Tugas 1 PLP

23
PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 1 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Transcript of Tugas 1 PLP

Page 1: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 1/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 1

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Page 2: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 2/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 1

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau

18.306 dan garis pantai terpanjang nomor empat di dunia, yaitu sepanjang 95.181 km.

Populasi penduduk Indonesia yang tinggal di pesisir mencapai 161 juta jiwa atau 60% dari

250 juta penduduk Indonesia. Pusat perkembangan ekonomi juga berkembang di kawasan

pesisir. Sayangnya, tingkat pendidikan dan kesejahteraan populasi penduduk Indonesia

yang tinggal di pesisir dan pulau kecil merupakan yang terendah.

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia mempunyai sumber daya hayati

yang tinggi. Kebijakan pengembangan ekonomi padat karya dan berbasis bahan baku serta

ekstraktif, menimbulkan kerusakan kawasan pesisir dan pulau kecil akibat kegiatan

penambangan mineral, bahan baku konstruksi, reklamasi untuk infrastruktur baru, budidaya

perikanan pesisir dan lain-lain. Kegiatan ini sangat mengancam kelestarian dan daya

dukung hutan pesisir mangrove, terumbu karang, serta pulau pulau kecil yang merupakan

sumber kehidupan masyarakat pesisir sejak lama. 

Ekosistem pesisir dan pulau kecil diciptakan sangat ideal untuk melindungi kawasan

tersebut dari ancaman. Hutan sagu, nipah dan mangrove merupakan filter alami penyaring

sedimentasi dari darat sehingga melindungai kawasan lamun dan terumbu karang yang

rentan terhadap sedimentasi dari kerusakan. Sebaliknya, ancaman intrusi air laut ke darat

 juga bisa disaring oleh ekosistem hutan mangrove, nipah dan sagu pesisir, sehingga sumber

air bersih sumur masyarakat, lahan pertanian dan sawah di pesisir yang merupakan sumber

kehidupan masyarakat tidak terganggu. 

Penyebaran hutan mangrove di Indonesia telah diteliti oleh berbagai institusi baik

organisasi internasional maupun nasional melalui departemen atau lembaga. Lembaga FAO

(1982) memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia 4,25 juta hektar, PHPA-AWB (1987)

memperkirakan tinggal 3,23 juta hektar, sedangkan menurut RePPPRot (1985-1989)

memperkirakan 3,79 juta hektar, dan GIESEN (1993) memperkirakan luas hutan mangrove

Indonesia tinggal 2,49 juta hektar. Untuk mengurangi ketidakpastian luas hutan mangrovemaka DITJEN INTAG DEPHUT (1993) memperkirakan bahwa luas hutan mangrove

Indonesia tinggal 3,74 juta hektar. Dari data di atas dapat diketahui bahwa kawasan hutan

mangrove mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun dalam pengelolaan yang bersifat

lestari. 

Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki

wilayah pesisir sepanjang 140 km, hampir sepertiga bagian dari wilayahnya yang memiliki

luas 1.191,25 km2. Wilayah pesisir tersebut meliputi Kecamatan Kebomas, sebagian

Kecamatan Gresik, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Ujungpangkah, Sidayu dan

Panceng, serta Kecamatan Tambak dan Kecamatan Sangkapura yang berada di Pulau

Bawean. Dalam laporan ini dibahas gambaran umum ekosistem mangrove yang terdapat

Page 3: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 3/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 2

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

pada Kabupaten Gresik serta analisis terhadap kelengkapan fakta dan analisa ekosistem

mangrove yang terdapat pada laporan akhir Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten

Gresik. 

Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain :

1. Menganalisis ketersediaan fakta dan analisa aspek ekosistem dalam dokumen Rencana

Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Gresik

2. Menganalisis kelebihan dan kekurangan fakta dan analisa ekosistem dalam dokumen

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten Gresik

3. Memberikan rekomendasi terhadap penyusunan fakta dan analisa ekosistem dalam

dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kabupaten

Gresik.

KONSEP DASAR TEORITIS

Pengertian Mangrove

Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas

oleh kawasan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Awalnya kawasan hutan mangrove

dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan payau) karena sifat habitatnya yang payau.

Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut

hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa portugis)

yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil

(Arief, 2003).

Keberadaan hutan mangrove dalam ekosistem pantai merupakan suatu persekutuan hidup

alam hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah pantai dan disekitar muara

sungai pada kawasan hutan tropika, yaitu kawasan hutan yang khas dan dipengaruhi oleh

pasang surut air laut. Hutan mangrove , baik di dalam maupun di luar kawasan hutan

merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomis

yang memiliki berbagai manfaat (Farimansyah, 2005).

Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe

hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, yang tergenang pada saat pasang dan bebas

dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.

Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme

(tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya

di dalam suatu habitat mangrove (Anonim, 2003)

Hutan mangrove terdapat di sepanjang garis pantai di kawasan tropis, dan menjadipendukung berbagai jasa ekosistem, termasuk produksi perikanan dan siklus unsur hara.

Tumbuhan mangrove terdiri atas pohon, epifit, liana, alga, bakteri dan fungi. Di Indonesia

Page 4: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 4/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 3

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

tercatat ada 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis

liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku (Kusmana et al, 1997). Dari 202

 jenis tersebut, 43 jenis merupakan jenis mangrove sejati (true mangrove) dan selebihnya

merupakan jenis mangrove asosiasi (associate mangrove).

Fungsi dan Manfaat Mangrove

Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai

agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi

dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah

sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai

sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar,

dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu

sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan

tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).

Dari segi fungsinya, menurut Wartaputra (1990), hutan mangrove mempunyai fungsi ganda

disamping fungsi sosial ekonomis yang sejak lama kegunaannya telah dimanfaatkan secara

tradisional oleh sebagian besar masyarakat disekitar pesisir, juga mempunyai fungsi yang

sangat penting sekali untuk menjaga keseimbangan lingkungan disekitar pantai yaitu fungsi

ekologis (fisik). Dari segi aspek ekologis hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai

penahan abrasi, angin taufan, pencegah intrusi air laut, dan pencegah banjir. Disamping itu

hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat

persembunyian, tempat pembenihan berbagai jenis binatang air (Sianipar, 2001).

Permasalahan Hutan Mangrove

Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan

mangrove ( Arief, 2003). Di dalam undang-undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat

penting, yaitu : 1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjaminterpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan keberadaan

ekosistemnya. 2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber

genetik dan ekosistemnya, yang sesuai bagi kepentingan kehidupan umat manusia. 3.

Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan, baik berupa produksi dan jasa. Adapun

penyebab kerusakan mangrove yang kerap terjadi menurut Kusmana (1994) adalah : (1)

Pencemaran oleh minyak dan logam berat,(2) Konversi hutan mangrove yang kurang

memperhatikan lingkungan, seperti budidaya tambak udang dan ikan, lahan pertanian,

pembuatan jalan raya, industri, produksi garam, penggalian pasir laut, dan (3)

Penebangan/pemanenan hasil hutan secara berlebihan (Anonim, 2003).

Page 5: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 5/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 4

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Kriteria baku kerusakan mangrove merupakan cara untuk menentukan status kondisi

mangrove yang diklasifikasikan menjadi tiga kriteria, yaitu baik (sangat padat), baik

(sedang), dan rusak.

Metode Pengukuran Kerusakan Mangrove

Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi mangrove adalah dengan

menggunakan Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Line Transect Plot ). Metode

Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot ) adalah metode pencuplikan contoh

populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang

ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut. Metode pengukuran ini merupakan salah satu

metode pengukuran yang paling mudah dilakukan, namun memiliki tingkat akurasi dan

ketelitian yang akurat.

PEMBAHASAN

Kelebihan Dokumen Pada Aspek Ekosistem

Kelebihan dokumen fakta dan potensi ekosistem mangrove wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil Kabupaten Gresik:

1. Penjabaran mengenai persebaran mangrove dipaparkan dengan jelas, mulai dari jenis

hingga luas area vegetasi mangrove yang ada di kawasan pesisir Kabupaten Gresik.Penjelasan mengenai mangrove meliputi persebaran mangrove, jenis, dan luas area

vegetasi mangrove di Kabupaten Gresik yang dijelaskan dalam halaman 4-22 di RZWP

Kabupaten Gresik ini. Dalam penjelasan tersebut, diketahui bahwa spesies mangrove

yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Gresik antara lain Api-api ( Avicenia alba),

Pedada (Sonneratia caseolaris), dan Bakau (Rhizophora mucronata) yang tersebar di

pesisir Pangkah wetan, Pangkah kulon, Banyu urip, dan Ngemboh. Untuk total luas

vegetasi mangrove di Kabupaten Gresik adalah sekitar 400 ha, dengan luas areal

budidaya 55 ha.2. Penjelasan terkait persebaran ekosistem kawasan mangrove dilengkapi dengan peta

persebaran (pada halaman 4-24), sehingga dapat membantu pembaca dalam

mendapatkan gambaran terkait lokasi mana saja yang terdapat vegetasi mangrove di

Kabupaten Gresik. Hal tersebut sudah sesuai dengan PERMEN/16/2008 tentang

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pasal 23. Dengan

demikian, penjelasan yang disertai peta persebaran tersebut dapat digunakan sebagai

input penyusunan dokumen awal RZWP-3-K provinsi atau kabupaten/kota untuk

kedepannya.

