'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

13
SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2 Nama : Fuji Muliasari NIM : 1202784 Mata Kuliah : Sumber Daya dan Pelayanan Informasi Prodi : Perpustakaan dan Informasi Pertanyaan : Apakah e-book akan menjadi tren paling ‘panas’ beberapa tahun ke depan? Apakah e-book akan menjadi tren paling ‘panas’ beberapa tahun ke depan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menilik ke berbagai sudut pandang negara. Bagaimana selera masing- masing masyarakat dalam merasakan ‘sensasi’ membaca dengan menyentuh teknologi, atau membaca dengan menyentuh kertas dan menyesap wangi buku yang khas. Untuk menjawab pertanyaan ini pula, kita harus melihat daerah mana yang mayoritas masyarakatnya ialah para early majority, yang dapat dengan mudahnya menerima inovasi bentuk kebiasaan membaca yang baru ini, atau merupakan dominasi kelompok laggard yang tetap bertahan dengan ketradisionalannya, serta masih banyak lagi pertimbangan lainnya. Ada 3 sampel yang digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas, yakni perkembangan penggunaan e-book di Indonesia, Asia, dan negara besar seperti Amerika. Indonesia

Transcript of 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

Page 1: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

Nama : Fuji MuliasariNIM : 1202784Mata Kuliah : Sumber Daya dan Pelayanan InformasiProdi : Perpustakaan dan InformasiPertanyaan : Apakah e-book akan menjadi tren paling ‘panas’ beberapa tahun ke depan?

Apakah e-book akan menjadi tren paling ‘panas’ beberapa tahun ke depan?Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menilik ke berbagai sudut pandang negara.

Bagaimana selera masing-masing masyarakat dalam merasakan ‘sensasi’ membaca dengan menyentuh teknologi, atau membaca dengan menyentuh kertas dan menyesap wangi buku yang khas. Untuk menjawab pertanyaan ini pula, kita harus melihat daerah mana yang mayoritas masyarakatnya ialah para early majority, yang dapat dengan mudahnya menerima inovasi bentuk kebiasaan membaca yang baru ini, atau merupakan dominasi kelompok laggard yang tetap bertahan dengan ketradisionalannya, serta masih banyak lagi pertimbangan lainnya.

Ada 3 sampel yang digunakan untuk menjawab pertanyaan di atas, yakni perkembangan penggunaan e-book di Indonesia, Asia, dan negara besar seperti Amerika.

Indonesia

Dominasi Pulau JawaSebuah aplikasi e-reader Indonesia yakni SCOOP telah meluncurkan statistik pengunduhan

digital publishing di Indonesia sepanjang tahun 2013 lalu. Nampak dari infografik di atas bahwa pembaca digital publishing terbanyak di Indonesia berasal dari Pulau Jawa, pulau yang kita ketahui paling padat penduduknya dan telah ‘sering’ mendapat asupan teknologi.

Namun, jumlah bulatan berwarna yang banyak yang memenuhi wilayah Jawa ini tidak serta merta menjadi bukti kepopuleran e-book, pasalnya, ketika kita melirik ke Papua, tidak ada lingkaran oranye setitik pun yang mengidentifikasi adanya penggunaan e-reader dan ‘pengonsumsian’ suplemen digital publishing. Pun, jika ada, saya rasa sangat-amat sedikit jumlahnya hingga luput dari ‘radar’ statistiknya.

Sumber: https://www.techinasia.com/indonesias-ereading-landscape-infographic/

Page 2: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

Dari citra ini, saya dapat menarik kesimpulan bahwa populer tidaknya penggunaan e-book dan e-lainnya sedikit-banyaknya tergantung pada pengaruh muncul dan diterimanya teknologi, juga perkembangan penduduk di wilayah tertentu. Tidak dapat diperkirakan secara pasti berkenaan dengan kepopuleran e-book di tahun-tahun mendatang jika hanya bergantung pada segelintir pulau dan kota besar. Namun jika sentuhan teknologi telah meraba seluruh lapisan masyarakat di berbagai lapisan daerah dan pulau baik kecil-sedang-juga besar, dan jika teknologi diberdayakan dengan baik serta tidak hanya bermanfaat sebagai alat peningkat status sosial saja, plus disertai dengan meningkatnya kemampuan dan minat baca masyarakat, saya rasa beberapa tahun ke depan e-book akan menjadi the hottest trend dalam dunia kepustakaan digital.

79% adalah Pria Hasil dari statistik ini menunjukkan bahwa

79% pengguna aplikasi e-reader adalah pria. Dengan catatan bahwa mereka berusia antara 18-45 tahun, tinggal di kota-kota besar, dan—seperti yang telah dikemukakan sebelumnya—merupakan early adaptor, mencintai perjalanan dan mobilitas, serta ‘melek’ internet. Saya sendiri kurang begitu faham jika harus membandingkan dengan para pengguna wanita, namun pada hasil statistik ini, pengaruh dari tempat tinggal dan keterbukaan terhadap inovasi yang masuk sangatlah berpengaruh dalam penggunaan e-book dan digital publishing lainnya.

Bersaing dengan e-magz dan e-newspaperKendati telah banyak diakses dan diunduh

para pengguna di kota besar, tak lantas langsung menetapkan status e-book menjadi digital publishing yang paling populer di masyarakat kini dan nanti. Jika ini adalah sebuah persaingan bahan pustaka digital, maka e-book memiliki pesaing yang tak kalah banyak diminati khalayak, yakni e-magz dan e-newspaper. Bahkan, melihat statistik di samping, majalah elektronik memiliki jangka waktu pengunduhan yang lebih ‘panjang’ dibanding e-book, yang—meski tidak terlalu pasti—menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap e-magz tak kalah besar.

Dalam sebuah paper berjudul Usage and Challenges of E-books & E-readers in Southeast Asia: a Current Snapshot of the Issue, Sim, Tay, Priyanto, dan Hickok (2014) menyatakan beberapa fakta berikut terkait hasil dari penelitian mereka terhadap beberapa negara pengguna e-book dan e-readers, termasuk di dalamnya, Indonesia.

Sumber:https://www.techinasia.com/indonesias-ereading-

landscape-infographic/

Sumber: https://www.techinasia.com/indonesias-ereading-landscape-infographic/

Page 3: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

Ketersediaan E-book dan E-readerIndonesia merupakan negara yang sedikit banyaknya

telah menerima pengaruh dari pasar-pasar teknologi, tak mengeherankan jika keberadaan e-book dan e-reader memang bukan lagi sekedar wacana (bahkan statistik yang dipergunakan dalam mengukur tingkat pengaksesan digital publishing pun bersumber dari salah satu e-reader yang digemari). Meski pengunduhan e-book dan e-reader serta ketersediaannya kebanyakan hanya ditemui di kota-kota besar, juga terdapat perbedaan keadaan ekonomi berbagai wilayah dan status, namun keberadaan tablet Cina yang tak kalah populernya di kalangan masyarakat kini amat membantu pengaksesan e-book di kalangan menengah ke bawah, dan meningkatkan jumlah orang-orang yang menikmati e-book, tentunya.

Tersedia di Perpustakaan-perpustakaan—pengupayaan perpustakaan digital kah?Berkaitan dengan maraknya isu mengenai pendirian perpustakaan digital, perpustakaan-

perpustakaan di Indonesia pun telah mulai ‘memanjakan’ para pemustakanya dengan keberadaan e-book sebagai salah satu ragam koleksi mereka. Perpustakaan Nasional kita, misalnya, yang menyediakan e-book gratis bersamaan dengan e-journals untuk masyarakat yang telah terdaftar menjadi anggota.

