TUGAS AKHIR FILM DOKUMENTER EXPOSITORY WAKAF …repository.unpas.ac.id/38631/1/FULL VERSION...
Transcript of TUGAS AKHIR FILM DOKUMENTER EXPOSITORY WAKAF …repository.unpas.ac.id/38631/1/FULL VERSION...
TUGAS AKHIR
FILM DOKUMENTER EXPOSITORY WAKAF CAHAYA
DEPARTEMENT SUTRADARA
Diajukan untuk memenuhi syarat akhir dalam menempuh gelar Sarjana Seni
di bidang Fotografi dan Film
ALIM SANUTRA
136020019
PROGRAM STUDI FOTOGRAFI DAN FILM
FAKULTAS ILMU SENI DAN SASTRA
UNIVERSITAS PASUNDAN
Bandung, Agustus 2018
I
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan (menjamin) bahwa pengkaryaan Tugas Akhir ini
dilakukan secara mandiri dan disusun tanpa menggunakan bantuan yang tidak
dibenarkan, sebagaimana lazimnya pada penyusunan sebuah Tugas Akhir.
Semua elemen karya, kutipan tulisan dan atau pemikiran orang lain yang
digunakan di dalam penyusunan pengkaryaan, baik dari sumber yang
dipublikasikan ataupun tidak, telah dikutip dan disertakan sumbernya dengan baik
dan benar menurut kaidah akademik yang berlaku.
Pengkaryaan ini belum pernah diajukan pada pendidikan program sarjana di
perguruan tinggi lain dan tindak plagiarisme akan dikenakan sanksi seperti yang
tercantum dalam peraturan akademi dan kemahasiswaan Universitas Pasundan.
Alim Sanutra
Film Dokumenter Expository “Wakaf Cahaya” Department Sutradara
136020019
Materai 6000 dan Ditandatangani
II
HALAMAN PENGESAHAN
Pengkaryaan ini diajukan oleh:
Nama : Alim Sanutra
NPM : 136020019
Program Studi : Fotografi & Film
Judul Pengkaryaan : Film Dokumenter Expository “Wakaf Cahaya”
Department Sutradara
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana seni pada Program Studi Fotografi & Film, Fakultas Ilmu Seni dan
Sastra, Universitas Pasundan
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : H. Heriwanto S.Sn., M.Si. ( )
Pembimbing II : IGP Wiranegara M.Sn. ( )
Ditetapkan di : Bandung
Tanggal : 6 Agustus 2018
III
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrohim
Assalamuallaikum Warohmatullahi Wabaraokatuh
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir Pengkaryaan ini. Pengkaryaan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Seni Program Studi Fotografi dan Film pada Fakultas Ilmu Seni dan Sastra
Universitas Pasundan. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada pengkaryaan ini sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan pengkaryaan ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada :
(1) Allah SWT;
(2) H. Heriwanto, S.Sn., M.Si. dan IGP Wiranegara, M.Sn. selaku dosen
pembimbing I dan II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam Tugas Akhir Pengkaryaan ini;
(3) Regina Octavia Ronald S.Sn., M.Si. selaku Wali Dosen yang telah
memberikan saran dan motivasi kepada penulis selama perkuliahan sampai
Tugas Akhir ini;
(4) Harry Reinaldi S.Sn., M.Pd. selaku ketua program studi fotografi dan film
Universitas Pasundan Bandung;
(5) Pihak Yayasan Pilar Peradaban, Ujang Koswara dan Karyawan Limar
yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya
perlukan;
(6) The Panasdalam Institute yang telah memberikan banyak pelajaran hidup
(7) Imam Besar The Panasdalam sebagai orang yang telah membina saya
untuk selalu berkarya;
(8) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
materil dan moral; dan
IV
(9) Sahabat yang telah membantu saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir
Pengkaryan ini.
Akhir kata, saya berharap Allah Subhanahu wa ta‟ala membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Semoga
Tugas Akhir Pengkaryaan ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Wassalamuallaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Bandung, 06 Agustus 2018
Alim Sanutra
V
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Pasundan, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Alim Sanutra
NPM : 136020019
Program Studi : Fotografi & Film
Departemen : Sutradara
Fakultas : Ilmu Seni dan Sastra
Jenis Karya : Pengkaryaan
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Pasundan Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Film Dokumenter Expository “Wakaf Cahaya” Department Sutradara
Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Pasundan berhak
menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta data sebagai pemilik hak
cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Bandung
06 Agustus 2018
Yang Menyatakan
Materai 6000
(Alim Sanutra)
VI
ABSTRAK
Nama : Alim Sanutra
Program Studi : Fotografi & Film
Judul : Film Dokumenter Expository “Wakaf Cahaya”
Department Sutradara
Film dokumenter expository ini menceritakan tentang Ujang Koswara atau orang
yang sering dipanggil dengan sebutan Uko. Uko adalah seorang wirausahawan
sosial & penggiat pemberdayaan masyarakat. Uko aktif melakukan program
aktivasi bekerja sama dengan perusahaan pemerintah maupun swasta untuk
menerangi daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan hak penerangan
dengan lampu hasil ciptaanya dengan merk LIMAR (Listrik Mandiri Rakyat).
Uko tergerak melakukan kegiatan ini karena kebijakan pemerintah mengganti
minyak tanah ke LPG, kelangkaan minyak tanah menyulitkan sebagian
masyarakat di desa terpencil, karena minyak tanah banyak digunakan untuk
lentera penerangan rumah dari pada untuk memasak. Dampak lain dari kebijakan
pemerintah tersebut yaitu siswa-siswa yang berada di daerah terpencil sulit untuk
belajar dimalam hari. Masalah itu mendorong Uko untuk mencari solusi yang bisa
diterapkan secepat mungkin. Bersama Yayasan Pilar Peradaban yang
dibentuknya, Uko aktif menggerakkan program Indonesia bebas gelap. Uko
berhasil mengajak pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk berperan bersama-
sama menuntaskan kegelapan di wilayah terpencil Indonesia. Karena menurut
Uko hidup ini harus bermanfaat untuk orang lain. Masyarakat desa yang telah
mendapatkan lampu limar semakin bahagia karena rumah-rumah mereka tidak
gelap lagi ketika malam hari tiba. Menjadi sutradara film dokumenter harus
mampu menyajikan cerita yang dapat bermanfaat untuk orang lain, menjadi
sutradara harus mampu menyampaikan gagasan dan ide cerita serta dapat
menyampaikan pesan moral kepada penonton. Penulis menggunakan metode
kualitatif bersifat deskriptip dengan melakukan observasi, wawancara dan studi
literatur sehingga terjadilah proses pengkaryaan film dokumenter bentuk
expository. Menurut para ahli dari berbagai bentuk film dokumenter, maka bentuk
expository dirasa cocok untuk jenis pengkaryaam yang penulis lakukan, karena
gambar akan di dukung dengan voice over sebagai penambah informasi cerita.
Kata kunci: Film Dokumenter Expository, Penyutradaraan, Wirausaha Sosial,
Ujang Koswara, LIMAR.
VII
ABSTRACT
Name : Alim Sanutra
Study Program : Photography & Film
Title : Expository Documentary Film “Wakaf Cahaya”
Department Director
This expository documentary film tells about Ujang Koswara or people called him
Uko. Uko is a social entrepreneur & activist of community empowerment. Uko
actively conduct activation program in cooperation with government and private
companies to help people in remote areas that have not get the right lighting with
lights in their homes, Uko helps them with his creation named LIMAR (Listrik
Mandiri Rakyat). Uko was moved to do this activity because the government
policy replace kerosene to LPG (Liquified Petroleum Gas), it makes difficult for
some people in remote areas, because kerosene is widely used for home lighting
rather than for cooking. Another impact of government policy is that students in
remote areas are difficult to studying at night because don’t have lighting in their
homes. The issue prompted Uko to find a workable solution as quickly as possible
for them. With the Foundation named Pilar Peradaban Foundation which he
founded, Uko actively mobilized the program of “Indonesia Bebas Gelap”. Uko is
trying to invite government, private companies and community to do the program
together to give a solution of the darkness with LIMAR for people in remote
areas of Indonesia. Uko has opinion that this life should be useful for others.
People who have been getting LIMAR in their homes are happier because their
homes are not dark anymore when the evening comes. Being a documentary
director should be able to present a story that can be useful to others, a director
must be able to convey ideas and story ideas, can convey a moral message to the
audience. Uses descriptive qualitative method by observation, interview and
literature study in process expository documentary. Expository is considered
suitable for the type in this documentary, because the image will be supported
with voice over as a story information enhancer
Keywords: Documentary Film Expository, Directing, Social Entrepreneurship,
Ujang Koswara, LIMAR.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
1.5 Metodologi Penelitian ............................................................................... 6
1.6 Batasan Penelitian ...................................................................................... 8
1.7 Jadwal Pengkaryaan ................................................................................... 9
1.8 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 9
1.9 Peta Konsep (Mind Mapping) .................................................................... 10
1.10 Sitematika Penulisan ................................................................................ 11
BAB II LANDASAN KONSEPTUAL
2.1 Film Dokumenter ...................................................................................... 13
2.2 Bentuk Film Dokumenter .......................................................................... 15
2.2.1 Bentuk Expository .......................................................................... 15
2.2.2 Bentuk Direct Cinema/Observational ............................................ 16
2.2.3 Bentuk Cinema Virete ..................................................................... 18
2.3 Sutradara .................................................................................................... 19
2.3.1 Pengertian Sutradara ........................................................................ 19
2.3.2 Hubungan dan Peranan Sutradara Secara Umum ........................... 22
2.3.3 Struktur Posisi Sutradara Secara Umum ......................................... 25
2.3.4 Kepemimpinan Sutradara ................................................................ 26
2.3.5 Teknik dan Strategi Visual ............................................................. 27
2.4 Sejarah Lampu Limar (Listrik Mandiri Rakyat) ........................................ 29
2.5 Yayasan Pilar Peradaban dan Program Indonesia Bebas Gelap ................ 30
2.6 Referensi Karya .......................................................................................... 31
2.6.1 Film Dokumenter Musisi Jalanan .................................................... 31
2.6.2 Film Fortuner Indonesia Berjudul Hajar ......................................... 32
2.6.3 Film Dokumenter Jalanan ................................................................ 33
BAB III PROSES PENGKARYAAN
3.1 Tahap Pengkaryaan .................................................................................... 34
3.1.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................... 34
3.1.2 Tahap Persiapan Penelitian .............................................................. 35
3.1.3 Tahap Pelaksanaan Penelitian.......................................................... 35
ix
3.2 Pengumpulan Data Penelitian .................................................................... 36
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 36
3.2.2 Sample Penelitian ............................................................................ 39
3.3 Konsep Perancangan Film oleh Sutradara ................................................. 40
3.3.1 Tahap Praproduksi ........................................................................... 41
3.3.2 Tahap Produksi ................................................................................ 43
3.3.3 Tahap Pascaproduksi ....................................................................... 44
BAB IV PEMBAHASAN KARYA
4.1 Praproduksi ................................................................................................ 45
4.1.1 Data Riset ........................................................................................ 46
4.1.2 Treatment ......................................................................................... 47
4.1.3 Film Statement ................................................................................. 54
4.1.4 Sinopsis ............................................................................................ 55
4.2 Produksi...................................................................................................... 56
4.3 Pascaproduksi ............................................................................................. 64
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 66
5.2 Saran ........................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Konsep .................................................................................. 10
Gambar 2.1 Strategi Kerja Seorang Sutradara ................................................ 21
Gambar 2.2 Bagan Organisasi Posisi Sutradara Dalam Produksi Film ........... 25
Gambar 2.3 Referensi Film Musisi Jalanan .................................................... 31
Gambar 2.4 Film Hajar ................................................................................... 32
Gambar 2.5 Referensi Film Jalanan ................................................................ 33
Gambar 3.1 Tringulasi Teknik Pengumpulan Data ......................................... 37
Gambar 4.1 Subjek Sedang Melakukan Rapat .............................................. 58
Gambar 4.2 Subjek Diwawancarai Oleh Wartawan Media Cetak .................. 58
Gambar 4.3 Wawancara Subjek ...................................................................... 59
Gambar 4.4 Wawancara salah satu warga penerima bantuan
lampu LIMAR .............................................................................. 59
Gambar 4.5 Wawancara Warga Masyarakat ................................................... 59
Gambar 4.6 Salah satu karyawan LIMAR sedang merakit lampu ................... 60
Gambar 4.7 Komponen yang digunakan lampu LIMAR ................................ 60
Gambar 4.8 Packing lampu LIMAR ke dalam dus kecil ................................ 61
Gambar 4.9 Salah satu karyawan LIMAR sedang merakit
lampu (closeup) ............................................................................ 61
Gambar 4.10 Pendistribusian lampu LIMAR ................................................. 62
Gambar 4.11 Salah satu tanjakan yang dilalui dalam
pendistribusian lampu .................................................................. 62
Gambar 4.12 Masyarakat bergotong royong mengambil
lampu LIMAR .............................................................................. 62
Gambar 4.13 Pemasangan lampu limar di salah satu rumah warga ................. 63
Gambar 4.14 Pemasangan accu untuk lampu LIMAR..................................... 63
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jadwal Pengkaryaan ......................................................................... 9
Tabel 4.1 Jadwal Wawancara ........................................................................ 46
Tabel 4.2 Treatment Film Dokumenter ......................................................... 48
1
UNIVERSITAS PASUNDAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara terluas di dunia dengan total luas
Negara 5.193.250 km² (mencakup daratan dan lautan). Hal ini menempatkan
Indonesia sebagai negara terluas ke tujuh didunia setelah Rusia, Kanada, Amerika
Serikat, China, Brasil dan Australia1. Di zaman globalisasi sekarang ini, sudah
seharusnya Indonesia terbebas dari gelap, ternyata di beberapa daerah masih
banyak yang belum merasakan adanya penerangan dan pasokan listrik untuk
menerangi rumah-rumah mereka.
Dalam Pancasila, sila kelima berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia” tapi hal itu belum dirasakan sebagian masyarakat yang tinggal
di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan pasokan listrik, tentunya hal
ini menjadi menjadi satu permasalahan yang harus diselesaikan agar dapat
menyempurnakan dari sila kelima tersebut. Di kota sangat mudah menemukan
lampu listrik dan mudah untuk menerangi rumah-rumahnya, sedangkan di daerah-
daerah tertinggal sangat sulit untuk mendapatkan penerangan.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa listrik merupakan kebutuhan
bagi sebagian masyarakat Indonesia, saat ini hampir semua aktifitas banyak
menggunakan listrik, oleh karena itu ketersediaan pasokan listrik bagi masyarakat
harus terus diupayakan kesinambungan ketersediaannya dan sumber energinya.
1 http://www.invonesia.com/luas-wilayah-negara-indonesia.html
2
UNIVERSITAS PASUNDAN
Menyediakan pasokan listrik bagi masyarakat hakikatnya membangun peradaban
masyarakat menjadi lebih baik.
Dalam wawancara yang dilakukan penulis dengan Ujang Koswara (2018),
mengatakan 30 juta lebih penduduk Indonesia tidak mendapatkan penerangan
lampu listrik. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dan swasta dengan
membangun jaringan panel surya dan mikrohidro, sulitnya perawatan dan
minimnya pengetahuan banyak di antaranya sudah tidak berfungsi. Bagi
masyarakat yang belum mendapatkan listrik lebih baik 10 watt hari ini dari pada
100 watt 10 tahun lagi.
Tahun 2009 Ujang Koswara membuat inovasi dengan menciptakan lampu
dengan merk LIMAR (Listrik Mandiri Rakyat) sebagai lampu penerangan hemat
energi. Ujang menciptakan produk instalasi lampu hemat energi dengan merk
LIMAR untuk digunakan di rumah-rumah yang sulit di jangkau PLN hingga saat
ini.
Sejarah Ujang Koswara dalam membuat lampu LIMAR terinspirasi dari
masalah keluarganya di kampung, Garut. Kiprah Ujang di bidang pengembangan
Teknologi Tepat Guna (TTG) dimulai dari kegelisahan, gelisah akan masa
depannya sendiri yang berasal dari keluarga pendatang dari desa dan tidak
berkecukupan. Ujang pergi ke Bandung untuk mencari kehidupan yang lebih baik,
himpitan kesulitan hidup adalah keseharian ujang, namun Ujang menjalani apa
adanya. Sebagai bagian masyarakat bawah, Ujang bisa mengenyam pendidikan
dasar, lulus sebagai sarjana menurutnya ibarat lolos dari lubang jarum kehidupan.
Kebijakan pemerintah pada 2008 tentang konversi minyak tanah ke LPG menjadi
titik balik yang menginspirasi Ujang.
3
UNIVERSITAS PASUNDAN
Dari kebijakan tersebut sampai saat ini kelangkaan minyak tanah masih
memukul sebagian masyarakat desa, khususnya masyarakat kecil yang berada di
daerah terpencil. Minyak tanah faktanya lebih banyak digunakan sebagai bahan
bakar lentera penerangan. Dampak dari kebijakan pemerintah tersebut juga
berlaku untuk siswa yang tinggal di daerah terpencil ketika akan menghadapi
Ujian Nasional. Ujian Nasional yang cenderung menyamaratakan kondisi
pendidikan masyarakat kota dan desa serasa kurang adil, karena para siswa di
daerah sulit belajar pada malam hari untuk bersiap mengikuti Ujian Nasional
(Sumber: Wawancara peneliti dengan Ujang Koswara, 2018).
Kemudian Ujang Koswara mendirikan Yayasan Pilar Peradaban, yayasan ini
dibuat agar bisa mengelola dana bantuan dari siapapun mulai dari perusahaan
(dana CSR) maupun dana pribadi dari seseorang yang ingin membantu
masyarakat yang membutuhkan penerangan.
Ujang dalam pembuatan lampu LIMAR yaitu dengan memberdayakan anak-
anak marjinal, anak-anak jalanan, anak-anak pesantren, dan masih banyak lainnya.
Ujang Koswara dalam mendirikan Yayasan Pilar Peradaban mempunyai Visi dan
Misi.
Visi Yayasan Pilar Peradaban yaitu menjadi social enterprise melalui
pemberdayaan yang berkelanjutan untuk masyarakat luas, serta dapat
mewujudkan program Indonesia Bebas Gelap dan Indonesia Terang.
Misi Yayasan Pilar Peradaban yaitu:
Meningkatkan potensi melalui kegiatan pemberdayaan.