Page 6: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 6/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 5

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Kelebihan dokumen kajian dan analisis kawasan pesisir di Kabupaten Gresik-Provinsi Jawa

Timur:

1. Pada dokumen tersebut dijelaskan pula manfaat dan penggunaan lahan mangrove di

kawasan pesisir. Seperti yang tertera di halaman 5-6 pada RZWP-3-K tersebut, terdapatpenjelasan mengenai beberapa fungsi mangrove terhadap kawasan pesisir, antara lain

sebagai Nursery Ground berbagai jenis ikan, menyerap logam berat yang dibawa oleh

air sungai sebelum sampai ke laut, dan sebagai lokasi wisata habitat burung (baik

burung endemic maupun burung migran). Selain itu, dalam segi penggunaan lahan

mangrove dijelaskan pula bahwa potensi tersebut dapat dikembangkan untuk budidaya

kepiting bakau yang bernilai ekonomis tinggi.

Kelebihan dokumen rencana zonasi WP3K Kabupaten Gresik:

1. Pada rencana kawasan konservasi mangrove (halaman 6-5), dijelaskan bahwa rencana

luas area sub kawasan konservasi mangrove yakni 2.877,11 ha yang tersebar di daerah

sempadan pantai, mulai dari Pantai Mangare (Kecamatan Bungah) hingga Kecamatan

Panceng dan juga adanya keberadaan mangrove di Pulau Timbul. Penentuan rencana

luas kawasan konservasi tersebut berdasarkan hasil identifikasi dan analisa vegetasi

mangrove yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga rencana tersebut

memungkinkan untuk direalisasikan.

2. Rencana pola ruang kawasan konservasi juga dilengkapi dengan peta (pada halaman

6-8), sehingga pembaca dapat dengan mudah mengetahui visualisasi gambaran umum

kawasan konservasi yang akan diterapkan. Dengan demikian, rencana kawasan

konservasi dapat dilihat secara detail melalui peta ini.

Kelebihan dokumen program dan pengendalian pemanfaatan ruang zonasi WP3K

Kabupaten Gresik:

1. Dalam arahan pengendalian RWZP-3-K Kabupaten Gresik, dijelaskan dalam tabel padahalaman 7-6 terkait tujuan, arahan, serta fungsi (fungsi utama, pendukung, dan

dikendalikan) secara detail. Hal tersebut dapat menjadi pedoman untuk merencanakan

kawasan pesisir Kabupaten Gresik sehingga perencanaan yang dilakukan tidak keluar

dari koridor dan tetap terkontrol serta terkendali. Selain itu, manfaat bagi pembaca ialah

dapat memahami secara rinci bagaimana tujuan dan fungsi adanya konservasi

mangrove, sehingga melalui arahan tersebut masyarakat dapat berpartisipasi baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk melestarikan mangrove.

Page 7: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 7/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 6

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Kekurangan Dokumen Pada Aspek Ekosistem

Kekurangan dokumen kondisi dan permasalahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Kabupaten Gresik: 

1. Di dalam dokumen kondisi eksisting tidak dijelaskan sebarapa besar kerapatan

ekosistem mangrove yang terdapat di Kabupaten Gresik. Menurut Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No.201 Tahun 2004 dijelaskan tentang kriteria baku kerusakan

mangrove yang dapat digunakan untuk menentukan status kondisi mangrove. Dengan

mengetahui kondisi kerapatan ekosistem mangrove, maka dapat diketahui secara pasti

kondisi mangrove apakah dalam kondisi yang baik atau sudah rusak. Sehingga jika data

kerapatan ini ada, penanganan/rencana yang akan dibuat untuk pengelolaan ekosistem

mangrove tepat.

