Tugas Bu Sri_irfan
Embed Size (px)
Transcript of Tugas Bu Sri_irfan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketika pertumbuhan penumpang dan kargo di Sumatera Barat meningkat, dengan
bantuan pemerintah Jepang, pada tahun 1980-1981, Japan for International Corporation
Agency (JICA) melakukan studi perbandingan antara pengembangan Bandara Tabing dengan
dibangunnya bandara baru. Laporan hasil studi tahun 1986 menyatakan bahwa setelah dikaji
kembali pengembangan Bandara Tabing itu sangat terbatas, sehingga diputuskan
memindahkan bandara ke Ketaping. Setelah studi ini lalu terjadi kevakuman selama beberapa
tahun. Baru pada tahun 1992, International Civil Aviation Organization (ICAO) menegaskan
kembali bahwa rencana pembangunan ini bisa dilanjutkan kembali. Namun, akibat terjadinya
krisis moneter pada tahun 1997 pembangunan Bandara baru ini tertunda hingga tahun 2002,
dan baru selesai pada bulan Februari 2005. Dengan demikian, sejak BIM beroperasi 22 Juli
2005 lalu, hingga kini proyeksi volume penumpang sudah jauh melampaui kapasitas terminal.
Pembangunan BIM semula diperuntukkan bagi kapasitas tahunan 817.000 penumpang
domestik dan 43.000 penumpang internasional, 9.920 ton kargo domestik dan 680 ton kargo
internasional. Namun kenyataannya pada akhir tahun 2004 diketahui pertumbuhan penumpang
di Padang adalah sebanyak 1,2 juta penumpang, dan hingga bulan Agustus 2005 ini
pertumbuhan mencapai 1,4 juta penumpang. Seiring dengan pertumbuhan arus penumpang,
arus bongkar muat kargo juga melonjak di luar dugaan. Tahun 2003 dan 2004 diperkirakan
sekitar 34.000 kilogram, naik melebihi proyeksi menjadi 51.000 kilogram dan mencapai 59.162
kilogram pada November 2004 (http://kompas.com 2005). Jelas, tempat penampungannya juga
tidak bisa lagi mengakomodasi jumlah volume kenaikannya tersebut. Apalagi sekarang potensi
wilayah Sumbar akan ekspor ikan tuna, hasil hutan dan hasil tambang sudah makin digalakkan.
Demikian pula potensi pariwisatanya semakin digencarkan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana rencana Studi Kelayakan Ekonomi Pengembangan Bandara Udara
Internasional Minangkabau (BIM) ?
b. Bagaimana analisis kelayakan Studi Kelayakan Ekonomi Pengembangan Bandara
Udara Internasional Minangkabau (BIM) ?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui rencana Studi Kelayakan Ekonomi Pengembangan Bandara Udara
Internasional Minangkabau (BIM).
b. Mengetahui analisis Studi Kelayakan Ekonomi Pengembangan Bandara Udara
Internasional Minangkabau (BIM).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Proyek dan Investasi
A. Proyek
Suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil
(returns) diwaktu yang akan datang, yang direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai
salah satu unit dimana biaya maupun hasilnya dapat diukur.
Proyek atau kegiatan proyek dapat dibagi atas 2 (dua) tujuan yaitu :
1. Komersil
Bertujuan komersil (mendapat untung) langsung dalam bentuk uang, ialah kegiatan
dibidang produksi misalnya pertanian, perkebunan, industri dan sebagainya.
2. Tidak Komersil
Tidak komersil ialah kegiatan dibidang kepentingan umum seperti pengadaan prasarana
fisik seperti Waduk, jalan, dan sebagainya.
B. Investasi
Pengertian investasi dapat diartikan sebagai suatu penggunaan sumber daya. Di satu
pihak investasi merupakan suatu pengeluaran yang akan meningkatkan aktiva bagi
perusahaan. Di lain pihak investasi akan memberikan harapan suatu pengembalian (return)
tertentu. Keputusan berkenaan dengan suatu rencana investasi haruslah mencerminkan
keputusan yang rasional. Untuk itu diperlukan suatu cara analisis yang sistematik dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Suatu keputusan ekonomi yang berhasil pada dasarnya akan ditentukan oleh :
1. Pernyataan yang logis tentang tujuan yang harus dicapai.
2. Relevansi kriteria yang digunakan untuk membandingkan setiap alternatif dalam pencapaian
tujuannya.
Pernyataan tujuan sangat bergantung pada motif organisasi itu sendiri. Berdasarkan
motifnya, organisasi dapat dikelompokkan menjadi organisasi yang
berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan organisasi yang berorientasi
bukan pada keuntungan (non profit oriented). Organisasi yang berorientasi pada
keuntungan pada dasarnya bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Namun dalam
pencapaiannya tidak selalu secara langsung pada usaha memaksimumkan keuntungan,
melainkan dapat dilakukan melalui :
Usaha menghasilkan barang dan/atau jasa dengan biaya yang serendah mungkin,
Usaha menyerap tenaga kerja yang akan dipekerjakan menjadi tenaga ahli dan terampil,

Usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
Organisasi yang berorientasi bukan pada keuntungan (misalnya: pemerintah,
pendidikan, yayasan) mempunyai tujuan yang biasanya bersifat tidak nyata (“intangible”) dan
subjektif.
2.2 Evaluasi Proyek atau Studi Kelayakan Proyek
Evaluasi Proyek, juga dikenal sebagai studi kelayakan proyek (atau studi kelayakan
bisnis pada proyek bisnis), merupakan pengkajian suatu usulan proyek (atau bisnis), apakah
dapat dilaksanakan (go project) atau tidak (no go project), dengan berdasarkan berbagai aspek
kajian. Evaluasi proyek merupakan suatu kegiatan yang menilai dan memilih berbagai investasi
yang mungkin dikembangkan sesuai dengan kemampuan investasi yang dimiliki. Penilaian
proyek didasarkan pada aspek ekonomi, teknis, finansial, pemasaran, organisasi, dan aspek
manajemen (Ati Harmoni, Universitas Gunadharma).
Studi kelayakan merupakan pedoman kerja bagi pelaksana proyek (dalam produksi,
pemasaran, penanaman investasi, jumlah tenaga kerja, jumlah pimpinan). Usaha atau proyek
dikatakan layak bila kegiatan usaha atau proyek tsb dilaksanakan berdasarkan kegiatan yang
telah diatur dalam kelayakan usaha. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) yang dimaksud
dengan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek
(biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan
ini bisa diartikan berbeda-beda. Dalam pengertian yang terbatas dipergunakan oleh pihak
swasta yang lebih berminat tentang manfaat ekonomi suatu investasi. Pengertian keberhasilan
menurut pihak pemerintah atau lembaga non profit seperti manfaat bagi masyarakat luas
berupa penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumberdaya yang melimpah, penghematan
devisa atau penambahan devisa yang diperlukan oleh pemerintah.
Evaluasi proyek dapat dilakukan pada 6 (enam) aspek (Kadariah et al, 1999), yaitu:
aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, organisasi, komersial, finansial dan ekonomis.
Untuk meminimalkan biaya dan efektifitas kegiatan, evaluasi kelayakan proyek dilakukan dalam
dua tahap:
1. Evaluasi Pendahuluan (Preliminary study atau Pre-evaluation study)
Tujuan Evaluasi Pendahuluan adalah untuk mengetahui faktor-faktor pengambat kritis
(critical factors) yang dapat menghambat jalannya operasi bisnis proyek yang akan
dibangun. Kemungkinan keputusan dari tahap ini adalah pembatalan rencana investasi,
revisi rencana investasi, atau meneruskan evaluasi rencana investasi proyek ke tahap
berikutnya, yakni studi kelayakan proyek.

2. Evaluasi Kelayakan Proyek (Project Feasibility Study)
Fokus utama studi kelayakan proyek paling sedikit terpusat pada empat aspek:
(1) aspek pasar dan pemasaran terhadap barang atau jasa yang akan dihasilkan
proyek;
(2) aspek produksi, teknis dan teknologis;
(3) aspek manajemen dan sumberdaya manusia;
(4) aspek keuangan dan ekonomi.
2.3 Metode untuk Menilai Investasi
Menurut Kadariah (2001) ada beberapa metode yang bisa dipakai dalam penilaian
investasi, yaitu:
a. Net Present Value (NPV)
Merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk memperhitungkan perubahan nilai
uang. Dalam metodeini juga harus diperhitungkan nilai diskonto atau present value dari net
cash flow yang diperoleh dari investasi dikurangi dengan nilai investasi mula-mula.
Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih adalah analisis manfaat finansial
yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari nilai
sekarang (present value) arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai
sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha
ditambah penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana yang dikeluarkan untuk
membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu
usaha.
Jadi, untuk menghitung NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang:
1) jumlah investasi yang dikeluarkan
2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur ekonomis dari alat-alat produksi yang
digunakan untuk menjalankan usaha yang bersangkutan.
Shook (2002;372) berpendapat bahwa :
“Konsep net present value merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai
bersih saat ini dari uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil
yang disyaratkan. Investasi yang baik mempunyai nilai bersih saat ini yang positif”.
Bambang Riayanto (1992;115) mengatakan bahwa :
Net Present Value dari proyek = Present Value dari benefit - Present Value dari cost

