TUGAS Bu Oka 1

12
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendekatan perancanganselaludilakukansebelum proses perancangan berlangsung, hal ini diperlukan agar desain dapat terwujud dengan lebih tera dewasa ini, pendekatan perancangan lebih mewarisi tradisi Beaux Arts, yaitu besar adalah intuiti, tidak terstruktur dan berorentasi pada solusi. Pendekatan perancangan salah satunya berpengaruh pada bentuk bangunan ya bersangkutan. Bentuk itu sendiri memiliki beberapa unsure, di antaranya dimen warna, tekstur, posisi, dan orientasi. !imensi berkaitan dengan masalah panj dan tinggi. !imensi ini menentukan proporsinya adapun skalanya ditentukan oleh perbandingan ukuran terhadap bentuk"bentuk lain disekitarnya. #arna, intensitas dan noda pada permukaan suatu bentuk. #arna adalah atribut yang p mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya, serta mempenga bobot $isual suatu bentuk. %ekstur, adalah karakter permukaan suatu akan mempengaruhi pantulancahaya terhadappermukaan bentuk itu, juga mempengaruhi persepsi saat menyentuhnya. Posisi, adalah letak relati$e suatu terhadap suatu tempat&lingkungan atau medan $isual lainnya. 'rientasi, adala relati$e suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angina tau terhadap p seseorang saat melihatnya. !alam pendekatan arsitektur ini terdapat beberapa aktor yang me bentuk bangunan. (aktor"aktor tersebut adalah kondisi tapak, lingkungan, da 1.) *umusan +asalah 1.).1 Bagaimanakah pendekatan perancangan bentuk berdasarkan kondisi tapak 1.).) Bagaimanakah pendekatan perancangan bentuk berdasarkan lingkungannya 1.).- Bagaimanakah pendekatan perancangan bentuk berdasarkan strukturnya BAB II Pembahasan ).1 Pendekatan Perancangan Bentuk Berdasarkan ondisi %apak 1

description

1qqqq

Transcript of TUGAS Bu Oka 1

BAB IPendahuluan

1.1 Latar BelakangPendekatan perancangan selalu dilakukan sebelum proses perancangan berlangsung, hal ini diperlukan agar desain dapat terwujud dengan lebih terarah. Namun dewasa ini, pendekatan perancangan lebih mewarisi tradisi Beaux Arts, yaitu sebagian besar adalah intuitif, tidak terstruktur dan berorentasi pada solusi. Pendekatan perancangan salah satunya berpengaruh pada bentuk bangunan yang bersangkutan. Bentuk itu sendiri memiliki beberapa unsure, di antaranya dimensi, warna, tekstur, posisi, dan orientasi. Dimensi berkaitan dengan masalah panjang, lebar dan tinggi. Dimensi ini menentukan proporsinya adapun skalanya ditentukan oleh perbandingan ukuran terhadap bentuk-bentuk lain disekitarnya. Warna, adalah corak, intensitas dan noda pada permukaan suatu bentuk. Warna adalah atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya, serta mempengaruhi bobot visual suatu bentuk. Tekstur, adalah karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur akan mempengaruhi pantulan cahaya terhadap permukaan bentuk itu, juga mempengaruhi persepsi saat menyentuhnya. Posisi, adalah letak relative suatu bentuk terhadap suatu tempat/lingkungan atau medan visual lainnya. Orientasi, adalah posisi relative suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angina tau terhadap pandangan seseorang saat melihatnya.Dalam pendekatan arsitektur ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk bangunan. Faktor-faktor tersebut adalah kondisi tapak, lingkungan, dan struktur.

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimanakah pendekatan perancangan bentuk berdasarkan kondisi tapak ?1.2.2 Bagaimanakah pendekatan perancangan bentuk berdasarkan lingkungannya ?1.2.3 Bagaimanakah pendekatan perancangan bentuk berdasarkan strukturnya ?

