TSA POLMAN

168
PERANCANGAN SUB LINE METAL FORMING UNTUK PRODUK DOOR PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS) Karya Tulis ini dibuat untuk memenuhi Tugas Semester Akhir sebagai penutup program Diploma III Politeknik Disusun Oleh : 1. EKA NUGRAHA NIM. 200135007 2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008 3. ZAENAL MUTAQIN NIM. 200132024 4. YOGIE MARADONA NIM. 200131026 POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG 2003

Transcript of TSA POLMAN

Page 1: TSA POLMAN

PERANCANGAN SUB LINE METAL FORMING UNTUK PRODUK DOOR PANEL REFRIGATOR

(PINTU KULKAS)

Karya Tulis ini dibuat untuk memenuhi

Tugas Semester Akhir sebagai penutup program

Diploma III Politeknik

Disusun Oleh :

1. EKA NUGRAHA NIM. 200135007

2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008

3. ZAENAL MUTAQIN NIM. 200132024

4. YOGIE MARADONA NIM. 200131026

POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG

2003

Page 2: TSA POLMAN

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis ini yang berjudul :

PERANCANGAN SUB LINE METAL FORMING UNTUK

PRODUK DOOR PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS)

Disusun Oleh :

1. EKA NUGRAHA NIM. 200135007

2. FARIED ISMUWARDHANI NIM. 200135008

3. ZAENAL MUTAQIN NIM. 200132024

4. YOGIE MARADONA NIM. 200131026

Telah direvisi dengan sebaik-baiknya.

Bandung, 15 Agustus 2003

Pembimbing I Pembimbing II

Addonis Candra ST Dede Supriadi

NIP. 132 258 823 NRP.

Mengetahui :

Peguji I Penguji II Penguji III

Aris Budiarto

NRP. NRP. NRP.

Page 3: TSA POLMAN

ABSTRAK

Awal abad ke 21 diantisipasi sebagai datangnya masa depan yang sarat perubahan,

persaingan dan kompleksitas. Dasawarsa ini merupakan tahun-tahun transisi menuju

masyarakat industri berteknologi modern yang menekankan pada kemampuan memanfaatkan

informasi, keterkaitan global, infrastuktur yang terintegrasi dan sumberdaya manusia yang

kreatif dan inovatif.

Permintaan yang penulis temui saat ini adalah perancangan mesin untuk mengisi dan

atau mengganti line produksi dalam pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu

kulkas) sehingga diharapkan mesin tersebut mampu memproses 6 variasi produk dengan lebar

pelat yang sama.

Permintaan tersebut timbul terutama disebabkan karena keterbatasan sarana yang

tersedia saat ini dalam memenuhi lot produksi (demand) dan daya saing yang tinggi,

diharapkan dengan dirancangnya mesin ini mampu memproduksi variasi produk dengan

jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang lebih singkat.

Perancangan sebuah mesin yang terdiri dari sistem konveyor dan press tools serta

didukung media kerja pneumatik dan hidrolik yang diatur sedemikian rupa hubungannya oleh

PLC diharapkan mampu memenuhi permintaan tersebut, selain itu mesin ini dilengkapi pula

dengan inverter yang berperan utama sebagai variator kecepatan yang dapat menunjang

peningkatan produktifitas untuk kedepannya.

Perancangan mesin ini merupakan hasil kombinasi dari beberapa disiplin ilmu yang

melibatkan persoalan desain, mekanik dan otomasi yang berjalan secara paralel dan

bergabung pada setiap akhir dari kegiatan. Rancangan diperoleh dari penalaran rasional,

perhitungan dan pemilihan dari beberapa alternatif yang terpikirkan dengan menggunakan

beberapa literatur sebagai data.

Page 4: TSA POLMAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, yang dengan rahmat-Nya kami

dapat menyelsaikan karya tulis yang berjudul “ Perancangan Sub Line Metal Forming

Untuk Produk Door Refrigator (Pintu Kulkas) “. Karya tulis ini disusun sebagai syarat

kelulusan program Diploma III Ahli Teknik Politeknik Manufaktur Bandung.

Pada kesempatan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Orang tua serta keluarga tercinta atas dukungan moril dan materil terutama doa restu

yang diberikan kepada kami.

2. Dosen pembimbing : Bpk. Addonis Candra dan Mas Dede Supriadi, yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam

menyelesaikan karya tulis ini.

3. Bpk. Ali S, Mas Dedi Arif (Ins. ME), Bpk. Bayu P (Ins. DE), serta Bpk. Ruminto (Ins.

AE), yang telah memberikan bantuan dan saran dalam menyelesaikan karya tulis ini.

4. Pihak Puslatker IJM yang telah memberikan kesempatan untuk mengunakan fasilitas

PLC Siemens S7-300.

5. Sdri. Vidia Geraldin, Sdri. Santi Dewi Efendi dan Sdr Ir Enrizal Nazar atas

kebersamaannya dalam memberikan dorongan moril.

6. Dan semua pihak yang telah turut serta membantu.

Selama pembuatan karya tulis ini, kami menemui berbagai kendala dan kesulitan oleh

karena itu kami menunggu saran dan kritik yang membangun. Kami berharap karya tulis ini

dpat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan kami sebagai penulis khususnya.

Bandung, Agustus 2003

Penyusun

Page 5: TSA POLMAN

iv

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Abstrak ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang Masalah 1

I.2 Rumusan Masalah 3

I.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah ` 4

I.4 Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Kajian 4

I.5 Tujuan Penulisan 5

I.6 Pengumpulan Data 5

I.7 Sistematika Pembahasan 5

BAB II LANDASAN TEORI

II.1 Proses Desain 7

II.2 Konveyor 9

II.3.1 Definisi 9

II.2.2 Pembagian pokok perlengkapan penanganan bahan 9

II.2.3 Sabuk konveyor 10

II.3 General Mekanik 11

II.3.1 Transmisi sabuk gilir (timing belt) 11

II.3.1.1. Material/ Komponen penyusun 11

II.3.1.2. Profil gigi 12

II.3.1.3. Definisi dan symbol 13

II.3.1.4. Data dan langkah-langkah desain sabuk gilir 15

II.3.2 Pemilihan Motor 19

II.3.2.1 Motor induksi 19

II.3.2.1.1 Konstruksi Umum 19

II.3.2.1.2 Pengaturan kecepatan motor induksi 20

II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi 21

II.3.2.2 Gaya tahanan sabuk 21

Page 6: TSA POLMAN

iv

II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( tF ) 21

II.3.2.2.2 Momen tahanan (T) 22

II.3.2.3 Daya Motor Sementara 22

II.3.2.4 Momen Percepatan ( aT ) 22

II.3.2.4.1 Gerak translasi 23

II.3.2.4.2 Gerak rotasi 24

II.3.2.5 Momen Awal Motor 25

II.3.2.6 Daya Motor Yang Dipilih 25

II.4. Inverter 26

II.5 Pemilihan poros dan pasak 27

II.5.1 Diagram benda bebas (DBB) 27

II.5.2 Faktor Keamanan (Factor of Safety) 27

II.5.3 Perencanaan poros terhadap beban statis 28

II.5.4 Perencanaan pasak 30

II.6 Hidrolik 32

II.6.1. Direction control valve 33

II.6.2. Pompa hidrolik 33

II.6.3. Aktuator 33

II.6.4 Pengontrol aliran 34

II.6.5 Pengontrol tekanan 34

II.6.6. Motor 34

II.6.7. Reservoir 35

II.7 Pneumatik 35 II.7.1 Tekanan udara 36

II.7.2 Fluida gas 37

II.7.3 Karakteristik gas 37

II.7.4 Konsep dasar sistem pneumatik 38

II.7.5 Pengontrolan tekanan 40 II.7.6 Aktuator 39

II.7.7 Gaya silinder 39

II.7.8 Perhitungan ukuran aktuator 41

II.7.9 Perhitungan konsumsi udara 43

Page 7: TSA POLMAN

iv

II.8 Elektropneumatik 44

II.8.1 Elemen listrik pada elektro pneumatik 44

II.9 Programmable Logic Controller (PLC) 45

II.9.1 Ciri – ciri PLC 45

II.9.2 Komponen PLC 46

II.10 Piercing Tool Hydroulic 46 II.10.1 Penetrasi 47

II.10.2 Fracture 48

II.10.3 Clearence 48

II.10.4 Land 50

II.10.5 Perhitungan gaya piercing 51

BAB III MEKANISME KERJA 52

BAB IV ALTERNATIF PERANCANGAN 63

IV.1 Alternatif pengikatan rangka dengan baut 63

IV.2 Alternatif pengikatan rangka dengan las 64

IV.3 Alternatif media kerja 69

IV.4 Alternatif pemilihan sensor benda kerja 72 IV.5 Alternatif desain press tools 73 IV.6 Alternatif perancangan konstruksi silinder 76 IV.7 Alternatif variator kecepatan 79 BAB V PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN

DATA 82

V.1 Perancangan daya motor 82

V.1.1 Momen Tahanan (T) 82

V.1.2 Kecepatan putar puli penggerak 82

V.1.3 Daya motor sementara 82

V.1.4 Momen Percepatan 83

V.1.5 Momen Awal Motor 87

V.1.6 Daya Motor Yang Dipilih 87

V.2 Perancangan Sabuk Gilir (transmisi) 89

Page 8: TSA POLMAN

iv

V.2.1 Sket gambar 89

V.2.2 Perhitungan dan pengolahan data 93

V.2.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi) 96

V.3 Perancangan Sabuk Gilir (konveyor) 96

V.3.1 Sket gambar 96

V.3.2 Perhitungan dan pengolahan data 96

V.3.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi) 96

V.4 Perancangan poros dan pasak 97

V.4.1 Pengolahan Data dan Perhitungan Poros 97

V.4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan Pasak 101

V.4.2.1 Akibat Gaya Tangensial 102

V.4.2.2 Akibat Tekanan Bidang 102

V.4.2.3 Panjang Pasak 102

V.5 Pneumatik 103

V.5.1 Air Pressure yang digunakan 103

V.5.2 Silinder yang digunakan 103

V.5.2.1 Gaya (F) 103

V.5.2.1.1 Stopper silinder 103

V.5.2.1.2 Side positioning silinder 106

V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik 108

V.6.1 Gaya yang terjadi 108

V.6.2 Tekanan kerja pada silinder 108

V.6.2.1 Volume silinder 110

V.6.2.2 Pergerakan linear silinder 111

V.6.2.3 Debit gerakan maju 111

V.6.2.4 Daya pompa 112

V.6.2.5 Ketebalan dinding pipa, diameter pipa yang digunakan dan

kecepatan aliran fluida dalam pipa. 112

V.6.2.5.1 Diameter pipa 112

V.6.2.5.2 Kecepatan aliran 112

V.6.2.5.3 Ketebalan dinding pipa 113

Page 9: TSA POLMAN

iv

V.6.2.6 Volume reservoir 113

V.6.2.7 Parameter penurunan tekanan 113

V.6.2.8 Tekanan kerja hidrolik 114

V.6.2.9 Parameter perpipaan 114

V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas. 115

V.7.1 momen tahanan yang harus dimiliki profil adalah 117

V.7.2 Pengecekan terhadap tegangan yang terjadi 117

V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi 118

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 121

VI.1 Kesimpulan 121

VI.2 Saran 122

DAFTAR PUSTAKA 124

LAMPIRAN A DAN B PERANCANGAN MEKANIK

LAMPIRAN C PERANCANGAN MEKANIK

LAMPIRAN D OTOMASI

Page 10: TSA POLMAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuntutan kualitas produk dengan daya saing tinggi berkorelasi terhadap

perkembangan teknologi yang cepat dan semakin ketatnya persaingan di berbagai sektor.

Peralatan yang dimili oleh suatu industri sebagai hasil guna penerapan teknologi

diharapkan mendukung kemampuan dan kecepatan produksi. Untuk beberapa proses

produksi, kebutuhan akan penggunaan peralatan tepat guna atau special purpose machine

menjadi faktor yang sangat menentukan.

Penggunaan peralatan/ teknologi tepat guna tersebut salah satunya adalah

penggunaan mesin yang dirancang khusus untuk memproduksi produk yang khusus pula,

sehingga diharapkan mesin tersebut mampu berproduksi dengan jumlah yang banyak,

waktu yang singkat dan kualitas yang baik.

Teknologi yang digunakan bermacam-macam mulai dengan menggunakan

microcontroller, logic control sampai menggunakan computer. Teknologi yang

berhubungan dengan proses otomatis terus berkembang seiring meningkatnya kebutuhan

kuantitas maupun kualitas. Contoh penggunaan mesin otomatis terdapat hampir di semua

sektor industri, salah satunya adalah perusahaan yang memproduksi pelat menjadi door

panel refrigator (pintu kulkas).

Perusahaan ini membutuhkan 5 (lima) stasion untuk proses pembentukan pelat

menjadi door panel refrigator (pintu kulkas) tipe A yang lay out produksinya tampak

seperti berikut :

stasion code 1 2 3 4 5

gambar I-1

loading Bend 2

Draw Pierce unloading punch Bend 1

Page 11: TSA POLMAN

2

o Loading

Tahap dimana pelat yang ukurannya telah ditentukan di pindahkan dari

tumpukan pelat-pelat (tempat penyimpanan) ke stasion 1, proses ini

menggunakan vacum clamper dan hanya aktif jika operator hendak memulai 1

(satu) kali proses pembentuka pelat.

o Stasion 1

Pada tahap ini berlangsung proses pelubangan bagian sisi-sisi pelat

menggunakan punching tool.

o Stasion 2

Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan bagian sisi-sisi pelat yang telah

dilubangi (┌─┐).

o Stasion 3

Pada tahap ini berlangsung proses pelipatan untuk yang kedua kalinya pada

bagian sisi-sisi pelat.

Semua uraian diatas merupakan stasion-stasion yang melakukan proses utama

dalam pembentukan pelat menjadi door panel refrigator (pintu kulkas), stasion 4 dan

stasion 5 di lewat ( skip ) langsung unloading.

Untuk jelasnya tahapan pembentukan pelat tipe A ini tampak seperti gambar di

bawah :

gambar I-2

Page 12: TSA POLMAN

3

Dalam tahap pengembangan/ modifikasi produk, industri tersebut akan

mengeksekusi produk tipe B yang terdiri dari 6 variasi produk berbeda (lihat gambar 1

lampiran B), tetapi memiliki lebar pelat yang sama (685 mm), sehingga dibutuhkan

station baru yang dapat mengeksekusi ke enam variasi produk diatas oleh satu mesin.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka industri harus membuat 1 (satu) unit

stasion baru yang didalamnya melibatkan proses piercing (1.1), proses drawing (1.2) dan

stasion yang dikosongkan (1.3) sehingga diharapkan unit baru ini dapat disisipkan

(mengambil alih) PUNCH stasion 1 awal pada line produksi yang ada, sehingga lay out

alur produksinya menjadi :

Gambar I-3

Dimasa mendatang, “ PUNCH stasion 1 “ untuk tipe A mungkin diletakkan di

stasion 1.3 sehingga tipe operasinya adalah :

Tipe loading 1.1 1.2 1.3 2 3 4 5 unloading

A √ − − √ √ √ − − √

B √ √ √ − √ √ − − √

Gambar I-4

1.1 1.2 1.3 loading Pierce unloading Draw Bend 2

Bend 1

Page 13: TSA POLMAN

4

1.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah

Karena perancangan stasion baru ini merupakan suatu sistem yang integrated,

maka pendekatan yang paling baik untuk menyelasaikan masalah tersebut adalah dengan

membagi sistem tersebut menjadi beberapa sub sistem, yaitu:

1. Rancangan tools

Rancangan ini akan mengembangkan desain press tools untuk proses piercing

pada pelat dan memberikan input untuk perhitungan-perhitungan sub sistem

lainnya.

2. Rancangan mekanik umum ( general mekanik )

Rancangan ini secara garis besar meliputi mekanisme konveyor dan sistem

transmisi yang akan berfungsi sebagai pembawa pelat yang akan di proses,

menjadi input untuk perhitungan rangka/ struktur yang akan berfungsi sebagai

tumpuan utama dari sistem serta input untuk perancangan kontrol

3. Rancangan kontrol

Rancangan ini akan mengontrol semua aktivitas sistem dalam proses

pembentukan pelat sesuai dengan variasi produk yang ingin di produksi.

1.4 Pembatasan Masalah dan Ruang Lingkup Kajian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut maka masalah-

masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah :

o Perancangan konstruksi mesin dan press tools hanya pada stasion satu

o Perhitungan perancangan yang akan dibahas meliputi perhitungan daya motor,

elemen transmisi, media kerja dan profil rangka berdasarkan ilmu kekuatan

bahan dan elemen mesin.

o Perancangan elektrik dan program PLC yang digunakan.

Page 14: TSA POLMAN

5

o Untuk perancangan press tools meliputi perhitungan dimensi tools dan gaya

potong.

o Untuk kecepatan relatif dari pergerakan konveyor diasumsikan ideal

1.5 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Untuk menghasilkan suatu rancangan mesin yang dapat melakukan proses

piercing dan drawing dengan menggunakan sistem konveyor sebagai pembawa

dan penepat (memposisikan) pelat yang ukurannya telah ditentukan sesuai

dengan urutan proses, dalam sub-line metal forming untuk produk DOOR

PANEL REFRIGATOR (PINTU KULKAS)

2. Dokumentasi yang dapat dijadikan bahan ajar dan studi banding untuk pihak-

pihak yang menghadapi masalah yang serupa (taransfer of knowledge)

1.6 Pengumpulan Data

Dalam pembuatan tugas akhir ini, data-data didapatkan melalui :

1. Visiting report Polman ke pihak pemesan

2. Studi literature

3. Katalog- katalog

1.7 Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembaca memahami alur permasalahan yang ada dalam

stasion 1 sub-metal forming produk door panel refrigator, maka penulisan karya tulis ini

terbagi menjadi beberapa bab yang disusun secara sistematis.

Page 15: TSA POLMAN

6

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan, pendekatan

penyelesaian dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, metoda, sistematika

pembahasan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini dijelaskan mengenai beberapa teori yang mendukung perancangan

mesin pada stasion baru.

BAB III MEKANISME KERJA MESIN

Dalam bab ini dijelaskan mengenai proses kerja mesin yang dijabarkan dalam

bentuk flowchart untuk salah satu variasi produk tipe B.

BAB IV ALTERNATIF

Dalam bab ini dibahas mengenai masalah-masalah yang mungkin muncul

terhadap rancangan yang telah direncanakan dalam penyusunan kerangka penyelesaian

masalah, sehingga dapat dipertimbangkan keuntungan serta kerugian dari rancangan yang

satu dengan yang lainnya melalui alternatif.

BAB V PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN

DATA

Dalam bab ini dilakukan pengolahan data dan perhitungan terhadap beberapa

komponen utama dalam perancangan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan tentang apa yang telah dibahas

pada bab-bab sebelumnya dan memuat saran-saran untuk pengembangan sistem dan

realisasi lebih lanjut.

Page 16: TSA POLMAN

7

BAB II LANDASAN TEORI

II.1. Proses Desain

Tahap proses desain dengan input dan outputnya dapat digambarkan dalam skema

berikut ini :

Gambar.II-1. Tahapan proses desain

Urutan logis diatas adalah pola baku. Dalam prakteknya dapat terjadi pengulangan

kembali tahap-tahap tertentu, umpan balik, pemasukan atau penyisipan input-input baru.

(Purwasasmita, 2000 : 101)

Skema diatas jika diterjemahkan lebih lanjut akan menghasilkan suatu tahap-tahap

desain yang harus dilalui yaitu :

1) mengidentifikasi/ merumuskan tugas desain yang bagaimanakah yang harus dipenuhi

pada tahap ini akan timbul banyak pertanyaan-pertanyaan karena masukan-masukan yang

tidak lengkap dan tidak terorganisir dengan baik (vague statement of what is needed),

sebagai gambaran pertanyaan yang harus timbul antara lain :

• apakah desain serupa pernah dibuat ?

• pengalaman/ pengetahuan apa yang dapat diperoleh ?

• faktor-faktor utama apa yang sangat menentukan untuk konstruksi ? (fungsi, berat,

harga, penampilan luar, keinginan khusus dari pembeli)

• standar-standar dan norma-norma manakah yang harus dipenuhi ?

Problem formulation ( rumusan )

Problem analysis

( analisis)

Search (pencarian)

Decision (keputusan)

Specification (spesifikasi)

Vague statement of what is needed

Broadmind of the problem

Details of The problem

Many partial solution mostly in concept form

Prefered solution through form

Product of

Page 17: TSA POLMAN

8

2) menentukan ukuran-ukuran utama dengan perhitungan kasar

biasanya tahap ini diawali dengan rancangan kasar yang berskala (problem formulation)

terhadap konstruksi yang akan di buat berlandaskan pada permintaan konsumen dan

perhitungan kekuatan bahan.

