Tugas Bu Deby- Heru

download Tugas Bu Deby- Heru

of 28

Transcript of Tugas Bu Deby- Heru

BAB IPENDAHULUANA. Latar belakangSaat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: TO ERR IS HUMAN, BUILDING A SAFER HEALTH SYSTEM (2000), yang memuat data menarik tentang Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse Event). Di AS diantaranya di Colorado dan Utah : 2,9 % pasien di RS yang meninggal 6,6 %, New York 3,7 % pasien yang meninggal dunia 13,6 %, bila pasien yang masuk di RS di AS pada tahun yang sama sebanyak 33,6 juta maka berdasarkan Exrtrapolasi : pasien mati karena Medical Eror mencapai 44.000-98.000/tahun. Suatu angka yang fastastic, dan dunia dikagetkan dengan kenyataan bahwa demikian banyaknya kasus-kasus KTD yang terjadi di RS. Lalu bagaimana dengan kondisi di Indonesia, meskipun belum ada publikasi data akan tetapi dengan kondisi pelayanan di RS saat ini diyakini angka kejadian KTD jauh lebih besar.Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD) .Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.Peningkatan tuntutan terhadap kelalaian kepada pihak RS semakin meningkat jumlahnya. Hal ini mendesak merombak keseluruhan sistem pelayanan kesehatan, utamanya budaya kerja para pemberi layanan kesehatan.Maka mulai diperkenalkan dan dibuat manajemen risiko dalam kerangka kerja di RS, diberlakukan untuk seluruh trust dan board yang menjadi afiliasinya. Selanjutnya disadari bahwa tidak hanya penanggulangan risiko saja yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan masyarakatnya. Perlunya evaluasi berkelanjutan, fokus pada kepentingan pasien, dan komponen-komponen lain membentuk sebuah kerangka kerja baru yang disebut clinical governance. Manajemen risiko merupakan salah satu pilar penerapan clinical governance dalam institusi pelayanan kesehatan.Perawat memegang kunci dalam keselamatan pasien melalui penerapan manajemen resiko klinis dan, hal ini didasarkan karena perawat memberikan layanan 24 jam terus menerus dengan jumlah yang relative besar dan kontak paling lama dengan pasien dengan resiko membuat kesalahan yang juga besar. Nursing is the protection, promotion, and optimization ofe health and abilities, prevention of illness and injury, allevation of suffering through diagnosis and treatmen of human reponse, and advocacy in the care of individuals, families, communities, anda population (ANA). Dari defenisi inilah, peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan. Antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, mematuhi standard an SOP yang ditetapkan, menerapkan prinsip etik, memberikan pendidikan kesehatan, kersama antar disiplin, menerapkan komunikasi terapeutik, peka dan proaktif dan melakukan penyelesaian terhadap KTD serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan.Berdasarkan uraian diatas maka tampak jelas bahwa pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan di RS memiliki peran yang besar untuk mengendalikan, minimalisasi dan bila mungkin meniadakan kejadian yang tidak diinginkan dengan menerapkan manajemen resiko klinik dalam manajemen layanan keperawatan di rumah sakit.

B. Metode penulisanMetode penulisan yang digunakan adalah telaah artikel dan jurnal yang berkaitan dengan manajemen resiko klinis kemudian dilakukan analisis perbandingannya bagiamana kondisi penerapannya di Indonesia khususnya dalam menajemen pelayanan keperawatan.C. Tujuan penulisan1. Tujuan umumUntuk mengetahui penerapan manajemen resiko klinik dalam pelayanan keperawatan.2. Tujuan khususa. Mengetahui konsep manajemen resiko klinikb. Mengetahui permasalahan penerapan manajemen resiko klinik di institusi pelayanan kesehatan khususnya RS di Indonesia.c. Memberikan solusi pemecahan masalah penerapan manajemen resiko klinik dalam pelayanan keperawatan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. PengertianManajemen resiko merupakan perilaku dan intervensi proaktif untuk mengurangi kemungkinan cedera serta kehilangan. The Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organization mendefenisikan manajemen resiko klinis sebagai aktivitas klinik dan adminitrasi yang dilakukan oleh rumah sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan resiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, personil, pengunjung dan rumah sakit itu sendiri. Manajemen risiko merupakan salah satu pilar penerapan clinical governance dalam institusi pelayanan kesehatan. Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari identifiasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu. Dengan penekanan pada perubahan budaya kerja dari yang reaksioner dan penanggulangan menjadi pencegahan dan pengelolaan.2 Risiko yang dicegah dalam pengelolaan manajemen risiko berupa risiko klinis dan non klinis sifatnya. Risiko klinis adalah seluruh risiko yang dapat dikaitkan langsung dengan layanan medis, maupun layanan lain yang dialami pasien selama dalam institusi kesehatan. Seperti manajemen farmasi, masuk dan keluar rawat inap, kontrol infeksi, kecukupan jumlah perawat yang melayani, dan sebagainya. Sementara risiko non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi, maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organsisasi. Risiko dalam segi finansial tentunya yang dapat menganggu kontrol finansial yang efektif, termasuk sistem yang harusnya dapat menyediakan pencatatan akuntasi yang baik.3

B. TujuanKegiatan pelayan kesehatan adalah suatu aktivitas berisiko tinggi, baik untuk pengguna yaitu pasien maupun bagi penyedia layanan. Sehingga peran manajemen risiko sangat penting dan esesial dalam sebuah institusi layanan kesehatan. Tujuan penerapan manajemen risiko dalam institusi kesehatan untuk meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa datang. Dengan adanya tindakan yang bersifat antisipatif dari manajer risiko, bila terjadi insiden maka sudah tersedia alternatif keputusan yang dilihat dari berbagai sisi dilengkapi dengan pengetahuan akan konsekuensi dan dampak yang diakibatkannya. Secara singkat, tujuan manajemen risiko pada akhirnya akan melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan lainnya dalam ruang lingkup institusi pelayanan kesehatan.3 Accidents hardly ever happen without warning. The combination or sequence of failures and mistakes that cause an accident may indeed be unique, but the individual failures and mistakes rarely are.

