Tugas Baca Mata

33
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula. Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia. Di negara maju angka-angka yang menunjukkkan kasus-kasus kelainan refraksi mudah didapatkan, akan tetapi di negara- negara berkembang penelitian tentang kelainan refraksi masih dalam tahap awal. Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 8 Propinsi yang dikutip dari penelitian oleh Hartanto (2010) (Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) berturut-turut pada tahun anggaran 1993/1994,1994/1995, 1995/1996, 1996/1997, ditemukan kelainan refraksi sebesar 22,1% dan menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia. Sedangkan angka kelainan refraksi pada golongan usia sekolah adalah kurang lebih 5%. Kelainan refraksi ini dapat terjadi pada seluruh 1

description

tugas baca

Transcript of Tugas Baca Mata

Page 1: Tugas Baca Mata

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina

(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata

sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan

sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan

lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat

pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula. Dikenal istilah emetropia

yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan

refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia.

Di negara maju angka-angka yang menunjukkkan kasus-kasus kelainan refraksi

mudah didapatkan, akan tetapi di negara-negara berkembang penelitian tentang kelainan

refraksi masih dalam tahap awal. Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan

Pendengaran di 8 Propinsi yang dikutip dari penelitian oleh Hartanto (2010) (Sumatera Barat,

Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan

dan Nusa Tenggara Barat) berturut-turut pada tahun anggaran 1993/1994,1994/1995,

1995/1996, 1996/1997, ditemukan kelainan refraksi sebesar 22,1% dan menempati urutan

pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia. Sedangkan angka kelainan refraksi

pada golongan usia sekolah adalah kurang lebih 5%. Kelainan refraksi ini dapat terjadi pada

seluruh golongan umur terutama pada golongan anak sekolah yang berumur dari 6 sampai 18

tahun. Uji coba di tiga kabupaten di Jawa Barat tahun 1994, ditemukan 3–5% anak sekolah

mempunyai tajam penglihatan yang tidak normal. Peningkatan angka kejadian kelainan

refraksi ini dipicu oleh deteksi dini kelainan refraksi seiring berkembangnya teknologi

kedokteran sehingga kasus yang dulu tidak terdeteksi dapat ditemukan, makin canggihnya

teknologi visual yang merangsang penggunaan indera penglihatan terus menerus dan gaya

hidup masyarakat yang menuntut penggunaan penglihatan secara terus menerus. Kurangnya

perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata, termasuk keengganan datang memeriksakan

diri ke rumah sakit adalah karena ketidaktahuan mereka soal betapa pentingnya mata,

sehingga mungkin saja angka kejadian yang ada di rumah sakit tidak mewakili jumlah angka

kelainan refraksi yang ada di masyarakat. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh,

ketidakmampuan untuk membayar biaya pemeriksaan atau operasi, serta ketakutan jika harus

menjalani operasi. Faktor-faktor risiko kelainan refraksi ada dalam lingkungan kita. Jika tidak

1

Page 2: Tugas Baca Mata

waspada, seseorang bisa terdiagnosis kelainan refraksi yang cukup berat tanpa dia sadari

perjalanan penyakitnya.

Dokter umum merupakan dokter layanan primer yang berperan penting pada awal

pemeriksaan pasien. Dokter layanan primer tidak hanya harus bisa melakukan penanganan

awal pasien yang mempunyai gejala namun harus dapat melakukan skrining awal. Oleh

karena itu pada makalah ini kami membahas lebih dalam tentang kelainan refraksi.

2

Page 3: Tugas Baca Mata

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 2.1 : anatomi mata yang menjelaskan letak-letak bagian dari mata (Vaughan,2010)

Mata merupakan organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk

melihat dan saraf untuk transduksi (mengubah bentuk energy ke bentuk lain) sinar.

(Syaifuddin, 2001)

2.1.1 Kornea

Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan

difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang transparan

merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80% atau dengan

kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. (Guyton,2008)

Kornea mempunyai indeks bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan

yang berkuatan sebagai lensa hingga 40,0 dioptri. Pemeriksaan kelengkungan kornea

ditentukan dengan keratometer. (Gutmark,2010)

Pemeriksaan keratometri diperlukan untuk melihat kecembungan yang teratur,

melihat apakah ada kecembungan berbeda pada meridian berbeda sehingga diketahui mata

tersebut mempunyai kelainan refraksi astigmatisma (silinder). Menyesuaikan kelengkungan

lensa kontak yang dapat miring (cembung kuat), datar (permukaan yang rata) dan normal dan

3

Page 4: Tugas Baca Mata

melihat kemungkinan terdapat permukaan kornea yang tidak teratur atau astigmatisma

irreguler juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan keratometri (Gutmark,2010)

2.1.2 Iris

Iris atau selaput pelangi yang berwarna coklat akan menghalangi sinar masuk ke

dalam mata. Iris akan mengatur jumlah sinar masuk ke dalam pupil dengan melalui besarnya

pupil. Iris merupakan bagian yang berwarna pada mata seperti mata biru atau mata hitam

(Lewis,2010)

2.1.3 Pupil

Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar masuk ke

dalam mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil diserap sempurna oleh jaringan dalam

mata. Tidak ada sinar yang keluar melalui pupil sehingga pupil akan berwarna hitam.

(Ilyas,2006)

Seperti diafragma pada kamera, ukuran pupil dapat mengatur refleks mata mengecil

atau membesar untuk jumlah masuknya sinar atau bayangan. Pengaturan jumlah sinar masuk

ke dalam pupil diatur dalam refleks. (Guyton,2010) Pada penerangan yang cerah pupil akan

mengecil untuk mengurangi rasa silau.

Pada tepi pupil terdapat otot sfingter pupil yang berkontraksi akan mengakibatkan

mengecilnya pupil yang dinamakan dengan miosis atau kontriksi. Miosis terjadi bila kita

melihat dekat atau merasa silau pada saat berakomodasi.(Guyton,2010)

Secara radier atau jari-jari roda terdapat otot dilatator pupil yang bila berkontaksi akan

mengakibatkan membesarkan pupil yang disebut dengan midriasis. Midriasis akan terjadi bila

kita berada ditempat gelap atau pada waktu melihat jauh.(Guyton,2010)

Fungsi pupil adalah pada sistem optik untuk mencegah abrasi kromatis dan abrasi

sferis lainnya. Bila mengecil akan terjadi dephth of focus yang bertambah. (Ilyas,2003)

Refleks pupil tergantung pada terangsangnya makula yang sangat sensitif, luasnya

daerah retina yang terangsang, telah beradaptasinya mata, adaptasi terang ataupun adaptasi

gelap. Refleks dekat, terjadi miosis pada waktu dekat. Miosis saat melihat dekat berkaitan

dengan konvergensi bersamaan dengan akomodasi.(AAO,2000)

Refleks pupil dasar merupakan refleks yang terjadi pada pupil, seperti refleks dekat,

miosis pada waktu akomodasi, dan konvergensi. Refleks sinar, dengan sinar kedua pupil

mengecil. Refleks midriasis biasanya lebih besar dari 5 mm.(AAO,2000)

Secara fisiologik pupil besarnya pupil didapatkan perempuan yang lebih besar

daripada laki-laki. Penderita miopia lebih besar daripada penderita hipermetropia. Didapatkan

hasil lebih besar pada orang yang bermata biru daripada mata coklat. Begitu pula orang yang

4

Page 5: Tugas Baca Mata

sudah dewasa bila dibandingkan dengan anak dan orang tua. Dalam keadaan inspirasi

dibanding ekspirasi.(Ilyas,2006)

2.1.4 Badan Siliar

Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan untuk

akomodasi dan menghasilkan cairan mata. (Cassin,2001)

Badan siliar merupakan bagian terbesar pada uvea anterior. Badan siliar terbagi atas

pars plika dengan 70-80 jonjot dimana dihasilkan cairan bilik mata dan pars plana merupakan

bagian yang memipih kebelakang menuju ora serata retina. (Cassin,2001)

Mesoderm badan siliar membentuk otot, pembuluh darah dan stroma badan siliar. Di

dalam badan siliar didapatkan otot akomodasi dan mengatur besar ruang intertrabekula

melalui insersi otot pada scleral spur. (Cassin,2001)

2.1.5 Lensa

Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri.

Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau akomodasi. Lensa ini

menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan terlihat sebagai presbiopia.