2. Jenis-jenis ekosistem yang telah dipaparkan dalam Laporan Penyusunan Rencana

Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Gresik-Provinsi Jawa Timur

yaitu mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Dalam pembahasan ini studi

kasus dikerucutkan untuk fokus pembahasan hanya pada ekosistem mangrove saja. Di

dalam bab kondisi eksisting dan permasalahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

Kabupaten Gresik telah dipaparkan bagaimana kondisi eksisting yang ada pada

ekosistem mangrove di wilayah tersebut. Namun dalam pembahasan kondisi eksisting

kurang dijabarkan secara spesifik, sehingga antara kondisi eksisting yang ada denganpermasalahan yang terjadi menjadi tidak sinkron. (Halaman 4-22)

3. Permasalahan wilayah pesisir selanjutnya adalah terjadinya alih fungsi kawasan hutan

mangrove untuk kegiatan pertambakan (udang, bandeng, dan garam) yang sangat luas

di wilayah ini, kawasan industri berat dan ringan, serta pembangunan pelabuhan dari

masing-masing kegiatan industri maupun pelabuhan rakyat sendiri. Biasanya suatu

pembahasan mengenai permasalahan yang ada dapat dilihat dari kondisi eksisting yang

telah dipaparkan sebelumnya. Di dalam pembahasan kondisi eksisting sebelumnya

tidak dijelaskan bagaimana penyebab masalah ini dapat terjadi. Jika dalam kondisieksisting tidak dijabarkan, maka akan terjadi ketidaksinkronan pembahasan. Di dalam

menyusun sebuah dokumen perencanaan kawasan pesisir, hal yang perlu

dipertimbangkan adalah terkait dengan kondisi eksisting ekosistem dan permasalahan

yang telah terjadi.Jika diantara kondisi eksisting yang ada dengan permasalahan yang

telah terjadi mengalami ketimpangan/tidak sinkron maka penyusunan rencana menjadi

tidak efektif. Lebih lanjut lagi, seharusnya dipaparkan lebih detail lagi seberapa besar

luas area yang telah terkonversi akibat dari kegiatan pertambakan, pembangunan

kawasan industri, dan pembangunan pelabuhan ini. Dengan mengetahui seberapa

besar luas area hutan mangrove yang digunakan untuk pembangunan, nantinya akan

Page 8: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 8/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 7

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

dapat mempermudah pembaca atau peneliti dalam menganalisis rencana yang dapat

dibuat berdasarkan masalah yang sudah ada sebelumnya. (Halaman 4-65, 4-66)

4. Permasalahan wilayah pesisir yang selanjutnya adalah pembangunan Water Front City

dan perluasan kawasan industri, perdagangan, perumahan dan permukiman, serta

budidaya tambak yang menghilangkan kawasan hutan mangrove yang akan dapat

berakibat terhadap laju intrusi air laut kea rah darat semakin meningkat, hilangnya

tempat inkubasi bibit dan pembesaran ikan sebelum bergerak ke arah perairan laut,

hilangnya rantai makanan bagi pertumbuhan biota laut, dan hilangnya biodiversity atau

keanekaragaman hayati yang dapat merugikan kehidupan bersama.

Pernyataan mengenai permasahan tersebut sudah cukup jelas. Namun, seharusnya di

dalam suatu akibat yang telah diprediksikan dari dampak yang akan terjadi karena

pembangunan Water Front City ini dapat dijelaskan setiap detail penanganan yang

dapat dilakukan sehingga dapat meminimalisir dampak/akibat yang akan terjadi di

kemudian harinya. (Halaman 4-68)

Kekurangan dokumen kajian dan analisis kawasan pesisir di Kabupaten Gresik-Provinsi

Jawa Timur:

1. Pada pembahasan mengenai analisis potensi sumber daya pesisir ekosistem

mangrove, tidak dijelaskan semua wilayah yang terdapat ekosistem mangrove nya.

Keberadaan mangrove di WP3K Kabupaten Gresik tersebar pada wilayah pantai utaraKabupaten Gresik, yaitu di Kecamatan Bungah hingga mencapai wilayah Kecamatan

Ujungpangkah, yaitu yang termasuk didalamnya adalah di Pulau Timbul Muara Kali

Lamong, Kecamatan Manyar, Bungah, Ujung Pangkah, dan Pulau Bawean, serta di

wilayah pesisir Banyuurip dan Ngemboh. Pada pembahasan analisis potensi sumber

daya pesisir yang ada di Kabupaten Gresik hanya dipaparkan potensi ekosistem

mangrove yang terdapat di wilayah Kecamatan Manyar, Bungah, Ujung Pangkah, dan

Pulau Bawean saja. Sedangkan untuk potensi yang dimiliki Muara Kali Lamong dan di

wilayah pesisir Banyuurip dan Ngemboh tidak dijeelaskan dalam subbab ini. Jikamemang terdapat wilayah mangrove yang tidak memiliki potensi, seharusnya juga

dijelaskan. Hal ini perlu dilakukan agar dapat di cluster kan mana wilayah yang

berpotensi dan yang mana wilayah yang tidak memiliki potensi. Perlu dijelaskan juga

penyebab wilayah tersebut tidak memiliki potensi dari ekosistem mangrove. Hal ini perlu

dilakukan agar dalam perencanaan dapat diambil langkah penanganan secara tepat.