Tak ingin kurang peran dari perpustakaan Nasional, Perpustakaan Perguruan tinggi juga ikut andil dalam upaya penyediaan digital resources pagi mahasiswa dan pemustakanya. Beberapa di antaranya ialah Universitas Indonesia (http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/green/), Universitas Gadjah Mada (http://beta.lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=194), Institut Teknologi Bandung (http://www.lib.itb.ac.id/ e-book ), serta masih banyak lagi. (sayangnya perpustakaan UPI tidak termasuk dalam daftar penyedia e-book yang dikemukakan di sumber ini). Beberapa universitas lainnya bahkan mengembangkan koleksi e-book mereka sendiri, sebagai contoh ialah Universitas Islam Indonesia (http://library.uii.ac.id/artikel/panduan-akses-informasi/163-akses-ebook.html), Universitas Islam Bandung (http://elibrary.unisba.ac.id/ ) dan Universitas Bina Nusantara (http://library.binus.ac.id/)

Beranjak dari perpustakaan universitas, perpustakaan sekolah pun juga tengah mengupayakan penggunaan e-book sebagai sarana belajar untuk para siswanya. Upaya ini sebenarnya telah dilakukan sejak 10 tahun yang lalu, yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Para siswa dipersilahkan untuk mengunduh e-book lalu mencetaknya. Namun, upaya ini sedikit terhambat dengan keterbatasan infrastruktur di beberapa daerah, seperti komputer, koneksi internet, dan kesalahpahaman akan e-book sebagai sumber belajar itu sendiri. Meski demikian, upaya ini patut diapresiasi sebagai langkah peningkatan popularitas e-book di kalangan pelajar kini dan nanti.

Lain halnya dengan perkembangan yang terus tumbuh di kalangan perpustakaan universitas dan sekolah, perpustakaan umum dan khusus tidak memberikan kabar yang menggembirakan bagi para pengupaya kepopuleran e-book, hal ini dikarenakan tidak adanya pengembangan koleksi dan layanan e-book yang signifikan di perpustakaan-perpustakaan tersebut. Perpustakaan

Sumber:https://www.techinasia.com/indonesias-

ereading-landscape-infographic/

Page 4: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

Kalimantan Timur (http://perpustakaan.kaltimprov.go.id/ebook-online/landing) dan perpustakaan POM (http://perpustakaan.pom.go.id/) —sebagai contohnya—hanya memiliki sedikit koleksi e-book di dalamnya.

Penghambat dan PenyebabMenurut Sim, Tay, Priyanto, dan Hickok (2014), rendahnya pengguna e-book di Indonesia

dipengaruhi oleh ragam faktor, seperti bahasa dan kebiasaan membaca. Menurut Papataka e-book publisher, yang adalah toko buku digital pertama di Indonesia, mayoritas pengakses e-book adalah mereka yang berusia 18 sampai 35 tahun. Penerbit ini juga menyatakan bahwa kebanyakan e-book disajikan dalam bahasa Inggris, sementara yang berbahasa Indonesia masih amat terbatas.

Meski dinyatakan masih berjumlah rendah, namun pasar e-book di Indonesia kian bermunculan. Demikian pula dengan meningkatnya jumlah aplikasi e-readers. Kebanyakan e-book berbahasa Inggris di pasarkan di Indonesia, namun, bukan berarti e-book berbahasa Indonesia tidak meningkat. Sejak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan e-book untuk sekolah-sekolah yang tentunya berbahasa Indonesia, pertumbuhan e-book ‘jenis’ ini pun turut berkembang.

Beberapa wilayah Asia: Thailand, Vietnam, Korea, MalaysiaMelirik ke sesama negara Asia, perkembangan e-book di negara yang disebutkan dalam judul

di atas pun memiliki ragam cerita. Berikut merupakan ‘kisah’ perkembangan e-book di masing-masing negara:

ThailandMenurut Nawotka (2013), perkembangan e-book di Thailand sangatlah pesat. Seakan tengah memenuhi tuntutan dunia digital, pasar Thailand dikuasai oleh salah satu publisher e-book yakni Ookbee—yang didirikan 4 tahun lalu. Ookbee telah menarik setidaknya sekitar 3 juta pengguna dan mengambil 88% kegiatan pasar. Perusahaan ini pun telah meluas, memiliki kantor cabang di Vietnam dan Malaysia, serta menjalin kerjasama dengan toko e-book SCOOP milik indonesia Oktober 2012 silam.

VietnamBerbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Thailand, perkembangan pasar e-book di

Vietnam berada dalam kondisi stagnan. Mengapa? Kekhawatiran penerbit di Vietnam berkaitan dengan isu pembajakan menjadi salah satu faktornya. Di samping itu, hal lain yang dapat menjadi jawabannya ialah karena ketiadaan aplikasi ataupun alat e-reader yang dapat digunakan, pun perkembangan minat akan teknologi yang memungkinkan adanya aplikasi e-reader di dalamnya juga tidak terlalu diminati. Sesuai dengan pernyataan penulis Anh-Minh Do dalam TechinAsia yang dikutip oleh Nawotka (2013), “there are just no e-readers around. In all the local electronic stores, the’re ridiculously hard to find. Merchants don’t think customers don’t want e-readers and customers aren’t buying them. Not to mention, tablets aren’t showing as much aggresive growth as smartphones are.”

Gambar: Statistik Ookbee 2012Sumber:

http://publishingperspectives.com/2013/05/surveying-ebook-adoption-in-korea-thailand-vietnam-and-

indonesia/

Page 5: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

KoreaKabar baik untuk kita semua yang mendukung kepopuleran e-book, di Korea, menurut Taurus

Investment & Securities Co., yang dikutip oleh Nawotka (2013), penghasilan pasar e-book Korea pada tahun 2013 lalu mencapai 583 milyar won atau sebesar 519,8 juta dollar. Jumlah ini meningkat 80% dibandingkan tahun 2012 lalu yang ‘hanya’ mencapai 325 milyar won. Permintaan akan e-book ini, menurut Kim Ji-hyo dari Taurus, diperkirakan akan meningkat seiring tersedianya perangkat mobile berukuran 5-inch (dan lebih) yang membuat konten elektronik lebih mudah dibaca.

Dari pernyataan di atas, tentunya pasar e-book dan e-book sendiri memiliki harapan besar untuk menjadi the hottest trend tahun ini dan beberapa tahun mendatang. Kita lihat saja.

MalaysiaMalaysia memiliki perkembangan e-book yang cukup memuaskan, pasalnya beberapa toko

buku tradisional di Malaysia telah menyediakan e-book (tentunya dengan harga penjualan) di website mereka. Sebagai contoh ialah toko buku MPH dengan situsnya: http://www.mphonline.com/ebooks/welcome.aspx. Tak kalah dengan toko buku tradisional, toko buku online pun menyediakan koleksi bahan pustaka berupa e-book, baik yang berbahasa Inggris maupun berbahasa Melayu. Tanpa melupakan peranan dunia internasional, situs e-book Worldwide seperti Google Play Books dan Kobo pun juga dapat diakses di Malaysia.

Tidak hanya diperankan oeh toko buku, perpustakaan juga mengambil peranan serupa dalam meningkatkan kepopuleran e-book di Malaysia. Hampir 2 dekade, Malaysia telah memiliki koneksi internet yang terintegrasi, baik dengan perpustakaan umum maupun perpustakaan lembaga pendidikan. Hal ini berarti 1 hal: perpustakaan Malaysia, baik perpustakaan umum, sekolah, maupun perguruan tinggi, telah menyedikan e-book sebagai salah satu jenis koleksi.

Meski penggunaan dan penyebaran e-book telah meningkat, tak lantas membuat ketersediaan e-reader di Malaysia melimpah ruah. Hambatan dalam segi biaya, permintaan, keuntungan, dan persingan dengan Smartphone mengakibatkan keberadaan e-reader di Malaysia menjadi terbatas. Hambatan lain ialah kebanyakan e-book dan e-reader hanya menyentuh daerah perkotaan saja, sementara daerah pedesaan menjadi sedikit ‘terabaikan’. Masalah ini telah menjadi topik pembicaraan sejak tahun 2005 silam. Upaya pemberian akses internet ke daerah-daerah pedesaan telah dilakukan, begitu pula dengan pengenalan teknologi mobile yang juga telah menyentuh daerah-daerah tersebut. Namun, jika berbicara mengenai aplikasi maupun perangkat e-reader, harga adalah penghalang utama. Meski demikian, jika tetap ingin mengupayakan kebiasaan e-reading, maka jalan utamanya ialah dengan komunitas perpustakaan, atau dengan mengandalkan telepon seluler juga wifi.

Kesimpulan yang dapat saya ambil ialah, bahwa kemungkinan akan populernya e-book di Malaysia merupakan sebuah kemungkinan besar, bertambah besar lagi bila—entah bagaimana caranya—ketimpangan akses informasi, teknologi dan penggunaan e-reader di daerah-daerah pedesaan dapat diminimalisir sesegera mungkin.

Dari ke-empat negara yang telah dikemukakan, tak dapat disangkal bahwa e-book mengalami perkembangan—baik lambat maupun cepat—dan menjadi salah satu pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan informasi dan rekreasi mereka. Namun demikian, faktor-faktor penghambat seperti harga, rendahnya minat baca, dan masih sulitnya akses informasi di dan ke daerah pedesaan menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan. Menurut saya pribadi, keberhasilan sesuatu—dalam hal ini berarti e-book—untuk menjadi suatu trend di masyarakat hanya ‘sah’ dan

Page 6: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

dapat diakui terjadi bila telah menyentuh ragam lapisan masyarakat, baik dibelahan daerah, hingga belahan dunia, tanpa membedakan status sosial mereka untuk menentukan kemudahan pengaksesan informasi.

US

Beranjak dari negara-negara Asia, kini kita beralih ke negara penguasa pasar penerbitan di dunia, US. Diagram pie di samping menunjukan bahwa US menguasai 26% dari keseluruhan pasar penerbitan di dunia, dan menjadi jajaran urutan pertama di antara ‘enam negara penguasa’. Namun, bagaimana dengan ketertarikan masyarakat US akan e-book? Apakah sentuhan teknologi pun telah mempengaruhi kebiasaan membaca mereka dan mengangkat popularitas e-book? Berikut jawabannya.

Tahun 2012 yang lalu, sebuah survey yang dilakukan Pew Internet Research Center menyatakan bahwa jumlah masyarakat Amerika dari usia 16 ke atas yang membaca e-book meningkat dari 16% pada tahun 2011 menjadi 23% pada tahun saat hasil survey ini dinyatakan. Berita malangnya menyebutkan bahwa pembaca buku tradisional—buku tercetak—menurun dari 72% menjadi 67%. Peningkatan dan penurunan presentase ini sebenarnya tak hanya terjadi pada minat masyarakat akan kebiasaan membaca dalam jenis yang berbeda, melainkan juga pada kebiasaan membaca baik digital maupun tercetak yang mengalami penurunan dari 78% ke 75%.

Hasil survey juga menyatakan bahwa mereka yang memiliki perangkat e-book atau tablet meningkat dari 18% menjadi 33%, terutama saat musim liburan tiba, ketika aplikasi e-reader menjadi hadiah liburan para siswa.

Tak mau luput dari angka statistik, kesigapan perpustakaan dalam menyediakan koleksi teks digital pun meningkat dari 24% ke 31%. Sebuah janji nyata akan kepopuleran e-book yang semakin di depan mata.

Persaingan e-book dengan printed-bookMeski pada tahun 2012 dapat dinyatakan sebagai titik kepopuleran e-book dan jatuhnya

‘masa kejayaan’ buku tercetak, namun 1 tahun setelahnya, keadaan kembali terbalik. Merujuk pada Association of American Publishers, penjualan buku hard-cover di U.S meningkat sebanyak 10% sepanjang 8 bulan pertama pada tahun 2013. Sementara, pada waktu yang sama, penjualan e-book untuk remaja hanya meningkat 4,8%, dan penjualan semua jenis e-book, termasuk di dalamnya e-book anak dan agama justru mengalami penurunan sebanyak 5%, amat berbanding terbalik dengan keadaan 2012 yang menyatakan peningkatan sebanyak 7%.

Kembali berbicara mengenai peningkatan penjualan buku ber-harcover, Agustus 2013 merupakan bulan puncaknya. Pada bulan ini, penerbit buku mendapat penghasilan penjualan sekitar 110 juta dollar, meningkat 50% dari Agustus tahun lalu. Sementara dalam bulan yang sama, penjualan e-book mengalami penurunan sebanyak 3%.

Mengapa e-book mengalami penurunan? Dan mengapa buku tercetak dapat membalik keadaan? Greenfield (2013) menyatakan beberapa pendapatnya, antara lain: (1) kembalinya kebiasaan masyarakat untuk ‘mengoleksi’ bahan pustaka tercetak karena kenyamanan mereka melihat buku best-seller tertata dalam rak dibanding tersimpan dalam folder tabletnya, dan (2)

Sumber:Global eBook: a report on market trends and developments, Spring 2014

Page 7: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

adanya kegiatan pengalihan, seperti hal nya para anak-anak lebih memilih menggunakan tablet mereka untuk bermain CandyCrush dibanding membaca e-book.

Dari fakta-fakta yang telah dikemukakan, berbeda dengan negara Asia yang memiliki hambatan di bidang finansial dan distribusi teknologi serta informasi, penurunan e-book di Amerika salah satunya disebabkan karena ketertarikan masyarakat akan ‘sensasi’ yang ditimbulkan dari mengoleksi bahan pustaka fisik dibanding digital. Namun, ini tidak berarti menjadikan kepopuleran e-book di kalangan masyarakat Amerika menjadi terbatalkan. Mayoritas masyarakat Amerika yang telah fasih akan teknologi, serta kesibukan dan rutinitas mereka yang padat masih memungkinkan kepopularitasan e-book tetap terjaga.

Kesimpulan

Apakah e-book akan menjadi the hottest trend beberapa tahun ke depan? Jawaban saya, Ya. Namun, tidak berarti bahwa semua buku tercetak akan tergantikan oleh format yang satu ini. faktor-faktor baik internal maupun eksternal dapat mempengaruhi popularitas e-book di berbagai negara, dan saya sedikit-banyaknya yakin, kepopularitasan itu tidak akan bersifat menyeluruh.

Hambatan seperti kecemasan akan copyright dan isu pembajakan serta plagiarisme, harga yang tidak dapat dijangkau seluruh kalangan, penerimaan masyarakat akan inovasi dan kebiasaan membaca yang baru, serta tangan-tangan teknologi yang belum sepenuhnya dapat menjangkau daerah-daerah terpencil menjadi hal yang patut diselesaikan terlebih dahulu jika ingin ‘memaksakan’ e-reading menjadi kebiasaan seluruh lapisan masyarakat.

Juga faktor internal, seperti kenyamanan mendengar gesek lembar-lembar kertas dan membaui wangi buku baru merupakan kenikmatan tersendiri yang tak bisa diubah oleh tulisan dalam layar. Saya sendiri merupakan penikmat buku dalam bentuk tercetak, dan minat saya akan bentuk itu nampaknya tidak akan pernah berubah.

DAFTAR RUJUKAN

Greenfield, Jeremy. (2013). Hardcover Sales Growth Outpacing Ebooks in 2013. Tersedia di: http://www.forbes.com/sites/jeremygreenfield/2013/11/19/hardcover-sales-growth-outpacing-ebooks-in-2013/. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.

Lukman, Enricko. (2014). Men Make Up 79 Percent of e-Reader Users in Indonesia (INFOGRAPHIC). Tersedia di: https://www.techinasia.com/indonesias-ereading-landscape-infographic/. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.

Nawotka, Edward. (2013). Surveying Ebook Adoption in Korea, Thailand, Vietnam and Indonesia. Tersedia di: http://publishingperspectives.com/2013/05/surveying-ebook-adoption-in-korea-thailand-vietnam-and-indonesia/. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.

Sim, Grace, Ai Cheng Tay, Ida Priyanto, dan John Hickok. (2014). Usage and Challenges of E-Books & E-Readers in Southeast Asia: a current snapshot of the issue. Tersedia di: http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/34531918/ALA2014-SEA-Ebooks-paper-libre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1414728462&Signatur

Page 8: 'Trend' e-book Beberapa Tahun Mendatang

SUMBER DAYA DAN PELAYANAN INFORMASI – TUGAS 2

e=JPH%2Bebi2V3uB%2BX8cQ4WUUjV7eTA%3D. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.

Wischenbart, Rüdiger. (2014). Gobal eBook: a report on market trends and development. Tersedia di: http://www.global-ebook.com. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.

------. (2012). Reading Statistics: Traditional Books on Decline, Survey Says. Tersedia di: http://www.huffingtonpost.com/2012/12/27/reading-statistics-_n_2370186.html. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2014.