Tugas Akhir

57
 [Type text] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infra stru ktur sarana trans porta si yang menghub ungkan antara dua tempat atau lebih. Jalan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memper lanca r mobi li sasi perekonomia n, menduku ng pert umbuh an sosi al dan memper lanc ar pembang unan sua tu dae rah sehing ga tar af hidup mas yar akat akan meningkat. Jalan Lingkar Weleri yang tergolong jalan asional, merupakan akses utama dan ja lur perekonomian utama di !ulau Ja "a khus usnya di ja lur #emara ng $ !ekalongan. %olume kendaraan yang semakin bertambah dan ruas jalan yang sempit menyebabkan sering terjadi kemacetan lalu lintas, terutama di daerah Weleri kota yang terdapat pasar tradisional. &alam rangka meningkatkan kenyamanan dalam pelayanan prasarana jalan maka seiring dengan berjal anny a "akt u dan kebu tuhan, peni ngka tan lal u lin tas diperl ukan sebagai sarana transportasi yang dapat mencukupi kebutuhan oleh karena itu diperlukan kegiatan peningkatkan kapasitas dan kualitas jalan. 'dap un pembanguna n Jal an Lin gkar Wel eri #T' ( )*+ $ (+*- ini disebabkan beberapa masalah sebagai berikut Laju perkemban gan la lu li nt as darat yang tumbuh pesat ti dak sebanding dengan peningkatan kapasitas jalan /uncul nya ti ti k0 ti ti k kerusakan yan g me nye bar pada per mukaa n  jalan Timbulny a kemacet an lalu linta s akibat mobilisas i kendara an yang  bertambah padat serta jalan yang rusak beresiko membahayakan  pengguna jalan  idia 1andra ).23.23..2( !age 2

Transcript of Tugas Akhir

BAB I

[Type text]

Nidia Candra3.12.12.0.14Page 57

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangJalan merupakan infrastruktur sarana transportasi yang menghubungkan antara dua tempat atau lebih. Jalan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memperlancar mobilisasi perekonomian, mendukung pertumbuhan sosial dan memperlancar pembangunan suatu daerah sehingga taraf hidup masyarakat akan meningkat.

Jalan Lingkar Weleri yang tergolong jalan Nasional, merupakan akses utama dan jalur perekonomian utama di Pulau Jawa khususnya di jalur Semarang Pekalongan. Volume kendaraan yang semakin bertambah dan ruas jalan yang sempit menyebabkan sering terjadi kemacetan lalu lintas, terutama di daerah Weleri kota yang terdapat pasar tradisional.Dalam rangka meningkatkan kenyamanan dalam pelayanan prasarana jalan maka seiring dengan berjalannya waktu dan kebutuhan, peningkatan lalu lintas diperlukan sebagai sarana transportasi yang dapat mencukupi kebutuhan oleh karena itu diperlukan kegiatan peningkatkan kapasitas dan kualitas jalan.Adapun pembangunan Jalan Lingkar Weleri STA 43+500 45+600 ini disebabkan beberapa masalah sebagai berikut:Laju perkembangan lalu lintas darat yang tumbuh pesat tidak sebanding dengan peningkatan kapasitas jalanMunculnya titik-titik kerusakan yang menyebar pada permukaan jalan Timbulnya kemacetan lalu lintas akibat mobilisasi kendaraan yang bertambah padat serta jalan yang rusak beresiko membahayakan pengguna jalan

1.2 Tujuan ProyekTujauan utama Perencanaan pembangunan Jalan Lingkar Weleri STA 43+500 45+600 yaitu :Menambah kapasitas ruas jalan dikarenakan volume lalu lintas yang sudah sangat padat.Mengurangi kemacetan lalu lintas dalam Kota Weleri.Meningkatkan keamanan dan kenyamanan pada jalur Semarang Pekalongan terutama di jalan Kota Weleri.Mendukung kemudahan mobilisasi yang diiringi tumbuhnya ekonomi regional dengan adanya pengurangan biaya operasi kendaraan dan waktu tempuh perjalanan.Mengembangkan wilayah potensi di sepanjang jalur Semarang Pekalongan.

Dalam penulisan kerja proyek ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis, antara lain :Memberikan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang perlu diperhitungkan dan diperhatikan dalam perencanaan sebuah proyek.Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam perencanaan proyek yang lebih efisien dan efektif.Untuk menambah pengetahuan dalam hal perencanaan jalan raya.Untuk melatih mahasiswa dalam menerapkan teori dan praktek yang telah didapatkan selama masa perkuliahan.Untuk melatih mahasiswa terjun sebagai seorang perencana pada suatu proyek.

1.3. Lokasi ProyekLokasi proyek yang direncanakan didaerah Weleri yang terletak di Kabupaten Kendal, daerah perbatasan Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Batang.

Gambar 1.1 Lokasi Proyek Jalan Lingkar Weleri, Kabupaten Kendal1.4. Ruang Lingkup Proyek pembangunan Jalan Lingkar Weleri STA 43+500 45+600 terdiri dari pekerjaan jalan dan jembatan. Untuk pekerjaan jalan memiliki panjang total 4.600 meter yang dimulai dari STA 43+200 sampai dengan STA 47+800. Dalam penyusunan laporan Kerja Proyek ini penulis hanya membatasi masalah untuk perencanaan jalan pada STA 43+500 45+600.Ruang lingkup Kerja Proyek Perencanaan Jalan Lingkar Weleri STA 43+500 45+600 meliputi hal-hal berikut ini :Perencanaan Geometrik Jalan

Penentuan kelas jalanPerhitungan alinyemen Horizontal dan VertikalPerhitungan lebar perkerasan pada tikungan Perhitungan tebal perkerasan badan jalan dan bahu jalanPerhitungan drainase

Rencana Kerja dan Syarat Syarat Teknis ( RKS )Rencana Anggaran Biaya ( RAB )

Bill of QuantityCalculation SheetPerhitungan Rencana Anggaran Biaya

Sumber DataLaporan Kerja Proyek ini dibuat berdasarkan data data yang didapatkan dan dikumpulkan dari beberapa instansi. Data data tersebut antara lain :

Peta topografi didapat dari Satker P2JN Dinas Bina Marga Provinsi Jawa TengahCurah hujan didapat dari BMKG Stasiun Klimatologi Semarang, Jawa TengahData CBR tanah didapat dari Satker P2JN Dinas Bina Marga Provinsi Jawa TengahData LHR didapat dari Dinas Bina Marga Kota Semarang

Peraturan Perencanaan Beberapa peraturan yang digunakan penulis untuk merencanakan Jalan Lingkar Weleri STA 43+500 45+600, adalah sebagai berikut :

Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997;Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen (SKBI 2.3.26.1987);Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997;Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan (SNI 03 3424 1994).

