Tugas Bioetik Bgian Siska

18
BAB I PENDAHULUAN A. Pemicu 2 X, 39 tahun, dan Y, 46 tahun, merupakan pasangan yang sudah menikah selama 13 tahun dan belum dikarunia anak. Y merasakan kesepian dalam kehidupannya karena tak kunjung dapat menimang buah hati. X yang melihat kemurungan hati suaminya itu kemudian mengusulkan untuk menjalankan bayi tabung. Y merasa bahagia dengan ide yang dilontarkan istrinya. Mereka kemudian mengkonsultasikan hal tersebut kepada salah seorang dokter kandungan di kota mereka. Sang dokter menyarankan untuk dilakukan fertilisasi buatan dengan cara bayi tabung. Setelah menjalani beberapa minggu program, pembuahan dinyatakan berhasil, dokter mendapatkan 10 buah embrio. Sejak awal mengikuti program ini X dan Y memang menghendaki seorang anak saja. X dan Y merasa sudah cukup tua untuk merawat anak lebih dari seorang. Dokter menanamkan hanya satu embrio pada rahim X. X dan Y sangat bahagia dengan kehamilan X. Akhirnya yang menjadi keinginan mereka selama ini terkabul. X dan Y rajin memeriksakan kehamilan. X dan Y juga tidak menolak dilakukan pemeriksaan genetik terhadap janinnya. Bagai di sambar petir di siang bolong, X dan Y merasa kaget karena mendapati penjelasan dokter bahwa bayinya kemungkinan akan terlahir cacat karena adanya kelainan genetik. 1

description

ok

Transcript of Tugas Bioetik Bgian Siska

BAB IPENDAHULUAN

A. Pemicu 2X, 39 tahun, dan Y, 46 tahun, merupakan pasangan yang sudah menikah selama 13 tahun dan belum dikarunia anak. Y merasakan kesepian dalam kehidupannya karena tak kunjung dapat menimang buah hati. X yang melihat kemurungan hati suaminya itu kemudian mengusulkan untuk menjalankan bayi tabung. Y merasa bahagia dengan ide yang dilontarkan istrinya. Mereka kemudian mengkonsultasikan hal tersebut kepada salah seorang dokter kandungan di kota mereka. Sang dokter menyarankan untuk dilakukan fertilisasi buatan dengan cara bayi tabung. Setelah menjalani beberapa minggu program, pembuahan dinyatakan berhasil, dokter mendapatkan 10 buah embrio.Sejak awal mengikuti program ini X dan Y memang menghendaki seorang anak saja. X dan Y merasa sudah cukup tua untuk merawat anak lebih dari seorang. Dokter menanamkan hanya satu embrio pada rahim X.X dan Y sangat bahagia dengan kehamilan X. Akhirnya yang menjadi keinginan mereka selama ini terkabul. X dan Y rajin memeriksakan kehamilan. X dan Y juga tidak menolak dilakukan pemeriksaan genetik terhadap janinnya. Bagai di sambar petir di siang bolong, X dan Y merasa kaget karena mendapati penjelasan dokter bahwa bayinya kemungkinan akan terlahir cacat karena adanya kelainan genetik.X merasa begitu terpukul dengan penjelasan dokter tersebut. Y tidak kalah bersedih. Mereka merasa bimbang untuk menentukan nasib si bayi selanjutnya. Mempertahankan bayi, dengan kemungkinan bayi akan terlahir cacat, sesuai penjelasan dokter. Atau menggugurkannya, sembari mempertimbangkan sudah berbagai usaha yang mereka lakukan untuk mendapatkan kehamilannya itu.