“Net present value adalah selisih antara present value dari keseluruhan didiscontokan atas
dasar biaya modal tertentu dengan present value pengeluaran modal”.
NPV adalah nilai sekarang dari sejumlah uang yang akan diterima dimasa yang akan
datang dan dikonversikan kemasa sekarang dengan mengunakan tingkat bunga yang terpilih,
persamaannya adalah :
Dimana :
Xn = Jumlah pendapatan dengan pengeluaran setiap tahun
n = Umur ekonomis alat mesin (tahun operasi)
I = Bunga uang pertahun (discount rate)
Dengan metode nilai bersih sekarang ini, maka produk yang memberikan nilai yang
positif merupakan investasi yang dapat dilaksanakan dan yang memberikan nilai negatif harus
ditolak, atau tidak layak untuk diusahakan. Persamaan NPV adalah :
Dimana :
C = biaya pengeluaran
CF = pendapatan
n = umur ekonomis alat mesin (tahun operasi)
Vn = nilai akhir alat mesin diakhir umur ekonomis
K = bunga bank
Untuk menghitung besarnya nilai bersih kini dapat digunakan rumus berikut :

Dimana :
Bt = pendapatan pada tahun ke t
Ct = biaya pengeluaran pada tahun ke t
i = bungan bank pertahun (discount rate)
n = Umur ekonomis (tahun)
Jika NPV lebih besar dari nol/positif, maka proyek dikatakan layak, dan sebaliknya.
Salah satu keunggulan dari penggunaan NPV bahwa arus kas didasarkan pada konsep nilai
waktu uang (time value of money). Maka sebelum penghitungan/penentuan NPV hal yang
paling utama adalah mengetahui atau menaksir aliran kas masuk di masa yang akan datang
dan aliran kas keluar.
Baik tidaknya hasil analisa, akan tergantung pada ketepatan taksiran kita atas aliran kas. Di sini
penaksiran dilakukan atas aliran kas, dan bukan keuntungan, karena kas merupakan faktor
sentral dalam pengambilan keputusan investasi. Perusahaan melakukan investasi
(mengeluarkan kas) dengan harapan menerima kas lagi dalam jumlah yang lebih besar di masa
yang akan datang. Hanya penerimaan kas yang dapat diinvestasikan kembali atau dibayarkan
sebagai deviden kepada para pemegang saham. Jadi kas, dan bukan keuntungan , yang
penting di dalam penganggaran modal untuk berinvestasi.
Di dalam aliran kas ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
(1) Taksiran kas haruslah didasarkan atas dasar setelah pajak,
(2) Informasi terebut haruslah didasarkan atas “incremental” (kenaikan atau selisih) suatu
proyek. Jadi harus diperbandingkan adanya bagaimana aliran kas seandainya dengan
dan tanpa proyek. Hal ini penting sebab pada proyek pengenalan produk baru, bisa
terjadi bahwa produk lama akan “termakan” sebagian karena kedua produk itu bersaing
dalam pemasaran,
(3) Aliran kas ke luar haruslah tidak memasukkan unsur bunga, apabila proyek itu
direncanakan akan dibelanjai/didanai dengan pinjaman. Biaya bunga tersebut termasuk
sebagai tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return) untuk penilaian proyek
tersebut. Kalau kita ikut memasukkan unsur bunga di dalam perhitungan aliran kas ke
luar, maka akan terjadi penghitungan ganda.

b. Internal Rate of Return (IRR)
Teknik perhitungan dengan IRR banyak digunakan dalam suatu analisis investasi,
namun relatif sulit untuk ditentukan karena untuk mendapatkan nilai yang akan dihitung
diperlukan suatu 'trial and error' hingga pada akhirnya diperoleh tingkat bunga yang akan
menyebabkan NPV sama dengan nol. IRR dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang akan
menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari proyek yang
sedang dinilai.
Dengan kata lain, IRR adalah tingkat bunga yang akan menyebabkan NPV sama dengan nol,
karena present value cash inflow pada tingkat bunga tersebut akan sama dengan initial
investment.
Tingkat laba internal dihitung dengan mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai
sekarang dari sistem pembukuan yang akan datang dengan biaya investasi. Metode ini mencari
suatu tingkat bunga yang membuat nilai sekarang (present value) dari pemasukan akan sama
dengan nilai pengeluaran saat sekarang (Karnadi, 1989).
Cara menghitung IRR :
1. Trial and error (coba-coba)
2. Secara grafik
3. Menggunakan kalkulator keuangan
Persamaan IRR, adalah sebagai berikut :
Dimana :
C = biaya pengeluaran
CF = pendapatan
n = umur ekonomis
Vn = nilai akhir dari alat mesin pada akhir umur ekonomis
r = tingkat bunga yang dicari, yaitu IRR yang membuat present value dari pendapatan sama
dengan pengeluaran (= C)
Untuk menghitung besarnya tingkat laba internal (IRR) dapat digunakan rumus berikut :

Dimana :
Bt = pendapatan pada tahun ke t
Ct = biaya pengeluaran pada tahun ke t
Dengan mencoba-coba nilai bunga (r) sehingga diperoleh nilai NPV positif dan nilai NPV
negatif, maka untuk mencari nilai IRR yang membuat nilai NPV sama dengan nol (0), rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana :
i1 = bunga yang mendapatkan nilai NPV1 (positif)
i2 = bunga yang mendapaykan nilai NPV2 (negatif)
Usulan hasil usaha yang memilki tingkat bunga pengembalian (IRR) yang lebih tinggi
dari pada bunga modal yang diminta merupakan hasil-hasil yang dapat dipilih, sedangkan hasil
dengan internal rate of return (IRR) yang lebih rendah dari pada bunga modal harus ditolak.
Sebab jika hasil usaha yang disebutkan tadi diterima maka untuk memaksimalisasi nilai tambah
bagi pemiliknya tidak akan tercapai.
Kelemahan secara mendasar menurut teori memang hampir tidak ada, namun dalam
praktek penghitungan untuk menentukan IRR tersebut masih memerlukan penghitungan NPV.
IRR adalah discount rate yang dapat membuat besarnya NPV proyek = 0 atau yang dapat
membuat B / C ratio = 1.
IRR ≥ social discount rate (NPV ≥ 0) , proyek diterima
IRR < social discount rate (NPV < 0), proyek ditolak
c. Net Benefit / Cost Ratio (Net B/C)
Perbandingan keuntungan dan biaya dapat ditentukan sebagai perbandingan nilai
keuntungan ekuivalen terhadap nilai biaya ekuivalen. Dalam teori ekonomi, nilai-nilai ekuivalen
biasanya adalah annual worths atau nilai tahunan (A.W.s) atau Present Worths atau nilai

sekarang (P.W.s), tetapi bisa juga Future Worths atau nilai yang akan datang (F.W.s).
Persamaan dari dari perbandingan untung dan biaya adalah :
Dimana :
A.W. = nilai tahunan
B = nilai tahunan keuntungan bersih (keuntungan kotor dikurangi biaya-biaya) untuk
pemakai
C.R. = biaya pemulihan modal atau biaya tahunan ekuivalen dari
nilai investasi permulaan, termasuk setiap nilai jual lagi.
O + M = biaya operasional bersih tahunan seragam dan pembayaran
pemeliharaan.
Metode Cost Benefit Ratio Index ini mencari hasil dalam bentuk ratio dengan cara
membagi nilai sekarang dari seluruh pendapatan, dan dari suatu usaha secara
membungakannya dengan bunga dibagi dengan biaya usaha.
Hasil-hasil yang segera didapat kemudian dipertimbangkan untuk dipilih adalah yang
cost benefit ratio atau probability indexnya sama atau lebih besar dari satu (>1 ), sebab cost
benefit ratio yang kuang dari satu (< 1 ) menggambarkan nilai sekarang dari pendapatan adalah
lebih rendah dari pengeluarannya, dan hasil-hasil yang seperti itu harus di tolak.

Dimana :
CBR = cost benefit ratio
C = biaya pengeluaran
CF = pendapatan pada tahun ke n
n = masa hidup ekonomis dari pada usaha
Vn = nilai akhir dari pada hasil pada akhir masa ekonomisnya
k = bunga bank (discount rate)
Perhitungan perbandingan untung dan biaya bersih dapat dipergunakan rumus berikut :
Dimana :
X = nilai kini dari semua pendapatan
Y = nilai kini dari semua biaya
Jika ratio B/C ≥ 1, maka proyek dikatakan layak, namun jika B / C < 1, proyek ditolak.
d. Profitability Ratio
Shook (2002;456) mengatakan bahwa profitability index adalah prediksi arus kas masa
depan perusahaan dibagi investasi awalnya.
Suad Usman dan Suwarsono (1994;192) mengatakan bahwa profitability index
menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan penerimaan kas bersih
dimasa datang dengan nilai sekarang investasi.
Dari kedua pengertian profitability index tersebut dapat disimpulkan profitability index
adalah metode prediksi kelayakan suatu proyek dengan membandingkan nilai penerimaan-

penerimaan bersih dengan nilai investasi, dengan kriteria kelayakan apabila PI > 1 maka
rencana investasi dapat diterima, sedangkan apabila PI < 1 maka rencana investasi ditolak.
e. Payback Period
Periode “Payback” menunjukkan berapa lama (dalam beberapa tahun) suatu investasi
akan bisa kembali. Periode “payback” menunjukkan perbandingan antara “initial invesment”
dengan aliran kas tahunan. Dengan rumus umum sebagai berikut :
Apabila periode “payback” kurang dari suatu periode yang telah ditentukan, proyek
tersebut diterima, apabila tidak, proyek tersebut ditolak. Kelemahan utama dari metode
“payback” ini adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah periode payback. Metode
payback ini banyak digunakan untuk melengkapi metode lain.
Payback Period merupakan salah satu metode perhitungan Capital Budgeting yang
relatif sederhana.
Menurut Arifin dan Fauzi (1999:12) bahwa: "Metode ini merupakan penentuan jangka
waktu yang dibutuhkan untuk menutup initial investment dari suatu proyek dengan
menggunakan cash inflow yang dihasilkan oleh proyek tersebut."
Menurut Usnan dan Suwarsono (1994;208) berpendapat bahwa : "Payback period
metode yang mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali dalam satuan tahun.”
Dari kedua pengertian diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa payback period adalah
waktu yang diperlukan (dalam satuan tahun) untuk mengembalikan investasi yang telah
ditanamkan oleh penanam modal berdasarkan cash inflow yang dihasilkan oleh suatu proyek.
Cara untuk mengambil keputusan dengan metode ini adalah membandingkan payback
period investasi yang diusulkan dengan umur ekonomis aktiva, apabila payback period lebih
pendek dari pada umur ekonomis aktiva maka rencana investasi dapat diterima, sedangkan
apabila payback period lebih panjang dari pada umur ekonomis aktiva maka rencana investasi
ditolak.
f. Sensitivity analysis
Bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada
suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Dalam
sensitivity analysis setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti bahwa setiap kali harus
diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-

proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang
akan datang.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Terdapatnya “cost overrun”, umpamanya kenaikan dalam biaya konstruksi;
2. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, umpamanya
penurunan harga hasil produksi;
3. Mundurnya waktu implementasi.
Khusus untuk proyek-proyek pertanian ada hal keempat yang harus diperhatikan, yaitu:
4. Kesalahan dalam perkiraan hasil perhektare (yield)
Cost overrun
Sensitivity analysis terhadap cost overrun ini perlu diadakan pada proyek-proyek yang
memerlukan biaya konstruksi yang sangat besar, karena biasanya orang memperhitungkan
biaya konstruksi terlalu rendah, dan kemudian, pada waktu melaksanakan konstruksi,
ternyata bahwa biayanya lebih tinggi.
Perubahan dalam harga
Sensitivity analysis terhadap perubahan harga output yang dihasilkan oleh perlu, terutama
bagi proyek-proyek dengan umur ekonomis yang panjang dan dalam ukuran besar, karena
kemungkinan besar bahwa dengan adanya proyek penawaran barang tersebut di pasar
akan bertambah, dan harga relatif (dibandingkan dengan tingkat harga umum) akan
menjadi turun.
Analisis proyeksi pertumbuhan pergerakan pesawat, penumpang, dan kargo di Sumbar
menggunakan model statistik Regresi Berganda dengan alat bantu program Microsoft Excel
dan SPSS 13.0. Metoda penilaian kelayakan ekonomi pembangunan pengembangan Bandara
ini dilakukan dengan menggunakan beberapa metoda, yaitu :
1. Net Present Value (NPV)
2. Benefit-Cost Ratio Analysis (B/C)
3. Pay-Back Period Method
4. Internal Rate of Return (IRR)
5. Incremental Analysis