C. Pengorganisasian dan kebijakan manajemen risikoManajemen resiko klinik merupakan proses yang cenderung proaktif, meskipun sebagian besarnya merupakan hasil belajar dari pengalaman dan menerapaknnya kembali untuk mengurangi atau mecegah masalah yang serupa dikemudian hari. Pada dasarnya manajemen resiko klinik merupakan proses yang terus menerus yang terdiri dari empat tahap yaitu :1. Risk awernessPada tahap ini semua pihak yang terlibat dalam system memahami situasi yang beresiko tinggi di bidangnya masing-masing dan aktivitas yang harus dilakukan dalam upaya mengidentifikasi resiko. Resiko tersebut tidak hanya bersifat medis, melainkan juga non medis, sehingga upaya ini melibatkan manajemen, komite medic/keperawatan, perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya serta non medis. Self assessment, system pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan resiko (incidence report) dan audit klinik dalam budaya non-blaming merupakan sebagai metode yang dapat digunakan untuk mengenali resiko.2. Risk control (and or Risk Prevention)Manajemen resiko klinik dalam menghindari dan atau meminimalkan resiko harus bekerjasama dengan erat dan saling mendukung dengan komite medic. Langkah-langkah tersebut ditujukan kepada seluruh komponen system, baik perangkat keras, perangkat lunak maupun sumber daya manusianya. Langkah-langkahnya sebagai berikut :a. Penilaian resiko (risk assessment)Dengan melakukan penilaian derajat dan probabilitas kejadiannya.b. Engineering solution and control solutionDengan cara mencari jalan untuk menghilangkan resiko atau bila tidak mungkin menghilangkannya maka dicari cara untuk mengutanginya baik terhadap probabilitasnya maupun terhadap derajat keparahannya atau jika juga tidak memungkinkan maka dicarikan jalan mengurangi dampaknya. Tindakan dapat berupa pengadaan, perbaikan, pemeliharaan instrument yang sesuai persyaratan. Pembuatan dan pembauran prosedur, standar dan check-list, pelatihan dan pembahasan kasus dan lain-lain.3. Risk containmentDalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akbat suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah mengurangi besarnya resiko dengan melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya adalah respon yang cepat dan tepat terhadap kepentingnan pasien dengan didasari komunikasi yang efektif.4. Risk transferAkhirnya apabila resiko terjadi juga dan menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan resiko tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkan kepada system asuransi.Dalam sebuah sistem pelayanan kesehatan, manajemen risiko klinik merupakan salah satu komponen yang membentuk kerangka kerja institusi. Dimana, kerangka kerja yang ditujukan untuk menghasilkan layanan berkualitas dengan fokus pada kebutuhan pasien disebut sebagai clinical governance. Yang menentukan dampak dari pelaksanaan manajemen risiko klinik adalah interaksi seluruh komponen pembentuknya yang saling melengkapi. Sehingga manajemen risiko tanpa adanya evaluasi dan pembelajaran berkesinambungan, kerjasama tim, dedikasi terhadap kepentingan pasien serta komponen lainnya tidak akan berhasil. Bagaikan buah jigsaw yang saling melengkapi membentuk gambaran utuh karakteristik layanan kesehatan yang berkualitas. 2, 4 Karena pengaruhnya sangat besar dalam menentukan kualitas produk layanan, posisi seorang manajer risiko atau ketua komite manajemen risiko rumah sakit atau institusi layanan kesehatan lainnya bergabung atau sejajar dengan quality assurance dan bertanggung jawab langsung kepada direktur atau board of trust. Tetapi adapula yang meletakkan sub komite manajemen risiko dibawah komite audit, baru kemudian langsung bertanggung jawab kepada board of trust. Sedangkan, manajer risiko akan membawahi seluruh ketua departemen yang ada dalam institusi tersebut. Hal ini berhubungan dengan risiko yang dapat timbul, kemungkinannya bersumber dari seluruh departemen terkait. 3Apapun bentuk struktur organisasinya, yang terpenting adalah pelaksanaanya secara prinsip. Bahwa input dalam kegiatan manajemen risiko berasal dari seluruh unit, berupa segala hal yang dapat mempengaruhi kualitas produk layanan kesehatan atau mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Setelah dilakukan proses dan pengolahan, outputnya akan disampaikan kepada direktur sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan. 5 Beberapa prinsip yang disarikan dari beberapa contoh kebijakan manajemen risiko adalah: 2,3,51. Kebijakan dan kegiatan manajemen risiko harus diintegrasikan sebagai filosofi, sebagai komponen manajerial secara umum dan dalam kegiatan praktis sehari-hari. Ini berlaku disemua unit maupun level organisasi.Strategi pengelolaan risiko juga harus sejalan dengan tujuan organisasi, karena akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continual improvement).2. Adanya keterbukaan, komunikasi yang baik dan responsif terhadap perubahan maupun risiko yang terjadi dapat menghindarikan organisasi dari kesulitan dengan pihak eksternal (media massa, masyarakat) dan meminimalisir kerugian. 3. Pengelolaan risiko melibatkan pasien secara aktif serta pemangku kepentingan lain secara bahu-membahu (partnership).4. Adanya monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko secara periodik, dan terus menerus melakukan perubahan kearah perbaikan.Tujuan akhir kebijakan adalah agar dapat mengidentifikasi dan mengontrol risiko yang mengancam organisasi, kesehatan, keamanan dan kesejahteraan karyawan, pasien dan pemangku kepentingan lainnya.Selain tingkat lokal institusi provider layanan kesehatan, penetapan kebijakan manajemen risiko pada level yang lebih tinggi memiliki beberapa keuntungan. Seperti yang dialami negara-negara persemakmuran, yang menggunakan guidelines manajemen risiko versi Australia/New Zealand. Karena sistem yang digunakan sama, database risikonya pun serupa. Sehingga dapat berbagi informasi dan pengalaman dengan kondisi serupa pula. Pengelolaan risiko pun menjadi lebih ringan karena bisa melihat pengalaman negara lain dalam menghadapi masalah serupa, bahkan dapat melakukan perbaikan bersama-sama. Lesson learnt pun lebih mudah tercapai.6 Bila di Indonesia sudah ditetapkan kebijakan manajemen risiko ditingkat depkes, rumah sakit diseluruh Indonesia tinggal menerapkan dengan penyesuaian tertentu. Yang penting dapat berbagi identifikasi risiko, analisa dan pengelolaannya. Sehingga pencapaian perbaikan kualitas pun lebih mudah.

