tugas anak

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, yang merupakan obligat anaerob, gram positif batang yang motil dan mudah bentuk endospora,ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat . Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani . Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong ,tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum). Tetanus tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini dipeternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering ini dapat bertebaran dimana-mana. Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian pada anak. Meskipun insidens tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun angka kejadiannya telah menurun setiap 1

description

anak

Transcript of tugas anak

BAB IPENDAHULUAN

1.1.Latar BelakangTetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan olehClostridium tetani,yang merupakan obligat anaerob, gram positif batangyang motil dan mudah bentuk endospora,ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi olehClostridium tetani. SporaClostridium tetanibiasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong ,tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum).Tetanus tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini dipeternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering ini dapat bertebaran dimana-mana.Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian pada anak. Meskipun insidens tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun angka kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih belum dapat dimusnahkan meskipun pencegahan dengan imunisasi sudah diterapkan secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna menurunkan angka kematian penderita tetanus, khususnya pada anak.

1.2. Rumusan Masalah Laporan kasus ini adalah Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami Tetanus dengan apneu ?

1.3. Tujuan PenulisanTujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya:1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis Tetanus.2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus Tetanus pada pasien secara langsung.3. Untuk memahami perjalanan penyakit Tetanus dan komplikasinya.

1.4. Manfaat Penulisan Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:1. Memperluas landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit anak, khususnya mengenai Tetanus.2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut teori yang berkaitan dengan Tetanus pada anak.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1.DefinisiTetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ".Dan pada tahun 1890, ditemukan toksin seperti strychnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum). 2.2.1. Etiologi Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Clostridium tetani.Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia danjuga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum2.3.1. PatogenesisPada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port dentree tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :a. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas.

b. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

c. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum.

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: motor end plate di otot rangka medula spinalis otakHipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar. Dampak toksin antara lain : 1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.

2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.

3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.

2.4.1.Gejala klinis Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari,tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya kematian. Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :

a. Generalized tetanus (Tetanus umum) Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan.Derajat luka bervariasi,mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi.Masa inkubasi sekitar 7-21 hari,sebagian besar tergantung dari jarak luka dengan SSP.Penyakit ini biasanya memiliki pola yang desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen.Gejala utama berupa trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut.Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung.Manifestasi dini ini merefleksikan otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek.Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit.Spasme dapat berlangsung hingga 3-4 minggu.Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa bulan.

b. Localized tetanus (Tetanus lokal) Tetanuslokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta memiliki derajat yang bervariasi.Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki prognosis yang baik.Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara bertahap.Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan.Hanya sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

c. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik) Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi telinga tengah.Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf fasialis).Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum.Bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari.Prognosis biasanya buruk.

d. Tetanus neonatorum Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus.Tetanus neonatorum terjadi pada negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus.Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi.Masa inkubasi sekitar 3-10 hari.Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%.

Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit, tetanus dapat dibagi menjadi empat tingkatan :

DerajatManifestasi Klinis

I : RinganTrismus ringan sampai sedang;spastisitas umum tanpa spasme

atau gangguan pernapasan;tanpa disfagia atau disfagia ringan

II : SedangTrismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang

dalam waktu singkat; laju napas>30x/menit; disfagia ringan

III : BeratTrismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama; laju

napas>40x/menit; laju nadi > 120x/menit, apneic spell, disfagia

Berat

IV : Sangat(derajat III + gangguan sistem otonom termasuk kardiovaskular)

beratHipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling dengan

hipotensi relatif dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut

dapat menetap

32

2.5.1Penegakan Diagnosis

Diagnosis tetanus sepenuhnya didasarkan pada temuan klinis, karena pemeriksaan laboratorium tidak spesifik.Jadi,penegakan diagnosis sepenuhnya didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.Jangan menyingkirkan diagnosis tetanus meskipun orang tersebut telah diimunisasi secara lengkap.Diperkirakan terdapat 4-100 juta kasus tetanus pada orang yang telah divaksinasi (imunokompeten).

2.5.2.ANAMNESISAnamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain: 1. Apakah dijumpai luka, luka dengan nanah atau gigitan binatang2. Apakah pernah keluar nanah dari telinga3. Apakah pernah menderita gigi berlubang4. Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT?

