Tugas B3 2

20
PENGOLAHAN LIMBAH BENDA TAJAM TERKONTAMINASI DENGAN CONTROLLED AIR INCINERATOR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Limbah B3 Oleh: Ryma Sriayu Wulandari 25308302

Transcript of Tugas B3 2

Page 1: Tugas B3 2

PENGOLAHAN LIMBAH BENDA TAJAM TERKONTAMINASI

DENGAN CONTROLLED AIR INCINERATOR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Limbah B3

Oleh:

Ryma Sriayu Wulandari

25308302

PROGRAM MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2009

Page 2: Tugas B3 2

1. Pendahuluan

Terdapat suatu kasus, dimana seorang pengumpul sampah di Amerika Serikat tertusuk

jarum suntik yang berasal dari sampah rumah tangga di kakinya.(article: Community

Action For Safe Needle Disposal US EPA). Satu tahun kemudian orang tersebut mulai

mengalami sakit perut dan menurut dokter yang memeriksanya, ia telah terkena

Hepatitis C, yang mungkin berasal dari jarum suntik bekas yang menusuk kakinya.

Dokter tersebut tidak bisa berbuat apa – apa lagi untuk menolongnya dan orang itu

kemungkinan akan meninggal akibat penyakit Hepatitis C tersebut.

Bukan hanya petugas pengumpul sampah yang beresiko terkena tusukan jarum suntik

bekas, tapi juga tetangga, anak – anak, pembantu rumah tangga dan binatang

peliharaan. Karena itu jarum bekas tidak boleh dibuang bersama sampah biasa.

2. Pengelolaan Sampah Medis yang Berupa Benda Tajam di Lingkungan

Perumahan di Amerika Serikat

Setiap tahun di Amerika Serikat 8 juta orang menggunakan lebih dari 3 miliar jarum,

syringe (alat suntik) dan lancet (yang tergolong limbah medis yang berupa benda tajam

terkontaminasi atau contaminated sharps) untuk mengatasi kondisi medis di rumah.

Gambar 1. jarum, syringe dan lancet

Contoh penggunaan benda tajam medis adalah untuk menangani kondisi medis di

rumah seperti berikut:

Infertilitas

Diabetes

HIV/AIDS

Page 3: Tugas B3 2

Sebagian pengguna benda tajam medis ini membuang limbahnya begitu saja bersama

dengan sampah rumah tangga biasa. Limbah benda – benda tajam medis ini kemudian

tercampur dengan sampah rumah tangga lainnya dan dapat melukai petugas

kebersihan, anak – anak dan juga binatang. Akibat dari tertusuk limbah medis yang

berupa benda tajam ini adalah sebagai berikut :

Dapat melukai orang lain

Menyebabkan penyebaran kuman penyakit

Menyebarluaskan penyakit seperti HIV/AIDS, hepatitis, tetanus dan sipilis

Oleh karena itu pemerintah Amerika Serikat mengadakan beberapa program

pembuangan limbah benda tajam medis yang aman, yaitu dengan :

o Menyediakan lokasi pengumpulan limbah benda tajam medis, misalnya di

rumah sakit, klinik ataupun apotek

o Menyediakan lokasi pengumpulan limbah B3 perumahan, tempat ini biasanya

menerima juga limbah B3 perumahan lain seperti cat dan oli motor

o Pelayanan penjemputan limbah perumahan yang spesifik

o Program Mail – Back, setelah limbah benda tajam medis diletakkan pada

suatu kontainer khusus, lalu dikirimkan melalui layanan Pos Amerika Serikat

ke tempat pengumpulan yang memenuhi syarat

o Program penukaran syringe, pengguna benda tajam medis dapat menukar

jarum dan syringe bekas pakainya dengan yang baru melalui organisasi

masyarakat yang tersedia

o Alat penghancur jarum, berbagai produk yang dapat memotong atau

melelehkan jarum sehingga memenuhi syarat untuk dibuang ke tempat

sampah.

Gambar 2. Alat Penghancur Jarum

Page 4: Tugas B3 2

3. Identifikasi Limbah Penyebab Infeksi

Limbah medis yang merupakan benda tajam dapat digolongkan sebagai limbah

penyebab infeksi berdasar pengertian – pengertian berikut.