BAB IIPembahasan

2.1 Pendekatan Perancangan Bentuk Berdasarkan Kondisi TapakSite atau tapak merupakan sebidang tanah atau kavling bangunan dengan batas batas yang sah dengan kelandaian dan ciri ciri istimewa yang ada di permukaannya. Ada berbagai macam pengelompokan site. Berdasarkan permukaannya, site / tapak dibedakan menjadi site datar dan site miring (berkontur).a. Site BerkonturTerdapat tantangan tersendiri dalam melakukan perancangan bangunan pada site berkontur. Permasalahan dalam perancangan di site miring adalah tidak tersedianya lahan datar untuk penempatan bangunan. Maka dari itu, bila tepat dalam penataannya, estetika bentuk bangunan akan terlihat menarik. Site berkontur (site miring) ini sering dijumpai di daerah perbukitan dan daerah pegunungan sehingga potensi viewnya pun jauh lebih menarik bila dibandingkan dengan site datar. Untuk mengatasi kendala kendala yang diperoleh dari site berkontur ini, makan pendekatan perancangan yang dilakukan salah satunya adalah dengan membuat desain rumah split level. Split level adalah konsep bangunan yang dibuat satu lantai, tetapi dibagi menjadi dua bagian ketinggian lantai. Dalam hal ini, bangunan dapat menambah lantai di rumah tanpa harus terlihat seperti bangunan tiga lantai. Bangunan yang dibangun di atas site berkontur memiliki peluang yang lebih untuk terciptanya ruang - ruang yang dinamis. Selain itu juga dapat menyamarkan jumlah lantai bangunan. Misalnya bangunan yang terdiri dari tiga lantai dapat disamarkan seolah hanya terdiri dari dua lantai.

Studi Kasus :Proyek ini berlokasi di perumahan Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kab. Bandung. Sekalipun posisinya terletak dipinggir danau, kavling rumah ini terletak di lahan dengan kontur turun ke belakang. Kendala ini menjadi tantangan untuk dapat memanfaatkan potensi view yang terbatas dalam lahan berkontur. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membuat desain rumah split level dengan pengakhiran di roof garden, sehingga sekalipun posisinya terjepit, namun masih bisa mendapatkan view ke danau. Split level dimulai dari entrance utama yang dinaikkan setengah meter dari muka jalan, kemudian turun kearah living area melewati tangga foyer dan turun lagi ke taman belakang yang se-level dengan ruang fitness.

Gambar 2.1.1.1 Hunian dengan split levelSumber : https://bagusyanuar.wordpress.com

Gambar 2.1.1.2 Gambar potongan hunian dengan split level pada site berkonturSumber : https://bagusyanuar.wordpress.com

Selain dengan desain split level, bangunan dengan bentuk rumah panggung dapat menjadi salah satu pilihan pendekatan perancangan pada site berkontur. Bangunan dengan bentuk rumah panggung ini berbeda dengan split level. Bila dalam desain split level masih diperlukan cut and fill yang disesuaikan dengan ketinggian level lantai pada desain, maka bangunan dengan bentuk rumah panggung ini tidak mengubah keadaan topografi site. Sehingga bentuk rumah panggung ini sangat cocok di site berkontur, karena tidak merusak karakteristik site berkontur.

Studi Kasus :Hunian ini merupakan sebuah desain karya konsultan arsitek Han Awal & Partners yang dirancang dengan tujuan melestarikan lingkungan dan memaksimalkan pemandangan alam sekitar dari dalam rumah. Perancang berupaya mempertahankan kontur lereng yang curam dengan kemiringan sekitar 40o menurun ke arah belakang yang luasnya 1234 m2. Hunian ini dirancang dalam bentuk bangunan bertingkat empat lantai dengan lantai dasar yang tidak melekat ke tanah, melainkan ditopang oleh konstruksi kolom-kolom struktur utama. Desain seperti rumah panggung modern ini bertujuan untuk menghindari perusakan lahan akibat pembangunan hunian, sekaligus menghindari teknik cut and fill lahan sehingga air hujan tetap mengalir atau meresap di lereng.