Mengembangkan bakat dan karakter baik di lingkungan masyarakat.
4
UNIVERSITAS PASUNDAN
Memperbaiki kondisi penerangan khususnya di perdesaan dengan kondisi
wilayah terpencil, tertinggal, dan berada di perbatasan di Indonesia. (Sumber:
Yayasan Pilar Peradaban, 2018).
Atas dasar pemikiran di atas penulis merasa hal ini perlu dibuat menjadi karya
film dokumenter dan semoga harapannya bisa menjadi contoh solusi
permasalahan penerangan di daerah daerah terpencil yang sulit di jangkau PLN.
Karena Ujang Koswara dengan lampu LIMAR turut membantu untuk mengurangi
permasalahan yang timbul di Indonesia khususnya dalam penerangan lampu di
daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan pasokan listrik dari PLN.
Selanjutnya dalam pengkaryaan ini penulis bermaksud untuk membuat karya
dengan membuat sebuah film dokumenter berjudul “Wakaf Cahaya”. Penulis
mengambil judul tersebut karena masih berkaitan dengan visi misi dan program
Yayasan Pilar Peradaban yaitu mewujudkan program Indonesia bebas gelap.
Menurut Ujang Koswara program Indonesia bebas gelap adalah program
penerangan rumah dengan lampu LIMAR sehingga rumah-rumah masyarakat
tidak gelap lagi ketika malam hari tiba. Semoga dengan melalui film dokumenter
dapat membantu dan menjadi contoh solusi masalah kebuntuan pemenuhan
penerangan di daerah terpecil.
Dalam pembuatan film dokumenter ini, penulis akan melakukan
eksploratif cerita sejarah Ujang Koswara dalam proses pembuatan lampu LIMAR,
cara merakitnya, hingga sejauh mana Ujang koswara dalam mewujudkan program
Indonesia Bebas Gelap.
5
UNIVERSITAS PASUNDAN
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana cara sutradara film dokumenter expository dapat menceritakan
dan memvisualisasikan Ujang Koswara dalam mewujudkan program Indonesia
bebas gelap.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara sutradara dalam membuat
film dokumenter expository tentang Ujang Koswara dalam mewujudkan program
Indonesia bebas gelap.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat praktis penyutradaraan film dokumenter expository ini diharapkan
akan menjadi media pembelajaran bagi penulis dan sebagai media edukasi
yang dapat memberikan contoh sosok orang yang berjiwa sosial
pemberdaya masyarakat.
b. Manfaat teoritis penelitian melalui penyutradaraan film dokumenter
expository diharapkan setiap mahasiswa mampu memupuk keterampilan
dalam mebuat film secara praktek di lapangan, sehingga setelah selesai dari
bangku kuliah mahasiswa siap terjun ke dunia kerja dengan membawa nama
baik almamater.
6
UNIVERSITAS PASUNDAN
1.5 Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan metode kualitatif
deskriptif, kemudian diambil jenis penelitian sampling, yang dilakukan dengan
sampel purposif dan sampel internal. Sampel purposif adalah sampel yang secara
sengaja di pilih oleh penulis, karena sampel ini dianggap memiliki ciri-ciri
tertentu yang dapat memperkaya data penelitian. Sementara sampel internal
adalah keputusan yang diambil oleh penulis tentang siapa yang perlu di
wawancarai, kapan melakukan observasi, atau dokumen seperti apa dan sebanyak
apa dokumen yang perlu di kaji. Hal ini di lakukan guna memperoleh informasi
sebanyak mungkin, dengan harapan mendapatkan informasi yang representatif
dan menyeluruh.
Dalam proses pengumpulan data ini, penulis menggunakan metode
wawancara dengan narasumber yang dinilai memiliki kompetensi untuk
memberikan informasi yang represetatif. Narasumber utama yang penulis pilih
untuk memberikan informasi terkait masalah penelitian ini adalah Ujang Koswara,
kemudian narasumber lainnya yaitu masyarakat, dan karyawan Yayasan Pilar
Peradaban.
Teknik atau metode ini dianggap paling efektif karena penulis terjun
langsung atau bertemu langsung dengan objek yang diteliti. Proses observasi
penciptaan karya ini dilakukan dengan cara mengamati objek, karena dalam
pengkaryaan ini penulis akan memaparkan tentang bagaimana dan sejauh mana
Ujang Koswara dalam mewujudkan program Indonesia bebas gelap. Sebelum
melakukan pembuatan film, penulis mendatangi objek yang akan diteliti agar
7
UNIVERSITAS PASUNDAN
dapat mengenal lebih baik karakter dan kondisi dari obyek yang nantinya akan
mudahkan proses penyutradaraan dan pengambilan shot-shot gambar.
Untuk itu, penulis melakukan pengamatan dengan seksama tentang
strategi Ujang Koswara dalam mewujudkan program Indonesia bebas gelap.
Selain itu juga dilakukan pendataan mengenai hal-hal yang dianggap penting agar
dapat di terapkan pada karya yang akan dibuat.
Selanjutnya, penulis menggunakan data-data literatur, dokumen-dokumen
yang sudah ada baik teks, audio, maupun audio visual guna memperkaya
informasi yang diperlukan dalam proses pengumpulan data. Terakhir,
pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung di lapangan.
Langkah ini di nilai menjadi salah satu langkah yang sangat penting dalam proses
penggalian informasi, karena dengan keterlibatan langsung di lapangan akan
menghasilkan data yang apa adanya, menekankan pada deskripsi secara alamiah,
serta tanpa manipulasi keadaan dan kondisinya.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yaitu dengan
mencari beberapa referensi yang ada kaitannya dengan judul Tugas Akhir penulis
berupa catatan dengan bentuk tulisan, foto, serta rekaman audio dan video (audio
visual) sebagai sumber kepustakaan yang berguna untuk mendapatkan berbagai
informasi dan data yang berhubungan dengan karya penulis. Data yang lengkap
dan akurat merupakan salah satu faktor penting tercapainya tujuan yang
diharapkan.
Dalam hal ini, studi literatur dilakukan karena selain untuk di jadikan sebagai
sumber dalam melakukan penelitia, juga bisa dijadikan bahan untuk referensi
yang bisa menjelaskan keakuratan penelitian yang dilakukan sehingga penelitian
8
UNIVERSITAS PASUNDAN
yang tersebut benar-benar asli dan belum ada yang melakukan penelitian
sebelumnya melalui pembuatan karya film dokumenter.
Bentuk film yang digunakan penulis dalam karya film dokumenter
menggunakan bentuk film dokumenter expository. Menurut Tanzil (2010:7),
Bentuk film Dokumenter expository yaitu menampilkan pesan kepada penonton
secara langsung, melalui presenter atau narasi berupa teks maupun suara, pada
expository gambar disusun sebagai penunjang argumentasi yang disampaikan
lewat narasi atau presenter berdasarkan naskah yang dibuat dengan prioritas
tertentu.
1.6 Batasan Penelitian
Ujang Koswara dalam mewujudkan program Indonesia bebas gelap salah
satunya adalah dimulai dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Agar memudahkan
penulis dalam membuat karya film dokumenter, maka dalam penelian ini akan
dibatasi di wilayah Jawa Barat. Batasan tersebut yaitu:
a. Narasumber utama Ujang Koswara, kemudian karyawan Yayasan Pilar
Peradaban, serta orang-orang yang terlibat dalam mewujudkan program
Indonesia Bebas Gelap.
b. Shooting dilakukan di lokasi Yayasan Pilar Peradaban, kantor LIMAR
(Listrik Mandiri Rakyat), dan daerah terpencil di Jawa Barat, yaitu Cianjur
dan Karawang yang belum mendapatkan pasokan listrik.
9
UNIVERSITAS PASUNDAN
1.7 Jadwal Pengkaryaan
Tabel 1.1 Jadwal Pengkaryaan
1.8 Lokasi Penelitian
a) Lokasi penelitian ini dilakukan pada Yayasan Pilar Peradaban, beralamat
kantor di Cilengkrang 1 Jalan Pesanggrahan No. 5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung
NO JENIS
PEKERJAAN FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI
1. Menentukan
Judul
2. Revisi Judul
3. Riset
4. Asistensi
5. Skenario/
Treatmen
6. Wawancara
7. Shooting
8. Editing
9.
Laporan
Akhir
Penelitian
10. Screening
10
UNIVERSITAS PASUNDAN
b) Kantor Limar yang beralamat di Jalan Kilimanjaro No. 30 Pinus Regensi,
Kecamatan Cinambo, Kota Bandung.
c) Desa Wanajaya, Dusun Cilele, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten
Cianjur.
1.9 PETA KONSEP (MIND MAPPING)
11
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 1.1. Peta Konsep
1.10 Sistematika Penulisan
SINOPSIS :
Ujang Koswara menciptakan produk instalasi lampu hemat energi dengan merk Limar (Listrik Mandiri Rakyat) untuk mewujudkan program Indonesia bebas gelap, dan Limar
sebagai lampu penerangan untuk rumah-rumah rakyat kecil di daerah terpencil di Indonesia diharapkan mampu membantu
pemerintah dalam menangani permasalan khususnya penerangan listrik
KONSEP SKENARIO FILM:
Dalam pembuatan film dokumenter, penulis akan melakukan eksploratif melalui penyutradaraan film dokumenter
ekpository dimulai dari cerita sejarah Ujang Koswara dalam penemuan lampu LIMAR, cara merakitnya, hingga cara
mendistributorkan produk lampu buatannya kepada masyarakat kecil.
MENGAPA :
Karena solusi dari Pemerintah belum maksimal dalam penanganan kebutuhan penerangan lampu listrik di
daerah-daerah terpencil
APA :
Lampu Listrik Mandiri (LIMAR) buatan Ujang
Koswara sebagai solusi dari masalah desa yang belum
mendapat aliran listrik oleh PLN
BAGAIMANA :
Penyutradaraan film dokumenter ekpository akan menampilkan
mulai dari cara pembuatan lampu limar hingga dipasang di desa yang belum mendapat pasokan
listrik dari PLN
NARASUMBER :
Ujang koswara
12
UNIVERSITAS PASUNDAN
Untuk memudahkan penulisan laporan, penulis membuat sistematika
penulisan yang juga bertujuan untuk menghindari kerancuan dan pengulangan
dalam pembahasan. Adapun Sistematika Penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mengurai latar belakang masalah yang berisi tentang pemikiran,
rumusan masalah yang berisi lingkup pekerjaan yang akan dilakukan, maksud dan
tujuan penulisan, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini mengurai mengenai konsep-konsep teori dan landasan ilmu
pengetahuan yang bersifat penguatan kepada konsep penelitian guna menjawab
pertanyaan penelitian. Berisi mengenai teori sebagai landasan konsep penelitian
seperti pengertian film dokumenter, pengertian penyutradaraan film dokumenter,
dan sebagainya.
BAB III PROSES PENGKARYAAN
Bab ini mengurai tentang proses pengkaryaan dimulai dari metode
penelitian yang berisikan tentang menetapkan fokus penelitian, teknik
pengumpulan data, studi literature, metode observasi, wawancara, analisa data dan
perancangan karya.
BAB IV PEMBAHASAN KARYA
13
UNIVERSITAS PASUNDAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang hasil analisa data, hasil
observasi, hasil wawancara, dan hasil perancangan karya dari penelitian yang
telah dilakukan.
BAB V SIMPULAN & SARAN
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah
di lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi mengenai referensi penelitian, rujukan-rujukan yang ditulis secara
sistematis sesuai urutan abjad, menurut kaidah penulisan daftar pustaka
berdasarkan format Havart-APA dan dibakukan dalam Bahasa Indonesia.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Berisi seluruh data riset yang berkaitan dengan penelitian saat proses
pembuatan karya dilapangan.
13
UNIVERSITAS PASUNDAN
BAB II
LANDASAN KOSEPTUAL
2.1 Film Dokumenter
Istiah film dokumenter dimulai pada tahun-tahun terakhir abad kesembilan
belas. Pratista (2008:4), menyatakan film dokumenter “Nanook Of The North”
karya Robert Flahtery (1919) dianggap sebagai salah satu film dokumenter tertua.
Tetapi sebelumnya, istilah dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film
pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues)
yang dibuat sekitar 1890-an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata „dokumenter‟
kembali digunakan oleh pembuat film dan kritikus film asal Inggris bernama John
Grierson, untuk film Moana (1926) karya dari Robert Flaherty (Effendy, 2014:2).
John Grierson salah seorang bapak film dokumenter menyatakan bahwa
film dokumenter adalah penggunaan cara-cara kreatif dalam upaya menampilkan
kejadian atau realita. Itu sebabnya, seperti halnya film fiksi, alur cerita dan elemen
dramatik menjadi hal yang penting. Begitu pula dengan bahasa gambar (visual
grammar). Karena film dokumenter bukan ditujukan sekadar menyampaikan
informasi. Pembuat film dokumenter ingin penontonnya tidak cuma mengetahui
topik yang diangkat, Ia ingin agar penontonnya mengerti dan mampu merasakan
problematika yang dihadapi karakter atau subjek dalam film. Pembuat film ingin
agar penonton tersentuh dan bersimpati kepada subjek film. Untuk itu diperlukan
pengorganisasian cerita yang bagus dengan karakter yang menarik, alur yang
mampu membangun ketegangan dan sudut pandang yang terintegrasi (Tanzil,
2010:5).
14
UNIVERSITAS PASUNDAN
Menurut (Ayawaila, 2008:23), Ada empat kriteria yang menerangkan
bahwa film dokumenter adalah film non-fiksi.
2.1.1 Setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman kejadian
sebenarnya, tanpa interprestasi imajinatif seperti halnya dalam film fiksi.
Bila pada film fiksi latar belakang (setting) adegan dirancang sedemikian
rupa sesuai dengan keinginan waktu, tempat dalam adegan, sedangkan
pada film dokumenter latar belakang harus spontan dan otentik dengan
situasi dan kondisi asli (apa adanya).
2.1.2 Yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa nyata
(realita), sedangkan dalam film fiksi isi cerita berdasarkan karangan
(Imajinatif). Pada film dokumenter memiliki interpretasi kreatif, maka
dalam film fiksi yang dimiliki adalah interpretasi imajinatif.
2.1.3 Sebagai sebuah film non fiksi, sutradara dalam pelaksanaan produksi film
dokumenter melakukan observasi pada suatu peristwa nyata, lalu
melakukan perekaman gambar sesuai dengan apa adanya.
2.1.4 Apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita atau plot,
maka dalam dilm dokumeter konsentrasinya lebih pada kebenaran isi dan
kreatifitas pemaparan dari isi tersebut. Sesuai perkembangan zaman, film
dokumenter juga mengalami perkembangan. Dalam bentuk dan gaya
bertutur sesuai dengan pendekatan dari tema atau ide film dokumenter
tersebut. Banyak orang membagi film dokumenter tersebut kedalam
beberapa jenis sesuai dengan pendekatannya.
15
UNIVERSITAS PASUNDAN
Setiawan (2015:17) film dokumenter adalah perkembangan dari konsep
film non fiksi dimana dalam film dokumenter mengandung fakta dan mengandung
subyektivitas para pembuatnya. Artinya bahwa apa yang direkam memang
berdasarkan fakta yang ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa film dokumenter
adalah film yang menceritakan sebuah cerita tentang kehidupan nyata, dengan
cara jujur.
2.2 Bentuk Film Dokumenter
Unsur pembentuk, film dokumenter dibagi menjadi tiga bagian (Tanzil,
2010:7-10) yaitu:
2.2.1 Bentuk Expository
Dokumenter expository dalam kategori ini, menampilkan pesannya kepada
penonton secara langsung, baik melalui presenter ataupun dalam bentuk narasi.
Kedua bentuk tersebut tentunya akan berbicara sebagai orang ketiga kepada
penonton secara langsung (ada kesadaran bahwa mereka sedang menghadapi
penonton atau banyak orang). Mereka juga cenderung terpisah dari cerita dalam
film. Mereka cenderung memberikan komentar terhadap apa yang sedang terjadi
dalam adegan, ketimbang menjadi bagian darinya. Itu sebabnya, pesan atau point
of view dari expository sering dielaborasi dengan suara dari pada gambar.
Jika pada film fiksi gambar disusun berdasarkan kontinuitas waktu dan
tempat yang berasaskan aturan tata gambar, maka pada dokumenter yang
berbentuk expository, gambar disusun sebagai penunjang argumentasi yang
16
UNIVERSITAS PASUNDAN
disampaikan oleh narasi atau komentar presenter. Maka dari itu, gambar disusun
berdasarkan narasi yang sudah dibuat dengan prioritas tertentu.
Argumentasi yang dibentuk dalam expository umumnya bersifat ditaktis,
cenderung menyampaikan informasi secara langsung kepada penonton, bahkan
seringkali mempertanyakan baik-buruk sebuah fenomena berdasarkan pijakan
moral tertentu, dan mengarahkan penonton pada satu kesimpulan secara langsung.
Sepertinya inilah membuat bentuk expository popular dikalangan televisi, karena
ia menghadirkan sebuah sudut pandang yang jelas dan menutup kemungkinan
adanya perbedaan penafsiran.
Dalam bentuk expository tidak ada yang salah dengan penggunaan voice
over, selama penggunaannya dilakukan secara bagus, efektif, dan informatif.
Voice over sangat diperlukan, misalnya ketika gambar yang tersedia kurang
mampu memberikan informasi yang memadai atau belum mampu menyampaikan
pesan yang ingin disampaikan. Seringkali pembuat film menggunakan voice over
untuk memancing rasa ingin tahu penonton, lalu pada visual-visual berikutnya
menyampaikan penjelasan.
2.2.2 Bentuk Direct Cinema/Observational
Pendekatan observatif utamanya merekam kejadian secara spontan dan
natural. Aliran ini menekankan kegiatan shooting yang informal, tanpa tata lampu
khusus atau hal-hal lain yang telah dirancang sebelumnya. Kekuatan direct
cinema adalah pada kesabaran pembuat film untuk menunggu kejadian-kejadian
signifikan yang berlangsung dihadapan kamera (Lucien 1997). Para pembuat film
dengan bentuk ini berkeyakinan bahwa lewat pendekatan yang baik, maka
17
UNIVERSITAS PASUNDAN
pembuat film beserta kameranya akan diterima sebagai bagian dari kehidupan
subjeknya.