(Halaman 5-6, Halaman 5-7)

2. Pada subbab analisis permasalahan dijelaskan bahwa telah terjadi kekurangan lahan

untuk kawasan industri, sehingga dibutuhkan daya dukung lahan yang cocok untuk

perluasan kawasan. Dalam permasalahan ini telah dituliskan 2 alternatif solusi yang

dapat dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan lahan tersebut, diantaranya adalah

Page 9: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 9/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 8

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

dengan melakukan pengurugan di laut (water front city) dan mengalihfungsikan lahan-

lahan budidaya perikanan darat seperti tambak udang, tambak bandeng, dan tambak

garam yang sebagian telah dikonversi menjadi kawasan industri. Jika dicermati lebih

dalam lagi, 2 solusi tersebut sangat bertentangan dengan keberlanjutan ekosistem

mangrove. Pembangunan water front city dapat mengancam kelangsungan hidup dari

ekosistem mangrove. Jika pembangunan ini tidak diikuti dengan rencana yang jelas,

maka kelangsungan hidup dari ekosistem mangrove semakin terancam dan menjadi

punah. (Halaman 5-25, Halaman 5-26)

Kekurangan dokumen rencana zonasi WP3K Kabupaten Gresik:

1. Pada subbab rencana kawasan konservasi dijelaskan bahwa rencana sub kawasan

konservasi mangrove sebesar 2.811,11 ha, yang tersebar pada daerah sempadan

pantai dari arah Pantai Mangare (Kecamatan Bungah) -Kecamatan Ujung pangkah-

Kecamatan Panceng masih ditumbuhi dan ditemukan sebaran mangrove serta

keberadaan Pulau Timbul yang juga masih terdapat mangrove. Dalam menulisan

rencana seharusnya dipaparkan bagaimana rencana target pengembangan yang akan

dicapai selama 20 tahun. Disusunnya target tersebut berguna sebagai acuan dalam

pengembangan mangrove dari tahun ke tahun untuk bertambah luas minimal berapa

hektar dalam setiap tahunnya. Hal ini perlu dilakukan agar pembentukan kawasan

konservasi mangrove dapat berkembang secara bertahap sehingga target perencanaansebesar 2.811,11 ha dapat tercapai. (Halaman 6-5)

2. Dalam penulisan rencana kawasan konservasi hanya dijelaskan beberapa tempat saja

yang perlu dikonservasi (Kecamatan Bungah, Kecamatan Ujungpangkah, dan

Kecamatan Panceng). Sedangkan ekosistem mangrove tersebar pada wilayah pantai

utara Kabupaten Gresik, yaitu di Kecamatan Bungah hingga Kecamatan Ujungpangkah,

termasuk didalamnya adalah di Pulau Timbul Muara Kali Lamong, Kecamatan Manyar,

Bungah, Ujung Pangkah, dan Pulau Bawean, serta di wilayah pesisir Banyuurip dan

Ngemboh. Dalam penulisan rencana ini sebaiknya dijelaskan juga rencana-rencanauntuk setiap wilayah yang terdapat ekosistem mangrove, sehingga pembaca dapat

mengetahui secara pasti bahwa masing-masing wilayah memiliki potensi rencana

berkembang dan mengapa hanya beberpaa wilayah yang dapat ditetapkan sebagai

kawasan konservasi mangrove. (Halaman 6-5)

3. Pada subbab Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dijelaskan bahwa polemik

keberadaan tanah timbul di Kali Lamong dapat ditarik sebagai KSNT, kawasan

konservasi, maupun kawasan pemanfaatan umum. Salah satu penyebabnya adalah

keberadaan mangrove yang menutupi tanah timbul yang terjadi secara alamiah.