Limbah penyebab infeksi di Amerika Serikat tidak diatur dalam RCRA namun tidak

berarti limbah ini tidak termasuk dalam golongan hazardous waste. Pada situs US EPA

dapat kita temukan definisi limbah medis yang tercantum dalam Medical Waste tracking

Act of 1988, bunyinya : limbah medis adalah semua limbah padat yang dihasilkan dari

proses diagnosis, perawatan atau imunisasi manusia atau hewan, juga dari riset yang

menggunakan, manghasilkan atau menguji makhluk biologis. Menurut US EPA definisi

ini, antara lain mencakup limbah di bawah ini :

Limbah dari ruang isolasi

Kultur yang terinfeksi beserta peralatan pembiakannya

Darah manusia dan produk darah lainnya

Limbah patologis

Limbah jarum dan syringe serta benda tajam lain yang terkontaminasi

Bangkai binatang

Di Indonesia, limbah penyebab infeksi diatur dalam PP No. 18 tahun 1999 tentang

pengelolaan limbah B3. Pada penjelasan PP No. 18 tahun 1999 pasal 8 ayat 1 bagian e

disebutkan bahwa limbah yang menyebabkan infeksi adalah bagian tubuh manusia yang

diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah laboratorium atau

limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini

berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang

ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan

limbah. Dengan pengertian di atas, maka yang dapat digolongkan dalam limbah medis

penyebab infeksi adalah :

o Limbah benda tajam yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, bahan

mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif, yang berpotensi menularkan

penyakit jika berasal dari pengobatan pasien berpenyakit menular

o Limbah infectious, misalnya limbah laboratorium yang berkaitan dengan

pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang isolasi; jaringan tubuh

yang berupa organ, darah dan cairan tubuh saat pembedahan atau

autopsi; darah dan cairan tubuh manusia

Page 5: Tugas B3 2

o Limbah sitotoksik, yaitu bahan yang kemungkinan terkontaminasi obat

sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi lainnya

4. Pengolahan Limbah Benda Tajam yang Terkontaminasi

Pada bagian 1 telah dijabarkan contoh kasus terjadinya infeksi akibat jarum suntik. Pada

bagian 2 dibahas pengelolaan limbah benda tajam yang terkontaminasi yang dipakai di

perumahan. Pada bagian ini akan dibahas cara pengolahan limbah benda tajam yang

terkontaminasi.

Sebelum diolah, limbah benda tajam yang terkontaminasi harus dimasukkan dalam

kontainer khusus untuk mencegah ada korban yang tertusuk, sedangkan limbah

penyebab infeksi lain disimpan dalam plastik. Teknologi yang digunakan untuk

mengolah limbah benda tajam yang terkontaminasi sama dengan teknologi pengolahan

limbah penyebab infeksi lainnya. Limbah penyebab infeksi tergolong B3, karena itu tidak

dapat dibuang begitu saja bersama sampah non B3, juga tidak dapat dibuang ke landfill

B3 begitu saja. Secara umum, ada dua cara pengolahan limbah benda tajam penyebab

infeksi, yaitu secara termal dan non termal. Cara yang umum digunakan adalah cara

termal, karena itu pada bagian ini akan dibahas secara lebih rinci mengenai pengolahan

limbah penyebab infeksi secara termal.

4.1 Pengolahan Secara Termal

Pengolahan secara termal dilakukan dengan menggunakan insinerator limbah

penyebab infeksi. Pengolahan dengan cara ini sangat populer karena berbagai

keuntungan seperti di bawah ini :

Dapat digunakan untuk semua jenis limbah penyebab infeksi dengan atau

tanpa pretreatment

Dapat mereduksi volume limbah hingga 90% dan mereduksi massa

Memastikan destruksi komponen berbahaya dan bentuk untuk limbah padat

Sterilisasi

Insinerator yang digunakan untuk pengolahan limbah penyebab infeksi biasanya

adalah controlled air incinerator. Ada 3 tipe controlled air incinerator, yaitu :

o Batch incinerator

o Intermittent duty incinerator,

o Continuous duty incinerator.

Page 6: Tugas B3 2

4.1.1 Cara Kerja Batch Insinerator

Gambar 3. Insinerator Batch

Batch insinerator adalah insinerator yang dapat dimuat kembali dengan

limbah baru setelah limbah yang ada habis terbakar (burndown),

pendinginan (cooling down) dan membersihkan abu dari insinerator (ash

removal). Umumnya adalah unit kecil dengan kapasitas lebih kecil dari

100 kg dan waktu operasi antara 12 – 24 jam. Sebelum menyalakan

insinerator, perlu diingat untuk terlebih dahulu membersihkan abu sisa

proses sebelumnya. Tahapan dalam memulai pembakaran insinerator

batch adalah sebagai berikut :

Masukkan limbah penyebab infeksi (termasuk limbah benda tajam

terkontaminasi) ke dalam insinerator lewat pintu untuk memuat

limbah, dengan memperhatikan beberapa faktor seperti, kapasitas

panas limbah dan kelembaban limbah. Sebaiknya limbah dimuat

hingga bilik utama penuh tapi tidak boleh dimuat dengan jumlah

Page 7: Tugas B3 2

berlebih. Berat limbah harus ditimbang dengan tepat dan jenis limbah

harus didata dengan baik.

Panaskan bilik pembakaran kedua (secondary chamber) dengan

menyalakan alat pembakar kedua yang menggunakan bahan bakar

seperti minyak atau gas hingga mencapai suhu minimum 9800C.

Nyalakan blower udara pada bilik pembakaran kedua agar udara

bercampur dengan udara dari bilik pembakaran utama (primary

chamber)

Nyalakan blower pada bilik utama, lalu nyalakan alat pembakar utama

untuk membakar limbah penyebab infeksi hingga mencapai suhu

operasi minimum (± 6000C) dan limbah terbakar dengan sendirinya,

lalu matikan alat pembakar utama.

Proses pada tiap bilik pembakaran dikontrol secara terpisah untuk

memastikan pengolahan limbah yang efisien di bilik pembakaran

utama dan memastikan terjadinya pembakaran sempurna dari gas

yang ada di bilik pembakaran kedua. Udara yang dibutuhkan untuk

pembakaran dialirkan secara terpisah ke bilik utama dan bilik kedua

dengan blower yang berbeda. Jumlah udara yang dialirkan diatur

secara otomatis untuk menghasilkan kondisi pembakaran yang

diinginkan

4.1.2 Proses Insinerasi Limbah pada Batch Incinerator

Bilik pembakaran utama beroperasi dengan kecepatan gas rendah

pada temperatur yang terkontrol dengan baik. Jumlah panas yang

dilepaskan oleh limbah yang terbakar dikontrol dengan membatasi

udara yang ditambahkan ke bilik utama dengan jumlah yang kurang

dari jumlah yang dibutuhkan untuk menghasilkan pembakaran limbah

secara sempurna (karena itu sistem ini disebut juga starved air

incinerator). Jadi, di sini terjadi proses pembakaran tidak sempurna

Panas + C +H2O+CO→CO+H2

Pada tahap burndown, semua limbah akan terbakar. Kemudian

semua materi yang dapat terbakar habis terbakar dan materi yang

dapat menguap (volatile) sudah menguap dan berubah menjadi gas.

Gas ini kemudian masuk ke bilik pembakaran kedua untuk proses

Page 8: Tugas B3 2

pembakaran berikutnya.Yang tersisa di bilik utama adalah materi

yang tidak bisa terbakar seperti logam dan kaca (karena titik didihnya

yang sagat tinggi), serta residu karbon dari limbah yang terbakar.

Jumlah udara untuk pembakaran pada bilik utama ditingkatkan untuk

membantu proses pembakaran residu carbon. Residu karbon

kemudian dioksidasi oleh udara yang masuk sampai proses

pembakaran karbon selesai, sementara materi yang tidak terbakar

mengalami oksidasi dan disterilisasi pada suhu tinggi. Hasilnya

adalah abu yang teroksidasi dan materi tidak terbakar yang sudah

steril.

Bilik pembakaran kedua menyelesaikan dengan sempurna proses

oksidasi gas yang menguap dari materi yang dapat terbakar di bilik

utama.

O2+H/C+CO→CO2+H2O+panas

Lama waktu tinggal gas pada bilik ini tergantung pada ukuran bilik.

Sistem kontrol udara dan bahan bakar secara otomatis

mempertahankan input udara dan input bahan bakar. Hal ini

diperlukan untuk mencapai pembakaran secara sempurna.

Setelah limbah habis terbakar, temperatur pada bilik utama akan

turun di bawah 6000C. Setelah proses pembakaran selesai, alat

pembakar di bilik kedua dimatikan dan insinerator melalui tahap

cooling down

Sebelum membersihkan abu sisa pembakaran, biarkan insinerator

melalui tahap cooling down selama minimal 3 jam.

Prosedur operasi insinerator limbah penyebab infeksi ini cukup rumit.

Mulai dari penimbangan dan pendataan limbah sampai pembakarannya.

Prosedur membersihkan abu sisa pembakaran juga tidak mudah.

Setelah abu dingin baru dapat dibersihkan, namun tidak boleh dilakukan

dengan tangan kosong (harus selalu memakai sarung tangan), karena

terdapat juga limbah benda tajam yang tidak terbakar, walaupun sudah

steril tapi cukup berbahaya. Abu dari insinerator ini bisa dibuang ke

landfill limbah B3.

Page 9: Tugas B3 2

4.1.3 Intermittent Duty Incinerator

Intermitten Duty Incinerator adalah limbah dapat dimuat beberapa kali

selama periode operasi 12 – 14 jam sebelum melalui tahap burndown

dan cooling down. Prosedur dalam menyalakan Intermitten Duty

Incinerator hampir sama dengan Batch Incinerator. Perbedaannya adalah

limbah baru dimasukkan ke dalam insinerator setelah proses pemanasan

bilik utama dan bilik kedua selesai.

4.1.4 Continuous Insinerator

Pada insinerator ini, limbah dimuat secara berkala dan abu juga

dibersihkan secara berkala dengan mekanisme otomatis tanpa melalui

tahap burndown dan cooling down.

Gambar 5. Continuous Incinerator

4.1.5 Permasalahan dalam Menggunakan Insinerator

Permasalahan dalam menggunakan insinerator umumnya adalah

pencemaran udara. Usaha manusia untuk mempertahankan kelestarian

lingkungan menyebabkan semakin ketatnya batasan jumlah emisi udara

yang diijinkan. Di Amerika Serikat misalnya, pada tahun 2007 telah

Page 10: Tugas B3 2

diajukan limit emisi baru untuk insinerator limbah rumah sakit. Seperti

berikut ini :

Tabel 1. Limit Emisi Tahun 1997 dan Proposal Limit Emisi Tahun 2007

Penyebab emisi yang berlebih dari insinerator limbah penyebab infeksi:

Suhu pembakaran pada bilik kedua terlalu rendah

Udara luar masuk ke dalam secara berlebihan

Udara pembakaran di bilik utama berlebih

Karakteristik limbah yang tidak sesuai

Yang paling dikhawatirkan dari suatu insinerator adalah emisi partikulat,

karena itu diperlukan sistem pengontrol polusi udara untuk insinerator

limbah penyebab infeksi. Ada 2 alat yang cocok digunakan yaitu dry

scrubber dan wet scrubber dengan perbandingan seperti berikut :

Page 11: Tugas B3 2

Alat Pengontrol

Cara Kerja Keuntungan Kerugian

Page 12: Tugas B3 2

  Gas dialirkan pada Dapat mengurangi butuh operator   materi yang dapat partikulat dengan yang ahli

  mengadsorbsi gasbaik hingga 0.01 gr/ft  

Dry Scrubberasam dan produk hasil    

 reaksinya dikumpulkan Dapat mengurangi

Belum digunakan

 pada alat pengumpul gas asam dengan secara luas pada

  materi partikulat baik hingga 90% insinerator       rumah sakit    Tidak memakan      tempat             padatan yang      dikurangi kering             Dapat mengurangi butuh operator

   partikulat dengan baik yang ahli

           hanya butuh tempat padatan yang

  partikulat dan gas yang sangat kecildihilangkan basah

Wet Scrubber melakukan kontak    

  larutan scrubbing Dapat mengurangibutuh bagian untuk

    gas asam dengan pendinginan    sangat baik             modal tidak mahal         

   biaya operasi sedang  

Tabel 2. Perbandingan Dry scrubber dan Wet scrubber

Keuntungan memakai sistem pengontrol polusi udara adalah sebagai

berikut :

o Mengurangi emisi partikulat antara (0.01 – 0.03 gr/ft3)

o Mengurangi emisi asam (HCl)

o Mengurangi udara beracun

o Mengurangi pathogen

4.1.6 Heat Recovery

Page 13: Tugas B3 2

Gas yang keluar dari hasil pembakaran di bilik pembakaran kedua

mencapai suhu 9800C - 10000C sehingga heat recovery bisa diperoleh.

Gas yang keluar dari cerobong asap pada bilik pembakaran kedua dapat

ditarik kedalam peralatan heat recovery (misalnya waste heat boiler) yang

kemudian dapat menghasilkan uap. Uap ini dapat menggerakkan turbin

untuk menghasilkan listrik. Akan tetapi penambahan alat untuk heat

recovery ini baru efektif untuk rumah sakit yang berukuran besar.

Gambar 5. Controlled Air Incinerator dengan Waste Heat Boiler dan Alat

Pengontrol Polusi Udara

4.2 Pengolahan Secara Non Termal

Terdapat beberapa alternatif untuk mengolah limbah benda tajam medis,

sebagian besar limbah penyebab infeksi dapat diolah dengan alat – alat ini,

kecuali limbah pathologis karena permasalahan estetika. Limbah pathologis,

seperti organ tubuh akan tetap pada bentuk asalnya. Pengolahan secara termal

ini tidak menimbulkan pencemaran udara, karena itu layak untuk

dipertimbangkan sebagai teknologi pengolahan limbah benda tajam

terkontaminasi. Berikut ini adalah perbandingan penggunaan alat – alat non

termal dan termal dalam pengolahan limbah penyebab infeksi:

Page 14: Tugas B3 2

Tabel 3. Perbandingan Berbagai Teknologi Pengolahan Limbah penyebab Infeksi

5. Kesimpulan

Alat suntik yang banyak digunakan di rumah untuk mengatasi berbagai masalah

medis tergolong ke dalam limbah penyebab infeksi karena dapat terkontaminasi

penyakit menular seperti HIV/AIDS dan Hepatitis

Teknologi yang biasa digunakan untuk pengolahan limbah adalah insinerator yaitu

controlled air incinerator , yang merupakan pengolahan secara termal

Walaupun banyak teknologi lain, namun insinerator adalah yang paling umum

dipakai karena berbagai kelebihannya, yaitu dapat digunakan untuk semua limbah

penyebab infeksi dan kemampuan destruksi limbahnya

Penggunaan insinerator limbah penyebab infeksi cukup rumit. Mulai dari

penimbangan dan pendataan limbah hingga prosedur operasinya harus tepat,

sehingga emisi udara yang dihasilkan bisa dibawah standar dan limbah dapat diolah

dengan sempurna. Karena itu dibutuhkan operator yang terlatih dengan baik

Insinerator menyebabkan masalah pencemaran udara, karena itu kita dapat

menerapkan teknologi pengontrol pencemaran udara seperti dry scrubber atau wet

scrubber.

Page 15: Tugas B3 2

Daftar Pustaka

1. Non-Incineration Medical Waste Treatment Technology in Europe,

http://www.noharm.org/details.cfm?type=document&id=919

didownload tanggal 2 April 2009, jam 16:53

2. Medical Waste, http://www.epa.gov/osw/nonhaz/industrial/medical/index.htm

didownload tanggal 5 April 2009, jam 17.05

3. Community Option for safe Needle Disposal,

http://www.epa.gov/osw/nonhaz/industrial/medical/med-govt.pdf didownload

tanggal 5 April 2009, jam 17.15

4. Protect Yourself, Protect Other : Safe Option for Needle Home Disposal

http://www.epa.gov/osw/nonhaz/industrial/medical/med-home.pdf

didownload tanggal 5 April 2009, jam 17.35

5. Finding the Rx for Managing Medical Waste

http://www.epa.gov/osw/nonhaz/industrial/medical/publications.htm

didownload tanggal 5 April 2009, jam 19.00

6. Managing Health Care Waste Disposal : Operator manual

www.afro.who.int/iss/operators_manual.pdf

didownload tanggal 13 April 2009 jam15:13

7. LaGrega, Michael D., Buckingham, Phillip L., Evans, Jeffrey C., and

Environmental Resources Management, “Hazardous Waste Management 2nd

Edition,” Mc Graw Hill, Singapore, 2001

8. Freeman, Harry M., “Standard Handbook of Hazardous Waste Treatment and

Disposal ,“ Mc Graw Hill, United State of America, 1989