Proses manajemen risiko klinikManajemen risiko adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Berbagai literatur memiliki perbedaan konteks namun kontennya sama. Secara singkat proses manajemen risiko dimulai dengan identifikasi risiko, analisa risiko mana yang perlu tindakan segera mana yang hanya sebagai catatan, pengelolaan risiko adalah action atau tindakan sebagai respon terhadap risiko yang terjadi dan selanjutnya dilakukan follow up.NHS (National Health Sistem) Direct dari negara persemakmuran menjelaskan proses manajemen risiko dalam organisasi mereka sebagai Risk management pathway. Proses ini dimulai dari pemahaman mengenai tujuan organisasi kemudian penentuan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Saat inilah mulai dipertimbangkan risiko apa saja yang mungkin terjadi selama pelaksanaan kegiatan. Lalu dibuatkan daftar risiko diteruskan dengan pengelolaan risiko (risk assessment). Selanjutnya ditentukan tindakan apa yang akan diambil untuk mengatasi risiko. Lalu dibuat rencana pelaksanaan tindakan dan melengkapi register risiko. Tidak lupa perlunya dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan risiko minimal. 5Proses identifikasi risiko NHS Direct melakukan workshop, analisa skenario, investigasi insiden dan teknik-teknik lainnya. Kemudian risiko tersebut dikelompokkan kedalam 7 jenis yaitu: Clinical risk, finansial risk, operational risk, hazard risk, compliance risk, clinical and reputation risk. Selanjutnya dibuatkan deskripsi risiko, termasuk menjelaskan kejadian dan peristiwa yang mungkin terjadi serta dampak yang akan ditimbulkan. 5Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yangdapat diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan bobotnya, ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat hanya mentoleransi saja dan menjadikannya sebagai catatan. Namun bila risiko yang terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan organisasi sehingga prioritas utama, maka harus diatasi atau ditransfer bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.Setelah tindakan diputuskan dan dilakukan selanjutnya adalah melengkapi register risiko. Evaluasi kegiatan dan proses keseluruhan sebagai tindak lanjutnya sangat penting. Bila terjadi eskalasi risiko, manajer dapat mengambil tindakan untuk menerima risiko dan memasukkannya kedalam register atau memodifikasi risiko dengan mengubah deskripsi risiko, memodifikasi karakteristik risiko atau menolak eskalasi risiko.5,7Sudut pandang lain dalam mengidentifikasi risiko ditawarkan oleh JCAHO mengupas kerentanan organisasi terhaap faktor keamanan. Kerentanan (vulnerability) disini dimaksudkan terhadap kejahatan, pelanggaran peraturan dan kerentanan akan kerugian. Kerentanan dapat diartikan sebagai kelemahan program pengamanan sebuah institusi sehingga dimanfaatkan oleh oknum yang tidak berkepentingan mengakses asset. Pengelolaan selanjutnya serupa walau tak sama dengan yang dilakukan NHS direct terhadap risiko yang telah teridentifikasi. 8 Ada beberapa istilah yang terkait dengan insiden dan risiko. Kegagalan aktif (active failures) adalah perilaku berisiko yang dilakukan oleh ujung tombak organisasi, dalam waktu singkat, spontan dan sulit diprediksi. Berlawanan dengan sebelumnya, kondisi laten adalah kondisi dimana risiko berkembang seiring waktu, bila bertemu faktor lain atau kegagalan aktif dapat membuahkan insiden. Sering berupa rutinitas lama yang dapat diidentifikasi dan dihilangkan sebelum menimbulkan dampak buruk. 9Istilah lainnya yang seringkali berhubungan dengan identifikasi risiko dan pelaporan insiden adalah Adverse incident dan near miss. Adverse event adalah kejadian yang timbul secara tidak konsisiten dengan pelayanan rutin untuk pasien atau operasional rutin organisasi. Near miss adalah kejadian yang dengan keberuntungan atau keterampilan tertentu dapat dicegah sehingga tidak menjadi insiden. 9Bila proses manajemen risiko dapat terlaksana disetiap unit manajer dapat mengantisipasi situasi sebelum terjadi kecelakaan. Analisis proaktif terhadap data insiden dapat mengurangi risiko, yaitu menganalisa apa saja yang potensial menimbulkan kesalahan. Juga membantu identifikasi biaya yang diperlukan melakukan sesuatu dengan benar dan biaya yang keluar bila terjadi kesalahan. 9Apa yang terjadi bila terlanjur terjadi sebuah insiden? Harus segera mengumpulkan data-data untuk membuat pencatatan kronologis yang akurat. Selanjutnya dianalisa insiden yang terjadi memiliki kecenderungan dampak kemana. Selain pengumpulan data, pelaporan juga harus up to date dan sesegera mungkin. Hal ini akan menyediakan peringatan awal dari kemungkinan tuntutan hukum. Hal ini termasuk dalam tindakan mengontrol risiko dan meminimalisir risiko.9Pelaporan insiden lebih awal dan analisisnya memungkinkan terjadi pembelajaran lebih cepat. Pembelajaran adalah tujuan pengelolaan risiko akibat kesalahan manusia. Sehingga perlu dipupuk budaya melaporkan dengan sukarela, tanpa takut disalahkan. Insiden dan near miss bukanlah mengenai disiplin, menutup-nutupinya akan menyulitkan organisasi. 9Proses manajemen risiko di pelayanan primer juga merupakan proses berkelanjutan yang memastikan institusi tersebut bekerja dalam kerangka kerja dan kerangka hukum yang sesuai. Identifikasi dan pengelolaan risiko harus termasuk dalam strategi kerja, lengkap dengan perencanaan untuk pencegaha terjadinya risiko. Alur proses manajemen risiko dalam PCT (primary care trust) sebagai berikut: identifikasi risiko, assessment atau analisa dan pengelolaan risiko, evaluasi penatalaksanaan terhadap risiko yang menjadi insiden, pencatatan dan monitoring berkala.3Manajer berperan untuk memastikan bahwa proses diatas berjalan disetiap area. Adanya metode reaktif untuk pelaporan insiden, komplain dan klaim serta metode proaktif seperti survey kepuasan pelanggan, inspeksi kepatuhan dari laporan, dan lain-lain dapat membantu manajer mengidentifikasi risiko pada pelayanan primer.3Pengelolaan/ assessment risiko meliputi:1. Identifikasi potensial hazard dan risiko2. Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya 3. Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau perlu dirubah untuk mencegah terjadinya insiden. 4. Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya 5. Evaluasi pengelolaan secara keseluruhan, perbaiki bila perlu.Langkah awal untuk menganalisa risiko dapat dibantu dengan beberapa pertanyaan berikut ini:101. Apakah kita mampu mengontrol untuk mencegah terjadinya risiko?2. Apa konsekuensinya bila risiko benar terjadi?3. Apa sajakah yang mungkin menyebabkan timbulnya risiko?4. Apa level risiko ini ? Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari risiko tersebut bila benar terjadi. Dampak terhadap produk layanan maupun pencapaian tujuan organisasi. Standar Australia menyebutkan bahwa risiko = dampak x kemungkinan terjadi. Hal inilah yang menelurkan matriks analisa risiko. Risiko yang dampaknya signifikan mendapat prioritas tinggi adalah risiko yang sangat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Semua risiko yang termasuk kategori ini harus mendapat perhatian utama dari direktur atau board of trust dan dibuat rencana tindak lanjutnya. Risiko yang dampaknya medium-rendah akan dikumpulkan menjadi sebuah register oleh manajer risiko bekerja sama dengan kepala-kepala departemen untuk pembuatan rencana tindak lanjutnya dan pengawasan. 3Jadi perbedaan status risiko berhubungan dengan pengambil keputusan selanjutnya. Status risiko yang tinggi, membutuhkan pengambilan keputusan langsung dari top manegement organisasi. Untuk status yang sedang and rendah cukup middle manager yang mengambil keputusan.D. Artikel Pendekatan Manajemen Resiko Di Pusat Kesehatan Kaiser Permanente Los AngelesLingkungan industri kesehatan sekarang yang kompetitif, seiring dengan meningkatnya biaya litigasi dan asuransi telah menciptakan dorongan untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan untuk mengurangi resiko yang lebih jauh. Karena sifat intervensi medis saat ini, hal menghindari resiko secara menyeluruh tidak memungkinkan. Sehingga manajemen resiko perawatan kesehatan dirancang untuk mengurangi kejadian dari kecelakaan yang dapat dicegah dan untuk meminimasi kerugian finansial dari organisasi jika suatu kecelakaan/cedera terjadi. Managemen resiko adalah ilmu yang sangat luas yang berhadapan dengan kenyataan setiap aspek dari kegiatan-kegiatan operasional suatu lembaga.Standar Untuk Program Manajemen Resiko Perawatan Kesehatan Sekarang Agen lisensi dan organisasi profesional menetapkan standar minimum untuk sebuah program manajemen resiko perawatan kesehatan. Standar-standar ini membutuhkan interaksi langsung dan dukungan antara Team Manajemen Resiko, Administrasi, Departemen Hukum, Staf Medis, dan Manajemen Kualitas. Mekanisme harus ditempatkan dengan tepat untuk investigasi yang cepat dan pelaporan dari kejadian, analisis prospektif dan retrospektif, dan pelaksanaan program kesehatan. The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) yang menerbitkan pedoman untuk rumah sakit dalam panduan akreditasi rumah sakit. Bagian utama dari resiko manajemen perawatan kesehatan adalah dengan meahami panduan JCHO dan memastikan bahwa departemen-departemen yang ada telah sesuai dengan panduan yang mereka buat. Pengukuran nilai keselamatan dengan mengecek dan penyeimbangan ditempatkan pada tempat dimana meningkatkan kualitas perawatan dan juga membantu mengurangi klaim.