Berdasarkan pertimbangan tersebut disimpulkan bahwa kawasan tersebut dapat ditarik

sebagai Kawasan Konservasi Mangrove sehingga diharapkan dapat meredam dan

Page 10: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 10/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 9

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

menjadi solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik selama ini yang belum dapat

terselesaikan. Dalam subbab ini tidak dijelaskan pertimbangan mengapa lebih memilih

kawasan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan konservasi dibandingkan

diperuntukkan sebagai Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) atau kawasan

pemanfaatan umum.Sebaiknya dalam penulisan pertimbangan tersebut dijelaskan

kelebihan dan kekurangan dari masing-masing kawasan sehingga pembaca tahu

mengapa diputuskan kawasan tersebut dibangun sebagai kawasan konservasi

dibandingkan yang lainnya.(Halaman 6-9).

Kekurangan dokumen program dan pengendalian pemanfaatan ruang zonasi WP3K

Kabupaten Gresik:

1. Dalam tabel matriks arahan pengendalian RZWP3K Kabupaten Gresik dipaparkan

arahan konservasi mangrove berdasarkan tujuan penetapan zonasi, arahan

pengelolaan, dan arahan fungsinya. Namun dalam penulisan arahan program dan

pengendalian pemanfaatan ruang untuk kawasan konservasi mangrove tersebut hanya

 jelaskan secara general saja. Sebaiknya dalam penulisan arahan program dan

pengendalian dijelaskan secara detail sampai ke wilayah-wilayah sasaran yang perlu

dijalankan program/pengendalian tersebut sehingga arahan yang telah direncanakan

menjadi jelas. (Halaman 7-6)

PENUTUP

Lesson Learned

Dalam mengkritisi sebuah laporan, terutama laporan mengenai fakta dan analisa

ekosistem kawasan pesisir terlebih dahulu dilakukan kajian teori pada berbagai pustaka.

Kajian teori tersebut merupakan modal utama untuk mengkritisi sebuah laporan. Setelah

melakukan kajian teori, lalu menganalisis fakta dan laporan yang terdapat pada Rencana

Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Gresik dalam aspek ekosistem

mangrove didapatkan beberapa kesimpulan yang dapat diambil yaitu:

1. Data ekosistem mangrove yang dicantumkan dalam dokumen Rencana Zonasi

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Gresik memuat tentang

persebaran ekosistem mangrove yang terdapat dalam kawasan tersebut dengan

disertai peta persebaran dan data-data terkait jenis hingga luas area vegetasi

mangrove. 

2. Dalam dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten

Gresik dijelaskan manfaat mangrove dan penggunaan lahan mangrove di kawasan

pesisir Kabupaten Gresik. Penjelasan mengenai manfaat mangrove ini dapat

meningkatkan kepekaan masyarakat terhadap mangrove dan diharapkan pula dapat

Page 11: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 11/22

PENGANTAR LINGKUNGAN PESISIR 10

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga ekosistem mangrove di

Kabupaten Gresik.

3. Data mengenai kondisi dan permasalahan juga masih terdapat beberapa

kekurangan yaitu belum adanya data tingkat kerapatan mangrove dan dan ketidak

sinkronan antara kondisi eksisting dan permasalahan terkait ekosistem mangrove di

Kabupaten Gresik. 

4. Terdapat beberapa ketidak jelasan yang berupa kurangnya penjelasan terkait

masalah hilangnya kawasan lindung dan konversi kawasan hutan mangrove

Kabupaten Gresik untuk kepentingan pertambakan dan industri. 

5. Dokumen perencanaan tidak memiliki penanganan yang dapat dilakukan terhadap

pembangunan Water Front City   yang telah dilakukan dan berdampak terhadap

ekosistem mangrove. 

6. Terdapat keterbatasan data pada bagian analisis potensi sumber daya, bahkan pada

beberapa wilayah tidak dipaparkan potensi dan rencana terhadap kawasan tersebut.  

Rekomendasi

Hasil analisa Rencana Zonasi Kawasan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten

Gresik dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam perencanaan zonasi kawasan psisir

dalam kawasan ini. Khususnya aspek ekosistem yang mempengaruhi sebuah kawasan

pesisir. Rekomendasi terhadap laporan akhir Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Kabupaten

Gresik meliputi :

1. Penjelasan kondisi eksisting dan permasalahan lebih terperinci agar tidak terjadi

ketimpangan atau ketidak sinkronan antar keduanya.

2. Dilengkapi data-data yang memadai dan menyeluruh untuk mempermudah

pelaksanaan analisis dan penyusunan rencana.

