarkan Kriteria Rome III

yaitu:

1. berasa terganggu setelah makan

2. cepat kenyang

3. nyeri epigastrik

4. panas/ rasa terbakar di epigastrik

Terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi proksimal yang

dapat menjelaskan penyebab terjadinya gejala klinis tersebut.

Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset gejala

klinis sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis.3

2.10 DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau

gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Diferensial diagnosis dyspepsia

adalah seperti box 1. Sangat penting mencari clue atau penanda akan gejala dan

keluhan yang merupakan etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik. 50%–60% kasus, didapati tidak ada penyebab yang

terdeteksi di mana pasien dikatakan merupakan dispepsia fungsional. Prevalensi

27

Page 28: tugas dispepsia

ulkus peptikum adalah 15%- 25% dan prevalensi esofagitis adalah 5%-15%.

Kanker digestif bagian atas < 2%. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang

pada umur <50 tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang

berusia > 50 tahun. Juga direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan

berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk.2

Box 1: Diagnosis banding dispepsia

Dispepsia non ulkus

Gastro-oesophageal reflux disease.

Ulkus peptikum.

Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemen

kalium, digoxin.

Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).

Cholelithiasis or choledocholithiasis.

Pankreatitis Kronik.

Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism,

connective tissue disease).

Parasit intestinal.

Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik).

2.11 PENATALAKSANAAN

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori

1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra

kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas

endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid

28

Page 29: tugas dispepsia

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir

sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3,

Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya

hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam

waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,

namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa

MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium

hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan

fosfat; magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering

digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium

hidroksida dan magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien

gagal ginjal kronik karena bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium

bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada pasien tersebut.15

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak

selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat

menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek

sitoprotektif.10

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik

atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis

reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.10,15

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah

omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi,

bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada

29

Page 30: tugas dispepsia

ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan

yaitu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.15

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).

Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.

Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang

selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan

meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site

protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar

lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa

menyebabkan konstipasi (2–3%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal kronik.

Dosis standard adalah 1 g per hari.15

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional

dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam

lambung (acid clearance).10

7. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori

Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada

sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin

(Amoxil), clarithromycin (Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline

(Sumycin).6

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti-

depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang

keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan

depresi.2,6-12

Terapi Dispepsia Fungsional :

30

Page 31: tugas dispepsia

1. Farmakologis

Pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada kasus-kasus berat.

(regular medication) mungkin perlu pengobatan jangka pendek waktu ada

keluhan. (on demand medication)

2. Psikoterapi

Reassurance

Edukasi mengenai penyakitnya

3. Perubahan diit dan gaya hidup

Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering.

Makanan tinggi lemak dihindarkan

Pengobatan terhadap dispepsia fungsional adalah bersifat terapi

simptomatik. Pasien dengan dispepsia fungsional lebih dominan gejala dan

keluhan seperti nyeri pada abdomen bagian atas (ulcer - like) bisa diobati dengan

PPI (Proton Pump Inhibitors). Pasien dengan keluhan yang tidak jelas di bagian

abdomen atas di mana yang gagal dengan pengobatan PPI, bisa diobati dengan

tricyclic antidepressants, walaupun data yang menyokong masih kurang.16

Pasien dengan keluhan dismotility – like symptom bisa diobati dengan

sama ada dengan acid suppressive therapy, prokinetic agents, atau 5-HT1 agonists.

Metoclopramide dan domperidone menunjukkan antara obat placebo dalam

pengobatan dispepsia fungsional.16

2.12 PENCEGAHAN

Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama

makanan yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama

pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan

adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang

cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.

31

Page 32: tugas dispepsia

Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis

lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan

pendarahan.

Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung,

membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga

meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung

dan merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk

dapat berhenti merokok tidaklah mudah, terutama bagi perokok berat.

Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu

untuk berhenti merokok.

Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan

pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus

sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih

cepat.

Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan

stroke, menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya

permasalahan kulit. Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan

melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang

tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara

effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga

teratur dan relaksasi yang cukup.

Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan

OAINS, obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan

dan akan membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti

dengan penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.

Ikuti rekomendasi dokter.6-11

2.13 PROGNOSIS

Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia mempunyai ulkus

peptikum, 20% mengidap Irritable Bowel Syndrome, kurang daripada 1% pasien

terkena kanker, dan dispepsia fungsional dan dyspepsia non ulkus adalah 5-40%.17

32

Page 33: tugas dispepsia

Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya

penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena

kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting

yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: Usia 50

tahun ke atas, kehilangan berat badan tanpa disengaja, kesulitan menelan,

terkadang mual-muntah, buang air besar tidak lancar dan merasa penuh di daerah

perut.

33

Page 34: tugas dispepsia

BAB III

KESIMPULAN

Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari

seperempat populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi ke

dokter. Terdapat banyak penyebab dispepsia, antaranya adalah gangguan atau

penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor,

infeksi Helicobacter pylori. Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid

(OAINS), aspirin, beberapa antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya. Penyakit

pada hati, pankreas, sistem bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistetis kronik.

Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.

Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti

adanya kelainan atau gangguan organik atau struktural biokimia, yaitu dispepsia

fungsional atau dispepsia non ulkus. Dispepsia adalah merupakan suatu simptom

atau kelompok keluhan atau gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Sangat

penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan

etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun, pemeriksaan

endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50 tahun. Juga

direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan berat badan yang

signifikan, terjadi pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk. Penatalaksanaan

dispepsia adalah meliputi pola hidup sehat, berpikiran positif dan pemakanan

yang sehat dan seimbang, selain daripada pengobatan. Pengobatan dispepsia

adalah antaranya seperti antasid, antikolinergik, antagonis reseptor histamin2,

Proton Pump Inhibitor, sitoprotektif, golongan prokinetik, antibiotik untuk infeksi

Helicobacter pylori dan kadang – kadang diperlukan psikoterapi.

34

Page 35: tugas dispepsia

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu

penyakit dalam, Ed. IV, 2007. Indonesia; Balai Penerbit FKUI. H. 285

2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical

Journal. 2003;79:25-29.

3. Tack J, Nicholas J, Talley, Camilleri M, Holtmann G, Hu P, et al.

Functional Gastroduadenal. Gastroenterology. 2006;130:1466-1479.

4. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan

Tahun 2007. Edisi 2010. Diunduh dari,

http://library.usu.ac.id/index.php/index.php?

option=com_journal_review&id.

5. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional.

Bagian Psikiatri FK USU 2003.

6. Dyspepsia. Edition 2010. Available from:

http://www.mayoclinic.org/dyspepsia/.

7. Talley N, Vakil NB, Moayyedi P. American Gastroenterological

Association technical review: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology.

2005;129:1754

8. Indigestion (Dyspepsia, Upset Stomach). Edition 2010. Available from:

http://www.medicinenet.com/dyspepsia/article.htm, 5 Juni 2010.

9. Dyspepsia, What It Is and What to Do About It? Edition 2009. Available

from:

http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/disorder

s/474.html.

35

Page 36: tugas dispepsia

10. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library.

2008 March. Available from:

http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.

11. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2001. Available

from: http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.

12. Ringerl Y. Functional dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and

Hepatology. 2005;1:1-3.

13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6.

EGC; 2006.h.417-19.

14. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34

2007;1:99–108.

15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et

al. Peptic ulcer disease in Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17 th

ed, Vol.II.2008. USA: Mc Graw Hill Medical, p.287

16. David JB. Test and Treat or PPI Therapy for Dyspepsia? Journal Watch

Gastroenterology. 2008 april;

17. Dyspepsia. Edition 2001. Available from:

http://mercyweb.org/MICROMEDEX/health_information.

36