Gambar 2.1.1.3 Rumah yang berada di lereng gunung dengan bentuk rumah panggung modern Sumber : http://majalahasri.com

b. Site yang Berlokasi Di Pesisir Pantai / LautBangunan yang terdapat di pinggir laut biasanya berbentuk seperti rumah panggung. Memiliki tiang-tiang penyangga yang tinggi, sehingga dapat berdiri kokoh di atas air tanpa terkena arus ombak yang sedang pasang. Di bawah rumah ini terdapat rongga sehingga memiliki fleksibilitas tinggi bila ada angin pantai yang kencang maupun ombak. Bangunan yang berdiri di pinggir laut ini biasanya juga menggunakan material bangunan yang alami dan ringan, seperti bambu, kayu pohon kelapa, dan sebagainya. Selain itu juga tidak menggunakan material yang mudah berkarat seperti besi. Bangunan yang terdapat di pesisir pantai biasanya memiliki pendekatan perancangan bentuk yang dapat memanfaatkan view dan ekosistem secara optimal. Bangunan di tepi pantai tidak terlalu dekat dengan laut agar tidak terkena pasang surut air laut. Pondasi bangunan di buat jauh dan dalam, selain itu ketinggian lantai dari permukaan tanah juga menjadi pertimbangan. Fasad bangunan biasanya tidak terlalu menjadi hal yang utama, yang lebih utama adalah orientasi bangunan sehingga bangunan dapat memaksimalkan view laut.Bangunan biasanya juga memiliki bukaan-bukaan yang banyak dan ventilasi yang baik untuk mengatasi kelembaban udara di pesisir pantai. Bangunan di pesisir pantai biasanya memiliki dek atau sejenis gazebo sebagai fasilitas untuk menikmati pemandangan laut.

Gambar 2.1.2.1 Rumah yang berada di tepi pantai Sumber : http://www.modena.co.id/

Gambar 2.1.2.2 Resort di tengah kepulauan Maldives Sumber : http://nurellena.blogspot.com/

2.2 Pendekatan Perancangan Bentuk Berdasarkan LingkunganSelain kondisi tapak, pendekatan perancangan bentuk bangunan juga dapat ditinjau berdasarkan lingkungan site. Lingkungan site itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa faktor, salah satunya ialah iklim dan sosial budaya. a. Bentuk bangunan berdasarkan iklimPembagian iklim :Pembagian iklim dalam arsitektur sangat berkaitan dengan faktor kenyamanan (comfort) dalam kaitan interaksi pemakai dan bangunan. Dalam hal ini iklim dapat dibagi menjadi 4 katagori utama, yaitu: Iklim DinginIklim ini ditandai oleh rendahnya panas dari radiasi matahari akibat sudut matahari yang rendah. Suhu udara rata-rata 15 0C dibawah nol (-60 0 s/d -70 0F) dan sering dibarengi dengan sejumlah besar hujan. Kelembaban relatif tinggi selama musim dingin. Iklim SubtropisIklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan dan dingin yang berlebihan pula, namun tak begitu kontras. Suhu rata-rata pada musim dingin 15 0C dibawah nol dan suhu terpanas sekitar 25 0C. Iklim Tropis Lembab Iklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan serta banyak uap air. Suhu rata-rata diatas 20 0C dengan kelembaban relatif sekitar 80% - 90%. Iklim Tropis Kering Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan, kurangnya uap air dan udara kering. Suhu udara rata-rata 25 0C, suhu terpanas dapat mencapai 45 0C, sedangkan suhu terdingin dapat mencapai 10 0C disertai dengan kelembaban relatif yang sangat rendah.