BAB III
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
Investasi di Pengembangan BIM
Analisis kelayakan ekonomi dan finansial pengembangan BIM memakai dua skema investasi
yaitu :
1. Skema I
- Rencana pengembangan akan dilakukan pada tahun 2008 s/d 2010.
- Modal investasi pembangunan awal berasal dari 81% pinjaman lunak luar negeri
dengan bunga pinjaman sebesar 1.8% dibayarkan secara Pokok + Bunga
selama 30 tahun dengan grace period 10 tahun dan dana APBN 19%.
- Modal investasi untuk pengembangan tahap II menggunakan dua model
pinjaman yaitu :
Skema Ia. Modal yang berasal dari 75% pinjaman lunak luar negeri dengan bunga
pinjaman sebesar 1.3% dibayarkan secara Pokok + Bunga selama 30 tahun dengan
grace period 10 tahun dan dana APBN 25%. Untuk lebih jelasnya, Gambar Skema Ia
dapat dilihat pada Gambar 2.
Skema Ib. Modal berasal dari 75% pinjaman luar negeri dengan bunga pinjaman
sebesar 7% dibayarkan secara Pokok + Bunga selama 7 tahun dengan grace period 3
tahun dan dana APBN 25%. Untuk lebih jelasnya, Gambar Skema Ib dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 1. Skema Ia Rencana Pengembangan BandaraInternasional Minangkabau
(BIM) Padang

Keterangan :I1 = Investasi awal pembangunan BIMI2a,b,c = Investasi I, II, III pengembangan BIMi1 = Pembayaran pinjaman investasi awal pembangunan BIM dalam jangka waktu 30 tahun, bunga pinjaman 1.8%i2a,b,c = Pembayaran pinjaman investasi I, II, III pengembangan BIM dalam jangka waktu 30 tahun, bunga pinjaman s/d 2%c1 = Biaya pengeluaran BIM sejak beroperasi tahun 2005c2 = Biaya pengeluaran BIM setelah pengembangan tahun 2008 s/d 2010r1 = Biaya pendapatan BIM sejak beroperasi tahun 2005r2 = Biaya pendapatan BIM setelah pengembangan tahun 2008 s/d 2010
Tabel 1 Biaya Pengembangan Tahap II BIM
Biaya Pendapatan dan Biaya Pengeluaran BIM
Dalam rangka pengembangan BIM, disusun beberapa asumsi untuk menilai kelayakan ekonomi
pengembangan tersebut, yaitu :
1. Estimasi Biaya Pendapatan Bandara
a. Pendapatan Aeronautika (Keputusan Direksi PT. (Persero) Angkasa Pura II No.
KEP.302/ KM.10/APII2005). Jasa pelayanan sisi udara didapat dari jumlah
pendapatan pelayanan pesawat, penumpang, dan kargo. Pendapatan pelayanan
pesawat didapat dari Landing Fees, Route Charges, dan Aircraft Supporting
Facilities. Landing Fees diperoleh dari hasil peramalan proyeksi pertumbuhan
pesawat dikalikan dengan biaya PJP4U sebesar USD 152/movement untuk
pesawat domestik dan USD 1.127/movement pesawat internasional. Route
Charges diperoleh dari 50% hasil peramalan proyeksi pertumbuhan pesawat
dikalikan dengan biaya PJP sebesar USD 200/movement pesawat domestik dan
USD 800/movement pesawat internasional. Tarif Aircraft Supporting Facilities
adalah sebesar USD 350/pesawat. Pendapatan penumpang didapat dari hasil
peramalan proyeksi pertumbuhan penumpang dikalikan dengan biaya PJP2U
sebesar USD 2.78/orang untuk penumpang domestik dan USD 8.33/orang untuk
penumpang internasional. Pendapatan pelayanan kargo didapat dari hasil
peramalan proyeksi pertumbuhan kargo dikalikan dengan uang jasa pelayanan
kargo sebesar USD 0.033/kg untuk kargo domestic dan USD 0.055/kg untuk
kargo internasional. Biaya pendapatan aeronautika diasumsikan meningkat
sebesar 10% setiap tiga tahun.

2. Pendapatan Non Aeronautika
Biaya pendapatan non aeronautika jasa Warehouse diasumsikan meningkat sebesar 10%
setiap tiga tahun. Biaya pendapatan non aeronautika lainnya diasumsikan meningkat
sebesar 5% setiap tahun. Untuk detail biaya pendapatan non aeronautika ini dapat dilihat
pada Lampiran 2. Estimasi Biaya Operasi Bandara (Analisa Pendapatan dan Analisa Biaya
Usulan R.K.A 2005 PT. (Persero) Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Tabing Padang)
Biaya operasi bandara terdiri dari :
Gaji pegawai dan tunjangan diasumsikan meningkat sebesar 10% setiap
tahun.
Biaya perbaikan dan perawatan
Utilitas bandara
Material/peralatan untuk airfield area,
terminal area, dan supporting facilities.
Biaya administrasi lain pada umumnya.
Biaya perbaikan, perawatan, utilitas, material, dan biaya administrasi lainnya diasumsikan
meningkat sebesar 2.5% setiap tahun. Untuk lebih detailnya
Analisis Ekonomi dan Finansial
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan angkutan udara proyeksi tahun 2020, kemudian
dihitung kelayakan ekonomi dan finansial Skenario 1 dan Skenario 2 terhadap model investasi
Skema I dan Skema II. Hasil perhitungan indikator kelayakan ekonomi skenario 1 dan skenario
2 Skema I dan Skema II dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini memiliki IRR lebih besar dari pada
MARR yang disyaratkan yaitu 15%, dengan kata lain kedua skenario ini feasible untuk
dibangun. Pada Skema I, Skenario 1 memiliki NPV lebih besar dari pada Skenario 2, namun
memiliki IRR lebih kecil dibandingkan Skenario 2. Sedangkan pada Skema II, NPV Skenario 1 <
NPV Skenario 2 dan IRR Skenario 1 < IRR Skenario 2. Untuk mengetahui skenario investasi
mana yang lebih menguntungkan untuk dibangun maka perlu dilakukan analisa incremental
terhadap kedua model skema investasi. Diketahui Skenario 1 memiliki biaya lebih besar dari
pada Skenario 2 sehingga Skenario 1 dianggap sebagai The Higher Cost Alternative,
sedangkan Skenario 2 dianggap sebagai The Lower Cost Alternative.
Tabel 2. Indikator Kelayakan Ekonomi Skema I dan Skema II BIM-Padang
Discount Rate=25%

Pada Tabel 5 berikut ini, diketahui Skema I memiliki NPV dan .ROR lebih besar
daripada Skema II. Berdasarkan hasil perhitungan incremental analysis ini, maka
Skenario 1 Skema I dianggap lebih menguntungkan dan feasible untuk dibangun
daripada Skenario I Skema II.
Tabel 3. Indikator Kelayakan Ekonomi Incremental Analysis BIM-Padang
Discount Rate=20%
Sensitivity Analysis
1. Analisa indikator kelayakan ekonomi terhadap suku bunga pinjaman.
Sensitivity Analysis dilakukan terhadap Skenario 1 Skema I untuk mengetahui kelayakan
pengembangan jika suku bunga pinjaman berubah. Pada Grafik 1, terlihat bahwa semakin
besar bunga pinjaman, maka semakin rendah NPV yang diperoleh dari investasi. Pada tingkat
suku bunga pinjaman 12% proyek masih feasible karena nilai NPV > nol atau sama dengan
USD 1.802.000. Demikian pula, semakin besar bunga pinjaman maka IRR dan B/C menjadi
semakin kecil. Pada tingkat suku bunga pinjaman 12% proyek masih feasible karena nilai IRR >
MARR atau sama dengan 27.63% dan B/C = 1.03. Pengaruh bunga pinjaman terhadap IRR
dan B/C dapat dilihat pada Grafik 2 dan Grafik 3 berikut ini.


Bunga pinjaman juga berpengaruh terhadap payback period suatu investasi. Hal ini
dapat dilihat pada Grafik 4, dimana semakin besar bunga pinjaman maka payback period
investasi akan semakin lama. Pada Skenario 1 Skema I, pada tingkat suku bunga pinjaman
12%, payback period investasi adalah 13 tahun atau masih berada dibawah 20 tahun masa
depresiasi proyek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampai dengan suku bunga
pinjaman 12%, investasi pengembangan Skenario 1 Skema I masih menguntungkan dan
feasible untuk dibangun.

2. Analisa indikator kelayakan ekonomi dan finansial terhadap suku bunga pinjaman dan
growth rate penumpang domestik di Sumbar.
Analisa indikator kelayakan ekonomi dan financial Skenario 1 Skema I dilakukan
terhadap growth rate 3% s/d 15% dan suku bunga pinjaman 1% s/d 12%.
Tabel 4. Indikator Kelayakan Ekonomi Skenario 1 Skema I Berdasarkan Case Rencana Pengembangan BIM Discount Rate=20%
Tabel 5. Indikator Kelayakan Finansial Skenario 1 Skema I Berdasarkan Case Rencana Pengembangan BIM Discount Rate=20%
Berdasarkan nilai indikator kelayakan ekonomi pada Tabel 6 dan nilai indikator kelayakan
finansial pada Tabel 7 diatas, disimpulkan bahwa dilihat dari sudut pandang pemerintah RI,
pada saat pertumbuhan penumpang domestik rendah (3%) rencana pengembangan BIM
Skenario 1 Skema I masih feasible untuk dibangun pada tahun 2008 sampai dengan tahun
2010 meskipun bunga pinjaman tinggi (12%), sedangkan dilihat dari sudut pandang Pengelola
Bandara, rencana pengembangan BIM Skenario 1 Skema I membutuhkan dana tambahan
untuk pengembangan pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Berdasarkan nilai indikator
kelayakan ekonomi dan finansial Skenario 1 Skema II pada Tabel 8 dan Tabel 9 berikut ini,
dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sudut pandang pemerintah RI dan Pengelola Bandara,
rencana pengembangan BIM feasible untuk dibangun secara bertahap pada tahun 2008 sampai

dengan tahun 2010 dan pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 meskipun pertumbuhan
penumpang domestik rendah (3%) dan bunga pinjaman tinggi (12%).
Tabel 6. Indikator Kelayakan Ekonomi Skenario 1 Skema IIBerdasarkan Case Rencana Pengembangan BIM
Discount Rate=20%
Tabel 7. Indikator Kelayakan Finansial Skenario 1 Skema IIBerdasarkan Case Rencana Pengembangan BIM
Discount Rate=20%
3. Analisa Ekonomi NPV dan Financial NPV Skenario 1 Skema I dan Skema II terhadap
Discount Rate.
Jika tingkat pertumbuhan ekonomi bagus atau discount rate ≤17%, maka secara
ekonomi Skenario 1 Skema I lebih baik dari Skema II. Namun sebaliknya secara finansial
Skema II lebih baik dari Skema I. Perbedaan ini dapat dilihat pada Grafik 5 dan Grafik 6 berikut
ini.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan data dari BPS Sumbar dan PT. (Persero) Angkasa Pura II, faktor dominan yang
mempengaruhi pertumbuhan angkutan udara di Sumbar adalah penumpang domestik.
Hasil analisis regresi data dari BPS Sumbar, didapatkan model skenario optimis (Skenario 1)
pertumbuhan angkutan udara di Sumbar yang memiliki tingkat pertumbuhan penumpang
internasional 9.49% dan penumpang domestic 12.37%. Sedangkan data PT. (Persero) Angkasa
Pura II, didapatkan model skenario pesimis (Skenario 2) pertumbuhan angkutan udara di
Sumbar yang memiliki tingkat pertumbuhan penumpang internasional 6.9% dan penumpang
domestik 3.31%.
Dari model proyeksi pertumbuhan angkutan udara kemudian dihitung indikator kelayakan
ekonomi, dan didapatkan bahwa Skenario 1 memiliki Biaya Pendapatan dan Biaya Pengeluaran
yang lebih besar dari Skenario 2. Hasil perhitungan indikator kelayakan ekonomi menyatakan
bahwa Skenario 1 dan Skenario 2, baik Skema I maupun Skema II feasible untuk dibangun.
Berdasarkan Incremental Analysis terhadap Biaya Pendapatan dan Biaya Pengeluaran
Skenario 1 dan Skenario 2, baik Skema I maupun Skema II, diperoleh bahwa Skenario 1
Skema I merupakan investasi pengembangan yang lebih baik, yang memiliki hasil incremental
ekonomi NPV > nol, .ROR > MARR, B/C > satu, dan payback period < 20 tahun.
Berdasarkan analisis pengaruh growth rate penumpang domestik di Sumbar dan perubahan
tingkat suku bunga pinjaman, maka dapat disimpulkan bahwa rencana pengembangan
Skenario 1 Skema I masih tetap feasible untuk dibangun meskipun pertumbuhan penumpang
domestik pesimis (3%) sedangkan tingkat suku bunga pinjaman tinggi (12%).