3. Permasalahan yang terjadi disertai dengan penjelasan penyebab terjadinya

permasalahan tersebut.

4. Pelaksanaan pembangunan harus terlebih dahulu disertai kemungkinan

permasalahan yang terjadi dan penanganan yang dapat dilakukan terhadapnya.5. Analisa terperinci mengenai kondisi dan potensi ekosistem mangrove, yaitu meliputi

faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan ekosistem, luas penutupan,

kondisi, manfaat ekosistem, potensi ekosistem, aktivitas pengganggu ekosistem dan

aktivitas yang mendukung keberadaan ekosistem itu sendiri.

6. Perlunya penyusunan rencana target pengembangan dalam jangka waktu tertentu.

7. Penulisan arahan program yang dijelaskan secara detail dan disertakan wilayah

sasaran dari program tersebut.

Page 12: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 12/22

Page 13: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 13/22

 

33  Scyphiphora hydrophyllacea  +  +  +  +  +  +  + 34  Sonneratia alba  +  +  +  +  +  +  + 35  Sonneratia caseolaris  +  +  +  +  +  +  + 

36  Sonneratia ovata  +  +  +  +  +  + 37  Widelia biTumbuhan  +  +  +  +  +  +  + 

38   Xylocarpus granatum   +  +  +  +  +  +  + 39   Xylocarpus moluccensis  +  +  +  +  +  +  + 

40   Xylocarpus rumphii   +  +  +  + 

Sumber : Kusmana, 1993

Kriteria Baku Kerusakan Mangrove

Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)

Baik Sangat Padat ≥ 75  ≥ 1500 

Sedang ≥50 –  < 75  ≥ 1000 –  < 1500 

Rusak Jarang < 50  < 1000 

Sumber : KepMen LH No. 201 Tahun 2004

Mekanisme Pengukuran

a. Wilayah kajian yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus dapat

mengindikasikan atau mewakili setiap zone mangrove yang terdapat di wilayah

kajian; b. Pada setiap wilayah kajian ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual

 berdasarkan keterwakilan lokasi kajian;

c. Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah laut ke arah darat

(tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi) di daerah intertidal;

d. Pada setiap zona mangrove yang berada disepanjang transek garis, letakkan secara acak

 petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m sebanyak

 paling kurang 3 (tiga) petak contoh (plot);

e. Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis tumbuhan

mangrove yang ada, hitung jumlah individu setiap jenis, dan ukur lingkaran batang setiap

 pohon mangrove setinggi dada, sekitar 1,3 meter.

Page 14: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 14/22

Page 15: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 15/22

 

akuakultur. Namun karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin

meningkat maka hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternative.

Reklamasi seperti itu telah memusnahkan ekosistem mangrove dan juga

mengakibatkan efek- efek yang negative terhadap perikanan di perairan pantai

sekitarnya. Selain itu kehadiran saluran- saluran drainase mengubah system

hidrologi air tawar di daerah mangrove yang masi utuh yang terletak kea rah laut

dan hal ini mengakibatkan dampak negatif.

Hutan mangrove di Pulau Jawa, pada umumnya sejak tahun 1950 sebagian besar

sudah rusak disebabkan pencurian kayu dan dijadikan pertambakan. Tambak

dalam skala kecil tidak terlalu banyak mempengaruhi ekosistem mangrove dan

ekosistem di sekitarnya, tetapi lain halnya dengan tambak dalam skala besar.

Konversi mangrove yang luas menjadi tambak dapat mengakibatkan penurunan

 produksi perikanan di perairan sekitarnya.

Penggunaan lahan pasang surut untuk pertambakkan terjadi di hamper seluruh

Indonesia, namun sekitar 94 % dari 225.000 ha areal pertambakan ada di Propinsi

Aceh, Jawa Barat, jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Penyebarannya 52% terdapat di Jawa, 30 % di Sulawesi, 15 % di Sumatra, 1% diKalimantan dan 0,1%di Maluku dan Irian Jaya. Dengan data luasan yang ada

 berarti hilangnya areal mangrove yang disebabkan pembukaan tambk sebesar

22%.

- Tumpahan minyak

Tumpahan minyak bumi dan hasil- hasil olahannya dengan kapal laut semakin

meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut ke laut sudah

sering terjadi. Di berbagai tempat, jalur- jalur angkutan ini berbatasan dengan

kawasan mangrove (misalnya selat Malaka) dan kebocoran setra pembuangan

minyak dengan sengaja telah menunjukkan dampak negative yang nyata terhadap

mangrove.

Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua kategori.

Kategori pertama adalah efek laut yang akut, segera terlihat dan berkaitan dengan

 pelaburan oleh minyak pada permukaan tumbuhan ( pepagan, akar tunjang, akarnapas ) yang mempunyai fungsi dalam pertukaran udara. Dalam kondisi pelaburan

oleh minyak yang sangat kuat, tumbuhan mangrove dapat mati dalam waktu 72

Page 16: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 16/22

 

 jam. Pengguguran daun dan kematian pohon- pohon mangrove di tempat  – tempat

yang paling berpengaruh terjadi 4- 5 minggu. Kategori kedua berkaitan dengan

 peracunan kronik dalam jangka panjang tumbuhan mangrove dan fauna yang

 bersangkutan oleh komponen racun yang terkandung dalam minyak.

- Pembuangan limbah

Kegiatan pertanian, agro- industri, industry kimia dan rumah tangga menghasilkan

limbah dalam jumlah yang beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau pantai.

Limbah cair terlarut atau membentuk suspensi dalam air. Sebagian limbah cair ini

 berupa bahan anorganik yang juga terdapat di alam, tetapi kehadiran dalam jumlah

 berlebihan dalam lingkungan akuatik menyebabkan bahan itu tidak semuanya

dapat didaur ulang secara alami. Dalam banyak kasus, pestisida dan antibiotic

 juga kerap kali digunakan, bahkan untuk pengolahan tambak tradisional.

- Kebakaran hutan

Kebakaran hutan mangrove yang pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang

 pada tahun 1980  –   1990an berhubungan dengan pembukaan lahan yang luas (

untuk perkebunan dan transmigrasi) dan oleh penduduk setempat. Sedangkan

kebakaran yang terjadi pada tahun 1997 disebabkan oleh kegiatan penebangan

liar, nelayan dan pengembangan kawasan transmigrasi ( Dennis et al, 2000).

2.  Kerusakan Biologi

Kerusakan yang ditimbulkan karena faktor biologi adalah serangan hama. Hama

 pada tanaman mangrove yang ditemukan di beberapa tempat.

Manfaat hutan mangrove

Secara teoritis menurut Davies, Claridge dan Nararita (1995) hutan mangrove memiliki

fungsi-fungsi dan manfaat sebagai berikut:

1. Habitat satwa langka. Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa endemik

seperti Bekantan ( Nasalis larvatus) yang endemik di Kalimantan, Beruk Mentawai

( Macacapagensis) yang endemik di Kepulauan Mentawai dan Tuntong ( Batagur baska) yang

endemik di Sumatera. Lebih dari 100 jenis burung hidup di sini, dan daratan lumpur yang

luas yang berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai migran, termasuk jenis burung langka blekok Asia ( Limnodromus semipalmatus).

Page 17: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 17/22

 

2. Pelindung terhadap bencana alam. Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan,

tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan

garam.

3. Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan

lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara

dari air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur.

4. Penambat unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan

terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi pengendapan unsur hara

yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

5. Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat

 pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah

liat. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan melakukan proses penambatan

racun secara aktif.

6. Sumber Alam dalam Kawasan (In-Situ) dan Luar Kawasan (Ex-Situ). Hasil alam in-situ

mencakup semua fauna, flora dan hasil pertambangan ataumineral yang dapat dimanfaatkan

secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk

yang dihasilkan oleh proses-proses alamiah di hutan mangrove dan berpindah ke tempat lain

yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi

organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena

 pemindahan pasir dan lumpur.

7. Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik

 bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi hidupan liar

itu sendiri.

8. Rekreasi dan Pariwisata. Hutan mangrove memiliki potensi nilai estetika, baik dari faktor

alamnya maupun dari hidupan yang ada di dalamnya.

9. Sarana pendidikan dan penelitian. Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.

10. Penyerapan karbon. Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik (dari CO2) menjadi

karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini

membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai CO2. Akan tetapi hutan

mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena

itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan sebagai sumber

karbon.

11. Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi dari hutan mampu menjaga kelembaban dan

curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

Page 18: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 18/22

 

Page 19: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 19/22

 

Page 20: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 20/22

 

Page 21: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 21/22

 

Page 22: Tugas 1 PLP

8/18/2019 Tugas 1 PLP

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-1-plp 22/22

 

DAFTAR PUSTAKA

  Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove & Aplikasinya

dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu:Yogyakarta 

  KepMen Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan

 Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil