Tugas Anemia Azmy Oky

239
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA A. PENGERTIAN Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm 3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. B. PENYEBAB ANEMIA Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut: 1. Anemia aplastik Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359) 2. Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik adalah anemia yang di sebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat menuunjukkan perubahan yang sama antara sumsum tulang dan darah tepi,karena kedua vitamin tersebut esensial Page 1

Transcript of Tugas Anemia Azmy Oky

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA

A. PENGERTIANAnemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

B. PENYEBAB ANEMIAAnemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:1. Anemia aplastik Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)2. Anemia megaloblastik Anemia megaloblastik adalah anemia yang di sebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat menuunjukkan perubahan yang sama antara sumsum tulang dan darah tepi,karena kedua vitamin tersebut esensial bagi sintesis DNA normal (Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol.2 Hal.941)3. Anemia hemolitika. Anemia sel sabit Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan di sertai dengan serangan nyeri (Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol:2,Hal: 943) b. Sferositosis herediter Sferositosis herediter merupakan suatu anemia hemolitik yang di tandai dengan sel darah merah kecil berbentuk sferis dan pembesaran limfa (sflenomegali). Merupakan kelainan yang jarang,di turunkan secara dominan. Kelainan ini biasanya bediagnnosa pada anak-anak,namun dapat terlewat sampai dewasa karna gejalanya sangat sedikit, penangananya berupa pengambilan limfe secara bedah (Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol:2,Hal :943)c. Eritroblastosis fetalis Eritroblastosisfetalis adalah suatu sindroma yang ditandai oleh anemia berat pada janin dikarenakan ibu menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah janin. 4. Anemia Karena kehilangan darah Anemia karena kehilanggan darah adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan hebat.

C. TANDA DAN GEJALA1. Tanda-tanda umum anemia: a. pucat, b. tacicardi, c. bising sistolik anorganik, d. bising karotis, e. pembesaran jantung.2. Manifestasi khusus pada anemia:a. Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.b. Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional.c. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Kadar Hb.Kadar Hb 2

>3

Transfusi darahTidak

Kadang diperlukan

Rutin

Splenektomi

Biasanya tidak diperlukanKadang diperlukan

Ya

Sari Pediatri, Vol. 11, No. 4, Desember 2009Gambar 1: Sitoskeleton membran sel darah merah dan perubahannya menjadi sferositosisGlikoporin dan band 3 protein adalah protein terbanyak dalam kelompok ini. Protein perifer disebut juga protein sitoskeletal,terdapat dalam sitoplasma dari lapisan lemak membrane eritrosit. Protein perifer terdiri atas spektrin, aktin,protein, protein (palidin), ankirin, adusin,tropomiosin, dan tropomodulin.Defek selular primer pada SH adalah berkurangnya luas permukaan membran relatif terhadap volume intraselular sel eritrosit. Sehingga menyebabkan bentuk sel menjadi bulat dan deformabilitas sel berkurang.Selain itu, defek protein pada membran sel meningkatkan fragilitas membrane sehingga sel menjadi mudah lisis terutama di limpa.Limpa memiliki pH dan kadar glukosa yang rendah serta kadar toksin radikal bebas yang tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan pada membran eritrosit.Defek molekular yang terjadi pada SH adalah defisiensi spektrin, ankirin, band 3 protein atau paladin pada membran sel. Kualitas dan kuantitas membrane eritrosit pasien SH berkurang karena defisiensi protein-protein tersebut. Defisiensi ankirin terbanyak ditemukan pada kasus SH di Eropa dan Amerika,sedangkan di Jepang defek terbanyak ditemukan pada band 3 protein dan palidin.1,2,7 Pada SH yang diturunkan secara non-dominan pada umumnya defek terjadi pada spektrin alfa dan palidin.Pada Pasien dengan sferosis herediter mengalami defisiensi spektrin alfa pada membran eritrosit. Hasil pemeriksaan analisis Hb kedua orangtua pasien normal, sesuai dengan SH non-dominan. Namun belum dapat dibedakan apakah SH pada pasien disebabkan oleh mutasi spontan atau diturunkan secara resesif. Sebelum pasien dan orangtua diperiksa genetika molekular.Gangguan tumbuh kembang serta struktur wajah seperti pada pasien talasemia, dapat dijumpai pada SH berat.Proses hemolisis pada SH terjadi ekstravaskular yaitu di limpa sehingga ukuran limpa dapat menjadi indikator derajat anemia pasien SH.Tabel 2. Parameter diagnostik sferositosis herediter Parameter Hasil

Pemeriksaan fisisSpenomegali

Darah tepi lengkapHb , MCV , MCHC , RDW , retikulosit

Gambaran darah tepiMorfologi abnormal: sferosit

Uji CoombsNegatif

Proses hemolitikBilirubin , retikulositosis

Gambar 1. Sitoskeleton membran sel darah merah dan perubahannya menjadi sferositosis.Sari Pediatri, Vol. 11, No. 4, Desember 2009)

A. Sel darah merah normal

B. Sel Darah Merah Yang Menunjukkan Sferosis

2.4 Patofisiologi Gambaran klinis khas adalah anemia,splenomegali,dan ikterus, keparahan gangguan ini sangat berpariasi. Kasus asimtomatik dapat terjadi, demiikian juga kasus dengan anemia berat,tetapi secara umum anemianya sedang. Kerena SDM terbentuk sferis,apabila sel terpajan larutan salin hipotonik,tidak banyak terjadipeniingkatan volume. Oleh karena itu,peningkatan pragilitas osmotic merupakan tanfda khas yang bermanfaat untuk diagnosis.Perjalanan penyakit yang sedikit banyak stabil kadang kadang di tandai dengan suatu krisis aplastik.Splenomegali dijumpai pada semua kasus SH, namun pada umumnya baru ditemukan pada anak besar dan dewasa.Usia eritrosit pada SH menjadi lebih pendek,sehingga jumlah eritrosit yang beredar menurun.Kadar eritropoietin akan meningkat dan merangsang aktivitas sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit.Aktivitas sumsum tulang yang meningkat ditandai dengan peningkatan jumlah retikulosit dalam darah.Pada pemecahan hemoglobin terbentuk bilirubin indirek.Kadar bilirubin indirek lebih dari 3 mg/dL menunjukkan hemolisis yang berat.Enam puluh lima persen pasien SH mengalami ikterus neonatorum dan beberapa kasus di antaranya memerlukan transfuse tukar.Pasien ini menunjukkan gejala klinis anemia Gambar 2. Gambaran darah tepi A. Sel darah merah normal B. Sel darah merah yang menunjukkan sferositosis hemolitik yang sesuai dengan SH yaitu pucat, riwayat ikterus neonatorum, dan splenomegali. Gejala tersebut bahwa anemia,splenomegali dan ikterus neonatorum merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada SH.Anemia karena kelainan pada sel darah merah . penghancurn sel darah merah bisa terjadi karena , sel darah merah memiliki kelainan bentuk sel darah merah memiliki selaput yang lemah dan mudah robek. Kekurangan enzim yang memugkinkan diperlikan supaya bisa berfungsi sebagaimana mestinya dan enzim yang menjaga kelenturan sehingga sel darah merah mengalir melalui pembuluh pembuluh darah yang sempit. Kelainan sel darah merah tersebut terjadi penyakit keturunan tertentu. Sferositosis Herediter adalah penyakit keturunan dimana sel darah merah berbentuk bulat. Sel darah merah yang bentuknya berubah dan kaku terperangkap dan dihancurkan oleh limpa, menyebabkan anemia dan pembesaran limpa.Anemia biasanya ringan tetapi, bisa semakin berat jika terjadi infeksi. Sferositosis jika penyakit ini berat, bisa tterjadi sakit kuning (jaundice). Anemia , pembesaran hati, pembentukan batu empedu. Pada dewasa muda, penyakit ini sering dikeliruka sebagai hepatitis. Bisa terjadi kelainan bentuk tualang, seperti tulang tengkorak yang bewrbewntuk seperti menara dan kelebihan jari tangan dan kaki. Biasanya tidak diperlukan pengobatan . tetapi anemia yang berat memerlikan tindakan penangkatan limpa. Tindakan ini tidak memperbaiki bentuk sel darah merah, tetapi mengurangi jumlah sel yan dihancurkan dank arena itu memoerbaiki anemia.Penghancuran sel darah merah bisa terjadi kaerna : Sel darah merah memiliki kelainan bentuk Sel darah merah memiliki selaput yang lemah dan mudah robek Kekurangan enzim yang yang diperlukan supaya bisa berfungsi sebagaimana memungkinkan sel darah merah mengalir melalui pembuluh darah yang sempit.

2.5 Manifestasi KlinisSel darah merah yang bentuknya berubah dan kaku terperangkap dan dihancurkan dalam limpa, menyebabkan anemia dan pembesaran limpa. Anemia biasanya ringan , tetapi bisa semakin berat jika terjadi infeksi.Jika penyakit ini berat, bisa terjadi : Sakit kuning Anemia Pembesaran hati Pembentukan batu empeduPada dewasa muda , penyakit ini sering dikelirukan sebagai hepatitis. Bisa terjadi kelainan bentuk tulang seperti tulang tengkorak yang berbentuk seperti menara dan kelebihan jari tangan dan kaki.Biasanya tidak diperlukan pengobatan , tetapi anemi yang bert mungkin memerlukan tindakan pengangkata limpa. Tindakan ini tidak memperbaiki bentuk sel darah merah, tetapi mengurangi jumlah sel yang dihancurkan dan karena itu memperbaiki anemia.Kelainan sel darah merah tersebut terjadi pada penyakit keturunan tertentu. Sferositosis Herediter adalah penyakit dimana sel darah merah berbeentuk bulat. Sel darah merah yang bentuknya berubah dan kaku terperangkap dan dihancurkan dalam limpa menyebabkan anemia dan pembesaran limpa. Anemia biasanya ringan, tetapi bisa semakin berat jika terjadi infeksi. Jika penyakit ini berat, bisa terjadi : Sakit kuning (jaundice) Anemia Pembesaran hatiWanita dengan sferositosis herediter tetap dapat menjalani kehamilan dengan baik. Dianjurkan pemberi suplemen asam folat. Mabeery dkk, (1992) melaporkan di Parkland Hospital pada 50 kehamilan dari 23 wanita dengan sferositosis. Pada kehamilan tahap lanjut, hematoksit bervariasi dari 23 sampai 41 dan dihitung retikulosit berkisar dari 1 sampai 23 persen. Mordibitas ibu minimal, terjadi 8 abortus dan 4 dari 42 bayi lahir preterm, tetapi tidak ada yang mengalami hambatan pertumbuhan. Infeksi pada empat wanita memperparah hemolisis dan tiga orang memerlukan transfuse. Hasil-hasil serupa dilaporkan oleh Pajor dkk (1993) pada 19 kehamilan dan delapan wanita Hongaria.Neonatus yang mengidap sferositosis herediter mungkin mengalami hiperbilirubinemia dan anemia selama neonates. Kami pernah menjumpai kadar hemoglobin yang turun sampai serendah 5 g/dl pada usia 5 minggu pada anak perempuan dari seorang wanita dengan sferositosis herediter.

2.6 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium awal yang dilakukan pada anemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap termasuk retikulosit.Anemia dengan peningkatan retikulosit sering ditemukan pada anemia hemolitik termasuk SH. Derajat anemia pada SH bervariasi mulai dari ringan (Hb 11-15 g/dL) sampai berat (Hb 6-8 g/ dL). Nilai MCHC meningkat hingga 35%-38% pada sebagian besar pasien SH.1,2 Kombinasi pemeriksaan MCHC >35 g/dL dan Red cell Distribution Width (RDW) >14% mempunyai sensitivitas 63% dan spesifisitas hingga 100% (Tabel 2).13 Pada gambaran darah tepi SH ditemukan sferosit dalam jumlah banyak. Sferosit adalah sel eritrosit berbentuk bulat,tanpa central pallor dengan ukuran yang lebih kecil daripada eritrosit normal (Gambar 2).Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah uji fragilitas osmotik (resistensi NaCl). Fragilitas eritrosit pasien SH akan meningkat, sehingga jumlah sel yang lisis akan lebih banyak dibandingkan kontrol.Uji fragilitas eritrosit kurang spesifik karena akan menujukkan hasil yang positif pada kelainan eritrosit lainnya seperti eliptositosis herediter, dan dapat negative pada pasien SH dengan retikulosit yang tinggi.Pemeriksaan lain yang digunakan untuk SH adalah cryohemolysis test, osmotic gradient ektacytometry test dan eosin-5 maleimide (EMA) binding test dengan nilai prediktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji fragilitas osmotic. Identifikasi protein membran yang mengalami defisiensi akan membantu menegakkan diagnosis SH. Metode yang digunakan adalah elektroforesis dengan SDS-PAGE (sodium dedocyl sulfate-polyacrylamide gel).Di Eropa dan Amerika Serikat, abnormalitas protein membran eritrosit terdeteksi pada lebih dari 80% kasus SH. Empat jenis kelainan protein membran yang terdeteksi adalah defisiensi ankirin dan spektrin, defisiensi spektrin saja,reduksi band 3 protein dan palidin.Pada awalnya pasien ini diduga menderita talasemia karena ditemukan pucat, organomegali dengan kadar hemoglobin yang rendah, dan RDW yang meningkat namun MCV, MCH dan MCHC dalam batas normal. Pemeriksaan ke arah kelainan membran eritrosit dilakukan karena banyak ditemukan sferosit pada gambaran darah tepi, dan uji Coombs yang negatif, dan hasil pemeriksaan fragilitas osmotic positif serta terdapat defisiensi spektrin alfa pada pemeriksaan analisis protein membran eritrosit.Aspirasi sumsum tulang tidak rutin dikerjakan untuk mendiagnosis SH, namun pada beberapa kasus dengan anemia berat aspirasi sumsum tulang dilakukan untuk menyingkirkan penyebab anemia lainnya. Pada pasien pernah didapatkan anemia berat sehingga aspirasi sumsum tulang dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab anemia lainnya.

2.7 PenatalaksanaanTata laksana SH secara garis besar sama dengan anemia hemolitik pada umumnya.Asam folat diberikan pada pasien anemia hemolitik kronis untuk merangsang eritropoiesis, namun tidak ada bukti kuat yang mendukung suplementasi asam folat pada SH.Walaupun demikian, asam folat dibutuhkan pada pasien SH dengan anemia berat mengingat kemungkingan defisiensi pada keadaan tersebut.Dosis yang direkomendasikan pada SH dengan anemia sedang sampai berat 2,5 mg/hari untuk anak di bawah 5 tahun dan 5 mg/hari untuk usia lebih tua.Transfusi rutin diberikan pada pasien SH dengan anemia berat, krisis aplasia, dan hipersplenisme.Pasien pernah mengalami anemia berat sehingga membutuhkan transfusi darah merah,namun dalam pengamatan selanjutnya kadar Hb pasien berkisar 8-9 g/dL,sehingga tidak dilakukan transfusi secara rutin.Kontrol teratur bagi pasien SH sangat penting,demikian pula edukasi pada orangtua serta tindak lanjut terhadap keadaan umum, pertumbuhan,ukuran limpa dan pemantauan terhadap komplikasi.Hemolisis kronis yang terjadi pada SH merupakan faktor risiko terjadinya kolelitiasis.15 Kolelitiasis ditemukan pada 21%-63% kasus SH dan sekitar 50% pasien tidak menunjukkan gejala. Usia termuda ditemukan kolelitiasis pada SH adalah 4-5 tahun.Penelitian di Italia mendapatkan kolelitiasis 8% dari 468 anak dengan SH berusia kurang dari 11 tahun.Pemeriksaan ultrasonografi secara teratur sebaiknya mulai dilakukan setelah usia 5 tahun, kemudian berkala setiap 3-5 tahun atau ketika ditemukan gejala.Anak dengan kolelitiasis harus menjalani kolesistektomi dan splenektomi untuk menurunkan angka kejadian infeksi. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah hemosiderosis atau hemokromatosis akibat transfuse darah berulang. Oleh karena itu pemeriksaan berkala kadar besi harus dilakukan terutama pada SH berat.Saat ini pasien tidak mengalami iron overload sehingga terapi kelasi besi belum diperlukan.Pada pasien SH berat juga dipertimbangkan splenektomi. Keputusan untuk splenektomi sebaiknya dipikirkan dengan hati-hati mengingat risiko infeksi yang tinggi terutama pada tahun pertama pascasplenektomi.Vaksinasi pneumokokus pra-splenektomi dan pemberian profilaksis penisilin seumur hidup pasca- splenektomi telah menjadi kebijakan di Inggris. Namun hal itu tidak mengurangi risiko infeksi yang dapat terjadi.Tidak ada penelitian yang menunjukkan keuntungan pemberian antibiotic profilaksis seumur hidup dibandingkan dengan pemberian selama dua tahun untuk orang dewasa dan lima tahun untuk anak.Pemberian antibiotic profilaksis harus tetap mempertimbangkan resistensi penisilin terhadap Pneumococcus. Splenektomi akan menguntungkan bagi pasien dengan anemia berat dan transfusi eritrosit rutin. Waktu yang tepat menurut Gallagher mulai usia 6 tahun hingga menjelang pubertas, namun jika dibutuhkan lebih dini sebaiknya tidak kurang dari usia 3 tahun.Pasien ini termasuk dalam SH sedang, dan tidak membutuhkan transfusi rutin, sehingga splenektomi belum diperlukan pada saat ini. Sebagaimana pada sebagian besar pasien SH, prognosis pasien baik karena anemia yang dialami masih dapat dikompensasi oleh sumsum tulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vega R, Syah S. Hereditary spherocytosis. Pediatr Rev 2004;25:168-72.2. Gallagher PG. Red cell membrane disorders. Hematology 2005;1:13-8.3. Del Miraglia GE, Nobili B, Francese M, DUrso L, Iolascon A, Perrota S, dkk. Clinical and molecular evaluation of non-dominant hereditary spherocytosis.Br J Haematol 2001;112:42-7.4. Gallagher PG, Lux SE. Disorders of the erythrocyte membrane. Dalam: Nathan DG, Orkin SH, Ginsburg D,Look AT, penyunting. Nathan and Oskis hematology of infancy and childhood. Philadelphia: Saunders Elsevier;2003.h.561-684.5. http://bidankudelima.blogspot.com/2012/01/penyakit-genetik-selaput-sel-darah.html

BAGIAN VASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA HEMOLITIK DENGAN ANEMIA ERITROBLASTOSIS FETALIS

BAB 1LANDASAN TEORI

1.1 DefinisiEritroblastosis fetalis adalah suatu sindroma yang ditandai oleh anemia berat pada janin dikarenakan ibu menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah janin. Sindroma ini merupakan hasil dari inkompabilitas kelompok darah ibu dan janin terutama pada sistem rhesus.Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Pada tahun 1932, Diamond, Blackfan dan Baty melaporkan bahwa fetal anemia yang ditunjukkan dengan jumlah eritroblas yang ada dalam sirkulasi darah menggambarkan sindroma ini.Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada sistem ABO dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu paparan apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-) sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABOnya sama.Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis.Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi (anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin.Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis. Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda ( 1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif.

1.2 PatofisiologiPenyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin.Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya.Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus.Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar gula darah, dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan oleh adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak (swollen). Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal, karena paru tidak dapat mengembang maksimal dan mungkin mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu tertentu akan mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat menimbulkan masalah jantung.

1.3 Manifestasi KlinisTerdapat dua gejala klinis utama pada eritroblastosis fetalis, yaitu:a. Hidrops fetalis Hidrops fetalis adalah suatu sindroma ditandai edema menyeluruh pada bayi, asites dan pleural efusi pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yang terjadi bervariasi, tergantung intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi ke dalam kavum serosa (hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sumsum tulang, hematopoesis ekstrameduler di dalam lien dan hepar, pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin.Patofisologi hidrops fetalis tak jelas. Teori-teori penyebabnya mencakup keadaan: a. gagal jantung akibat anemia.b. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baeratc. hipertensi vena portal dan umbilikus akibat kerusakan parenkim hati oleh proses hematopoesis ekstrameduler.d. menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan oleh disfungsi heparJanin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan kegagalan sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas pada saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan.

b. Hiperbilirubinemia Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya ganglia basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yang muncul berupa letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu.Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama bermingguminggu hingga berbulan-bulan.

1.4 DiagnosisDiagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG.Untuk melakukan tes ini, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs ditambahkan dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen spesifik.Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%, hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan darah tepi.

1.5 PenatalaksanaanBentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya dilakukan dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif sesering mungkin sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.a. Transfusi tukar : Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :a. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darahb. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis)c. mengurangi kadar serum bilirubind. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu

Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :a. berikan darah donor yang masa simpannya 3 hari untuk menghindari kelebihan kaliumb. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus negatif (D-)c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cellsd. bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak tersedia maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh positif) untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi kembali dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.e. pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cellsf. darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan lama pemberian transfusi 90 menitg. lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan darah ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan darah bayi.h. sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37Ci. pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor sebanyak 50 ml. Lakukan sengan cara diatas hingga semua darah donor ditransfusikan.

GOLONGAN DARAH IBU

OABAB

GOLONGAN DARAHBAYIOOOO-

AOAOA

BOOBB

AB-ABAB

Tabel 1. Calon donor transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas. b. Transfusi intra uterin : Pada tahun 1963, Liley memperkenalkan transfusi intrauterin. Sel eritrosit donor ditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang nantinya akan diabsorbsi dan masuk kedalam sirkulasi darah janin (intraperitoneal transfusion). Bila paru janin masih belum matur, transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah bayi Rhesus (D) negatif tak akan mengganggu antigen D dan karena itu tak akan merangsang sistem imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi yang sudah ada pada darah ibu tak dapat mengganggu darah bayi. Namun harus menjadi perhatian bahwa risiko transfusi intrauterin sangat besar sehingga mortalitas sangat tinggi. Untuk itu para ahli lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan melakukan cordocentesis (pungsi tali pusat perkutan). Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan minggu ke 2634 dengan menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak 50100 ml. Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi dibantu dengan transfusi tukar 1x setelah partus. Induksi pada kehamilan 32 minggu dapat menurunkan angka mortalitas sebanyak 60%.

c. Transfusi albumin Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat sebagian bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya overloading sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.

d. Fototerapi Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.

1.6 PrognosisPengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukan kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif.Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah 1:32, maka prognosis janin diperkirakan baik.

1) Mortalitas Angka mortalitas dapat diturunkan jika :a. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi secara dinib. Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus negatif dapat diketahui melalui kadar bilirubin yang tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh darah umbilikus yang diarahkan secara USGc. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum meninggal di dalam rahim atau/dan dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal atau intravaskuler langsung sel darah merah Rhesus negatif. Pemberian Ig-D kepada ibu Rhesus negatif selama atau segera setelah persalinan dapat menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi D.

2) Perkembangan anak selanjutnya. Menurut Bowman (1978), kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah mengalami tranfusi janin akan berkembang secara normal. Dari 89 anak yang diperiksa ketika berusia 18 bulan atau lebih, 74 anak berkembangan secara normal, 4 anak abnormal dan 11 anak mengalami gangguan tumbuh kembang.1.7PencegahanTindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat isoimunisasi Rhesus adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan berikutnya.Tabel 2. Kategori obat sebagai pencegahan Inkompatibilitas Rhesus. Drug Name Human anti-D immune globulin (RhoGAM) Suppresses immune response of nonsensitized Rh O (D) negative mothers exposed to Rh O (D) positive blood from the fetus as a result of a fetomaternal hemorrhage, abdominal trauma, amniocentesis, abortion, full-term delivery, or transfusion accident. Should be administered if the patient is Rh-negative, unless the father also is Rh-negative.

Adult Dose 13 wk gestation: 300 mcg IM

Pediatric Dose Administer as in adults

Contraindications Documented hypersensitivity; patients who have received Rho(D)-positive blood within the last 3 mo

Interactions None reported

Pregnancy C Safety for use during pregnancy has not been established.

Precautions Caution in thrombocytopenia, bleeding disorders, or IGA deficiency; when administered close to delivery, may interfere with Rh typing of the newborn

Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan ternyata sangat protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau perdarahan pervaginam harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi tanpa preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun fraksi darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk mengalami sensitisasi. Kalau terdapat keraguan untuk memberikan preparat Ig anti G maka preparat tersebut harus diberikan, termasuk kepada ibu yang tampaknya belum mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam setelah melahirkan. Kebijaksanaan ini dapat menurunkan resiko isoimunisasi. Antibodi dengan dosis 300 mikrogram diberikan kepada ibu rhesus negatif yang belum mengalami sensitisasi pada kehamilan 28 minggu dan kehamilan 34 minggu atau pada saat dilakukan amniosintesis atau pada saat terjadi perdarahan uterus. Dosis ketiga diberikan kepada ibu sesudah melahirkan.Kegagalan pemberian anti D terjadi bila :a. tidak diberikan suntikan RhIg pada ibu Rh negatif (D-) yang telah melahirkan bayi Rh positifb. tidak diberikan suntikan Immunoglobulin anti-D setelah abortus atau setelah pemeriksaan amniocentesisc. pemberian dosis RhIg tidak mencukupi (karena feto maternal macrotransfusion jarang terjadi)d. sudah terlanjur terjadi sensitisasi oleh sel darah merah janin

System imun ibu menghasilkan antibodi (ig G)Pathway eritroblastosis fetalis

Menghasilkan antibodiKurangnya antigen eritrosit tubuhPembesaran hatiKerusakan heparRupture limfePembesaran limfeEritroblas berlebihanMemproduksi & melepas eritrosit imatur Di kompensasi oleh tubuh bayiAnemia (reaksi hipersensitifitas tipe 2)Proses aglutinasiHemolisis Eritrosit janin di selimuti (coated) dengan antibodiMasuk ke peredaran darah janinMelewati plasenta

@

@ (eritroblastosis fetalis)Penumpukan billiirubin

Mk : Gg pertukaran gasStrabismusRetraksi kepalaKejang Kekakuan ekstrimiitasLatergi Karnikterus Mengganggu SSP Kolaps sirkulasiPembesaran jantungPenumpukan cairan dlm tubuhEdema subkutanEfusi pleuraHidrops fetalisMenghambat pernafasanParu tdk dapat mengembang Gula darah Kadar insuliinHematopoitis di lien & heparPerdarahan pulmonarHiper bilirubinemia

Mk : Intoleransi aktivitas

Mk:gangguan proses berpikir

BAB 2KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HAEMATOLOGI ANEMIA HEMOLITIK DENGAN ERITROBLASTOSIS FETALIS2.1 Pengkajian 2.1.a.Aktivitas /istirahatGejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas; penurunan semangat kerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyakTanda : Takikardi/ takipnea: dispnea pada saat kerja atau istirahat. Latargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.2.1.b.SirkulasiGejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misal: perdarahan GI kronis, menstruasi barat, agina. Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardi kompensasi)Tanda : TD: Peningkatan siastole dengan diastole stabil dan tekanan nadi Melebar:hipotensi postural. Disritmia. Bunyi jantung: mur-mur siastolik. Ekstremitas (warna): Pucatpd kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir, dan dasar kuku). Skelera: biru atau putih seperti mutiara. Rambut: kering, mudah putus, menipis: tumbuh uban secara prematur.2.1.c.Integritas EgoGejala : Keyakinan agama, budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misal: penolakan trasfusi darah. Tanda : Depresi.2.1.d.EliminasiGejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsopsi. Hematemesis, feses dengan darah segar, melana. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.Tanda : Distensi abdomen.2.1.e.Makanan/CairanGejala : Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani redah/ masukan produk sereal tinggi. Nyeri mulut dan lidah, kesulitan menalan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dispepsia, anoreksia. Penurunan berat badan.Tanda : Membran mukosa kering, pucat. Turgor kulit: buruk. Stomatitis.2.1.f.HygieneGejala : penampilan tidak rapi, kurang bertenaga.2.1.g.NeurosensoriGejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo. Insomnia. Kelemahan, keseimbangan buruk. Sensasi menjadi dingin.Tanda : Peka terhadap rangsang, gelisah, depresi, apatis. Gangguan koordinasi, paralisis.2.1.h.Nyeri/ketidaknyamananGejala : Nyeri abdomen samar, sakit kepala.2.1.i.PernafasanGejala : Riwaya TB, abses paru Napas pendek pada waktu istirahat dan beraktivitas.Tanda : Takipnea, ortopnea, dispnea.2.1.j.KeamananGejala : Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan. Penyembuhan yang buruk.Tanda : demam, berkeringat malam. Ptechie

2.1.kPembelajaran/penyuluhanGejala : Kecenderungan keluarga untuk anemia Penggunaan alkohol kronis. Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka atau perdarahan2.1.l.Pertimbangan rencana pemulangan DRG menunjukkan rerata lamanya di rawat 4 6 hari. Dapat memerlukan dalam pengobatan: aktivitas perawatan diri, perubahan rencana diet.

2.2. Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan darah lengkap.b. Besi serum.c. Masa perdarahan: memanjang.d. LDH:meningkat.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Analisa dataNo Data Etiologi Problem

1Ds : klien dapat mengeluh: Letih,lesu,lemah Nyeri mulut dan lidah, kesulitan menalan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dispepsia, anoreksia. Penurunan berat badan.Do : klien tampak menunjukkan gejala: TD: Peningkatan siastole dengan diastole stabil dan tekanan nadi Melebar:hipotensi postural. Disritmia. Bunyi jantung: mur-mur siastolik. Ekstremitas (warna): Pucat pd kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir, dan dasar kuku). Takikardi/ takipnea: dispnea pada saat kerja atau istirahat. Latargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.

a. gagal jantung akibat anemia.b. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baeratc. hipertensi vena portal dan umbilikus akibat kerusakan parenkim hati oleh proses hematopoesis ekstrameduler.d. menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan oleh disfungsi hepar

a. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,ketidakmampuan/lambatnya mencerna makanan/absopsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan SDM.b. potensial terhadap cidera akibat dari terjadinya hipoksia yang ditandai dengan vertigo, kebas atau pusing.c. gangguan proses berpikirakibat dari hipoksia yang ditandai oleh penurunan konsentrasi dan peka rangsang.d. ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan ketidakmampuan/lambatnya mencerna makanan/absopsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan SDM.b. potensial terhadap cidera yang berhubungan dengan hipoksia yang ditandai dengan vertigo, kebas atau pusing.c. gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan hipoksia yang ditandai oleh penurunan konsentrasi dan peka rangsang.d. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang mendapat informasi akurat tentang proses, pengobatan dan aktivitas yang diperbolehkan.

C. Intervensi keperawatanNo Dx keperawatanKeriteria hasilIntervensi

1Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan ketidakmampuan/lambatnya mencerna makanan/absopsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan SDM.

Berat badan meningkat sampai atas normal: diet dan cairan seimbang dapat dipertahankan.a. Berikan makanan 6 porsi kecil jika mudah lelah.b. Berikan makanan kesukaan klien dan sesuai dengan kondisi mukosa mulut; pastikan bahwa klien menerima semua zat gizi yang diperlukanc. Sajikan makanan secara menarik; singkirkan dengan segera makanan yang tidak dimakan dan tidak diinginkan.d. Bantu klien saat makan untuk menghemat tenaga klien.e. Mintalah keluarga berkunjung saat akan untuk menemani dan membantu bila diperlukan.f. Berikan terapi zat besi sesuai pesanan.g. Hindari konstipasi: tingkatkan cairan dan makanan berserat.h. Timbang berat badan setiap hari dengan waktu, pakaian dan timbangan yang sama.

2potensial terhadap cidera yang berhubungan dengan hipoksia yang ditandai dengan vertigo, kebas atau pusing.

Klien secara verbal mengungkapkan tindakan untuk mencegah cedera dan menunjukkan tidak cidera.

a. Berikan lingkungan yang aman.b. Instruksikan pada klien untuk duduk di sisi tempat tidur dan berdiri sebelum berjalan untuk mengetahui apakah ada pusing.c. Arahkan klien untuk meminta bantuan saat ambulasi bila diperlukan.d. Bantu hygiene dan perawatan lainnya untuk mencegah cedera.e. Hindari cairan yang panas saat makan atau mandi.f. Ajarkan klien tentang faktor-faktor resiko dan tindakan pencegahannya untuk menghindari cedera.

3Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan hipoksia yang ditandai oleh penurunan konsentrasi dan peka rangsang.Klien menunjukkan peningkatan konsentrasi saat melakukan AKS dan aktivitas terjadwal lainnya; tanda-tanda peka rangsang tidak ada.a. Evaluasi fungi kognitif setiap 8 jam.b. Rencanakan perawatan dengan klien untuk meningkatkan konsistensi dan perasaan tenang.c. Anjurkan mengungkapkan masalah tentang kemampuan untuk berkonsentrasi; pastikan klien bahwa hal ini akan ditingkatkan dengan terapi.d. Beritahu klien setiap langkah aktivitas dan instruksi; jangan berlebihan, instruksikan variasi pada satu waktu.e. Hindarkan melengkapi kalimat untuk klien; dengarkan secara sabar.f. Berikan aktivitas yang berbeda sesuai dengan kemampuan klien untuk berkonsentrasi, misal: musik kesukaan, dan lain-lain.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan. Tingkat aktivitas klien mengalami kemajuan sampai keadaan sebelum sakit. Melakukan AKS tanpa takikardi atau dispnea.a. Pantai tanda vital selama dan sesudah aktivitas.b. Kaji respons terhadap aktivitas.c. Rencanakan dengan klien sehingga aktivitas yang diinginkan dapat dilakukan tanpa kelelahan.d. Bantu AKS, jika diperlukan, untuk menghemat tenaga.e. Sediakan waktu istirahat tanpa gangguan untuk memelihara tenaga yang ada.f. Tingkatkan aktivitas klien secara bertahap sampai tingkat toleransi tercapai.

Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang mendapat informasi akurat tentang proses, pengobatan dan aktivitas yang diperbolehkan.a. Diskusikan nama obat-obatan, dosis, waktu pemberian, tujuan, efek samping untuk dilaporkan (mual, muntah, diare atau konstipasi).b. Jelaskan perlunya melanjutkan terapi zat besi meskipun sudah merasa baik.c. Jelaskan alasan untuk tidak minum obat zat besi dicampur dengan susu atau Antasida.d. Mendemonstrasikan metode pemberian zat besi secara parenteral.Jelaskan pentingnya mempertahankan diet tinggi zat besi dan cairan seimbang.e. Jelaskan pentingnya pemantauan berat badan setiap minggu.

DAFTAR PUSTAKAGallagher PG, Lux SE. Disorders of the erythrocyte membrane. Dalam: Nathan DG, Orkin SH, Ginsburg D,Look AT, penyunting. Nathan and Oskis hematology of infancy and childhood. Philadelphia: Saunders Elsevier;2003.h.561-684.http://bidankudelima.blogspot.com/2012/01/penyakit-genetik-selaput-sel-darah.htmlDoenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC : Jakarta.Price A. S, Wilson M. Lorraine, (1995), Patofisiologi, vol. 2, EGC : Jakarta.Hoffbrand V.A, Pettit E.J, (1996), Kapita Selekta Hematologi, EGC : Jakarta.Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta

BAGIAN VIASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANEMIA KARENA KEHILANGAN DARAH

BAB 1PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangPada perdarahan akut, ancaman terdekat bagi pasien adalah hipovolemia (syok)dan bukan anemia. Apabila pasien bertahan hidup,segera terjadi hemodilusi yang efeknya mencapai puncak dalam 2 sampai 3 hari yang mengungkapkan tingkat kehilangan SDM. Anemianya normositik normokromik. Pemulihan akibat anemia perdarahan di percepat oleh meningkatnya kadar eritropoitin, yang merangsang produksi SDM dalam beberapa hari. Onset respon sumsum tulang di tandai dengan retikulositosis.Pada kehilangan darah yang kronis, simpanan zat besi secara bertahap berkurang. Zat besi merupakan zat esensial untuk sintesis Hb dan eritropoisis yang efektif, sehingga defisiensi zat ini menyebabkan anemia kronis akibat produksi berkurang. 1.2 Tujuan a. Mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang pengertian,penyebab,klasifikasi,tanda dan gejala,patofisiologi,pathway,pemeriksaan penunjang,penatalaksanaan,serta komplikasi dari anemia akibat kehilangan darah.b. Mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Anemia karena kehilangan darah.

BAB ILANDASAN TEORI

1.1 Pengertian

Anemia Karena kehilangan darah adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan hebat.1.2 EtiologiKehilangan darah merupakan penyebab tersering dari anemia.Jika kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi.Akibatnya darah menjadi lebih encer dan persentase sel darah merah berkurang.Pada akhirnya, peningkatan pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia.Tetapi pada awalnya anemia bisa sangat berat, terutama jika timbul dengan segera karena kehilangan darah yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada: Kecelakaan Pembedahan Persalinan Pecahnya pembuluh darah. Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan menahun (terus menerus atau berulang-ulang), yang bisa terjadi pada berbagai bagian tubuh:a. Perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat b. Perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan kanker usus besar) : mungkin tidak terlihat dengan jelas karena jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang merah di dalam tinja; jenis perdarahan ini disebut perdarahan tersembunyic. Perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih ; bisa menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih d. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.1.3 GejalaHilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan 2 masalah:1. Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang.2. Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen berkurang.Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian.Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi.Anemia bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan: pingsan pusing haus berkeringat denyut nadi yang lemah dan cepat pernafasan yang cepat.Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik).Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangat berat bisa menyebabkan kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepoatan hilangnya darah dari tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam beberapa jam atau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh bisa berakibat fatal. Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau lebih lama lagi), kehilangan sampai dua pertiga dari volumer darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa gejala sama sekali.

1.4 Pengobatan Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang terjadi.Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani transfusi.Zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah juga hilang selama perdarahan.Karena itu sebagian besar penderita anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam bentuk tablet.

BAB 3KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA KARNA KEHILANGAN DARAH2.2 Pengkajian A. Identitas KlienB. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan keluargaC. Pemeriksaan fisika) Kelemahan, cemas, gelisahkarenaperfusijaringanotakmenurun, disebabkanolehkarenakehilangandarah< 800 cc.b) Motilitas usus meningkat: suhutubuhmeningkatsebagairesponmasuknyaracundalamdarah (perdarahan) ke lumen usus, disebabkan oleh karena kehilangan darah > 800 cc c) Kulitdingin, hiperventilasi: sebagai respon saraf simpatis akan mengeluarkan katekolamin, epinefrin dan norepinefrin (vasokonstriktor), sehingga meningkatkan denyut jantung sebagai akibat volume darah dalam vaskuler menurun jika perdarahan berlanjutd) Tanda awal syok: beta kolamin dikeluarkan menstimulus pembuluh darah di kulit, paru, intestin (saluran cerna), hati dan ginjal untuk konstriksi, sehingga meningkatkan aliran darah keotak dan jantung. Hal ini terjadi bila terjadi perdarahan > 1000 cce) Peningkatan BUN : menyebabkan aliran darah kehati menurun, sisa metabolism meningkat dan aliran darah keginjal menurunf) Nyeri : dikarenakan asam lambung meningkatg) Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi: Sebagai tanda lanjut dari syok akibat perdarahan dan mengidetifikasi bahwa mekanisme tubuh sudah tidak mampu lagi mengatasi.h) Urine output menurun( keluaran air seni menurun ): hal ini harus diperiksa tiap jam ( dengan nilai normal urine/ jam yaitu : 0,5 - 1 ml / kg BB / jam ), karena dengan menurunnya volume darah dalam tubuh, hypofise posteriori) mengeluarkan ADH Untuk menurunkan produksi urin yang merupakan parameter terbaik untuk mengetahui adanya syok.

2.3 Penatalaksanaan medis1. Resusitasi cairan : Na Cl, Asering, Transfusi darah, Ekspander, Albumin.2. Diagnostik :Endoskopi Skleroterapi, ligasi; Aspirasi asam lambung ( paling efektif dengan air basa ),karena tidak terjadi pembekuan dini ,tidak merusak lapisan mukosa dan menurunkan resiko perdarahan lanjutan; Bilas lambung dengan air dingin / es dapat membuat vasokonstriksi lebih cepat dan dapat meningkatkan pembekuan dini.3. Pitresin :Vasopresin I.V, dapat menurunkan tekanan vena porta.4. Menurunkan asam lambung, dapat menggunakan : Histamin yang merupakan H2 antagonis Antasid, untuk menetralisir asam lambung. Sucralfat( Inpepsa ), mengandung garam aluminium untuk perlindungan lokal. Peningkatankoagulasi : Vitamin K dan C ( selama 3 hari ) untuk peningkatan pembentukan protrombin. Balon Tamponade : SB tube2.4 Penatalaksanaan Keperawatan1. Bed rest total :Dengan melakukan pergerakan minimal / pergerakan pasif untuk menghindari trombosis vena, tidak boleh batuk ( untuk mengurangi peningkatan tekanan intra abdomen ).2. Posisi semi fowler / setengah duduk.3. Lakukan suction bila perlu4. Irigasi lambung dan pembersihan kolon.

2.5 Diagnosa Keperawatan1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan akut2. Gangguan pertukaran gas behhubungan dengan penurunan kapasitas angkut oksigen dan dengan factor resiko aspirasi.3. Ansietas berhubungann dengan sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup social ataupun ketidak mampuan yang permanen4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan aliran intravena ( pemasangan infus )5. Perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan kadar amonium serum, kerusakan metabolisme6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan nutrisi kurang : ketidak mampuan mencerna makanan

ASUHAN KEPERAWATAN2.6 Analisa dataData Etiologi Problem

Ds : klien dengan anemia karna kehilangan darah dapat mengeluh pusing saat duduk atau berdiri,haus bahkan berkeringat.Do : pada kasus anemia karna kehilangan darahklien dapat menunjukkan gejala : pingsan berkeringat denyut nadi yang lemah dan cepat pernafasan yang cepat. Hipotensi

Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia.timbul dengan segera karena kehilangan darah yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada: Kecelakaan Pembedahan Persalinan Pecahnya pembuluh darah.

1. Defisit volume cairan karena perdarahan akut2. Gangguan pertukaran gas akibat dari penurunan kapasitas angkut oksigen dan dengan factor resiko aspirasi.3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena asupan nutrisi kurang : ketidak mampuan mencerna makanan

2.7 Intervensi No Diagnose keperawatanTujuan Intervensi

1Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akutKebutuhan akan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat tercukupi.Dengan criteria hasil: Tanda-tanda vital normal. Turgor kulit membaik. Hb , Ht , trombosit normal.a. Pantau vital signb. Pantau nilai Hemodinamikc. Ukur urine / jam, bila urine < 30 cc / jam, terdapat gangguan fungsi ginjald. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran keseimbangan cairan, juga karakteristik pengeluaran cairane. Penuhi kebutuhan cairan ( transfusi, infus ), pantaun reaksi yang merugikan terhadap komponen terapif. Tirah baring total : Hipotensi dengan posisi supine dengan elevasi kaki, untuk meningkatkan preload; Normal Tensi dengan posisi kepala ditinggikan 45 derajat, untuk mencegah aspirasi isi lambung.

g. Minimalkan pengambilan jumlah darah untuk pemeriksaan laboratorium

h. Pemeriksaan laboratorium :Hb, Ht, Trombo, elektrolit dan feses benzidin (72 jam setelah masa akut).

2Gangguan pertukaran gas b/d penurunan kapasitas angkut oksigen dan dengan factor resiko aspirasiTidak terjadinya gangguan pertukaran gas dengan criteria hasil : Nilai prnapasan frekuensi,kedalaman dan bunyi nafas normal. Klien tampak rileks dalam melakukan pernapasan.a. Pantau saturasi O2, dengan Oksimeter, AGD danfoto Thoraxb. Monitor pernapasan : frekuensi, kedalaman, auskultasi bunyi pernapasan (krekels, mengi, ronki) dan upaya pernapasan.c. Berikan O2 sesuai kebutuhand. Monitor adanya distensi dan nyeri abdominal

3Cemas b/d sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun kerusakann bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup social ataupun ketidak mampuan yang permanen.rasa cemas pasien terhadap tindakan asuhan keperawatan berkurang dengan criteria hasil : Klien bersifat terbuka dengan persoalan-persoalan emosional. Klien dapat mengekspresikan diri dengan baik.a. Berikan lingkungan yang mendorong diskusi terbuka untuk persoalan persoalan emosionalb. Gerakan system pendukung pasien dan libatkan sumber sumber ini sesuai kebutuhanc. Berikan waktu pada penderita untuk mengekspresikan diri. Dengarkan dengan aktifd. Berikan penjelasan yang sederhana untuk peristiwa peristiwa dan stimuli lingkungane. Identifikasi sumber sumber rumah sakit yang memungkinkan untuk mendukung penderita dan keluarganyaf. Berikan dorongan komunikasi terbuka antara perawat keluarga mengenai masalah masalah emosionalg. Validasi pengetahuan penderita dan keluarga tentang penyakit kritish. Lakukan system pendukung religious sesuai kebutuhan

4Perubahan proses pikir b/d peningkatan kadar amonium serum, kerusakan metabolisme Proses pikir pasien dapat berangsur-angsur kembali normal.a. Orientasikan kembali pada waktu, tempat dan orang sesuai kebutuhanb. Berikan obat pelembut feses,pembersih kolon ( enema ); antibiotik non absorban ( neomycin ), jika sifat toksik meningkatc. monitor respon penderita pada terapid. Hindari : Trauma, terutama pada saat penurunan kesadaran ( beri pengaman tempat tidur ); penggunaan narkotik atau sedative dan batasi penggunaan obat yang di metabolism oleh hatie. monitor serum amonia, elektrolit, pH, glukosa dan darah lengkap

5Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan nutrisi kurang : ketidak mampuan mencerna makanan

Mengoptimalkan nutrisi pada pasien kemudian intake dan output seimbang.Dengan criteria hasil : kebuthan akan nutrisi pasien dapat tterpenuhi dengan baik.a. Ukur masukan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary, pengukuran BB tiap hari pemeriksaan laboratorium dan antropometrikb. Berikan diet tinggi karboidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan fungsi hati, jelaskan alasan tipe diet, pertimbangkan pilihan, makanan yang disukaic. Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu, terlalu panas atau terlalu dingind. Berikan makanan halus atau lunak, hindari makanan kasar sesuai indikasie. Bantu pasien mengenal jenis makanan rendah garamf. Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan

g. Pelihara hygiene mulut sebelum makan dan memberikan suasana yang menyenangkan pada waktu makanh. Pantau pemeriksaan laboratorium : glukosa serum, albumin, total protein danamoniai. Pertahankan status puasa bila di indikasikanj. Berikan makanan melalui selang sesuai indikasik. Kolaborasi pemberian obat - obatan : vitamin, anti emetic dan enzym.

DAFTAR PUSTAKABoedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.Burton, J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : JakartaCarpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : JakartaDoenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : JakartaEffendi , Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.Hassa. 1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI : Jakartahttp://id.wikipedia.org/wiki/Anemiahttp://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0611/30/104458.htmNoer, Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Page 156