(Forrester,2006)

Lensa mata mempunyai sifat terbuat dari bahan fibrous jelly . Indeks bias lensa mata

1,44. Lensa dapat berubah bentuk, mengatur fokusnya sinar, bila badan siliar melakukan

kontraksi atau relaksasi maka lensa akan cembung ataupun pipih seperti yang terjadi pada

akomodasi. ( Forrester,2006)

2.1.6 Retina

Retina merupakan pembungkus bola mata sebelah dalam dan terletak di belakang

pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai

rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal.(Paul et al,2008)

Susunan retina:

Retina mengandung sel kerucut dan sel batang

Alat pengenal ada atau tidaknya sinar

Mengandung 120 juta sel batang, sel pengenal adanya sinar

Mengandung 6 juta sel kerucut yang mengenal frekuensi sinar.

Sel kerucut dan batang meneruskan sinar ke saraf optik atau penglihatan yang

selanjutnya masuk ke dalam otak.

2.2 Miopia

5

Page 6: Tugas Baca Mata

2.2.1 Definisi

Miopia adalah suatu kelainan refraksi yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam

mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan di suatu titik fokus di depan retina. Miopia

disebut juga dengan rabun jauh, nearsightedness atau shortsightedness. (Suryani, et al, 2013)

Gambar 2.2 Kelainan refraksi pada myopia (Schlote, 2006)

2.2.2 Patofisiologi

Prevalensi miopia dipengaruhi beberapa factor yaitu usia, etnis, sosio ekonomi,

keluarga, lama pendidikan, serta lama bekerja dalam jarak dekat (near work). Terdapat

beberapa hal yang mendasari terjadinya miopia yaitu :

1. Sumbu aksial atau diameter anteroposterior bola mata yang lebih panjang dari

normal, disebut miopia aksial. Karena panjang bola mata lebih panjang dari mata

normal maka sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di depan retina

2. Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar dari normal, disebut miopia

kurvatur. Pada keadaan ini ukuran bola mata normal

3. Perubahan posisi lensa. Jika lensa berubah posisi lebih ke depan maka sinar yang

masuk akan jatuh di satu titik di depan retina. Hal ini sering kali terjadi pada

keadaan pasca operasi khususnya glaukoma.

4. Perubahan indeks bias refraksi. Biasanya didapatkan pada penderita diabetes atau

katarak.(Suryani, et al, 2013)

2.2.3 Klasifikasi dan Progresivitas Miopia

Berdasarkan derajatnya miopia terbagi menjadi :

Miopia ringan : S-0,25 sampai S-3,00 dioptri

Miopia sedang : S-3,25 sampai S-6,00 dioptri

Miopia tinggi : S-6,25 atau lebih

Berdasarkan usia timbulnya miopia terbagi menjadi :

Miopia kongenital :timbul sejak lahir dan menetap hingga masa anak-anak.

Derajat miopianya tinggi.

6

Page 7: Tugas Baca Mata

Youth onset : terjadi pada usia 5 tahun hingga remaja, biasanya akan terjadi

progresivitas dari miopia

Early adult onset : mulai dijumpai pada usia dewasa hingga 40 tahun

Late adult onset : dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun

Sekali miopia terjadi pada masa anak-anak akan terjadi progresivitas yang akan

melambat atau berhenti pada usia perengahan atau akhir remaja. Progresivitas ini umumnya

0,35-0,55 dioptri per tahun. .(Suryani, et al, 2013)

2.2.4 Gejala Klinis

1. Keluhan utama penderita myopia adalah penglihatan jauh yang kabur.

2. Nyeri kepala (jarang)

3. Kecenderungan untuk memicingkan mata saat melihat jauh. Hal ini ditujukan untuk

mendapat efek pinhole dengan makin kecilnya fissura interpalpebralis

(Suryani, et al, 2013)

2.2.5 Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Subyektif

Dengan cara trial and error dengan menggunakan kartu Snellen. Pada prosedur ini pasien

duduk pada jarak 5m, 6m, atau 20 kaki dari kartu snellen dengan pencahayaan yang

cukup. Pemeriksaan dilakukan dengan bergantian menutup salah satu mata. Umumnya

mata kanan diperiksa terlebih dahulu dan mata kiri ditutup. Pasien diminta membaca

huruf pada kartu snellen. Jika pasien tidak dapat membaca hingga 6/6 maka dicoba

dilakukan koreksi secara trial and error dengan lensa sferis negative atau minus hingga

mencapai tajam penglihatan terbaik. Sebagai pedoman untuk mengetahui bahwa koreksi

telah melampaui koreksi seharusnya pasien umumnya akan mengatakan bahwa lensa

sebelumnya lebih jelas atau perubahan lensa tidak membuat tulisan lebih jelas.