3) menentukan alternatif-alternatif desain konstruksi

pada tahap ini kita harus membuat alternatif-alternatif desain (broadmind of problem) dan

membandingkannya secara kritis (problem analysis). Pilihan terakhir didasarkan atas

pokok-pokok utama (details of the problem) sebagai berikut:

o fungsi yang dapat diandalkan

o dimensi mesin

o daya guna mesin yang efektif

o mudah dipakai, mudah distel dan mudah mengganti bagian-bagian yang aus,

pelumasan yang terjamin dan penyekatan yang baik

o biaya produksi yang rendah dan sebagainya

4) desain yang berskala

skala ukuran akan memeberikan suatu masukkan penting terhadap pertimbangan

konstruksi yang rasional . Berikutnya yang harus dipikirkan adalah sarana produksi dan

dan bahan-bahan yang akan dipakai. Bagian-bagian kritis diulang kalkulasinya. Seringkali

kita harus memakai bahan lain atau mencari alternatif konstruksi yang baru (search). Ini

harus dicatat dan digambar khusus secara terpisah.

5) memilih bahan

beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan bahan:

• bahan-bahan umum yang mudah didapat dipasaran seperti baja karbon diprioritaskan

pemakaiannya

• bahan-bahan khusus seperti baja paduan, non ferrous metal hanya digunakan jika

memenuhi tuntutan yang khusus

• bila kekerasan logam bertambah maka kehalusan permukaan dan ketahanan terhadap

keausan juga bertambah, tetapi biaya produksi ikut naik

• bentuk konstruksi yang memerlukan pengelasan, perlu diperhatikan apakah bahan

tersebut memiliki sifat mampu las yang baik.

Page 18: TSA POLMAN

9

6) bagaimana memproduksi

konstruksi dan cara pembikinan elemen-elemen yang dilibatkan dalam rancangan apakah

memungkinkan untuk diproduksi atau tidak, hal ini berkaitan dengan fasilitas produksi

yang tersedia.

7) mengamati desain secara teliti

setelah menyelesaikan disain berskala, konstruksi diuji berdasarkan pokok-pokok utama

yang menentukan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

a) perubahan sebuah pokok utama dapat mengubah desain secara menyeluruh

b) hasil konstruksi yang matang biasanya dicapai setelah dilakukan bermacam-macam

desain dan perbaikan- perbaikan (many partial solution mostly in concept form)

c) konstruksi yang terbaik (decision and prefered solution through form ) merupakan

hasil kompromi dari berbagai ragam tuntutan para pemakai.

8) merencana sebuah elemen; Gambar kerja bengkel (workshop blue print)

setelah merancang desain utama barulah ditetapkan ukuran-ukuran terperinci dari setiap

elemen. Gambar kerja bengkel harus menampilkan pandangan dan penampang yang jelas

dari elemen tersebut serta keterangan mengenai metoda-metoda khusus seperti: perlakuan

panas, pelapisan permukaan, sand blastin, coating dan sebagainya.

9) gambar lengkap dan daftar elemen

setelah semua ukuran-ukuran elemen dilengkapi, baru dibuat gambar lengkap dengan

daftar elemen-elemen. Setiap elemen diberi nomor sesuai dengan daftar.

II.2. Konveyor

II.2.1 Definisi

Konveyor adalah perlengkapan pemindah muatan/ material dalam mekanisme

penanganan bahan secara berkesinambungan.

II.2.2 Pembagian pokok perlengkapan penanganan bahan

Setiap kelompok perlengkapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Perlengkapan pengangkat adalah kelompok mesin dengan peralatan pengangkat yang

bertujuan untuk memindahkan muatan biasanya dalam satuan bac (batch).

Page 19: TSA POLMAN

10

Perlengkapan pemindah ialah kelompok mesin yang mungkin tidak mempunyai peralatan

pengangkat tetapi memindahkan muatan secara berkesinambungan.

Perlengkapan permukaan dan overhead adalah kelompok mesin yang mungkin juga tidak

dilengkapi dengan peralatan pengangkat dan biasanya menangani muatan dalam satuan bac

(batch).

Pengelompokan perlengkapan penanganan bahan (Materials Handling Equipment)

berdasarkan desainnya tampak pada gambar dibawah ini :

Gambar.II-2. Pengelompokan perlengkapan penanganan bahan

II.2.3 Sabuk konveyor

Umumnya sabuk dipakai untuk memindahkan daya dan putaran antara dua poros

yang sejajar, namun dalam hal ini sabuk harus juga berfungsi sebagai tumpuan beban

sekaligus memindahkannya. Perbedaan yang mendasar tampak seperti pada gambar berikut

ini :

Gambar.II-3. (a). belt sebagai pemindah daya ; (b). belt sebagai konveyor

PerlengkapanPenanganan

bahan

Perlengkapanpengangkat

Peralatan pemindahan (konveyor)

Perlengkapan permukaan

dan overhead

Mesin pengangkat

Crane

Elevator

Conveyor

Peralatan hidrolik

Peralatan pembantu

Truk tanpa rel

Forklift

System lintasan overhead

Page 20: TSA POLMAN

11

Pada gambar II.3.b. terlihat perbedaan yang jelas bahwa sabuk konveyor selain

berfungsi sebagai pemindah daya dan putaran, sekaligus juga harus mampu menahan/

membawa beban yang diangkutnya, sehingga pada beberapa keperluan khusus perlu

ditambahkan idler (support rollers) atau skid plate (pelat penunjang).

gambar II-4. Konstruksi ini sering dipakai untuk sabuk datar (flat belt)

II.3. General Mekanik

II.3.1 Transmisi sabuk gilir (timing belt)

Transmisi sabuk yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa

keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan mudah untuk mendapatkan

perbandingan putaran yang diinginkan. Namun demikian, transmisi sabuk tersebut

mempunyai kekurangan dibandingkan dengan transmisi rantai dan rodagigi, yaitu karena

terjadinya slip antara sabuk dan puli. Karena itu, macam transmisi sabuk biasa tidak dapat

dipakai bilamana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap dan

sinkronisasi gerakan.

II.3.1.1. Material/ Komponen penyusun

Sabuk gilir dibuat dari karet neopren atau plastik poliuretan sebagai bahan cetak,

dengan inti dari serat gelas atau kawat baja, serta gigi-gigi yang dicetak secara teliti di

permukaan sebelah dalam dari sabuk. Karena sabuk gilir dapat melakukan transmisi mengait

seperti rodagigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan putaran yang tetap dapat

diperoleh.

Tabel 1 pada lampiran A1 merupakan data teknis yang dikeluarkan oleh SDP/SI

(Stock Drive Products/ Sterling Instrumen) memperlihatkan contoh jenis-jenis sabuk dengan

keterangan materialnya.

Page 21: TSA POLMAN

12

II.3.1.2. Profil gigi

Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi kekurangan

tersebut yaitu sabuk gilir(1), variasi macam sabuk ini ditentukan oleh banyak faktor mulai dari

bentuk profil gigi, panjang, lebar, material dan tegangan tarik izinnya.

Profil gigi yang bervariasi ini (gambar 1-4 lampiran A1) sangat menyulitkan kita

dalam hal pemilihannya karena hampir tiap-tiap produsen mempunyai spesifikasi yang

berbeda, untuk mudahnya bentuk profil gigi yang akan dibahas dalam tulisan ini mengacu

pada catalog ContiTech.

Berdasrkan catalog ini profil gigi yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu tipe HTD

(High Torque Drive) dan STD (Super Torque Drive), perbedaan antara kedua tipe ini tampak

pada gambar II-5. dibawah ini:

profil gigi STD(2) profil gigi HTD(3)

dimana : t = kisar sabuk (pitch)

hs = tinggi total sabuk

ht = tinggi gigi

____________________________________________________________________ (1) sabuk gilir = sabuk positif (timing belt) = sabuk sinkron (synchronous belt)

(2) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 2848 mm

(3) panjang pitch maksimum sabuk Lw = 4578 mm

Page 22: TSA POLMAN

13

II.3.1.3. Definisi dan symbol

gambar II-6.

Simbol Satuan Definisi

a mm Jarak antar sumbu poros

b mm Lebar sabuk gilir

c0 ------ Penentuan awal total serpis faktor

c0 err ----- Faktor koreksi total serpis c1 ------ Faktor jumlah pasang gigi terkait c2 ------ Faktor beban

c3 ------ Faktor akselerasi/ percepatan

c4 ------ Faktor kelelahan (fatigue)

c5 ------ Faktor panjang sabuk

c6 ------ Faktor lebar sabuk

c6 err ------ Faktor perhitungan lebar

da mm Diameter luar puli (gilir)

dag mm Diameter luar puli yang besar

dak mm Diameter luar puli yang kecil

dw mm Diameter pitch puli (gilir)

dw1 mm Diameter pitch puli penggerak

dw2 mm Diameter pitch puli yang digerakkan

dwg mm Diameter pitch puli yang besar

dwk mm Diameter pitch puli yang kecil

f Hz Frekuensi dasar

Fstat N Gaya tarik statik sabuk

Page 23: TSA POLMAN

14

Fu N Gaya tarik efektif sabuk

Fv N Total beban poros

i ------- Rasio transmisi

k1 ---- Faktor beban tarikan sabuk

k2 ---- Serpis factor terikan sabuk

Lf mm Jarak rentang bebas

Lw mm Panjang pitch sabuk

m Kg/m Berat sabuk per m panjang

ms Kg/m.mm Berat sabuk spesifik per m panjang

dan mm lebar

n1 min-1 Kecepatan putar puli penggerak

n2 min-1 Kecepatan putar puli yang digerakkan

ng min-1 Kecepatan putar puli yang besar

nk min-1 Kecepatan putar puli yang kecil

P kW Daya yang akan ditransmisikan

PN kW Power rating untuk lebar efektif

sabuk

PR kW Power rating untuk lebar sabuk yang

dipilih

t mm Kisar gigi (pitch)

v m/s Kecepatan sabuk

z ---- Jumlah gigi sabuk gilir (timing belt)

z1 ---- Jumlah gigi puli penggerak

z2 ---- Jumlah gigi puli yang digerakkan

zg ---- Jumlah gigi puli yang besar

zk ---- Jumlah gigi puli yang kecil

α ° (derajat) Sudut inklinasi sisi sabuk

290 βα −=

β ° (derajat) Sudut kontak puli yang kecil

Page 24: TSA POLMAN

15

II.3.1.4. Data dan langkah-langkah desain sabuk gilir

Penggerak sabuk gilir dihitung melalui beberapa tahapan, pada bagian ini akan

dibahas semua rumus-rumus yang dibutuhkan untuk perhitungan:

Data penggerak yang diperlukan :

• Daya dan tipe dari motor penggerak (prime mover)

• Tipe pembebanan untuk mesin yang akan digerakan

• Kondisi kerja mesin

• Kecepatan putar motor dan mesin yang digerakkan

• Rasio transmisi

• Jumlah gigi atau diameter pitch puli penggerak dan yang digerakkan (pendekatan/

disesuaikan dengan space konstruksi)

• Jarak antar sumbu poros (pendekatan/ disesuaikan dengan space konstruksi)

Langkah-langkah perhitungan:

1 Menentukan total serpis faktor c0

Total serpis faktor c0 ditentukan oleh penjumlahan:

Faktor beban c2 dari tabel 2 pada lampiran A1

Faktor akselerasi c3 dari tabel 3 pada lampiran A1

Faktor kelelahan c4 dari tabel 4 pada lampiran A1

4320 cccc ++= .........................................................................................................(1)

2 Pemilihan pitch t sabuk gilir

Pitch t sabuk gilir ditentukan berdasarkan

- Daya yang akan ditransmisikan, P

- Total serpis faktor, c0

- Kecepatan putar puli yang kecil, nk

Diagram pemilihan pitch sabuk berdasarkan faktor-faktor di atas untuk tipe HTD 8M

dan 14M termasuk juga untuk tipe STD S 8M, diberikan dalam gambar 5 pada

lampiran A1.

Page 25: TSA POLMAN

16

3. Menentukan diameter pitch dw dan Jumlah gigi z sabuk gilir

Diameter pitch dw dihitung berdasarkan harga minimum dan maksimum dari data

desain yang sesuai dengan daya transmisi yang dibutuhkan.

Diameter dan jumlah gigi untuk HTD dan STD puli gilir diberikan pada tabel 13, 14

dan 15 pada lampiran A1.

4. Menghitung panjang pitch Lw dan jarak antar sumbu a

panjang pitch Lw sabuk gilir dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:

panjang yang standard dari sabuk gilir ini dapat dilihat pada tabel 11 untuk tipe HTD

dan tabel 12 untuk STD pada lampiran A1.

Jarak antar sumbu a, dipilih berdasarkan panjang sabuk dan jumlah gigi puli tertentu,

dan dapat dihitung menggunakan rumus:

Untuk ratio transmisi i = 1, rumus yang digunakan adalah:

5. Menentukan faktor jumlah pasang gigi terkait c1 dan faktor panjang sabuk c5

Kedua faktor ini harganya dapat dilihat langsung pada tabel 5 dan 6 lampiran A1.

6. Menentukan lebar b sabuk gilir

Pentingnya lebar sabuk gilir diberikan oleh harga serpis faktor, faktor jumlah pasang

gigi terkait dan faktor panjang. Pada gilirannya semua faktor itu akan tergantung pada

…………………………………………………….……….. (2)

…………………………….. (3)

…. (4)

…………………………………. (5)

Page 26: TSA POLMAN

17

- Daya yang akan ditransmisikan, P dan

- Kapasitas daya yang ditransmisikan PN untuk lebar efektif sabuk

Kapasitas daya yang ditransmisikan PN untuk CONTI SYNCHROFORCE CXA III

Heavy-Duty Timing Belts jenis HTD dan STD dapat dilihat pada tabel 7 dan 9

lampiran A1.

Kapasitas daya yang ditransmisikan PR untuk lebar sabuk yang dipilih dan lebarnya

tidak standard (b>20 mm) atau berada diantaranya dihitung dengan mengalikan

kapasitas daya yang ditransmisikan diatas dengan faktor lebar sabuk c6 yang ada pada

tabel 8 dan 10 pada lampiran A1

[ ]kWcPP NR 6⋅=

Syarat ke-1 lebar sabuk gilir dapat dipakai sesuai dengan kapasitas daya yang

ditransmisikannya , jika factor c6 yang telah ditentukan sebelumnya lebih besar dari

faktor perhitungan lebar c6 err

Selanjutnya syarat ke-2 pengecekan dilakukan terhadap gaya efektif yang diizinkan

untuk lebar dan jenis sabuk yang digunakan sehingga Fu < Fu-zul, lihat tabel 16

lampiran A1.

Total serpis faktor, dihitung setelah lebar sabuk dipilih, yaitu:

7. Menghitung total beban pada poros Fv

gambar II-7.

………..……………………………………………. (6)

………..…………………………………… (7)

………..……………………………………….. (8)

Page 27: TSA POLMAN

18

Pembebanan sabuk gilir terhadap poros dihitung berdasarkan kecepatan putar puli

yang kecil nk (output) atau berdasarkan kecepatan linier v sabuk dan daya yang akan

ditransmisikan P. Faktor beban gaya tarik sabuk k1 ditentukan oleh kondisi operasi

dari mesin (lihat tabel 1-a lampiran A2), sedangkan jika lebar sabuk yang dipilih

mengharuskan untuk memilih lebar yang lebih besar dari lebar standard (20 mm)

maka beban poros harus di naikkan dengan serpis faktor gaya tarik sabuk k2 (lihat

tabel 1-b lampiran A2). sehingga gaya yang terjadi pada poros adalah:

][2sin..10

....

2sin..10.60

.

3

21

6

21 Nv

Pkk

nzt

PkkF

kkv

ββ

== ………………................... (9)

8. Daerah penyetelan

Sama halnya seperti pada sabuk-V, suatu daerah penyetelan yang tampak pada gambar

II.3.d diperlukan baik ke dalam maupun keluar, untuk memudahkan pemasangan,

pembongkaran, dan pengaturan tegangan pada waktu operasi.

gambar II-8

Daerah penyetelan standard ke kedua arah Ci dan Cs diberikan dalam tabel 2

(lampiran A2)

9. Pengecekan tegangan pada saat pemasangan

Tegangan yang terlalu besar akan membuat permukaan sabuk gilir aus dan intinya

terkelupas keluar, yang selanjutnya akan memperpendek umurnya. Sebaliknya, jika

sabuk terlalu kendur maka sabuk akan bekerja dengan tumbukan yang terus-menerus

antara gigi sabuk dan gigi puli yang tidak menutup kemungkinan terjadi peloncatan

(slip).

Page 28: TSA POLMAN

19

gambar II-9

Tegangan yang sesuai dapat diperoleh dengan menimbang, dimana gaya tarik tertentu

(lihat tabel 3 lampiran A2) dikenakan pada tengah-tengah rentangan sabuk sehingga

diperoleh jarak defleksi yang sesuai dengan hasil perhitungan (gambar II.9)

II.3.2 Pemilihan Motor

II.3.2.1 Motor induksi

Motor induksi adalah suatu motor yang mempunyai konstruksi yang sederhana, kasar

dan harga relatif murah. Sifat – sifat ini diakibatkan karena secara fisik rotornya tidak

terhubung ke sumber tegangan eksternal. Motor – motor induksi dengan ukuran kecil banyak

dipakai untuk fan, mesin cuci dan lain – lain. Motor induksi 3 fasa banyak dipakai di industri.

II.3.2.1.1 Konstruksi Umum

Konstruksi stator dari motor induksi di buat dari besi bundar yang berlapis – lapis dan

slot – slot yang terletak di sekeliling rotor. Rotor dari motor induksi tersusun atas silinder

yang berlapis – lapis dengan slot – slot dipermukaannya. Belitan dalam slot – slot ini ada 2

macam. Kebanyakan yang umum dipakai adalah belitan squirel cage, yang tersusun atas

batangan – batangan tembaga berat yang kedua ujungnya terhubung bersama dengan ring

yang terbuat dari tembaga atau kuningan. Pada motor induksi 3 fasa ini, 3 belitan ditempatkan

masing – masing dengan jarak 120o listrik.

Page 29: TSA POLMAN

20

Gambar II-10. potongan melintang motor induksi

II.3.2.1.2 Pengaturan kecepatan motor induksi

Pengaturan kecepatan singkron motor induksi dapat diubah dengan cara :

1. Pengubahan jumlah kutub. Metoda ini hanya mengubah kecepatan motor induksi secara

diskrit dan jumlah kutub harus bilangan bulat. Salah satu cara yang nyata untuk mengubah

– ubah jumlah kutub adalah dengan membuat beliatan sendiri – sendiri pada setiap jumlah

kutub, dengan sebuah saklar pemilih.

2. Pengubahan frekuensi, pada metode ini memungkinkan pengubahan kecepatan yang

kontinyu; slip dapat dijaga tetap kecil untuk mempertahankan efisiensi. Supply dengan

frekuensi yang berubah – ubah bisa didapatkan dari fixed frekuensi AC melalui solid –

state frekuensi converter atau inverter. Dalam hal penggunaan sebagai penggerak dengan

kecepatan yang bisa di ubah – ubah.

3. Pengubahan resistansi rotor. Penambahan tahanan r akan menambah slip s, denagn

demikian akan mengurangi kecepatan rotor untuk torsi beban yang diberikan.

4. Kontrol slip dengan piranti tambahan. Bila diperlukan kerja kontinyu pada slip yang tinggi

untuk tujuan kontrol kecepatan, daya slip bisa diambilkan dari rangkaian rotor dan

dikembalikan ke main melalui sebuah frequency converter.

5. Kontrol tegangan jala – jala. Sebuah metode untuk megubah – ubah slip, yang bisa

digunakan pada motor – motor dengan rotor sangkar, adalah dengan mengubah – ubah

tegangan stator.

Page 30: TSA POLMAN

21

II.3.2.1.3 Prinsip kerja motor induksi

Perputaran medan yang di bangkitkan di stator menginduksikan e.m.f (electronic

magnetic force) didalam rotor. Arus rotor yang disebabkan induksi ini menimbulkan medan

magnet. Interaksi antara dua medan magnet menyebabkan rotor berputar. Ketika sumber AC

diberikan kebelitan stator, suatu perputaran medan magnet dibangkitkan. Perputaran medan

ini memotong batang – batang rotor dan menginduksikan arus didalamnya. Arus yang

diinduksikan ini membangkitkan medan magnet disekitar konduktor rotor, yang akan

berusaha untuk menyamakan dengan medan stator. Sesuai dengan hukum faraday tentang

induksi elektromagnetik

II.3.2.2 Gaya tahanan sabuk

C

BA

w

gambar II-11

II.3.2.2.1 Gaya tarik sabuk ( tF )

Lihat segitiga ABC, jika sudut defleksi dibatasi sampai °= 10α maka untuk

menahan berat benda yang dibawa, sabuk harus memiliki kekuatan tarik

gambar II-12.

αsinwFt = ……………………………………................................................................… (10)

BA

w

Ft

α

C

Page 31: TSA POLMAN

22

II.3.2.2.2 Momen tahanan (T)

Jika gaya tahanan rata-rata sabuk yang menarik adalah tF [N], diameter puli adalah D

[m], dan kecepatan konveyor adalah v [m/det], maka momen puntir tahanan tT [Nm] adalah

2.DF

T tt = …………………………………………………………………………………(11)

II.3.2.3 Daya Motor Sementara

Putaran n (rpm) dari puli penggerak adalah

)./( Dvn π= ……………………………………………………………………………. (12)

Dengan efisiensi mekanis sebesar η , maka daya rata-rata yang diperlukan adalah

][.9550

. kWnTPη

= ............................................................................................................. (13)

Pilihlah untuk sementara data mP (kW) dan jumlah kutub (p) dari suatu motor standar

yang lebih besar dari daya diatas pada lampiran tabel 7 lampiran C.

II.3.2.4 Momen Percepatan ( aT )

Bagilah bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat dari 0 hingga mencapai

kecepatan v pada waktu start. Secara garis besar untuk kasus konveyor ini besarnya momen

percepatan dihasilkan dari dua gerakan utama yaitu akibat pergerakan translasi dan akibat

gerakan rotasi, untuk jelasnya kedua perbedaan tersebut tampak pada gambar II-13 dibawah

ini

Page 32: TSA POLMAN

23

Gambar II-13

bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat pada waktu start dapat dibagi atas :

komponen yang bergerak lurus

1. pelat yang dibawa (2.0)

2. bagian linier sabuk gilir (2.3)

3. bagian linier sabuk gilir dengan sudut terhadap landasan (2.2)

komponen yang bergerak rotasi

1. bagian puli transmisi (2.1)

2. bagian puli konveyor (2.4)

3. poros (2.5)

4. puli transmisi (2.6)

5. puli konveyor (2.7)

II.3.2.4.1 Gerak translasi

• Arah horizontal

gesekanamF += .

bagian yang bergerak horizontal ini terdiri dari pelat dan sebagian sabuk, jika menggunakan

sabuk gilir maka gesekan yang terjadi kecil atau dapat diabaikan sehingga

( ) RammT .3.20.2 +=

karena bagian sabuk gilir yang bergerak horizontal ini ada dua bagian yang berpasangan maka

Page 33: TSA POLMAN

24

( ) RammT ..2 3.20.2 += …………………………………..…………………………………(14)

• Arah menanjak (menyudut)

gravitasigayagesekanamF _. ++=

jika sudut yang terbentuk β, gaya gesekan diabaikan maka

( )[ ]RgamT .sin..2.2 β+= ……………................................................................................ (15)

II.3.2.4.2 Gerak rotasi

• Rotasi murni

2..21 RmJ = …………………..................................…………............................................(16)

ατ .JΣ=

Ra

=α ………………………………………….…….………………………………….(17)

untuk kasus seperti gambar II.3.f maka maka besarnya torka :

1. pada puli transmisi

( )ατ ..2 6.21.2 JJ += ……………….…….…………………………………….…(18)

2. pada puli konveyor termasuk poros

( )ατ ..2.4.2 5.27.24.2 JJJ ++= …………….……………………………………..(19)

• Akibat pengaruh gerak relative beban

Gambar II-14

Page 34: TSA POLMAN

25

Jika satu putaran puli menggerakkan beban (pelat ) sejauh L maka besarnya torsi adalah:

20.20.2 ..

21 RmJ =

ατ .0.2J= ………………………………………………………………………………... (20)

II.3.2.4.3 Total momen percepatan

Besarnya torsi yang dibutuhkan oleh system adalah :

Total torsi = torsi akibat gerak translasi + torka akibat gerak rotasi

( )τ+Σ= TTa ………………………………………...…………………………………..(21)

II.3.2.5 Momen Awal Motor

Dalam keadaan pembebanan secara maksimum, momen puntir yang diperlukan untuk

start adalah

ad TTT += ………………………………………………………………………………. (22)

II.3.2.6 Daya Motor Yang Dipilih

Jika output nominal motor adalah mP (kW) sebagai hasil pilihan sementara pada

in (rpm), maka besarnya momen pada beban penuh FT [Nm] adalah

1

.9550n

PT M

F = …………………………………………………………………………… (23)

Daya motor yang dipilih harus lebih besar dari daya yang dibutuhkan, untuk kecepatan

putar sudut yang sama maka Torsi motor (TF) harus lebih besar dari torsi yang kita butuhkan

(rancang) oleh karana itu

Page 35: TSA POLMAN

26

TF > Td

Sehingga daya motor yang dipilih adalah

ηπ.6120..2. nT

P FR = ..................................................................................................................... (24)

II.4 Inverter

Inverter biasanya terdapat pada suatu rangkaian kontrol pengatur kecepatan putar

suatu motor. Secara garis besar rangkaian kontrol pengatur kecepatan dapat digambarkan

dengan suatu diagram seperti dibawah ini :

Gambar II-15. Diagram blok pemasangan inverter

Fungsi inverter ini yaitu mengubah arus DC menjadi arus AC sekaligus mengatur

besarnya frekuensi arus tersebut. Arus yang memiliki variasi frekuensi ini akan menjadi

input motor. Dengan pengaturan frekuensi maka akan dihasilkan kecepatan motor yang

bervariasi sesuai yang di inginkan. Selain itu pengaturan acceleration, desceleration dan

pengereman pada motor dapat diatur melaui inverter. Begitu juga pengaturan torsi pada

kecepatan rendah sehingga kondisi torsi bisa besar pada kecepatan rendah.

R S T

Inverter U V W

M

Page 36: TSA POLMAN

27

II.5 Pemilihan poros dan pasak

II.5.1 Diagram benda bebas (DBB)

Komponen-komponen pilihan yang menjadi bagian dari suatu mesin sehingga mesin

atau komponen tersebut dapat memenuhi fungsinya secara proporsional dan aman, merupakan

kriteria yang paling penting dalam perancangan mesin. Untuk kebanyakan kasus, berdasarkan

ilmu perhitungan kekuatan bahan dihitung beban nominal dan tegangan yang diijinkan

sehingga dapat ditentukan ukuran-ukuran komponen yang diperlukan pada tempat-tempat

kritis dimana kemungkinan kegagalan desain akan terjadi.

Sebuah perhitungan kekuatan bahan akan bermanfaat, bila kondisi kerja dan

pembebanan yang timbul untuk komponen tersebut mendekati kenyataan, sebagai langkah

pendekatan untuk mencapai kondisi tersebut maka langkah awal dari setiap penyelesaian

masalah dalam penulisan ini diperoleh dari pengandaian bahwa semua struktur dan bagian

struktur yang ditinjau adalah statis tertentu, yakni semua gaya luar yang bekerja pada benda

dapat dapat ditentukan dengan syarat kesetimbangan (ΣF=0 ; ΣM=0).

Kedua syarat ‘ perlu dan cukup ‘ harus bersama-sama dipenuhi untuk mendapatkan

kesetimbangan benda. Dalam analisa kesetimbangan perlu diperhatikan suatu sistem mekanik

dimana dapat digambarkan secara jelas dan lengkap semua gaya yang bekerja pada benda

tersebut. System ini harus diisolasi dari bagian/sistem lainnya yang ada disekitarnya disebut

BENDA SETIMBANG BEBAS (FREE BODY).

II.5.2 Faktor Keamanan (Factor of Safety)

Istilah faktor keamanan adalah faktor yang digunakan untuk mengevaluasi keamanan

dari suatu bagian mesin. Katakanlah, sebuah elemen mesin diberi efek yang kita sebut sebagai

F. Kita umpamakan bahwa F adalah suatu istilah yang umum dan bisa saja berupa suatu gaya,

momen puntir, momen lentur, kemiringan, lendutan, atau semacam distorsi. Kalau F

dinaikkan, sampai suatu batas tertentu, sedemikian kalau dinaikkan lagi sedikit saja, akan

mengganggu kemampuan bagian mesin tersebut dalam memenuhi fungsi sebagaimana

mestinya. Kalau kita nyatakan batasan ini, sebagai batas akhir dari F adalah Fu, maka faktor

keamanan dapat dinyatakan sebagai

Page 37: TSA POLMAN

28

FF

n u= atau nS

S ua =

dimana uS adalah harga pembatas/kekuatan akhir (ultimate strength) dan aS adalah

tegangan izin (allowable strength). Tentu saja kalau uS suatu kekuatan geser maka aS

haruslah suatu tegangan geser, jadi keduanya harus konsisten.

Bila F sama dengan Fu, maka n = 1 sehingga pada kondisi ini tidak ada keamanan

sama sekali, karena alasan ini suatu faktor keamanan dengan n > 1 tidak menghalangi

terjadinya kegagalan.

Tegangan geser yang diizinkan aτ [N/mm2] untuk pemakaian umum pada poros dapat

diperoleh dengan berbagai cara. Berdasarkan perumusan faktor keamanan (n) tersebut diatas,

maka

nSsy

a =τ

berdasarkan teori tegangan geser maksimum syS = 0,5. yS sehingga

nS y

a .2=τ ............................................................................................................................ (25)

dimana:

=syS kekuatan mengalah torsional (torsional yield strength)

=yS kekuatan mengalah (yield strength)

n = harga faktor keamanan – lihat tabel 1 pada lampiran E

II.5.3 Perencanaan poros terhadap beban statis

Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan

demikian tegangan-tegangan pada permukaan poros bulat pejal yang terjadi karena

pembebanan gabungan dari lenturan dan puntiran adalah

3..32

sx d

σ = 3..16

sxy d

τ = ……………………………………………………........…(26)

Page 38: TSA POLMAN

29

dimana xσ = tegangan lentur

xyτ = tegangan puntir/ geser

sd = diameter poros

M = momen lentur pada penampang kritis

T = momen puntir pada penampang kritis

Dengan menggunakan lingkaran mohr didapat bahwa tegangan geser maksimum adalah

22

max 2 xyx τ

στ +⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛= ...................................................................................................(27)

Dengan mensubstitusikan xσ dan xyτ dari persamaan (26) pada persamaan (27) memberi

223max .1,5 TM

d s

+=τ .......................................................................................................(28)

Beban yang bekerja pada poros umumnya adalah beban berulang. Jika day diteruskan

oleh oleh sabuk, maka tumbukan dapat diserap oleh sabuk itu sendiri, sehingga poros dapat

dibuat sedikit lebih kecil. Bila daya diteruskan oleh roda gigi atau rantai, maka tumbukan

akan dikenakan langsung pada poros sehingga kondisi pembebanannya akan lebih berat.

Dari persamaan (25) besarnya maxτ yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan

geser yang diizinkan aτ , sehingga

( ) ( )31

22 ...1,5⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛≥ TCMCd tm

as τ

.....................................................................................(29)

Persamaan (29) adalah rumus koda ASME (American Society of Mechanical

Engineers), dan seperti yang diperlihatkan oleh proses penurunannya, ia didasarkan pada teori

kegagalan geser maksimum. Dalam koda tersebut, momen lentur M dan momen puntir T

dikalikan dengan kombinasi faktor-faktor kejutan dan lelah, harga-harga mC dan tC yang

disarankan terdaftar pada tabel 1 lampiran E.

Page 39: TSA POLMAN

30

Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada poros harus dibatasi

juga. Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya

defleksi puntiran dibatasi sampai 0,25 atau 0,3 derajat.

Jika sd adalah diameter poros (mm), θ defleksi puntiran (º), l panjang poros (mm), T

momen puntir [N.mm], dan G modulus geser [N/mm2], maka:

4...584

sdGlT

=θ ................................................................................................................... (30)

II.5.4 Perencanaan pasak

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian

mesin seperti roda gigi, sproket, puli dan kopling pada poros. Momen diteruskan dari poros ke

naf atau dari naf ke poros.

Pasak benam adalah salah satu jenis dari pasak yang umum dipakai karena dapat

meneruskan momen yang besar. Pada pasak yang rata (sejajar), sisi sampingnya harus pas

dengan alur pasak agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Ukuran dan bentuk standar

pasak diberikan dalam lampiran F. Untuk pasak, umumnya dipakai bahan st 50 atau st 60,

lebih kuat dari porosnya. Kadang-kadang sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak,

sehingga pasak akan lebih dahulu rusak dari pada poros atau nafnya. Ini disebabkan harga

pasak yang murah serta mudah menggantinya.

Jika torsi rencana dari poros adalah T [N.m], dan diameter poros adalah sd , maka

gaya tangensial F [N] pada permukaan poros adalah

)(.2

sdTF = ............................................................................................................................. (31)

Menurut lambang pasak yang diperlihatkan dalam gambar II-16, gaya geser bekerja

pada penampang mendatar b x l [ 2mm ] oleh gaya F. Dengan demikian tegangan geser τ

)/( 2mmN yang ditimbulkan adalah

lbF.

=τ ..................................................................................................................................(32)

Page 40: TSA POLMAN

31

Dari tegangan geser yang diizinkan aτ )/( 2mmN , panjang pasak l [mm] yang

diperlukan dapat diperoleh.

abFlτ.

≥ .............................................................................................................................. (33)

gambar II-16

Selanjutnya, perhitungan untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak

karena tekanan bidang juga diperlukan.

Gaya keliling F [N] yang sama seperti tersebut di atas dikenakan pada luas permukaan

samping pasak. Kedalaman alur pasak pada poros dinyatakan dengan 1t , dan kedalaman alur

pasak pada naf dengan 2t . Abaikan pengurangan luas permukaan oleh pembulatan sudut

pasak (lihat lampiran F). Dalam hal ini tekanan permukaan p ]/[ 2mmN adalah

)..( 21 tatautlFp = …………………………………………………………………….…… (34)

Dari harga tekanan permukaan yang diizinkan ap [N/mm2], panjang pasak yang diperlukan

dapat dihitung dari

)..( 21 tatautpFl

a

≥ ............................................................................................................... (35)

Page 41: TSA POLMAN

32

Harga ap adalah sebesar 80 [N/mm2] untuk poros dengan diameter kecil, 100

[N/mm2] untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk

poros berputaran tinggi.

Pengecekan terhadap hasil akhir dalam perencanaan pasak ini, panjang pasak jangan

terlalu panjang sebaiknya 75 – 150 % dari diameter poros, karena pasak yang terlalu panjang

tidak dapat menahan tekanan yang merata pada permukaannya sehingga

5,175,0 ≤≤sd

l .................................................................................................................. (36)

II.6 Hidrolik

Hidrolik adalah teknologi yang digunakan untuk kontrol dan transmisi gaya dengan

menggunakan fluida sebagai media pemindah gaya. Saat ini, hidraulik telah menjadi salah

satu perkembangan industri. Hal ini disebabkan hidraulik digunakan untuk menekan (push),

menarik (pull), mengatur (regulate), atau virtual driver dari semua mesin industri moderen.

Ilmu teknik ini berkaitan dengan tekanan fluida dan aliran fluida. Hubungan antara tekanan,

luas permukaan, kecepatan, gaya dan aliran fluida dinyatakan dalam rumus dibawah ini :

P= F/A ………………...(37)

Gambar II-17. Diagram sirkuit hidrolik

Page 42: TSA POLMAN

33

Pada penerapannya di industri, sistem hidrolik ini memiliki komponen – komponen

penting diantaranya :

II.6.1 Directional control valve

Valve atau katup adalah peralatan yang menerima perintah untuk menentukan arah

penerusan gaya hidrolik. Jenis aktuasi untuk menentukan arah aliran fluida ini bisa normally

close ataupun normally open

II.6.2 Pompa hidrolik

Alat yang digunakan untuk mengkonversikan energi mekanik ke dalam energi

hidrolik. Pada pemilihan jenis pompa ini harus disesuaikan dengan tekanan yang ingin

dihasilkan dari aktuator. Bentuk pompa, kemampuan pengoperasiannya, kemudahan dalam

perawatan, biaya dan pompa noise. Selain itu perlu juga di perhatikan masalah efiesiensi

pompa dan perhitungan daya dan debit pompa.

Ppompa = m g h + P2 V ………………(38)

Gambar II-18. Pompa Hidrolik

II.6.3 Aktuator

Biasanya berupa silinder yang berfungsi untuk memindahkan energi hidrolik ke

dalam gaya atau perpindahan linear mekanik. Jenis aktuator yang digunakan adalah silinder

aksi ganda. Pada aktuator yang harus diperhitungkan adalah gaya piston maju, gaya piston

mundur, volume maju dan volume mundur, Debit gerakan maju serta tekanan kerja pada

hidrolik.

Page 43: TSA POLMAN

34

a. Gaya Maju :

Fmaju = Pa d2 .0,785.ή ………………….…(39)

100

b. Gaya Mundur :

Fmundur = Pa (dp2

– dr2).0,785. ή .….. ………………(40)

100

c. Debit gerakan Maju :

Qmaju = V. d2 . 0,785 ……………………(41)

d. Volume Maju :

Vmaju = A.L ……………………(42)

e. Volume mundur

Vmundur = Vmaju – Vrod ……………………(43)

f. Tekanan kerja hidrolik

Tekanan kerja hidrolik (Wp) = Psilinder.(1+HL) ……………………(44)

II.6.4 Pengontrol aliran

Pengontrolan aliran digunakan untuk mengontrol aliran fluida dari satu komponen

dari sistem ke komponen yang lain. Selain itu juga berfungsi untuk memberikan batas

maksimum dari aliran fluida di aktuator dan motor hidrolik

II.6.5 Pengontrolan tekanan

Energi hidrolik dihasilkan selama motor yang mengendalikan pompa bekerja dan

tekanan hidrolik dihasilkan oleh pompa. Jika tidak dikontrol maka aliran akan terus menerus

terjadi dan menyebabkan tekanan yang dihasilkan menjadi terlalu besar. Pengontrolan tekanan

ini berfungsi untuk pengaman sistem terhadap terjadinya kelebihan tekanan dan untuk

mengatur besarnya tekanan kerja yang diharapkan

II.6.6 Motor

Motor hidrolik mengkonversi energi hidrolik menjadi torsi dan dari torsi akan

diubah menjadi daya yang dibutuhkan oleh sistem untuk menggerakan rod aktuator.

Kecepatan motor diatur berdasarkan spesifikasi ukuran yang digunakan. Pada kenyatannya

Page 44: TSA POLMAN

35

pompa hidrolik dapat juga berfungsi sebagai motor. Kecepatan motor hidrolik dinyatakan

dalam satuan revolution per minute (rpm).

II.6.7 Reservoir

Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan, penyaringan udara dan fluida

hidrolik, menghilangkan panas. Gambar dibawah menunjukan reservoir dan penjelasan

Gambar II-19. Reservoir

II.7 Pneumatik

Pneumatik berasal dari kata Yunani yaitu pneuma yang berarti udara. Oleh karena itu

pneumatik merupakan ilmu yang berkaitan dengan udara (Polman, Pneumatik, 1992).

Pneumatik bekerja dengan memanfaatkan udara yang dimampatkan. Udara tersebut

kemudian akan didistribusikan kepada sistem yang akan digunakan.

Page 45: TSA POLMAN

36

II.7.1 Tekanan Udara

Diagram di bawah ini menunjukan variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir.

KPa (bar)

Absolute Gauge

Pressure abp Pressure gp

Atmospheric

Pressure

barpatm 1≈

Vacuum yp

0

Gambar II-20. Variasi tekanan relatif terhadap tekanan atmosfir

Pada dasarnya tekanan udara di atmosfir ini tidak tetap, tergantung dari lokasi geografi

dan cuaca. Tekanan udara dikatakan vacuum jika tekanan di dalamnya lebih kecil dibanding

tekanan di atmosfir. Jadi daerah vacuum ini dibatasi dengan garis nol dibawahnya serta garis

tekanan atmosfir diatasnya (Polman, Pneumatik, 1992).

Pada ruang tertutup fluida akan menekan dengan kekuatan yang sama ke segala arah

dan bekerja tegak lurus terhadap bidang (Ranald V.Giles, Mekanika Fluida & Hidraulika,

1976).

Tekanan didefinisikan sebagai gaya berbanding dengan luas penampang dimana gaya

itu didistribusikan (Harry L Stewart and John M Santos, Fluid Power, 1996).

1F 2F

1A 2A

21 AA >

21 FF >

Gambar II-21. Hubungan dalam bejana berhubungan

Page 46: TSA POLMAN

37

II.7.2 Fluida Gas

Fluida gas adalah fluida yang mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

- Memiliki massa

- Tidak berwujud

- Menekan ke segala arah

- Dapat dimampatkan

II.7.3 Karakteristik Gas

a. Hukum Boyle-Mariotte’s (Hubungan antara tekanan dan volume)

Volume suatu gas pada ruangan tertutup, dengan massa dan temperatur tertentu yang

tetap, akan berbanding terbalik dengan tekanan yang terjadi.

CVpVpVp === 332211 ... ………………………………(45)

V1 V2

p1 p2

Gambar II-22. Hubungan antara tekanan dan volume

b. Hukum Charles

Suatu gas dalam ruangan tertutup volumenya akan berubah bila terjadi perubahan

temperatur T, dengan kata lain perbandingan antara volume V dengan temperatur T

akan selalu konstan.

Page 47: TSA POLMAN

38

1221 .. TVTV = …………………………………………(46)

0C 0C

Gambar II-23. Hubungan antara temperatur dengan volume

c. Hukum Gay-Lussac

Hukum Gay-Lussac merupakan perpaduan antara hukum Boyle dan Charles yang

menyatakan bahwa apabila volume gas dijaga konstan maka tekanan pada gas akan

berbanding lurus dengan temperatus absolutnya..

211221 ;.. VVTpTp == …………………………….…(47)

II.7.4 Konsep dasar sistem pneumatik

Pneumatik merupakan sistem yang digunakan untuk menggerakan aktuator yang

memanfaatkan udara bertekanan sebagai pembawa sinyal.

Menurut P. Croser (1989), sistem pneumatik terdiri dari :

1. Kompresor, berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi potensial

pneumatik.

2. Katup, digunakan untuk mengontrol arah pergerakan udara bertekanan ke aktuator.

Page 48: TSA POLMAN

39

3. Katup pengatur tekanan dan aliran, digunakan untuk mengontrol besarnya tekanan dan

aliran udara aktuator.

4. Aktuator, berfungsi untuk mengubah enegi potensial dari udara bertekanan menjadi

energi mekanik yang dibutuhkan.

5. Penghubung, digunakan untuk menghubungkan udara bertekanan ke berbagai macam

sistem komponen.

II.7.5 Sistem Distribusi Udara

Pendistribusian udara dalam sistem pneumatik ini harus dipertimbangkan agar tidak

terjadi kegagalan fungsi dari sistem pada saat beroperasi. Aspek – aspek yang harus

dipertimbangkan adalah persiapan terhadap :

a. jumlah udara yang dibutuhkan

b. jenis kompresor yang digunakan

c. penempatan yang baik

d. tingkat kelembaban yang diterima

e. kebutuhan pelumasan

f. tekanan yang dibutuhkan

Komponen pneumatik yang berfungsi untuk mengatur aliran udara dari sumbernya

disebut air service, yang merupakan kombinasi dari :

1. Compressor air filter, berfungsi sebagai penyaring kotoran dari aliran udara yang

melewatinya.

2. Compressor air regulator, berfungsi agar tekanan udara dari sumber bisa tetap terjaga.

3. Compressor air lubricated, berfungsi memberikan pelumasan pada sistem

pendistribusian udara.

II.7.6 Aktuator

Jenis – jenis aktuator pada sistem pneumatik :

1. Aktuator gerakan rotari

Contoh dari aktuator jenis ini adalah :

a. Motor yang digerakan oleh udara.

b. Aktuator yang berputar.

Page 49: TSA POLMAN

40

2. Aktuator gerakan linier

Contoh dari aktuator jenis ini adalah silinder, dimana silinder gerakan linier ini

mempunyai dua jenis yaitu :

a. Silinder akksi tunggal (single acting) adalah silinder yang salah satu

pergerakannya linier maju atau mundur digerakan oleh udara dan mundur atau

mejunya digerakan oleh pegas.

b. Silinder aksi ganda (double acting) adalah silinder yang kedua pergerakan

linier maju dan mundurnya digerakan oleh udara.

3. Aktuator gerakan linier dan rotari

Aktuator ini merupakan gabungan dari aktuator gerakan linier dan rotari. Biasanya

jenis aktuator ini mempunyai fungsi tertentu dan secara konstruksi sistem

pergerakan linier dan rotarinya tidak dapat dipisahkan, contohnya silinder

linier/rotari.

II.7.7 Gaya silinder

Gaya silinder/piston (F) dapat dihitung dari luas penampang permukaan piston (A) dan

tekanan kerja (p) berdasarkan persamaan (Polman, Mekanika dan Fluida Daya 1,2001):

pAF ×= ..………………………………………………………...(48)

Dikarenakan bentuk penampang permukaan silinder itu berbentuk lingkaran, maka

gaya silinder/piston (tekanan terakhir) adalah:

4

2 pdF ××=

π ……………………………………………..…(49)

dimana :

F = gaya efektif silindeer/piston [N]

p = tekanan kerja [Pa]

d = diameter piston/silinder [m]

A = luas penampang permukaan silinder/piston [m2]

Page 50: TSA POLMAN

41

II.7.8 Perhitungan ukuran aktuator

Menurut Rohner Peter (1987) ada beberapa kriteria utama dalam memilih ukuran

aktuator pneumatik, yaitu :

1. Gaya ‘output’ untuk gerak maju dan mundur

pAF ×= ..…………………………………………………….(50)

dimana :

F = gaya [N]

p = tekanan minimum sistem [ 2mNPa = ]

A = luas penampang piston [m2]

Maka : -gaya piston maju

pAFmaju ×= …………………………………………….….(51)

-gaya piston mundur

4

)( 22 drdppFmundur−××

=π …………………………………...(52)

dimana :

dp = diameter silinder/piston [m]

dr = diameter stroke [m]

sementara jika gaya gesek pada piston kita perhitungkan maka :

SNS FF μ.= ……………………………………………….…(53)

dimana :

Page 51: TSA POLMAN

42

SF = Gaya gesek [N]

NF = Gaya normal [N]

Sμ = Koefisien gesek statis

Bila kita perhitungkan gaya gesek di atas terhdap perhitungan gaya yang diperlukan

silinder maka :

Smajumajutotal FFF += ……………………………………………………….…(54)

Smundurlmundurtota FFF += ………………………………………………………....(55)

2. Kecepatan gerak piston

Kecepatan gerak piston bisa dihitung dengan menggunakan persamaan :

FPv = ……………………………………………………(56)

dimana :

P = daya [Nm/s]

F = gaya penggerak piston [N]

v = kecepatan gerak piston [m/s]

Daya diatas merupakan hasil perhitungan dari :

QpP ×= ………………………………………………...(57)

dimana :

P = daya [Nm/s]

Page 52: TSA POLMAN

43

p = tekanan [Pa = N/m2]

Q = debit alir udara [m3/s]

Debit alir udara sendiri bias dihitung melalui persamaan :

tVQ = ……………………………………………………………….(58)

dimana :

V=Volume silinder [m3]

t= Waktu kerja [s]

3. Kestabilan lengan piston

Faktor ini akan menentukan merata tidaknya gaya yang dikeluarkan piston dalam

menggerakan benda kerja.

Hal – hal diatas perlu dipertimbangkan agar piston/silinder dapat bekerja secara efektif

sesuai dengan kondisi dan aplikasi yang diperlukan.

II.7.9 Perhitungan konsumsi udara (V)

Bila kita menggunakan sistem pneumatik maka kita tidak bisa lepas dari

pengkonsumsian udara untuk mengaktifkan sistem tersebut, dan pengkonsumsian udara ini

tentunya merupakan bagian dari biaya operasi, dikarenakan aktuator yang digunakan

berbentuk silinder maka konsumsi udara dapat dihitung dengan persamaan :

pHdV ×××

=4

2π …………………………………..….(59)

dimana :

V = Volume udara yang dibutuhkan [mm3]

Page 53: TSA POLMAN

44

d = Diameter penampang yang bekerja [mm]

H = Panjang langkah piston / stroke [mm]

p = Tekanan kerja sistem [bar]

II.8 Elektropneumatik

Elektropneumatik sebenarnya merupakan sistem kontrol pneumatik dimana

memanfaatkan energi listrik sebagai pembawa sinyal kontrolnya. Sistem elektropneumatik

merupakan pengembangan dari sistem pneumatik, dimana prinsip kerjanya memilih energi

pneumatik sebagai media kerjanya (tenaga penggeraknya), sementara media kontrolnya

memanfaatkan sinyal elektrik (elektronik). Hal itu dipilih karena sinyal elektrik lebih cepat

responnya daripada sinyal pneumatik.

Pada sistem ini sinyal elektrik dialirkan ke koil (solenoid) yang terpasang pada katup

pneumatik dengan mengaktifkan saklar, sensor ataupun komponen lainnya.

Sinyal yang dikirimkan tadi akan menghasilkan elektromagnetik dan akan

mengaktifkan katup pengatur arah sebagai elemen akhir pada rangkaian kerja pneumatik.

Sedangkan nantinya media kerja pneumatik yang akan menggerakan elemen kerja pneumatik

seperti silinder atau motor pneumatik yang akan menjalankan sistem.

(Disadur dari David W.P, 1990)

II.8.1 Elemen listrik pada elektro pneumatik

Bila energi listrik ada dan akan dimanfaatkan, maka perlu diproses dan disebarkan

oleh komponen/elemen utama. Berikut beberapa komponen/elemen utama dalam elektro

pneumatik :

1. Input sinyal listrik

Untuk mendapatkan sinyal listrik ini bisa dilakukan dengan cara mengaktifkan saklar

atau sensor baik yang prinsip kerjanya secara mekanik ataupun elektronik. Sinyal yang

diberikan ini kerjanya tergantung dari fungsi sinyal tersebut. Berdasarkan fungsi sinyal

ini ada tiga jenis sambungan pada saklar :

a. Normally open, kondisi aktif ketika sambungannya tersambung ( ).

b. Normally closed, kondisi aktif ketika sambungannya tidak tesambung

Page 54: TSA POLMAN

45

c. Change over, merupakan kombinasi dari normally open dan closed.

2. Pengolah sinyal listrik

Elemen ini berfungsi untuk mengontrol aliran sinyal listrik. Berikut beberapa elemen

yang termasuk ke dalam elemen pengolah sinyal listrik :

a. Relay, merupakan elemen penyambung saluran dan pengontrol sinyal, dimana

konsumsi arusnya cukup kecil.

b. Solenoid, dalam kasus elektro pneumatik ini, biasanya solenoid ini berfungsi untuk

mengaktuasikan katup ketika arus listrik dialirkan pada koilnya.

c. Kontaktor, merupakan relay tetapi mempunyai kemampuan beban yang tinggi, atau

dengan kata lain bisa mengalirkan arus yang lebih tinggi.

3. Elemen akhir

Elemen akhir ini digunakan untuk menggabungkan sinyal elektrik dan pneumatik,

biasanya terdiri dari katup yang diaktuasikan olah solenoid. Maksudnya adalah untuk

menyalurkan sinyal kerja digunakan katup – katup pneumatik, sedangkan untuk

mengatur arah aliran sinyal kerjanya memanfaatkan sinyal listrik yang dialirkan

kepada koil pada solenoid.

II.9 Programmable Logic Controller (PLC)

PLC didefinisikan sebagai singkatan dari Programmable Logic Controller, alat ini

mempunyai kemampuan menyimpan instruksi – instruksi untuk melaksanakan fungsi – fungsi

kontrol untuk melaksanakan suatu perintah kerja yang sekuensial, perhitungan aritmatika,

ataupun sarana komunikasi untuk mengontrol baik itu sebuah mesin ataupun proses

pengerjaan.

II.9.1 Ciri – ciri PLC

Berikut beberapa ciri dan keuntungan dari PLC :

Ciri - ciri Keuntungan

Komponen solid state * Kehandalan tinggi

Ukuran kecil * Membutuhkan ruang yang minimal

Variasi I / O * Bisa mengendalikan berbagai macam perangkat keras

Page 55: TSA POLMAN

46

* Sederhana dalam pengubahan program Programmable memory

* Fleksibel dalam pengendalian

* Mengurangi hardware dan biaya peralatan Software function

* Mudah dalam pengubahan set awal

* Mudah dalam instalasi

* Mudah dalam expansion

Modular arsitektur

* Fleksibel dalam instalasi

II.9.2 Komponen PLC

Komponen- komponen PLC yang diperlukan antara lain :

1. Central Controller Unit (CCU) atau disebut juga Central Processing Unit (CPU),

yang terdiri dari :

- Prosessor

- Memori

- Catu daya

2. Masukan / keluaran atau interface.

3. Device program.

II.10. Piercing Tool Hydroulic

Press tool adalah alat bantu pembentukan produk dari bahan dasar lembaran atau

potongan pelat yang operasinya menggunakan alat press. Presstool hydroulic menggunakan

media oli atau air sebagai sumber tenaga alat press.

Piercing adalah proses pemotongan yang menghasilkan lubang secara utuh pada

material/blank dengan alat bantu presstool, dan seluruh sisinya terpotong secara serempak.

Piercing hole adalah lubang pada blank material , yang dihasilkan dari proses

pemotongan tunggal , dengan bentuk kontur terpotong secara utuh.

Piercing tool adalah jenis presstool untuk melakukan piercing pada material/blank.

Sebagai mana telah kita ketahui bersama , bahwa presstool terdiri dari beberapa

elemen pendukung seperti die set, punch, pengarah/penepat, dies, stripper dan stopper.

Page 56: TSA POLMAN

47

Punch-dies clearence pada tool akan mempengaruhi kualitas lubang yang dihasilkan maka

lebar jarak antar permukaan punch dan dies menentukan besar burr pada blank. Ketinggian

burr tidak hanya dipengaruhi dengan kondisi clearence saja namun dipengaruhi oleh kondisi .

II.10.1 Penetrasi

Pengertian

Penetrasi pemotongan : Adalah penembusan punch kedalam pelat strip sehingga terjadi proses

pemotongan.

1. Jenis penetrasi

2. Penetrasi pemotongan

o Penembusan punch terhadap strip material,

o Penetrasi normal adalah 1/3 – ½ tebal pelat,

Penetrasi pemotongan = (1/3 – ½) s [mm]……………………………….(60)

o Sisi terpotong rata.

Ket : s tebal pelat [mm]

3. Penetrasi Die/Pengeluaran

a. Penembusan punch dari ketebalan pelat strip/material menembus die, dan

mendorong scrap keluar die,

b. Tinggi penetrasi

i. min 1 x tebal pelat

ii. max 3 x tebal pelat < 2mm

Tinggi penetrasi = (1 – 3) s [mm]………………………………….(61)

Gambar II.24

Page 57: TSA POLMAN

48

II.10.2. Fracture (patahan)

Pengertian

Fracture : Adalah patahan yang terjadi pada strip akibat penetrasi punch sehingga membentuk

sisi potong yang tidak rata (burr).

Bentuk fracture

o Patahan terbentuk setelah penetrasi punch,

o Sisi patahan tidak rata,

o Petahan terbentuk mulai dari sisi ujjung punch sampai ujung sisi ujung die,

o Sudut patahan sesuai clearence,

o Tinggi patahan = (1 /2 – 2 /3) s [mm]……………………………………………..(62)

II.10.3 Clearence

Pengertian

Clearence : Adalah kelonggaran (selisih ukuran) antara sisi potong dies terhadap sisi potong

punch.

Fungsi clearence:

o Mencegah terjadinya gesekan antara punch dan dies saat operasi pemotongan,

o Menentukan kualitas sisi potong yang diharapkan,

o Menentukan ketepatan toleransi produk/lubang hasil yang diperlukan,

o Berpengaruh terhadap burr yang terjadi.

Klasifikasi clearence:

1. Excessive Clearence (kasar):

o Clearence relative besar,

o Membentuk burr yang besar,

o Bibir pelat pada permukaan terpotong membentuk radius cukup besar,

o Permukaan bawah bibir blank/scrap membentuk radius,

o Penetrasi pemotongan kecil.

2.Proper Clearence (normal):

o Clearence medium.

o Bentuk burr relative kecil,

o Radius pada bibir pelat terpotong relative kecil,

o Penetrasi pemotongan dapat mencapai 1 /2 tebal pelat.

Page 58: TSA POLMAN

49

3.Sufficient Clearence:

o Clearence relative kecil,

o Membentuk 2 bidang pemotongan dan patahan,

o Burr sangat kecil,

o Tekanan pemotongan lebih besar.

Penempatan clearence

Lubang yang dihasilkan dengan proses piercing, maka:

- Dimensi nominal pada punch

- Clearence pada dies

Clearece pada dies (scrap clearence)

Pengertian

Kebebasan dies : Adalah kebebasan lubang pada dies untuk mengeluarkan scrap pemotongan.

Jenis kebebasan:

1. Angular clearence

o Kebebasan secara menyudut sekeliling lubang dies,

o Pemakaiaan pada blank yang tidak beraturan,

o Max sudut bebas 2o presisi.

2. Cylindrical relief

o Kebebasan berbentuk lurus dengan dimensi lebih besar dari lubang dies,

o Bagian yang berhubungan dengan lubang dies dibentuk radius atau

menyudut, pemakaian pada lubang berbentuk cylinder,

o Dimensi cylindrical relief lebih besar 0,5 mm dari dimensi punch.

Dimensi clearence dan penetrasi die

Dimensi clearence

Dimensi clearence pada dies atau punch dapat ditentukan dengan beberapa

empiris:

1. Cara perhitungan

Unsur yang menentukan :

o Faktor tebal bahan (s)

Page 59: TSA POLMAN

50

o Shear stress of material(τb),

o Working factor (c).

o Rumus perhitungan:

Us = clearence

Us = c . s √ τb mm/ sisi s <3 mm……. ……………………………………..(63)

2. prosentase tebal strip,

unsur yang menentukan :

o tebal strip material(s)

o tensile strength of material(Rm)

Us = s . c %…………………………………………………………….……(64)

II.10.4 Land (tebal bibir potong)

Pengertian

Land (tebal bibir potong) : Adalah bidang datar pada daerah bibir potong dies, yang

diperlukan untuk memberikan ketahanan dies saat pemotongan.

Dimensi land :

Unsur yang menentukan:

o ketebalan strip material,

o Kekerasan dies,

o H = (2 …3) x s…………………………………………………………..….(65)

Gambar II.25

Page 60: TSA POLMAN

51

II.10.5 Perhitungan gaya piercing

F = .Bτ sd ..π [N]…………………………...................................................…..…(66)

RmBizin .8,0≈τ …………………………........................................................….…(67)

gaya potong(piercing) = Rmsd .8,0...π [N]…...........................................................(68)

gaya stripper = 3.5% . gaya potong [N]…………………………………………...(69)

keterangan :

F = gaya potong [N]

d = diameter lubang yang diinginkan [mm]

s = tebal material

Rm = batas tarik maksimum (yeald stresses)[N/mm 2 ]

Fs = gaya stripper [N]

Page 61: TSA POLMAN

52

BAB III

MEKANISME KERJA MESIN

S ta rt

L a m p uE m e rg e n c yM e n ya la ?

M C B 3 fa s aO N

M a in S w itc h O N

S w itc hP a n e l O p e ra tin g O N

M e s in s ia pp ro s e s

M a n /A u to ?

S e n s o rB e n d a K e rja

A k tif

A

M e s ind io p e rs ik a n

m a n u a l

B

Y

T

M a n

A u to

Page 62: TSA POLMAN

53

A

Tom bol S tartd itekan

M otor konveyorforw ard

Sensor 1 A ktif

M otor konveyorforw ard

Sensor 2 A ktif

P rosesD raw ing I

M otor konveyorreverse

C

P rosesP ierc ing I

Page 63: TSA POLMAN

54

C

Motor konveyorforward

Sensor 3 Aktif

ProsesPiercing II

Sensor 4 Aktif

Motor konveyorforward

Sensor 5 Aktif

D

ProsesPiercing III

Page 64: TSA POLMAN

55

D

Sensor 6 Aktif

Motor konveyorforward

ProsesDrawing II

ProsesPiercing IV

Motor konveyorreverse

Sensor 4 Aktif

Motor konveyorforward

Sensor 7 Aktif

E

Page 65: TSA POLMAN

56

E

Tom bol Stopditekan

Motor konveyorforward

ProsesPiercing V

Motor konveyorOFF

Start

B

Page 66: TSA POLMAN

57

Motor konveyorOFF

Sensor m aksim alsilinder stopper I

aktif

SilinderDrawing I

m aksim al ?

Silinder Stopper S1Set

Silinderside positioning

Set

Silinderproses draw ing I

Set

Sensor m aksim alsilinder

side positioningaktif

Silinder stopper IReset

Silinderside positioning

reset

Sensor m inim alsilinder stopper I

aktif

Prosedur Drawing I

Page 67: TSA POLMAN

58

Motor konveyorOFF

Sensor m aksim alsilinder stopper 5

aktif

SilinderDrawing II

m aksim al ?

Silinder Stopper S5Set

Silinderside positioning

Set

Silinderproses Drawing II

Set

Sensor m aksim alsilinder

side positioningaktif

Silinder stopper 5Reset

Silinderside positioning

reset

Sensor m inim alsilinder stopper 5

aktif

Prosedur Drawing II

Page 68: TSA POLMAN

59

Motor konveyorOFF

Sensor m aksim alsilinder stopper 2

aktif

SilinderPiercing I

m aksim al ?

Silinder Stopper S2Set

Silinderside positioning

Set

Silinderproses piercing I

Set

Sensor m aksim alsilinder

side positioningaktif

Silinder stopper 2Reset

Silinderside positioning

reset

Sensor m inim alsilinder stopper 2

aktif

Prosedur Piercing I

Page 69: TSA POLMAN

60

Motor konveyorOFF

Sensor m aksim alsilinder stopper 3

aktif

Silinderpiercing II

m aksim al ?

Silinder Stopper S3Set

Silinderside positioning

Set

Silinderproses piercing II

Set

Sensor m aksim alsilinder

side positioningaktif

Silinder stopper 3Reset

Silinderside positioning

reset

Sensor m inim alsilinder stopper 3

aktif

Prosedur Piercing II

Page 70: TSA POLMAN

61

Motor konveyorOFF

Sensor m aksim alsilinder stopper 4

aktif

Silinderpiercing IIIm aksim al ?

Silinder Stopper S4Set

Silinderside positioning

Set

Silinderproses piercing III

Set

Sensor m aksim alsilinder

side positioningaktif

Silinder stopper 4Reset

Silinderside positioning

reset

Sensor m inim alsilinder stopper 4

aktif

Prosedur Piercing III

Page 71: TSA POLMAN

62

Motor konveyorOFF

Sensor m aksim alsilinder stopper 7

aktif

Silinderpiercing Vm aksim al ?

Silinder Stopper S7Set

Silinderside positioning

Set

Silinderproses piercing V

Set

Sensor m aksim alsilinder

side positioningaktif

Silinder stopper 7Reset

Silinderside positioning

reset

Sensor m inim alsilinder stopper 7

aktif

Prosedur Piercing V

Page 72: TSA POLMAN

62

BAB IV

ALTERNATIF PERANCANGAN

IV.1 Alternatif Pengikatan Rangka

Alternatif 1

(pengikatan rangka dengan baut)

Keuntungan

Kerugian

• Memudahkan memasang (perakitan)

dan melepas beberapa komponen atau

sub susunan tertentu

• Sifat pegikatan semi permanen

• Memungkinkan pengiriman produk

(delivery) dalam bentuk komponen

yang terpisah

• Jarak antar lubang baut (pusat

sambungan) harus akurat (presisi)

• Waktu pembuatan/ proses pemesinan

lebih lama dan biaya yang lebih besar

• Distribusi beban (gaya-gaya yang

bekerja) terpusat pada baut

Page 73: TSA POLMAN

63

Alaternatif 2

(pengikatan rangka dengan las-lasan)

Keuntungan

Kerugian

• Rigid

• Distribusi beban (gaya-gaya yang

bekerja) merata pada sekeliling profil

yang diikat

• Biaya murah

• Perakitan (penepatan posisi) dan

pelepasan beberapa komponen atau sub

susunan tertentu lebih sulit

• Sifat pegikatan permanen

• Pengiriman produk jadi (delivery)

dalam bentuk komponen yang terpisah

tidak dapat dilakukan

Page 74: TSA POLMAN

64

Penilaian Alternatif Pengikatan Rangka

Penilaian teknis

Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I

Pencapaian fungsi

2 8 3 12 4 4 16

Permesinan 1 3 4 12 4 3 12 Handal 2 4 3 6 4 2 8 Penampilan 2 2 3 3 4 1 4 Total 7 17 13 33 16 10 40 % Teknis 0.425 0.825 1

Penilaian Ekonomis

Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I

Biaya 2 2 3 3 4 1 4 Total 2 2 3 3 4 1 4 % Ekonomis 0.5 0.75 1

Keterangan 1:kurang 3:cukup baik 2:cukup 4.baik n:nilai b:bobot

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pengikatan rangka dilakukan dengan cara pengelasan

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Aspek Ekonomis

Asp

ek T

ekni

s

Alternatif 1Alternatif 2

Page 75: TSA POLMAN

65

IV.2 Alternatif Pengikatan Rangka

Alternatif 1

(Antisipasi gaya pemotongan dengan idler)

Keuntungan

Kerugian

• Dudukan puli gilir tetap terhadap meja,

karena tegangan awal sabuk diatur oleh

idler.

• Memperbesar sudut kontak, sehingga

jumlah gigi yang berpasangan terhadap

puli lebih banyak dan kemungkinan

loncatnya gigi sabuk terhadap alur puli

(slip) semakin kecil.

• Mengurangi getaran pada sisi kendor

dan mengurangi tumbukan antara gigi

sabuk dan gigi puli.

• Konstruksi lebih rumit.

• Akan mengurangi umur teknis dari

sabuk gilir (gesekan & tekukan).

• Untuk jarak antar sumbu poros yang

sama, membutuhkan panjang pitch

sabuk gilir yang lebih panjang.

• Membutuhkan gaya tahanan sabuk

yang lebih besar.

• Kemungkinan terjadinya defleksi

terhadap benda kerja lebih besar akibat

gaya perlawanan dari idler.

Page 76: TSA POLMAN

66

Alternativ 2

(Antisipasi gaya pemotongan dengan pemberat)

Keuntungan

Kerugian

• Konstruksi lebih sederhana

• Untuk jarak antar sumbu poros yang

sama, membutuhkan panjang pitch

sabuk gilir yang lebih pendek

dibandingkan dengan pemakaian idler

• Gaya tahanan sabuk yang terjadi lebih

kecil

• Kemungkinan terjadinya defleksi

terhadap benda kerja lebih kecil

• Total beban yang dipindahkan terhadap

poros lebih besar

• Getaran pada sisi kendor dan tumbukan

antara gigi sabuk dan gigi puli akan

relatif lebih besar

• Membutuhkan konstruksi pendukung

untuk gerak linier (pengatur)

Page 77: TSA POLMAN

67

Penilaian Antisipasi gaya pemotongan

penilaian teknis Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b

n n.b n n.b I Pencapaian fungsi

2 8 4 16 4 4 16

Permesinan 3 9 2 6 4 3 12 Handal 1 2 3 6 4 2 8 Penampilan 2 2 3 3 4 1 4 Total 8 21 12 31 16 10 40 % Teknis 0.525 0.775 1

Penilaian Ekonomis

Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I

Biaya 2 2 3 3 4 1 4 Total 2 2 3 3 4 1 4 % Ekonomis 0.5 0.75 1

Keterangan 1:kurang 3:cukup baik 2:cukup 4.baik n:nilai b:bobot

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi

dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan terhadap

antisipasi putusnya sabuk dilakukan dengan pemberat.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0.74 0.75 0.76 0.77 0.78

Aspek Ekonomis

Asp

ek T

ekni

s

Alternatif 1Alternatif 2

Page 78: TSA POLMAN

68

IV.3 Alternatif Media Kerja

Media kerja ini digunakan untuk proses piercing dan drawing, sehingga plat tersebut terlubangi dan tertekuk. Oleh karena itu konstruksi ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

- Mampu menekan plat dan membentuk plat

- Mampu melubangi plat dengan proses piercing

Alternatif 1 :

(Hidrolik)

No Keuntungan No. Kerugian

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Gaya dan tekanan yang mampu

dihasilkan sangat besar serta

mudah dalam pengontrolannya

Gerakan yang ditimbulkan halus

(bebas hentakan) dan lambat

Kecepatan gerak dapat dikontrol

Bersifat melumasi diri

Lebih presisi dibanding media

kerja pneumatik.

Gaya / Torsi relatif konstan

terhadap perubahan kecepatan

gerak

Perubahan arah gerak dapat

dikontrol secara langsung saat

aktuator gerak.

Gaya,tekanan besar dengan

dimensi yang kecil dan bobotnya

ringan.

Dengan motor hidrolik, efisiensi

bagus.

Suku cadang sederhana dan

mantap.

Kebutuhan akan ruangan cukup

1.

2.

3.

.

4.

5.

Viscositas fluida bervariasi terhadap

perubahan pneumatik.

Tidak memungkinkan untuk industri

yang bersifat steril

Bila terjadi kebocoran mengurangi

tekanan kerja

Biasanya perancangan dan

komponennya sangat mahal

Membutuhkan pengetahuan khusus

Page 79: TSA POLMAN

69

12.

terbatas.

Tidak memerlukan banyak

pemeliharaan.

Kuat untuk kondisi proses yang

bergerak secara kontinyu

Alternatif ke- 2 :

(Pneumatik)

No. Keuntungan No. Kerugian

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Gaya dan tekanan yang

dihasilkan kecil sampai dengan

menengah.

Pemasangan pipa lebih mudah.

Gerak cepat mudah ditimbulkan .

Dapat dioperasikan untuk

industri yang bersifat steril.

Sistem sederhana dan aman.

Gaya dibatasi oleh tekanan dan

diameter silinder.

Dengan motor udara, efisieansi

kecil

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Perlu tambahan peralatan mekanik

untuk mendapatkan perubahan posisi

yang teliti.

Kebocoran sulit terdeteksi dan mudah

terjadi.

Relatif mahal

Membutuhkan pengetahuan khusus.

Harga operasi mahal.

Kebocoran dan pembuangan udara

menyebabkan kebisingan (perlu

peredam)

Dapat terjadi perubahan tekanan

sehingga kecepatan tidak stabil

Dapat terjadi pendinginan udara

Kemungkinan terjadi kecepatan –

kecepatan aliran yang sangat tinggi.

Page 80: TSA POLMAN

70

Alternatif ke-3 :

(Ulir transporter)

No Keuntungan No Kerugian

1

2

Mampu menahan beban putar

Langkahnya dapat diatur

(menggunakan motor servo)

1

2

3

4

5

Sulit di assembling

Roda gigi mudah aus

Relatif mahal

Cukup rumit dan membutuhkan banyak

tempat

Penggunaan untuk instalasi – instalasi

yang diautomasikan adalah terbatas

Keterangan skala angka penilaian

Kurang Cukup Sedang Baik

1 2 3 4

Daftar penilaian alternatif dari segi teknis,

No. Kriteria Teknis Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

1.

2.

3.

4.

5.

Pencapaian Fungsi

Kekuatan

Perawatan

Assembling

Faktor Keamanan

4

4

2

3

4

3

2

4

3

2

2

2

2

1

1

Total 18 15 8

Tabel 1. Penilaian alternatif media kerja

Dengan melihat tabel 1 maka pemilihan media kerja berupa hidrolik untuk proses piercing

dan drawing. Sedangkan pemakaian media kerja pneumatik untuk stopper dengan

mempertimbangkan, efisiensi baik pada gerak linear dan incompressible.

Page 81: TSA POLMAN

71

IV.4 Alternatif pemilihan Sensor Benda Kerja

Dalam kasus ini, benda kerja merupakan jenis logam oleh karena itu diambil tiga

alternatif pemilihan sensor, yaitu :

1. Alternatif satu

Menggunakan sensor Induktif

2. Alternatif dua

Menggunakan sensor kapasitif

3. Alternatif tiga

Menggunakan sensor opto elektronik

Induktif Kapasitif OptoElektronik Kriteria

N N.B N N.B N N.B

Pendeteksian benda logam 4 16 4 16 4 16

Akurasi dalam pendeteksian 4 12 3 9 1 3

Ketepatan dalam pendeteksian

benda kerja

3 9 2 6 1 3

Pendeteksian benda non logam 1 1 4 4 4 4

Total - 38 - 35 - 26

Keterangan :

B = Bobot

N = Nilai

1 = kurang

2 = cukup

3 = cukup baik

4 = baik

Dari tabel di atas terlehat bahwa sensor induktif lebih baik untuk digunakan pada mesin ini.

Page 82: TSA POLMAN

72

IV.5 Alternatif desain press tools

Alternatif 1

Keuntungan

Kerugian

Biaya pemesanan silinder akan

murah dengan menghemat jumlah

silinder yang harus dipakai .

Jumlah selang yang dihubungkan

akan semakin simpel.

penggunaan silinder lebih efektif.

Pembuatan konstruksi stripper lebih

sederhana.

Pemasangann stripper dengan cara

memanjang menjamin kelurusan

pelat (tidak terjadinya defleksi

terhadap pelat karena penekanan

stripper).

Lebih menjamin kepresisian jarak

antar lubang hasil piercing.

• Pegas yang digunakan pada setiap tools

akan berbeda.

Page 83: TSA POLMAN

73

Alternatif 2

Keuntungan

Kerugian

• Penggunaan pegas stripper untuk

lubang yang sama adalah seragam.

• dalam pemasangan silinder akan terlalu

sulit karena saling berhimpit.

• jumlah silinder yang dibutuhkan

semakin banyak sehingga biaya akan

lebih mahal.

• bila dilihat dari proses perangkaian,

jumlah selang yang dihubungkan akan

semakin komplek .

• Mengingat silinder yang dipakai untuk

memotong sebuah lubang dengan

pemotongan tiga buah lubang secara

serempak adalah sama, maka

penggunaan pada alternatif ini tidak

efektif.

• Walaupun pembuatan konstruksi

stripper adalah seragam, tapi tingkat

kesulitan proses adalah tinggi.

Page 84: TSA POLMAN

74

Antisipasi gaya pemotongan

penilaian

teknis Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I Pencapaian fungsi 4 16 2 8 4 4 16 Permesinan 3 9 2 6 4 3 12 Handal 4 8 4 8 4 2 8 Penampilan 4 4 2 2 4 1 4 Total 15 37 10 24 16 10 40 % Teknis 0.925 0.6 1 Penilaian Ekonomis Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I Biaya 4 4 1 1 4 1 4 Total 2 2 3 3 4 1 4 % Ekonomis 0.5 0.75 1 Keterangan 1:kurang 3:cukup baik 2:cukup 4.baik n:nilai b:bobot

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Aspek Ekonomis

Aspe

k Te

knis

Alternatif 1Alternatif 2

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 1 memiliki point yang lebih tinggi

dibandingkan dengan alternatif kedua, oleh karena itu dalam perancangan press tool dengan

satu silinder penggerak.

Page 85: TSA POLMAN

75

IV.6 Alternatif Perancangan Konstruksi slider

Alternatif 1

Keuntungan

Kerugian

• Konstruksi simpel

• Alignment elemen-elemen transmisi

lebih terjamin

• Kemudahan dalam proses bongkar

pasang

• Konstruksi adjuster membutuhkan

kepresisian

• Poros cepat aus, sehingga mem-

butuhkan pelumasan

• Gerakannya seret (gesekan besar)

• Butuh lebih banyak proses pemesinan

• Umur teknis lebih rendah

Page 86: TSA POLMAN

76

Alternatif 2

Keuntungan

Kerugian

• Gerakannya mulus

• Gesekan yang terjadi kecil

• Pelumasan lebih terjamin

• Rigiditas lebih tinggi

• Pemakaian elemen standar lebih banyak

• Umur teknis lebih lama

• Konstruksi lebih kompleks

• Alignment harus lebih diperhatikan

sewaktu bongkar pasang

Page 87: TSA POLMAN

77

Pemilihan konstruksi slider Penilaian teknis Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I Pencapaian fungsi 2 8 4 16 4 4 16 Permesinan 2 6 3 9 4 3 12 Handal 2 4 4 8 4 2 8 Penampilan 2 2 3 3 4 1 4 Total 8 20 14 36 16 10 40 % Teknis 0.5 0.9 1 Penilaian Ekonomis Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I Biaya 2 2 3 3 4 1 4 Total 2 2 3 3 4 1 4 % Ekonomis 0.5 0.75 1 Keterangan 1:kurang 3:cukup baik 2:cukup 4.baik n:nilai b:bobot

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Aspek Ekonomis

Aspe

k Te

knis

Alternatif 1Alternatif 2

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi

dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan bantalan dipasang

pada bagian slider.

Page 88: TSA POLMAN

78

IV.7 Alternatif Variator kecepatan Alternatif 1

Alternatif 1

Keuntungan

Kerugian

Harga lebih murah

Sangat cocok untuk sistem yang

dalam operasinya membutuhkan

kecepatan yang berubah-ubah

• Pengaturan dilakukan secara mekanis

dan butuh waktu yang lebih lama.

• Dibutuhkan rasio reduksi yang lebih

besar.

• Kecepatan diatur dengan perbandingan

diameter puli.

• Kecepatan yang diinginkan belum tentu

tercapai.

Page 89: TSA POLMAN

79

Alternatif 2

Keuntungan

Kerugian

Pengaturan dengan digital.

Rasio reduksi (gear head ) bisa

lebih rendah.

Kecepatan diatur dengan mengubah

frekuensi.

Kecepatan yang diinginkan akan

selalu tercapai.

Kemampuan merubah, meregulasi

kecepatan dan kemampuan

menyesuaikan torsi dengan

dinamika gerakan yang tinggi.

Ketepatan posisi sangat baik.

• Harga Relatif mahal.

Page 90: TSA POLMAN

80

Variator Kecepatan penilaian teknis

Aspek teknis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I

Pencapaian fungsi

1 4 4 16 4 4 16

Permesinan 1 3 4 12 4 3 12 Handal 2 4 3 6 4 2 8 Penampilan 2 2 4 4 4 1 4 Total 6 13 15 38 16 10 40 % Teknis 0.325 0.95 1

Penilaian Ekonomis

Aspek ekonomis Alternatif 1 Alternatif 2 ideal b I.b n n.b n n.b I

Biaya 3 3 2 2 4 1 4 Total 3 3 2 2 4 1 4 % Ekonomis 0.75 0.5 1

Keterangan 1:kurang 3:cukup baik 2:cukup 4.baik n:nilai b:bobot

Dari penilaian tersebut tampak bahwa alternatif 2 memiliki point yang lebih tinggi

dibandingkan dengan alternatif pertama, oleh karena itu dalam perancangan pencapaian

kecepatan dilakukan dengan inverter.

Alternatif Variator Kecepatan

00.20.40.60.8

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Aspek Ekonomis

Asp

ek T

ekni

s

Alternatif 1Alternatif 2

Page 91: TSA POLMAN

81

BAB V

PROSES PERANCANGAN, PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN

DATA

V.1 Perancangan daya motor

V.1.1 Momen Tahanan (T)

Jika diameter puli D = 140 mm, berat pelat w = 7 kg = 68,67 [N] dan sudut defleksi α

dibatasi sampai 10º, maka berdasarkan persamaan (10) gaya tarik sabuk adalah

][46,39510sin

][67,68 NkgFt =°

=

Mengacu pada lebar sabuk standar, dalam tabel 2 lampiran A2 untuk lebar sabuk yang

paling kecil b = 20 mm diperoleh ][1800. NF izinu = , maka dilihat dari kekuatan tarik izinnya

sabuk dengan lebar 20 mm mampu menahan tarikan akibat beban pelat, oleh karena itu dalam

perhitungan daya motor dipakai harga tahanan sabuk yang sama dengan gaya tarik izin

][1800 NFt = .