BAB IIDASAR TEORI PERENCANAAN

UmumUntuk melakukan perencanaan jalan raya diperlukan beberapa kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan hasil perencanaan, yaitu aman, nyaman, tahan lama, efisien, dan ekonomis. Dampak lingkungan dan tata guna lahan di sepanjang jalan juga merupakan pertimbangan dalam perencanaan.

Dalam perhitungan Kerja Proyek (KP) ini penulis menggunakan dasar teori dari Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.038/T/BM/1997 yang merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan.

2.2Klasifikasi JalanDi Indonesia klasifikasi jalan dibedakan menjadi :Klasifiksi jalan menurut fungsi jalannya, antara lain :Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata tinggi, perjalanan jarak jauh, dan jumlah jalan yang masuk dibatasi secara efisien. Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata sedang, perjalanan jarak sedang, dan jumlah jalan yang masuk dibatasi secara efisien.Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri kecepatan rata-rata rendah, perjalanaan jarak dekat, dan jumlah jalan yang masuk tidak dibatasi.

Klasifikasi menurut kelas jalan

Klasifikasi menurut kelas jalan, penetapannya didasarkan pada fungsinya serta dipertimbangkan dengan besarnya volume dan sifat lalu lintas yang diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan. Volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan.Tabel 2.1 Klasifikasi jalan menurut kelas jalanFungsiKelasMuatan Sumbu Terberat (ton)

ArteriIIIII>10108

KolektorIIIIIIB8

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota 1997Klasifikasi jalan berdasarkan medan

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana tersebut.

Tabel 2.2 : Klasifikasi Menurut Medan

NoJenis MedanNotasiLereng Melintang (%)1DatarD< 32BukitB3 253GunungG> 25Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota 1997Klasifikasi menurut Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) yang direncanakan akan melewati jalan tersebut harus dikonversikan dalam emp. Untuk menilai setiap kendaraan ke dalam emp , bagi jalan-jalan di daerah bukit digunakan koefisien pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Koefisien KendaraanJalan terbagiJalan tak terbagi2-Aprper arah TotalMHVLBLTMCkend / jamkend / jamDatar001.21.21.60.5100017001.41.420.6180032501.61.72.50.8215039501.31.520.5Bukit001.81.64.80.475013502.02.04.60.5140025002.22.34.30.7175031501.81.93.50.4Gunung003.22.25.50.355010002.92.65.10.4110027002.62.94.80.61500270022.43.80.3

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia,1997

Klasifikasi jalan berdasarkan wewenang pembinaan atau status jalannya yang sesuai dengan PP No. 26/ 1985, antara lain:Jalan Nasional Jalan ProvinsiJalan Kabupaten atau KotamadyaJalan DesaJalan Khusus

2.3 Parameter Perencanaan Geometrik JalanKendaraan Rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Untuk perencanaan geometrik jalan raya, ukuran kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang akan dibutuhkan. Kendaraan rencana dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:Kendaraan Ringan / Kecil (LV)

Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber-as dua dengan empat roda dan dengan jarak as 2,0 3,0 m Kendaraan Sedang (MHV)

Kendaraan bermotor dengan dua gandar, yaitu jarak 3,5 5,0 mKendaraan Besar (LB-LT)

Bus Besar (LB)

Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 6,0 mTruk Besar (LT)

Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama ke kedua) < 3,5

780340150902100170Dpn2020

Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Kecil1210760340240210902602100200170Dpn3030

Gambar 2.2 Dimensi Kendaraan Sedang

2100

120610128090200Depan3030260

Gambar 2.3 Dimensi Kendaraan Besar

Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 2.4 : Dimensi Kendaraan Rencana

Kategori Dimensi KendaraanTonjolanRadius PutarRadiusKendaraan(cm)(cm)(cm)TonjolanRencanaTinggi Lebar PanjangDepanBelakangMinimumMaximum(cm)Kendaraan kecil13021058090150420730780Kendaraan sedang410260121021024074012801410Kendaraan besar41026021001209029014001370

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 6

Satuan Mobil Penumpang (smp)

Satuan Mobil Penumpang (smp) adalah Satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp.

Tabel 2.5: Ekivalen Mobil Penumpang (emp)No.Jenis KendaraanDatar/PerbukitanPegunungan1.2.3.Sedan, Jeep, Station Wagon.Pick Up, Bus Kecil, Truk Kecil.Bus dan Truk Besar.1,01,2 2,41,2 5,01,01,9 3.52,2 6,0

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 10

Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR)

Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah perkiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam smp/ hari. Sedangkan Volume Jam Rencana (VJR) adalah perkiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu lintas yang dinyatakan dalam smp/ hari. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

dimana:VJR: Volume Jam Rencana (smp/ hari)VLHR: Volume Lalu lintas Harian Rencana (smp/ hari)K: faktor volume lalu lintas jam sibuk (%).F : faktor variasi tingkat lalu lintas per seperempat jam dalam 1 jam (%).VJR juga digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang diperlukan. Tabel berikut akan menyajikan tentang faktor K dan faktor F yang sesuai dengan VLHRnya.