2. Pemeriksaan Obyektif

Dapat dilakukan dengan alat retinoskopi atau autorefraktometer (Suryani, et al, 2013)

2.2.6 Penatalaksanaan

Koreksi myopia

Dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa kontak atau dengan bedah refraktif.

Prinsip pemberian kacamata pada miopia adalah diberikan lensa sferis negatif terkecil

yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :

7

Page 8: Tugas Baca Mata

1. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu

dikoreksi. Umumnya akan hilang dengan sendirinya pada usia 2 tahun.

2. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia prasekolah sebaiknya dikoreksi karena anak

pada usia ini mulai berinteraksi dengan benda atau orang dengan jarak lebih jauh

daripada bayi. Jika diputuskan tidak dikoreksi, maka harus diobservasi selama 6

bulan.

3. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu dikoreksi.

Namun jelaskan kepada guru pasien tersebut bahwa pasien menderita miopia dan

lakukan evaluasi dalam waktu 6 bulan

4. Untuk dewasa, koreksi diberikan sesuai kebutuhan pasien. (Suryani et al, 2013)

Visual hygiene

Dapat dilakukan dengan beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat tiap

30 menit. Usahakan dapat berdiri, berkeliling ruangan dan melihat jauh. Selama

membaca, ambil posisi duduk tegak namun nyaman dan duduklah pada kursi dengan

sandaran tegak. (Suryani, et al, 2013)

2.2.7 Penyulit

Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasio retina

dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus

menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat

ambliopia. (Ilyas, 2013)

2.3 Hipermetropia

2.3.1 Definisi

Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke

mata dalam keadaan istirahat tanpa akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan dibelakang

retina. Disebut juga sebagai rabun dekat, hiperopia, farsightedness, longsightedness.

Gambar 2.3 Kelainan Refraksi pada Hipermetropia (Schlote, 2006)

8

Page 9: Tugas Baca Mata

2.3.2 Patofisiologi

Hipermetropia dapat disebabkan :

a. Hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu

anteroposterior pendek

b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa lemah sehingga

bayangan difokuskan dibelakang retina

c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang lemah pada system optik mata

(Ilyas, 2013)

2.3.3 Klasifikasi

Ada beberapa tingkatan pada hipermetropia berdasarkan besarnya dioptri, yaitu :

1. Hipermetropia ringan, yaitu antara S+0,25 sampai S+3,00 dioptri

2. Hipermetropia sedang, yaitu antara S+3,25 sampai S+6,00 dioptri

3. Hipermetropia tinggi, yaitu lebih dari sama dengan S+6,25

(Ilyas, 2013)

Selain itu dikenal pembagian hipermetropia berdasarkan kemampuan akomodasi, yaitu

kemampuan untuk merubah kurvatura lensa dengan merubah tonus dari muskulus siliaris.

Jika muskulus siliaris berkonstraksi maka zonula zinii akan teregang dan lensa menjadi lebih

cembung sehingga kekuatan refraksi bertambah, sebagai berikut :

1. Hipermetropia laten, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi sepenuhnya oleh

kemampuan akomodasi penderita

2. Hipermetropia manifest yang terbagi atas

a. Hipermetropia fakultatif yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi baik oleh

kemampuan akomodasi pasien maupun dengan pemberian koreksi lensa

cembung

b. Hipermetropia absolute yaitu hipermetropia yang tidak dapat dikoreksi dengan

kemampuan akomodasi penderita sehingga mutlak harus dikoreksi dengan

lensa cembung

3. Hipermetropia total yaitu keseluruhan hipermetropia laten dan manifest, dapat dilihat

dengan pemberian obat sikloplegik (Suryani et al, 2013)

9

Page 10: Tugas Baca Mata

2.3.4 Gejala Klinis

1. Penglihatan dekat biasanya terganggu terlebih dahulu. Penglihatan jauh terganggu apabila

derajat hipermetropia cukup besar (3 dioptri atau lebih) atau pada penderita usia tua