B. Klarifikasi dan Definisi MasalahBayi tabung (fertilisasi in vitro): pengambilan oosit sekunder, fertilisasi oosit sekunder di dalam media biakan di laboratorium, dan pemasukan zigot yang sudah membelah kedalam uterus.1Fertilisasi: penyatuan gamet jantan dan betina untuk membentuk zigot yang diploid dan menimbulkan terbentuknya individu baru.1Embrio: pada manusia, perkembangan organisme dari mulai pembuahan sampai akhir minggu kedelapan.1Genetik: berkenaan dengan atau ditentukan oleh gen.1Cacat (kelainan kongenital): kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.2Menggugurkan kandungan (aborsi): pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin viabel.1

C. Kata Kunci1. Bayi tabung2. Kelainan genetik3. Mempertahankan kandungan4. Menggugurkan kandungan (aborsi)

D. Rumusan MasalahSeorang bayi tabung yang berasal dari suami istri X dan Y dinyatakan memiliki kelainan genetik dan mungkin terlahir dengan membawa kelainan kongenital (cacat) sehingga perlu ditentukan apakah kandungan dipertahankan atau digugurkan.

E. Analisis Masalah

Sepasang Suami Istri Y dan X belum dikaruniai anak

Bayi tabung (fertilisasi in vitro)Embrio ditanam pada rahim sang istri, XBayi -> Kelainan genetik -> Kelainan kongenital (cacat)

Bayi digugurkanBayi dipertahankan

KeputusanF. HipotesisBayi tetap dipertahankan walaupun memiliki kelainan genetik dan mungkin terlahir dengan membawa kelainan kongenital (cacat).

G. Pertanyaan Diskusi1. Bagaimana pandangan 4 kaidah dasar bioetik pada kasus tersebut?

BAB IIPEMBAHASAN

A. Studi Kasus Sesuai Dengan Kaidah Dasar Bioetik1. Menghormati Otonomi Pasien (Respect for autonomy).Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan. 3Studi Kasus : pada kasus ini, sesuai dengan KODEKI pasal 7d diatas bahwa setiap dokter harus melindungi hidup makhluk insani, juga secara langsung harus mengamalkan KODEKI lainnya yaitu pasal 7b dan 7c yang masing masing berbunyi setiap dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien . 4Maksudnya dari ketiga pasal tersebut bahwa untuk melakukan tindakan yang sekiranya mengancam nyawa pasien (bayi) harus sepenuhnya ditentukan oleh pasien/wali pasien yang sah (orang tua si bayi) dan dokter harus menghormati keputusan yang telah diambil. Karena, dokter bukan Tuhan yang bisa senantiasa mencabut nyawa seseorang, sebab semua makhluk insani pasti memiliki waktu ajalnya masing masing. Sehingga, setiap keputusan medis terhadap bayi ini sepenuhnya harus ditentukan oleh pasien/walinya namun, tentunya dengan penjelasan informasi yang sebenar-benarny tanpa dimanipulasi.

2. Tidak Merugikan (Non Maleficence)Praktik kedokteran harus memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. 3Studi Kasus : Pada kasus ini sangat berisiko jika kita mengambil keputusan untuk mengakhiri kehidupan si bayi. Sebab, selain nyawa bayi yang diakhiri bisa saja nyawa sang ibu juga ikut dipertaruhkan. Walaupun pada kenyataanya dengan lahir pervaginam ataupun sesar pun nyawa ibu masih terancam namun akan kecil kemungkinan terjadi ancaman tersebut jika dilakukan berdasarkan prosedur yang sesuai oleh tenaga medis terkait. Sehingga, jalan terbaik adalah kita mengambil risiko terkecil mungkin yaitu mempertahankan bayi dan melakukan proses kelahiran normal jika sudah tiba waktunya.

3. Berbuat Baik (Beneficence)Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban. 3Studi kasus : Pada prinsip ini kita juga ikut menerapkan KODEKI pasal 7a yaitu Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. 4Kuncinya adalah penghormatan terhadap martabat manusia dan profesionalitas pelaksanaan teknis medis. Kedua hal ini sangat ditekankan pada setiap kasus yang menimbulkan sering menimbulkan dilema seperti kasus ini. Dokter harus melakukan pelayanan medis sesuai dengan kompetensinya yaitu menjaga kehidupan makhluk insane dan membuat orang menjadi sejahtera secara jasamani dan menjaga martabat manusia yaitu sang bayi yang juga memiliki hak untuk hidup. Sehingga dokter terikat untuk melakukan suatu perbuatan baik yang dapat menyelamatkan hidup pasiennya (bayi) dan tidak dengan mengancam nyawanya.

4. Berlaku Adil (justice)Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. 3Studi kasus : prinsip ini sangat perlu untuk dipatuhi sebab seorang dokter tidak boleh memandang sebelah mata akan pasien yang minoritas (dalam hal ini mengalami kecacatan). Walaupun dia akan terlahir cacat namun dia harus dilindungi sesuai dengan berbagai pasal KODEKI yang telah diutarakan diatas. Tidak ada hal lain yang dapat merubah pandangan dokter terhadap pasien selain kesehatan pasien yang harus membuat dokter untuk selalu terpacu dalam meningkatkan kesehatan sang bayi apabila terlahir nanti.

B. Aspek Hukum Abortus 5,6Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak. Abortus buatan atau abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni:1. Abortus buatan legal yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:

PASAL 151) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.d. Pada sarana kesehatan tertentu.3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:Ayat (1): Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentuAyat (2)1. Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.2. Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.3. Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya.4. Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.Ayat (3): Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.2. Abortus Provocatus Criminalis (Abortus buatan illegal) yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):PASAL 2991) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.PASAL 346Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.PASAL 3471) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.PASAL 3481) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.PASAL 349Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.PASAL 535Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun.2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut.Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48). Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:PASAL 80Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Namun, hal tersebut tak berarti kita dapat mengugurkan kandungan ibu. Dan saya sebagai seorang dokter, lebih memilih untuk mempertahankan kandungan ibu. Selama belum ada indikasi bahwa kandungan tersebut dapat membahayakan nyawa ibu, ibu dapat mempertahankan bayi yang dikandungnya. Meskipun, bayi tersebut kemungkinan akan lahir cacat. Dan melihat juga bahwa ibu ini juga sangat menginginkan seorang anak dan akan lebih baik jika ibu tetap mempertahankan bayi yang dikandungnya setelah dokter memberikan informasi kepada ibu sebelumnya mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi.

C. Saran yang dapat di Berikan.Memberikan saran untuk tetap mempertahankan kandungannya hingga anak itu lahir, karena anak tersebut merupakan anak yang diananti setelah 13 tahun dan sebagai seorang dokter sudah seharusnya taat kepada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pada pasal 7d yaitu setiap dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup makhluk insani. 4Sebaiknya sang dokter tetap mengikuti apa yang di inginkan pasiennya karena sesuai dengan kaidah dasar bioetik respect for autonomy yaitu menghormati hak-hak pasien yaitu hak otonominya. Tetapi sang dokter tidak harus selalu mengikuti apa yang pasien ingin lakukan tetapi sebelumnya harus memberikan penjelasan tentang tindakan medis, resiko medis yang mungkin terjadi pada bayi dan jika orang tua pasien sudah mengambil keputusan sang dokter harus menghormati keputusan orang tua pasien tindakan ini sesuai dengan kaidah dasar bioetik beneficience. Jika sang dokter mengikuti apa yang diinginkan pasien yaitu mempertahankan bayi tersebut dokter juga menerapkan kaidah dasar bioetik justice yaitu setiap mahkluk hidup memiliki hak yang sama.Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d:Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insane. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULAN :

Hipotesis di terima: Bayi tetap dipertahankan walaupun memiliki kelainan genetik dan mungkin terlahir dengan membawa kelainan kongenital (cacat).

DAFTAR PUSTAKA1. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011. h. 4, 377, 424-425, 469.2. Effendi SH, Indrasanto E. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.3. Hanafiah JM dan Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan: Kode Etik Kedokteran (KODEKI). Ed. 4. Jakarta: EGC.2008.pp.154. Romadhon YA. Pola Pikir Etik dalam praktik kedokteran. CDK-206. 40(7). 2013.pp. 545-5515. Dewi, Made Heny Urmila. Aborsi Pro dan Kontra di Kalangan Petugas Kesehatan. Jogjakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM. 1997.6. Utomo, Budi et al. Incidence and Social-Psychological Aspects of Abortion in Indonesia: A Community-Based Survey in 10 Major Cities and 6 Districts, Year 2000. Jakarta: Center for Health Research University of Indonesia, 2001.

11