Tabel 2.6 Penentuan Faktor K dan Faktor F Berdasarkan VLHRVLHRFaktor K (%)Faktor F (%)> 50.0004 60,9 130.000 50.0006 8 0,8 1 10.000 30.0006 8 0,8 1 5.000 10.0008 100,6 0,8 1.000 5.00010 120,6 0,8< 1.00012 16 < 0,6Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 11

Kecepatan Rencana (Vr)

Kecepatan Rencana (Vr) adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang langgeng, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan geometrik pada setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, dan jarak pandang. Biasanya kecepatan yang dipilih adalah kecepatan tertinggi menerus dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya tergantung dari bentuk jalan. Untuk kondisi medan yang sulit Vr suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak boleh lebih dari 20 km/jam.Vr untuk masing-masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari tabel 2.8. sebagai berikut:

Tabel 2.7 : Kecepatan Rencana (Vr), sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan

FungsiKecepatan Rencana (Vr) (Km/jam)

DatarBukitGunung

Arteri70-12060-8040-70

Kolektor60-9050-6030-50

Lokal40-7030-5020-30

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara PerencanaanGeometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 11

5.Jalur Lalu LintasJalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Biasanya batas jalur lalu lintas dapat berupa:Median, yaitu bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah.Bahu, yaitu bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus diperkeras.Trotoar, yaitu jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki.

Lajur

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang yang dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk mewakili lebar yang cukup untuk melewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana. Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.8 : Lebar Lajur Jalan Ideal

FungsiKelasLebar Lajur Ideal (m)ArteriI3,75

II, IIIA3,50KolektorIIIA, IIIB3,00LokalIIIC3,00

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 17

Jarak Pandangan

Jarak Pandangan adalah suatu jarak yang diperlukan oleh pengemudi pada saat mengemudi, sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak Pandangan itu sendiri memiliki tujuan sebagai berikut :Menghindarkan terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya benda yang cukup besar, kendaraan yang sedang berhenti, pejalan kaki, atau hewan-hewan pada lajur jalannya.Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur di sebelahnya.Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menempatkan rambu-rambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan.

Dilihat dari kegunaannya Jarak Pandangan terdiri dari :Jarak Pandangan Henti (Jh)

(1)Jarak Pandangan Henti Minimum Jarak minimum yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi ketentuan Jh. (2)Asumsi TinggiJarak Pandang Henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.(3)Elemen Jarak Pandang Henti Jarak Pandangan Henti terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:Jarak Tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem.Jarak Pengerem (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejenak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.

Jarak Pandangan Henti (Jh) dalam satuan meter dapat dihitung berdasarkan rumus sesaui dengan sumber: Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997.Rumus: Jh = Jht +Jhr dimana:Jh: Jarak Pandangan Henti (m)Vr: kecepatan rencana (km/ jam)T: waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detikg: percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/s2f: koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35 0,55Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi :

Tabel 2.9 : Jarak Pandang Henti ( Jh ) minimumVr( km/jam)12010080605040Jh minimum(m)250175120755540

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 21

Jarak Pandangan Mendahului

Jarak Pandangan Mendahului (Jd) adalah jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat mendahului kendaraan lain yang berada pada lajur jalannya dengan menggunakan lajur untuk arah yang berlawanan. Jarak Pandangan Mendahului diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm. Untuk lebih jelas tentang jarak pandang mendahului dapat dilihat pada gambar 2.4Rumus:

dimana: d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m).d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m).d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m).d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang besarnya diambil 2/3 d2 (m).Tabel 2.10 : Jarak Pandang MendahuluiVr( km/jam)120100806050403020Jh minimum(m)800670550300250200150100

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 22

Daerah Bebas Samping di Tikungan

Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandangan di tikungan, sehingga Jarak Pandangan Henti (Jh) dipenuhi. Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam sampai obyek penghalang pandangan, sehingga persyaratan Jarak Pandangan Henti dipenuhi.Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus dalam Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 sebagai berikut:Jika Jh < Lt

Gambar 2.4 Daerah Bebas Samping di Tikungan, untuk Jh Lt

Gambar 2.5 Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh > Lt

dimana:Jh: Jarak Pandang Henti (m)R: jari-jari tikungan (m)Lt: panjang tikungan (m)R': jari-jari sumbu lajur (m)

Alinyemen HorisontalAlinyemen Horisontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Biasanya alinyemen horizontal dikenal dengan situasi jalan atau trase jalan. Dalam perencanaan geometrik pada bagian lengkung jalan ini dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan (Vr), sehingga untuk keselamatan pemakai jalan jarak pandangan dan daerah bebas samping jalan harus dipertimbangkan.

(1)Panjang Bagian LurusDengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak boleh lebih dari 2,5 menit (sesuai Vr). Panjang bagian lurus dapat kita lihat dalam tabel 2.11Tabel 2.11 Panjang Bagian Lurus Maksimum Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum

Datar Perbukitan Pegunungan Arteri 3.000 2.500 2.000 Kolektor 3.000 1.750 1.500

Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 27(2)TikunganBentuk bagian lengkung dapat berupa :Spiral Circle Spiral (SCS), Full Circle (FC), dan Spiral Spiral (SS).

Lengkung dalam perencanaannya diperlukan adanya superelevasi yaitu suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan (Vr). Nilai super elevasi maksimum ditentukan sebesar 10%.(3) Jari-jari TikunganJari-jari tikungan minimum untuk setiap kecepatan rencana pada saat akan menikung ditentukan berdasarkan miring tikungan maksimum dan koefisien gesekan melintang dengan rumus sesuai dengan Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 28 yaitu : dimana:emax: super elevasi maksimum (%)fmax: koefisien gesekan untuk perkerasan aspal (lihat grafik) Vr: kecepatan rencana (km/jam)Rmin: jari-jari lengkung minimum (m)

Tabel 2.12 : Jari-jari Lengkung Minimum

Kecepatan RencanaJari-jari Lengkung Minimum(Km/jam)(meter)120600100370802106011040803030

Sumber: Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997,hal.28

(4)Lengkung PeralihanLengkung Peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R yang berfungsi mengantisipasi perubahan alinyemen jalan yang berbentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R, sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah berangsur-angsur baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan. Panjang lengkung peralihan (Ls) ditentukan 3 rumus berdasarkan Sumber: Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 dan diambil nilai yang terbesar. Ketiga rumus itu adalah :Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan

dimana:Ls: Panjang Lengkung Peralihan (m)Vr: kecepatan rencana (km/jam)T: waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik

Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

dimana:Ls: Panjang Lengkung Peralihan (m)e: superelevasi (%)R: jari-jari busur lingkaran (m)Vr: kecepatan rencana (km/ jam)C: perubahan percepatan, diambil 0,3 1 m/det3

Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian jalan

dimana:Ls: Panjang lengkung peralihan (m)em: superelevasi maksimum (%)en: superelevasi normal (%)re: tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalanUntuk Vr 70 km/jam, re = 0,035 m per m/detUntuk Vr 80 km/jam, re = 0,025 m per m/det

Lengkung dengan R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada tabel berikut tidak memerlukan lengkung peralihan. Jika lengkung peralihan digunakan posisi lintasan tikungan digeser dari bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar p. Nilai p ( m ) dihitung berdasarkan rumus berikut :P = dimana : Ls = panjang lengkung peralihan (m) R = Jari Jari Lengkung (m)Apabila nilai p kurang dari 0,25 m maka lengkung peralihan tidak diperlukan sehingga tipe tikungan menjadi FC. Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan dari tabel berikut :

Tabel 2.13 Jari-jari yang diijinkan tanpa Lengkung PeralihanKecepatan Rencana (km/jam)R (m)60700801.2501002.0001205.000 Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 31Alinyemen horizontal terdapat 3 bentuk lengkung yaitu :a. Full Circle (FC), b. Spiral Spiral (SS), danc. Spiral Circle Spiral (SCS). Rumusrumus dalam membuat ketiga bentuk lengkung tersebut adalah sebagai berikut :a.Full Circle (FC) Full Circle (FC) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan Full Circle FC hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan.

Gambar 2.6 Lengkung Full Circle

Gambar 2.7 Diagram Lengkung Full Circle Metode Bina Marga

Rumus-rumus:

dimana:PI: Point of intersectionTC: Tangen CircleCT: Circle TangenLc: Panjang Lengkung (m)Ec: Jarak Lengkung ke PI (m)Rc: Jari-jari Busur (m): Sudut Perpotongan dari Kedua Tangen

b.Spiral Circle Spiral (S-C-S)Langkah perhitungan lengkung Spiral Circle Spiral (S C S) adalah sebagai berikut: harga R dihitung secara analitis seperti di atas, demikian harga R ditentukan secara grafis pada rencana. Lihat pada tabel II pada Tabel Konstruksi Jalan Raya dengan harga R yang telah didapatkan tersebut dapat dibaca harga-harga yang sesuai untuk s, P, dan K.Gambar 2.8 Lengkung Spiral Circle Spiral (S C S)

Gambar 2.9 Diagram Superelevasi Lengkung Spiral Circle Spiral (S C S)

Rumus-rumus:

dimana: P dan K lihat pada tabel IIdimana:Ts: titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral: sudut perpotongan dari kedua tangen: sudut pusat busur lingkaranLs: panjang lengkung peralihan (m)Es: busur lingkaran Rc: jari-jari busur (m)

c.Spiral - SpiralSpiral - Spiral digunakan bila L < 20 m. Harga dihitung terlebih dahulu secara analitis. Hitung harga , kemudian berdasarkan harga ini dibaca harga-harga untuk p* dan k* pada tabel III pada Tabel Konstruksi Jalan Raya yang sesuai dengan harga nya.Gambar 2.10 Lengkung Spiral Spiral

Gambar 2.11 Diagram Superelevasi Lengkung Spiral Spiral (S S)

Rumus-rumus: dimana:Kontrol:Keterangan:Ts: titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiralSc: titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran: sudut perpotongan ke dua tangen: sudut pusat busur lingkaranLs: panjang lengkung peralihan (m)Es: busur lingkaranR: jari-jari busur (m)(5)Pelebaran Perkerasan Pada TikunganElemen elemen dari pelebaran perkerasan pada tikungan terdiri dari :Kesukaran dalam mengemudi di tikungan ( Z )

Di mana : Z= Lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan V = Kecepatan ( km/jam ) R = Radius Lengkung (m)Off Tracking ( U)

B = Rw Rip = Jarak antara gandar (m) A = Tonjolan depan kendaraan (m) b = Lebar kendaraan (m)jadi Bt = n (B+C) + Zb = Bt BnKeterangan :b = lebar kendaraan rencanaB = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur sebelah dalam U = B - b C = lebar kebebasan samping di kiri dan kanan kendaraanBn =lebar total perkerasan pada bagian lurus Bt = lebar total perkerasan di tikungann = jumlah jalurb = tambahan lebar perkerasan di tikungan

Alinyemen VertikalAlinyemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada titik yang ditinjau, yaitu berupa profil memanjang. Profil ini menunjukkan tinggi rendahnya permukaan jalan terhadap tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kendaraan dalam keadaan naik dengan muatan penuh.

Pada perencanaan alinyemen vertikal akan ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung.

Kelandaian dalam alinyemen vertikal jalan ada 2, antara lain:1.Landai MinimumBerdasarkan kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah landai datar (0%). Dalam perencanaan disarankan menggunakan:Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk menggalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan.Landai 0,15% dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan dengan medan datar dan menggunakan kereb. Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air hujan ke saluran pembuangan.Landai minimum sebesar 0,3 0,5 % dianjurkan dipergunakan untuk jalan-jalan di daerah galian atau jalan-jalan yang menggunakan kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di atas badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping.

2.Landai Maksimun Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Tabel 2.14 : Kelandaian Maksimum yang diijinkanVr (km/jam)12011010080605040< 40Kelandaian Max (%)3345891010 Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997, hal 36

Sedangkan panjang kritis adalah panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh Vr. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit.

Tabel 2.15 : Panjang Kritis (m)Kecepatan Awal Tanjakan (km/jam)Kelandaian (%)

4567891080630460360270230230200603202101601201109080

Sumber: Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.038/T/BM/1997,hal 36Lengkung Vertikal harus disediakan pada lokasi yang mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan untuk mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan untuk menyediakan jarak pandang henti. Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen) ada 2 macam, yaitu: Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan

Mengurangi guncangan akibat perubahan kelandaian, danMenyediakan jarak pandang henti.

Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana

Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung, panjangnya ditetapkan dengan rumus Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung, panjangnya ditetapkan dengan rumus :

Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus :

L = A Y

dimana :L=Panjang Lengkung vertikal (m)A=Perbedaan grade (m)Jh=Jarak pandangan henti (m)Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dan tinggi mata 120 cm Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyataan dan penampilan. Y ditentukan sesuai Tabel 2.17

Tabel 2.16 : Penentuan Faktor penampilan kenyamanan Y

Kecepatan Rencana (km/jam)Faktor Penampilan Kenyamanan,Y< 4040- 60> 601,538

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota No. 038/ T/BM/1997, hal 37

Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai table 2.18 yang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang.

Tabel 2.17 : Panjang Minimum Lengkung Vertikal.Kecepatan Rencana (km/jam)Perbedaan Kelandaia Memanjang (%)Panjang Lengkung (m)< 4040 60> 6010.60.420 3040 8080 150Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota No. 038/ T/BM/1997, hal 37

Lengkung Vertikal dibedakan menjadi :Lengkung vertikal cembung, yaitu lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.

Syarat-syarat lengkung vertikal cembung, antara lain:g1,g2: kelandaian dalam%

GGambar 2.12. Lengkung Vertikal Cembung

Rumus:

Keterangan:PLV: peralihan lengkung vertikalPTV: peralihan tangen vertikalg1 dan g2: kelandaian (%)A: perbedaan aljabar kelandaian (%)Lv: panjang lengkung (m)Ev: pergeseran vertical dari titik PTV ke bagian Lengkungx: absis dari setiap titik pada garis kelandaian terhadap PLV y: Ordinat dari titik yang bersangkutanLengkung vertikal cekung, yaitu lengkung dimana titik perpotongan antar kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.

Syarat-syarat lengkung vertikal cekung, antara lain:Gambar 2.13 Lengkung Vertikal CekungRumus:

Keterangan:PLV : peralihan lengkung vertikalPTV : peralihan tangen vertikalg1 dan g2 : kelandaian (%)A : perbedaan aljabar kelandaian (%)Lv : panjang lengkung (m)Ev : pergeseran vertikal dari titik PTV ke bagian lengkungx : absis dari setiap titik pada garis kelandaian terhadap PLV y : Ordinat dari titik yang bersangkutan

2.6Perencanan Tebal PerkerasanLapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan seperti fungsi jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, sifat tanah dasar, bentuk geometrik lapisan pekerasan dan lain sebagainya Perencanaan tebal perkerasan yang akan dibahas oleh penulis adalah perencanaan tebal perkerasan menggunakan metode analisa komponen. Parameter yang digunakan dalam metode analisa komponen adalah sebagai berikut:

Lalu LintasTebal perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul. Sedangkan besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh melalui:Analisa lalu lintas saat ini, sehingga diperoleh data mengenai:

Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan.Jenis kendaraan beserta jumlah tiap jenisnya. Konfigurasi sumbu dari setiap jenis kendaraan.Beban masing-masing sumbu kendaraan.

Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.

Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel dibawah ini.

Tabel 2.18 : Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar PerkerasanLebar Perkerasan (L)Jumlah Jalur (n)L < 5,50 m1 Jalur5,50 m L < 8,25 m2 Jalur8,25 m L < 11,25 m3 Jalur11,25 m L < 15,00 m4 Jalur15,00 m L < 18,75 m5 Jalur18,75 m L < 22,00 m6 Jalur

Sumber: Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman: 8

Koefisien Distribsi Kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel di bawah ini.

Tabel 2.19 : Koefisien Distribusi

JumlahKendaraan RinganKendaraan BeratJalur1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah 1 Jalur1,001,001,001,002 Jalur0,600,500,700,503 Jalur0,400,400,500,4754 Jalur-0,30-0,455 Jalur-0,25-0,4256 Jalur-0,20-0,40

Sumber: Buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman: 8

*) Berat total < 5 ton, misal: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.**) Berat total 5 ton, misal: bus, truk, traktor, semi trailer, trailer.b.Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu KendaraanAngka Ekivalen masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus berikut ini:Angka Ekivalen Tunggal

Angka Ekivalen Ganda

c.Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan Rumus Lintas EkivalenLalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk 2 arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.Menurut buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman:11, Lintas Ekivalen ada 4 macam, yaitu:Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

Catatan : j = jenis kendaraanLintas Ekivalen Akhir (LEA)

Catatan :i = perkembangan lalu lintas (% / tahun)j = jenis kendaranLintas Ekivalen Tengah (LET)

Lintas Ekivalen Rencana (LER)

2.Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBRDaya dukung tanah dasar adalah korelasi harga CBR tanah dasar dari hasil percobaan di lapangan maupun di laboratorium Penentuan nilai CBR di lapangan dapat menggunakan Dyanimic Cone Penetrometer Test (DCPT).Cara memperoleh nilai CBR adalah dengan menggunakan nomogram sesuai Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen atau dengan menggunakan rumus :DDT = 4.3 log (CBR) + 1.7

3.Faktor Regional (FR) Faktor Regional (FR) adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, serta presentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun.

Tabel 2.20 : Faktor Regional ( FR )

TIPEKelandaian I( < 6 % )Kelandaian II( 6 10 % )Kelandaian III( > 10 % )

% Kendaraan% Kendaraan% Kendaraan

30%>30% 30%>30% 30%>30%Iklim I900 mm/th

1,5

2,0-2,5

2,0

2,5-3,0

2,5

3,0-3,5

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman:14.

Catatan:Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam ( jari-jari = 30 m) FR ditambah dengan 1,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.

4.Indeks Permukaan (IP) Indeks Permukaan (IP) menyatakan nilai dari kerataan/ kehalusan serta ketahanan permukaan yang berkaitan dengan rasio antara volume dengan kapasitas lalu lintas.Tabel 2.21 : Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana (Ipt)

LERKlasifikasi jalan

LocalKolektorArteriTol< 1010 100100 - 1000>10001,0 1,51,51,5 2,0-1,51,5 2,02,02,0 2,51,5 2,02,02,0 2,52,5---2,5

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman:15.

Langkah-langkah dalam menentukan tebal perkerasan, antara lain :

1. Menghitung Peralihan Lalu lintas Harian Rata-rata ke dalam Satuan Mobil Penumpang (smp). 2.Menentukan LHR pada setiap massa. a. LHR pada akhir umur perencanaan (LHR I) b. LHR pada awal umur rencana (LHR II) c. LHR pada akhir umur rencana (LHR III) dimana:n: umur rencana dalam tahuni: perkembangan lalu lintas dalam %

3.Menetapkan Kelas Jalan.LHR rata-rata dari LHR pada awal umur rencana dan LHR pada akhir umur rencana dipakai sebagai acuan dalam menetapkan kelas jalan.4. Menghitung Angka Ekivalen (E).Angka ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban standart sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).5.Mencari Koefisien Distribusi Kendaraan (C).Koefisien distribusi kendaraan dicari pada daftar jumlah jalur rencana, jumlah arah, dan berat kendaraan.6.Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP).Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana dengan rumus: 7.Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA).Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata- rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana dengan rumus : 8.Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET).Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana dengan rumus :

9.Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER).Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana dengan rumus : Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo) dengan menggunakan tabel 2.22 yang ditentukan sesuai dengan jenis perkerasan yang dipakai.

Tabel 2.22 Indeks Permukaan Pada Awal Umur rencana (IPo)

Jenis Lapis PerkerasanIpoRoughness *)(mm/km)

LASTON

LASBUTAG

HRA

BURDA

BURTU

LAPEN

LATASBUM

BURAS

LATASIR

JALAN TANAH

JALAN KERIKIL

43,9 - 3,5

3,9 - 3,53,4 - 3,0

3,9 - 3,53,4 - 3,0

3,9 - 3,5

3,4 - 3,0

3,4 - 3,02,9- 2,5

2,9- 2,5

2,9- 2,5

2,9- 2,5

2,4

2,4

1000 1000

2000 2000

2000 2000

2000

2000

3000 3000 Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman:16.

Menentukan Indeks Permukaan Akhir (Ipt) dari perkerasan rencana sesuai tabel 2.21.Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan menggunakan nomogram pada lampiran. ITP dapat diperoleh dari nomogram dengan menggunakan LER selama umur rencana.Menentukan jenis lapisan perkerasan yang akan dipakai.Menentukan koefisien kekuatan relatif (a) dari setiap jenis lapisan perkerasan yang dipilih. Besarnya koefisien kekuatan relatif (a) dapat dilihat pada tabel 2.25 berikut ini :

Tabel 2.23 : Koefisien Kekuatan Relatif (a)Koefisien Kekuatan RelatifKekuatan BahanJenis BahanA1A2a3MS (kg)Kr (kg/cm)CBR (%)

0,400,350,320,30

0,350,310,280,26

0,300,260,250,20

---

--

--

--

--

---

---

-

----

----

----

0,280,260,24

0,230,19

0,150,13

0,150,13

0,140,12

0,140,130,12

---

-

----

----

----

---

--

--

--

--

---

0,130,120,11

0,10

744590454340

744590454340

340340--

590454340

--

--

--

--

---

---

-

----

----

----

---

--

2218

2218

--

---

---

-

----

----

----

---

--

--

--

10060

1008060

705030

20

LASTON

Asbuton

HRAAspal MacadamLAPEN( mekanis)LAPEN (manual)

LASTON ATAS

LAPEN (mekanis)LAPEN (manual)

Stab. Tanah dengan semen

Stab. Tanah dengan kapur

Pondasi macadam (basah)Pondasi macadam (kering)

Batu pecah (kelas A)Batu pecah (kelas B)Batu pecah (kelas C)

Sirtu/ pitrun (kelas A)Sirtu/ Pitrun (kelas B)Sirtu/ Pitrun (kelas C)

Tanah/lempung kepasiran

Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman:17-18.

Catatan: Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7. Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.

Menghitung tebal perkerasan dari masing-masing lapisan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

dimana:ITP: Indeks Tebal Perkerasan a1: koefisien kekuatan relatif untuk lapis perkerasana2: koefisien kekuatan relatif untuk sub basea3: koefisien kekuatan relatif untuk base coursed1: tebal minimum untuk lapis perkerasand2: tebal minimum untuk sub based3: tebal minimum untuk base coursePerkiraan besarnya ketebalan masing-masing jenis lapisan perkerasan ini tergantung dari nilai minimum yang telah diberikan oleh Bina Marga. Tebal minimum dari masing-masing jenis lapisan perkerasan dapat dilihat pada tabel 2.26 dan 2.27

Tabel 2.24 : Tebal Minimum Lapisan PermukaanITPTebal Min (cm)Bahan< 3,003,00 6,70

6,71 7,49

7,50 9,99 10,0055

7,5

7,510Lap. Pelindung, BURAS, BURTU/ BURDALAPEN/ aspal macadam, HRA, Asbuton, LASTONLAPEN/ aspal macadam, HRA, Asbuton, LASTONAsbuton, LASTONLASTON Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman:18. Tabel 2.25 : Tebal Minimum Lapisan PondasiITPTebal Minimum (cm)Bahan< 3,00

3,00 7,49

7,90 9,99

10,00 12,24

12,1515

20

1020*)

1520

25Batu pecah, Stab. Tanah dengan semen, Stab. Tanah dengan kapurBatu pecah, Stab. Tanah dengan semen, Stab. Tanah dengan kapurLASTON ATASBatu pecah, Stab. Tanah dengan semen, Stab. Tanah dengan kapur, Pondasi macadamLASTON ATASBatu pecah, Stab. Tanah dengan semen, Stab. Tanah dengan kapur, Pondasi macadam, LAPEN, LASTON ATASBatu pecah, Stab. Tanah dengan semen, Stab. Tanah dengan kapur, Pondasi macadam, LAPEN, LASTON ATAS Sumber: Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen Halaman:18-19.*)Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.Pada lapisan pondasi bawah untuk setiap ITP bila digunakan pondasi bawah tebal minimum adalah 10 cm. Kontrol tebal dari masing-masing lapisan perkerasan apakah telah memenuhi ITP yang bersangkutan.

2.7Perkerasan Bahu JalanBahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang fungsinya antara lain :Ruangan untuk tempat berhenti sementara bagi kendaraan .Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinyan kecelakaan.Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.

Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dibedakan atas bahu yang tidak diperkeras dan bahu yang diperkeras. Bahu yang tidak diperkeras yaitu bahu yang dibuat dari material perkerasan jalan tanpa bahan pengikat. Biasanya digunakan material agregat bercampur sedikit lempung. Bahu yang tidak diperkeras ini digunakan untuk daerah-daerah yang tidak begitu penting, dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu tidak begitu banyak jumlahnya. Bahu yang diperkeras yaitu bahu yang dibuat dengan menggunakan bahan pengikat, sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu jalan yang tidak diperkeras. Bahu ini digunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian tersebut jumlahnya banyak, seperti di jalan tol, di sepanjang jalan arteri yang melintasi kota dan tikungan-tikungan tajam.Besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi oleh :Fungsi jalanVolume lalu lintasKegiatan di sekitar jalanAda atau tidaknya trotoarBiaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah dan biaya untuk konstruksi.

Untuk menghitung tebal perkerasan pada jalur lalu lintas langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :Menghitung distribusi kendaraan

S d d 25 % 75 %

Gambar 2.14 Distribusi pembebanan pada trukS = roda tunggal pada ujung sumbuD = roda ganda pada ujung sumbuBeban roda depan=Beratx 25% = beban (ton)Beban roda belakang =Beratx 75% =Beban (ton)Maka Po didapat=0.5x Beban roda belakang= Beban (ton)Misal :Beban roda depan=20x 25 % = 5 tonBeban roda belakang= 20 x 75 % = 15 tonMaka Po didapat= 0,5 x 15 = 7,5 ton

Tabel 2.26 : Faktor drainase ()KlasifikasiAir tanahJenis tanah

BagusDalamButir halus1,0 1,5BaikDalamButir halus1,5 2,5SedangTinggiButir kasar2,5 3,5JelekTinggiButir kasar3,5 5,0 Sumber : Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Konstrukisi Jalan Raya, 1979, hal. 60 Tabel 2.27 : Faktor Curah Hujan ()Curah hujanJenis tanah

PI < 1010 < PI < 2020 < PI < 30Jarang1,25 1,752,00 2,502,50 3,00Sedang1,75 2,502,50 4,003,00 6,00Banyak2,50 4,004,00 7,006,00 12,50 Sumber : Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Konstrukisi Jalan Raya, 1979, hal. 60

2. Menentukan faktor distribusi beban kendaraan3. Menentukan LEP (Lalu Lintas Ekivalen Pertama) Rumus : LEP = C x E x LHR awal C = Koefisien distribusi kendaraan E = Angka ekivalen beban sumbu kendaraanLHR awal=Lintas Harian Rata-rata awal4. Menentukan LEA (Lalu Lintas Ekivalen Akhir) Rumus : LEA = C x E x LHR akhir C = Koefisien distribusi kendaraan E = Angka ekivalen beban sumbu kendaraanLHRakhir=Lintas Harian Rata-rata akhir5. Menentukan LET (Lalu Lintas Ekivalen Tengah) Rumus : LET = x (LEP + LEA)Menghitung lintas ekivalen rencana ( LER )

LER = LET x ur/10 ur = umur rencanaMenentukan perkerasan yang akan direncanakan dengan berdasarkan pada daftar 2.12 Koefisien kekuatan relatif (a)Berdasarkan Konstruksi Jalan Raya 1979 untuk menghitung perbandingan tiap lapis perkerasan Rumus yang digunakan adalah :

a1, a2, a3 =

Tabel 2.28 : Nilai Ekivalen dan Koefisien Kekuatan Relatif Jenis PerkerasanNilai EkivalenKoefisien Kekuatan RelatifSurface1,000,40Base0,500,14Sub Base0,370,13 Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya (SKBI 2.3.2.6, 1987)Berdasarkan Konstruksi Jalan Raya 1979 untuk menghitung tinggi ekivalen (He) rumus yang digunakan adalah:

He = 20 He = tinggi ekivalen terhadap batu pecahPo = lalu lintas ekivalen yang diperhitungkanu = umur rencanan = lalu lintas ekivalen rencana = faktor curah hujan (2)Beban kendaraan yang diperhitungkan melewati bahu jalan adalah kendaraan terberat dari lalu lintas yaitu truk 3 as 20 ton dengan beban makimum 20 ton.Berdasarkan Konstruksi Jalan Raya 1979 untuk menghitung tebal perkerasan bahu jalan rumus yang digunakan adalah :

He = a1.D1 + a2. D2 + a3.D3

Keterangan :

D1 = Lapis permukaan D2 = Lapis pondasi

D3 = Lapis pondasi bawah

Gambar 2.15 Pekerasan Bahu Jalan a1, a2, a3 = koefisien relatif masing-masing bahan D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)a adalah koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaan sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai MarshallTest (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilitasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Koefisien kekuatan relatif (a) dapat dilihat pada tabel 2.29

Perhitungan DrainaseDrainase dibuat untuk mengendalikan air (limpasan) permukaan akibat hujan. Tujuan dari drainase ini adalah untuk memelihara agar jalan tidak tergenang air hujan dalam waktu yang cukup lama (yang akan mengakibatkan kerusakan konstruksi jalan), tetapi harus segera dibuang melalui sarana drainase jalan.

Sarana drainase permukaan terdiri dari tiga jenis, yaitu:SaluranGorong-gorongSaluran alam (sungai) yang memotong jalan

Saluran

Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan (SNI 03 3424 1994 ) maka Perencanaan dilakukan sebagai berikut :Perhitungan Debit Aliran

Perhitungan debit aliran adalah sebagai berikut :Data curah hujan di lembaga meteorologi dan geofisikaPenentuan Periode ulang rencana untuk selokan samping,yaitu 2,5,10,25,50,atau 100 tahunPenentuan lamanya waktu hujan yang terkonsentrasi selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90 % dari jumlah hujan selama 24 jamPerhitungan intensitas curah hujan dengan rumus sebagai berikut :

XT = Dimana :XT = besarnya curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm) / 24 jamX = nilai rata rata aritmatik hujan kumulatifSx = standar defiasiYT = Variasi yang merupakan fungsi Periode ulang Tabel 2.29 : Variasi Fungsi Periode UlangPeriode Ulang (Tahun)Variasi Yang Berkurang20.366551.4999102.2502253.1985503.90191004.6001

Sumber : Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03 3424 1994Yn = nilai yang tergantung pada n Tabel 2.30 : Nilai Ynn0123456789100.49520.49960.50350.5070.510.51280.515751810.52020.522200.52250.52520.52680.52830.52960.53090.5320.53320.53430.5353300.53620.53710.5380.53880.54020.54020.5410.54180.54240.5434400.54360.54220.54480.54530.54580.44630.54680.54730.54770.5481500.54850.54890.54930.54970.55010.55040.55080.55110.55190.5581600.52210.55350.55270.5530.55330.55350.55380.5540.55430.5545700.55480.55520.55550.55550.55570.55590.55610.55630.55650.5567800.55690.5570.55720.55740.55760.55780.5580.55810.55830.5585900.55860.55870.55890.55910.55920.55930.55950.55960.55980.5599

Sn = standar deviasi merupakan fungsi dari nTabel 2.31 Nilai Snn0123456789100.94960.96760.98330.99711.00951.02061.03161.04111.04931.0565200.06281.06960.06960.08111.08641.09151.09611.10041.10471.1086300.11241.11591.11590.12261.12551.12851.13131.13391.13631.1386400.14131.14361.14360.1481.14991.15191.15381.15571.15741.159500.16071.16231.16230.16581.16671.16811.16961.17081.17211.1734600.17471.17591.17590.17821.17931.18031.18141.17241.18341.1844700.18591.8631.8630.18811.1891.8981.19061.19151.19231.93800.19381.19451.19450.19591.19671.19731.1981.19871.19941.2001900.20071.20131.2021.20261.20321.20381.20441.20491.20551.206

I = Membuat garis lengkung intensitas hujan rencana dengan cara memplotkan harga intensitas hujan (mm / jam ), pada waktu konsentrasi 240 menit dan kemudian tarik garis lengkung yang searah dengan lengkung basisTentukan panjaang daerah pengaliran , L1,L2 dan L3 kemudian tentukan kondisi permukaan berikut koefisien hambtan ndTentukan kecepatan aliran V, serta panjang saluranHitung waktu konsentrasi (Tc) dengan rumus :

t1 = t2 = jadi Tc = t1 + t2Tentukan intensitas hujan rencana (I), dengan cara memplotkan harga Tc pada waktu konsentrasi di kurva basis kemudian tarik garis lurus ke atas sampai memotong garis lengkung intensitas hujan rencana, dan tarik garis lurus sampai memotong garis intensitas hujan (mm / jam )Tentukan paanjang daeraah pengaliranIdentifikasi jenis bahan permukaan daerah aliran Tentukan luas daerah pengaliranTentukan koefisien aliran ( c ) sesuai dengan kondisi permukaanHitung koefisien aliran rata rata dengan rumus :

C = Hitung debit air ( Q )

Q = ( m3 / dtk )Perhitungan Dimensi dan Kemiringan Selokan dan Gorong Gorong

Hitung dimensi dan kemiringan selokan dan gorong gorong dengan langkah langkah berikut :Tentukan kecepatan aliran air ( V ) yang akan melewati selokan / gorong gorong berdasarkan jenis bahan selokanHitung luas penampang basah selokan / gorong gorong ( Fd ) berdasarkan debit aliraan yang akan ditaampung dengan rumus :

Fd = ( m2 )Hitung luas penampang basah yang paling ekonomis yang dapat menampung debit maksimum, disesuaikan dengan bentuk selokan Hitung dimensi selokan dengan menggunakan rumus :

Fe = FdSehingga mendapatkan tinggi selokan / gorong gorong = d (m ) Dan lebar dasar = b m Hitung tinggi jagaan selokan samping

w = (m)Hitung kemiringan selokan samping dengan rumus :

i = Periksa kemiringan tanah padaa lokasi yang akan dibuat selokan dengan rumus :

i = Bandingkan kemiringan selokan samping hasil perhitungan

( i perhitungan )dengan kemiringan tanah yang diukur di lapangan (i lapangan)Bandingkan kemiringan gorong gorong dengan kemiringan gorong gorong yang diijinkan.

Rencana Anggaran BiayaPerhitungan anggaran biaya adalah proses perhitungan volume pekerjaan, harga dari berbagai macam bahan dan pekerjaan yang akan terjadi pada suatu konstruksi. Karena perhitungan dibuat sebelum dimulainya pembangunan maka jumlah biaya yang diperoleh adalah taksiran biaya, bikan biaya sebenarnya.

Macam-macam penaksiran biaya, antara lain:a. Penaksiran TerperinciDilaksanakan dengan menghitung volume dan harga-harga dari seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan agar pekerjaan dapat diselesaikan secara memuaskan. Cara ini adalah cara yang terbaik dan dapat dipercaya. Terdapat 2 macam cara, yaitu:Cara harga satuan; dimana semua harga satuan dan volume tiap jenis pekerjaan dihitung.Cara harga seluruhnya; dimana dihitung volume dari bahan, alat dan buruh yang digunakan dalam suatu pekerjaan. Kemudian dikalikan dengan harga masing-masing dan dijumlahkan.

Perhitungan dengan cara kasar

Pekerjaan dihitung setiap m2 atau m3. Cara ini hanya untuk perhitungan secara kasar saja.