Korelasi Antara Pelayanan Dan ResikoKaiser Permanente Los Angeles Medical Center (LAMC), disamping secara rutin memberikan pelayanan kesehatan dan pelayanan klinis, berfungsi sebagai pusat pembelajaran untuk perawatan Kaiser Foundation Hospital/Health Plan (KFH/HP) di seluruh anggota Southern California. Sebagai contoh mereka secara alami meningkatkan resiko termasuk apheresis, transpalansi sumsum tulang, catheterization jantung, operasi jantung, transpalansi organ, dan lain-lain. Khususnya, beberapa non perguruan meningkatkan pelayanan resiko klinis, menempatkan fasilitas pelayanan kesehatan kemampuan staff dan beresiko tinggi untuk mengurangi klaim. Seperti layanan yang diberikan di LAMC termasuk Obstetrics, Layanan Darurat, Bedah, Anesthesia, Psychiatric Services, Radiology Layanan, anestesi, Jiwa Layanan, Radiologi, dan pelayanan kesehatan tumah. Meskipun dasar prinsip-prinsip manajemen resiko kesehatan tetap sama dalam situasi beresiko rendah dan beresiko tinggi, penekanan lebih besar harus ditempatkan pada prinsip-prinsip dalam situasi beresiko tinggi karena di dalam potensi hasil merugikan pasien juga sebagai kerugian keuangan kepada organizis.

