TUGAS AKHIR

136
ANALISIS PRODUKTIFITAS PENGARUH KOMPOSISI KELOMPOK KERJA PADA PEKERJAAN PEMBERSIAN PROYEK KONTRUKSI SKRIPSI 1965 Oleh : AGUNG KURNIAWAN NIM : 07515070

Transcript of TUGAS AKHIR

Page 1: TUGAS AKHIR

ANALISIS PRODUKTIFITAS PENGARUH KOMPOSISI KELOMPOK KERJA PADA

PEKERJAAN PEMBERSIAN PROYEK KONTRUKSI

SKRIPSI

1965

Oleh :

AGUNG KURNIAWANNIM : 07515070

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN T. SIPIL

UNIVERSITAS DARUL 'ULUM JOMBANG

Page 2: TUGAS AKHIR

2011LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : AGUNG KURNIAWAN

NIM : 07515070

Jurusan : T. Sipil

Judul Tugas Akhir : Analisis Produktifitas Pengaruh Komposisi Kelompok

Kerja Pada Pekerjaan Pembersian Proyek Kontruksi

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji pada Ujian Tugas Akhir Fakultas

Teknik Jurusan Mesin Universitas Darul 'Ulum Jombang.

Jombang, November 2011

Mengetahui/Menyetujui:

Pembimbing I,

Sugeng Widodarsono, ST

Pembimbing II,

Sudarso, ST

Dekan,

Ibrahim, ST., MT

Page 3: TUGAS AKHIR

Motto

Pikir, mikir, pikiran

Do'a yang paling utama adalah Do'a mohon yaqin

kepada Alloh SWT

Cinta yang paling utama adalah cinta kepada Alloh SWT

Putus asa adalah dosa besar

Semangat adalah modal besar untuk menggapai

kesuksesan

Cinta tanah air itu bagian dari iman

Page 4: TUGAS AKHIR

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini buat :

Kedua orang tuaku yang senantiasa men-support

dan mendo'akanku

Almamaterku Universitas Darul 'Ulum Jombang

Semua Dosen yang telah membimbingku

Untuk semuasahabatku yang selalu setia men-

support dan mendo'akanku

Semua teman yang telah membantuku

Page 5: TUGAS AKHIR

KATA PENGANTAR

"Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi dan silih berganti malam dan

siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang mengingat

Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan terbaring dan mereka

memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami,

tidaklah engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, Maka peliharalah

kami dari siksa api neraka." (Q.S. 3 : 190-191).

Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah memberikan petunjuk, kekuatan

dan kesabaran, serta ketabahan yang tak terhingga kepada penulis, dan salam serta

sholawat hanya untuk Rosululloh beserta pengikutnya sampai akhir zaman, dengan

segala kemampuan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga atas selesainya penulisan Tugas Akhir ini kepada :

1. Al-Marhum Dr. KH. Musta'in Romly, selaku pendiri dan Pembina Universitas

Darul 'Ulum Jombang.

2. Bapak Susilo Edi, M.Pd. dan Bapak Hadi Sucipto, ST, selaku Dosen Pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan

bimbingan kepada penulis.

3. Bapak Ibrohim, ST., MT selaku Dekan Fakultas Teknik.

4. Perpustakaan Universitas Darul 'Ulum Jombang

5. Yang kami hormati Bapak Ibu Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Page 6: TUGAS AKHIR

6. Kedua orang tuaku yang telah memberikan begitu banyak dan begitu besar kasih

sayang dan do'anya dan begitu besar dukungan moril tenaga dan materinya.

7. Umi Hasanah yang selalu mendukung dan yang senantiasa memberikan semangat

guna menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Sahabatku yang mengerti saya, sehingga dapat membantu memberi semangat

dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi penulis pribadi dan

juga pihak-pihak terkait dengan bagaimanapun Tugas Akhir ini hasi maksimal yang

dapat penulis berikan... Amien ...

Jombang, 20 Oktober 2011

ZOHAR JUNIARDI

Page 7: TUGAS AKHIR

ABSTRAKSI

Hasil pengelasan suatu kontruksi harus memenuhi standart, untuk

mendapatkan hasil yang baik, memenuhi standart pengelasan harus mengikuti

spesifikasi prosedur pengelasan. Dalam prosedur pengelasan ditetapkan parameter-

parameter pengelasan. Masalah-masalah yang dapat terjadi pada proses pengelasan

dapat berupa cacat pengelasan dan perubahan materi mikro. Pengelasan Api 5L x 52

Posisi G Down terhadap parameter pengelasan masih sering terjadi adanya

kegagalan pada las-lasan, hal ini disebabkan karena kurang benarnya parameter

yang dibuat dan susahnya pelaksanaan pengelasan.

Untuk mengetahui penyebab kegagalan pengelasan perlu diadakan uji tarik

kekerasan. Pengujian tersebut dilakukan untuk menganalisa kegagalan pengelasan

pipa api 5L x 52 posisi 5G Down terhadap parameter pengelasan sehingga dapat

menentukan prosedur pengelasan yang baik.

Dari analisa hasil penelitian uji tarik dan uji kekerasan atau Rockwell dari

logam induk akan mengalami perubahan setelah endapat head treatment dari proses

ataupun pelaksanaan pengelasan. Dari pengamatan materi mikro dan pengujian

radiografi bisa diketahui jenis cacat IP-Porosity, slage dan penyebabnya bisa

diketahui sehingga dapat dibuat parameter pengelasan yang baik.

Page 8: TUGAS AKHIR

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

MOTTO .................................................................................................................. iii

PERSEMBAHAN ................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

ABSRAKSI ............................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 2

1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 3

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian ...................................................... 4

1.5 Metodologi Penelitian ................................................................... 4

1.6 Metode Penelitian ......................................................................... 5

1.7 Sistematika Penulisan ................................................................... 6

Page 9: TUGAS AKHIR

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Prosedur dan Teknik Pengelasan ................................................... 8

2.1.1 Bahan Induk ....................................................................... 8

2.1.2 Desain Sambungan dan Posisi Pengelasan ........................ 9

2.1.3 Bahan Las............................................................................ 10

2.1.3.1 Fluks ....................................................................... 12

2.1.3.2 Elektroda ................................................................ 12

2.1.4 Cara Pelaksanaan ............................................................... 17

2.1.4.1 Las Ikat dan Perakitan ............................................. 17

2.1.4.2 Pemeriksaan dan Perbaikan Alur ............................ 18

2.1.4.3 Pembersihan Alur .................................................... 20

2.1.4.4 Cara Pengelasan Baja Karbon Rendah ................... 20

2.1.4.5 Pengelasan Baja Karbon Sedang dan Tinggi .......... 21

2.1.5 Perlakuan Panas ................................................................. 23

2.1.5.1 Pemanasan Awal (Preheating) ............................... 23

2.1.5.2 Suhu Antar Lapis ................................................... 24

2.1.5.3 Perlakuan Panas Pasca Las .................................... 24

2.1.6 Parameter Pengelasan ........................................................ 25

2.1.6.1 Tegangan Busur Las .............................................. 25

2.1.6.2 Arus Listrik ............................................................ 26

2.1.6.3 Kecepatan Pengelasan ............................................ 27

2.1.6.4 Polaritas Listrik ...................................................... 27

Page 10: TUGAS AKHIR

2.1.6.5 Besarnya Penembusan atau Penetrasi .................... 28

2.1.7 Pelaksanaan ........................................................................ 28

2.1.7.1 Penyalaan dan Pemadaman Busur Listrik .............. 28

2.1.7.2 Penggerakan Elektroda Las .................................... 31

2.2 Metalurgi Las ................................................................................. 33

2.2.1 Siklus Panas dalam Pengelasan ......................................... 33

2.2.2 Perubahan Struktur Kristal ................................................. 35

2.2.3 Daerah-daerah pada Sambungan Las ................................. 38

2.2.3.1 Logam Las ............................................................. 39

2.2.3.2 HAZ ....................................................................... 39

2.2.3.3 Logam Induk .......................................................... 42

2.3 Perubahan Bentuk dalam Pengelasan ............................................ 43

2.4 Pengaruh Pengelasan Terhadap Sifat Mekanis Logam .................. 47

2.5 Pengaruh Unsur-Unsur Kandungan Baja Karbon Terhadap Proses

Pengelasan ...................................................................................... 48

2.5.1 Karbon (C) ......................................................................... 48

2.5.2 Mangan (Mn) ..................................................................... 48

2.5.3 Sulfur (S) ............................................................................ 49

2.5.4 Phospor (P) ......................................................................... 49

2.5.5 Silikon (Si) ......................................................................... 49

Page 11: TUGAS AKHIR

BAB III PENGAMBILAN DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian.................................................................. 50

3.2 Urutan Proses Pengelasan .............................................................. 51

3.3 Parameter Pengelasan .................................................................... 51

3.4 Pengaruh Parameter Las ................................................................ 52

3.4.1 Rencana Sebelum Pengelasan ............................................ 53

3.4.2 Pelaksanaan Pengelasan ..................................................... 53

3.4.3 Quality Control .................................................................. 53

3.5 Kriteria Hasil Pengujian Radiografi ............................................... 54

3.6 Rancangan Penelitian ..................................................................... 54

3.7 Pembentukan Spesimen Uji Tarik ................................................. 56

3.7.1 Rumus Perhitungan Pada Pengujian Tarik ........................ 57

3.7.2 Sifat-sifat Patahnya Kontruksi ........................................... 57

3.7.2.1 Patah Ulet ............................................................... 57

3.7.2.2 Patah Getas ............................................................. 58

3.8 Rancangan Pengujian Kekerasan ................................................... 58

BAB IV ANALISA DATA DAN PENELITIAN

4.1 Data Hasil Pengujian Tarik ............................................................ 60

4.1.1 Perhitungan Data Penelitian ............................................... 61

4.1.2 Pembahasan Hasil Pengujian ............................................. 64

4.2 Pembahasan .................................................................................... 64

Page 12: TUGAS AKHIR

4.3 Rekap Hasil Uji Tarik .................................................................... 65

4.4 Data Hasil Pengujian Kekerasan Rockwell ................................... 67

4.4.1 Pembahasan Kekerasan Rockwell ..................................... 68

4.4.2 Analisa ............................................................................... 70

4.4.3 Rekap Data Hasil Uji Kekerasan ....................................... 70

BAB V KESIMPULAN

5.1 Cacat IP .......................................................................................... 74

5.2 Cacat Stag ...................................................................................... 74

5.3 Porosity .......................................................................................... 75

5.4 Saran-saran ..................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: TUGAS AKHIR

DAFTAR TABEL

Hal

2.1 Kondisi Pengelasan Turun Dengan Elektroda Jenis Selulosa .......................... 13

2.2 Lambang Elektroda Laster Bungkus ................................................................ 14

2.3 Kode Bahan Konvering dan Jenis Arus ........................................................... 15

2.4 Besarnya Ampere Macamnya Elektroda ......................................................... 16

2.5 Pengaruh Kebasahan (Moisture) Pada Selaput Elektroda ............................... 16

2.6 Preheating Elektroda ........................................................................................ 17

2.7 Suhu Pemanasan Mula ..................................................................................... 23

2.8 AWS E. 6010 ................................................................................................... 26

2.9 Cara Pengurangan atau Pembebasan Tegangan Sisa ....................................... 44

3.1 Parameter Pengelasan ...................................................................................... 51

3.2 Daftar Rancangan Pengambilan Data .............................................................. 56

3.3 Denah Rancangan Pengambilan Data .............................................................. 59

4.1 Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Baik ..................................................... 60

4.2 Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Cacat I.................................................. 60

4.3 Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Cacat II ................................................ 60

4.4 Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Cacat III .............................................. 61

4.5 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Baik ................................................... 62

4.6 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Cacat I ............................................... 63

4.7 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Cacat II .............................................. 63

4.8 Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Cacat III ............................................. 63

Page 14: TUGAS AKHIR

4.9 Analisa Ketidaksamaan Uji Tarik .................................................................... 65

4.10 Data Hasil Pengujian Rockwell .................................................................... 67

4.11 Analisa Ketidaksamaan Hasil Uji Kekerasan ............................................... 72

Page 15: TUGAS AKHIR

DAFTAR GAMBAR

Hal

2.1 Jenis-Jenis Sambungan Las .............................................................................. 11

2.2 Posisi Pengelasan ............................................................................................. 11

2.3 Panjang dan Jarak Las Ikat .............................................................................. 18

2.4 Kesalahan Celah Atur dan Cara Perbaikannya dalam Las Tumpul ................. 19

2.5 Kesalahan Celah Atur dan Cara Perbaikannya dalam Las Sudut .................... 19

2.6 Pengaruh Perbandingan Ma/C Terhadap Kurva Transisi ................................ 21

2.7 Hubungan antara Kekerasan Maksimum pada Daerah HAZ dan Kadar Karbon

dalam Baja Beton .......................................................................................... 22

2.8 Cara Menyalakan Busur ................................................................................... 30

2.9 Pemadaman Pada Kawah ................................................................................. 30

2.10 Pemadatan Busur .......................................................................................... 30

2.11 Cara Penyalaan Busur Pada Pengelasan Lanjutan ........................................ 31

2.12 Jenis-jenis Gerakan Las ................................................................................ 31

2.13 Jenis-jenis Gerakan Las ................................................................................ 32

2.14 Siklus Thermal Sebagai Fungsi Jarak Dari Pusat Pengelasan ...................... 33

2.15 Daerah Las Pada Baja Karbon ...................................................................... 35

2.16 Terbentuknya Kristal Pada Logam Las ......................................................... 36

2.17 Hubungan Antara Kondisi Panas, Struktur Kristal dan Kekerasan Pada Las

Busur Listrik Untuk Baja Karbon Lunak ...................................................... 37

2.18 Diagram TTT dan CCT Diagram .................................................................. 40

Page 16: TUGAS AKHIR

2.19 Perubahan Bentuk Pada Pengelasan ............................................................. 43

2.20 Terjadinya Perubahan Sudut Selama Siklus Thermal ................................... 45

2.21 Diagram Skematik Hubungan Antara Perubahan Sudut dan Tebal Pelat pada

Kondisi Las Yang Tetap ............................................................................... 45

2.22 Diagram Skematik Hubungan Antara Perubahan Sudut dan Kondisi

Pengelasan ..................................................................................................... 46

2.23 Pengaruh Jenis Elektroda, Ukuran Elektroda, dan Bentuk Alur Terhadap

Penyusutan Melintang Pada Las Tumpul ..................................................... 46

2.24 Pengaruh Fluks Terhadap Sifat Mekanis Logam Las ................................... 47

2.25 Pengaruh Struktur Kristal Terhadap Sifat Mekanis ...................................... 47

2.26 Pengaruh Parameter Las Terhadap Bentuk Bead dan Penetrasi ................... 52

2.27 Spesemen Uji Tarik ....................................................................................... 56

2.28 Daerah Pengujian Pengerasan Rockwell ...................................................... 59

Page 17: TUGAS AKHIR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil pengelasan suatu konstruksi harus memenuhi suatu hasil pengelasan

yang memenuhi standart. Untuk mendapatkan suatu hasil pengelasan yang memenuhi

standart pelaksanaan pengelasan harus mengikuti suatu spesifikasi prosedur

pengelasan. Dalam prosedur pengelasan ditetapkan parameter-parameter pengelasan.

Pengelasan Pipa API 5L X 52 dengan posisi 5G Down masih sering terjadi

adanya kegagalan pengelasan, hal ini disebabkan kurang benarnya parameter yang

dibuat atau tidak dipatuhinya prosedur yang telah ditetapkan. Pada posisi 5G Down

para welder dituntut selalu menggunakan parameter-parameter yang telah ditentukan

meskipun keadaan posisi pengelasan yang sulit.

Pengelasan merupakan suatu aplikasi suatu energi panas secara lokal yang

menghasilkan peleburan dan solidifikasi untuk membentuk suatu pengelasan. Dengan

aplikasi energi panas ini, temperature dibawah titik cair sedemikian rupa sehingga

mengakibatkan terjadinya perubahan metalurgis dan daerah lain yang tidak

mengalami perubahan apapun. Dengan demikian suatu sambungan las biasanya akan

meliputi daerah lain, daerah pengaruh panas (Heat Affected Zone) dan logam dasar.

Daerah yang penting dalam suatu sambungan las adalah daerah pengaruh

panas yang berdekatan dengan daerah pengelasan sedemikian rupa sehingga

Page 18: TUGAS AKHIR

pemanasan pada saat pengelasan dapat menimbulkan perubahan-perubahan metalurgi

di daerah tersebut.

Proses pengelasan dengan aplikasi pemanasan lokal dan pendinginan yang

khusus sering kali mengakibatkan suatu perubahan materi mikro pada logam yang

dilas. Perubahan ini dapat menimbulkan suatu masalah yang besar apabila tidak

diantisipasi dan ditanggulangi.

Perubahan-perubahan ini dapat dideteksi dengan suatu analisa pengamanan

struktur yang memadai, hasil analisa ini dapat digunakan untuk memperkirakan

masalah yang mungkin terjadi pada penggunaan logam tersebut dan dapat dipakai

untuk mencari cara-cara penyelesaiannya.

Masalah-masalah yang dapat terjadi pada proses pengelasan dapat berupa

cacat-cacat pengelasan dan perubaan mikro solidifikasi, perubahan bentuk dan ukuran

butir, perubahan fase dan presipikasi fase-fase.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana analisa uji tarik, kekerasan dan materi mikro pada Pipa Api 5L X

52 posisi 5G Down dengan tiga macam voltase.

1.3 Batsan Masalah dan Asumsi

Dalam penerapan teori yang telah didapat untuk mengetahui pengaruh proses

pengelasan terhadap cacat pada pengelasan, penyusun akan membahas hal-hal yang

Page 19: TUGAS AKHIR

berkenaan dengan kerusakan/cacat las yang terjadi baik dari material sendiri atau

pengaruh proses pengelasan.

Jadi pembahasan disini hanya meliputi:

1. Las yang digunakan SMAW type manual.

2. Variasi arus antara 90 A + 100 A.

3. Sifat mekanik yang diteliti meliputi:

- Uji kekuatan tarik

- Uji kekerasan (rockwell)

4. Logam pengisi yang digunakan E 6010 dan jenis sambungan yang dipakai

adalah jenis – V – tunggal 60°.

5. Pengamatan menggunakan uji radiografi.

6. Jenis logam induk Pipa Api 5L X 52 dengan posisi 5G DOWN.

7. Logam uji dengan jenis pipa api 5L X 52 posisi 5G Down dengan

diameter 17,56 mm dengan panjang (L) 254 mm.

Dengan asumsi sebagai berikut:

1. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam kondisi ideal.

2. Tingkat emosional operator stabil.

3. Pengaruh aliran dan tekanan gas diabaikan.

4. Mediator pendingin dengan udara bebas dan tekanan udara konstan.

Page 20: TUGAS AKHIR

1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui terjadinya

kegagalan pengelasan serta faktor yang mempengaruhinya, sehingga dapat

menentukan parameter pengelasan yang baik ditinjau dari sifat mekanik (kekuatan

tarik dan kekerasan) serta materi mikro.

1.5 Metodologi Penelitian

Dalam penulisan tugas akhir ini peneliti menggunakan metodologi penulisan

dan pengambilan data adalah dengan menggunakan data primer dan data sekunder.

Data Primer

Yaitu data yang diambil langsung dari hasil pengujian di lapangan sebagai bahan

analisa dalam penulisan tugas akhir ini adalah data pengujian di STMN ASEAN

– Tegal – Jawa Tengah.

Data Sekunder

Yaitu data teori yang mendukung dan ada hubungannya dalam penulisan tugas

akhir ini antara lain buku-buku kepustakaan, majalan ilmiah dan handbooks.

Penelitian dan Pengujian

Adalah dengan mengadakan penelitian dan pengujian di lapangan (di lab)

terhadap bahan uji.

Dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan pembuatan spesimen yang berjumlah 12 spesimen benda uji.

2. Pendataan spesimen sebelum diuji :

Page 21: TUGAS AKHIR

- Diameter awal 17,56

- Panjang (l) 254 mm

- Jenis sambungan – V – tungal 60°

3. Persiapan Alat Uji

- Alat uji tarik

- Alat uji kekerasan (rockwell)

- Alat perkembangan radiografi

4. Persiapan pengambilan data persiapan alat pengambilan data lapangan berupa

(kertas data pensil/balpoint, dll)

5. Analisa Data

Adalah proses pengolahan hasil akhir dari data lapangan guna mencari

karakteristik bahan dilihat dari uji tarik dan uji kekerasan serta uji pengamatan

dengan radiografi.

1.6 Metode Pembahasan

Dalam metode pembahasan ini penulis menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Persiapan Pembuatan Spesimen

Pelaksanaan pengelasan-pengelasan yang berjumlah 12 (dua belas)

spesimen benda uji.

2. Persiapan Alat Uji

Page 22: TUGAS AKHIR

1. Alat uji tarik

2. Alat uji kekerasan (Rockwell)

3. Alat radiografi

3. Persiapan Pengambilan Data

Persiapan alat pengambilan data lapangan berupa (kertas data,

pensil/balpoint, dll)

4. Analisa Data

Adalah proses pengolahan hasil akhir dari data lapangan guna mencari

karakteristik bahan dilihat dari uji kekerasan, uji tarik, uji demografi.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis membuat sistematika pembahasan

sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini membahas mengenai latar belakang, masalah, maksud

dan tujuan penulisan, batasan masalah.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang teori-teori dasar yang digunakan dalam

pembahasan obyek permasalahan dengan menggunakan persamaan-

persamaan dan faktor-faktor lain.

Bab III Pengambilan dan Metodologi Penelitian

Page 23: TUGAS AKHIR

Pada bab ini menerangkan atau menganalisa kegagalan pengelasan

pipa api 5L X 52 posisi 5G Down terhadap parameter pengelasan

yang dimulai dari :

1. Data pengujian tarik

2. Data hasil kekerasan (rockwell)

3. Pengamatan micro structure

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Peneliti menggunakan metodologi penulisan yaitu menggunakan

primer dan data sekunder.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan hasil uji tarik dan kekerasan.

Page 24: TUGAS AKHIR

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prosedur dan Teknik Pengelasan

Untuk mendapatkan suatu hasil pengelasan yang meenuhi standar pelaksanaan

pengelasan harus mengikuti suatu spesifikasi prosedur. Walaupun prosedur ini telah

dirancang menurut ketentuan suatu standar, namun keandalannya bahwa akan

menjamin suatu hasil pengelasan yang baik harus dibuktikan, yaitu dengan suatu

kualifikasi.

Pelaksanaan kualifikasi prosedur ini juga diatur oleh standar, yang hasil

pelaksanaannya dicatat dalam suatu catatan kualifikasi prosedur. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam penyusunan suatu Spesifikasi Prosedur Pengelasan yaitu:

- Bahan Induk : Jenis dan ukurannya

- Desain Sambungan Las

- Bahan Las (jenis dan ukuran kawat luas)

- Cara Pelaksanaan :

Urutan pelaksanaan pengelasan

Perlakuan panas

Pemilihan parameter pengelasan

- Pelaksanaan : juru las yang melaksanakan

- [Toshi Okumura, 1996, hal. 337]

2.1.1 Bahan Induk

Page 25: TUGAS AKHIR

Dengan spesifikasi bahan induk yang ada dapat disusun ketentuan-ketentuan

lainnya, jenis dan ukuran kawat las yang harus dipakai, desain sambungan luasnya

dan bagaimana teknik pengelasannya.

Pada pelaksanaan kualifikasi prosedur harus dipergunakan bahan yang tidak

sesuai dengan sertifikat bahan yang ada akan dapat mengakibatkan kegagalan yang

cukup fatal dalam pengelasan, karena tidak semua bahan induk memiliki sifat mampu

las.

Baja karbon jenis API 5L X 52 merupakan baja karbon rendah dengan

komposisi dan sifat-sifat mekanis.

Komposisi Karbon (C)

Komposisi Mangan (Mn)

Komposisi Phosphor (P)

Komposisi Sulfur (S)

Tensil Strength > 46 Kg/mm²

Yield Stress > 36 Kg/mm²

[Toshi Okumura, 1996, hal. 88-90]

Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon, disamping itu masih ada

unsur lain yang relatif kecil antara lain Si, Mn, S dan Cu. Sifat dari baja karbon

tergantung dari seberapa besar karbon yang dikandungnya. Oleh karena Low Carbon

Steel sangat luas penggunaannya sebagai baja konstruksi untuk rangka kendaraan,

mur, pipa, tangki, dan lain-lain. Baja bersifat lunak, kekuatan relatif rendah akan

tetapi keuletannya tinggi.

Page 26: TUGAS AKHIR

Media Carbon Steel, baja ini sudah lebih kuat dan lebih keras. Penggunaan

jenis ini sama seperti Low Carbon Steel dan digunakan bila diperlukan keuletan dan

ketangguhannya yang cukup.

High Carbon Steel, baja jenis ini lebih kuat dan lebih keras lagi tetapi

memiliki keuletan dan ketangguhannya yang rendah. Baja jenis ini dipakai terutama

pada benda kerja yang memerlukan sifat tahan aus misal untuk mata bor, perkakas

tangan dan lain-lain.

2.1.2 Desain Sambungan dan Posisi Pengelasan

Dasar-dasar yang dipakai dalam merancang suatu desain sambungan las ialah:

- Persyaratan umum/spesifikasi mutu

- Bentuk dan ukuran konstruksi las

- Tegangan yang timbul akibat pengelasan maupun tegangan yang timbul

akibat pemakaian

- Jenis proses las yang boleh dipakai

Pada posisi umumnya untuk pengelasan pipa pada posisi 5G hanya digunakan

untuk benda kerja berbentuk pipa, dimana posisi benda kerja secara horizontal dan

dalam keadaan diam, yang berputar adalah juru lasnya (Welder). Posisi dari kawat las

adalah 25° - 45° terhadap benda kerja. Posisi ini termasuk posisi yang sulit.

Page 27: TUGAS AKHIR

Gambar 2.1

Jenis-jenis Sambungan Las Dasar

[The Procedure Hand Book of Arc Welding, 1973, hal. 16.I-17]

Gambar 2.2

Posisi Pengelasan

[The Procedure Hand Book of Arc Welding, 1973, hal. II.3-16]

2.1.3 Bahan Las

2.1.3.1 Fluks

Page 28: TUGAS AKHIR

Dalam las elektroda terbungkus fluks memegang peranan penting karena fluks

berfungsi sebagai :

1. Pemantapan busur

2. Sumber terak atau gas yang dapat melindungi logam cair terhadap udara

disekitarnya

3. Pengatur penggunaan dari elektroda

4. Sumber unsure-unsur paduan

Bahan-bahan yang digunakan dalam fokus dapat digolongkandalam bahan

pemantapan busur, pembuat terak, penghasil gas, deoksidator, unsur paduan dan

bahan pengikat. Bahan-bahan tersebut antara lain oksida-oksida logam, karbonat,

silikat, flurida, zat organic, baja paduan dan serbuk besi. Dalam SMAW digunakan

dua macam fluks, yaitu jenis leburan dan kemudian ditumbuk dengan Natrium Silikat

dan dijadikan adonan yang kemudian dibakar pada suhu rendah tidak terjadi

peleburan.

[Toshi Okumura, 1996, hal. 9 – 10]

2.1.3.2 Elektroda

Pada umumnya ditinjau dari logam yang dilas, kawat elektroda dibagi menjadi

5 kelompok besar, yaitu:

- Mild Steel : jenis yang dipakai (D4316, D4326, E7028, E7018, E7016)

- High Carbon Steel : jenis yang dipakai (JIS D5016, JIS D5316, JIS D5816)

Page 29: TUGAS AKHIR

- Alloy Steel : jenis yang dipakai (E Cu Sn-A, E Cu Sn-C)

- Cast Forn : jenis elektroda yang dipakai (DFc Ni Fe, Dfe Ni Cu, Dfe Ci)

- Non Ferruos : jenis yang dipakai (Ecu Al-A, Ecu Ni, Ecu Si)

Pemilihan ukuran diameter elektroda tergantung dari desain, ukuran, las,

Welding Position, Heat Imput dan Welder.

Elektroda las yang dipergunakan pada proses busur listrik elektroda

terbungkus mempunyai komposisi kawat inti maupun selaput yang berbeda-beda.

Ukuran diameter las antara 1.5 mm dan 18 mm dan panjang antara 200 mm sampai

450 mm. Ujung elektroda las tempat pemegang elektroda terbuka dari selaput

panjang 25-30 mm. Dalam las elektroda terbungkus, elektroda berfungsi sebagai :

- Filter metal/logam pengisi

- Kestabilan busur

[Diktat Teknik Las, ITS, 1997, hal. 95 – 96]

Lapisan Jenis ElektrodaDiameter

Elektroda (mm)Arus Las (Amp)

Akar E.6010 4,0 130 – 180

Panas E.7010 4,0 130 – 200

Isi E.6010 atau 4,00 130 – 180

Akhir E.7010 4,0 150 – 200

Tabel 2.1

Kondisi Pengelasan Turun dengan Elektroda Jenis Selulosa

Bahan logam pengisi untuk proses las dengan logam induk baja karbon, maka

spesifikasinya adalah :

Page 30: TUGAS AKHIR

- Carbon (C) : 0,15 % Max

- Sulfur (S) : 0,04 % Max

- Phosphor (P) : 0,04 % Max

- Silicon (Si) : 0,025 % Max

Untuk lebih memudahkan dalam suatu perencanaan atau pembelian maka

elektroda terbungkus telah distandarkan. Standar umum yang telah digunakan adalah

standart menurut AWS / ASTm.

a. Prefix "E" designates are-Welding Electrodab. The first digits of four-digit numbers and the first three digits of five-digit number

indicate minimum tensile streng E60XX................................................ 60.000 psi Minimum Tensile StrengthE70XX................................................ 70.000 psi Minimum Tensile Strength E110XX ............................................. 110.000 psi Minimum Tensile Strenghth

c. The next-to-last digit indicates position:EXX1X................................................ All PositionEXX2X................................................ Flat Position and Horizontal Filters

d. The Sulfidz (Example : EXXXX-A1) Indicates the approximates alloy in the weld deposit.

- A1................................................... 0,50% Mo- B1................................................... 0,40 Cr, 0.5% Mo- B2................................................... 1,25% Cr. 1% Mo- B3................................................... 2,25% Cr. 1% Mo - B4................................................... 2% Cr. 0.5% Mo - B5................................................... 0,5% Cr, 1% Mo - C1................................................... 2,5% Ni - C2................................................... 3,25% Ni - C3...................................................1% Ni, 0,35% Mo, 0,15% Cr- D1 and D2 .....................................0,25 – 0,45% Mo. 1.75 Mn - G ................................................... 0.5% min. Ni, NI, 0,3% min

Tabel 2.2

Lambang Elektroda Las Terbungkus

[Prosedur Hand Book of Arc Welding, 1973, hal. 411]

Keterangan :

a : Kode elektroda

Page 31: TUGAS AKHIR

b : Kode tensile/strength/kekuatan tarik dari logam elektroda (dua atau tiga

angka pertama), contoh E60X = 60.000 Psi, E110XX-X = 110.000 Psi)

c : Kode posisi pengelasan (1 = semua posisi, 2 = posisi mendatar dan

horizontal, 3 = posisi mendatar).

d : Kode jenis arus bahan satuan elektroda/covering

Kode spesial antara lain : komposisi kimia logam las, impact strength, special

heat treatment.

TABLE 16-1 What Flux-covered electrored are covered with

Electrode Flux Coating Corent DSCP

Setting or DCRP

Polarity AC

EXXX0EXXX1EXXX2EXXX3EXXX4EXXX5EXXX6EXXX7EXXX8EXXX9

Sodium-cellulose or iron oxide Potassium-sodium Titania-sodium Titania-potassium Iron powde-titaniaLow-hydrogen line-sodiumLow-hydrogen line-pottasium Iron oxide-iron powder Low-hydrogen lime-iron powderProprictory or experimental coatingIt's Not efficially listed but feserved For News idens

NoNoYesYesYesNoNoYesNo?

YesYesNoNoYesYesYesYesYes

?

NoYesYesYesYesNoYesYesYes

?

Tabel 2.3

Kode Bahan Convering dan Jenis Arus

[Prosedur Hand Book of Arc Welding, 1973, hal. 411]

Electrode Diameter

(in)

Current Range (amp)

Electrode Type

E6010, E6011 DC+ E6012 E6013 E6020 E6027 E7014 E7016,

E7016 E7013 E7024, E7028

Page 32: TUGAS AKHIR

1/16

5/64

3/32

-

-

40 – 80

20 – 40

25 – 60

35 – 85

20 – 40

25 – 60

45 – 90

-

-

-

-

-

-

-

-

80 – 125

-

-

65 – 110

-

-

70 – 100

-

-

100 – 145

1/8

5/32

3/16

75 – 125

110 – 170

140 – 215

80 – 140

110 – 190

140 – 240

80 – 130

105 – 180

160 – 230

100 – 150

130 – 190

175 – 250

125 – 185

160 – 240

210 – 300

110 – 160

150 – 210

200 – 275

100 – 150

140 – 200

180 – 255

115 – 165

150 – 220

200 – 275

140 – 190

180 – 250

230 – 305

7/32

1/4

5/16

170 – 250

210 – 320

275 – 425

200 – 320

250 – 400

300 – 600

210 – 300

250 – 350

320 – 430

225 – 310

275 – 375

340 – 450

250 – 350

300 – 420

375 – 475

260 – 340

330 – 415

390 – 500

240 – 320

300 – 390

375 – 475

260 – 340

315 – 400

375 – 470

275 – 365

335 – 430

400 – 525

Tabel 2.4Besarnya Ampere Macam Elektroda

[Prosedur Hand Book of Arc Welding, 1973, hal. 6.2-2]

Klasifikasi Elektroda

Kadar air yang dibolehkan

Kelembaban relatip, %

Temperatur penyimpanan di

oven °C

Temperatur pemanasan selama

1E 6010 3 – 5 20 – 60 Ikuti petunjuk dari

E6011 2 – 4 20 – 60 Pabrik pembuatnya

E 6012, E 6013

dan E 6020

1 60 maks 37 – 46 135 5

E 6027, E 6014

dan E 7024

0,5 60 maks 37 – 48 135 5

E 7015, E 1016 0,4 60 maks 54 – 165 287 10

E 7018, E 7028 0,6 60 maks 54 – 105 343 10

Tabel 2.5Pengaruh Kebasahan (Moisture) pada Selaput Elektroda

Composition (%) ElectrodaPreheat Temperature

(°F)Carbon Manganese Low Hydrogen

Other than Low-Hydrogen

To 0.30 To 0.60 Not red. Any E60XX 72 if below 32:

Page 33: TUGAS AKHIR

Or E 70XX Non if below 32

0.31 – 0.35 To 0.90 E70XX - - - 100 if below 32:None if above 32

- - E 60XXOr E70XX

100

0.36 – 0.50 To 1.30 E 70XX Not recom 200

0.41 – 0.50 TTo 1.30 E70XX Not recom 400

0.51 – 0.80 To 1.30 Mlg tensile types

Not recom Procedure subject to qualification and testing

Tabel 2.6Preheating Elektroda

[Prosedure Hand Book of Arc Welding, 1973, hal. 6.2-2]

2.1.4 Cara Pelaksanaan

2.1.4.1 Las Ikat dan Perakitan

Bagian-bagian yang telah dipersiapkan kemudian disetel untuk dirakit. Dalam

penyetelan ini sering bagian-bagian harus dihubungkan satu sama lain dengan lasan

pendek-pendek pada tempat-tempat tertentu yang dinamakan las ikat.

Karen alas ikat mempengaruhi kualitas maka dianjurkan agar las ikat

dilaksanakan dengan baik dan oleh juru las yang akan melaksanakan seluruh

pengelasan. Las ikat biasanya dilaksanakan dengan menggunakan elektroda yang

sama dengan elektroda untuk pengelasan yang sebenarnya. Dalam perakitan hal yang

penting adalah urutannya, yang memungkinkan semua pengelasan dapat dilakukan

Page 34: TUGAS AKHIR

dengan perubahan bentuk dan tegangan sisa yang sekecil-kecilnya. Pelaksanaan

dengan urutan ini akan dapat mengurangi feformasi.

[Toshi Okumura, 1996, hal. 214-216]

Gambar 2.3

Panjang dan Jarak Las Ikat

2.1.4.2 Pemeriksaan dan Perbaikan Alur

bentuk dan ukuran alur turut menentukan mutu las-lasan, karena itu

pemeriksaan terhadap ketelitian bentuk dan ukurannya harus juga dilakukan pada saat

sebelum pengelasan. Dalam hal ini adalah besarnya celah alur, yang harus sesuai

dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Kalau celah akan lebih besar daripada

spesifikasi maka harus diadakan perbaikan seperlunya. Cara perbaikannya tergantung

daripada celah dan jenis sambungannya.

Dalam las tumpul perbaikan celah akan dibagi menjadi tiga seperti

ditunjukkan pada gambar 2.4. Bila celahnya kurang dari 6 mm, maka perbaikan

adalah penyempitan alur dengan las sisi pada sebelah atau kedua belah alur yang

Page 35: TUGAS AKHIR

kemudian diikuti dengan penggrindaan untuk mendapatkan ukuran yang tepat. Bila

celahnya antara 6 sampai 16 mm, maka pengelasannya harus dilakukan dengan plat

bantu setebal 6 mm dan bila kesalahannya lebih dari 16 mm, maka seluruh atau

sebagian dari plat harus diganti.

[Toshi Okumura, 1996, hal. 214 – 217]

Gambar 2.4Kesalahan Celah Alur dan Cara Perbaikannya dalam Las Tumpul

[Toshi Okumura, 1996, hal. 214]

Dalam las sudut celah selebar 1,5 mm atau kurang (gb. a) dapat terus dilas

tanpa perbaikan dengan panjang kaki las sesuai dengan spesifikasi dan bila celah

lebih dari 1,5 mm tetapi kurang 4,5 mm pengelasan juga dapat diteruskan tanpa

perbaikan tetapi panjang kaki harus lebih dari spesifikasi yang ditentukan (bgr. b),

bila celahnya lebih dari 4,5 mm maka perlu ditambahkan suatu lapisan pelat (gbr. c)

atau bagian tersebut dipotong (gbr. d) sepanjang 3 c mm atau lebih.

Gambar 2.5Kesalahan Celah Alur dan Cara Memperbaikinya Dalam Las Sudut

[Toshi Okumura, 1996, hal. 217]2.1.4.3 Pembersihan Alur

Page 36: TUGAS AKHIR

Kotoran seperti karat, kerak, minyak dan gemuk, debu, air dan lain sebagainya

bila tercampur dengan logam las dapat menimbulkan cacat las seperti retak, lubang

halus dan lain sebagainya yang dapat membahayakan konstruksi. Karena itu kotoran-

kotoran tersebut harus dibersihkan sebelum pelaksanaan pengelasan.

Cara pembersihan kotoran tersebut ada dua macam yaitu cara mekanik dengan

menggunakan sikat kawat baja, penyemprotan pasir dan lain sebagainya dan secara

kimia seperti penggunaan aseton, soda api, dan lain sebagainya.

2.1.4.4 Cara Pengelasan Baja Karbon Rendah

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi mampu las dari baja karbon rendah

adalah kekuatan takik dan kepekaan terhadap retak las. Kekuatan takik pada baja

karbon rendah dapat dipertinggi dengan menurunkan kadar karbon (C) dan

menaikkan kadar mangaan (Mn). Suhu transisi dari kekuatan tekik menjadi menurun

dengan naiknya harga perbandingan Mn/C.

Baja karbon rendah mempunyai kepekaan retak las yang rendah bila

dibandingkan dengan baja karbon lainnya atau baja karbon paduan. Tetapi retak las

pada baja ini dapat terjadi dengan mudah pada penjelasan plat tebal atau bila di dalam

baja tersebut terdapat belerang yang cukup tinggi.

Bila karbon rendah dilas dengan cara penjelasan yang ada di dalam praktek

dan hasilnya akan baik bila persiapannya sempurna dan persyaratan dipenuhi. Pada

kenyataannya baja karbon rendah adalah baja yang mudah dilas. Retak las yang

Page 37: TUGAS AKHIR

mungkin terjadi pada pengelasan plat tebal dapat dihindari dengan pemanasan mula

atau dengan menggunakan elektro hidrogen.

Gambar 2.6

Pengaruh Perbandingan Ma/C terhadap Kurva Transisi

Baja karbon rendah dapat dilas dengan cara pengelasan yang ada di dalam

praktek dan hasilnya akan baik bila persiapannya sempurna dan persyaratan dipenuhi.

Pada kenyataannya baja karbon rendah adalah baja yang mudah dilas. Retak las yang

mungkin terjadi pada pengelasan plat tebal dapat dihindari dengan pemanasan mula

dengan menggunakan elektro hidrogen.

[Toshi Okumura, 1996, hal 90-91]

2.1.4.5 Pengelasan Baja Karbon Sedang dan Tinggi

Baja karbon sedang dan baja karbon tinggi banyak mengandung karbon dan

unsur yang dapat memperkeras baja. Karena itu daerah pengaruh panas atau HAZ

Page 38: TUGAS AKHIR

pada baja ini mudah menjadi keras bila dibandingkan baja karbon rendah. Hubungan

antara kekerasan maksimum yang dicapai dan karbon dapat dilihat pada gambar 2.7.

Sifatnya yang mudah menjadi keras ditambahkan dengan adanya hidrogen difusi

menyebabkan baja ini sangat peka terhadap retak las. Disamping itu pengelasan

dengan menggunakan elektroda yang sama kuat dengan logam lasnya mempunyai

perpanjangan yang rendah.

[Toshi Okumura, 1996, 92-93]

Gambar 2.7

Hubungan Antara Kekerasan Maksimum

Pada Daerah HAZ dan Kadar Karbon dalam Baja Karbon

Terjadi retak las dapat dihindari dengan pemanasan mula dengan suhu yang

tergantung daripada kadar karbon atau harga ekuivalen karbon. Tabel 2.7 ditunjukkan

Page 39: TUGAS AKHIR

suhu pemanasan mula yang dianjurkan. Untuk menghindari hidrogen difusi yang juga

menyebabkan terjadinya retak las, harus digunakan elektroda hidrogen yang rendah.

Kadar Karbon Suhu Pemanasan Mutu (°C)

0.20 Maks

0.20 – 0.30

0.30 – 0.45

0.45 – 0.80

90 Maks

90 – 150

150 – 260

260 – 420

Tabel 2.7

Suhu Pemanasan Mula

[Toshi Okumura, 1996, hal 92]

2.1.5 Perlakuan Panas

Pemanasan dan pendinginan yang terjadi akibat pengelasan dapat

menyebabkan perubahan sifat bahan yang terkena pengaruh panas. Pada daerah HAZ

selain terjadi perubahan struktur mikro, yang mungkin terjadi akibat pemanasan ini

adalah adanya tegangan sisa dan distorsi.

[Industrical Training Service. Polyteknik Mekanik, Swiss. ITB, 1990, hal 5]

2.1.5.1 Pemanasan Awal (Preheating)

Dilakukan dengan tujuan agar waktu proses pemanasan pada pengelasan

sedang berlangsung tidak terjadi suatu perbedaan suhu yang sangat besar antara

Page 40: TUGAS AKHIR

logam dasar dan daerah las. Selain itu juga laju pendinginan dapat ditahan, karena

pendinginan yang terlalu cepat memungkinkan terbentuknya struktur martensit lebih

banyak.

[Okumura Toshie, 1996, hal 92]

2.1.5.2 Suhu Antar Lapis

Untuk pengelasan lapis-lapis berikutnya, bila panas dari pengelasan lapis-lapis

sebelumnya masih memungkinkan, tidak perlu dilakukan pemanasan awal. Waktu

antara pengelasan suatu lapisan dan lapisan berikutnya yang sangat sempit akan

menyebabkan suhu pada proses pengelasan lebih tinggi, berarti daerah terpengaruh

panas akan menjadi lebar.

[Okumura Toshie, 1996, hal 92]

2.1.5.3 Perlakuan Panas Pasca Las

Sering dilakukan sebagai usaha untuk membebaskan tegangan sisa pada plat-

plat tebal, namun mempunyai dampak yaitu dapat menurunkan ketangguhan

sambungan (penggetasan bebas tegang). Untuk memperlambat laju pendinginan yang

terlalu cepat dapat juga dilakukan dengan menutup cepat menggunakan asbes atau

sejenisnya.

[Okumura Toshie, 1996, hal 224]

Page 41: TUGAS AKHIR

2.1.6 Parameter Pengelasan

2.1.6.1 Tegangan Busur Las

Tingginya tegangan busur tergantung pada panjang busur yang dikehendaki

dan jenis dari elektroda yang digunakan. Pada elektroda yang sejenis tingginya

tegangan busur yang diperlukan berbanding lurus dengan panjang busur. Pada

dasarnya busur listrik yang terlalu panjang tidak dikehendaki karena stabilitasnya

mudah terganggu sehingga hasil pengelasannya tidak rata. Disamping itu tingginya

tegangan tidak banyak mempengaruhi kecepatan pancaran, sehingga tegangan yang

terlalu tinggi hanya membuang energi.

Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah

elektroda. Tegangan yang diperlukan untuk mengelas dengan elektroda bergaris

tengah 3 sampai 6 mm kia-kira antara 20 sampai 30 volt untuk posisi datar, sedang

untuk posisi atas kepala biasanya dikurangi 2 sampai 5 volt.

Kestabilan tegangan ini sangat menentukan mutu pengelasan dan kestabilan

ini dapat didengar dari udara pada waktu pengelasan. Menjaga kestabi;an panjang

busur inilah salah satu kesulitan yang dialami dalam pelaksanaan pengelasan dengan

proses-proses las busur listrik manual.

[Okumura Toshie, 1996, hal 224]

Page 42: TUGAS AKHIR

2.1.6.2 Arus Listrik

Besarnya arus las yang diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran dari

logam geometri, sambungan, posisi pengelasan macam elektroda dan diameter inti

elektroda untuk pengelasan suatu daerah las yang mempunyai daya serap panas.

Kapasitas tinggi diperlukan arus listrik las yang besar dan mungkin juga diperlukan

pemanasan tambahan.

Dalam pengelasan logam panduan, untuk menghindari terbakarnya unsur-

unsur paduan sebaiknya menggunakan arus yang kecil. Bila kemungkinan terjadi

retak panas diusahakan menggunakan arus yang kecil .....................................3)

[Okumura Toshie, 1996, hal 224]

Tabel 2.8

AWS E.6010

Page 43: TUGAS AKHIR

2.1.6.3 Kecepakatn Pengelasan

Kecepatan pengelasan tergantung pada bahan induk jenis elektroda, diameter

isi elektroda, geometri sambungan, ketelitian sambungan dan lain-lain.

Tentang perubahan tegangan pada busur pengelasan hampir tidak ada

pengaruhnya terhadap kecepatan pengelasan, tetapi perubahan arus akan

mengakibatkan perubahan kecepatan pengelasan yang berbanding lurus. Maka agar

dapat mengelas lebih cepat diperlukan arus yang lebih tinggi.

Kecepatan pengelasan ini dapat ditinjau dari 3 segi yaitu :

1. Menurut panjang deposit tanpa mempertimbangkan luas maupun tebal

deposit.

2. Menurut luas deposit, tanpa mempertimbangkan tebal deposit.

3. Menurut jumlah (isi) deposit yang diperoleh.

Untuk arus tetap, berarti kecepatan deposit menurut isi tetap, maka bila

kecepatan mendeposit menurut luas dipercepat, daerah terpengaruh panas (HAZ)

akan lebih sempit dan pendinginan akan lebih cepat karena masukan panas setempat

kecil dan sebaliknya.

[Okumura Toshie, 1996, hal 224-225]

2.1.6.4 Polaritas Listrik

Pemilihan polaritas ini tergantung pada bahan pembungkus elektroda, kondisi

termal dari bahan induk, kapasitas panas dari sambungan dan lain sebagainya. Untuk

arus DC ada dua jenis polaritas yaitu polaritas lurus (DCSP) dan polaritas balik

Page 44: TUGAS AKHIR

(DCRP). Pada DCSP benda kerja muatan positif dan elektroda adalah negatif dan

DCRP adalah sebaliknya.

Pada las busur listrik elektroda terumpun, dengan polaritas balik pemindahan

logam akan terjadi dengan cara penyemburuan. Maka dengan polaritas ini akan

didapat penembusan (Penetraso) las lebih dalam jika dibandingkan dengan polaritas

lurus (DCSP).

Sifat busur pada umumnya lebih stabil pada arus searah daripada arus bolak-

balik, terutama pada pengelasan dengan arus yang rendah. Tetapi untuk pengelasan

sambungan pendek lebih baik menggunakan arus bolak-balik karena pada arus searah

sering terjadi busur pada proses pengelasan.

[Okumura Toshie, 1996, Hal 225]

2.1.6.5 Besarnya Penembusan Atau Penetrasi

Untuk mendapatkan kekuatan sambungan yang tingi diperlukan penembusan

atau penetrasi yang cukup. Sedang besarnya penembusan tergantung pada sifat-sifat

fluks, polaritas, besarnya arus, kecepatan las dan tegangan yang digunakan.

Sedangkan tegangan memberikan pengaruh ruang sebaliknya yaitu makin besar

tegangan makin panjang busur yang terjadi dan makin tidak terpusat, sehingga

panasnya melebar dan menghasilkan penetrasi yang lebar dan cangkal. Dalam hal

tegangan ada pengecualian terhadap beberapa elektroda khusus untuk penembusan

dalam yang memang memerlukan tegangan tinggi. Pengaruh kecepatan seperti

diterangkan sebelumnya bahwa sampai pada suatu kecepatan seperti diterangkan

Page 45: TUGAS AKHIR

sebelumnya bahwa sampai pada suatu kecepatan tertentu naiknya kecepatan akan

memperdalam penembusan, tetapi melampaui kecepatan tersebut penembusan akan

turun dengan naiknya kecepatan.

Untuk mendapatkan sambungan las yang baik dalamnya penetrasi tidak boleh

kurang dari 1,5 – 2 mm. Pada manual Welding variasi dalamnya genetrasi 1,5-5 mm.

[Teknik Las, ITS Surabaya, 1997, hal. 102]

2.1.7 Pelaksanaan

2.1.7.1 Penyalaan dan Pemadaman Busur Listrik

Penyalaan busur listrik pada pengelasan dapat dilakukan dengan

menghubungkan singkat ujung elektroda dengan logam induk, dan kemudian

memisahkan lagi sampai jarah tertentu sebagai panjang busur. Pemahaman busur

listrik dilakukan dengan menjauhkan elektroda dari bahan induk. Untuk

menghasilkan penyambungan manik las yang baik dapat dilakukan dengan cara

sebelum elektroda dijauhkan dari logam induk sebaiknya panjang busur listrik

dikurangi lebih dahulu, baru kemudian elektroda dijauhkan dalam posisi lebih

dimiringkan secukupnya. Pemadaman busur ini akan lebih bila dilakukan di tengah-

tengah, melainkan agak diputar kesamping sedikit.

[Okumura Toshie, 1996, hal 223]

Page 46: TUGAS AKHIR

Gambar 2.8

Cara Menyalakan Busur

Gambar 2.9

Pemadaman Pada Kawah

Gambar 2.10

Pemadaman Busur

Page 47: TUGAS AKHIR

Gambar 2.11

Cara Penyalaan Busur pada Pengelasan Lanjutan

[Okumura Toshie, 1996, hal. 223-224]

2.1.7.2 Penggerakan Elektroda Las

Ada berbagai cara penggerakan (mengayunkan) elektroda las, tetapi semua itu

satu tujuan yaitu untuk mendapatkan deposit seperti pada gambar 2.12. Logam las

dengan permukaan yang rata, mulus dan terhindar dari terjadinya bintik-bintik dan

termasuknya terak-terak.

Ada tiga macam gerakan manual welding yaitu gerakan 1, 2 dan 3.

[Okumura Toshie, 1996, hal. 221]

Gambar 2.12

Jenis-jenis Gerakan Las

Page 48: TUGAS AKHIR

Gerakan 1 Merupakan gerakan feeding kebawah bila terlalu cepat elektroda akan

lengket pada benda kerja pengelasan akan terhenti, dan bila terlalu

pelan maka arus akan terputus.

[Diktat Teknik Las, 1997, hal 105-106]

Gerakan 2 Bila terlalu cepat waktu peleburan kurang, penetrasi kurang. Bila terlalu

lambat maka las terlalu tebal, kawat las boros, kekuatan dan kecepatan

las kurang dan juga menyebabkan overheating pada benda kerja.

Gerakan 3 Digunakan untuk mengisi kumpuh las yang lebar. Gerakan ini ada

beberapa macam antara lain :

- Gerakan a paling sederhana

- Gerakan b dan a digunakan pada bult joit

- Gerakan d digunakan pada kumpuh las yang lebar

[Toshi Okunura, 1996, hal 221-223]

Gambar 2.13

[Diktat ITS, hal. 105-106]

Page 49: TUGAS AKHIR

2.2 Metalurgi Las

2.2.1 Siklus Panas Dalam Pengelasan

Aplikasi panas pada suatu proses pengelasan akan mengakibatkan terjadinya

siklus panas pada setiap titik di daerah yang dikenai panas. Dengan pemberian panas

pada suatu logam, logam yang mula-mula berada pada temperatur ruang,

temperaturnya akan naik hingga mencapai temperatur puncak dan kemudian turun

kembali ke temperatur semula.

Gambar 2.14

Siklus Thermal Sebagai Fungsi Jarak Dari Pusat Lasan

Siklus panas yang terjadi pada pengelasan ini dipengaruhi input panas dan

temperatur pemanasan melalui input panas pada pengelasan ditentukan oleh

Page 50: TUGAS AKHIR

parameter-parameter pengelasan: arus, tegangan dan kecepatan pengelasan.

Pemberian input panas yang semakin besar akan memperlebar jarak dari pusat lasan

ke suatu lokasi dengan temperatur puncak tertentu. Dengan kata lain perubahan

parameter atau proses yang memperbesar input panas akan cenderung memperlebar

daerah pengaruh panas. Pemanasan mula mempengaruhi juga siklus panas pada

pengelasan. pemberian pemanasan mula akan mengurangi kecepatan pendinginan dan

dapat pula memperbesar daerah pengaruh panas.

Siklus panas pada pengelasan memegang peranan yang sangat penting karena

siklus ini dapat mempengaruhi besar kecilnya daerah pengaruh panas pada

pengelasan. Daerah pengaruh panas pada pengelasan bisa ditandai dengan terjadinya

perubahan-perubahan mikrostruktur yang menyangkut pertumbuhan butir,

terbentuknya fase-fase, presipitasi pada batas bukti lain-lain.

Selain dari perubahan-perubahan mikrostruktur seperti yang tersebut diatas,

pemanasan yang terjadi pada daerah pengaruh panas pada suatu keadaan tertentu

mungkin akan dapat menimbulkan terjadinya fissurasi yang diakibatkan liquasi dari

fase-fase dengan titik cair yang rendah. Untuk itu pemilihan proses dan parameter

pengelasan yang banyak mempengaruhi input panas dan lebar daerah pengaruh panas

haruslah dipikirkan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suatu pengaruh negatif

pada daerah pengaruh panas.

[Diktat Teknik Las, ITS, 1997 hal. 6-7]

Page 51: TUGAS AKHIR

2.2.2 Perubahan Struktur Kristal

Mengelas logam yang terjadi adalah memanaskan logam sampai temperatur

puncak dan kemudian logam las tersebut dingin karena sumber panas bergerak ke

arah bagian lain sambungan dan penyerapan panas oleh logam induk yang dingin.

Logam induk dan logam pengisi mempunyai susunan elemen tertentu, pencampuran

dua logam tersebut yang membentuk logam las, mengakibatkan susunan elemen baru

dari logam las. Jadi pada logam las dan daerah sekitar logam las seolah-olah

mengalami perlakuan panas dan pembentukan logam baru. Sehingga memungkinkan

terjadinya struktur kristal yang berbeda dari struktur sebelumnya.

Gambar 2.15

Daerah Las Pada Baja Karbon

Terlihat struktur kristal yang tajam-tajam yang menandakan terjadinya pattern

kristal dendride, yaitu struktur kristal yang keras dan rapuh. Struktur ini terbentuk

karena pertumbuhan kristal yang bermula dari daerah pinggir logam las.

Page 52: TUGAS AKHIR

Pada daerah HAZ, struktur kristalnya tambah ke kanan berangsur-angsur

tambah halus, ini sesuai dengan peak temperatur dan kecepatan pendinginan.

[Diktat Teknik Las, ITS, 1997, hal 9]

Gambar 2.16

Terbentuknya Kristal Pada Logam Las

Page 53: TUGAS AKHIR

Ketika busur nyala mengenai logam induk, temperatur mencapai titik cair.

Begitu busur nyala berjalan, begitu temperatur turun, hal ini disebabkan penyerapan

panas dari logam induk dan radiasi terhadap udara sekelilingnya sehingga logam cair

membeku.

Tumbuhnya kristal-kristal berbeda-beda, tergantung distribusi temperatur dan

keadaan kristal yang bersangkutan.

[Diktat Teknik Las, ITS, 1997, hal 8-10]

Gambar 2.17

Hubungan Antara Kondisi Panas, Struktur Kristal dan

Kekerasan Pada Las Busur Listrik Untuk Baja Karbon Lunak

[Toshi Okumura, 1996, hal. 66]

Page 54: TUGAS AKHIR

Struktur dari logam las tergantung dari perbandingan antara lebar las dan dalamnya

penetrasi.

Pada HAZ daerah 1 adalah incoplete melting terbentuk kristal yang kasar.

Pada daerah 2 overheating berkurang, ukuran kristal pearlite terpecah, tapi masih

merupakan kristal yang halus. Sedang daerah 5 resystrallisation, merupakan daerah

dimana struktur kristal akibat pengerokan, diperbaiki kembali. Daerah 6 adalah blue

shortness area, daerah yang sama dengan logam induk.

Karena pada HAZ, temperaturnya berbeda-beda maka demikian juga struktur

dan sifat-sifat mekanisnya berbeda pula. Pada daerah overheating, dimana kristalnya

kasar, logam kehilangan sedikit keuletannya, teristemea impact strength. Juga

kekerasannya berbeda-beda, sabagai patokan tambah besar kristalnya tambah keras,

tetapi keuletannya berkurang, sebaliknya tambah halus kristalnya bertambah lunak

dan keuletannya bertambah.

2.2.3 Daerah-daerah Pada Sambungan Las

Keterangan :

1. Weld Metal (logam las)

2. Fusion Line (garis penggabungan)

Page 55: TUGAS AKHIR

3. HAZ (hear effected zone = daerah yang dikenai panas)

4. Pereny Metal (logam induk)

2.2.3.1 Logam Las

Dari proses prosedur pengelasan welding parameter dan jenis bahan logam

induk, susunan dan sifat-sifat dari logam las dapat dianalisa. Misal jenis elektroda

(mengandung elemen apa saja), las otomatis atau manual (Arc, Resistance, Gas

welding, dll), heat input, kecepatan pengelasan, komposisi dari logam induk, heat

treatment (preheat, heating during weldingm post-heat), dll. Semua ini akan

mempengaruhi sifat mekanisnya, bentuk dan struktur logam las serta mutu dan

sambungan las.

2.2.3.2 HAZ

Merupakan daerah yang sulit diawasi dan pada umumnya adalah bagian yang

paling jelek dari semua bagian sambungan las, hal ini disebabkan karena struktur

kristal berubah.

Daerah HAZ dari karbon Steel mempunyai tiga bagian yang berbeda menurut

metalurginya :

- Bagian yang tumbuh kristal

- Bagian yang halus struktur kristalnya

- Bagian yang sebagian mengalami transformasi

Page 56: TUGAS AKHIR

Ukurannya dari kristal dan luasnya pertumbuhan kristal tergantung dari

kecepatan pendinginan, makin cepat pendinginan makin besar ukuran dan luas dari

daerah pertumbuhan kristal. Lebih tinggi peak temperatur yang dicapai lebih kasar

kristalnya. Kecepatan juga menentukan struktur kristal.

Kecepatan pendinginan pada pengelasan, juga harus memperhatikan Critikal

Cooling Rate dari bahan yang dilas. Critikal Cooling Rate adalah kecepatan

pendinginan dimana pada batas ini kecenderungan untuk timbulnya crak besar sekali.

[W. Keyon (Ir. Dines Ginting), 1985]

Gambar 2.18

Diagram TTT dan CCT Diagram

Page 57: TUGAS AKHIR

Keterangan

A-F : Austenit berubah menjadi Ferrite

A-P : Austenit berubah menjadi Pearlite

A-B : Austenit berubah menjadi Bainite

A-M : Austenit berubah menjadi Martensite

Keadaan I maka Weld dan HAZ menjadi Martensite, keras dan rapuh tidak

dikehendaki.

Keadaan IV dan V adalah keadaan yang selalu ingin kita cari pada pengelasan

karena struktur kristal ferite + pearlite sama dengan struktur logam induk. Akan tetapi

untuk tidak selamanya dapat terpenuhi.

Angka II adakah kecepatan pendinginan kritis (critical cooling rate). Jadi jika

sebuah logam mempunyai Critical Cooling Rate II maka para pendinginan udara

bebas dapat dipastikan bahwa struktur lasnya bukan martensit.

Sebaliknya jika Collung rate V para pendinginan udara bebas, curvanya ada

disebelah kiri dari Critical Cooling Rate, sehingga mempermudah timbulnya crak.

Untuk itu perlu dilakukan preheat.

2.2.3.3 Logam Induk

Untuk baja karbon, struktur kristalnya adalah Ferrite + pearlite. Cacat-cacat

pada logam induk tidak banyak disinggung pada proses pengelasan. Hanya perlu

Page 58: TUGAS AKHIR

dicatat adalah komposisi dari elemen-elemen pada logam induk, sifat phsis dan

mekanisnya.

Efek metalurgi didalam proses pengelasan memegang peranan penting atas

berhasil tidaknya pengelasan. Di dalam udara kita mendapati oksigen yang

merupakan elemen pembentuk oksida, yang selalu ingin kita hindari terbentuknya

elemen pembentuk oksida, yang selalu ingin kita hindari terbentuknya di dalam

pengelasan. Temperatur yang sangat tinggi menyebabkan oksigen terpecah menjadi

atom-atom, juga nitrogen. Sedang atom oksigen mencapai 0,2 sampai 9,3%, sedang

pada baja dari open hearth (logam induk) hanya 0,01 sampai 0,02% oksigen.

Kelebihan oksigen di dalam weld metal mengurangi daya tahan terhadap gaya

mendadak, juga memudahkan timbulnya karat, baik pada permukaan las, maupun di

dalam las-lasan.

Nitrogen juga elemen yang dapat bereaksi dengan weld metal, kelebihan

nitrogen menyebabkan rendahnya kekuatan dan bertambahnya kekerasan. Dapat

dicatat bahwa pada proses pengelasan prosentase nitrogen pada weld metal dengan

open are welding mencapai 0,12 sampai 0,18% sedang pada open hearth steel (logam

induk) hanya berkisar antara 0,001 sampai 0,008% nitrogen.

[Metalurgi Las Politeknik, ITS, 1997]

Page 59: TUGAS AKHIR

2.3 Perubahan Bentuk Dalam Pengelasan

Ada tiga bentuk perubahan ukuran logam akibat pemanasan dan pendinginan.

1. Perubahan dimensi yang disebut ekspansi panas, mengembang karena

pemanasan dan menyusut karena pendinginan.

2. Ekspansi lattice, yaitu atom-atom kristalnya mengembang karena

pemanasan.

3. Adanya transformasi, yaitu terjadi pengembangan kristal ke segala arah.

Dari perubahan tersebut akan mengakibatkan adanya internal stress. Pada saat

logam dipanasi (dilas dari satu sisi), maka terjadi ekspansi, terutama pada sisi

pemanasan. Kalau proses pengelasan sudah selesai dan logam menjadi dingin maka

terjadi kotruksi.

[Diktat Teknik Las, ITS, 1997, hal. 25]

Gambar 2.19

Perubahan Bentuk pada Lasan

Page 60: TUGAS AKHIR

Cara Penjelasan Keuntungan KerugianC

ara

Mek

anik

Penempaan Logam lasan dan daerah sekitarnya ditempa atau dipukul selama atau setelah pengelasan

Dapat digunakan pada logam-logam pada butir logam dapat menjadi halus

Tidak dapat dignakan pada logam-logam gelas

Peregangan Sambungan ditarik sampai terjadi perubahan bentuk plastik

Sangat baik untuk bejana bola. karena geometrinya maka tegangan yang diperlukan dapat dihitung dengan teeliti. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan tekanan hidrostastik

Tidak dapat digunakan pada bentuk-bentuk rumit

Getaran Kepada konstruksi diberikan getaran yang dapat memberikan resonansi frekwensi rendah. Karena getaran ini akan terjadi perubahan bentuk plastik setempat

Pelaksanaannya sederhana

Tidak dapat digunakan pada konstruksi besar dengan pelat-pelat tebal karena hasilnya tidak merata

Car

a T

erm

al

Anil Lasen dari jenis baja ferit dipanaskan sampai 600 atau 700°C dan yang dari jenis austenit sampai 900°C. Setelah ditahan beberapa waktu pada suhu ini kemudian didinginkan pelan-pelan

Keberhasilannya tinggi Tidak dapat digunakan pada konstruksi besar dan sukar untuk dilaksanakan di lapangan

Car

a te

rmal

Anil Suhu tinggi

Lasan dari jenis baja konstruksi umum dipanaskan sampai 900 atau 950°C Setelah ditahan beberapa lama pada suhu ini kemudian didinginkan pelan-pelan

Seluruh tegangan sisa dapat dibebaskan

Diperlukan peanasan yang merata dan harus dijaga agar tidak terjadi perubahan bentuk

Pembebasan tegangan dengan suhu rendah

Kedua permukaan daerah lasan selebar 60 sampai 130 mm dipanaskan sampai 150 atau 200°C yang diikuti dengan pendinginan dengan air

Baik untuk konstruksi-konstruksi besar

Pengurangannya terhadap tegangan sisa rendah

Tabel 2.7

Cara Pengurangan Atau Pembebasan Tegangan Sisa

[Toshi Okumura, 1996, hal. 144]

Page 61: TUGAS AKHIR

Gambar 2.20Terjadinya Perubahan Sudut Selama Siklus Termal

Gambar 2.21Diagram Skematik Hubungan Antara Perubahan Sudut dan Tebal

Pelat Pada Kondisi Las Yang Tetap

Page 62: TUGAS AKHIR

Gambar 2.22

Diagram Skematik Hubungan Antara Perubahan Sudut dan

Kondisi Pengelasan

[Toshi Okumura, 1996, hal. 147]

Gambar 2.23

Pengaruh Jenis Elektroda, Ukuran Elektroda dan Bentuk Alur

Terhadap Penyusutan Melintang Pada Las Tumpul

[Toshi Okumura, 1996, hal. 147-149]

Page 63: TUGAS AKHIR

2.4 Pengaruh Pengelasan Terhadap Sifat Mekanis Logam

Sifat mekanis sebuah logam dipengaruhi sebagian besar oleh komposisi dari

logam induk dan filler metalnya. Lebih besar kandungan karbonnya lebih banyak

kesulitan kita jumpai dalam pengelasan, hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan

struktur kristal dan reaksinya terhadap pemanasan dan pendinginan akibat pengelasan

tersebut.

Gambar 2.24

Pengaruh Fluks Terhadap Sifat Mekanis Logam Las

Gambar 2.25

Pengaruh Struktur Kristal Terhadap Sifat Mekanis

Page 64: TUGAS AKHIR

Pada Post heating pada temperatur sampai 400° residual stresnya telah berkurang

dan merata. Pada pemanasan yang lebih tinggi terjadi rekristalisasi sampai temperatur

700°F, auctility naik, tegangan berkurang.

2.5 Pengaruh Unsur-unsur Kandungan Baja Karbon Terhadap Proses

Pengelasan

2.5.1 Karbon (C)

Unsur karbon merupakan unsur yang paling penting dan berpengaruh terhadap

sifat kekeran. Semakin meningkat kadar karbonnya, maka semakin meningkat pula

kekerannya tetapi sifat keuletannya dan kaitannya dengan proses pengelasan maka

mengakibatkan mampu las baja akan semakin turun.

2.5.2 Mangan (Mn)

Penambahan unsur Mangan pada baja akan menambah kekerasan dan

ketangguhan. Kandung Mangan kurang dari 0,3% akan menaikkan ketahanan

terhadap korosi dan pada proses pengelasan akan mencegah keretakan pada logam

laas, tetapi apabila kandungan Mangan lebih dari 0,3% sampai 0,8 akan

menyebabkan kepekaan terhadap retak dan pori-pori dalam las menjadi besar.

2.5.3 Sulfur (S)

Kandungan sulfur akan menambah sifat mampu mesin dari baja, akan tetapi

menurunkan keuletan, tegangan impak dan sifat mampu las baja. Sampai pada jumlah

Page 65: TUGAS AKHIR

tertentu kira-kira 0,035% dengan Mn akan memperbaiki sifat mampu lasnya. Apabila

kandungan mencapai 0,05% akan menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada

pengelasan.

2.5.4 Phospor (P)

Phospor dalam jumlah yang besar akan menambah ketangguhan, tetapi akan

menurunkan keuletan dan kekuatan impak, terutama pada baja karbon tinggi. Pada

baja karbon menengah, phospor akan menaikkan sifat mampu mesin dan ketahanan

terhadap korosi udara luas. Dalam pengelasan, kandungan phospor lebih dari 0,05%

akan membuat hasil pengelasan menjadi rapuh dan mudah retak, oleh karena itu harus

dijaga agar kandungan phospor serendah mungkin.

2.5.5 Silikon (Si)

Silikon berfungsi sebagai deoksidator yang ditambahkan selama pembuatan

baja untuk menaikkan ketangguhan dan kekerasannya, tetapi pengaruhnya tidak

begitu besar. Jika kandungan karbon agak tinggi maka silikon akan mempermudah

kecenderungan untuk retak. Agar didapat hasil pengelasan yang baik, kandungan

silikon jangan melebihi 0,1% meskipun sampai jumlah 0,3 tidak berakibat seserius

seperti pada Phospor dan Sulfur.

[Industrial Training Service Poli Teknik Mekanik, Swiss. ITB, 1990, hal 8-11]

Page 66: TUGAS AKHIR

BAB III

PENGAMBILAN DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

Diagram Alir Penelitian

Dalam pengambilan data dan metodologi dapat digambarkan dalam diagram

sebagai berikut:

Bahan LasanAPI 5L X 52

Pelaksanaan

Quality Control

Persiapan

Uji Tarik Uji Kekerasan

Pengolahan Data

Pembahasan

Kesimpulan/Saran

Studi Literatur

Page 67: TUGAS AKHIR

Urutan Proses Pengelasan

Karena baja API 5L X 52 cukup tebal, maka pelaksanaan pengelasan

dilakukan secara berlapis.

Parameter Pengelasan

Parameter Pengelasan

Parameter yang digunakan pada pengelasan Baja Karbon API 5L X 2 adalah:

Spesimen 1 2 3

Jenis &

Ukuran Elektroda (mm)

E.6010

3,2

E.6010

3,2

E.6010

3,2

Ampere (A) 90 – 100 90 – 100 90 - 100

Tegangan 20 – 23 23 – 26 26 – 28

Kecepatan Pengelasan (Cm/menit) 9 9 9

Waktu Selang antara Lapisan Las (menit) 4,37 4,37 4,37

Tabel 3.1

Parameter Pengelasan

Page 68: TUGAS AKHIR

Pengaruh Parameter Las

Untuk mendapatkan sambungan las yang baik, dalamnya penetrasi tidak boleh

kurang dari 1,5 mm – 2 mm. Pada pengelasan manual variasi dalamnya penetrasi

1,5mm – 5 mm. Dalamnya penetrasi tergantung dari jumlah panas yang diberikan

atau ampere. Disamping itu juga penting jumlah weld deposit untuk menjamin,

bahwa kampuh la dapat terisi dalam satuan waktu tertentu tergantung pada voltase

arus dan kecepatan.

Gambar 3.1

Pengaruh Parameter Las Terhadap Bentuk Bead dan Penetrasi

[Diktat, Teknik Las, ITS, 1997, 102 – 103]

Dimana ;

a : I, V dan S normal I : Arus

b : I terlalu kecil V : Tegangan / Voltase

c : I terlalu besar S : Kecepatan Pengelasan

d : V terlalu kecil

e : V terlalu besar

Page 69: TUGAS AKHIR

f : S terlalu kecil

g : S terlalu besar

Rencana Sebelum Pengelasan

Persiapan pembuatan spesimen benda uji yang berjumlah 12 logam uji.

Dengan panjang spesimen 245 mm (diameter) spesimen 17,56 mm, luas

penampang 242 mm² jenis sambungan menggunakan alur V-tunggal dengan

60°.

Pelaksanaan Pengelasan

Juru las untuk pengelasan memerlukan keterampilan dan kualifikasi yang

tinggi

Untuk pengelasan dilakukan oleh tukang las (welder) yang telah

mempunyai sertifikat pengelasan pada suatu balai kerja (BLK).

Untuk pelaksanaan pengelasan dari 12 spesimen benda uji yang pertama

saya lakukan yaitu :

1. 4 Spesimen dengan tegangan 20 – 23 Volt

2. 4 Spesimen dengan tegangan 23 – 26 Volt

3. 4 Spesimen dengan tegangan 26 – 28 Volt

Quality Control

Page 70: TUGAS AKHIR

Sebelum melangkah ke pengujian berikutnya yakni yang kita lakukan

pemeriksaan pada spesimen las-lasan untuk menghindari cacat las. Setelah

pengelasan selesai segera dilakukan pemeriksaan dengan amanat terhadap

cacat permukaan, takikan bentuk dan ukuran dari hasil pengelsan tampak las

biasanya ditunjukkan pada manis las, permukaan manik yang tidak teratur

disamping memberikan penampakan yang tidak menarik juga memberikan

keraguan terhadap mutu las. Dalam hal ini kami menggunakan cara mekanik

dengan penempaan, yakni dengan penempaan logam lasan dan daerah

sekitarnya ditempa atau dipukul selama atau setelah pengelasan.

Kriteria Hasil Pengujian Radiografi

Dalam hal ini pengujian yang dilakukan pada spesimen/benda kerja dilakukan

melalui 2 cara, baik pengamatan secara mikro struktur spesimen bagian dalam,

maupun pengamatan secara langsung. Pengamatan struktur spesimen bagian dalam

dilakukan dengan pengujian radiografi. Sedangkan untuk mengetahui kecacatan

material hasil pengelasan/permukaan luar dilakukan secara langsung.

Proses pengamatan struktur material, hasil penyelesaian yang dilakukan dalam

penelitian menggunakan pengujian yang mengguntungkan karena tidak merusak

materi lasan. Dalam hal ini pengujian dibedakan menjadi 4 kriteria yaitu :

1. Kriteria hasil pengujian spesimen baik

Page 71: TUGAS AKHIR

Berdasarkan hasil pengujian radiografi, uji tarik dan kekerasan dinyatakan baik

apabila prosentase kecacatan adalah diatas 0% - 10%.

2. Kriteria hasil pengujian spesimen cacat I

Berdasarkan hasil pengujian radiografi, uji tarik dan kekerasan dinyatakan cacat I

apabila presentase kecacatan adalah diatas 10% - 15%.

3. Kriteria hasil pengujian spesimen cacat II

Berdasarkan hasil pengujian radiografi, uji tarik dan kekerasan dinyatakan cacat II

apabila prosentase kecacatan adalah diatas 15% - 20%

4. Kriteria hasil pengujian specimen cacat III

Berdasarkan hasil pengujian radiografi, uji tarik dan kekerasan dinyatakan cacat

III apabila prosentase kecacatan adalah diatas 20% - 20%. [Toshi Okumura, 1996,

hal. 362-367]

Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian adalah penelitian esperimental yaitu

suatu penelitian guna mendapatkan informasi dengan membandingkan kasus di

lapangan dengan eksperimen dalam keadaan tidak memungkinkan untuk mengontrol

dan atau mengamati pengaruh dari semua variabel yang relevan.

Page 72: TUGAS AKHIR

Benda Uji UTS (N/mm²) E Longation (%)Reduction Of Area (AR) %

1 1 1 1

………………… ………………… ………………… …………………

3 3 3 3

Tabel 3.2

Daftar Rancangan Pengambilan Data

Pembentukan Spesimen Uji Tarik

Spesimen uji tarik untuk hasil logam pengelasan bentuk dan dimensi telah

ditentukan melalui standar internasional. Adapun bentuk dari specimen uji tersebut

adalah sebagai berikut :

Gambar 3.2

Spesimen Uji Tarik

Page 73: TUGAS AKHIR

Rumus Perhitungan Pada Pengujian Tarik

Di dalam mengolah hasil pengujian tarik, maka rumus perhitungan yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Menghitung kekuatan tarik (UTS)

Menghitung harga keuletan

Sifat-sifat Patahnya Kontruksi

Patah Ulet

Ciri-ciri :

a. Butiran-butiran berubah bentuk memanjang karena adanya regangan geser.

b. Penampang lintang dari benda mengecil dan untuk baja maka patahannya

berwarna keabu-abuan.

Patah terjadi bila bahan mendapat bahan melebihi kekuatan seperti yang

terjadi pada pengujian tarik. Bentuk penampang muka cukup luas bila terjadi cacat

dalam hubungan yang disebabkan oleh lasan yang tidak benar.

[Toshi Okumura, 1996, hal. 189-192]

Keterangan :Ao = Luas penampang mula Pmax = Beban maximal

Keterangan :Lo = Panjang kawatLf = Panjang setengah diuji

Page 74: TUGAS AKHIR

Patah Getas

Ciri – ciri :

a. Patahnya tegak lurus terhadap arah tegangan tarik dengan permukaan patahan

yang mengkilat.

b. Patah biasanya mulai dari bagian logam yang putus, baik dalam bahan maupun

logam lasan. Keadaan putusnya biasanya terjadi karena pengelasan yang kurang

baik.

Sebab dan cara menghindari patah getas:

1. Temperatur kerja dan sifat dari baja yang mempunyai suhu transisi yang rendah.

2. Adanya tarikan yang disebabkan retak las, terak yang dapat dihindari dengan

memperbaiki prosedur pengelasan sehingga mengurangi terjadinya retak.

3. Adanya tegangan sisa yang besar yang dapat dihindari dengan perbaikan prosedur

pengelasan.

4. Terjadinya penurunan mutu bahan pada daerah HAZ yang dapat dihindari dengan

perbaikan prosedur pengelasan. [Toshi Okumura, 1996, hal. 192-195]

Rancangan Pengujian Kekerasan

Dalam pengujian kekerasan daerah-daerah yang mendapat uji meliputi:

Logam induk

Logam daerah pengaruh panas/fusion line

Logam las

Page 75: TUGAS AKHIR

Gambar 3.3

Daerah Pengujian Kekerasan Rockwell

Keterangan:

A = Base metal

B = Heat effected zone

C = Weld metal

Benda Uji VPengujian Rocwell

Base Metal HAZ Weld Metal

1

2

3

Rata-rata

Tabel 3.3

Denah Rancangan Pengambilan Data

[Pengetahuan Bahan ITS, hal. 26-27]

BAB IV

Page 76: TUGAS AKHIR

ANALISA DATA DAN PENELITIAN

Data Hasil Pengujian Tarik

Dari hasil pengujian tarik terhadap specimen dengan proses pengelasan

didapat data sebagai berikut:

Baik V Ao (mm²) Af (mm²) Lo (mm) Lf (mm)Pmax (Kg)

1 20 – 23 242 143,685 254 263,2 14200

2 23 – 26 242 152,110 254 262,0 12950

3 26 – 28 242 142,895 254 263,3 14400

Tabel 4.1

Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Baik

Spesimen Cacat I

V Ao (mm²) Af (mm²) Lo (mm) Lf (mm)Pmax (Kg)

1 20 – 23 242 217,195 254 258,1 9000

2 23 – 26 242 214,080 254 258,2 9200

3 26 – 28 242 214,080 254 258,2 9200

Tabel 4.2

Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Cacat I

Spesimen V Ao (mm²) Af (mm²) Lo (mm) Lf (mm) Pmax

Page 77: TUGAS AKHIR

Cacat II (Kg)

1 20 – 23 242 168,850 254 260,1 13300

2 23 – 26 242 179,105 254 259,3 12600

3 26 – 28 242 183,200 254 259,0 12000

Tabel 4.3

Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Cacat II

Spesimen Cacat III

V Ao (mm²) Af (mm²) Lo (mm) Lf (mm)Pmax (Kg)

1 20 – 23 242 181,830 254 259,1 12300

2 23 – 26 242 170,940 254 260,0 13100

3 26 – 28 242 182,423 254 259,2 12400

Tabel 4.4

Data Hasil Pengujian Tarik Spesimen Cacat III

Perhitungan Data Penelitian

Dengan rumus-rumus perhitungan (2.1), (2.2), dan (2.3), serta dengan

mengambil data nomor 1 pada tabel 4.1 sebagai contoh perhitungan maka diperoleh

hasil perhitungan sebagai berikut:

1. Kekuatan Tarik

=

Page 78: TUGAS AKHIR

2. Persentase Perpanjangan (% EI)/E

% = x 100%

= x 100%

= 3,62%

3. Persentase Reduksi Area (RA%)

%RA = x 100%

= x 100%

= 40,70%

Dengan cara yang sama, perhitungan terhadap seluruh data hasil penelitian

dicantumkan dalam tabel berikut ini :

Spesimen Benda Uji (V)Uts

(Kg/mm²)Elongation

(%)

Reduction Area (RA)

%

Baik

1 20 – 30 58,67 3,62 40,70

2 23 – 26 53,51 3,14 37,14

3 26 – 28 59,50 3,66 40,95

Rata-rata 1…..3 57,226 3,47 39,596

Tabel 4.5

Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Baik

Spesimen Benda Uji (V) Uts Elongation Reduction

Page 79: TUGAS AKHIR

(Kg/mm²) (%)Area (RA)

%

Cacat I

1 20 – 30 37,19 1,64 10,23

2 23 – 26 38,10 1,65 11,53

3 26 – 28 38,02 1,65 11,53

Rata-rata 1…..3 37,736 1,64 11,09

Tabel 4.6

Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Cacat I

Spesimen Benda Uji (V)Uts

(Kg/mm²)Elongation

(%)

Reduction Area (RA)

%

Cacat II

1 20 – 30 54,95 2,40 30,22

2 23 – 26 52,06 2,08 25,98

3 26 – 28 49,58 1,96 24,29

Rata-rata 1…..3 52,217 2,14 26,83

Tabel 4.7

Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Cacat II

Spesimen Benda Uji (V)Uts

(Kg/mm²)Elongation

(%)

Reduction Area (RA)

%

Cacat III

1 20 – 30 50,82 2,00 24,86

2 23 – 26 54,13 2,36 29,36

3 26 – 28 51,23 2,04 24,60

Rata-rata 1…..3 52,06 2,13 26,27

Tabel 4.8

Hasil Perhitungan Kekuatan Spesimen Cacat III

Pembahasan Hasil Pengujian Tarik

Page 80: TUGAS AKHIR

Grafik 4.1

Keterangan :

1 = Sampel Baik 2 = Sampel Cacat I

3 = Sampel Cacat II 4 = Sampel Cacat III

Pembahasan

Dari grafik 4.1 terlihat bahwa pada sampel 1 (baik) akibat proses pengelasan

(perlakuan panas) mempunyai sifat kekuatan tarik yang baik. Sedangkan pada Sampel

Cacat I, Sampel Cacat II dan Sampel Cacat III kekuatan tariknya menurun.

Rekap Data Hasil Uji Tarik

20

30

50

1 2 3 4

Sampel

Page 81: TUGAS AKHIR

1. Untuk tegangan (V) 20 – 23 Volt

No SpesimenUTS

(Kg/mm²)Elongation

(%)Reduction

Area (RA) %

1 Baik 58,67 3,62 40,70

2 Cacat I 37,19 1,64 30,22

3 Cacat II 54,95 2,40 30,22

4 Cacat III 50,82 2,00 24,86

Rata-rata 50,04 2,42 31,53

2. Untuk tegangan (V) 23 – 26 Volt

No SpesimenUTS

(Kg/mm²)Elongation

(%)Reduction

Area (RA) %

1 Baik 53,51 3,14 37,14

2 Cacat I 38,01 1,65 11,53

3 Cacat II 52,06 2,08 25,98

4 Cacat III 54,13 2,36 29,36

Rata-rata 49,43 2,31 25,98

3. Untuk tegangan (V) 26 – 28 Volt

No SpesimenUTS

(Kg/mm²)Elongation

(%)Reduction

Area (RA) %

1 Baik 59,50 3,66 40,95

2 Cacat I 38,01 1,65 11,53

3 Cacat II 49,58 1,95 24,29

4 Cacat III 51,23 2,04 24,60

Rata-rata 49,58 2,33 25,34

Page 82: TUGAS AKHIR

Dari metode penelitian, pengamatan dan analisis ketiga tegangan yang

diberikan dalam proses pengelasan dapat disimpulkan dengan mengambil

rata-rata/range hasil uji tarik (ultimate tensil strange) yang memiliki nilai maksimal.

Dari ketiga tegangan yang diberikan pada proses pengelasan, tegangan 20 – 23 Volt,

telah memberikan hasil kekuatan tarik material las-lasan maksimal sebesar UTS-nya

rata-rata 50.04 kg/mm². Dibanding kedua tegangan lain yang diberikan pada proses

pengelasan tersebut.

Dengan demikian maka pemakaian tegangan pengelasan antara 20 volt hingga

23 volt merupakan tegangan yang paling ideal untuk proses pengelasan pada benda

kerja dari bahan uji karbon (low carbon steel).

Spesimen Benda Uji V Cacat I Cacat II Cacat III

Baik 1 20 – 23 5200 900 1900

2 23 – 26 3750 350 150

3 26 – 28 3200 2400 200

Rata-rata 4716,6 1216,6 750

Cacat I 1 20 – 23 - 4300 3300

2 23 – 26 - 3400 3900

3 26 – 28 - 2800 3200

Rata-rata - 3500 3466,6

Cacat II 1 20 – 23 4300 - 1000

2 23 – 26 3400 - 1100

3 26 – 28 2800 - 400

Rata-rata 350 - 833,3

Page 83: TUGAS AKHIR

Cacat III 1 20 – 23 3300 1000 -

2 23 – 26 3900 500 -

3 26 – 28 3200 400 -

Rata-rata 3466,6 633,3 -

Tabel 4.9

Analisa Ketidaksamaan Hasil Uji Tarik

Data Hasil Pengujian Kekerasan Rockwell

No Sampel V

HRC

Logam Induk

HAZ

Logam Gas

HAZ

Logam Induk

1 Sampel Baik 20 – 23 30,1 28,8 30,4 29,1 30,3

23 – 26 29,9 29,1 30,2 28,8 30,0

26 – 28 30,2 28,7 30,6 29,0 30,1

Rata-rata 30, 28,9 30,4 28,9 30,1

2 Sampel Cacat I

20 – 23 29,8 28,4 29,0 28,1 30,1

23 – 26 29,9 28,1 28,7 28,3 29,9

26 – 28 29,7 28,2 29,4 28,1 29,8

Rata-rata 29,8 28,2 29,03 28, 39,9

3 Sampel Cacat 20 – 23 30,1 28,6 29,3 29,1 30,2

Page 84: TUGAS AKHIR

II

23 – 26 29,8 28,4 29,0 27,9 29,7

Rata-rata 29,9 28,5 29,1 28,4 30,0

4 Sampel Cacat III

20 – 23 30,1 28,3 28,8 29,1 29,5

23 – 26 30,0 28,1 29,1 27,8 30,0

26 – 28 29,9 28,0 28,3 28,1 29,8

Rata-rata 30,0 28,1 28,7 28,4 29,8

Pembahasan Kekerasan Rocw

Grafik 4.2

Hubungan Kekerasan Dengan Sampel Baik Pada Daerah Lasan

Page 85: TUGAS AKHIR

Grafik 4.3

Hubungan Kekerasan Dengan Sampel Cacat I Pada Daerah Lasan

Grafik 4.4

Hubungan Kekerasan Dengan Sampel Cacat II Pada Daerah Lasan

Daerah Lasan

Grafik 4.5

Hubungan Kekerasan Dengan Sampel Cacat III Pada Daerah Lasan

Keterangan :

Page 86: TUGAS AKHIR

Daerah Lasan 1 : Logam Induk

2 : HAZ

3 : Logam Las

4 : HAZ

5 : Logam Induk

Analisa

Dari grafik 4.2 terlihat bahwa logam lasan dan logam induk mempunyai

angka kekerasan yang baik jika dibandingkan daerah HAZ. Hal ini disebabkan karena

proses pengelasan daerah HAZ mengalami perubahan struktur.

Dari grafik 4.3, 4.4 dan grafik 4.5 menunjukkan bahwa pada logam lasan dan

HAZ mempunyai angka kekerasan yang menurun. Hal ini disebabkan pada daerah ini

selain adanya struktur juga terdapatnya cacat lasan.

Rekap Data Dari Uji Kekerasan

1. Untuk tegangan (V) 20 – 23 Volt

No SpesimenLogam Induk

HAZ

Logam Las

HAZ

Logam Induk

1 Baik 30,1 28,9 30,4 29,1 30,12 Cacat I 29,8 28,4 29,0 28,1 30,13 Cacat II 30,1 28,6 28,6 29,1 30,24 Cacat III 30,1 28,3 28,3 29,1 29,5

Rata-rata 30,03 28,55 28,55 28,85 29,972. Untuk tegangan (V) 23 – 26 Volt

Page 87: TUGAS AKHIR

No SpesimenLogam Induk

HAZ

Logam Las

HAZ

Logam Induk

1 Baik 29,9 29,1 30,2 28,8 30,0

2 Cacat I 29,9 29,9 28,7 28,3 29,9

3 Cacat II 29,8 29,8 29,0 27,9 29,7

4 Cacat III 30,0 30,0 29,1 27,8 30,0

Rata-rata 29,9 29,9 29,25 28,2 29,9

3. Untuk tegangan (V) 26 – 28 Volt

No SpesimenLogam Induk

HAZ

Logam Las

HAZ

Logam Induk

1 Baik 30,2 28,7 30,6 29,0 30,1

2 Cacat I 29,7 28,2 29,4 28,1 29,8

3 Cacat II 30,0 28,5 29,1 28,1 30,1

4 Cacat III 29,9 28,0 28,3 28,1 29,8

Rata-rata 29,5 29,48 29,2 28,32 29,5

Begitu pula hasil analisa uji kekerasan bahan menggunakan sistem Rockwell,

telah didapatkan kekerasan maksimal dari pengelasan sesuai dengan di atas. Dengan

menggunakan tegangan 20 – 23 Volt memberikan kekerasan rata-rata di daerah

logam induk sebesar 30,03 daerah (HAZ) sebesar 28,55 dan logam las sebesar 29,37.

Page 88: TUGAS AKHIR

Sehingga hasil pengujian kekerasan (Rockwell) dari hasil pengelasan ini

terbukti signifikan dengan pengujian tarik sebelumnya yang memberikan keputusan

tentang pemilihan tegangan pengelasan yang ideal pada 20 – 23 Volt.

Pada rekapitulasi data hasil tegangan pengujian di atas dapat disimpulkan ada

korelasi yang signifikan anatra tegangan yang diberikan pada kegagalan hasil

pengelasan, ketiga tegangan yang diberikan pada proses pengelasan menunjukkan

tegangan 20 – 23 Volt dapat memberikan keamanan yang lebih besar.

Tabel 4.11

Analisa Ketidaksamaan Hasil Kekerasan

Spesimen V

Cacat I Cacat II Cacat III

Li HAZ

LL HAZ

Li Li HAZ

LL HAZ

Li Li HAZ

LL HAZ

Li

Baik 20 – 23

0,3 0,48 1,4 1 0,2 0 0,3 1,2 0 0,2 0 0,6 1,6 0 0,8

23 – 26

0 1 1,5 0,5 0 0,2 0,3 1,2 0,9 0,3 0,3 1 1,2 0,3 0

26 – 28

0,5 0,5 0,56 0,9 0,2 0,2 0,2 1,5 0,9 0 0,3 0,7 2,3 0,9 0,3

Rata-rata 0,2 0,66 0,2 0,8 0,1 0,1 1,3 1,3 0,6 0,1 0,2 0,7 1,7 0,4 0,3Cacat I 20

– 23

0,3 0, 0,3 1 0,6 0,3 0,1 0,2 1 0,6

23 – 26

0,2 0,3 0,3 0,5 0,1 0,1 0 0,4 0,5 0,1

26 – 28

0,3 0,3 0,3 0 0 0,3 0,2 0 0 0

Rata-rata 0,2 0,2 0,3 0 0,23 0,23 0,1 0,53 0,2 0,23Cacat II 20

– 0,3 0,2 0,3 1 0 0,3 0,5 0 0 0,7

Page 89: TUGAS AKHIR

23 23 – 26

0,1 0,3 0,3 0,4 0,2 0,3 0,1 0,1 0,1 0,3

26 – 28

0,3 0,3 0,3 0 0,1 0,5 0,8 0 0 0,3

Rata-rata 0,23 0,2 0,3 0,46 0,1 0,3 0,46 0,0 0,0 0,4Cacat III 20

– 23

0,3 0,1 0,2 1 0,6 0 0,3 0,5 0 0,7

23 – 26

0,1 0,0 0,4 0,5 0,1 0,2 0,3 0,1 0,1 0,3

26 – 28

0,2 0,2 1,1 0 0 0 0,5 0,8 0 0,3

Rata-rata 0,2 0,1 0,6 0,5 0,2 0,2 0,3 0,4 0,03 0,4

Keterangan :

Li : Logam induk

HAZ : Daerah pengaruh panas

LL : Logam las

Page 90: TUGAS AKHIR

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil uji tarik, kekerasan dan radiografi yang tidak sama untuk tegangan

maka dapat disimpulkan.

5.1 Cacat IP

Penetrasi yang kurang dari pengelasan disebabkan karena elektroda yang

digunakan terlalu besar, kuat arus terlalu rendah dan penggunaan metode ayunan

yang kurang tepat.

5.2 Cacat Stage

Sebab-sebab terjadinya terak tertimbun ini karena :

a. Kurang bersih sewaktu membersihkan terak las sehingga tertimbun pada

lapisan berikutnya.

b. Ayunan elektroda terlalu besar sehingga terak las sempat membeku pada

saat ayunan elektroda kembali.

c. Terak las mendahului busur listrik sehingga dapat tertimbun.

d. Menggunakan elektroda las yang kebesaran ukuran diameternya.

e. Kecepatan pengelasan tidak kontinyu.

Page 91: TUGAS AKHIR

5.3 Cacat Porosity

Adalah bintik-bintik lubang gas pada penampang hal ini terjadi karena :

1. Adanya kotoran pada permukaan benda yang dilas.

2. Selaput elektroda lembab melebihi batas yang diperbolehkan.

3. Panjang busur yang ketinggian dan arus yang terlalu besar.

4. Kawat las cepat membeku sebelum gas keluar cairan.

Jadi faktor yang paling dominan atas ketidaksamaan hasil uji dan cacat ini

adalah:

1. Faktor manusia

2. Faktor lingkungan

5.4 Saran-Saran

1. Cara menanggulangi terjadinya terak tertimbun adalah sebagai berikut :

a. Tiap lapisan las harus dibersihkan terak lasnya sampai benar-benar bersih

dan disikat dengan sikat baja.

b. Ayunan elektroda jangan melebar karena akan memberikan kesempatan

pada terak untuk membeku terlebih dahulu pada saat ayunan elektroda

kembali.

c. Usahakan terak las jangan sampai mendahului gerakan busur listrik,

karena hal ini akan memudahkan tertimbunnya terak.

d. Gunakan elektroda yang lebih dahulu kecil dan kecepatan pengelasan

harus kontinyu.

Page 92: TUGAS AKHIR

2. Cara menanggulanginya bintik-bintik lubang gas penampang lasan adalah

sebagai beirkut :

a. Permukaan benda yang akan dilas harus bersih.

b. Elektroda las dikeringkan terlebih dahulu.

c. Gunakan type elektroda yang lain dan lakukan pemanasan awal pada

benda kerja.

Page 93: TUGAS AKHIR

DAFTAR PUSTAKA

Lawrence H. Van Vlack, Sriati Djaprie, ME, M, Met, Ir., 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan, Erlangga, Jakarta.

Musikin, 1997, Teknik Las, ITS, Surabaya.

Okumura Toshi (Terjemahan oleh Harsono W.), 1996, Teknologi Pengelasan Logam, Cet, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Handout Pengetahuan Bahan, ITS, Surabaya.

The Prosedure Hand Book of Art Welding, 1973, Twelfth edition, Lincoln Electric Company.

W. Kenyon, Penerjemah Ir. Dines Ginting, Dasar-dasar Pengelasan, 195, Penerbit Erlangga