Hal ini mensyaratkan proses pendekatan tehadap subjek dibangun dalam
jangka waktu yang cukup relatif panjang dan intens. Perkenalan di awal bereperan
penting, pembuat film berusaha melakukan pendekatan seakrab mungkin dengan
subjek sambil membangun kepercayaannya. Hal Ini biasa dilakukan ketika di
tahap riset. Setelah pembuat film merasa kehadirannya dilingkungan subjek sudah
tidak lagi dirasa asing atau dipertanyakan, barulah pembuat film memperkenalkan
kamera. Kemudian proses shooting mengikuti kerutinan yang dilakukan oleh
subjek sehari-hari, karena pendekatan observational cenderung tidak ingin
memberikan kesan bahwa subjeknya melakukan kegiatan khusus untuk keperluan
pengambilan gambar. Pembuat film tidak ingin subjeknya ber-acting di depan
kamera dan melakukan hal-hal yang tidak biasa mereka lakukan.
Barnouw (1983:231) kemunculan aliran ini tidak lepas kaitannya dengan
teknologi baru dunia film yang menghadirkan peralatan yang semakin kecil dan
mudah dioperasiakan, dengan kemampuan mobilitas yang tinggi. Wireless
microphone dan directional microphone dengan fokus yang sempit dan peka
terhadap jarak menjadi andalannya. Direct cinema berhasil menghadirkan kesan
langsung antara subjek dengan penonton. Subjek secara langsung menyampaikan
persoalan yang mereka hadapi. Tidak hanya melalui ucapan, tetapi juga melalui
tindakan, kegiatan, serta percakapan yang dilakukan dengan subjek lain secara
aktual, sehingga penonton merasa dihadapkan dengan realitas sesungguhnya.
18
UNIVERSITAS PASUNDAN
2.2.3 Bentuk Cinema Verite
Tanzil menjelaskan dalam buku yang berjudul “Pemula Dalam Film
Dokumenter Gampang-Gampang Susah” bahwa bentuk cinema verite berbeda
dengan bentuk direct cinema yang cenderung menunggu krisis terjadi, kalangan
cinema verite justru secara aktif melakukan intervensi dan menggunakan kamera
sebagai alat pemicu untuk memunculkan krisis. Dalam aliran ini, pembuat film
cenderung secara sengaja memprovokasi untuk memunculkan kejadian-kejadian
tak terduga. Cinema verite tidak percaya kalu kehadiran kamera tidak
mempengaruhi penampilan keseharian subjek, walaupun sudah diusahakan tidak
tampil dominan.
Menurut mereka, kehadiran pembuat film dan kameranya pasti akan
mengganggu keseharian subjek. Tidak mungkin subjek tidak memperhitungkan
adanya kehadiran orang lain dan kamera. Subjek pasti memiliki agenda-agenda
mereka sendiri terkait dengan keterlibatan mereka dalam proses pembuatan
dokumenter tersebut. Oleh karenanya, dari pada berusaha membuat subjek lengah
terhadap kehadiran pembuat film dan kamera yang menurut mereka tidak
mungkin terjadi pergunakan saja kamera sebagai alat provokasi untuk
memunculkan krisis atau ide-ide baru yang spontan dari kepala subjek.
Pendekatan ini sangat menyadari adanya proses representasi yang
terbangun antara pembuat film dengan penonton seperti halnya pembuat film
dengan subjeknya. Itu sebabnya, pembuat film dalam aliran ini tidak berusaha
bersembunyi, mereka justru tampil menempatkan diri sebagai orang pertama,
19
UNIVERSITAS PASUNDAN
sebagai penyampai issu sehingga tidak jarang mereka tampil langsung di kamera
atau berbicara kepada subjek, kepada penonton ataupun kepada dirinya sendiri.
Pembuat film berbicara langsung ke kamera ataupun melalui voice over.
Bahkan ada berapa pembuat film yang merasa perlu menampilkan proses kegiatan
perekaman aktivitas kru inframe langsung atau melalui bayangan di cermin
selama rekaman berlangsung untuk mengingatkan penonton bahwa kru film juga
bagian dari proses komunikasi yang sedang mereka lakukan.
Dari ketiga bentuk film dokumenter yang dijelaskan Tanzil diatas maka
untuk memudahkan penulis dalam pengkaryaan penulis memilih film dokumenter
bentuk expository. Penulis merasa hal itu yang dirasa paling cocok untuk proses
pengkaryaan yang akan dilakukan dengan data-data yang penulis lakukan. Bentuk
expository menghadirkan sebuah sudut pandang yang jelas dan menutup
kemungkinan adanya perbedaan penafsiran. Dalam film dokumenter bentuk
expository ini akan menggunakan voice over subjek sebagai pendukung visual
ketika visual tersebut kurang mampu memberikan informasi yang memadai atau
belum mampu menyampaikan pesan yang ingin disampaikan.
2.3 Sutradara
2.3.1 Pengertian Sutradara
Secara umum, pengertian sutradara adalah seorang kreator yang meng-
create atau menciptakan kreasi bentuk pada sebuah produk film. Sutradara adalah
seorang sineas atau penggarap film yang diibaratkan sebagai nakhoda untuk
mengendalikan barbagai pekerjaan kreatif hingga mencapai tujuan bentuknya.
20
UNIVERSITAS PASUNDAN
Dalam bahasa Inggris dekenal sebagai “Director” yang artinya kurang lebih
sama, yakni seorang pemimpin atau sutradara of movie.
Lebih jauhnya lagi, seorang sutradara adalah karyawan (crew) film yang
memiliki tanggung jawab tertinggi terhadap aspek kreatif, baik yang bersifat
penafsiran maupun teknik pada pembuatan film. Di samping mengatur permainan
dalam adegan dan dialog, sutradara juga menetapkan posisi kamera, suara, prinsif
penataan cahaya, serta segala “bumbu” yang mempunyai efek dalam penciptaan
film secara utuh. (Kamus Kecil Istilah Film, B.P.SDM Citra, Yayasan Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail, 2002:64).
Hernawan (2011:16) film tidak digolongkan sebagai seni murni, tetapi
kecenderungannya berada di wilayah seni aplikasi yang merupakan penggabungan
antara unsur estetika dengan unsur teknologi, maka boleh dibilang seorang
sutradara harus beritindak sebagai seorang seniman sekaligus sebagai seorang
teknisi. Dikatakan sebagai seorang seniman karena unsur estetikan dalam sebuah
bentuk film merupakan unsur yang sangat penting. Segala sesuatu yang tampak
dalam gambar harus memiliki nilai estetik yang tinggi. Artinya kesadaran akan
adanya hal tersebut merupakan tanggung jawab ekspresi kesenimanan seorang
sutradara. Secara intuitif seorang sutradara harus mampu memberi arah dan
memberi ruh untuk menghidupkan bentuk filmisnya, baik dari segi arah action
subjek, pemain, komposisi gambar, pencahayaan, tafsir simbolik, maupun
pewarnaan filmnya.
Dikatakan sutradara sebagai teknisi yaitu berkaitan erat dengan sebuah
karya film yang sepenuhnya didukung oleh teknologi, baik dari materi dasarnya,
21
UNIVERSITAS PASUNDAN
yaitu jenis-jenis bahan baku yang dipergunakan sebagai hasil rekaman gambar
dan suara, hingga equipment sebagai bagian dari peralatan-peralatan rekamnya.
Secara metodologi, seorang sutradara harus memahami kaidah-kaidah
teknologi, khususnya teknologi elektrik. Setidaknya dasar dasar teknologi tersebut
harus dikuasai. Kaitannya adalah dengan berbagai peralatan, baik dari segi
peralatan shooting maupun endingnya. Dalam strateginya kerjanya, sutradara
dapat di gambarkan seperti berikut ini:
FILM SEBAGAI SENI APLIKASI
Gambar 2.1. Strategi Kerja Seorang Sutradara
Jadi dapat diartikan bahwa sutradara adalah seorang kreator yang
menciptakan dan memiliki tanggung jawab tertinggi terhadap aspek kreatif baik
yang bersifat penafsiran maupun bersifat teknik dalam pembuatan sebuah film.
SUTRADA
RA
TEKNISI
(TEKNOLOGI)
SENIMAN
(ESTETIKA)
AUTHO
RITY
22
UNIVERSITAS PASUNDAN
2.3.2 Hubungan dan Peranan Sutradara Secara Umum
Secara umum seorang sutradara tidak bekerja sendirian, melainkan akan
diabantu oleh beberapa unit kerja produksi. Dalam buku “Penyutradaraan Film
Dokumenter” yang ditulis oleh Hernawan (2011) hubungan sutradara dibagi
menjadi berikut:
a. Antara Sutradara dengan Penulis Skenario
Hubungan sutradara dan penulis Skenario merupakan sebuah hubungan
sutradara tertulis dan sutradara visualisasi. Pada tahap awal, seorang penulis cerita
dalam membuat skenario, harus mengerti dasar-dasar mekanisme pengambilan
gambar maupun kontinuitas sambung menyambung (cutting) untuk produksi film,
sehingga alur atau plot ceritanya tidak meloncat-loncat dan terpatah-patah.
Seorang Penulis Skenario akan berhubungan langsung dengan tatanan nilai yang
ada di masyarakat.
Sutradara harus sepenuhnya menguasai ide, pesan dan konflik. Skenario
merupakan bagian dari bahan baku yang harus di terjemahkan kedalam bahasa
visual. Skenario yang hanya di mengerti ketika dibaca, tidak lain hanyalah
merupakan sebuah peta perjalanan yang akan membawa alur cerita, beserta
karakter-karakter pelakunya dan nuansa setting yang dapat mendukung alurnya
itu. Tetapi atas kreativitas Sutradara, dari bahasa verbal tersebut diterjemahkan
menjadi sebuah bentuk audio-visual hingga menjadi beryawa dan hidup.
23
UNIVERSITAS PASUNDAN
b. Hubungan Antara Sutradara dengan DoP (Directof Of Photography)
DoP (Director Of Photography) adalah seorang penata fotografi yang
mengepalai department kamera dimana dalam department tersebut biasanya
terdapat beberapa operator juru kamera (Effendy, 2014). Dalam hal ini Sutradara
dan DoP merupakan hubungan antara penggagas dan penterjemah yang selalu
berpikir bahwa sebuah gambar bermakna seribu kata-kata. Ketika kehendak
Sutradara untuk memberi jiwa, ekspresi, dan emosi pada setiap adegan. Juga
memberikan ritme, tempo serta kontinuitas adegan satu ke adegan lainnya.
Kebutuhan pemahaman seorang DoP terhadap keinginan sutradara adalah
berkaitan dengan ekspresi gambar, komposisi, ukuran, serta angle yang akan
diterapkan pada pengambilan gambar.
c. Hubungan Antara Sutradara dengan Art Director
Hubungan Sutradara dan Art Director merupakan hubungan antara
penggagas dengan penterjemah yang selalu berpikir tentang keselarasan antara
sebuah karakter dan aksesorisnya. Sutradara sebagai penterjemah utama pada
sebuah konsep atau sebuah scenario. Art director adalah kelanjutan dari pikiran-
pikiran sutradara yang diterjemahkan kedalam visual art.
d. Hubungan Antara Sutradara dengan Musik Ilustrator
24
UNIVERSITAS PASUNDAN
Hubungan antara Sutradara dan Musik Ilustrator adalah hubungan
penggagas dengan penterjemah yang selalu berpikir bahwa setiap komposisi
musik merupakan suara hati dari setiap adegan.
Musik dalam film bukan hanya sekedar pemberi ilustrasi, tetapi harus
bermuatan karakter-karakter yang membantu ungkapan-ungkapan suasana serta
emosi yang dikehendaki dalam film yang akan dibuat.
e. Hubungan Sutradara dengan Penata Suara
Hubungan keduanya merupakan hubungan penggagas dan penterjemah
yang selalu berpikir bahwa setiap bunyi bermuatan gerak, warna, dan cahaya.
Bagaimanapun penata suara dalam sebuah film harus mampu memberikan
suasana yang mmbantu kehadiran ekspresi film.
f. Hubungan Sutradara dengan Pemain (Subjek)
Masih ada orang yang sering berpikir bahwa menyutradarai film adalah
ekspresi diri. Padahal untuk memperoleh kedudukan yang tinggi dalam seni film
justru karena merupakan sebuah kerja kolektif, bukan kerja individual. Dalam
produksi film tentunya membutuhkan hubungan kerjasama tim, salah satunya
adalah hubungan Sutradara dengan pemain. Hubungan yang dimaksud yaitu
antara penggagas dan penterjemah, yang sangat sensitive karena meteri kreasinya
adalah jiwa dan raganya.
g. Hubungan Sutradara dengan Editor
25
UNIVERSITAS PASUNDAN
DEPT. SUTRADARA
PENULIS
SKENARIO
EXCEKUTIF PRODUCER
PRODUCER
PIMPINAN
PRODUKSI
Hubungan Sutradara dengan Editor merupakan hubungan antara
penggagas dan penerjemah yang selalu berpikir bahwa keberpihakan yang jelas
akan membantu kerja kreatifnya.
Keberadaan pemahaman seorang Editor, terhadap kehendak sutradara
yang berdasarkan analisis scenario atau treatment, akan dapat memecahkan
struktur cerita itu menjadi bagian-bagian kecil serta mengumpulkannya dalam
sebuah susunan gambar berdasarkan imajinasinya. Kalau sutradara memberikan
ilustrasi untuk menciptakan ruang-ruang filmis, maka seorang editor harus mampu
menterjemahkan untuk menciptakan waktu-waktu filmis.
Dalam pengkaryaan film dokumenter expository ini, departemen yang ada
hanya DoP dan sutradara, agar tetap dapat melengkapi kekosongan departemen
lainnya maka dalam pengkaryaan ini penulis sebagai sutradara merangkap sebagai
penulis skenario alur cerita dan editing.
2.3.3 Struktur posisi sutradara secara umum
DEPT.
KAMERA
DEPT.
ARTISTIK
PEMAIN
(SUBJEK DALAM FILM)
DEPT.
MUSIK
DEPT.
SUARA DEPT.
SUARA
UNIT MANAGER & TIM
26
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 2.2 Bagan organisai posisi Sutradara
dalam produksi film secara umum
2.3.4 Kepemimpinan Sutradara
Menurut Wibowo (2017), menyutradarai berarti juga mengembangkan
keterampilan dan kemampuan persuasi untuk membuat setiap orang dalam tim
memberikan yang terbaik. Hal ini melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan,
mulai dari perencanaan hingga akhir film. Untuk kebutuhan itu sutradara harus
mengembangkan pengetahuan diri, kerendahan hati, humor, dan ketekunan, yang
pada akhirnya akan menciptakan rasa hormat. Sutradara mungkin saja akan
memperoleh semua kualitas itu melalui kesalahan tiada akhir, meskipun setiap
kesalahan yang dilakukan ketika bekerja dalam sebuah pembuatan film
merupakan bentuk belajar yang positif. Namun semakin kita menjadi matang oleh
pengalaman, kita akan menjadi semakin memahami cara-cara mengendalikan
emosi, baik secara psikologis maupun intelektual, yang sangat dibutuhkan untuk
menghasilkan karya yang maksimal.
Dari teori yang telah di paparkan, penulis memahami bahwa menjadi
sutradara bukanlah hal yang mudah dilakukan selain tanggung jawab yang besar
pada proses pembuatan film, hasil akhir dari sebuah film juga menentukan
keberhasilan dari seorang sutradara, memiliki jiwa kepemimpinan, yang nanti
akan bisa memimpin tim menuju hasil yang baik serta memiliki pengetahuan yang
luas, cerdas, cepat memutuskan dalam segala tindakan adalah menjadi kewajiban
bagi seorang sutradara. Karena Sutradara tidak bisa bekerja hanya seorang diri,
27
UNIVERSITAS PASUNDAN
Sutradara harus bisa bekerja sama dengan semua tim yang ikut terlibat, Sutradara
juga harus mampu memotivasi orang-orang yang terlibat di dalam tim.
Menghargai setiap kerja orang di dalam tim untuk menjadikan hasil yang
maksimal.
2.3.5 Teknik dan Strategi Visual
Dalam pembuatan film dokumenter expository ini sutradara juga harus
mengetahui teknik stategi visual, menurut Hernawan (2011:41-43), teknik dan
strategi visual adalah sesuatu yang sangat penting, apabila setiap elemen pekerja
film bisa menyadari akan segala hal pengetahuan seluk beluk serta mekanisme
proses penciptaan sebuah karya film. Tidak hanya selalu pada bidang teknis yang
dapat menghantar kepentingan-kepentingan strategi kemudahan dalam proses
produksinya. Hasilnya sudah bisa dibayangkan, hanya merupakan sebuah urutan
gambar bergerak tanpa roh atau tanpa jiwa yang mengisi kedalaman
pemaknaannya.
Sebaliknya, juga tidak hanya cukup mengerti pada bidang estetikanya saja,
sebab akan membuat sebuah film menjadi sebuah montase, atau tempelan-
tempelan karya seni tanpa mengindahkan wadah keutuhannya. Ia bisa diibaratkan
jiwa-jiwa yang melayang tanpa ada raga yang mewadahinya. Dengan demikian,
dari kedua unsur yang berbeda itu harus menjadi satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan sebagai sebuah strategi dalam proses penciptaan karya
sinematiknya. Oleh sebab itu, penulis sebagai sutradara akan berkerjasama dengan
Director Of Photography untuk mewujudkan keinginan visual yang di bayangkan.
28
UNIVERSITAS PASUNDAN
Keberadaan sebuah karya film tidak akan terlepas dari adanya
pengetahuan ”Teknologi Screen” serta ”Estetika" yang harus dimiliki oleh setiap
anggota dari tim kerja kreatif produksi film. Paling penting sebagai penanggung
jawab karya filmnya adalah Sutradara. Seorang Sutradara harus memahami
teknik-teknik dasar kontinuitas gambar. Sutradara harus dapat memperlihatkan
dan mementaskan scene demi scene dari ceritanya dalam susunan editorial yang
tepat.
Hal ini sebenarnya berhubungan dengan fase terakhir dalam kerja kreatif
produksi film, yakni pengerjaan di meja editing. Kepentingannya cenderung
terarah pada strategi kreativitas penggarapan dari keseluruhan film itu sendiri.
Keperluan editing akan berpijak dari akibat adanya kerja yang efektif dalam
pelaksanaan shooting.