2. Sakit kepala di daerah frontal, penglihatan yang tidak nyaman, mata lelah

3. Sensitivitas yang meningkat terhadap cahaya

4. Sensasi rasa juling (Suryani et al, 2013)

2.3.5 Pemeriksaan

Pemeriksaan hipermetropia sama dengan pemeriksaan pada myopia yaitu dengan cara

subyektif dan obyektif. (Suryani, et al, 2013)

2.3.6 Penatalaksanaan

Hipermetropia dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak, bedah refraktif. Sebagai

pedoman pemberian kacamata diberikan lensa sferis positif atau lensa plus terkuat yang

menghasilkan tajam penglihatan terbaik. (Suryani et al, 2013)

2.3.7 Penyulit

Esotropia akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder akibat

hipertrofi otot silier pada badan silier yang akan mempersempit sudut bilik mata (Ilyas, 2013)

2.4 Astigmatisme

2.4.1 Definisi

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke

dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu titik fokus. Pada

keadan ini pembiasan dari berbagai meridian tidak sama (Suryani et al, 2013).

10

Page 11: Tugas Baca Mata

Gambar 2.4. Perbedaan mata normal dan astigmatisme

2.4.2 Epidemiologi

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 jutasampai 2,3 milyar. Di

Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempatiurutan pertama pada penyakit mata.Kasus

kelainan refraksi dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan.Ditemukan jumlah

penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta

jiwa (Ilyas et al, 2013).

Menurut MathsAbrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian

astigmat bervariasi antara 30%-70%.

2.4.3 Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisme adalah sebagai berikut (Ilyas et al, 2013) :

i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta

yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai

80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.

Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea

dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.

Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,

kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan

kornea.

ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah

umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang

11

Page 12: Tugas Baca Mata

dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat

menyebabkan astigmatismus.

2.4.4 Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut (Ilyas et al,

2013):

1) Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang

saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya

bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat

koreksi lensacylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatannormal.

Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainanpenglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentukastigmatisme regular ini dibagi

menjadi 2 golongan, yaitu:

i. Astigmatisme With the Rule

Bila pada bidang vertikal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang

horizontal, sering ditemukan pada anak-anak dan orang muda.

ii. Astigmatisme Against the Rule

Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada

bidang vertikal. Serinng ditemukan pada orang tua.

2) Astigmatisme Irreguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertical dan

horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut (Vauoghan, 2000):

1. Astigmatisme Miopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat

pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B

adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki

angka yang sama.

12

Page 13: Tugas Baca Mata

Gambar 2.5 Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di

belakang retina.

Gambar 2.6. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di

antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -

X Cyl -Y.

Gambar 2.7. Astigmatisme Miopia Kompositus

13

Page 14: Tugas Baca Mata

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di

antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph

+X Cyl +Y.

Gambar 2.8. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

5. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di

belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -

Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai

X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 2.9. Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri (Vaoughan, 2000):

1. Astigmatismus Rendah

14

Page 15: Tugas Baca Mata

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatismus rendah

tidak perlu menggunakan koreksi kacamata.Akantetapi jika timbul keluhan pada

penderita maka koreksi kacamata sangatperlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75Dioptri. Pada

astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamatakoreksi.

3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus inisangat

mutlak diberikan kacamata koreksi.

2.4.5 Tanda Dan Gejala

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismustinggi menyebabkan gejala-

gejala sebagai berikut (Ilyas et al, 2013):

- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini

sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.

- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk

mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga

menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,

seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,

meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala

sebagai berikut :

- Sakit kepala pada bagian frontal.

- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan

mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

2.4.6 Diagnosis

Selain dari anamnesis, diagnosis astigmatisme dapat dilakukan dengan melakukn beberapa

pemeriksaan diantaranya (Ilyas et al, 2013):

1) Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan

diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan

15

Page 16: Tugas Baca Mata

retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti

padapasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman

penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun

retina yang menggangu penglihatan.

2) Uji refraksi

i. Subjektif

Optotipe dari Snellen & Trial lens

Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6

meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata

penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu

Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6

dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan

membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita

hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur

penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam

penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.Bila setelah

pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin

pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat.Pada keadaan ini lakukan uji

pengaburan (fogging technique).

ii. Objektif

- Autorefraktometer

Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan

komputer.Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan

respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan

refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu

beberapa detik.

- Keratometri

Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan

kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun

mempunyai keterbatasan.

3) Uji pengaburan (Vaoughan, 200)

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan

dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen,

misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi

16

Page 17: Tugas Baca Mata

juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.Bila garis juring

pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau

lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder

negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau

kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan

lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu

Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.

Gambar 2.10. Kipas Astigmat.

4) Keratoskop

Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa

memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”

tersebut berbentuk oval.Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk

sempurna.

5) Javal ophtalmometer

Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan

menentukan kekuatan refraktif dari kornea.

2.4.7 Diagnosis Banding

1. Miopia

2. Hipermetropia

17

Page 18: Tugas Baca Mata

3. Katarak

4. Age Related Macular Degeneration (ARMD) (Ilyas et al, 2013)

2.4.8 Terapi

1) Koreksi lensa

Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan

koreksi lensa cylinder penderita astigmatismusakan dapat membiaskan sinar sejajar tepat

diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.

2) Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu

minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.

Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus

irregulardimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran

permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan

memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air

mata.

3) Bedah refraksi

Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari (Deborah, 2008):

Radial keratotomy (RK)

Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.Bagian yang

lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata.Jumlah hasil perubahan

tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.

Gambar 2.11. Radial Keratotomy

Photorefractive keratectomy (PRK)

18

Page 19: Tugas Baca Mata

Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat

kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah

photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien

tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada

waktu sebelum operasi.

Gambar 2.12. Photorefractive Keratectomy

LASIK

Laser in situ Keratomileusis (LASIK) merupakan tindakan bedah yang paling sering

digunakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi, seperti miopia, hiperopia, dan

astigmatisma. Pada LASIK, dibuat sebuah flap pada bagian tengah kornea dengan

menggunakan alat mikrokeratome atau laser. Kemudian flap tersebut diangkat,

sejumlah kecil jaringan kornea diangkat untuk membentuk kornea,

dan flap diposisikan kembali. Kornea akan pulih dalam waktu beberapa hari. LASIK

hanya menimbulkan sedikit rasa tidak nyaman pada saat dan setelah

pembedahan.Perbaikan penglihatan cepat terjadi dan seseorang dapat kembali bekerja

dalam waktu 1-3 hari setelah pembedahan.Namun, tidak semua orang dapat dilakukan

LASIK, orang-orang yang memiliki kornea yang tipis atau permukaan kornea yang

longgar bukan kandidat yang baik untuk LASIK.

Flap Kornea Dicipta dan Diangkat

19

Page 20: Tugas Baca Mata

Membentuk semula Kornea dengan Laser

Flap Kornea disusun semula

Gambar 2.13. LASIK

LASEK

LASEK (Laser Epithelial Keratomileusis) adalah sebuah bedah refraktif di mana

epitel dipotong dengan pisau halus, yang disebut trefin, dan melibatkan penggeseran

lapisan epitel kornea dan kemudian menggantinya untuk bertindak sebagai perban

alami.

2.4.9 KOMPLIKASI

Astigmatisme yang tidak dirawat pada orang dewasa dapat menyebabkan

ketidaknyamanan pada mata, mata menjadi penat dan terkadang sakit kepala. Rabun pada

anak-anak memerlukan perhatian khusus dan penjagaan mata benar. Hal ini disebabkan

karena apabila mata tidak dirawat dengan benar dapat menyebabkan terjadinya ambliopia

(mata malas)(Deborah, 2008).

2.4.10 PROGNOSIS

Sekitar 30 % dari semua orang memiliki Silindris . Dalam sebagian besar kasus, kondisi

tidak berubah banyak setelah usia 25 tahun. Astigmatisme progresif dapat terjadi pada trauma

kornea , infeksi berulang dari kornea, dan penyakit degeneratif seperti keratoconus(Deborah,

2008)

2.5 Presbiopi

2.5.1 Definisi

Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya

sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.Presbiopi adalah suatu

bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnyakemampuan akomodasi mata sesuai

dengan makin meningkatnya umur.

20

Page 21: Tugas Baca Mata

Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata.Presbiopi ini bukan merupakan

penyakit dan tidak dapatdicegah.Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya

akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baikakibatnya lensa mata tidak dapat

menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisamelihat yang

dekat.Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya

kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.Daya akomodasi

adalah kemampuan lensa mata untukmencembung dan memipih. Biasanya terjadi diatas usia

40 tahun, dan setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca

untuk mengkoreksi presbiopinya (James et al 2006).

2.5.2 Epidemiologi

Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi.

Karena presbiopiberhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung dengan

orang-orang lanjut usia dalam populasinya.

Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena onsetnya yang

lambat, tetapi bisa dilihat bahwainsiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44

tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika

mempunyai kelainan presbiopi.

Faktor resiko utama bagi presbiopi adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma,

penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa menyebabkan

presbiopi dini.

2.5.3 Etiologi

a. Terjadi gangguan akomodasi lensa akibat usia lanjut

b. Kelemahan otot-otot akomodasi

c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat kekakuan

(sklerosis) lensa

2.5.4 Patofisiologi

 Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata

karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga

lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnyaumur maka lensa menjadi lebih keras

(sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian

kemampuan melihat dekat makin berkurang.

21

Page 22: Tugas Baca Mata

2.5.5 Klasifikasi

a. Presbiopi Insipien

Tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati pasien memerlukan

kacamata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien

biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca

b. Presbiopi Fungsional

Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika

diperiksa

c. Presbiopi Absolut

Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses akomodasi sudah

tidak terjadi sama sekali

d. Presbiopi Prematur 

Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhungan dengan

lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan

e. Presbiopi Nokturnal

Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan

diameter pupil

2.5.6 Gejala Klinis

Kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil

Pasien cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan objek bacanya

Terjadi pada usia 45 tahun untuk ras kaukasia dan 35 tahun untuk ras lainnya.

2.5.7 CaraPemeriksaan

Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metode trial and eror

hingga visus mencapai 6/6

Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudian secara binokuler ditambahkan lensa

sferis positif dan diperiksa dengan menggunakan kartu jaeger pada jarak 0,33 meter (PDT

, 2002).

2.5.8 Penatalaksanaan

Diberikan lensa sferis positif sesuai dengan pedoman penambahan umur, yaitu umur 40

tahun diberikan sferis +1,00, setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan sferis +0,50

2.5.9 Prognosis

22

Page 23: Tugas Baca Mata

Hampir semua pasien presbiopi berhasil dalam melakukan terapi. Dalam beberapa

kasus (misalnya pasien yang baru memakai kacamata, pasien yang memilki riwayat kesulitan

beradaptasi dengan koreksi visual )tambahan kunjungan diperlukan. Selama kunjungan

tersebut dokter mata dapat memverifikasi lensa dan penyesuaian bingkai.

DAFTAR PUSTAKA

American Optometric Association, 2008, Classification of hypermetropi , available at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21414/4/Chapter%20II.pdf,

Deborah, Pavan, Langston. 2008. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6 th Edition:

Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100.

Gutmark R and Guyton DL, 2010, Origins of the Keratometer and its Evolving Role in

Ophthalmology, Survey of Ophthalmology 2010; 55(5): 481-497

Hartanto, Willy, Inawakati, 2010, Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Penuh di RSUP. DR

KARIADI Semarang Perode 1 Januari 2002- 31 Desember 2003, Media Medika

Muda No4

Ilyas, S, 2006, Kelainan Refraksi dan Kacamata, 2nd ed, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia:Jakarta

Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M. 2013. Ilmu Penyakit Mata

Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-4. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta.

James,Bruce et al, 2006. Lecture Notes Oftalmology Ed 9, Surabaya :Airlangga University

Press, 1:9-34

Lewis, R.A, 2010, Clinical Eye Atlas, oxford university

Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM, 2006,Pocket atlas of ophthalmology. New York:

Thieme.

Suryani P, Saleh T, Aritonang C, Deneska R. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.

Surabaya: Airlangga University Press, 1:1-12

Syaifuddin. 2001. FungsiSistemTubuhManusia. Jakarta: WidyaMedika.

Vaughan, D.G, et all., 2000. Optalmology Umum, Edisi Ke-14. Jakarta :Widya

Medika.

23

Page 24: Tugas Baca Mata

24