Petunjuk untuk Pelaporan yang Efektif kepada Manajer Resiko Pada LAMC, waktu dan aliran informasi akurat didukung dan dimudahkan dengan menulis dan komunikasi lisan dengan manajer resiko. Pelaporan di pusat medis ditingkatkan dengan terus meningkatkan kesadaran dari apa yang dilaporkan, dengan menciptakan suatu peristiwa sederhana yang melaporkan sistem, dengan memberi harapan kepada dokter dan keterlibatan staff lain, dan dengan pengembangan dalam departemen. Lebih dari itu, persiapan laporan peristiwa yang efektif diakui memerlukan uraian sasaran, kerahasiaan, dan ketepatan waktu.

Hubungan Antara Mutu Kepedulian dan Resiko Suatu hubungan komplementer meningkatkan resiko pengurangan kualitas dan resiko menurun meningkatkan kualitas. Departemen Manajemen Resiko Dan Manajemen kualitas mempunyai suatu hubungan simbiotik dan synergik : apapun yang mempengaruhi mutu maka mempengaruhi resiko. Contoh tentang interaksi ini meliputi kepercayaan dokter dan penghargaan perlakuan khusus rumah sakit, penilaian dokter dengan mengevaluasi hasil pasien selama keadaan tidak sehat dan konferensi, dan persepsi kepedulian pasien yang nyata sebagai pujian, keluhan, dan Penilaian Anggota Dokter Dan Jasa Penyedia (MAPPS).

Struktur Organisasi dari Entitas Manajemen Resiko LAMC Komite Manajemen Perawatan Pasien Komite Manajemen Perawatan Pasien, sebelumnya dikenal sebagai Komite Manajemen Risiko, dibuat untuk menangani masalah manajemen resiko dan kualitas perawatan. Komite memeriksa pusat praktek kesehatan sekarang serta kebijakan dan prosedur untuk identifikasi masalah proaktif dan menyarankan resolusi untuk masalah ini. Komite juga ulasan kejadian tsebelumnya dk masa lalu untuk memastikan tindakan korektif yang diperlukan telah diambil. Komite itu terdiri dari multi-disiplin: berbagai departemen klinis, departemen administratif rumah sakit, departemen perawat, farmasi, dan layanan pendukung lainnya yang diwakili. Komite mengadakan pertemuan pada waktu dibutuhkan, tetapi setidaknya setiap triwulan.Komite Manajemen Perawatan Pasien (The Patient Care Management Committee) melapor kepada Komite Manajemen Kualitas LAMC, yang kemudian melapor ke Tim Administratif Pusat Medis (Medical Center Administrarive team, MCAT). MCAT yang bertanggung jawab kepada Direktur Medis Grup Medis Permanente California-Selatan (Southern California Permanente Medical Group, SCPMG) dan kepada Presiden KFH / HP dari Divisi California. Komite Manajemen Risiko Regional (Regional Risk Management Committee) mengawasi Program Manajemen Risiko dan melapor langsung ke Komite Kualitas California-Selatan KP (KP Southern-California Quality Committee), yang melapor kepada Presiden KFH / HP dan kepada Direktur Medis SCPMG.

Peningkatan yang Dilakukan oleh KomiteSelama empat tahun, Komite Manajemen Perawatan Pasien pada LAMC telah menghasilkan perbaikan-perbaikan penting: Pelaksanaan kerjasama pendidikan untuk meningkatkan kolaborasi, komunikasi, dan pendidikan dokter / perawat; 1. Peningkatan kesadaran untuk menjaga kerahasiaan, dicapai oleh presentasi ke seluruh medis pusat sebuah video tentang kerahasiaan dan memasukkan video ke dalam program orientasi yang diberikan kepada semua karyawan baru; 2. Pelaksanaan pertemuan manajemen risiko tahunan untuk semua staf kerja; 3. Pelaksanaan program untuk meningkatkan kesesuaian dari dokumentasi rekam medis; 4. Revisi pedoman untuk manajemen diabetes pra-operasi dan intraoperasi; 5. Pendirian protokol dan pendidikan mengenai pilihan catheter vena pusat (misalnya, untuk mempromosikan tempat awal yang sesuai dan dengan demikian mengurangi kebutuhan penggantian catheter dan risiko infeksi); 6. Mendesain ulang dari Formulir Laporan Kejadian LAMC (LAMC Incident reporrt Form) agar kejadian dokumen medis lebih akurat; 7. Peningkatan penggunaan Rekam Administrasi Medis (Medication Administration Record) dengan benar; 8. Meninjau Unit Perawatan Kritis (Care Critical Care Units) dan memperbarui kebijakan dan prosedur perizinan langsung; 9. Klarifikasi kebijakan isolasi tuberkulosis di Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit); 10. Pengenalan kebijakan dimana alergi obat dari pasien dicatat dalam bentuk yang telah disepakati; Klarifikasi dari penempatan pasien yang mempunyai pantangan alergi di tabel Rawat Inap. Komite Peninjau Medis (The Medical Review Committee)Komite Peninjau Medis yang merupakan kelompok yang bertemu setiap minggu untuk meninjau keluhan anggota membuat disposisi tentang masing-masing. Apapun dirugikan anggota mungkin memeriksa review ini dengan permintaan pertama untuk menghadiri pertemuan mingguan

Mengurangi Resiko Melalui Komunikasi Pasien-Penyedia jasa Yang Efektif Penyedia jasa harus selalu ingat pentingnya merawat pasien dari masing-masing seperti merawat diri kita sendiri. Melakukan hubungan baik dengan pasien adalah penting untuk memberikan layanan berkualitas tinggi dan ini merupakan proses utama untuk pengadilan, bahkan setelah keluaran. Ini memuaskan "dua jalur" komunikasi yang terkadang sulit untuk dicapai dalam pertemuan dengan pasien dan memerlukan perhatian penuh mendengarkan, cepat memahami bahasa tubuh, pertanyaan petunjuk, dan komentar. Keterampilan ini tidak selalu ke penyedia jasa tapi dapat dikembangkan di LAMC melalui seminar dan bursa kerja. Peningkatan pelatihan ini mungkin menjanjikan tetapi diamanatkan oleh Administrator jika dibutuhkan.

BAB IIIPEMBAHASANPada bab ini akan diuraikan kondisi penerapan manajemen resiko klinik di rumah sakit khususnya dalam menagemen pelayanan keperawatan di Indonesia.A. Kondisi penerapan manajemen resiko klinis di rumah sakitDi Indonesia gerakan manajemen resiko klinis dimulai dengan dibentuknya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) pada tahun 2005,dan beberapa rumah sakit melalui komite medic/keperawatan. Meskipun semua pihak telah memahami pentingnya manajemen resiko dalam upaya menjamin keselamatan pasien di rumah sakit, akan tetapi penerapannya masih lemah. Kelemahan terbesar dalam manajemen resiko adalah budaya melaporkan kejadian yang tak diinginkan. Sehingga perlu dipupuk budaya melaporkan dengan sukarela, tanpa takut disalahkan. Insiden dan near miss bukanlah mengenai disiplin, menutup-nutupinya akan menyulitkan organisasi Hal ini dapat dilihat dari kejadian yang tidak diinginkan (KTD) yang masih acap kali terjadi karena suatu tindakan atau karena tida bertindak dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien. Beberapa masalah dalam penerapan manajemen resiko klinis di rumah sakit antara lain :1. Masih lemahnya peran komite medic/keperawatanBerdasarkan struktur dan peranannya, Komite Medik merupakan unit penting dalam rumah sakit. Di Amerika Serikat kedudukan Chief of Medical Staff sangat kuat, sejajar dengan Chief Executive Officer (CEO) rumah sakit dan bertanggung jawab pada Governing Board. Komite Medik di Indonesia cenderung diberlakukan hanya sebagai pengawas kinerja klinik. Sebuah organisasi layanan kesehatan tidak cukup hanya sebatas memiliki manajemen atau sub komite atau komite manajemen risiko saja. Arah kebijakan yang terkait pengelolaan risiko harus terpampang dengan jelas. Untuk rumah sakit khususnya di Indonesia masih cukup jarang yang memiliki kebijakan manajemen risiko yang jelas dan tranparan. Sementara diluar negeri tidak hanya rumah sakit, intitusi layanan kesehatan lainnya sudah memilikinya.Bila kita lihat contoh-contoh kebijakan manajemen risiko dari Negara lain bunyinya sangat bervariasi, namun memiliki beberap prinsip yang terikat dalam benang merah menciptakan lingkungan yang aman. Aman disini artinya sangat luas, aman bagi organisasi dari masalah hukum dan finansial; aman bagi pasien dari kesalahan medis dan fasilitas fisik kurang baik; aman bagi karyawan dapat bekerja dengan tenang dan mau melaporkan setiap insiden karena yakin tidak akan disalahkan.Kesulitan yang ditemui dapat dianalisis dari jumlah dan komposisi tim manajemen resiko klinik dari para spesialis. Sebagian besar spesialis adalah pegawai negeri yang bekerja di rumah sakit swasta. Pertanyaan pentingnya adalah apakah mungkin dengan pola bekerja spesialis yang bekerja sambilan menjalankan fungsi manajemen resiko clinical di Komite Medik pada rumah sakit pemerintah? Seperti diketahui para spesialis mempunyai pekerjaan lain di rumah sakit swasta karena pendapatan gaji dari pemerintah relative rendah. Apakah Komite Medik dapat berfungsi mengelola manajemen resiko clinical dengan baik mengingat banyak dokter spesialis yang bekerja di berbagai rumah sakit? Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan penelitian untuk menjawabnya.2. Masalah Kebijakan dan prosedur yang tidak adequatePenerapan manajemen resiko klinis di rumah sakit sangat ditentukan oleh kebijakan manajemen yang mengatur dan mengawasi regulasi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Kelemahan yang masih terjadi adalah implementasi dan monitoring dan evaluasi. ketidakpatuhan terhadap pedoman dan cara penerapan manajemen resiko klinis merupakan penentu terjadinya medical eror. Pada tatanan klinis masih sering ditemukan ketidakpatuhan menjalankan SOP klinis. Kondisi ini dapat diakibatkan karena kebijakan rumah sakit tentang manajemen resiko untuk keselamatan pasien yang belum mendapat perhatian yang besar sehingga budaya kerja berbasis safety patient belum mewarnai kehidupan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. 3. Masalah SDMBeberapa kelemahan dalam penerapan manajemen resiko klinik termasuk dalam pelayanan keperawatan bersumber dari kualitas sumber daya manusianya. Kegagalan mengikuti kebijakan, SOP, keterampilan tekhnis perawatan yang buruk khususunya tindakan yang kompleks dan proses-proses manajemen klinik sering diakibatkan karena kesalahan berbasis pengetahuan, hal ini diperburuk oleh lemahnya fungsi pengawasan/ supervise dari manajer.4. Masalah komunikasiMasalah yang sering terjadi dalam keperawatan adalah perawat yang sering menunggu instruksi dari dokter daripada melakukan kolaborasi dan bentuk komunikasi dua arah, yang lebih sering adalah komunikasi verbal, informasi tidak dikomunikasikan. Dalam manajemen resiko klinis komunikasi sangat penting untuk mencegah KTD. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dapat mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat dan potensial mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protocol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi praktisi untuk bertanya dan menyampaikan informasi pada saat serah terima dan melibatkan pasien serta keluarganya. Proses komunikasi antar perawat juga masih memiliki kelemahan dapat bersumber dari perawat sendiri maupun factor manamejen dan lingkungan klinik.B. Solusi penerapan manajemen resiko klinik dalam manajemen pelayanan keperawatanPrinsip dasar dalam pengembangan pengelolaan manajemen resiko clinical adalah bagaimana mengembangkan sistem untuk meningkatkan mutu klinik. Peningkatan mutu tersebut dilakukan dengan cara memadukan pendekatan manajemen, organisasi, dan klinik secara bersama. Tim Manajemen resiko clinical bertugas memastikan bahwa telah terdapat sistem untuk memonitor kualitas praktik klinis yang berfungsi dengan baik; praktik klinis selalu dievaluasi dan hasil evaluasinya digunakan untuk melakukan perbaikan; dan praktik klinis sudah sesuai dengan standar, seperti yang dikeluarkan oleh badan regulasi profesi. Secara rinci, sistem yang diterapkan dalam manajemen resiko clinical meliputi berbagai kegiatan seperti audit klinis, manajemen efektif bagi kolega klinis yang berkinerja buruk, manajemen risiko, praktik klinis berbasis pada bukti (evidence based), pelaksanaan bukti efektivitas klinik, pengembangan keterampilan kepemimpinan bagi klinisi, pendidikan berkelanjutan bagi semua staf klinis, sampai audit feedback dari konsumen. Kerangka kerja manajemen resiko clinical tersusun atas empat hal yaitu evidence based medicine, informasi yang baik, penilaian kerja klinik, dan hubungan antara klinisi dengan manajemen. Berbagai implikasi besar muncul dengan kerangka kerja ini. Pertama, rumah sakit melakukan pelaksanaan praktik klinik berbasis pada bukti (evidence based practice). Pelaksanaan evidence based merupakan hal yang berat. Kedua, dilakukan perbaikan infrastruktur informasi klinis. Ketiga, dilakukan pengembangan mekanisme untuk menilai kinerja klinik yang terpadu dengan kinerja manajemen. Keempat, perlu dilakukan pengembangan pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan di antara staf klinis. Dalam hal ini harus terdapat klinisi yang menjadi pemimpin (leader) dari para klinisi.Manajemen resiko clinical harus dibangun di atas sistem yang baik dan efektif serta harus diintegrasikan sepenuhnya ke dalam sistem governance rumah sakit. Akan tetapi, disadari bahwa untuk membangun kepercayaan dan menciptakan kelompok klinisi yang mempunyai motivasi tinggi dalam kualitas perawatan klinisnya diperlukan perubahan sikap dan kultur yang mendasar terutama pada lingkungan klinisi. Di Indonesia perubahan kultural ini sangat diperlukan di kalangan klinisi.Kunci untuk proses ini adalah pencegahan dari insiden. Setiap contoh langkah-langkah pencegahan termasuk tindakan-tindakan seperti itu jelas sebagai wiping up spills on the floor untuk mencegah kejatuhan, untuk menghindari kemungkinan kesalahan komunikasi, dan memverifikasi alergi dan pengobatan untuk mencegah reaksi obat yang tidak baik. Aktif dengan komitmen yang ditunjukkan oleh staf medis juga tetap mendukung administrasi adalah penting untuk keberhasilan Program Manajemen Resiko Klinik. Untuk mencegah bahaya dan pengendalian resiko dalam jangkauan, Manajemen Resiko Klinik secara fleksibel diperlukan untuk partisipasi multidisiplin dan pendidikan.Strategi pengelolaan risiko juga harus sejalan dengan tujuan organisasi, karena akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continual improvement). Adanya keterbukaan, komunikasi yang baik dan responsif terhadap perubahan maupun risiko yang terjadi dapat menghindarikan organisasi dari kesulitan dengan pihak eksternal (media massa, masyarakat) dan meminimalisir kerugian.Pengelolaan risiko melibatkan pasien secara aktif serta pemangku kepentingan lain secara bahu-membahu (partnership).Adanya monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko secara periodik, dan terus menerus melakukan perubahan kearah perbaikan.Bila di Indonesia sudah ditetapkan kebijakan manajemen risiko ditingkat depkes, rumah sakit diseluruh Indonesia tinggal menerapkan dengan penyesuaian tertentu. Yang penting dapat berbagi identifikasi risiko, analisa dan pengelolaannya. Sehingga pencapaian perbaikan kualitas pun lebih mudah.

BAB IVPENUTUPA. KesimpulanBerdasarkan hasil analisa penerapan manajemen resiko klinik di rumah sakit khususnya dalam manajemen pelayanan keperawatan dapat disimpulan sebagai berikut :1. Pengorganisasian manajemen risiko klinik dalam struktur organisasi institusi pelayanan kesehatan terletak bersama dengan manajemen mutu.2. Kebijakan manajemen risiko klinik harus menjadi satu kesatuan dengan kegiatan sehari-hari dan bagian dari rancangan pelayanan secara keseluruhan3. Proses manajemen risiko klinik terdiri dari identifikasi, assessment, evaluasi dan follow up berkala.4. Manajemen risiko klinik merupakan bagian dari kerangka kerja clinical governance untuk mencapai kualitas layanan prima.5. Kelemahan penerapan manajemen resiko klinik yang masih banyak ditemui adalah peran dan fungsi komite yang belum optimal, kualitas SDM, masalah komunikasi dan budaya kerja berbasis manajemen resiko yang masih rendah.B. Saran-saran1. Diperlukan optimalisasi penerapan manajemen risiko klinik khususnya dalam manajemen pelayanan keperawatan untuk meningkatkan kualitas dan mencegah Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse Event), dengan menetapkan program dan kerangka acuannya.2. Diperlukan lembaga independen yang berfungsi sebagai pengawas kualitas produk rumah sakit, termasuk komponen manajemen risikonya. Yang akan berfungsi sebagai pemberi masukan secara periodic untuk perbaikan kualitas layanan kesehatan.3. Manajer keperawatan diharapkan mengintegrasikan manajemen resiko klinik dalam menjalankan fungsi manajemen perawatan khusunya pada fungsi pengawasan dan monitoring serta membudayakan kerja berbasis manajemen resiko.

KEPUSTAKAAN1. Sally Ryan and Mary Barrett, This Journal Article Is Available At Research Online: Perceptions Of Responsibility For Clinical Risk Management Evidence From Orthopaedics Practitioners, Practice Managers And Patients In An Australian Capital City.(2003) Disitasi dari Http://Ro.Uow.Edu.Au /Commpapers/567. tanggal 12 September 20112. The Risks of Clinical Research (2011)The New England Journal of Medicine 2010;363:640-52. disitasi dari www. medind.nic.in/iae/t11/i1/iaet 11i1p63tanggal 22 Oktober 2011.3. J Manth, A Gatherer. Editorials: Managing Clinical Risks. BMJ vol 308. Juni 1994. Disitasi dari www.bmj.com tanggal 22 Oktober 2011.4. NHS QI Scotland. Clinical Governance & Risk Management: Achieving safe, effective, patient-fokused care and service. 2005. Disitasi dari www. nhshealthquality.org tanggal 22 Oktober 2011.5. Bury Primary Care Trust. Risk management policy & strategy. 2007. Disitasi dari www.burypct.nhs.uk tanggal 22 Oktober 2011.6. Kerringan, Helen. NHS direct: Corporate Risk management and Policy. Oktober 2008. Disitasi dari www.nhsdirect.nhs.uk tanggal Oktober 2011.7. ARC. NHS QI Scotland- Risk management report. Agustus 2004. Disitasi dari www.nhs.scot.org tanggal 22 Oktober 2011.8. NHS ambulance service trust. Risk management strategy. 2007. Disitasi dari www.nhs.org.9. Steele, chris. An introduction to clinical risk management. 2001.disitasi dari www.optometry.co.uk tanggal 22 Oktober 2011.10. Educational resources clinical governance. How do I asses or analyse risk. Disitasi dari www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk tanggal 22 Oktober 2011

Keberhasilan pengelolaan rumah sakit sering ditinjau dari satu aspek saja, misalnya: aspek SDM, aspek fisik rumah sakit, aspek keuangan, aspek pelayanan klinik, dan berbagai aspek lainnya. Pola pandang ini berkembang sebagai upaya penyederhanaan konsep pengelolaan rumah sakit dan justifikasi tingkat pencapaian kinerja organisasi.Mengingat rumah sakit adalah organisasi dengan karakteristik yang sangat kompleks serta dinamikanya sangat terkait erat dengan lingkungan luarnya (regulator, supplier, competitor, dan customer), maka pencapaian kinerja rumah sakit perlu ditinjau secara lebih luas dan antar-bidang. Keberhasilan rumah sakit tidak dapat diukur hanya melalui pencapaian kinerja keuangan, sementara rumah sakit banyak diterpa isu keselamatan pasien, lingkungan, tanggung jawab sosial, dan sebagainya. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk meninjau kembali konsep pengelolaan rumah sakit yang bersifat komprehensif, namun tetap ringkas, sehingga keberhasilan pengelolaan rumah sakit juga dapat dinilai dari berbagai sisi.

Ringkasan isu utama dalam pengelolaan rumah sakit terkini dapat diklasifikasikan dalam 6 aspek, yaitu: aspek pasien dan preferensinya, aspek clinical governance, aspek performance dan functional management system, aspek corporate governance, aspek leadership dan change management, dan aspek pengukuran dan pengambilan keputusan. Keenam aspek tersebut menjadi kunci keberhasilan pengelolaan rumah sakit yang bersifat integrated, comprehensive, dan evidence-based. Masing-masing aspek memiliki ciri dan fokus yang spesifik, namun memiliki keterkaitan yang sangat erat satu dengan lainnya. Misalnya, isu mengenai pasien, tentu tidak terlepas dari isu mengenai pelayanan klinik, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan manajerial. Kata kunci utama dalam setiap aspek memiliki cakupan praktis yang luas dan dapat diperdalam secara akademis. Sehingga, memahami keenam aspek tersebut berarti memahami konsep utama pengelolaan rumah sakit secara utuh dan mendalam.Sampai saat ini pembahasan mengenai integrasi keenam aspek ini belum banyak dilakukan.Membahas keenam aspek tersebut dalam satu forum dapat memberikan pandangan yang rinci mengenai konsep pengelolaan rumah sakit. Memahami isu utama setiap aspek, mengidentifikasi keterkaitan masing-masing aspek dan implikasinya terhadap kinerja rumah sakit adalah tujuan besar dari pembahasan ini

Tugas MK Manajemen Pelayanan Keperawatan | Tinjauan Trend & Isu 25