Dalam pelaksanaannya tata kerja sutradara film tidak selamanya akan
mengerjakan urutan-urutan scene seperti halnya yang tertulis dalam sebuah
skenario. Terlebih lagi dengan segala materi yang tersedia, seorang penyunting
bisa memasuki tahap kreatif, serta dapat melakukan pemotongan, penyempurnaan
dan pembentukan kembali untuk mendapatkan isi yang diinginkan, kontruksi serta
ritme dalam setiap babak dan dalam film secara keseluruhan. Berdasarkan hal itu,
sutradara dalam film dokumenter ini dapat meragkap sebagai editor karena proses
kreatif dapat sendiri ketika proses editing.
Jika digambarkan, bahwa penyutradaraan merupakan tahapan penciptaan
ruang-ruang filmis, maka penyuntingan/editing adalah suatu tahapan yang
berhubungan erat dengan penciptaan waktu filmis, yaitu suatu imajinasi waktu
yang tidak sama dengan waktu yang ada dalam kenyataan hidup. Maka dengan
29
UNIVERSITAS PASUNDAN
segala teknisnya, seorang editor akan menyodorkan penawaran imajinasi waktu
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, bisa menjadi pendek maupun panjang.
Keberadaan penciptaan imaji waktu ini pada akhirnya akan membuahkan
ritme dari keseluruhan film tersebut. Namun demikian dalam tahapan karyanya,
seorang editor tidak akan terlepas dari skenario sebagai bahan bakunya serta
bahan-bahan kerja yang telah dihasilkan oleh seorang Sutradara. Tentu sebagai
keputusan terakhir terletak pada tangan Sutradara.
Dalam implementasinya teknik gambar merupakan suatu teknik yang
berurusan dengan masalah komposisi gambar. Komposisi mempunyai daya tarik
yang khusus, dan seorang juru kamera sebagai penterjemah dari kehendak
ekspresi Sutradara, harus mampu mengarahkan pengaruh yang besar terhadap
nilai dramatis dalam filmnya.
Di samping itu, saat sutradara merencanakan sudut pengambilan dan pola
editorialnya, sutradara juga harus memperhitungkan pengaruh komposisi terhadap
penontonnya. Dalam pengkomposisian ini terdapat dua aspek, yakni apa yang
berhubungan dengan angle dan cara pembingkaiannya (framing). Sudut
pengambilan atau angle akan berurusan dengan jurusan kemana kamera
menunjuk, sedangkan pembingkaian akan berkenaan dengan jumlah bahan di
dalam shot itu serta bagaimana penempatannya dalam bingkai itu.
Oleh sebab itu sebagai dasar dari pengkomposisian, sutradaran juga harus
mengenal terlebih dahulu beberapa hal yang berhubungan dengan tata kamera,
yakni dalam kaitannya sebagai teknik visual, antara lain: Type Angle, Ketinggian
(Levels), Ukuran (Size) gambar, dan movement (gerakan] kamera, yang
30
UNIVERSITAS PASUNDAN
sebenarnya berada dalam lingkup pengetahuan tata Kamera.
2.4 Sejarah Lampu Limar (Listrik Mandiri Rakyat)
Menurut Ujang Koswara dalam wawancara yang dilakukan peneliti,
Lampu Limar ini diciptakan oleh Ujang Koswara, dalam pembuatan lampu
tersebut Ujang terinspirasi dari masalah keluarganya di kampung, Garut.
Kiprah Ujang dibidang pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG)
dimulai dari kegelisahan, gelisah akan masa depannya sendiri yang berasal dari
keluarga pendatang dari desa dan tidak berkecukupan, hijrah ke Bandung untuk
mencari kehidupan yang lebih baik.
Himpitan kesulitan hidup adalah keseharian ujang, namun Ujang Koswara
menjalani apa adanya. Sebagai bagian masyarakat bawah, Ujang Koswara bisa
mengenyam pendidikan dasar, lulus sebagai sarjana ibarat lolos dari lubang jarum
kehidupan. Akhirnya Ujang Koswara tergerak untuk menciptakan produk
instalasi lampu hemat energi dengan merk LIMAR untuk penggunaan rumah-
rumah masyarakat kecil di daerah terpencil di Indonesia yang belum mendapatkan
pasokan listrik dari PLN. Kebijakan pemerintah pada 2008 tentang konversi
minyak tanah ke LPG menjadi titik balik yang menginspirasi Ujang untuk
membuat lampu LIMAR. (Sumber: Wawancara peneliti dengan Ujang Koswara,
2018).
2.5 Yayasan Pilar Peradaban dan Program Indonesia Bebas Gelap
Yayasan Pilar Peradaban didirikan oleh Ujang Koswara, yaitu wadah
untuk kegiatan sosial dan mengelola program Indonesia bebas gelap. Ujang
31
UNIVERSITAS PASUNDAN
Koswara dalam mendirikan Yayasan Pilar Peradaban mempunyai Visi dan Misi.
Visinya yaitu menjadi social enterprise melalui pemberdayaan yang berkelanjutan
untuk masyarakat luas, serta dapat mewujudkan program “Indonesia Bebas
Gelap” dan “Indonesia Terang” (Yayasan Pilar Peradaban, 2015). Misi Yayasan
Pilar Peradaban yaitu :
a) Meningkatkan potensi melalui kegiatan pemberdayaan.
b) Mengembangkan bakat dan karakter baik di lingkungan masyarakat.
c) Memperbaiki kondisi penerangan khususnya di perdesaan dengan kondisi
wilayah terpencil, tertinggal, dan berada di perbatasan di Indonesia. (Sumber:
Yayasan Pilar Peradaban, 2015).
2.6 Referensi Karya
Untuk membuat film dokumenter tentunya seorang Sutradara mempunya
referensi seperti apa, bentuk film dokumenter apa, dan dikemas seperti apa film
dokumenter yang nantinya akan di buat. Dalam penelitian ini penulis mempunya
referensi tipe film dokumenter seperti:
2.6.1 Film Dokumenter “Musisi Jalanan” karya Erlan Basri Tahun 2016
32
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 2.3 Referensi Film Musisi Jalanan.
Sumber: youtube.com.
Film Dokumenter “Musisi Jalanan” (Guruku Jalananku) adalah sebuah
film dokumenter tentang seorang musisi jalanan yang memiliki kepedulian sosial
terhadap sesama, meski dalam kehidupan pribadi & keluarganya serba pas-pasan.
Aceng belajar bermain musik dari jalanan sejak usia remaja ketika putus sekolah
di SMP. Kini dengan keahliannya bermain musik ia terus meniti karir di dunia
seni menghidupi keluarga dan mengisi hari dengan penuh keyakinannya sebagai
seniman jalanan.
2.6.2 Film dari perusahaan fortune Indonesia berjudul “Hajar!!!”
33
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 2.4 Film Hajar
Sumber: youtube.com.
Film dokumenter berjudul "Hajar!! yang di sutradarai oleh Sofyana Ali
Bindiar menceritakan kisah perjuangan sekelompok anak bangsa mengembangkan
perusahaan advertising Fortune Indonesia.
Narasumber: Indra Abidin, Mulyadi Sulaeman, Glenn Bruce, Triawan
Munaf, Lili Sumarjito, Trian Moertjahyono, Wimpi Handoko, Ainur Rovic,
Miranty Abidin, Dewi Indrawati, dan Rudianto Djajakusumah.
2.6.3 Film Dokumenter JALANAN
34
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 2.5 Referensi Film Jalanan
Sumber: cover DVD Film Jalanan.
Film karya Daniel Ziv (2013/108‟) adalah Sebuah film dokumenter kisah
nyata, bercerita tentang Jakarta dan potret Indonesia melalui 3 pengamen muda
yang humoris dan gigih menjalani hidup. Titi, Boni, dan Ho. Film ini mengikuti
ketiganya secara intim, menguntit kehidupannya dengan amat dekat, menelusuri
kesepian, duka, asmara, kisruh, perceraian, meriah perkimpoian, dorongan
seksual, dan segala dinamika keseharian mereka para kaum terpinggirkan dari
hiruk-pikuk Ibu Kota.
35
UNIVERSITAS PASUNDAN
BAB III
PROSES PENGKARYAAN
3.1 Tahap pengkaryaan
Dalam proses berkarya, penulis perlu melakukan tahapan-tahapan
pengkaryaan, tahapan-tahapan tersebut dilakukan agar memudahkan penulis
dalam membuat karya, adapun tahapan-tahapannya yaitu sebagai berikut.
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Dalam pengkaryaan ini, peroses yang dilakukan penulis adalah melakukan
pendekatan penelitian, metodologi yang dilakukan penulis dalam berkarya yaitu
menggunakan metode kualiltatif deskriptif. Karena seperti yang dinyatakan
Moleong (2013:6) bahwa penelitian kualitatif dimaksudkan agar dapat memahami
fenomena yang sedang dialami seperti persepsi, perilaku, motivasi, dan lainnya,
dengan mendeskripsikannya dalam bentuk bahasa dan kata-kata, pada konteks
yang alamiah dan memanfaatkan metode.
Sedangkan menurut Sugiyono (2010:10) penelitian kualitatif deskriptif
bertujuan untuk mengambarkan, melukiskan, secara lebih rinci dengan maksud
menerangkan, menjelaskan dan menjawab permasalahan peneliti. Dengan
mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu
kejadian, peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam
mengenai sunyek yang diteliti.
36
UNIVERSITAS PASUNDAN
Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan
dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar penelitian memperoleh
pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. Dari dua peryataan
yang diungkapkan oleh Moleong dan Sugiono, penulis merasa metode tersebut
tepat untuk langkah-langkah proses pembuatan karya.
3.1.2 Tahap Persiapan Penelitian
Di dalam tahapan persiapan penelitian, penulis menyiapkan beberapa
rancangan seperti mencari sumber-sumber yang bisa dijadikan bahan untuk data
peneliti, selanjutnya menyiapkan wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan kepada subjek. Pertanyaan tersebut dipelajari terlebih dahulu dan
disusun sedemikian rupa hingga dapat dimengerti oleh subjek. Setelah pertanyaan
terkumpul, penulis menentukan tempat dan waktu untuk wawancara terhadap
subjek tersebut.
3.1.3 Tahap Pelaksanaan Penelitian
Menurut Sugiyono (2013:400) dalam penelitian kualitatif permasalahan
belum pasti dan jelas, maka yang menjadi instrumen yaitu peneliti sendiri. Jika
masalah yang akan dipelajari telah jelas, maka akan dikembangkan menjadi
sebuah instrumen. Instrumen utama yaitu peneliti sendiri, namun jika fokus
penelitian telah jelas maka dikembangkan menjadi instrumen sederhana, yang
diharapkan mampu melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah
diperoleh dari wawancara dan observasi.
37
UNIVERSITAS PASUNDAN
Dalam tahap ini penelitian dikhususkan untuk menganalisis yang berkaitan
dengan judul penelitian tentang bagaimana cara Ujang Koswara dapat
mewujudkan program Indonesia Bebas Gelap yaitu dengan melakukan wawancara
pada subjek. sebelum wawancara dilakukan peneliti terlebih dahulu mencatat
data-data pendukung yang dibutuhkan untuk melengkapi data utama yang
dianalisis. Pada saat pelaksanaan wawancara peneliti menggunakan alat perekam
dan menanyakan sesuai dengan pertanyaan wawancara yang telah dibuat
sebelumnya.
3.2 Pengumpulan Data Penelitian
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data
Seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2013:401), bahwa langkah paling
utama dalam penelitian adalah teknik pengumpulan data, karena memiliki tujuan
untuk mendapatkan data, jika tidak mengetahui teknik pengumpulan data maka
penulis tidak akan mendapatkan hasil data yang memenuhi standar minimal data
yang seharusnya dikumpulkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua
jenis pengumpulan data yaitu penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.
a. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan, penulis melakukan teknik pengumpulan data dengan
triangulasi. Triangulasi diartikan menurut Sugiyono (2013:423) adalah sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari beberapa teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada, jika melakukan triangulasi
maka sesungguhnya penulis telah menguji kredibilitas data dalam pengumpulan
38
UNIVERSITAS PASUNDAN
datanya, dengan mengecek kredibilitas data melalui teknik pengambilan data dan
berbagai sumber data.
Dengan teknik triangulasi, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk memperoleh data dari sumber yang sama seperti melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi, sesuai dengan gambar berikut ini:
Gambar 3.1 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data
Sumber: Sugiyono, (2014:84).
1) Observasi Partisipatif
Menurut Marshall (1995) dalam Sugiyono (2013:415) menyatakan
bahwa “through observation, the researcher learn about behavior and the
meaning attached to those behavior”. Penulis belajar mengenai perilaku,
dan makna dari perilaku tersebut melalui observasi. Dalam Sugiyono
(2013:415) menurut Sanafiah Faisal (1990) bahwa observasi dibagi
menjadi observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, dan
observasi tak berstruktur. Bentuk observasi yang dilakukan penulis yaitu
observasi partisipatif, menurut Sugiyono (2014:64) observasi partisipatif
adalah penulis melakukan pengumpulan data dengan terlibat kegiatan
Observasi
Pasipatif
Wawancara
Mendalam
Dokumentasi
Sumber
Data Sama
39
UNIVERSITAS PASUNDAN
sehari-hari pada objek penelitian yang sedang diamati atau sumber data
yang digunakan.
2) Wawancara Mendalam
Wawancara menurut Moleong (2013:186) adalah percakapan yang
dilakukan oleh dua pihak dengan maksud tertentu, yaitu pewawancara
(mengajukan pertanyaan) dan terwawancara (memberikan jawaban atas
pertanyaan). Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2014:73-74)
menyebutkan bahwa wawancara terbagi menjadi tiga macam yaitu
wawancara terstruktur, wawancara semiterstruktur, dan wawancara tak
berstruktur.
Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
wawancara semiterstruktur, menurut Sugiyono (2013:413) wawancara
semiterstruktur yaitu pelaksanaan penelitian lebih bebas, sehingga
narasumber yang diajak wawancara dapat diminta pendapat serta ide-
idenya, dan penulis perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat hasil
wawancara yang dikemukakan oleh narasumber.
3) Dokumentasi
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara menurut Sugiyono
(2014:83) akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh foto-foto.
Mengenai bentuk dokumentasi yang digunakan pada objek penelitian ini
adalah dilakukan melalui bentuk foto dan rekaman suara. Dalam tahap ini
penulis merasa bahwa dokumentsi sangat penting untuk proses pembuatan
karya.
40
UNIVERSITAS PASUNDAN
b. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan pencarian literatur yang
berhubungan dengan objek dan topik penelitian yang dilaksanakan oleh penulis,
berkaitan dengan film dokumenter, penyutradaraan dan seterusnya. Data
kepustakaan yang berhubungan dengan topik penelitian bersumber dari buku,
skripsi atau tesis, jurnal ilmiah internasional maupun nasional, artikel, dan
informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Sedangkan data kepustakaan
yang berhubungan dengan objek bersumber dari artikel, media online, media
cetak, yang mengacu pada objek penelitian yaitu Ujang Koswara, LIMAR (Listrik
Mandiri Rakyat), dan Yayasan Pilar Peradaban.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sugiyono (2013:389-391) mengatakan sampel adalah sebagian dari
populasi dan dinamakan sebagai narasumber atau partisipan dalam penelitian,
bukan berupa sampel statistik namun disebut dengan sampel teoritis, sesuai
dengan tujuan penelitian kualitatif yaitu menghasilkan sebuah teori, dan juga
disebut sebagai sampel konstruktif karena sumber data dapat dikonstruksikan dari
fenomena yang awalnya belum jelas.
Pada penelitian kualitatif, Sugiyono (2013:391) menjelaskan peneliti
memasuki situasi sosial tertentu berupa lembaga bisnis tertentu, melakukan
observasi, dan wawancara pada narasumber yang dianggap mengetahui tentang
situasi sosial tersebut.
41
UNIVERSITAS PASUNDAN
Dalam tahap proses penelitian ini, penulis menggunakan teknik
pengambilan sampel dengan sampel purposive. Menurut Sugiyono (2013:391)
pada narasumber yang akan diwawancarai dilakukan secara purposive dan
internal, dengan memilih melalui pertimbangan dan tujuan tertentu. Pertimbangan
tertentu seperti mengenai narasumber tersebut dianggap paling mengetahui
tentang apa yang diharapkan oleh penulis untuk memudahkan menjelajahi
situasi/objek sosial yang akan diteliti.
Sampel dalam penelitian ini yaitu beberapa pihak dari Yayasan Pilar
Peradaban seperti pembina, direktur program, karyawan, dan koordinator program
lapangan. Sampel tersebut akan digunakan sebagai narasumber penelitian.
Sedangkan sampel internal yang dipilih penulis adalah Ujang Koswara,
narasumber yang dipilih penulis memiliki fungsi yang berperan sebagai subjek
dalam penelitian.
Narasumber yang dipilih penulis memiliki fungsi penting dalam
penelitian, seperti yang dinyatakan Ghony & Almanshur (2012:89) fungsi
narasumber yaitu orang yang dimanfaatkan oleh peneliti untuk memberikan
informasi secara cepat yang kemudian akan diteliti lagi agar dapat di analisis
terkait dengan situasi dan kondisi di dalam penelitian.
3.3 Konsep Perancangan Film oleh Sutradara
Setelah penulis melakukan pengumpulan data penelitian berupa observasi,
wawancara serta studi pustaka, kemudian diikuti dengan analisis data, selanjutnya
42
UNIVERSITAS PASUNDAN
penulis melakukan perancangan konsep pengkaryaan yang akan menjadi sebuah
media film dokumenter. Konsep perancangan film adalah sebagai berikut:
3.3.1 Tahap Praproduksi
Dalam tahap ini penulis sebagai sutradara mulai memasukkan proses-
proses kreatif seperti mulai menajamkan ide yang telah di dapat, menyusun
treatment, dan mulai melakukan pemetakan alur cerita dalam proses pengkaryaan.
Berikut adalah konsep kreatif dari sutradara untuk pembuatan alur cerita film
dokumenter expository “Wakaf Cahaya”.
a. Awal
Sutradara membuat pertanyaan semenarik mungkin agar penonton film
dokumenter dapat mengetahui asal mula kenapa Ujang Koswara bergerak untuk
menerangi desa-desa yang belum mendapat pasokan listrik. Hasil suara
wawancara Ujang Koswara akan dijadikan sebagai voice over film dokumenter.
Sutradara meminta Ujang Koswara dapat menceritakan sejarah masa kecilnya,
tempat tinggal, serta pendidikannya. Ujang Koswara pertama akan menceritakan
keluarganya yang dulu adalah keluarga yang tidak berpendidikan tinggi, kedua
orang tuanya penggarap sawah, setelah garapan sawahnya dijual oleh pemilik
sawah, kemudian orang tua Ujang Koswara pindah ke bandung membawa Ujang
Koswara yang saat itu masih kecil, orang tuanya kemudian berjualan menjadi
pedagang kaki lima, kurang lebih satu tahun menjadi pedagang kaki lima
kemudian ayahnya terkena struk, karena ujang adalah anak laki-laki maka ujang
mencari cara bagaimana caranya untuk bertahan hidup. Ditahap awal ini sutradara
sengaja memasukkan riwayat hidup agar penonton terbawa suasana kehidupan
43
UNIVERSITAS PASUNDAN
Ujang Koswara yang dulunya pahit, melewati berbagai rintangan untuk bertahan
hidup.
b. Tengah
Selanjutnya ditahap tengah ini Ujang Koswara akan mulai menceritakan
kenapa sekarang aktif menjadi penggerak program Indonesia Bebas Gelap untuk
menerangi desa-desa terpencil. Sutradara membuat pertanyaan agar ujang dapat
menceritakan sejarah kenapa harus aktif menggerakkan program penerangan
lampu di desa-desa terpencil. Dalam tahap tengah ini Ujang Koswara
menceritakan tentang keluhan ibunya yang saat itu tinggal di desa tidak ada
penerangan, Ujang menceritakan tentang keluhan tentang pergantian minyak
tanah ke LPG yang menyulitkan masyarakat untuk bahan bakar penerangan lampu
lentera. Dari situlah ujang tergerak untuk menciptakan lampu untuk diberikan
kepada masyarakat secara gratis. Agar masyarakat bias mendapatkan penerangan
secara gratis maka Ujang Koswara aktif melakukan program aktivasi ini
bekerjasama dengan perusahaan pemerintah maupun swasta untuk menerangi
daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan hak penerangan. Sutradara
membuat alur pertanyaan tersebut agar masyarakat tahu kenapa sebabnya Ujang
Koswara aktif melakukan program penerangan lampu di desa-desa terpencil.
c. Akhir
Sutradara meminta pendapat Ujang Koswara tentang kegelisahanya
tentang permasalahan penerangan lampu di Indonesia khususnya di daerah-daerah
terpencil. Kemudian diakhir film dokumenter ini sutradara akan menampilkan
44
UNIVERSITAS PASUNDAN
masyarakat desa yang telah mendapatkan lampu limar akan tersenyum bahagia
karena rumah-rumah mereka tidak gelap lagi ketika malam hari tiba.
Kemudian sutradara menyusun alur agar Ujang koswara dapat
menyampaikan pesan moral melalui wawancara yang ditampilkan dalam akhir
film dokumenter bentuk expository ini agar dapat menjadi contoh bagi penonton
bahwa hidup ini harus bermanfaat untuk orang lain.
Film dokumenter ini akan dibuat dengan durasi kurang lebih 20 menit agar
dapat menyampaikan informasi yang sutradara inginkan. Selanjutnya ditahapan
praproduksi ini sutradara akan melakukan :
1) menentukan jadwal produksi film setelah mendapatkan data-data dalam tahap
riset yang dilakukan peneliti.
2) Menyiapkan peralatan yang akan di gunakan ketika shooting film.
3) Menyiapkan dana yang kemungkinan akan dihabiskan ketika produksi.
3.3.2 Tahap Produksi
Dalam tahap produksi film dokumenter, kegiatan riset yang dilakukan
peneliti tidak berhenti ketika memasuki tahap shooting, karena peneliti tidak
menutup kemungkinan akan mendapatkan data-data baru ketika di tahap shooting,
hal ini bisa ditambahakn ketika peneliti butuhkan. Di tahap produksi ini sutradara
akan melakukan :
1) Membawa peralatan shooting yang sebelumnya sudah dipersiapkan
berdasarkan data riset.
2) Melakukan tahap shooting perekaman gambar yang dilakukan Director Of
Photography berdasarkan treatment yang sebelumnya sudah dibuat oleh sutradara.
45
UNIVERSITAS PASUNDAN
3) Melakukan catatan lapangan yang terjadi dalam proses produksi dilapangan.
4) Membicarakan keinginan data visual yang harus di dapatkan kepada Director
Of Photography.
5) Memeriksa hasil gambar yang di berikan Director Of Photography.
6) Bertanggung jawab dilapangan atas semua aspek kreatif dan bertanggung
jawab penuh saat proses shooting.
7) Memutuskan dengan cepat terhadap segala hal yang terjadi ketika proses
produksi sedang berlangsung.
3.3.3 Tahap Pascaproduksi
Setelah beberapa hari shooting yang dilakukan, di tahap ini sutradara yang
merangkap sebagai editor melakukan loging gambar. Data audio visual yang
sudah dilakukan dilapangan akan di tambah data-data visual pendukung yang
sutradara dapatkan ketika dalam tahap riset dengan subjek. Kemudian gambar
(audio visual) disusun menggunakan software editing sehingga menjadi satu
runutan cerita.
46
UNIVERSITAS PASUNDAN
BAB IV
PEMBAHASAN KARYA
Bab ini akan membahas tentang proses penyutradaraan pembuatan karya
film dokumenter Ujang koswara dalam mewujudkan program indonesia bebas
gelap di daerah Karawang Barat dusun Cilele dan desa Cimutan, Cidaun Kab.
Cianjur. Penyutradaraan dalam film dokumenter ini dianggap penting karena
sutradara memiliki tanggung jawab terhadap aspek kreatif dari penafsiran suatu
cerita yang mengandung sebuah pesan untuk diperlihatkan kepada penonton.
Proses penyutradaraan dalam karya film dokumenter ini akan membahas beberapa
tahapan sehingga menjadi suatu karya yang utuh. Tahap tersebut di mulai dari
praproduksi, produksi, dan pascaproduksi.
4.1 Praproduksi
Dalam tahap prapoduksi, sutradara menyiapkan segala kebutuhan sebelum
masuk ke proses produksi, sutradara akan bertanggung jawab terhadap aspek alur
cerita dan bertanggung jawab terhadap jalannya proses shooting. Hal-hal yang
perlu dilakukan sebelum masuk ke proses produksi sutradara melakukan
penelitian dan riset terhadap objek, kemudian semua data itu ditampung dan
dibuat alur cerita berdasarkan hasil riset yang telah di dapat.
47
UNIVERSITAS PASUNDAN
4.1.1 Data Riset
Riset merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembuatan film
dokumenter, mengumpulkan data dari subjek langsung maupun dari orang orang
sekitarnya. Penulis melakukan wawancara dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada Ujang Koswara sebagai subjek utama pendiri Yayasan Pilar
Peradaban yang memiliki program Indonesia bebas gelap serta sebagai pencipta
lampu LIMAR.
a. Jadwal Wawancara
Tabel 4.1 Jadwal Wawancara
Narasumber Tanggal Jam Lokasi
Ujang Koswara 05/03/2018 17.00 WIB Kantor Limar Bandung
Koni 09/04/2018 16.00 WIB Bandung
Pak Oman 12/04/2018 10.00 WIB Karawang, Dusun Cilele
Warga Masyarakat 12/04/2018 17.00 WIB Karawang, Dusun Cilele
b. Data Narasumber
Data pribadi yang dilampirkan merupakan hasil informasi yang diperoleh
penulis langsung terhadap subyek. Di bawah ini merupakan data pribadi subjek
utama sebagai narasumber di pengkaryaan film dokumenter:
Data Fisik:
1. Nama dan usia: Ujang Koswara
2. Jenis kelamin: Laki-Laki
3. Kondisi tubuh: Sehat, tidak cacat
48
UNIVERSITAS PASUNDAN
4. Postur tubuh: Standar, Sedikit Gemuk
5. Sifat pribadi: Ramah, santun, dan berjiwa sosial
6. Mimik atau ekspresi wajah: humoris, murah senyum
7. Cara berbicara: memotifasi dan tegas
Data Sosiologis:
1. Latarbelakang etnik, bangsa, suku bangsa: Sunda
2. Kelas atau tingkat sosial: Menegah atas
3. Pendidikan: S1
4. Profesi: Pengusaha, penggiat sosial, pemberdaya masyarakat
5. Kondisi hidup dan tempat tinggal: kelas sosial menegah atas, gegerkalong –
Bandung
6. Keluarga: Anak 3
7. Kerabat/teman di dalam dan di luar lapangan pekerjaan: Banyak
8. Hobi atau kesenangan pribadi: Menggerakan kegiatan sosial
Data Psikologis:
1. Ambisi pribadi: Mewujudkan program Indonesia bebas gelap
2. Sikap hidup: Berjiwa sosial
4.1.2 Treatment
Di bawah ini adalah treatment yang dibuat penulis sebagai sutradara dalam film
dokumenter berdasarkan hasil riset yang selama ini di lakukan.
49
UNIVERSITAS PASUNDAN
Tabel 4.2 Treatment film dokumenter
No Scene Lokasi Adegan
1. Establish kota /
padatnya rumah Kota Bandung
Terlihat kepadatan penduduk kota
Bandung, kepadatan kota terlihat
dari atas udara
2. Depan rumah
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
Matahari terlihat bersinar dengan
cerahnya. Terdengar suara
kendaraan berlalu Lalang di depan
yayasan. Terlihat rumah yayasan
yang kecil bersampingan dengan
rumah warga lainnya
3
Di dalam rumah
Yayasan Pilar
Peradaban
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
Terlihat tumpukan bahan-bahan
untuk membuat lampu limar,
karyawan sambil mendengarkan
musik, membuat suasana kerja
menjadi happy dan asik. Sebagian
karyawan menyiapkan peralatan
yang akan dirakit sehingga
menjadi lampu.
4
Di dalam rumah
Yayasan Pilar
Peradaban
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
Koni sebagai pimpinan produksi
sedang membuat lampu limar dan
mengecek bahan baku pembuatan
lampu yang berada di ruangan
tersebut.
50
UNIVERSITAS PASUNDAN
5
Di dalam rumah
Yayasan Pilar
Peradaban
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
Karyawan yang lain serius merakit
lampu limar dengan terlihat
peralatan seperti solder, timah,
chip-chip kecil yang di sambung-
sambung dengan perangkat
lainnya
6
Di dalam rumah
Yayasan Pilar
Peradaban
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
Koni menjelaskan cara merakit
lampu kepada anak-anak smk
yang sedang magang
7
Di dalam rumah
Yayasan Pilar
Peradaban
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
Karyawan-karyawan limar mulai
mengumpulkan hasil-hasil lampu
yang sudah selesai di rakit, yang
kemudian untuk dimasukkan ke
dalam box kardus
8 Kafe Panasdalam Jalan Ambon no 8a
Kota Bandung
Establish kafe panasdalam, terlihat
orang-orang sedang asik duduk
dan mengobrol kemudian didalam
kafe terlihat ujang koswara.
51
UNIVERSITAS PASUNDAN
9 Kafe Panasdalam Jalan Ambon no 8a
Kota Bandung
Ujang Koswara bersama orang-
orang yang tergabung di Yayasan
pilar peradaban meeting di kafe
panasdalam untuk kegiatan
pemasangan lampu limar yang
selanjutnya akan dilakukan.
10 Kantor Limar
Jalan Kilimanjaro
No. 30 Pinus
Regensi,
Kecamatan
Cinambo, Kota
Bandung.
Establish, terlihat kantor limar dan
motor-motor sedang di parkir di
depan kantor
11 Kantor Limar
Jalan Kilimanjaro
No. 30 Pinus
Regensi,
Kecamatan
Cinambo, Kota
Bandung.
Karyawan limar duduk di depan
komputer melakukan
pekerjaannya.
12 Yayasan Pilar
Peradaban
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
karyawan limar sedang
mempersiapkan lampu limar
dengan memasukkan lampu serta
swicernya kedalam box kemudian
di susun didalam ruangan
13 Yayasan Pilar
Peradaban
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Terlihat mobil pickup terparkir di
depan yayasan untuk membawa
lampu-lampu beserta baterai untuk
dibawa ke daerah-daerah yang
mendapat bantuan limar
52
UNIVERSITAS PASUNDAN
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
14
Mobil mengantar
barang (lampu
bantuan)
Jalan Raya
Diperjalanan terlihat mobil pickup
yang membawa barang lampu
limar
15
Mobil pickup
pengantar bantuan
lampu limar
Teluk Jambe,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
Mobil sudah sampai ke daerah
yang ingin di pasang lampu,
kemudian barang-barang di
turunkan, barang selanjutnya
diangkut menggunakan motor.
Terlihat beberapa ojek motor dari
warga yang sudah bersiap untuk
membawa barang dan tim
pemasang lampu
16
Penjemputan
barang oleh warga
memakai motor
Teluk Jambe,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
Tim koordinator lapangan
berbicara dengan warga dan ojek
tentang bagaimana cara
pengangkutan barang hingga
sampai ke lokasi
17 Jalan / Hutan
Dusun Cilele,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
Tim dan karyawan pemasang
lampu mulai memasuki daerah
terpencil yang akan dipasang
lampu
18 Jalan / Hutan
Dusun Cilele,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
Terlihat jalan yang rusak menuju
daerah yang akan di pasang lampu
53
UNIVERSITAS PASUNDAN
19 Penyambutan oleh
masyarakat
Dusun Cilele,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
Tim dari Yayasan Pilar Peradaban
yang sudah tiba dilokasi disambut
oleh masyarakat desa yang sudah
menunggu
20
Menjelaskan cara
pemasangan lampu
kepada masyarakat
Dusun Cielele,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
Ujang Koswara memberikan kata
sabutan kepada masyarakat desa,
dilanjutkan oleh limar untuk
menjelaskan bagaimana cara
pemasangan lampu limar tersebut
21 Membagikan
Lampu
Dusun Ciele,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
tim limar membagikan lampu
kepada masyarakat yang berhak
mendapatkan berdasarkan data
yang sudah didapatkan
sebelumnya
22 Pemasangan Lampu
dirumah warga
Dusun Ciele,
Karawang Barat &
Cidaun, Kab.
Cianjur
Tim limar membantu
memasangkan lampu dirumah-
rumah warga yang sudah
mendapat bantuan
23 Warga Masyarakat
Dusun Cilele
Karawang Barat &
Cidaun, Cianjur
Malam hari terlihat gelap karena
hanya ada penerangan lampu
cempor, anak-anak kesulitan
belajar, terlihat lampu cempor
sebagai penerangan
24 Rumah warga
Dusun Ciele, Teluk
Jambe, Karawang
Barat & Cidaun,
Cianjur
Pemasangan lampu sudah selesai,
uko dan tim mendatangi rumah
yang sudah terpasanag lampu
limar
54
UNIVERSITAS PASUNDAN
25 Rumah warga
Dusun Ciele, Teluk
Jambe, Karawang
Barat & Cidaun,
Cianjur
Seremonial menyalakan lampu
limar pertama kali di rumah warga
26 Wawancara
masyarakat
Dusun Cilele,
Teluk Jambe,
Karawang Barat &
Cidaun, Cianjur
Ucapan testimoni bagaimana
rasanya setelah mendapatkan
bantuan lampu
27 Ujang Koswara
Kantor Limar,
Jalan Kilimanjaro
No. 30 Pinus
Regensi,
Kecamatan
Cinambo, Kota
Bandung.
Menjelaskan bagaimana
perasaannya melakukan kegiatan
sosial tersebut
28 Koni
Yayasan Pilar
Peradaban, kantor
Cilengkrang 1
Jalan
Pesanggrahan No.
5 RT. 05 RW. 05
Kelurahan
Cisurupan,
Kecamatan Cibiru,
Kota Bandung
Menjelaskan bagaimana
perasaannya selama bergabung
bersama Yayasan Pilar Peradaban
55
UNIVERSITAS PASUNDAN
4.1.3 Film Statement
Penerangan lampu listrik belum dirasakan oleh sebagian rakyat Indonesia
yang berada di daerah terpencil, karena lokasi yang berada di limut-limut area
menyulitkan untuk dijangkau oleh PLN. Hal ini membuat masyarakat harus
menggunakan lampu lentera dengan bahan bakar minyak tanah sebagai
penerangan.
Dengan di berlakukannya kebijakan pemerintah yang menghilangkan
bahan bakar minyak tanah dan menggantinya dengan LPG makin mempersulit
masyarakat yang belum mendapatkan penerangan listrik oleh PLN. Karena di
daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan penerangan, minyak tanah lebih
banyak digunakan untuk bahan bakar lampu penerangan.
Hal ini juga berdampak kepada siswa yang tinggal di daerah terpencil,
siswa-siswa akan sulit belajar ketika malam hari. Kehadiran Ujang Koswara
dengan menciptakan lampu Limar diharapkan menjadi solusi dan memecahkan
permasalahan tersebut. Ujang Koswara membuat lampu Limar untuk dibagikan
kepada masyarakat secara gratis. Dari penjelasan di atas akan muncul pertanyaan-
pertanyaan apabila hal tersebut dibuat menjadi film dokumenter, seperti berikut
ini:
1) Seberapa penting pembuatan film dokumenter ini?
2) Seberapa penting subjek yang ada di dalam film ini?
3) Pesan moral apa yang didapat orang ketika menonton film ini?
56
UNIVERSITAS PASUNDAN
4.1.4 Sinopsis
Film dokumenter ini menceritakan tentang Ujang Koswara seorang
wirausahawan sosial dan penggiat pemberdayaan masyarakat. Ujang Koswara
melakukan program aktivasi yang bekerjasama dengan perusahaan pemerintah
dan swasta untuk menerangi daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan
hak penerangan. Ujang Koswara menciptakan lampu LIMAR (Listrik Mandiri
Rakyat) karena kebijakan pemerintah yang mengganti minyak tanah ke LPG.
Kelangkaan minyak tanah menyulitkan sebagian masyarakat desa
terpencil, karena minyak tanah banyak digunakan untuk lentera penerangan rumah
dari pada untuk memasak. Bersama Yayasan Pilar Peradaban yang dibentuknya,
Ujang Koswara aktif menggerakkan program Indonesia bebas gelap, yaitu
program penerangan dengan lampu LIMAR di desa-desa terpencil yang belum
mendapatkan pasokan listrik dari PLN.
Ujang Koswara bersama orang-orang yang tergabung di Yayasan Pilar
Peradaban mulai memasang lampu LIMAR di beberapa daerah di Jawa Barat
yaitu desa wanajaya dusun cilele, kabupaten Karawang dan Cidaun Kabupaten
Cianjur. Desa Wanajaya dusun cilele adalah dusun yang bersebelahan dengan
kawasan industri, tetapi di dusun ini belum mendapatkan pasokan litrik karena
akses jalan ditutup oleh PT. Pertiwi Lestari sedangkan di cidaun adalah desa di
lereng gunung yang sulit di jangkau PLN. Saat ini masyarat desa yang belum
mendapatkan pasokan listrik menggunakan bahan bakar solar untuk lampu
cempor/lentera penerangan rumah.
57
UNIVERSITAS PASUNDAN
Akibatnya siswa-siswa yang berada di daerah terpencil sulit untuk belajar
dimalam hari, karena asap dari lampu cempor mengganggu kosentrasi anak-anak
ketika belajar. Masalah itu mendorong Ujang Koswara untuk memberi solusi yang
bisa diterapkan secepat mungkin.
Ujang Koswara mencoba mengajak pemerintah, swata, dan masyarakat
untuk berperan bersama-sama menuntaskan kegelapan di wilayah terpencil
Indonesia. Ujang Koswara terjun langsung kelapangan dengan melewati
perjalanan-perjalanan yang kadang melelahkan demi membantu masyarakat desa
yang membutuhkan penerangan. Masyarakat desa yang telah mendapatkan lampu
limar akhirnya bahagia karena rumah-rumah mereka tidak gelap lagi ketika
malam hari tiba.
4.2 Produksi
Pada tahap ini, proses shooting menggunakan beberapa equipment antara
lain:
1. Kamera DSLR Canon 60D
2. Kamera DSLR Canon 80D
3. Kamera DSLR 1200D
4. Memory Sandisk Extreme 32GB (3)
5. Memory Sandisk Extreme 16GB
6. Drone Phantom 4
7. Tripod
8. Monopod
58
UNIVERSITAS PASUNDAN
9. LED Aputure 160
10. Lensa 18-135 mm
11. Lensa 18-55 mm
12. Lensa 50mm
13. Mic Pro Rode Shotgun
Sutradara dan DoP hanya menggunakan alat yang dibutuhkan, karena
lokasi shooting yang jauh dan jalan yang rusak tidak memungkin untuk membawa
peralatan yang banyak. Dalam tahap ini sutradara akan melakukan proses kreatif
dalam memimpin produksi film dokumenter yang dibuat dan dapat mengambil
keputusan-keputusan dengan cepat ketika proses shooting terdapat kendala teknis.
Kemudian sutradara berkerjasama dengan DoP untuk pengambilan type shot, shot
yang digunakan dalam film dokumneter, antara lain:
Long shot
Medium shot
Close up
Frog eye
Eagle eye
Dibawah ini adalah proses produksi film dokumenter dan type shot-shot
yang telah di koordinasikan antara sutradara dengan DoP (Director Of
Photography):
a. Kegiatan Subjek
Sebelum pemasangan lampu LIMAR, subjek akan mengadakan rapat
bersama pihak yang ingin bergabung di Yayasan Pilar Peradaban dan
berpartisipasi dalam mewujudkan Indonesia Bebas Gelap.
59
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 4.1 Subjek sedang melakukan rapat
Gambar 4.2 Subjek diwawancarai oleh wartawan media cetak
b. Wawancara Subjek
Subjek diwawancara dengan 2 kamera DSLR Canon, menggunakan lensa
16-55mm dan 18-35mm. Kamera 1 disimpan low dengan menggunakan tripod
dan kamera 2 menggunakan teknik handheld yang bertujuan untuk
memperlihatkan gerakan tangan subjek yang diwawancara. Pencahayaan
menggunakan lampu LED yang disejajarkan dengan badan subjek.
60
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 4.3 Wawancara subjek
Gambar 4.4 Wawancara salah satu warga penerima bantuan lampu LIMAR
Gambar 4.5 Wawancara warga masyarakat
61
UNIVERSITAS PASUNDAN
c. Tempat perakitan lampu LIMAR
Pada pengambilan gambar ini penulis menggunakan 2 kamera DSLR yaitu
Canon 80D dan Canon 1200D serta lensa 18-55mm 23f/s, lensa 18-35 18f/s dan
lensa 50mm 1.8f/s. Beberapa shot sebagian menggunakan tripod untuk
menghindari shaking/getaran yang ditimbulkan oleh DoP, juga ada beberapa shot
yang menggunakan teknik handheld kamera dikarenakan terbatasnya ruang untuk
mengambil shot.
Gambar 4.6 Salah satu karyawan LIMAR sedang merakit lampu (Medium Shot)
Gambar 4.7 Komponen yang digunakan pada lampu LIMAR (Closeup)
62
UNIVERSITAS PASUNDAN
Gambar 4.8 Packing lampu LIMAR ke dalam kotak dus kecil (Long Shot)
Gambar 4.9 Salah satu karyawan LIMAR sedang merakit lampu (Closeup)
Penulis mengambil beberapa gambar diatas tersebut bertujuan untuk
memperlihatkan ekspresi wajah salah satu karyawan LIMAR dan detail
komponen yang di gunakan pada lampu LIMAR.
63
UNIVERSITAS PASUNDAN
d. Perjalanan di lokasi pemasangan lampu Limar
Gambar 4.10 Pendistribusian lampu LIMAR
Gambar 4.11 Salah satu tanjakan yang dilalui dalam pendistribusian lampu
Gambar 4.12 Masyarakat bergotong royong mengambil lampu LIMAR
64
UNIVERSITAS PASUNDAN
Dari ketiga gambar ini penulis bertujuan agar penonton bisa melihat
bahwa beratnya medan yang ditempuh untuk mendistribusikan lampu LIMAR
hingga sampai kemasyarakat yang menerimanya.
e. Pemasangan lampu LIMAR
Gambar 4.13 Pemasangan lampu LIMAR di salah satu rumah warga
Gambar 4.14 Pemasangan accu untuk lampu LIMAR
65
UNIVERSITAS PASUNDAN
Pada semua hasil gambar yang diambil, lebih banyak menggunakan
handheld camera karena untuk menjaga jika ada momen yang mengharuskan
merekam dengan cepat dan tepat tanpa harus memasang tripod terlebih dahulu.
Sudut pandang kamera Longshot dan medium shot karena kami ingin memberi
kesan bahwa lokasi pendistribusian ini memiliki medan jalan yang rusak, berat,
dan jauh dari perkotaan. Alat rekam menggunakan 2 kamera DSLR dan lensa 18-
55mm 25fps,18-35mm 25fps dan lensa 50mm 25fps.
Kendala pertama dalam proses shooting ini adalah terbatasnya memory
card, sehingga penulis sebagai sutradara yang bekerjasama dengan DoP harus
menghemat memori agar mendapatkan momen yang bagus. Kendala kedua, lokasi
pemasangan lampu LIMAR tidak ada listrik jadi kami membatasi penggunaan
baterai kamera sehingga ketika baterai kamera mati, momen yang bagus tidak bisa
kami rekam.
Shooting ini dilakukan selama dua bulan dengan mengikuti jadwal-jadwal
yang telah ditentukan dan jadwal tersebut sewaktu-waktu dapat berubah.
4.3 Pascaproduksi
Setelah beberapa hari melakukan proses shooting, di tahap ini sutradara
dan editor melakukan loging gambar. Data audio visual yang sudah dilakukan
dilapangan akan di tambah data-data visual pendukung yang sutradara dapatkan
ketika dalam tahap riset dengan subjek. Kemudian gambar (audio visual) disusun
menggunakan software editing sehingga menjadi satu runutan cerita.
66
UNIVERSITAS PASUNDAN
Agar informasi yang inginkan oleh sutradara sampai kepada penonton,
maka dalam tahap ini proses kreatif tetap dilakukan seperti beberapa gambar hasil
shooting harus ditambah dan dikurangi, memilih gambar yang perlu di masukan
dan gambar yang tidak perlu di masukan.
67
UNIVERSITAS PASUNDAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tugas Akhir penyutradaraan film dokumenter ini menceritakan tentang
seorang bernama Ujang Koswara sebagai penggiat sosial pemberdayaan
masyarakat yang aktif melakukan kegiatan sosial dengan membagikan lampu
Limar secara gratis kepada masyarakat untuk mewujudkan program Indonesia
bebas gelap. Penyutradaraan film dokumenter exspository Ujang koswara untuk
mewujudkan program Indonesia bebas gelap membuktikan bahwa hanya dengan
gagasan sederhana yang bermodal niat serta usaha yang kuat, manusia bisa
memberikan peran aktif untuk memperbaiki lingkungannya. Dari penyutradaraan
film dokumenter expository ini dapat diambil pesan moral bahwa sebaik-baiknya
manusia adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain.
Dengan melewati tahapan-tahapan hingga terjadinya karya ini,
menunjukkan bahwa menjadi sutradara film dokumenter bentuk expository tidak
mudah, sutradara harus mampu menyampaikan pesan, ideologi, gagasan, dan
emosi yang terdapat di dalam film tersebut. Persiapan yang matang serta
pendekatan kepada subjek sangat penting untuk pembuatan sebuah karya film
dokumenter expository.
68
UNIVERSITAS PASUNDAN
5.2 Saran
Dalam pembuatan karya film dokumenter expository, sebaiknya harus
mempersiapkan segala hal yang kemungkinan akan terjadi ketika berada
dilapangan. Dalam pengkaryaan ini penulis sebagai sutradara mengalami beberapa
kendala seperti harus memutuskan dengan cepat terhadap segala hal yang terjadi
ketika proses membuat karya, misalnya seperti ketika jadwal dadakan yang di
informasikan subjek kepada penulis, baterai kamera habis, memori penuh, padahal
moment penting harus kita ambil, sedangkan lokasi shooting berada di limut area
yang tidak ada listrik. Sebagai sutradara harus mampu mengambil keputusan
dengan cepat ketika semua itu terjadi, seperti dalam pengkaryaan ini misalnya
agar tidak ketinggalan moment, sutradara memutuskan dan memberitahu kepada
DoP untuk menggunakan kamera handphone agar moment penting tersebut tetap
di dapatkan. Harus dipersiapkan baterai cadangan yang banyak agar tidak
kehabisan mengambil moment ketika berada di dalam desa yang tidak ada listrik.
Sebagai mahasiswa akademisi harus mampu melewati segala hal rintangan
yang ada. Menjadi sutradara film dokumenter expository harus mampu
menampilkan ideologi dan proses kreatif cerita yang bagus.
69
UNIVERSITAS PASUNDAN
DAFTAR PUSTAKA
Ayawaila, Gerzon R. 2008. Dokumenter dari ide sampai produksi. Jakarta:
Fakultas
Film dan Televisi – Institut Kesenian Jakarta PRESS.
Barnouw, Erick. 1983. Documentary, A History of The Non-Fiction Film. New
York: Oxford University Press.
B.P.SDM Citra, 2002. Kamus Kecil Istilah Film, Jakarta: Yayasan Pusat
Perfilman
H. Usmar Ismail.
Djuniawati. 2011. Metode Penelitian Lapangan Sebagai Dasar Pembuatan Film
Dokumenter. Bandung: Prodi Tv & Film.
Effendy, Heru. 2014. Mari Membuat Film. Jakarta: Erlangga.
Ghony, M.D., & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar- Ruzz Media.
Hernawan. 2011. Penyutradaraan Film Dokumenter. Bandung: Prodi Tv & Film.
Himawan Pratista. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Moleong, L. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Tanzil, Chandra., & Ariefiansyah Rhino. 2010. Pemula Dalam Film Dokumenter
Gampang-Gampang Susah. Jakarta: Pusat: IN-DOCS.
Wibowo, Panji., & Indarto Totot. 2017. Modul Penyutradaraan. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pengembangan Perfilman.
70
UNIVERSITAS PASUNDAN
Sumber Lain:
Achsan. 2016. Teknik Analisis Data Triangulasi.
http://achsan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/4487/BAB+III.doc.
(Diakses 02/02/2018)
Admin. 2013. Luas Wilayah Indonesia. http://www.invonesia.com/luas-wilayah
negara-indonesia.html (Diakses 09/02/2018)
Koswara Ujang. 2018, Yayasan Pilar Peradaban. Bandung: www.ukologi.com.
Setiawan, Yuliana Taufik. 2015. Pembuatan Film Dokumenter “Bukan
Gangster” Melalui Implementasi Teknik Pengambilan Gambar Dan Teknik
Editing Pada Komunitas Motor Sobbisco Karanganyar. Journal Speed.
http://speed.web.id/ejournal/index.php/Speed/article/view/53 (Diakses
22/02/2018)
Lampiran 1. Wawancara Peneliti dengan Narasumber
Peneliti : Siapa nama lengkap bapa? Dan dimana tempat lahir bapak?
Narasumber: Nama saya Ujang Koswara. Lahir di Garut, Garutnya di Garut
selatan. Jadi kalo dari Bandung ke Garut dua jam tapi dari kota Garut
ke tempat lahir saya itu lima jam, itu sangat jauh. Keluarga saya
keluarga petani, penggarap petani. Seperti itu.
Peneliti: ya orang tua, orang tua itu?
Narasumber: orang tua, orang tua saya awalnya adlah seorang petani penggarap
sawah yang pergi berhijrah ke Bandung ketika sudah kehilangan lahan
garapannya karena dijual oleh ahli warisnya. Mengadu peruntukan ke
Bandung ketika waktu itu saya kelas empat SD. Seperti itu.
Peneliti: mungkin boleh diceritakan pak sedikit sejarah hidup atau sejarah
perjalanan hidup bapak sampai bisa jadi ke Bandung sekarang ini.
Narasumber: ya, jadi sebetulnya dari nama saja sudah jelas ujang itu adalah
nama yang tidak punya daya saing di zaman now sekarang tapi masih
ada juga nama ujang. Itu indikatornya adalah keluarga saya adalah
keluarga yang tidak berpendidikan. Jauh dari sekolah ibu saya tidak
lulus SD bapak saya pun sama. Dulu itu SR namanya kedua orang saya
itu sebagai petani. Lalu karena dijual tanah garapannya oleh si pemilik
karena berbagi ahli waris, maka orang tua saya sudah tidak punya
kerjaan apa-apa, akhirnya menjual aset yang dia punya untuk ke
Bandung. Mengadu peruntukan... eemm mengadu nasib. Membawa
saya yang waktu itu kurang lebih kelas empat SD. Nah sesampai di
Bandung, karena saya tidak punya saudara saya pernah menginap di
mesjid, waktu itu di mesjid salman ITB semalem. Dari sana saya
tadinya mau mencari kontrakan ternyata mahal semuanya tidak sesuai
dengan ekspektasi uang yang dibawa dari kampung. Akhirnya kami
bertiga waktu itu jalan kaki melewati gedung sate dan akhirnya dapat di
suatu lokasi yang memang cukup murah yaitu didaerah cicadas. Kami
disana mengontrak rumah tiga kali empat. Keluarga saya akhirnya,
bapak saya akhirnya di situ menjadi pedagang kaki lima dan dibantu
oleh saya ketika jualan di sekitara cicadas itu. Ibu saya kerjanya
dirumah kontrakan itu menggoreng bakwan atau bala-bala, yang saya
jual. Saya disitu SD pindah ke SD Gadis. Disitu ada dijalan Cikutra itu
namanya SD Negeri Gadis, SD Negeri satu cicadas terkenalnya dengan
nama SD Gadis, Cuma tidak bertahan lama, Cuma setahun lah bapak
saya bisa jualan karena stroke. Akhirnya disitu saya sebagai anak laki-
laki dikasih tugas oleh orang tua bagaimana supaya bisa bertahan hidup.
Caranya Cuma satu ditugasinnya, bagaimana supaya saya bisa mencari
uang dan membeli beras satu liter kerumah. Kalo tidak membawa beras
otomatis keluarga saya tidak akan bisa makan. Nah Barangkali
pendidikan hidup pertama seolah kuliah pertama saya itu yang
dosennya notabenenya adalah ibu saya itu diawali ketika saya
menginjak kelas enam bagaimana supaya bisa bertahan hidup dengan
mencari cara bisa membawa beras satu liter perhari
Peneliti: itu bisa diceritakan sedikit tentang bapak bisa dapatkan uang gitu
pak…
(lanjutan)
Narasumber: nah untuk mencari uang ini saya diberi kebebasan, cuam norma-
norma ketika saya masih di kampung halaman harus dijaga yaitu
tentang masalah agama yang penting jangan sampai mencari,
mendapatkan uang dengan cara tidak halal maka dari situ saya suka
berjualan karcis. Disitu ada taman hiburan dan bioskop, misbar
namanya Taman Hiburan. Waktu itu kalo beli dua ratus rupiah, saya
jual dua ratus dua lima denga merajuk-rajuk. Tapi biasanya kalau
membludak biasanya laku kalo jadi calo. Tapi kalopun tidak jadi calo
saya tetap nyaloan, jual karcis cari lebihnya dengan cara merajuk aja.
tapi alhamdulillah ternyata rezeki itu ada. Dan keduanya saya suka
jualan kanton keresek tuh ketika malem itu. Lima puluh ribu lima puluh
ribu eh lima puluh rupiah waktu itu yah. Yang penting apapun. Yang
luar biasanya ketika saya menjual koran bekas sebagainya. Saya jarang
pulang kerumah denga cara apapun yang penting halal saya. Sempet, ya
abu-abu lah misalnya dagang lotere, lotere telor. Kalo pasang seperti
judilah Cuma yang menangnya telor. Itu judi tingkat rendah di Cicadas
dan sangat merebak, saya pernah jual gitu juga. Ya habis gimana lagi
dong, yang paling penting bisa bertahan hidup aja seperti itu.
Peneliti: yang paling bapak inget ketika waktu kecil itu pak, apa? Tentang
orang tua mungkin pak, yang berkesan sampai sekarang?
Narasumber: tentang, sebetulnya yang paling kuat itu ternyata orang tua tidak
memberikan beban, hanya sekedar memberikan beban tapi diditulah
saya dididik untuk menjadi orang yang kuat sebagai the winner bukan
sebagai pecundang, kenapa? Karena terukur sekali bagaimana supaya
(lanjutan)
saya sendiri bisa berkembang, bisa hidup keluarga saya juga bisa
terjamin dari segi makannya bukan berpikir masalah sekunder, ini
maslah perut urusannya. Ya sehingga dari situ namanya kreatif itu yang
sekarang jadi jargonkan oleh siapapun buat saya Cuma bisa tersenyum,
Kenapa? Kadang kala beda angle menafsirkan kreatif itu apa. Nah kalo
saya bisa bercerita lain tentang kreatif ini. kreatif itu cuma, sudah fitrah
manusia, posisikan dalam keadaan kepepet pasti kreatif orang itu.
Bukan kreatif yang haru keren, harus canggih, harus gaya, ganteng,
cantik itu kreatif, tidak ada seperti itu. Urusan kreatif itu urusan perut.
Posisi dalam keadaan kepepet pasti kreatif, ini kuncinya. Nah ternyata
bisa. Kalo saya tidak cari makan ya pasti mati saya dan itu penting. Nah
itu sekolah tentang masalah bagaimana yang namanya kejujuran yang
namanya perjuangan yang dididik oleh ibu saya yang notabenenya tidak
tidak pernah kulaih ternyata terasanya hari ini bagaimana sebagai
pejuang itu nikmat. Karena negara ini dimerdekakan bukan oleh
pegawai negeri sipil. Negara ini merdeka bukan oleh para pengusaha,
Negara ini merdeka bukan oleh tentara, tapi negara Indonesia ini
merdeka oleh para pejuang, nah saya ingin menjadi pejuang-pejuang
masa kini, seperti itu.
Peneliti: saya pernah melihat video bapak bercerita tentang waktu lebaran
bapak ngumpulin koran bekas, itu pak gimana ceritanya?
Narasumber: nah, jadi sebenarnya momen paling indah itu ketika mencari uang
itu ketika tahunan. Tahunan itu ketika ada momentum lebaran Haji
maupun lebaran Idul fitri. Tapi yang sangat berkesan itu Idul fitri,
(lanjutan)
karena itu yang sangat saya tunggu-tunggu. Kenapa? Disitulah saatnya
saya panen sebagai anak kecil. Nah biasanya prediksi saya, prediksi
kami ini yah di anak-anak kecil yang memang anak jalanan di Cicadas
biasanya ketika waktu itu loh, waktu kecil dulu ya mungkin karena
beda musim ya. Bulan Rhamadan eemm apa, lebaran Idul fitri itu
biasanya besoknya suka hujan, sebelum lebaran itu biasanya. Makanya
disitu saya mengumpulkan koran-koran bekas. Koran-koran bekas ini
kemana? Karena saya tahu di Mesjid Agung, dijalan Asia-Afrika di
Bandung disana yah, itu biasanya membludak ketika shalat Idul fitri
membludaknya sampai keluar. Dan semua tamu itu membawa sajadah,
sajadahnya itu baru-baru makanya takut kotor. Nah dari situ ini menurut
saya merupaka suatu opportunity untuk berbisnis. Makanya kami
siapkan, waktu itu saya siapkan koran-koran bekas saya bawa kesana
berjalan kaki loh dari Cicadas tengah malem untuk mencapai subuh.
Karena saya harus subuh sebelum sebelum adzan subuh itu sudah harus
disana makanya kami berangkat dari sini sekitar jam sebelas malem
jalan kaki kesana karena tidak ada lagi angkutan umum, begadang sama
sekali dari situ jual lah yang namaya koran itu. Waah disitu yang
namanya laku. Lebaran itu kan orang lain ga berpikir semurah aja, ga
ada yang nawar, ngasih-ngasih maka uangnya banyak. Makanya ketika
setelah shalat Ied selesai jam 9 tidak ada lagi angkutan umum juga
karena sudah sepi. Rame tapi tidak ada angkutan umum. Dari mesjid
agung itu berjalan kaki ke Cicadas kesitu membawa uang recehan yang
banyak sekali. Sampai dirumah itu sekitar Zuhur lah. Orang lain sudah
(lanjutan)
pakai baju bagus beli es krim dan sebagainya. Saya sudah ga bisa lagi
menikmati, menikmati tentang hari raya. Tapi kecapean karena ga tidur
malem. Tidurlah saya ketika tidur bangun maghrib waktu itu, apa yang
saya lakukan. Saya mandi dan disitulah momen luar biasa saya beli
eskrim yang memang setahun sekali saya bisa makan disitu, dengan
uang itu. Jadi itulah moment yang luar biasa. Besoknya biasa lagi. Jadi
orang lain lebaran ditunggu-tunggu dengan baju barunya, buat saya
lebaran di tunggu-tunggu pas mendapatkan uang luar biasa dari hasil
jualan koran bekas, seperti itu.
Peneliti: kalo pekerjaan bapak saat ini apa pak?
Narasumber: saya ini sekarang bekerja menjadi relawan lah. Relawan yang
betul-betul apa yah. Keliling ke pelosok untuk menerangi masyarakat
yang belum ada listrik, yang masih kurang beruntung. Karena ternyata
masih banyak didaerah-daerah. Problemnya kenapa saya konsen dan
fokus kesana, mereka tidak punya pilihan lain. Dulu meskipun saya
tidak ada listrik waktu di kampung, minyak tanah masih ada, masih bisa
ada minyak tanah. Sehingga patromak, lampu teplok masih bisa.
Sekarang minyak tanah sudah tidak ada, apalagi yang harus dibakar?
Nah satu lagi, ada satu kebijakan yang dinasionalisasikan. Ketika
dinasionalisasikan pasti terjadi ketimpangan buat sebagian masyarakat
yang kurang beruntung tadi, misalnya ujian Nasional. Kesempatan
belajar kan tidak sama, tapi nilainya disamakan. Makanya saya pengen
mencoba hadir dari pengalaman waktu kecil saya,mencoba hadir
bagaimana menjadi solusi buat masyarakat sana. Kaena saya pernah
(lanjutan)
merasakan bagaimana yang namanya miskin itu ga enak. Makanya saya
pengen hadir disitu. Nah saya fokus bukan mengatasi kemiskinan, tapi
fokus memberikan penerangan kepada masyarakat yang belum ada
listrik yang belum mengenal cahaya. Supaya apa? Supaya anak bisa
belajar, mengaji. Ada kegiata produktif buat ibu-bapaknya. Jadi ketika
malam tidal langsung tidur. Nah makanya say bikin produk Limar itu
untuk menerangi masyarakat
Peneliti: sebelum membuat LIMAR, ceritakan sedikit pekerjaan bapak
yang dulu, apa pak?
Narasumber: jadi pekerjaan saya itu memang ditakdirkan, saya itu barangkali
saya lebih menikmati yang mempunyai sejarah masa lalu dengan saya
sebetulnya. Jadi saya pernah menjadi Pegawai Negeri Sipil, saya pernah
menjadi Dosen di Politeknik Mekanik Swiss ITB selama sepuluh tahun.
Dari situ saya keluar. Kenapa? Banyak faktor non tekhnis dan masalah
kegaduhan kebatinan saya saja yang kurang pas. Ya di satu sisi orang
tua saya seneng ketika saya menjadi pegawai negeri sipil. Karena
ekspektasi orang tua jadi pegawai negeri sipil itu urusan duniawi
selesai, kaya raya lah. Indikatirnya sederhana. Mungkin barangkali
bukan orang tua saya saja. Orang tua seluruh Indonesia dan seluruh
temen-temen yang lain. Kenapa? Apalagi di daerah yah. Yang
menghuni hotel mewah, yang menghuni rumah makan mewah dan
lezat, itu yang PNS pake baju PNS. Rata-rata PNS itu berkumpulnya
disana. Sehingga orang awam, yang belum pernah punya keluarga PNS
berpikiran kalo punya anak jadi PNS itu urusan duniawi selesai,
(lanjutan)
katanya kaya raya. Makanya ketika saya masuk kesana itu orang tua
saya senang. Tapi ternyata itu berdebeda dengan fakta yang saya alami.
Saya tidak mendapatkan matematikanya bisa hidup sejahtera dari gaji
PNS, itu saja. Makanya dari pada saya hidup semu kepada orang tua
dan sebagainya, saya harus melakukan suatu terobosan dan harus
berhijrah, makanya saya keluar. Kemana larinya? Menjadi pengusaha.
Kenapa dasar jadi pengussha? Ya kalau buku- buku tentang motivasi
usaha, seperti Robert Kiyosaki sudah saya baca dengan hatam lah
apapun, kesi,pulannya pusing. Bagaimana harus memulainya? Ternyata
kembali lagi terhadap nilai perjuangan, bukan nilai hitungan rumus
matematika yang seluruhnya harus dihitung dengan akutansi. Ini
masalah semangat, yang saya dapatkan sebagai motivasi saya berusaha
itu Cuma ada suatu Hadist Nabi dari sepuluh pintu rezeki satu untuk
pegawai sembilan untuk berniaga. Saya bilang logikanya pas. karena
Kenapa? Orang terkaya di Indonesia ga ada yang pegawai. Orang
terkaya di dunia pun ga ada satupun yang pegawai. Semuanya
pengusaha. Sok hitung dimana? Oh ternyata betul. Makanya saya mau
mencoba merintis menjadi pengusaha. Makanya disitu saya mencoba
jadi pengusaha, saya sadar dengan tidak mempunyai modal uang tapi
saya sadar saya mempunyai modal sosial, saya Dosen. Mahasiswa saya
ada yang sudah lulus dan kerja di Industri, makanya sama saya
dihubungin. Nah dari Industri itulah saya bisa memasok komponen atau
sesuatu yang dibutuhkan industri yaitu packaging. Karena kenlan saya
adalah apa, mahasiswa saya kerjanya di pabrik oli, makanya yang saya
(lanjutan)
suplainya itu adalah botol olinya. Karena bototl olinya sekali pakai pasti
langsung buang, yah? Yang awalnya saya dapet orderan sepuluh ribu,
selanjutnya seratus ribu unit, selanjut selanjutnya lima ratus ribu unit,
sampai tiga juta botol per bulan. Disitulah saya tumbuh menjadi
seorang pengusaha, seorang kapitalis. Cuma da dalam satu sisi ada
nikmat dan tidak nikmatnya. Memang dari pernik-pernik keduniawian
saya dapat tapi dari sisi ketenangan batin susah. Kenapa? Saya
menomor satukan tentan masalah uang. Uang itu seolah-olah tujuan.
Dapet uang tapi bisa dengan segala cara. Misalnya untuk mendapatkan
SPK saya harus tidak pulang kerumah karena saya stress. Kenapa
stress? Tidak mau pabrik saya berhenti dengan tidak adanya orderan.
Tetapkan karyawann tetap harus dibayar, mesin cicilannya, bunga dan
pinjaman ke Bank harus tetep harus dibayar. Makanya target saya tuh
supaya tetep jalan yaitu dengan cara mencari SPK, mencari P.O
(Purcashing Order) kemana-mana. Nah disitulah dengan berbagai cara,
pasti faham lah bagamana. Disitu saya mulai kejebak. Dapat sesuatu
tapi keluarga jauh, ternyata banyak yang di korbankan. Dan akhirnya
saya memilih untuk berhenti juga akhirnya disitu, berhenti pun ya ada
momentum waktu itu kan di satu sisi keluarga saya di kampun itu
sederhana, saya disini ya kalo kata orang itu OKB lah orang kaya baru
dengan indikatornya kesejahteraan rumah beberapa unit mungkin lebih
dari sepuluh, mobil apa aja ada, secara uang ada lah ya. Tapi di satu sisi
ya, keluarga saya disana ga ada listrik. Kan gitu. Makanya ketika
nelepon ibu saya. Jang kamu kan orang satu-satunya dari keluarga besar
(lanjutan)
yang bisa kuliah di Bandung. Makanya ini kami, mamah disini punya
masalah tidak ada penerangan. Memang kenapa mah tidak ada
penerangan? Kan minyak tanahnya susah ada tapi harganya lima belas
ribu tadinya empat ribu dengan konversi minyak tanah ke gas saat itu.
Nah apa lagi yang harus di bakar katanya. Kalopun mahal pasti dibeli,
tapi ini sudah mahal tidak ada, apa lagi yang harus dibakar? Karena
untuk menyesuaikan keadilan. Keponakan saya saat itu mau ujian
Nasional. Perlu lampu, perlu yang namanya penerangan. Kan ini
penzholiman. Sama dengan orang kota kan? Penzholiman, ini seperti
Persib melawan Barcelona kan itu tidak adil. Nah ketika say klik di
Google ternyata yang senasib dengan ibu saya jutaan. Di Jawa Barat
saja ada dua juta empat ratus KK. Di Indonesia waktu itu tahun dua ribu
delapan yah, ada tiga puluh juta KK. Nah ini kan harus diselesaikan.
Pemerintah disini tidak ada yang mengakuisi program bebas gelap.
Termasuk PLN, PLN dengan segala keterbatasannya pun punya
masalah itu. Apalagi di Remote-remote area. Kan punya rumus, satu
tiang harus sepuluh rumah. Kalo sekarang sepuluh rumah butuh sepuluh
tiang, ya pasti ga di pasang oleh PLN apapun alasannya, betul ga.
Karena itu sudah masuk hitungan akutansi ketika rugi ya jadi temuan.
Ya akhirnya kita kenapa? Bingung malahan data-data yang remote-
remote area ga pernah di munculin. Karena ketakutan kan! Ya itu saya
garap. Jadi saya bekerja secara senyap, silent yang paling penting ada
hasilnya. Targetnya Cuma satu, bagaimana masyarakat bisa tersenyum.
Karena merasa di tanah, di Indonesia ini. kehadiran negara terasa, gtu.
(lanjutan)
Penulis: kemudian pak, sedikit ceritakan tentang mulai merakit lampu
Limar ini tahun berapa dan darimana bapak dapat idenya?
Narasumber: yah jadi sebetulnya Limar ini membuktikan tentang masalah nyali,
bukan pinter lho. Nyali. Karena kenapa? Background saya tidak ada
sama sekali masalah elektronik. Jadi background sama sekali buta
tentang masalah elektronik, cuma satu saya pengen nolong ibu, ya
tentunya dengan beberapa kali jatuh. Tapi harus tetep berdiri dan tetep
berjalan. Jadi perjalanan saya kan seperti sepeda yah, ya kalo berhenti
ya jatoh. Saya harus terus jalan. Nah saya pertama kali untuk bantu ibu
saya, sama budaya konsumtif. Ah beli aja barangnya, dimana? Di
Jakarta. Saya cari dapet solar panel. Saya pasang solar panel di rumah
ibu saya waktu itu ibu saya seneng, kenapa ko matahari bisa
mengalirkan listrik? Iya mah sesuai dengan marketing, ee... salesnya
yang ngomong ke saya, pak ini bagus tanpa maintenance dan
sebagainya sekali pasang pasti nyala. Ya saya lakukan, ternyata betul
nyala. Tapi itu baru koma ternyata. Setelah beberapa waktu kemudian
itu mati. Setelah saya cek kesana ternyata matinya bukan karena
masalah apapun, ternyata maslah cuaca. Ketika mendung aja,malam itu
harus gelap, kenapa? Karena tidak menyimpan listrik. Keduanya apa?
Mati terus-terusan sampe permanen, kenapa? Karena si kacanya kotor
itu harus di lap. Sedangkan yang namanya si panel suryanya kan di taro
di atas genteng, siapa yang bisa ngelap? Belum ada Spiderman.
Makanya mati aja. Ya ibu saya ketika sudah tahu cahaya, teriaknya
lebih kenceng. Jang cari dong solusinya jangan sampai bilang
(lanjutan)
teknologi-teknologi. Buat rakyat seperti mamah mah bukan masalah
teknologi, yang penting awet. Nah kalimat kata kuncinya itu awet
masyarakat itu. Rakyat itu butuhnya awet bukan berteknologi. Saya
coba lagi belajar apa lagi? Karena saya tidak tahu ya referensinya cuma
ke temen. Bisa pake mikro hydro asal disana ada air terjun katanya
deket rumah. Ternyata betul, kebetulan ada. Ada satu kilometer lah.
Sama saya di pasang mikro hydro. Betul muter dan menghasilkan
listrik, ketika ada air. Musim kemarau tidak berputar, kenapa? Karena
tidak ada air. Mati lagi, teriak lagi ibu saya. Ini gimana kok? Kadang
kala nyala, kadang kala mati. Yang luar biasa apa? Hujan terus-menerus
itupun masih mati. Ketika saya cek ke lapangan, udah habis kebawa
banjir itu semuanya mikro hydronya. Ternyata tidak susten juga. Apa
lagi, makanya saya dari situ saya tetep bernyali untuk bantu ibu.
Barangkali karena keinginan kuat dan sebagainya, mungkin ini juga
skenario Tuhan yah. Say beli HP, waktu tahun dua ribu delapan kan
LED belum ada, belum rame, belum tau malah. Ko ini ada lampu senter
kecil kitu, apa? Kan namanya HP mah batrenya kecil. Saya bongkar.
Oh ini LED, saya tanya LED itu di Google. LED itu bagaimana?
Sejarahnya bagaimana? Cahayanya secara tekhniknya bagaimana?
Dimana pabriknya? Saya beli ke pabriknya disana datang dibawa ke
Bandung komponen LEDnya belum jadi lampu baru komponennya
LED. Bingung mau dibawa kemana lagi. Ini masalah nyali bukan
masalah pinter. Karena kenapa ketika saya bawa ke jalur pinter, saya
bawa kekampus untuk jadi lampu, ga ada jadi lampu. Diskusi, lama. Oh
(lanjutan)
ini mah gini. Diskusi aja yang lamanya. LED itu ada komponen
Panadium, ada dan sebagainya. Saya bilang bukan itu yang diinginkan.
Jadi lampu! Ga jadi. Itu jalur pintar. Tapi kalo jalur nyali, saya cari lagi.
Kemana? Ke praktisi. Kebetulan saya kenalan namanya agus listrik.
Agus listrik ini kerja di Banceuy, tukang reparasi elektonik. Nah karena
dia pun ber-nyali sama saya, yaudah pak, pasang aja Dioda, pasang ini
dan sebagai sebagainya, dicoba-coba. Memang tidak langsung jadi.
Tapi ujungnya jadi, jadilah limar. Satu watt, terangnya sama dengan
sepuluh watt, usianya sepuluh tahun. Dibikin casing jadilah produk
Limar itu. Nah gitu.
Peneliti : kalo sekarang pak, bagaimana cara merakit lampu LIMAR?
Apakah dirakit secara manual?
Narasumber: nah, karena saya melihat tentang kondisi di ujung yang perlu
dibantu itu adalah masyarakat marjinal. Saya berpikir, mereka pasti
tidak mempunyai, tidak mempunyai daya beli yang bagus juga. Saya
pikir ini Limar kalo saya bikin Pabrik, mau ngejualnya kemana? Yah,
mau ngejualnya kemana? Yah akhirnya saya berpikir, Limar ini harus
padat karya. Limar ini harus menjadi momentum sebagai perjuangan
melawan budaya produktik melawan budaya konsumtif. Karena di
negara kita, itu apa produk Indonesia? Ga ada yang dibanggakan.