Berdasarkan persamaan (11) besar momen tahanan adalah

2][10.140].{1800 3 mNTt

= = 126 [Nm]

V.1.2 Kecepatan putar puli penggerak

Jika v = 0,1 [m/det] dan diameter puli = 140 [mm], berdasarkan persamaan (12) maka

putaran puli penggerak konveyor :

][140.]det/[1,0.10.60 23

mmmn

π= =13,64 [rpm]

V.1.3 Daya motor sementara

Page 92: TSA POLMAN

82

Pada tabel 8 lampiran C efisiensi mekanis untuk transmisi sabuk gilir η = 0,97 maka daya

motor sementara berdasarkan persamaan (13)

186,097,0.9550

][64,13]..[126==

rpmmNP kW

Dalam tabel 8 lampiran C diperoleh daya motor yang lebih besar dan kecepatan

putarnya paling mendekati kecepatan putar konveyor dengan data sebagai berikut

MP p in R on 0T Tipe

0,2

4 1500 59 25,4 7,09 CNHM

4090

dimana:

MP = daya motor [kW]

p = kutub

in = kecepatan putar masukan [rpm]

1/r = rasio

on = kecepatan putar keluaran [rpm]

0T = torsi pada poros keluaran gearhead [kg.m]

V.1.4 Momen Percepatan

Lihat gambar II.13

No Elemen Sket Variable Inersia massa (J)

2.0 Pelat

P ≤ 1700 mm

L ≤ 700 mm

T ≤ 1 mm

V= PxLxT

= 1,19 x 10-3 m3

ρ baja = 7757,4 kg/ m3

m2.0 = ρ baja x V

= 7757,4 kg/ m3 x 1,19 x 10-3 m3

= 9,23 kg

J2.0 = ½ mr2

= ½ x 9,23 kg x

(70 x 10-3 m )2

= 0,023 kgm2

Page 93: TSA POLMAN

83

2.3 Sabuk

konveyor

(karet)

P ≤ 2 x 1500 [mm] = 3000 [mm]

L ≤ 60 [mm]

T ≤ 15 [mm]

V = P x L x T = 2,7. 10-3 [m3]

m2.3 = ρkaret x V

= 930 kg/ m3 x 2,7. 10-3 [m3]

= 2,51 [kg]

2.2 Sabuk

transmisi

(karet)

P ≤ 2 x 250 [mm] = 500 [mm]

L ≤ 60 [mm]

T ≤ 15 [mm]

V = P x L x T = 0,45. 10-3 [m3]

m2.3 = ρkaret x V

= 930 kg/ m3 x 0,45. 10-3 [m3]

= 0,419 [kg]

o Elemen yang bergerak rotasi

2.1 Bagian

puli

transmisi

P = π . D = π . 80 x 10-3 m

= 252 mm

L ≤ 60 [mm]

T ≤ 15 [mm]

V = P x L x T = 0,227. 10-3 [m3]

m2.3 = ρkaret x V

= 930 kg/ m3 x 0,227. 10-3 [m3]

= 0,218 [kg]

J2.1 = ½ mr2

= ½ x 0,218 kg x

(40 x 10-3 m )2

= 0,0001 kgm2

2.4 Bagian

puli

konveyor

P = π . D = π . 140 x 10-3 m

= 440 mm

L ≤ 60 [mm]

T ≤ 15 [mm]

V = P x L x T = 0,396. 10-3 [m3]

m2.3 = ρkaret x V

= 930 kg/ m3 x 0,227. 10-3 [m3]

= 0,38 [kg]

J2.4 = ½ mr2

= ½ x 0,38 kg x

(70 x 10-3 m )2

= 0,0009 kgm2

2.5 poros

P = 500 mm

D = 30 mm

V = ¼ πD2 x P

= ¼ π (30 x 10-3 m) 2 x 500 x 10-3 m

= 0,353 x 10-3 m3

ρ baja = 7757,4 kg/ m3

m4 = ρ baja x V

J2.4 = ½ mr2

= ½ x 2,738 kg x

(30 x 10-3 m )2

= 0,0003 kgm2

Page 94: TSA POLMAN

84

= 7757,4 kg/ m3 x 0,353 x 10-3 m3

= 2,738 kg

2.6 Puli

transmisi

D ≤ 80 mm

L ≤ 60 mm

V = ¼ πD2 x L

= ¼ π (80 x 10-3 m) 2 x 60 x 10-3m

= 0,3 x 10-3 m3

ρ baja = 7757,4 kg/ m3

m2.6 = ρ baja x V

= 7757,4 kg/ m3 x 0,3 x 10-3 m3

= 2,327 kg

J2.6 = ½ mr2

= ½ x 2,327 kg x

(40 x 10-3 m )2

= 0,002 kgm2

2.7 Puli

konveyor

D ≤ 140 mm

L ≤ 60 mm

V = ¼ πD2 x L

= ¼ π (140 x 10-3 m) 2 x

60 x 10-3m

= 1,85 x 10-3 m3

ρ baja = 7757,4 kg/ m3

m2.7 = ρ baja x V

= 7757,4 kg/ m3 x 1,85 x 10-3 m3

= 14,35 kg

J2.7 = ½ mr2

= ½ x 14,35 kg x

(70 x 10-3 m )2

= 0,035 kgm2

1. Material yang sering digunakan untuk bahan puli dan poros adalah :

a. Steel (ρ = 7757,4 kg/ m3 )

b. Allumunium alloy (ρ = 2770,49 kg/ m3 )

c. Grey cast iron (ρ = 7203,3 kg/ m3 )

sedangkan untuk sabuk digunakan karet (ρ = 930 kg/ m3 )

2. Asumsi awal kecepatan linier v = 0,1 m/det, kecepatan konstan ini dicapai selama 1,5

det maka percepatan yang terjadi

Page 95: TSA POLMAN

85

]det/[067,0[det]5,1

det]/[1,0 2mmdtdVa ===

3. Perhitungan torsi

Untuk gerak translasi

3.1. torsi untuk menggerakkan beban ke arah horizontal

berdasarkan persamaan (14) maka :

T = ( 9,23 kg + 2 . 2,51 [kg] ). 0,067 [ 2detm ].70 . 10-3 [m]

= 0,067 [Nm]

3.2. torsi untuk menggerakkan beban ke arah menanjak

jika sudut pendakian β = 30º , berdasarkan persamaan (15) maka:

T = [0,419 [kg].( 0,067 [ 2detm ] + 9,81 [m/det2] sin 30º ). 40 . 10-3 [m]

= 0,083 [Nm]

3.3. Total torsi untuk gerak translasi

Tt = 0,067 [Nm] + 0,083 [Nm] = 0,15 [Nm]

Untuk gerak rotasi

3.4. rotasi murni

1. torka untuk memutarkan puli transmisi

berdasarkan persamaan persamaan (17) maka:

Page 96: TSA POLMAN

86

]det/[675,1][10.40

]det/[067,0 23

2

radm

m==

−α

berdasarkan persamaan (18)maka:

( ) ]det/[675,1.][002,0.2][001,0 22 radkgmkgm +=τ

= 0,008 [Nm]

2. torka untuk memutarkan puli konveyor dan poros

berdasarkan persamaan persamaan (17) maka:

]det/[957,0][10.70

]det/[067,0 23

2

radm

m==

−α

berdasarkan persamaan (18) maka:

( ) ]det/[957,0.][0003,0.2][035,0.4][0009,0.2 2222 radkgmkgmkgm ++=τ

= 0,136 [Nm]

3.5. akibat pergerakkan linier beban

berdasarkan persamaan (20) maka :

]det/[957,0].[023,0 22 radkgm=τ

= 0,022 [Nm]

3.6. Total torsi untuk gerak rotasi

τ = 0,008 [Nm] + 0,136 [Nm] + 0,022 [Nm] = 0,166 [Nm]

6. Total torsi percepatan berdasarkan persamaan (21) maka :

aT = 0,15 [Nm] + 0,166 [Nm] = 0,316 [Nm]

V.1.5 Momen Awal Motor

Berdasarkan persamaan (22) besar momen punter yang dibutuhkan untuk start adalah

=+= ][136,0].[126 NmmNTd 126,14 [Nm] = 12,86 [kg.m]

Page 97: TSA POLMAN

87

V.1.6 Daya Motor Yang Dipilih

Dari hasil pemilihan motor sementara masih diperoleh perbandingan kecepatan putar

pada poros keluaran gear head ( Gn ) terhadap kecepatan putar yang dibutuhkan sistem ( Sn )

dengan rasio sebesar

862,164,134,25==i

sehingga momen beban penuh motor ( FT ) adalah

].[2,13862,1]..[09,7. mkgmkgiTT GF ===

karena FT = 13,2 [kg.m] > tT = 12,844 [kg.m], maka berdasarkan persamaan (24) daya motor

yang dipilih adalah

][19,097,0.6120

][64,13..2]..[2,13 kWrpmmkgPR ==π < 0,2 [kW]

berarti motor dengan daya ][2,0 kWPM = tersebut bisa dipakai, sebagai catatan untuk

mencapai kecepatan putar pada poros keluaran gear head yang sama dengan kecepatan putar

yang dibutuhkan konveyor maka digunakan inverter.

Dimensi motor yang digunakan dapat dilihat pada tabel 7 lampiran C. Hubungan Motor,

Inverter dan GearHead dapat dilihat pada gambar 2 lampiran C.

Page 98: TSA POLMAN

88

V.2 Perancangan Sabuk Gilir (transmisi)

V.2.1 Sket gambar

V.2.2 Perhitungan dan pengolahan data

Motor penggerak Motor AC standard P = 0,2 [kW]

(low starting torque)

Mesin yang digerakkan Konveyor n1 = n2 = 13,73 rpm

Kondisi kerja Diameter puli ≤ 100 mm

Jarak antar center (a) 350 mm

Waktu operasi harian 16 – 24 jam

Faktor beban c2

lihat tabel 2 pada lampiran A1 c2 = 1,7

Rasio transmisi pada puli gilir

173,1373,13

2

1 ===nn

i 1

111==

i

Faktor akselerasi c3

dari tabel 3 pada lampiran A1 c3 = 0

Page 99: TSA POLMAN

89

Faktor kelelahan c4

dari tabel 4 pada lampiran A1 c4 = + 0,4

Total serpis faktor c0

4320 cccc ++= c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1

Pemilihan pitch t sabuk gilir

nk = 13,5 rpm

P. c0 = 0,2 [kW].2,1

= 0,42 [kW]

Dari gambar 5 pada lampiran A1 dapat

dilihat bahwa pitch 8 mm memenuhi kedua

persyaratan, maka digunakan tipe belt

STD8M

Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan

diameter pitch puli dw untuk p = 8 mm

dengan mencari dw yang mendekati Ø 100

mm

Berdasarkan tabel 13 lampiran A1 diperoleh

dw = 101,86 mm yang memiliki jumlah gigi

z1 = 40, karena rasio i = 1 maka :

dwg = dwk = 101,86 mm

zg = zk = 40 gigi

Menghitung panjang pitch Lp

Berdasarkan rumus (5) maka

Lp = 2 . 350 [mm] + π . 101,86 [mm]

= 1020 [mm]

Pada tabel 12 lampiran A2 diperoleh

panjang sabuk standard yang mendekati Lp

untuk tipe STD8M yaitu Lw = 1056 mm

dengan jumlah gigi z = 132

(untuk pemesanan jenis belt yang diorder

adalah 1056-S8M )

Koreksi jarak antar sumbu

Jika Lw < Lp maka a’ = a - 2

wp LL −

Jika Lw > Lp maka a’ = a + 2

pw LL −

Karena Lw > Lp maka:

a’ = 350 [mm] + [ ] [ ]

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

210201056 mmmm

= 368 mm

Jadi jarak antar poros (a) yang sebenarnya

adalah 368 mm

Page 100: TSA POLMAN

90

Jumlah gigi yang berpasangan

Ze = Zk . 360β = 40 .

360180 = 20

Karena i = 1 maka jumlah gigi yang

berpasangan terhadap masing-masing puli

adalah sama yaitu 20 gigi

faktor jumlah pasang gigi terkait c1

lihat tabel 5 lampiran A1 Untuk Ze =20 ≥ 6 maka c1 = 1

faktor panjang sabuk c5

lihat tabel 6 lampiran A1

Untuk p = 8 mm dan Lw = 1056 mm, maka

c5 = 1

Kapasitas daya yang ditransmisikan PN

Lihat tabel 9 lampiran A1

Untuk zk = 40 dan nk = 13,73 rpm diperoleh

PN = 0,5 Kw

Faktor lebar sabuk c6

Jika dipilih lebar sabuk = 20 mm Dari tabel 10 lampiran A1 diperoleh c6 = 1

Faktor perhitungan lebar c6 err

Berdasarkan rumus (7) maka :

c6 err = [ ][ ] 1.1.5,0

1,2.2,0kWkW = 0,84

Karena berdasarkan syarat, bahwa c6≥ c6 err

maka sabuk dengan lebar 20 mm dapat

digunakan

Kecepatan linear sabuk [ ] [ ]33 10.60

73,13.86,101.10.60

.. rpmmmndv w ππ

==

= 0,073 m/s

Gaya tarik efektif Fu

Fu = v

P.103

Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah

Fu = [ ]

smkW

073,02,0.103

= 2739,73 N

Pengecekan gaya tarik efektif yang

diizinkan (Fu zul) untuk lebar sabuk yang

dipilih

Lihat tabel 2 lampiran A2

Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 20

Fu zul = 1800 [N] < Fu = 2739,73 [N] maka

sabuk ini kurang memenuhi syarat, pilih

sabuk dengan lebar 30 mm

(Fu zul = 2900 N)

Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang

dipilih (PR)

Berdasarkan rumus (6) maka:

PR = 0,5 [kW]. 1 = 0,5 [kW]

Page 101: TSA POLMAN

91

Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk

yang dipilih

Berdasarkan rumus (8) maka :

c0 err = [ ][ ]kW

kW2,0

1.1.5,0 = 2,5

Total beban pada poros Fv

Lihat tabel 1-a dan 1-b pada lampiran A2

diperoleh :

k1 = 0,75

k2 = 1,6

Berdasarkan persamaan (9) maka:

det]/[073,02

180sin].[2,0.10.6,1.75,0

3

m

kWFv =

= 3287,67 [N]

Daerah penyetelan

Panjang sabuk 1056 mm

Tipe S8M

dari tabel 16 lampiran A1 diperoleh

Ci =15 mm dan Cs = 10 mm

Pemasangan

Untuk a = 368 mm, maka berdasarkan

gambar 2.5 diperoleh

][75,5][368.641 mmmmd ==

untuk lebar sabuk = 30 mm, maka

berdasarkan tabel 3 pada lampiran A2 gaya

tarik yang harus diberikan p = 1,4 – 2,7 daN

Ini berarti pada bahwa jika dibagian tengah-

tengah rentangan sabuk diberikan gaya

tarik berkisar antara 14 sampai 27 N, maka

defleksi yang terjadi pada bagian tersebut

adalah 5,75 mm dari kondisi lurusnya dan

kondisi ini idealnya harus tercapai dengan

cara menyetelnya pada batas margin 15 mm

ke arah dalam atau 10 mm ke arah luar dari

jarak sumbu porosnya ≈ [ ]1015368+− mm

V.2.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi)

Profil sabuk gilir STD

Pitch gigi t = 8 mm

Jumlah gigi pada puli gilir 40== gk zz

Diameter pitch puli gilir 86,101== wgwk DD mm

Kecepatan putar puli gilir 73,13== gk nn rpm

Rasio transmisi i = 1

Panjang pitch sabuk penggerak 1056=wL mm

Page 102: TSA POLMAN

92

Jumlah gigi pada sabuk gilir z = 132

Lebar sabuk gilir b = 30 mm

Perkiraan berat m = 0,149 kg

Jarak sumbu poros a = 368 mm

Sudut kontak antar sabuk terhadap puli β = 180º

Jumlah gigi terkait (JGT) 20=ez

Kecepatan linier sabuk 073,0=ν m/s

V.3 Perancangan Sabuk Gilir (konveyor)

V.3.1 Sket gambar

V.3.2 Perhitungan dan pengolahan data

Motor penggerak Motor AC standard P = 0,2 [kW]

(low starting torque)

Mesin yang digerakkan Konveyor n1 = n2 = 13,73 rpm

Kondisi kerja Diameter puli 115 ≤ dw ≤ 140 mm

Jarak antar center (a) 1600 mm

Waktu operasi harian 16 – 24 jam

Faktor beban c2

lihat tabel 2 pada lampiran A1 c2 = 1,7

Page 103: TSA POLMAN

93

Rasio transmisi pada puli gilir

173,1373,13

2

1 ===nn

i 1

111==

i

Faktor akselerasi c3

dari tabel 3 pada lampiran A1 c3 = 0

Faktor kelelahan c4

dari tabel 4 pada lampiran A1 c4 = + 0,4

Total serpis faktor c0

4320 cccc ++= c0 = 1,7 + 0 + 0,4 = 2,1

Pemilihan pitch t sabuk gilir

nk = 13,8 rpm

P. c0 = 0,2 [kW].2,1

= 0,42 [kW]

Dari gambar 5 pada lampiran A1 dapat

dilihat bahwa pitch 8 mm memenuhi kedua

persyaratan, maka digunakan tipe belt

STD8M

Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan

diameter pitch puli dw untuk p = 8 mm

dengan mencari dw yang mendekati Ø 140

mm tetapi harus lebih besar dari Ø 115 mm

Berdasarkan tabel 13 lampiran A1 diperoleh

dw = 122,23 mm yang memiliki jumlah gigi

z1 = 48, karena rasio i = 1 maka :

dwg = dwk = 122,23 mm

zg = zk = 48 gigi

Menghitung panjang pitch Lp

Berdasarkan rumus (5) maka

Lp = 2 . 1600 [mm] + π . 122,23 [mm]

= 3583,997 [mm]

Pada tabel 12 lampiran A2 diperoleh

panjang sabuk maksimum untuk tipe

STD8M yaitu Lw = 2800 mm < Lp =

3583,997 [mm] tipe ini tidak bisa dipakai.

Page 104: TSA POLMAN

94

gunakan tipe sabuk HTD14M

Koreksi terhadap jumlah gigi z1 dan

diameter pitch puli dw untuk p = 14 mm

dengan mencari dw yang mendekati Ø 140

mm tetapi harus lebih besar dari Ø 115 mm

Berdasarkan tabel 15 lampiran A1 diperoleh

dw = 133,69 mm yang memiliki jumlah

gigi z1 = 30, karena rasio i = 1 maka :

dwg = dwk = 133,69 mm

zg = zk = 30 gigi

Koreksi panjang pitch Lp

Berdasarkan rumus (5) maka

Lp = 2 . 1600 [mm] + π . 133,69 [mm]

= 3619,99 [mm]

Pada tabel 11 lampiran A2 diperoleh

panjang sabuk standard yang mendekati Lp

untuk tipe STD8M yaitu Lw = 3500 mm

dengan jumlah gigi z = 275

(untuk pemesanan jenis belt yang diorder

adalah 3500-14M )

Koreksi jarak antar sumbu

Jika Lw < Lp maka a’ = a - 2

wp LL −

Jika Lw > Lp maka a’ = a + 2

pw LL −

Karena Lw < Lp maka:

a’ = 1600 [mm] - [ ] [ ]

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

2350099,3619 mmmm

= 1540 mm

Jadi jarak antar poros (a) yang sebenarnya

adalah 1540 mm

Jumlah gigi yang berpasangan

Ze = Zk . 360β = 30 .

360180 = 15

Karena i = 1 maka jumlah gigi yang

berpasangan terhadap masing-masing puli

adalah sama yaitu 15 gigi

faktor jumlah pasang gigi terkait c1

lihat tabel 5 lampiran A1 Untuk Ze =20 ≥ 6 maka c1 = 1

faktor panjang sabuk c5

lihat tabel 6 lampiran A1

Untuk p = 14 mm dan Lw = 3500 mm, maka

c5 = 1,1

Kapasitas daya yang ditransmisikan PN

Lihat tabel 7 lampiran A1 Untuk zk = 30 dan nk = 13,8 rpm diperoleh

PN = 1,6 kW

Faktor lebar sabuk c6

Jika dipilih lebar sabuk = 40 mm Dari tabel 8 lampiran A1 diperoleh c6 = 1

Page 105: TSA POLMAN

95

Faktor perhitungan lebar c6 err

Berdasarkan rumus (7) maka :

c6 err = [ ][ ] 1,1.1.6,1

1,2.2,0kWkW = 0,239

Karena berdasarkan syarat, bahwa c6 ≥ c6 err

maka sabuk dengan lebar 40 mm dapat

digunakan

Kecepatan linear sabuk [ ] [ ]33 10.60

73,13.69,133.10.60

.. rpmmmndv w ππ

==

= 0,096 m/s

Gaya tarik efektif Fu

Fu = v

P.103

Maka gaya tarik efektif yang terjadi adalah

Fu = [ ]

smkW

096,02,0.103

= 2083,33 N

Pengecekan gaya tarik efektif yang

diizinkan (Fu zul) untuk lebar sabuk yang

dipilih

Lihat tabel 2 lampiran A2

Karena untuk sabuk gilir dengan lebar 40

Fu zul = 8500 [N] > Fu = 1855,67 [N] maka

sabuk ini memenuhi kedua syarat sehingga

bisa dipakai

Pemakaian daya untuk lebar sabuk yang

dipilih (PR)

Berdasarkan rumus (6) maka:

PR = 1,6 [kW]. 1 = 1,6 [kW]

Total serpis faktor c0 err untuk lebar sabuk

yang dipilih

Berdasarkan rumus (8) maka :

c0 err = [ ][ ]kW

kW2,0

1,1.1.6,1 = 8,8

Total beban pada poros Fv

Lihat tabel 1-a dan 1-b pada lampiran A2

diperoleh :

k1 = 0,75

k2 = 1,6

Berdasarkan persamaan (9) maka:

det]/[096,02

180sin].[2,0.10.6,1.75,0

3

m

kWFv =

= 2500 [N]

Daerah penyetelan

Panjang sabuk 3500 mm

Tipe HTD14M

dari tabel 16 lampiran A1 harga yang paling

dekat adalah tipe H diperoleh

Ci =15 mm dan Cs = 30 mm

Pemasangan

Untuk a = 1540 mm, maka berdasarkan

gambar 2.5 diperoleh

Ini berarti pada bahwa jika dibagian tengah-

tengah rentangan sabuk diberikan gaya

tarik berkisar antara 32 sampai 50 N, maka

Page 106: TSA POLMAN

96

][06,24][1540.641 mmmmd ==

untuk lebar sabuk = 50 mm, maka

berdasarkan tabel 3 pada lampiran A2 gaya

tarik yang harus diberikan p = 3,2 – 5 daN

defleksi yang terjadi pada bagian tersebut

adalah 2,4 cm dari kondisi lurusnya dan

kondisi ini idealnya harus tercapai dengan

cara menyetelnya pada batas margin 15 mm

ke arah dalam atau 30 mm ke arah luar dari

jarak sumbu porosnya ≈ [ ]3015368+− mm

V.3.3 Data teknis desain sabuk gilir (transmisi)

Profil sabuk gilir HTD

Pitch gigi t = 14 mm

Jumlah gigi pada puli gilir 30== gk zz

Diameter pitch puli gilir 69,133== wgwk DD mm

Kecepatan putar puli gilir 73,13== gk nn rpm

Rasio transmisi i = 1

Panjang pitch sabuk penggerak 3500=wL mm

Jumlah gigi pada sabuk gilir z = 275

Lebar sabuk gilir b = 40 mm

Perkiraan berat m = 1,519 kg

Jarak sumbu poros a = 1540 mm

Sudut kontak antar sabuk terhadap puli β = 180º

Jumlah gigi terkait (JGT) 15=ez

Kecepatan linier sabuk (konveyor) 096,0=ν m/s

V.4 Perancangan poros dan pasak

V.4.1 Pengolahan Data dan Perhitungan Poros

Page 107: TSA POLMAN

97

1

2,0=MP kW ; 11,139=GT Nm

0.2w = 90,55 N (pelat)

6.2w = 62,96 N (baja)

7.26.2 +w = 94,97 N (baja)

6.2vF = 2500 N (bab V.3.2)

7.2vF = 3287,67 N (bab V.2.2)

°= 30β

2

Gambar disamping merupakan taksiran

terhadap ruang, jarak pemusatan gaya-gaya

yang terjadi terhadap tumpuan dan dimensi

poros didasarkan pada dimensi puli yang

sebenarnya

3

Lihat point 1 (x-y)

( )

][07,1601][8,2152][73,551

][5000][2,28470

][73,551][440.317].[2,2847

][35,374][78,83].[25000.

NFNNF

NNFFF

NFmmFN

mmmmNM

AY

AY

BYAY

Y

BY

BY

AXY

==+

=++=Σ=

+=+

4 4.a. DIAGRAM GESER (x-y)

Page 108: TSA POLMAN

98

4.b. DIAGRAM MOMENT (x-y)

Moment lentur XY maksimum di titik 1

14,1431. =xyM [Nm]

][78,83].[07,16011 mmNM XY = = 143,14 [Nm]

][51,752][22,233

].[2500][317].[07,16012

NmMmm

NmmNM

XY

XY

−=

−=

][92,353][57,290

].[2500])[3,57].[2,2847][35,374].[07,1601(3

NmMmm

NmmNmmNM

XY

XY

=

−+=

Page 109: TSA POLMAN

99

5 Lihat point 1 (x-z)

][3,391][84,1094

][74,94][96,62][84,16430

][84,1094][440.][317].[84,1643

][73,359].[74,94][78,83].[96,620.

NFN

NNNFF

NFmmFmmN

mmNmmNM

AZ

AZ

Z

BZ

BZ

AXY

−=

++=+=Σ−=

+=+

6 6.a. DIAGRAM GESER (x-z)

6.b. DIAGRAM MOMENT (x-z)

Moment lentur XZ maksimum di titik 2

36,1092. −=xzM [Nm]

][78,321][78,83].[3,3911

NmMmmNM

XZ

XZ

−=−=

(Moment lentur XZ maksimum)

][36,1092][22,233

].[96,62][317].[3,3912

NmMmm

NmmNM

XZ

xz

−=

−−=

Page 110: TSA POLMAN

100

][69,873

][68,42].[84,1643][95,275].[96,62][359].[3,3913

NmMmmNmm

NmmNM

XZ

XZ

−=+

−−=

7

Resultan gaya

1. Tumpuan A ( RAF )

][19,1648][3,391][07,1601 22

22

NFNNF

FFF

RA

RA

AZAYRA

=

+=

+=

2. Tumpuan A ( RBF )

][1226

][84,1094][73,551 22

22

NFNNF

FFF

RB

RB

BZBYRB

=

+=

+=

Resulatan moment lentur

1. dititik 1

][85,1463])[78,32(])[14,143(1

122

21.

21.

NmMNmNmM

MMM

R

R

XZXYR

=

+=

+=

2. di titik 2

][9,1322])[36,109(])[51,75(2

2

22

22.

22.

NmMNmNmM

MMM

R

R

XZXYR

=

+=

+=

Moment lentur maksimum 146,85 [Nm]

menyebababkan posisi (titik)1 menjadi

daerah yang kritis.

Page 111: TSA POLMAN

101

8 Sesuai dengan gambar pada point 2 maka rancangan poros berstep (dudukan puli dan bearing) yang akan digunakan tampak seperti gambar di bawah ini

(potongan A-A adalah daerah kritis) asumsi:

• Bahan poros St 37 (lihat tabel 4 lampiran C)

• yσ = 260 [MPa]

• dari tabel 3 lampiran C faktor keamanan (n)

= 1,5

Berdasarkan persamaan (25) maka tegangan

geser yang diizinkan adalah

]/[875,1.2

]/[260 22

mmNmmNa ==τ

pada tabel 2 lampiran C untuk jenis

pembebanan mendadak dan terjadi sedikit

kejutan (puli) pada poros yang berputar

diperoleh

Cm = 1,75

Ct = 1,25

Untuk momen lentur M= 146,85 [Nm] dan

11,139=GT [Nm] maka berdasarkan

persamaan (29) menghasilkan

( ) ( )][3,26

10.11,139.25,110.85,146.75,1.87

1,5 31

2323

mmd

d

s

s

=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=

9 Jika defleksi akibat puntiran dibatasi sampai 0,25º maka diameter poros minimum berdasarkan persamaan (30)

][86,2125,0]./[10.21

][295].[10.56,69.584 24

34

mmdmmN

mmNmmd

s

s

=

=

10 Dimensi poros

Beradasarkan kedua syarat perhitungan poros tersebut maka pada potongan A-A digunakan poros

dengan Ø 30 [mm], disamping guna penyesuaian terhadap lubang puli, juga dapat dipastikan

bahwa poros tersebut mampu menahan beban yang terjadi.

V.4.2 Pengolahan Data dan Perhitungan Pasak

Jika torsi yang ditransmisikan sebesar 139,11 [Nm], pasak dari bahan ST-60 (tabel 9

lampiran C) dan faktor keamanan n = 1,5 (tabel 3 lampiran C) maka

Berdasarkan persamaan (31) gaya tangensial

Page 112: TSA POLMAN

102

][9274])[10.30(][11,139.2

3 NmNmF ==

berdasarkan persamaan (25) tegangan geser izin

]/[3,1085,1.2

]/[325 22

mmNmmNa ==τ

V.4.2.1 Akibat Gaya Tangensial

lihat lampiran F untuk diameter poros 30 mm lebar standar pasak yang digunakan b = 10 mm,

maka berdasarkan persamaan (33) panjang pasak

][56,8]/[3,108].[10

][92742 mm

mmNmmNl ==

V.4.2.2 Akibat Tekanan Bidang

Untuk pasak dengan lebar 30 mm diperoleh 2t = 3 mm, jika tekanan permukaan

]/[80 2mmNpa = maka berdasarkan persamaan (35)

][64,38][3]./[80

][92742 mm

mmmmNNl ==

V.4.2.3 Panjang Pasak

• Akibat gaya tangensial diperoleh ][56,8 mml = , maka berdasarkan persamaan (36)

285,0][30][56,8==

mmmm

dl

s

≤ 0,75 (kurang baik)

• Akibat tekanan bidang diperoleh ][64,38 mml = , maka berdasarkan persamaan (36)

5,1][30

][64,3875,0 ≤≤mm

mm = 5,1288,175,0 ≤≤ (baik)

pilih pasak dengan panjang 40 mm (lampiran F), maka berdasarkan persamaan (36)

5,1][30][4075,0 ≤≤

mmmm = 5,1333,175,0 ≤≤

pasak yang digunakan adalah pasak sejajar A 10 x 8 x 40 PMS 0-47

Page 113: TSA POLMAN

103

V.5 Pneumatik

V.5.1 Air Pressure yang digunakan

Untuk menghasilkan tekanan pada silinder stopper dan side positioning, maka kita

menggunakan tekanan kerja efektif yang distandarkan untuk penggunaan silinder yang dipilih,

yaitu sebesar 6± bar ( 510.6 Pa).

V.5.2 Silinder yang digunakan

Pada proses pemberhentian benda kerja dan pemosisian benda kerja, silinder yang

digunakan disesuaikan dengan besar beban yang akan dipindahkan oleh silinder. Keterangan

dari silinder digunakan dapat kita perhatikan pada table dibawah ini :

Fungsi Silinder

Diameter

Silinder

(mm)

Panjang stroke

(mm)

Jenis produk

silinder

Stopper 20 30 CRDG-25-PA

Side Positioning 15 30 CRDNSU-25-PA

Silinder stopper yang digunakan pada stasion satu adalah dua buah dan silinder side

positioning enam buah. Berikut data hasil perhitungan dari masing – masing silinder :

V.5.2.1 Gaya (F)

V.5.2.1.1 Stopper silinder

Data yang ada :

maxv = Kecepatan maksimum konveyor = 0,1 m/s

s = Jarak antara sensor dengan silinder stopper = 20 cm

H = Langkah piston = 30 mm

p = 6 bar = 6.105 N/m2

F1 = Gaya minimum silinder

A = Luas penampang dimana gaya bekerja

m = Massa benda kerja

Page 114: TSA POLMAN

104

m’ = Massa end effector dari silinder stopper = 0,33 kg

Dalam perhitungan penetuan dimensi silinder stopper ini, pengaruh benda kerja perlu

diperhitungkan, yaitu :

* asumsi a = perlambatan motor = -0,02 m/s2

* 1v = kecepatan benda kerja sesaat sebelum menumbuk stopper

kecepatan di atas bisa dihitung dengan menggunakan persamaan

s

vva

×−

=2

2max

21

2,021,0

02,022

1

×−

=−v

01,0008,0 21 −=− v

008,001,01 −=v

045,01 =v m/s

* t = waktu pencapaian

max1

2vvst

=

1,0045,0

2,02+

×=

76,2=t detik

* F’ = gaya yang terjadi

Page 115: TSA POLMAN

105

amF ×='

0

1max

−−

×=t

vvm

076,2

045,01,08,7−

−×=

16,0'=F N

Dari perhitungan diatas terlihat bahwa gaya yang diberikan oleh benda kerja pada saat

menumbuk stopper sangat kecil, yaitu 0,16 N.

Dikerenakan gaya tersebut sangat lah kecil maka bisa diabaikan.

Berdasarkan data yang ada, bahwa massa end effector silinder mempunya massa 0,33 kg,

sehingga berdasarkan persamaan di bawah ini :

* gmF ×=

1033,0 ×=

3,3=F N

Sehingga gaya minimum yang harus diberikan oleh silinder (F1) harus lebih besar dari 3,3

N.

Berdasarkan persamaan [59] :

Page 116: TSA POLMAN

106

* ApF =

FpA =

3,3106 5×

=

18,0= mm2

π18,02×=D

47,0=D mm

Dari perhitungan di atas bisa dikatakan bahwa diameter silinder sangatlah kecil, maka

penentuan dimensi silinder hanya berdasarkan kepada fungsinya. Dan silinder yang

digunakan adalah jenis CRDG-25-PA.

V.5.2.1.2 Side positioning silinder

Data yang ada :

H = Langkah piston = 30 mm

p = 6 bar = 0,6 N/mm2

m = Massa benda kerja = 7,8 kg

μ = koefisien gesek belt dengan benda kerja = 0,2

A = Luas penampang dimana gaya bekerja

F’ = Gaya minimal yang harus diberikan = 15,6 N

Sehingga :

Berdasarkan persamaan [58] :

Page 117: TSA POLMAN

107

* pAF ×='

pFA '

=

6,06,15

=

26=A mm2

π262×=D

75,5=D mm

Gaya dari silinder yang digunakan harus lebih besar dari gaya yang dibutuhkan karena

pertimbangan – pertimbangan berikut :

- Alasan ergonomis. Dari ukuran mesin dan space yang ada maka dimensi silinder yang

digunakan harus proporsional.

- Untuk meyakinkan bahwa silinder yang digunakan lebih aman dan fungsinya akan

tercapai dengan pasti.

Berdasarkan dari pertimbangan – pertimbangan diatas maka silinder yang digunakan

adalah jenis CRDNSU-25-PA.

Page 118: TSA POLMAN

108

V.6 Perhitungan Gaya Hidrolik

Data – data :

a. ρ ( berat jenis plat baja) = 7850 kg/m2 b. Masa plat = 7.8 kg

c. Pemakaian 1 silinder, 1 lubang

Ø lubang 2,6 mm → F 1= 1900 N

Pemakaian 1 silinder, 2 lubang

Ø lubang 9 + Ø lubang 2.6mm → F2 = 10525 N

Pemakaian 1 silinder, 3 lubang

Ø lubang 2,6 mm → F3 = 5799 N

e. 1 daN = 10 N

f. 3

1cmdaN =1 bar

V.6.1 Gaya yang terjadi

Gaya maju

Ø lubang 2,6 mm → F1 = 1900 N

V.6.2 Tekanan kerja pada silinder

Data – data :

a. Gaya maju silinder (Ø lubang 2,6 mm) = 1900 N = 190 daN

b. Øsil luar (ds) = 10,2 cm = 4 inch

c. Øsil rod (dr) = 6,35 cm = 2,5 inch

d. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm = 2 inch

e. Efisiensi (η ) = 95%

Berdasarkan persamaan (49) besar Tekanan pada silinder adalah :

Fmaju1 = 100

.785,0.. 21 ηdP

190 daN = P1. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95

Page 119: TSA POLMAN

109

P1 = 59,77190

P1 = 2,45 bar

Fmaju2 = 100

.785,0.. 22 ηdP

579,9 daN = P2. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95

P2 = 59,779,579

P2 = 7,5 bar

Fmaju3 = 100

.785,0.. 23 ηdP

1052,5 daN = P3. (10,2)2 cm2. 0,785. 0,95

P3 = 59,775,1052

P3 = 13 bar

Gaya mundur

Data – data perhitungan :

a. Tekanan kerja silinder (P) = 2,45 bar

b. Øsil luar (ds) = 10,2 cm

c. Øsil rod (dr) = 6,35 cm

d. Efisiensi (η ) = 95 %

Berdasarkan persamaan (50) besar gaya mundur pada silinder adalah :

Fmundur1 = 100

.785,0)..( 221 ηdroddsilP −

= 2,45 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95

= 116,48 daN

= 1165 N

Page 120: TSA POLMAN

110

Fmundur2 = 100

.785,0)..( 222 ηdroddsilP −

= 7,5 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95

= 356,6 daN

= 3566 N

Fmundur3 = 100

.785,0)..( 223 ηdroddsilP −

= 13 . (10,22 – 6,352) . 0,7854 . 0,95

= 646,5 daN

= 6456 N

V.6.2.1 Volume silinder

Diketahui :

a. Øsil luar (ds) = 10,2 cm

b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm

Berdasarkan persamaan (52) kapasitas volume silinder pada saat maju adalah :

Vmaju = A . L

= 4. 2dπ .L

= 4

)2,10.( 2π . 5,1

= 416,5 cm3

= 0,416 liter

Volume mundur

a. Øsil luar (ds) = 10,2 cm

b. Panjang langkah yang diinginkan/Stroke (Stroke) = 5,1 cm

Øsil rod (dr) = 6,35 cm

Berdasarkan persamaan (53) kapasitas volume silinder pada saat mundur adalah :

Vmundur = Vmaju - Vrod

= 4.lπ . (dsil 2 – drod

2)

= 0,785 . 5,1 . (10,22 -6,352)

= 255,1 cm3

= 0,2551 liter

Page 121: TSA POLMAN

111

V.6.2.2 Pergerakan linear silinder

Untuk menentukan kecepatan maju dari silinder diasumsikan waktu yang dibutuhkan adalah 1 detik untuk stroke 5,1 cm. Untuk mengatur kecepatan digunakan katup one way flow control. Dari data – data yang sudah didapat pada hasil perhitungan maka :

νmaju = tL

= 11,5 = 5,1

seccm

Jadi kecepatan maju yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi maksimum adalah 5,1 cm/sec. Sedangkan untuk pergerakan mundurnya adalah :

Q = A . νmaju

= 0,785 . d2 . 5,1

= 0,785 . (10,2)2 . 5,1 cm

= 416,5 cm3/sec

νmundur = ).(785,0 22 droddsil

Q−

= )35,62,10.(785,0

41622 −

= 50416 = 8,32 cm/sec

Waktu yang dibutuhkan silinder untuk mencapai kondisi minimum adalah :

t = L / νmundur

= 32,81,5 = 0,6 sec

V.6.2.3 Debit gerakan maju

Berdasarkan persamaan (51) besar debit gerakan maju adalah :

Q = A . νmaju

= 0,785 . d2 . 5,1

= 0,785 . (10,2)2 . 5,1 cm

Page 122: TSA POLMAN

112

= 416,5 cm3/sec

= 0,4165 liter/sec

V.6.2.4 Daya pompa

Untuk menghitung besarnya daya pompa yang dibutuhkan untuk menekan plat

(mplat×g = 76,5) maka digunakan hokum Bernoulli dengan persamaan berikut ini :

Masa oli/sec (moli) = Volume oli × ρoli

= 0,416 liter × 0,888 kg/dm3 = 0,369 kg

Ketinggian piston hidrolik dari reservoir (h) = 900 mm, gravitasi (g) 9,81 m/s2.

Debit aliran fluida (ν) = 0,4165 liter/sec.

Berdasarkan persamaan (48) maka :

Ppompa = moli . g . h + P2 . ν

= (0,364) . 9,81 . 1,1 + 13 .105 . 0,4165 . 10-3

= 0,54 kW

Note : tekanan yang digunakan adalah tekanan maksimum 13 bar

V.6.2.5 Ketebalan dinding pipa, diameter pipa yang digunakan dan kecepatan aliran fluida dalam pipa.

V.6.2.5.1 Diameter pipa Dengan melihat tabel 3 lampiran D carbon steel tubes DIN 2391/c maka dapat

ditentukan diameter luar pipa yang dibutuhkan yaitu 22 mm (0,866 inch) dan diameter

dalam sebesar 15,7 mm (0,622 inch). Karena ukuran diameter luar tersebut tidak ada

maka diambil pendekatan dengan ukuran pipa nominal sebesar 12,7 mm (0,5 inci).

V.6.2.5.2 Kecepatan aliran Dari hasil penentuan diameter pipa maka kecepatan aliran fluida dalam pipa dapat

dihitung, yaitu :

a. Qgpm = 448 Q(ft3/sec) =448 × 0.0147 = 6,58 gpm

b. Di (diameter dalam) = 0,622 inci

ν = 2

.408,0D

Qgpm

Page 123: TSA POLMAN

113

= 2)622,0(.58,6.408,0 Qgpm

= 6,93 ft/sec

= 2,11 m/sec

Dalam pipa maupun bagian – bagian lainnya maka kecepatan aliran dibatasi , tidak

boleh melewati kecepatan kritis (Vkrit), apabila kecepatan aliran ini melewati batas

Vkrit maka akan beralih dari laminar ke turbulen.

Diketahui:

ν (viscositas kinematik) = 0,19.10-4 m2/sec

d (diameter dalam pipa) = 0,622 inci = 1,57 10-2 m

Rekrit = 2320

νkrit = Rekrit ν/d

= 210.57,14-0,19.10 . 2320

= 2,84 m/sec

V.6.2.5.3 Ketebalan dinding pipa

Ketebalan dinding pipa dapat diketahui dari tabel lampiran. Dengan diameter

nominal 0,5 inci. Jenis pipa yang digunakan adalah schedule 40 yang memiliki

diameter dalam agak besar dibanding schedule 80 karena untuk meminimalkan

kerugian – kerugian dalam pipa. Maka diameter luar pipa = 0,840 inch, diameter

dalam pipa = 0,622 inch dan ketebalan dinding pipa 0,27 cm.

V.6.2.6 Volume reservoir Volume reservoir yang harus dipenuhi dihitung dengan menggunakan persamaan

berikut :

Volume reservoir = 3 × (Volume oli di pipa +Volume disilinder)

= 3 × ( 6 + 5,82) liter

= 35 liter

V.6.2.7 Parameter penurunan tekanan

Parameter penurunan tekanan dihitung untuk mengetahui berapakah tekanan

jatuh pada sistem perpipaan, katup dan fitting. Jika dibandingkan dengan tekanan kerja

sistem sehingga dari hasil perhitungan didapat, jika nilai tekanan jatuh pada sistem

Page 124: TSA POLMAN

114

perpipaan, katup dan fitting lebih besar dari tekanan kerja system, maka nilai tersebut

tidak dapat diabaikan dan harus diperhitungkan dalam instalasi pipa. Tetapi jika nilai

tekanan jatuhnya lebih kecil dari tekanan kerja sistem maka tekanan tersebut dapat

diabaikan. Namun untuk faktor keamanaan nilai tersebut diperhitungkan sebagai

losses dengan nilai maksimum 10%.(Thomas krist,Dr.Ing.Hidraulika.Penerbit

Erlangga).

V.6.2.8 Tekanan kerja hidrolik

Berdasarkan persamaan (54) besar tekanan kerja hidrolik adalah : Diketahui :

HL : 10%

Psilinder : 2,45 bar

Wp1 = Psilinder1 (1+HL)

= 2,45 (1+0,1)

= 2,69 bar

Wp2 = Psilinder2 (1+HL)

= 8,25 bar

Wp3 = Psilinder3 (1+HL)

= 14,3 bar

Sehingga didapatkan untuk Wp keseluruhan untuk tekanan kerja hidrolik adalah 14,3

bar.

Wp adalah tekanan kerja yang dibutuhkan sistem sebelum terjadi drop tekanan. Nilai

ini dapat diatur melalui komponen relief valve dan penunjukan dapat dibaca pada

pressure gauge (Pengontrol tekanan).

V.6.2.9 Parameter perpipaan

Parameter perpipaan yang dihitung adalah tekanan ledak yaitu tekanan

maksimal yang mampu diterima oleh pipa maupun pompa. Dihitung dengan

menggunakan rumus :

Wp = FsBp

Bp1 = Wp × Fs

Page 125: TSA POLMAN

115

= 2,69 × 8

= 21,52 bar { Bp(tekanan ledak) > tekanan kerja silinder}

BP2 = 66 bar

BP3 = 114 bar

Wp = Tekanan kerja hidrolik

Fs = Faktor keamanan untuk tekanan 0 – 69 bar yaitu 8. (Antony Esposito. Fluid

Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey, USA.1994)

V.7 Perhitungan konstruksi rangka bed mesin sub metal forming pintu kulkas.

Dalam menghitung dimensi profil rangka yang akan digunakan, batasan data yang digunakan

dalam perhitungan adalah sebagai berikut :

• Hanya beban statis dari sistem saja yang akan ditahan oleh rangka dan dianggap

sistem berada dalam kondisi statis tertentu

• Dimensi pelat 20 x 1400 x 1600 [ 3mm ] pada konstruksi diatas diasumsikan kuat

menahan gaya akibat beban yang ada di atasnya (presstool dan sistem konveyor) baik

karena tekanan permukaan maupun geseran, maka pada perhitungan kekuatan rangka

mesin dilihat dari kekuatan konstruksi rangka saja.

• Karena ditumpu oleh landasan pelat (bed) maka gaya diasumsikan terdistribusi secara

merata terhadap rangka

• Konstruksi rangka menggunakan profil baja standar (lihat tabel 5 lampiran C)

• Bahan yang digunakan oleh rangka adalah St.-37

Diketahui : massa pelat, sistem konveyor dan presstool sebesar = 1400 Kg

Ditanyakan : tentukan jenis dan dimensi profil yang mampu menahan beban tersebut ?

Jawab :

Page 126: TSA POLMAN

116

Dengan melihat dari salah satu sisi pada gambar diatas, maka resultan dari beban yang

terdistribusi merata dapat disederhanakan dalam bentuk diagram benda bebas sebagai berikut

:

Gaya yang diberikan terhadap konstruksi sebesar

gmFtot .= = 1400 [kg] . 9,81 [ 2det/m ]= 13734 [N]

Dengan menggunakan konsep kesetimbangan (gaya dan momen), karana resultan gaya tepat

bekerja di tengah-tengah tumpuan, maka gaya yang terjadi pada tumpuan A dan B adalah

sama FA = FB = 6867 [N]

Dengan metoda pengirisan (x-x), maka besar momen yang terjadi adalah

Page 127: TSA POLMAN

117

Mb = 6867 [N] . 800 [mm]

= 5.493.600 [Nmm]

Distribusi momen lentur yang terjadi pada batang dapat dilihat pada diagram momen lentur di

bawah ini

Jika bahan St-37 memiliki kekuatan mulur ][240 MPaS y = dan harga faktor keamanan n = 1,5

maka tegangan izin adalah

5,1]/[240 2mmN

izin =σ = 160 [ 2/ mmN ]

V.7.1 momen tahanan yang harus dimiliki profil adalah

][10.34,34]/[160][5493600 33

2 mmmmNNmmMW

izinx ===

σ

Dari tabel 5 lampiran C dapat dilihat bahwa profil-U : C 100 x 10,8 yang memiliki harga

][10.6,37 33 mmWx = akan mampu menahan baban yang ada.

V.7.2 Pengecekan terhadap tegangan yang terjadi

]/[1,146]/[37600][5493600 3

2 mmNmmN

NmmWM

x

===σ < izinσ (aman)

Page 128: TSA POLMAN

118

V.7.3 Pengecekan terhadap defleksi

IEFlf

..48

3

=

][906,2][10.91,1]./[10.1,2.48

])[1600]([137344625

3

mmmmmmN

mmNf ==

meskipun tegangan pada profil-U : C 100 x 10,8 yang terjadi lebih kecil dari tegangan izin

tetap akan mengalami defleksi, oleh karena itu harus dipilih profil lain yang mampu menahan

defleksi, dipilih profil-U : C 200 x 27,9

maka defleksi yang terjadi adalah :

][0304,0][10.3,18]./[10.1,2.48

])[1600]([137344625

3

mmmmmmN

mmNf ==

Page 129: TSA POLMAN

119

V.8.1 Perhitungan Gaya Potong Dan Stripper Tools

Diketahui : bahan st 37(Rm = 370)

lubang 1, dia = 2.6 mm

lubang 2, dia = 9 mm

tebal pelat = 0.8 mm

Berdasarkan rumus( 68 )

gaya potong lubang I = Rmsd .8,0...π [N]

= 370.8,0.8,0.6,2.π N

= 1935 N

gaya potong lubang 2 = Rmsd .8,0...π [N]

= 370.8,0.8,0.9.π

= 4285 N

Mengingat terdapat beberapa jenis tools pada stasion satu, maka dalam perhitungan

gaya potong dan stripper pasti akan berbeda. Perbedaanya terletak pada dimensi lubang yang

akan dibuat, yaitu:

1.lubang jenis 1 = dia 2.6 mm

2.lubang jenis 2 = dia 9 mm.

Namun dari pada itu, beberapa parameter yang tetap adalah :

1. jenis material = St-37 (Rm =370)

2. tebal pelat (s) = 0.8 mm

tools no.1,7

a. banyak lubang jenis 1 =1 buah

b. banyak lubang jenis 2 =1 buah

Berdasarkan rumus( 68 ):

F 1,7 = F lubang jenis 1 + 2.F lubang jenis 2

= 1935 + 4285

= 6220 N

Berdasarkan rumus( 69 ):

Fs 1,7 = 3.5 % . 6220

= 217 N

Page 130: TSA POLMAN

120

tools no. 2, 6

banyak lubang jenis 1 = 3 buah

banyak lubang jenis 2 =0 buah

F2,6 = 3. F lubang jenis 1

= 3 . 1935

= 5805 N

Fs2,6 = 3.5 % .5805

=203 N

tools no.3,4,5.

banyak lubang jenis 1 = 1 buah

banyak lubang jenis 2 =0 buah

F3,4,5 = F lubang jenis 1

= 1935 N

Fs3,4,5 = 3.5% . 1935

= 68 N

Mengingat penggunaan presstool merupakan proses piercing pada kedua sisi pelat maka pada

perhitungan gaya potong di atas adalah hanya perhitungan gaya potong pada sisi kanan

konveyor saja, sedangkan untuk perhitungan pada sisi kirinya disamakan sesuai dengan posisi

pemotongannya.

V.8.2 PENENTUAN DIMENSI TOOLS

Dalam menentukan dimensi

Perhitungan meliputi :

1.Penetrasi

berdasarkan rumus (60)

Penetrasi pemotongan = ½ x 0.8

= 0.4 mm

Penetrasi Die = 3 x 0.8

=2.4 mm

Page 131: TSA POLMAN

121

2 Fracture (patahan)

tinggi patahan / fracture = ½ x 0.8

= 0.4 mm

3.Clearance dies

Diketahui : tebal material = s = 0,8 mm

shear stress = Bτ = 0,8 . 370

= 295 N/mm

working factor = c = 7 %

Ditanyakan : dimensi lubang dies 1,7,2,6,3,4,5

Jawab :

Berdasarkan rumus( 63 ):

Us = 7 % . 0,8 . 295

= 0,96 mm /side

dimensi dies tipe 1 = dia 2.6 + 2(0,96)

= 4,52 mm

dimensi dies tipe 1 = dia 9 + 2(0,96)

= 10.92 mm

4.Tebal bibir potong /Land

berdasarkan rumus( 65 ):

Land = 2,5 . 0,8

= 2 mm.

Page 132: TSA POLMAN

121

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian beberapa bab dalam penulisan tugas akhir ini, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan antara lain:

1. Hasil pembahasan dan perancangan sub line metal forming untuk produk door

panel refrigator (pintu kulkas) dapat digunakan sebagai dokumentasi yang dapat

dijadikan bahan ajar dan studi banding untuk pihak-pihak yang menghadapi

masalah yang serupa.

2. Mesin ini dirancang unuk dapat dioperasikan secara manual dan otomatis melalui

mekanisme kerja sistem yang berbasis PLC

3. Dalam perancangan sub line metal forming untuk produk door panel refrigator

(pintu kulkas) memerlukan beberapa komponen dengan spesifikasi sebagai

berikut :

1. Induksi motor AC 0,2 kW yang dilengkapi gearhead dengan rasio reduksi

sebesar 59 dan inverter 0,2 KW (Toshiba VF-S7), berfungsi sebagai sumber

penggerak (prime mover) dan variator pencapaian kecepatan konveyor.

2. Yuken Power packages (Power Unit) yang sudah dilengkapi pompa dengan

volume langkah 6,3 cm3/rev, pengaturan tekanan 12 – 50 bar, Motor dengan

besar daya 0,75kW, kapasitas reservoir 35 liter, max tekanan 50 bar.

3. Relief valves dengan maximum pengaturan hingga 210 bar. Bertipe series

Parker RDH081.

4. Silinder hidrolik dengan diameter piston 10,2 cm, diameter rod 6,35 cm,

stroke 5,1 cm. Bertipe double acting series Parker 2H Heavy Duty Hydraulic

cylinder.

5. One way flow control, Yuken bertipe SRCT - 03 – 50

6. Solenoid operated poppet type 4/2 valve. Yuken valve type S-DSG-01-2B2-

D24-N-50.

7. Pengontrol tekanan, harus mampu diseting sampai 0 – 15 bar .

Page 133: TSA POLMAN

122

8. Pipa untuk hidrolik, berjenis “steel pipe” dengan tipe schedule 40, diameter

luar 0,0866 inci, diameter dalam 0,622 inci.

9. Sabuk transmisi tipe STD8M (catalog contitech) dengan panjang pitch 1056

mm dan lebar 30 mm, berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran dari

motor terhadap konveyor

10. Sabuk konveyor tipe HTD14M (catalog contitech) dengan panjang pitch 3500

mm dan lebar 40 mm, berfungsi sebagai pembawa benda kerja yang diproses

11. Press Tools

12. Compresor bertekanan ± 6 bar , berfungsi sebagai sumber tekanan

13. Silinder dengan diameter 20 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai

stopper

14. Silinder dengan diameter 15 mm dan panjang stroke 30 mm, berfungsi sebagai

side positioning

15. Sensor induktif, berfungsi sebagai pendeteksi benda kerja

16. PLC

4. Pencapaian hasil dalam perancangan mesin ini antara lain:

1. Gambar rancangan mesin

2. Gambar press tools

3. Program PLC

VI.2. Saran

Karena keterbatasan waktu dan data, maka dalam pembuatan sub line metal

forming untuk produk door panel refrigator (pintu kulkas) dimasa yang akan

datang perlu dilakukan kajian ulang beberapa hal sebagai berikut :

1. Mekanisme pencekaman benda kerja (magnetic clamping) ketika mesin

berada dalam kondisi bergerak.

2. Sistem pengatur (adjuster) untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan

terjadinya tarikan berlebih (over load) yang harus ditahan oleh sabuk

Page 134: TSA POLMAN

123

konveyor akibat gaya tekan terhadap pelat, ketika proses pemotongan

berlangsung.

3. Pemograman PLC hanya mampu untuk menyelesaikan 2 tipe pelat dari 6

variasi pelat yang direncanakan, sehingga dibutuhkan pembuatan program

untuk mengatasi kekurangan tersebut

4. Sebaiknya dalam menentukan pemilihan karakteristik motor penggerak lebih

diperhitungkan lagi, karena daya motor yang direncanakan hanya dihitung

dari sisi mekanik saja.

5. Penggunaan alternatif media kerja terutama hidrolik perlu dikaji ulang,

karena tekanan kerja yang digunakan agak kecil tidak tertutup kemungkinan

proses piercing dapat dilakukan dengan pneumatik.

Page 135: TSA POLMAN

DAFTAR PUSTAKA

Deutschman, Aaron D. Walter J.M. dan Charles E.W. 1975. Machine Design Theory and Practice.

New York: Macmillan.

Matek, W. Dieter M. Herbert W. dan Manfred B. 1994. Roloff/ Matek Maschinenelemente.

Braunschweig/ W iesbaden: Viewegs Fachbucher Der Technik.

Paquin, J.R. 1962. Die Design Fundamentals. New York: Industrial Press inc.

Purwasasmita, M. 2000. Konsep Teknologi. Bandung: ITB

Rudenko, N. 1992. Mesin Pemindah Bahan. Jakarta: Erlangga.

Shigley, Joseph E. dan Larry D.M. 1984. Perencanaan Teknik Mesin. Terjemahan Harahap Gandhi.

Jakarta: Erlangga.

G. Niemann. 1982. Elemen Mesin. Trjemahan Anton Budiman. Jakarta: Erlangga

Sularso dan Kiyokatsu Suga. 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta:

Pradnya Paramita.

Sutrisno. 1997. Fisika Dasar. Bandung: ITB

Antony Esposito. Fluid Power with Application. Prentice-Hall Internasional inc. New jersey,

USA.1994

Ismail Rochim, Nur Wisma Nugraha, Suharyadi Pancono. Mesin Listrik 1. Politeknik Manufaktur

Bandung

Zuhal. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. PT Gramedia. Jakarta.1988

Thomas Krist. Dr.Ing,Hidraulika. Penerbit Erlangga

Budi Prastaw,Ir. Pneumatik Hidrolik 1. Politeknik Manufaktur Bandung. Bandung

Peter Kohler. Industrial Hidroulic Control.Wisley

“Hydarulic Cylinders”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003)

“Hydarulic Valve”, Parker Hydraulic Division, URL : http://www.parker.com (10 Juni 2003)

“Design of Timing Belt Drives”, URL : http://www.contitech.del (15 Juni 2003)

Page 136: TSA POLMAN

LAMPIRAN A

Tabel 1

Page 137: TSA POLMAN

Gambar 1

• Profil gigi berdasarkan standard ISO 5296-1978 ( E )

Gambar 2

• Profil gigi berdasarkan katalog SDP/SI

Page 138: TSA POLMAN

Gambar 3

• Profil gigi berdasarkan katalog Veco- transmission

Gambar 4

• Profil gigi berdasarkan katalog SIEGLING

Page 139: TSA POLMAN

catatan :

Faktor beban dapat dicari jika tipe motor penggerak dan mesin yang digerakkannya telah ditentukan, harga

pada tabel diatas tidak berlaku untuk kondisi kerja yang tidak standard.

Tabel 3

Faktor akselerasi c3

Tabel 2 Faktor beban c2

Rasio transmisi Faktor akselerasi

Faktor akselerasi dipakai ketika rasio transmissi lebih besar dari 1,24

Page 140: TSA POLMAN

Tabel 4 Faktor kelelahan c4 Faktor ini tergantung pada waktu operasi harian dan condisi kerja tertentu untuk setiap mesin

Tabel 5

faktor jumlah pasang gigi terkait c1

Tabel 6

faktor panjang sabuk c5

Tipe dan waktu operasi Faktor kelelahan

jumlah gigi yang berpasangan gigi dalam faktor pasangan

Page 141: TSA POLMAN

Gambar 5

catatan: untuk daerah transisi dimana pitch berada diantara dua alternatif pitch direkomendasikan untuk menghitung kedua-duanya untuk memperoleh hasil pemilihan yang optimum.

Page 142: TSA POLMAN

Tabel 7

Tabel 8

Page 143: TSA POLMAN

Tabel 9

Tabel 10

Page 144: TSA POLMAN

tabel 11

Page 145: TSA POLMAN

tabel 12

tabel 13

Page 146: TSA POLMAN

tabel 14

tabel 15

Page 147: TSA POLMAN

tabel 16 daerah penyetelan minimum jarak antar sumbu poros

Page 148: TSA POLMAN

LAMPIRAN B tabel 1

tabel 2

tabel 3

Page 149: TSA POLMAN

LAMPIRAN C Tabel 1 Efisiensi mekanis (η )

Rantai dan sproket 0,95 – 0,98

Roda gigi lurus atau miring 0,9

Roda gigi cacing 0,45 – 0,85

Sabuk gilir 0,96 – 0,98

Tabel 2 Harga-harga faktor momen lentur mC dan faktor momen puntir tC Jenis Pembebanan Cm CtPoros diam

Beban diberi bertahap 1,0 1,0Beban diberi mendadak 1,5 - 2,0 1,5 -2,0

Poros berputarBeban diberi bertahap 1,5 1,0Beban steady 1,5 1,0Beban diberi mendadak, kejutan kecil 1,5 - 2,0 1,0 - 1,5Beban diberi mendadak, kejutan besa 2,0 - 3,0 1,5 -3,0

Tabel 3 Harga faktor keamanan [JOSEPH VIDONIC – 1957]

n material lingkungan beban1,25 - 1,5 andal terkendali tertentu

15 - 2 terkenal konstan tertentu2 - 2,5 rata-rata biasa tertentu2,5 - 3 kurang teruji biasa biasa3 - 4 belum teruji tidak pasti biasa/ tak tentu

Page 150: TSA POLMAN

Tabel 4

Page 151: TSA POLMAN

Tabel 5

Page 152: TSA POLMAN

Tabel 6

Page 153: TSA POLMAN

Tabel 7

Page 154: TSA POLMAN

Gambar 1

Page 155: TSA POLMAN

Tabel 8

Page 156: TSA POLMAN

Gambar 2 Hubungan Motor, Inverter dan GearHead

][36,2][810

][2,0.9550 Nmrpm

kWTI ==

][27 Hzf =

][27,1][1500

][2,0.9550 Nmrpm

kWTM ==

][2,0 KwPM = MOTOR

][1500 rpmnM =

INVERTER

][8104

][27.120 rpmHzn ==

GEAR HEAD 59=r

SISTEM

][73,13 rpmnS =

det]/[1,0 m=ν

][11,139 NmTS =

Page 157: TSA POLMAN

Tabel 9

Page 158: TSA POLMAN

LAMPIRAN D Tabel 1

Page 159: TSA POLMAN

Tabel 2

Page 160: TSA POLMAN

Tabel 3

Page 161: TSA POLMAN

Tabel 4

Page 162: TSA POLMAN

Tabel 5

Page 163: TSA POLMAN

Tabel 6

Page 164: TSA POLMAN

Tabel 7

Page 165: TSA POLMAN
Page 166: TSA POLMAN
Page 167: TSA POLMAN
Page 168: TSA POLMAN