Fungsi utama dari arsitektur adalah harus mampu menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik dengan cara menentang atau menyesuaikan dengan kondisi iklim yang ada. Sulit sekali untuk mencapai kondisi keseimbangan antara iklim dan arsitektur, sebab dalam hal ini banyak sekali cabang ilmu yang terkait. Dalam proses perancangan arsitektur pengaruh iklim dipusatkan pada aspek kenyamanan manusia pada suatu bangunan dimana aktifitasnya terlaksana. Aspek-aspek tersebut adalah radiasi matahari, pergerakan udara, kelembaban udara, curah hujan, dan suhu udara rata-rata.Perancangan arsitektur untuk manusia adalah sebuah pendekatan yang melibatkan pemakai bangunan dalam proses perancangan. Hal ini hanya dapat diketahui melalui pengetahuan hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perancangan arsitektur yang ditinjau dari iklim, beberapa diantaranya adalah bentuk dan orientasi bangunan, tinggi bangunan, bentuk atap,Bentuk bangunan dan orientasi bangunan terhadap arah aliran angin perlu sekali mendapat perhatian, termasuk untuk bangunan tinggi. Hal ini disebabkan karena pada permukaan yang semakin tinggi kecepatan angin semakin tinggi pula dan elemen-elemen penghambat angin seperti pohon sudah tak berfungsi lagi. Untuk kecepatan angin yang cukup tinggi/kencang, maka bentuk yang dinamis dan orientasi yang benar perlu sekali dalam perancangan arsitektur.Atap bangunan merupakan komponen bangunan yang langsung berhubungan dengan semua elemen iklim yang ada. Misalnya radiasi matahari yang langsung jatuh pada permukaan atap, hujan, dan salju. Semua ini mempengaruhi atap melebihi pengaruhnya pada komponen bangunan yang lain. Untuk daerah beriklim tropis, pengaruh atap pada suhu udara di dalam bangunan tergantung pada bahan atap. Selain materialnya, bentuk atap pun harus disesuaikan dengan iklim disekitarnya. Pada bangunan di daerah iklim tropis lembab, permasalahan utamanya adalah curah hujan yang besar sehingga beban air hujan yang jatuh di atap harus segera di alirkan. Kemiringan atap pelana dan atap perisai dapat mengalirkan air hujan dengan lebih mudah ke tanah. Selain itu overstek pada atapnya dapat melindungi bangunan (terutama kusen) dari tampias air hujan dan dapat pula menjadi pereduksi sinar matahari.

Gambar 2.2.1.1 Bangunan tropisSumber : http://nofantoro1211.blogspot.com/Bangunan iklim tropis lembab menggunakan sun shading berupa kerai, kisi-kisi, dan sebagainya untuk memberikan perlindungan bangunan terhadap sinar matahari secara langsung. Sedangkan untuk bangunan yang berada di iklim tropis kering biasanya memiliki bentuk atap yang datar untuk memperkecil bidang tangkapan sinar matahari dan menghindari angin kencang, karena curah hujan rendah.

Gambar 2.2.1.3 Rumah penduduk di MesirSumber : http://lsmoyd20102045951.blogspot.com

Gambar 2.2.1.4 Sebuah kota tua di Arab SaudiSumber : http://infomakkah.com/

Bangunan yang berada di iklim dingin biasanya bentuk bangunannya rendah dan tahan angin, bangunan cenderung membulat untuk mencegah pengeluaran panas. Massa massa bangunannya pun disusun kompak menjadi satu dan padat dengan bukaan-bukaan untuk menangkap sinar matahari yang tersembunyi dan kecil karena terlalu kecil pengaruhnya. Contoh bangunan yang terdapat di daerah iklim dingin adalah bangunan igloo.

Gambar 2.2.1.2 Rumah Igloo di kutubSumber : http://lsmoyd20102045951.blogspot.com

b. Bentuk bangunan berdasarkan sosial budayaKebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Manusia sebagai individu maupun dalam kelompok / masyarakat menjalani kehidupannya di lingkungan hidup yang secara umum berupa ; lingkungan fisik alami dan lingkungan sosial. Pencerminan kebudayaan pada karya arsitektur dapat dilakukan melalui sejumlah pola, struktur dan bentuk bangunannya.Jadi suatu kebudayaan juga mempengaruhi bentuk suatu bangunan. Bagaimana setiap budaya dari daerah tertentu dicirikan melalui bangunan-bangunan yang berbeda sesuai dengan suku bangsa yang dianut daerah tersebut. Misalnya di Indonesia, rumah panjang milik suku dayak, tentu akan berbeda dari rumah gadang milik suku padang seperti gambar berikut :

Gambar 2.2.2.1 Rumah Panjang Suku DayakSumber : http://dhikarusmen.blogspot.com/

Gambar 2.2.2.2 Rumah Gadang Suku PadangSumber : http://dhikarusmen.blogspot.com/

Begitu pula kebudayaan asing. Setiap negara tentu memiliki ciri-ciri kebudayaan mereka masing-masing dan dicerminkan pada bentuk bangunan mereka. Seperti negara-negara di eropa tentu akan berbeda dengan negara di asia atau di timur tengah. Seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.2.2.3 Rumah di JepangSumber : http://dhikarusmen.blogspot.com/

Gambar 2.2.2.4 Rumah di ArabSumber : http://dhikarusmen.blogspot.com/

Bangunan arsitektur Jepang pada umumnya mengambil bentuk arsitektur kuil, menggunakan material material bangunan yang ringan seperti bambu, kayu, kertas, dan sutera. Arsitektur Jepang merupakan refleksi dari ajaran Zen yang mengajarkan tentang harmoni, keseimbangan, dan keheningan yang indah sehingga bangunan arsitektur Jepang memiliki citra kesederhanaan, kepolosan, kelurusan, dan ketenangan batin.Sedangkan arsitektur Arab Saudi memiliki ciri khas atap datar dan massa bangunan padat. Hal ini mengindikasikan, para pembuatnya berhasil bertahan hidup dam relatif tidak berubah di daerah padang pasir yang terisolasi.

2.3 Pendekatan Perancangan Bentuk Berdasarkan StrukturPada umumnya, bentuk bangunan ditinjau berdasarkan struktur. Struktur bangunan dibuat menyesuaikan dengan bentuk bangunan yang akan dirancang. Namun, sebaliknya, pendekatan perancangan bentuk bangunan dapat juga ditinjau berdasarkan strukturnya. Sistem struktur utama bangunan berupa modul struktur dan penempatan dinding bangunan memberikan pengaruh terhadap bentuk bangunan yang akan dirancang. Selain itu pemilihan sistem struktur dan material atap juga dapat mempengaruhi bentuk bangunan yang bersangkutan.Bentuk bangunan berdasarkan struktur ini erat kaitannya dengan form follow function atau bentuk mengikuti fungsi (Sullivan) yaitu segala sesuatu dalam rancangan bangunan harus terjadi dari kegunaannya, ruang-ruang yang dirancang pun diatur guna memenuhi keperluan pemakainya. Sehingga struktur bangunannya pun menjadi disesuaikan dengan fungsi bangunan tersebut dan bentuk bangunan pun mengikuti. Teori minimalis memiliki ide yang sama dengan Sullivan yang mengatakan bahwa bentuk bangunan mengikuti fungsi bangunan itu sendiri dan semua ornamen yang tidak memiliki fungsi adalah tidak diperlukan pada bangunan. Contoh :

Gambar 2.3.1.1 Bangunan minimalis karya Le CorbusierSumber : http://lsmoyd20102045951.blogspot.com

Dapat dilihat bahwa bentuk bangunan mengikuti geometri yang sangat sederhana, namun mengikuti proporsi dan skala manusia. Jendela, pintu dan ventilasi dibuat dengan ukuran yang dapat memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan alami menuju ke dalam bangunan. Tidak adanya penambahan ornamen pada fasade bangunan yang tidak diperlukan, dimana bentuk bangunan telah dimanfaatkan secara makasimal untuk mendukung fungsi bangunan itu sendiri.

BAB IIIPenutup

3.1 KesimpulanPendekatan perancangan selalu dilakukan sebelum proses perancangan berlangsung. Pendekatan perancangan salah satunya berpengaruh pada bentuk bangunan yang akan dirancang. Dalam pendekatan arsitektur ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk bangunan. Faktor-faktor tersebut adalah kondisi tapak, lingkungan, dan struktur. Bila berdasarkan kondisi tapaknya, bentuk bangunan yang terdapat di lahan berkontur tentu saja berbeda dengan bangunan yang berada di lahan datar, begitu pula dengan bangunan berdiri di atas pasir pantai akan berbeda dengan bangunan yang berdiri di lahan yang keras. Lingkungan sekitar tempat suatu bangunan berdiri juga mempengaruhi bentuk dari bangunan itu sendiri, baik itu pengaruh iklim sekitar maupun pengaruh sosial budaya.

12