Semuanya sudah dikuasai oleh para pemodal, oleh orang kapitalis. Kita
tinggal cari uangnya tinggal beli barangnya udah disiapin. Sehingga
kita seolah-olah pintar tapi tidak berdaya. Maka Limar ini sebagai
momentum perlawanan sebagai anak bangsa. Saya kerjain dimana? Ga
(lanjutan)
tanggung-tanggung. Kalo dikerjai di orang yang kuliah nanti ga aneh.
Oh itu mah pantesan kuliah. langsung saya kerjain di pesantren yang
sekolahnya ga jelas. Saya kerjain dimana lagi? Di lapas Suka miskin,
yang memang para narapidana. Dikerjakan dimana lagi? Di anak-anak
putus sekolah. Ternyata dengan jam terbang dia lebih menguasai
tentang lampu Limar ini. Jadi namanya ini pemberdayaan. Dikerjakan
oleh orang-orang marjinal yang butuh eksistensi. Di pake usernya
dimasyarakat yang belum teraliri listrik, yang memang notabenenya
miskin juga. Ketemu, menjadi suatu kekuatan. Kekuatan rakyat
namanya itu. Hukum matematikanya ada kan! Positif dengan positif,
positif. Negatif dengan negatif, positif. Tapi kalo dibikin di pabrik,
positif nih. Untuk masyarakat miskin, negatif. Negatif hasilnya. Nah
saya berpikir begitu rumusnya. Negati bertemu dengan negatif, pasti
positif. Seperti itu, akhirnya ternyata bisa sampai saat ini. sudah dua
ratus enam puluh ribu rumah. Dan dibagikan secara gratis, ke
masyarakat
Peneliti: kalo mang Koni, di Limar itu sebagai apa pak?
Narasumber: nah, Koni ini ku saya itu waktu dia kalo di usiakan tuh kelas lima
SD lah. Awalnya dia yang kerja di saya itu pamannya. Awalnya
pamannya cuma pamannya meninggal dunia setahun kemudian,
tabrakan. Koni mau pulang juga susah akhirnya ikut saya. Ternyata dari
kecil sampe saat ini dia paling jago tekhnisnya. Sekarang di tempat saya
menjadi kepala produksi. Yang bisa membawahi dan mengajar kemana-
mana. Koni itu sperti dosen. Kalo datang ke akmil saja mengajarkan
(lanjutan)
Limar, dia jadi dosennya padahal sekolahnya ga kuliah gak apa, percaya
diri. Koni ngajarin ke anak SMK, ngajarin ke anak-anak mahasiswa di
UPI dan sebagainya, dia bisa luar biasa. Jadi bukan masalah ehm dari
nyali ini bisa melahirkan menjadi intelektualitas. Karena kenapa?
Learning by doing. Belajar sambil bekerja itu lebih bagus. Dari pada
kita belajar dulu tanpa bekerja, susah. Akhirnya negara kita terlalu
banyak orang membuat resep tidak yang menjadi koki. Berwacana
mulu semua, kitu.
Peneliti: mungkin sekarang ceritakan tentang yayasan...
Narasumber: oke, yayasan yah. Jadi saya sudah sadar, ketika saya sudah menjadi
seorang sosial preneurship. Ini bukan persoalan terbatas lagi, tapi harus
bentuk yayasan. Karena anggaran dasar yayasan itu adalah suatu badan
usaha yang memamng non profit, kegiatannya. Dengan yayasan ini bisa
menerima hibah dari siapapun. Sehingga buat kami dengan adanya
yayasan akan lebih mempermudah untuk terjadi akselerasi percepatan
bantuan kepada masyarakat yang belum ada listrik. Kalo pake PT susah
secara tekhnisnya yah, seperti itu. Makanya saya bikin yayasan.
Yayasan disini kebanyakan seluruh pengurusnya adalah para relawan.
Ini adalah wadah yang resmi. Makanya ketika kami memasang
mendapatkan bantuan, itukan di audit total semuanya. Kami bisa
mempertanggung jawabkan semuanya. Tidak ada sepeserpun uang yang
masuk yayasan, masuk ke pengurus pribadi masing-masing pada hari
ini. jadi yayasan ini menaungi dari pmulai penerimaan bantuan, yah
sampe mengkoordinir produksi, gitukan. Sampe mengkoordinir
(lanjutan)
produksi, produksi di Lapas Suka miskin, di Pesantren Daarul hidayah,
di Calengkrang oleh anak-anak yang memang putus sekolah, yang
pengangguran, kan begitu ya. Itu sama yayasan di koordinir, okey
bagaimana cara membuat pelatihan dan sebagainya. Lalu dari situ
ketika pendistribusian, awalnya kami mendapatkan data dulu.
Informasi, informasinya bisa dari partner kami. Terutama dari TNI.
Karena yayasan ini ada partner panglima TNI sampai lima tahun
kedepan kita sudah ada MOU dan perjanjian kerja samanya dengan
TNI. TNI punya program namanya Serbuan Teritorial. Cuma satu yang
dia bisa bantu ke kami adalah tentang data-data yang shahih. Seperti
kemarin kita mendapatkan data dari Karawang. Karawang kan ga jauh
dari Jakarta, tapi disana masih ada empat ribu lima ratus KK yang
belum ada listrik. Di kecamatan eee apa? Pulau jambe kalo gasalah,
disana di karawang yah.kita mau pasng besok hari rabu. Kan sekarang
hari senen, rabu itu kita mau pasang disana. Di sana, jadi di karawang
itu. Itu datanya sampai namanya Rtnya dan lain sebagainya. Karena
ketika bantuan, itu tidak boleh dilebihkan atau dikurangin. Misalnya
disana ada seratus tujuh belas, tidak boleh dibuatkan jadi seratus dua
puluh, tapi tetep dipasang seratus tujuh belas. Nah ketika kami disana
memasang, masyarakat itu awalnya tidak percaya. Kenapa tidak
percaya? Karena terlalu sering diboongin. Pak nanti dipasangin listrik,
kebanyakan mah ditipu orang malahan. Kebanyakan mah di tipu orang
yah sudah, sudah dia setor uang tidak ada. Karena mereka itu betul-
betul sangat merindukan apa yang namanya cahaya. Buat mereka
(lanjutan)
kalimatnya sederhana. Dari pada seratus watt sepuluh tahun lagi, lebih
baik lima watt hari ini supaya anak-anaknya bisa belajar yah, ketika
kami datang kesana dengan relawan yang lain, dengan medang yang
sangat luar biasa, meskipun cape secara kasat mah yah, tapi nikmat
secara batin. Kenapa? Kita akan ketemu dengan suatu aura yang sama
denga mereka yaitu adalah kebahagiaan. Mereka bahagia sudah
mendapatkan cahaya yang tidak pernah kepikirin, kita bahagia kenapa?
Karena kita sudah bisa ngebantu orang disana. Ketika kami memasang
disana, jam sembilan dibagikan jam empat sore beres maghrib tuh
nyala. Kalo kita pasang seratus rumah, seratus rumah nyala. Kalo
dipasang seribu, seribu nyala dalam satu hari. Itu semuanya bertakbir,
bahagia semuanya. Semuanya pada berpelukan. Karena belum pernah
merasakan dapet cahaya seperti itu. Makanya ketika besoknya kami
pulang karena menginap disana yah, semua apa yang mereka punya kan
di keluarin untuk jadi konsumsi karena saking bahagianya. Lalu kita
pulang untuk pamitan besok. Berat kaki untuk pulang, susah. Kenapa?
Kita betah. Kenapa betah? Jejeran ribuan orang disana mau menyalamin
kita berterimakasih. Mereka memeluk, menangis sebagainya. Bahagia
sekali. Makanya meskipun dari tahun dua ribu delapan sampai hari in
kami memasang, tidak pernah ada bosannya. Ketika besok, spserti
besok mau pasang di Karawang, tidak ada bosannya, seperti baru lagi
aja. Karena kita bertemu dengan orang-orang baru lagi, dengan emosi
yang baru lagi. Makanya lebih seperti ngecas HP aja, ga pernah bosen.
Habis di cas lagi, habis di cas lagi, gitu. Makanya ketika kita pasang
(lanjutan)
Limar itu adalah seperti kita mengasah jiwa kita, mengecas jiwa kita.
Pulang dari sana, baru lagi. Sehingga kita selalu rindu dengan kegiatan
memasang Limar seperti ini
Peneliti: kalo ini pak, tentang program Indonesia bebas gelap, nah itu
gimana pak maksudnya?
Narasumber: yah, jadi saya mencanangkan yayasan yang barang kali yayasan
yang terlalu berani dari nyali. Saya bikin di anggaran dasarnya, yayasan
tuh membantu pemerintah atau masyarakat Indonesia bebas gelap.
Supaya mendapatkan keadilan. Karena jujur aja, gapapa disebut
anekdot atau bukan, kalo mau jujur ini fakta loh ya. Kalo masyarakat
yang belum ada listrik seperti di karawang itu, kan deket tuh dengan
ibukota. Itu pancasila itu baru ada empat bukan lima. Sila ke limanya
tidak terasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu tidak
terasa itu disitu. Makanya kami hadir mewakili negara supaya pancasila
itu genap, tetap menjadi lima pancasila, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Jadi masyarakat itu merasa sama dengan orang kota,
dapat hak yang sama juga disitu. Makanya Indonesia bebas gelap entah
sampai kapan saya juga ga tau. Kalo sekarang jumlah KK jutaan yah
jutaan yah, produksi saya satu juta aja udah, misalnya ini tiga puluh juta
KK. Untuk bebas gelap ini butuh tiga puluh tahun. Mungkin generasi
saya kesatu, kedua itu udah masih terus aja Limar seperti ini yah.
Makanya saya kawal Limar ini. kenapa ini, jangan sampai kena jatoh ke
orang kapitalis, in harus oleh bangsa kita. Diselesaikan oleh bangsa
kita, oleh rakyat kita, gitu buat masyarakat. Makanya Limar buat
(lanjutan)
masyarakat yang perbatasan, pulau-pulau terluar tuh punya jargon
sebagai sang penerang teras terdepan bumi nusantara. Kan keren.
Peneliti: Indonesia ini kan beberapa provinsi, untuk wilayah Jabar ini
bagaimana pendapat bapak tentang kelistrikan diwilayah Jawa
barat?
Narasumber: sebetulnya wilayah jabar ini lumbungnya energi. Saguling ada di
Jawa Barat, cirata ada di Jawa Barat, pembangkit listrik tenaga bumi
ada di Jawa Barat. Tapi masih ada juga di Jawa Barat yang gelap,
belum seratus persen. Ya tadi momentumya, memang seperti sudah
beres tetapi produknya masih banyak. Kenapa? Karena memang Jawa
Barat sendiri kan penduduknya dua puluh empat juta. Jadi kalopun
disebutkan satu persen atau berapa persen, sepuluh persen aja yah, yang
belum ada listrik masih empat juta dua ratus. Betul ga? Penduduk jawa
barat. Makanya disini ada satu kelemahan pada kelistrikan kita, sistem
kelistrikan kita kenapa di jawa barat masih ada yang belum ada lisrtrik.
Kesatu remote area didaerah-daerah terpencil. Karena tadi memang
rumus untuk memasang PLN ini kan ada rumus tadi. satu tiang sepuluh
rumah. Kalo disana ada lima puluh rumah ternyata dipasang tiangnya
harus ada sepuluh, ya ga akan di pasang-pasang. Kan harusnya dua atau
tiga yah, ga akan di pasang-pasang. Yang keduanya memang
kekurangan energi, kan gitu yah. Kalo sekarang di satu sisi ini
kelebihan pasokan tapi masih kurang, ya itu tadi alesannya. Makanya
saya menambal bolong-bolong yang memang tidak bisa dilakukan oleh
pemerintah saya masuk disitu hadir, seperti itu.
(lanjutan)
Peneliti: Tujuan akhir program Indonesia bebas gelap ini apa, kalo dari
Limar?
Narasumber: sebetulnya tujuan akhirnya adalah masalah keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, pertama itu. Keduanya ini leboh ke maslah
personal, ke masalah pribadi saya. Mungkin mudah-mudahan bisa
menular juga. Tapi sekarang ke kru saya ayng ada di Limar itu sudah
masuk virus-virus ideologi saya ini. bahwa sebetulnya sebaik-baiknya
manusia itu adalah orang yang bermanfaat untuuk orang lain. Itu paling
prinsip. Karena sekaya-kayanya pun orang tidak mungkin makan lebih
dari tiga kali. Sekaya-kayanya pun orang tidak mungkin pakai baju
tujuh rangkap. Lalu value manusia dimana? Indikatornya sederhana,
kalo saya mati yang nangis hanya anak dan istri saja, itu udah gagal
hidup. Buat apa saya hidup hanya untuk makan, isi perut dan lain
sebagainya, orang lain tidak merasa kehilangan. Di WA grup cuma
bilang Inalillahi pun copy paste, itu pun ramenya cuma dua hari, selesai
yah. Kita hanya numpang lewat aja, tidak bermakna sama sekali. Dan
mudah-mudahan dengan program Limar ini ada suatu eksistensi,
menuju kebahagiaan. Awalnya anak-anak yang bergabung di Limar,
mencari kebahagiaan itu indikatornya cuma satu, sejahtera. Kamu harus
sejahtera, punya uang lalu bahagia. Nah dengan Limar tidak, langsung
ke bahagia ketika kita bereksistensi, kita di akui oleh masyarakat.
Namanya bahagia itu tidak selalu harus kaya. Kita dihargai, kita bisa
membantu orang dan sebagainya udah, udah luar biasa kita udah
bahagia. Dengan bahagia seluruh metabolime kita itu berjalan sesuai
(lanjutan)
dengan edarannya. Makanya akan panjang usia, jauh dari penyakit dan
sebagainya. Nah orang-orang Limar akan seperti itu mudah-mudahan
selanjutnya.
Peneliti: berarti di pikiran bapak Limar ini suatu pemecah permasalahan
dan solusi listrik juga berarti pak?
Narasumber: yah, sebetulnya Limar ini sebagai pelengkap. Mau dibanding-
bandingkan dengan apapun, ini tidak pernah Aple to aple atau
berhadapan. Dengan listrik PLN contohnya. Ini di pasang Limar di satu
daerah ya, ternyata di tahun berikutnya listrik PLN masuk. Pakah
Limarnya tidak kepake? Kepake! Jadi alat penghemat. Meterannya
berputarnya sebula sekali untuk ngecas batre. Jadi kalo kita beli token
dua puluh lima ribu, ya baru tahun depan beli lagi, satu. Kedua nya,
bisa saja tidak satu rumah satu meteran, satu meteran bisa sepuluh
rumah, satu meteran bisa lima puluh rumah juga. Kenapa? Meteran itu
hanya digunakan untuk ngecas batre. Ada sisi kegotong royongan, kan
bagus. Jadi PLN pun tidak perlu keluar uang banyak kalo hanya untuk
penerangan. Pasang saja satu meteran, tarik selesai. Kedua nyurvei
energi tentang mikro Hydro. Kita tidak pernah berhadapan tentang
denga mikro Hydro tetapi melengkapi, memperkuat posisi mikro Hydro
yang tadinya tidak layak, jadi layak. Contoh mikro hydro nih,
kapasitasnya air terjunnya tingginya sekian, debitnya sekian gitu yah.
Cuma keluar dua ribu watt, padahal disitu ada seratus KK, kan ga
cukup kalo dua ribu watt dibagi seratus. Bisa dengan Limar kenapa?
Karena dua ribu watt itu hanya untuk ngecas batrenya. Itu bisa, betul
(lanjutan)
ga? Sama seperti yang namanya solar panel, angin dan sebagainya. Jadi
memperkuat posisi yang tidak layak jadi layak dengan posisi Limar.
Malahan mah tidak ada pembangkit listrik pun tidak apa-apa. Tidak ada
yang namanya mikro hydro, tidak ada solar panel, tidak ada genset
misalnya untuk ngecas, pake sepeda motor pu bagus. Biasanya kalo
sepeda motor ga pernah di luar, takut di curi orang. Masukin kerumah,
buka joknya ada aki kan. Masukin ke aki, tuh lampu nyala serumah.
Besoknya ga perlu ngecas lagi kenapa? Motornya dipake lagi, ngecas
lagi. Dan sebagai indikator kalo lampu malem tiba-tiba gelap, itu ada
indikatornya motornya ada yang nyuri, kan gitu.
Peneliti: pesan dan harapan bapak?
Narasumber: harapan saya itu sebetulnya, yang paling sederhana dulu yah
gambarannya. Limar ini kan saya ceritakan bukan ke orang lain, ke
keluarga dulu lah. Saya lihatkan film-film Limar ketika kami
memasang. Bagaimana masyarakat itu begitu antusiasnya, bagaimana
suasana kebatinan dan sebaginya. Saya lihatkan ke anak saya, anak saya
sederhana komentarnya. Saya bangga pada ayah. Berarti disitu ada
suatu ketauladanan, anak saya pengen mengikuti jejak ayahnya. Nah
saya pun sama, kemasyarakat khalayak temen-temen dan sebagainya
yah. Dengan adanya Limar yang seperti ini, jadikan Limar tuh sebagai
triger. Triger sebagai perjuangan membudayakan budaya produktif,
bikin sendiri, producing. Kan selama ini kita kan konsumtif. Karena di
kotak Limar ini jangan dilihat lampunya. Kalo hanya lampunya kan ga
asik. Misalnya gini contohnya, kita mau masang lampu di daerah, kita
(lanjutan)
beli di toko, kan ga bagus. Tapi ini lampunya dibikin sendiri. Ini ada
rasa kebanggan yang sangat luar biasa. Nah tentunya dengan Limar ini
kan baru salah satu solusi, nah banyak masalah-masalah lain penyakit di
bansa Indonesia itu. Contonya masalah enargi dan yang lain, ini masih
banyak. Mudah-mudahan dengan Limar ini sebagai triger, sebagai
pengungkit buat orang-orang yang lebih pintar, orang-orang yang
sangat luar biasa. Itu bisa menemukan solusi. Jadi Limar ini bukan
menjual lampu, tapi menjual solusi, gitu seperti itu aja.
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Proses Pembuatan Karya di Lapangan
Gambar 2. Wawancara Peneliti dengan Narasumber