tugas 1
-
Upload
hartakesuma -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of tugas 1
Fraud and forensik
Oleh:
I Gusti Kade Harta Kesuma Wijaya (NIM 115020301111036)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
Maret 2014
Apa itu akuntansi forensic dan juga fraud examination ?
Akuntansi forensic
Forensik, menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan
”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada
masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi
untuk kepentingan hukum.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA),
mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk
tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi
kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak terpecahkan,
yang dijalankan di dalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood, Leiner, & Young
(2008) mendefinisikan Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik
yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan
analisis yang dilakukan harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum
yang memiliki yurisdiksi yang kuat.
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan Forensik adalah
Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat
digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga
mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode
kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif dalam
mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi serta
mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.
Fraud Examinition
Pemeriksaan penipuan, menurut Joseph T. Wells, "didefinisikan sebagai keterampilan
yang diperlukan untuk menyelesaikan tuduhan penipuan dari awal sampai disposisi, untuk
memperoleh bukti, mengambil pernyataan dan menulis laporan; untuk bersaksi temuan, dan
untuk membantu dalam deteksi dan pencegahan . penipuan pemeriksaan Penipuan terdiri dari
pengetahuan khusus dari empat bidang:. akuntansi dan audit, investigasi, hukum, dan
kriminologi " Mr Wells adalah pendiri dan ketua Asosiasi Certified Fraud Examiners.
Fraud Examination mencakup pengumpulan dokumen dan barang bukti dari tindak
pidana Fraud, interview para saksi dan orang-orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana
Fraud, investigasi dan penulisan laporan hasil investigasi, mengkomfirmasi dan menjadi saksi
kebenaran dan keabsahan dari penemuan barang bukti, dan membantu setiap upaya pendeteksian
dan pencegahan tindak pidana Fraud yang dilakukan oleh aparat kepolisian atau oleh petugas
yang berwenang lainnya.
Fraud Examination sering disama-artikan dengan Forensic Accounting, padahal
sebenarnya keduanya memiliki cakupan kerja yang sedikit berbeda. Forensic Accounting
memiliki cakupan yang lebih luas ketimbang Fraud examination, karena Forensic Accounting
juga menangani masalah likuiditas dan bankruptcy dari sebuah perusahaan atau entiti,
perceraian dan sengketa harta, dan hal-hal litigasi atau peradilan lainnya. Fraud Examination
pada umumnya dilakukan oleh para akuntan atau orang yang memiliki pengetahuan tentang ilmu
akuntansi, namun Fraud examination juga bisa dilakukan oleh para aparat penegak hukum
(termasuk kepolisian) dan privat investigator.
Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai
berikut:
a. Membangun struktur pengendalian yang baik
Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of
Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992
memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian
akuntansi yang tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri
atas 5 (lima) komponen yang saling terkait yaitu:
1) Lingkungan pengendalian (control environment)
2) Penaksiran risiko (risk assessment) Standar Pengendalian (control activities)
3) Informasi dan komunikasi (information and communication)
4) Pemantauan (monitoring)
b. Mengefektifkan aktivitas pengendalian
(a) Review kinerja
(b) Pengolahan informasi
(c) Pengendalian fisik
(d) Pemisahan tugas
3) Meningkatkan kultur organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG). Saifuddien Hasan (2000) dalam Amrizal (2004)
mengemukakan GCG meliputi:
(a) Keadilan (Fairness)
(b) Transparansi
(c) Akuntabilitas (Accountability)
(d) Tanggung jawab (Responsibility)
(e) Moralitas
(f) Kehandalan (Reliability)
(g) Komitmen
4) Mengefektifkan fungsi internal audit
Tugas Akuntansi Forensik
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).
Disamping tugas akuntan forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan
(litigation) ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non
itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam
sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan /
pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services)
dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan
atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi,
mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jenis layanan kedua
merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik
yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus
perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya
prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik
untuk membantu memecahkan masalah.
KAPAN DAN MENGAPA AKUNTANSI FORENSIC DIPERLUKAN ?
Perlunya akuntansi forensic
Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau
opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang
lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan
lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit
yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit
Forensik.
Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau
mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum,
maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai
dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik
dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana
akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan
missappropriation of asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan:”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang
dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga
akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.
PENERAPAN AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA
Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari
IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat
pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due
Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia.
Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia
menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan
understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan
pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat
menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush)
tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada
pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit
investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan
Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam
membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana
yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian
PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini
tidak diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam audit
tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in
depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat
dalam kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam
penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money
yang mirip dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang
sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian
Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai
menghasilkan angka fantastis tersebut. Jadi kapan akuntansi forensic diperlukan ?
akuntansi forensik jika dicurigai terjadi tindakan fraud, khususnya dalam corruption dan
misappropriation of asset. Sisi lain dari fraud adalah kelemahan dlm corporate governance.
Untuk Indonesia perhatian akuntan forensik adalah pada adalah penemuan fraud dlm arti
korupsi.
MENGAPA FRAUD TERJADI ?
Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan
kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan ekonomi
seseorang yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka
semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong seseorang
untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP) yaitu sebagai
berikut:
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (kebutuhan)
4) Expossure (pengungkapan)
Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud atau
disebut faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi sebagai korban.
a. Faktor Generic
Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan) dan exposure (pengungkapan)
merupakan faktor yang berada pada pengendalian organisasi. Pada umumnya kesempatan
melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan, hanya saja adanya kesempatan besar maupun
kecil tergantung kedudukan pelaku menempati kedudukan pada manajemen atau pegawai biasa.
b. Faktor Individu
Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan) dan need (kebutuhan) merupakan
faktor yang ada pada diri masing-masing individu, dengan arti berada diluar pengendalian
organisasi. Faktor ini terdiri atas dua unsur yaitu:
(1) Greed factor, yaitu moral yang meliputi karakter, kejujuran dan integritas yang
berhubungan dengan keserakahan.
(2) Need factor, yaitu motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan seperti terlilit
hutang atau bergaya hidup mewah.