2.5.3.PEMERIKSAAN FISIKPada pemeriksaaan fisik dapat ditemukan :

Trismus adalah kekakuan otot mengunyah (otot maseter) sehingga sukar untuk membuka mulut. Pada neonatus kekakuan mulut ini menyebabkan mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap hari.

Risus sardonikus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan kebawah.

Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.

Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan. Bila kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat spasme makin pendek sehingga anak jatuh dalam status konvulsivus.

Pada tetanus neonatorum awalnya bayi tampak sulit untuk menghisap dan cenderung terus menangis. Setelah itu, rahang menjadi kaku sehingga bayi tidak bisa menghisap dan sulit menelan. Beberapa saat sesudahnya, badan menjadi kaku serta terdapat spasme intermiten.

Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai akibat spasme yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian; pengaruh toksin pada saraf otonom menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung atau kelainan pembuluh darah), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak; kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi retentio alvi atau retentio urinae atau spasme laring; patah tulang panjang dan kompresi tulang belakang.

Uji spatula dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring dengan menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif, jika terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Dalam laporan singkat The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa pada penelitian, uji spatula memiliki spesifitas yang tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas yang tinggi (94% pasien yang terinfeksi menunjukkan hasil yang positif).

2.5.4.PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus.

1. Pemeriksaan bikan pada luka perlu dilakukan, namun kuman c tetani dapat ditemukan juga pada orang ynag tidak mengalami tetanus.biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerob.Selain mahal hasil biakan positif tanpa gejala klinis tidak memiliki arti.

2. Nilai hitung jumlah leukosit dapat tinggi

3. Kadar antitoksin didalam darah 0,01U/Ml atau lebih dianggap sebagai imunisasi bukan tetanus.

4. Kadar enzim otot ( kreatinin kinese, aidolase) didalam darah dapat tinggi

2.6.1.Diagnosis Banding

Diagnosis banding tergantung dari manifestasi klinis utama dari penyakit.Diagnosis bandingnya adalah sebagai berikut :

1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Pada ketiga diagnosis tersebut tidak dijumpai trismus, risus sardonikus. Namun dijumpai gangguan kesadaran dan terdapat kelainan likuor serebrospinal.

2. Tetani disebabkan oleh hipokalsemia. Secara klinis dijumpai adanya spasme karpopedal.

3. Keracunan striknin : minum tonikum terlalu banyak (pada anak).

4. Rabies :dijumpai gejala hidrofobia dan kesukaran menelan, sedangkan pada anamnesis terdapat riwayat digigit binatang pada waktu epidemi.

5. Trismus akibat proses lokal yang disebabkan oleh mastoiditis, otitis media supuratif kronis (OMSK) dan abses peritonsilar. Biasanya asimetris.

2.7.1Komplikasi Tetanus

2.7.2Komplikasi tetanus

Sistem tubuhKomplikasi

Jalan napasAspirasi*

Laringospasme/obstruksi*

Sedasi dihubungkan dengan obstruksi*

RespirasiApnea*

Hipoksia

Tipe I* (ateletaksis, aspirasi, pneumonia) dan tipe II* gagal

napas (spasme laring, pemanjangan spasme batang tubuh,

sedasi berlebihan)

ARDS*

Komplikasi dari pemanjangan bantuan ventilasi (contoh :pneumonia)

Komplikasi trakeostomi (contoh : stenosis trakea)

Emboli paru

Emfisema mediastinum

Penumotoraks

Spasme diafragma

KardiovaskularTakikardia*, hipertensi*, iskemia*

Hipotensi*, bradikardia*

Takiaritmia, bradiaritmia*

Asistol*

Gagal jantung*

GinjalGagal ginjal : fase oligouria dan poliuria

Stasis urin dan infeksi

Gastrointestinal

Stasis lambung

Ileus

Diare

Perdarahan*

Lain-lainStatus konvulsivus

Dehidrasi

Penurunan berat badan*

Tromboemboli*

Sepsis dan gagal organ multipel*

Fraktur vertebra selama spasme

Avulsi tendon selama spasme

* Komplikasi jangka panjang

2.9.1Penatalaksanaan

2.9.2.Tatalaksana Umum

1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-obatan,dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral.Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada kemungkinan terjadinya aspirasi.

2. Menjaga saluran napas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu trakeostomi.

3. Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker).

4. Mengurangi spasme dan mengatasi spasme. Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal.Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia