Trauma Ugd Dr Ekost

83
BAB I  INITIAL ASSE SSMENT DAN PENGELOLAANNYA  Pende rita trauma/mult itrauma memerl ukan penila ian dan penge lolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan  Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Pe rs iapa n 2. Triase 3.  Primary survey (ABCDE) 4. Re su si ta si 5. Tambahan te rhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan te rhadap secondary survey 8. Peman tauan dan r e-evalu asi ber kesina rnbun gan 9. Transf er ke p usat r ujuka n yan g lebi h baik Urut an keja dian diat as dite rapk an seol ah-se olah beru rutan namun dala m prak tek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus. I. PERSIAPAN A. Fas e Pra- Ru ma h S aki t 1. Koor din asi yang b aik ant ara dok ter di rumah sakit da n petu gas lap ang an 2. Seba ikn ya terdap at pembe ritah uan terh adap rumah sakit sebe lum pen deri ta mulai diangkut dari tempat kejadian. 3. Pen gu mp ul an ket era ng an yan g ak an dib ut uh kan di rum ah sak it sep ert i wa ktu kejadian, seba b ke ja dian, me ka ni sme kejadian da n ri wa ya t  pend erit a. B. Fa se Ru ma h Sak it 1. Per encanaan se bel um pe nd eri ta tib a 2.Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau 1

Transcript of Trauma Ugd Dr Ekost

Page 1: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 1/83

BAB I

 INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAANNYA

 Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat

dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh

karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan

 Initial assessment ( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:

1. Persiapan

2. Triase

3.  Primary survey (ABCDE)4. Resusitasi

5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi

6. Secondary survey

7. Tambahan terhadap secondary survey

8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan

9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik 

Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek 

sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.

I. PERSIAPAN

A. Fase Pra-Rumah Sakit

1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan

2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita

mulai diangkut dari tempat kejadian.

3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti

waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat

 penderita.

B. Fase Rumah Sakit

1. Perencanaan sebelum penderita tiba

2.Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat

yang mudah dijangkau

1

Page 2: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 2/83

3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada

tempat yang mudah dijangkau

4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila

sewaktu-waktu dibutuhkan.

5. Pemakaian alat-alat proteksi diri

II. TRIASE

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber 

daya yang tersedia. Dua jenis triase :

 A. Multiple Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah

sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan

mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

 B. Mass Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.

Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan

waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan

 prioritas penanganan lebih dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :

A. Label hijau

Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.

B. Label kuning

Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.

C. Label merah

Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan

disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu

akan dilakukan operasi

D. Label biru

Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang

resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar 

operasi.

E. Label hitam

Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.

2

Page 3: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 3/83

Gambar 1

Alur Skema Triase

 

3

Ukur Tanda Vital dan Tingkat Kesadaran

 GCS<14 atau  Tek. Darah Sistolik<90 atau RR<10 atau >29 atau  RTS<11 atau  PTS<9

YA. Panggil tim trauma TIDAK . Nilai anatomi cedera

 Flail chest  Paralisis ekstremitas

 Fraktur 1/lebih fraktur tulang  Fraktur pelvisPanjang  Kombinasi trauma-luka bakar 

 Amputasi proks. Wrist/ankle  Luka bakar luas Cedera Tembus kepala, leher, toraks

abdomen, proksimal lutut/siku

 Fr. Tengkorak, terbuka dan impresi

YA. Panggil tim trauma TIDAK . Nilai mekanismecedera dan bukti benturan keras

 Terlempar dari mobil  Waktu ekstrikasi >20 menit

 Meninggal di mobil yang sama

 Jatuh > 6 m Pejalan kaki terlempar/terlindas  Mobil terbalik 

 Mobil kecepatan tinggi  Pejalan kaki X Mobil kecepatan

 Kecepatan >64 km/jam > 8 km/jam Mobil penyok >50 cm  KLL motor kecepatan >

32 km/jam Instruksi dalam kabin > 30 cm atau moto-pengendara

terpisah

YA. Panggil tim trauma ataurujuk ke pusat trauma

TIDAK 

 Umur < 5 atau > 55 tahun  Penyakit jantung-paru Hamil  IDDM, Sirosis

 Imunosupresi morbid obesity, koagulopati

YA. Panggil tim traumarujuk ke pusat trauma

TIDAK, Re evaluasi bersamacontrol medik 

LANGKAH 1

LANGKAH 2

LANGKAH 3

LANGKAH 4

Page 4: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 4/83

III. PRIMARY SURVEY  

A.  Airway dengan kontrol servikal

1. Penilaian

a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

 b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2. Pengelolaan airway

a. Lakukan chin lift dan atau  jaw thrust dengan kontrol servikal in-line

immobilisasi

 b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu  suctioning dengan alat

yang rigid

c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal

- Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )

3. Fiksasi leher 

4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap

 penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau

 perlukaan diatas klavikula.

5. Evaluasi

Tabel 1- Indikasi Airway Definitif 

Kebutuhan untuk perlindungan

airway

Kebutuhan untuk ventilasi

Tidak sadar Apnea

• Paralisis neuromuskuler 

• Tidak sadar Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat

• Takipnea

• Hipoksia• Hiperkarbia

• SianosisBahaya aspirasi

• Perdarahan

• Muntah - muntah

Cedera kepala tertutup berat yang

membutuhkan hiperventilasi singkat,

 bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan

• Hematoma leher 

• Cedera laring, trakea

• Stridor Gambar 2

Algoritme Airway

4

Page 5: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 5/83

Keperluan Segera Airway Definitif 

Kecurigaan cedera servikal

Oksigenasi/Ventilasi

Apneic Bernafas

Intubasi orotrakeal Intubasi Nasotrakeal

dengan imobilisasi atau orotrakeal

servikal segaris dengan imobilisasi

servikal segaris*

Cedera

maksilofasial berat

Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi

Tambahan farmakologik 

Intubasi orotrakeal

Tidak dapat intubasi

Airway Surgical

* Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman

5

Page 6: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 6/83

B.  Breathing  dan Ventilasi-Oksigenasi

1. Penilaian

a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol

servikal in-line immobilisasi

 b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan

terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,

 pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor 

e. Auskultasi thoraks bilateral

2. Pengelolaan

a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask  11-12

liter/menit)

 b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask 

c. Menghilangkan tension pneumothorax

d. Menutup open pneumothorax

e. Memasang pulse oxymeter  3. Evaluasi

C. Circulation dengan kontrol perdarahan

1. Penilaian

a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

 b. Mengetahui sumber perdarahan internal

c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.

Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda

diperlukannya resusitasi masif segera.

d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

e. Periksa tekanan darah

2. Pengelolaan

a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

 b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta

konsultasi pada ahli bedah.

6

Page 7: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 7/83

c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel

darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada

wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas

Darah (BGA).

d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-

 pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

f. Cegah hipotermia

3. Evaluasi

D. Disability

1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-

tanda lateralisasi

3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment

1. Buka pakaian penderita

2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang

cukup hangat.

IV. RESUSITASI

A. Re-evaluasi ABCDE

B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan

20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )

C. Evaluasi resusitasi cairan

1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3,

tabel 3 dan tabel 4 )

2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta

awasi tanda-tanda syok 

D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.

1. Respon cepat

- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance

- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberiandarah

7

Page 8: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 8/83

- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan

- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin

masih diperlukan

2. Respon Sementara

- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian

darah

- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif 

- Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).

3. Tanpa respon

- Konsultasikan pada ahli bedah

- Perlu tindakan operatif sangat segera

- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade

 jantung atau kontusio miokard

- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )

Gambar 3

a. Rapid response

b. Transient response

c. No response

8

Page 9: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 9/83

Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah,

Berdasarkan Presentasi Penderita Semula

KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan Darah

(mL)

Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan Darah

(% volume darah)

Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%

Denyut Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi

(mm Hg)

 Normal atau

 Naik 

Menurun Menurun Menurun

Frekuensi

Pernafasan

14-20 20-30 30-40 >35

Produksi Urin

(mL/jam)

>30 20-30 5-15 Tidak berarti

CNS/ Status

Mental

Sedikit cemas Agak cemas Cemas,

 bingung

Bingung,lesu

(lethargic)

Penggantian

Cairan

(Hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid dan

darah

9

Page 10: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 10/83

Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok 

KONDISI PENILAIAN

(Pemeriksaan Fisik)

PENGELOLAAN

Tension

Pneumothorax

• Deviasi Tracheal

• Distensi vena leher 

• Hipersonor 

• Bising nafas (-)

• Needle decompression

• Tube thoracostomy

Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal

• Vena leher kolaps

• Perkusi : dullness• Bising nafas (-)

• Venous access

• Perbaikan Volume

• Konsultasi bedah• Tube thoracostomy

Cardiac tamponade • Distensi vena leher  

• Bunyi jantung jauh

• Ultrasound

Pericardiocentesis

• Venous access

• Perbaikan Volume

• Pericardiotomy

• Thoracotomy

Perdarahan

Intraabdominal

• Distensi abdomen

• Uterine lift, bila hamil

• DPL/ultrasonography

• Pemeriksaan Vaginal

• Venous access

• Perbaikan Volume

• Konsultasi bedah

• Jauhkan uterus dari vena

cava

Perdarahan Luar • Kenali sumber  

 perdarahan

Kontrol Perdarahan

• Direct pressure

• Bidai / Splints

• Luka Kulit kepala yang

 berdarah : Jahit

10

Page 11: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 11/83

Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok 

KONDISI IMAGE FINDINGS SIGNIFICANCE INTERVENSI

Fraktur 

Pelvis

Pelvic x-ray

• Fraktur Ramus

Pubic

• Kehilangan darah

kurang

dibanding jenis lain

• Mekanisme

Kompresi Lateral

• Perbaikan Volume

• Mungkin Transfuse

• Hindari manipulasi

 berlebih

• Open book • Pelvic volume ↑ • Perbaikan Volume

• Mungkin Transfusi

• Pelvic volume

• Rotasi Internal

Panggul

• PASG

• Vertical shear • Sumber perdarahan

 banyak 

• External fixator 

• Angiography

• Traksi Skeletal

• Konsultasi Ortopedi

Cedera

Organ Dalam

CT scan

• Perdarahan

intraabdomimal

• Potensial kehilangan

darah

• Hanya dilakukan bila

hemodinamik stabil

• Perbaikan Volume

• Mungkin Transfusi

• Konsultasi Bedah

11

Page 12: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 12/83

Tabel 5-Transient Responder

ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK  

TAMBAHAN

INTERVENSI

Dugaan Jumlah

 perdarahan kurang

atau

Perdarahan Berlanjut

• Distensi Abdomen

• Fraktur Pelvis

• Fraktur Pelvis

• Perdarahan Luar 

• DPL atau

ultrasonografi

• Konsultasi Bedah

• Perbaikan Volume

• Mungkin Transfusi

• Pasang bidai

 Nonhemorrhagic

• Cardiac

tamponade

• Distensi vena leher 

• Bunyi jantung jauh

• Ultrasound

•Bising nafas normal

• Pericardiocentesis • Reevaluasi toraks

• Dekompresi jarum

Tube thoracostomy

• Recurrent/

 persistent tension

 pneumothorax

• Deviasi Tracheal

•Distensi versa leher 

• Hipersonor 

• Bising nafas (-)

12

Page 13: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 13/83

Tabel 6-Non responder

ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOST

IK 

TAMBAHAN

INTERVENSI

Massive blood loss

(Class III atau IV)

• Intraabdominal

 bleeding

• Distensi

Abdomen

• DPL/USG • Intervensi segera

(ahli bedah)

•Perbaikan Volume

• Resusitasi Operatif 

 Nonhemorrhagic

• Tension

 pneumothorax

• Distensi Vena

Leher 

• Trachea tergeser 

• Suara nafas

menghilang

• Hipersonor 

• Chest Decompresion

(Needle

thoracocentesisditeruskan

dengan tube

thoracostomy)

• Mungkin diperlukan

 penggunaan

monitoring

invasive Nonhemorrhagic

•Cardiac

tamponade

• Distensi vena

leher 

• Bunyi jantung

 jauh

• Ultrasound

•Bising nafas

normal

•Pericardiocentesis • Nilai ulang ABCDE

• Nilai ulang jantung

• Pericardiocentesis

• Cedera tumpul

 jantung

• Nadi # teratur 

• Perfusi jelek 

• EKG : kelainan

iskemik 

• Transesophageal

echocardiography

• Ultrasonography

(pericardial)

• Persiapan OK 

• Invasive monitoring

• Inotropic support

• Pertimbangkan

operasi

V. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY  DAN RESUSITASI

A. Pasang EKG

13

Page 14: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 14/83

1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus

dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi

2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia

B. Pasang kateter uretra

1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi

 pemasangan kateter urine

2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau

BPH,  jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera

konsultasikan pada bagian bedah

3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine

4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal

dan hemodinamik penderita

5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1

ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi

C. Pasang kateter lambung

1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial

yang merupakan kontraindikasi  pemasangan nasogastric tube, gunakan

orogastric tube.

2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena

 bahaya aspirasi bila pasien muntah.

D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium

Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,

Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan

laboratorium darah.

E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST

1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan

mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma

abdomen.

2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses

resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat  secondary

 survey.

3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

VI. SECONDARY SURVEY A. Anamnesis

14

Page 15: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 15/83

Anamnesis yang harus diingat :

A : Alergi

M : Mekanisme dan sebab trauma

M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)

P : Past illness

L : Last meal (makan minum terakhir)

E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

B. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )

Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey

Hal yang

dinilai

Identifikasi/

tentukanPenilaian

Penemuan

Klinis

Konfirmasi

dengan

Tingkat

Kesadaran

• Beratnya

trauma kapitis

• Skor GCS • ≤ 8, cedera

kepala berat

• 9 -12, cedera

kepala sedang

• 13-15, cedera

kepala ringan

• CT Scan

• Ulangi tanpa

relaksasi Otot

Pupil • Jenis cedera

kepala

• Luka pada mata

• Ukuran

• Bentuk 

• Reaksi

• "mass effect"

• Diffuse axional

injury

• Perlukaan mata

• CT Scan

Kepala • Luka pada kulit

kepala

• Fraktur tulang

tengkorak 

• Inspeksi

adanya luka

dan fraktur 

• Palpasi adanya

fraktur 

• Luka kulit

kepala

• Fraktur impresi

• Fraktur basis

• CT Scan

Maksilofasi

al

• Luka jaringan

lunak 

• Fraktur 

• Kerusakan

syaraf • Luka dalam

• Inspeksi :

deformitas

• Maloklusi

• Palpasi :

krepitus

• Fraktur tulang

wajah

• Cedera jaringan

lunak 

• Foto tulang

wajah

• CT Scan tulang

wajah

15

Page 16: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 16/83

mulut/gigi

Leher • Cedera pada

faring

• Fraktur servikal

• Kerusakan

vaskular 

• Cedera

esofagus

• Gangguan

neurologis

• Inspeksi

• Palpasi

• Auskultasi

• Deformitas

faring

• Emfisema

subkutan

• Hematoma

• Murmur 

• Tembusnya

 platisma

• Nyeri, nyeri

tekan C spine

• Foto servikal

• Angiografi/

Doppler 

• Esofagoskopi

• Laringoskopi

Toraks • Perlukaandinding toraks

• Emfisema

subkutan

• Pneumo/

hematotoraks

• Cedera

 bronchus

• Kontusio paru

• Kerusakan

aorta torakalis

• Inspeksi• Palpasi

• Auskultasi

• Jejas,deformitas,

gerakan

• Paradoksal

• Nyeri tekan

dada, krepitus

• Bising nafas

 berkurang

• Bunyi jantung

 jauh

• Krepitasi

mediastinum

• Nyeri

 punggung hebat

• Foto toraks• CT Scan

• Angiografi

• Bronchoskopi

• Tube

torakostomi

• Perikardio

sintesis

• USG Trans-

Esofagus

Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan )

Hal yang

Dinilai

Identifikasi/

tentukan

Penilaian Penemuan klinis Konfirmasi

dengan

Abdomen/ • Perlukaan dd. • Inspeksi • Nyeri, nyeri • DPL

16

Page 17: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 17/83

pinggang Abdomen

• Cedera intra-

 peritoneal

• Cedera

retroperitoneal

• Palpasi

• Auskultasi

• Tentukan arah

 penetrasi

tekan abd.

• Iritasi

 peritoneal

• Cedera organ

viseral

• Cedera

retroperitoneal

• FAST

• CT Scan

• Laparotomi

• Foto dengan

kontras

• Angiografi

Pelvis • Cedera Genito-

urinarius

• Fraktur pelvis

• Palpasi simfisis

 pubis untuk 

 pelebaran

• Nyeri tekan

tulang elvis

• Tentukan

instabilitas

 pelvis (hanya

satu kali)

• Inspeksi

 perineum

• Pem.

Rektum/vagina

• Cedera Genito-

rinarius

(hematuria)

• Fraktur pelvis

• Perlukaan

 perineum,

rektum, vagina

• Foto pelvis

• Urogram

• Uretrogram

• Sistogram

• IVP

• CT Scan

dengan kontras

Medula

spinalis

• Trauma kapitis

• Trauma medulla

spinalis

• Trauma syaraf 

 perifer 

• Pemeriksaan

motorik 

• Pemeriksaan

sensorik 

• "mass effect"

unilateral

• Tetraparesis

Paraparesis

• Cedera radiks

syaraf 

• Foto polos

• MRI

Kolumna

vertebralis

• Fraktur 

• lnstabilitas

kolumna

Vertebralis

• Kerusakan

syaraf 

• Respon verbal

terhadap nyeri,

tanda lateralisasi

• Nyeri tekan

• Deformitas

• Fraktur atau

dislokasi

• Foto polos

• CT Scan

Ekstremitas • Cedera jaringan

lunak 

• Fraktur 

• Inspeksi

• Palpasi

• Jejas,

 pembengkakan,

 pucat

• Foto ronsen

• Doppler 

• Pengukuran

17

Page 18: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 18/83

• Kerusakan sendi

• Defisit neuro-

vascular 

• Mal-alignment

• Nyeri, nyeri

tekan,

Krepitasi

• Pulsasi hilang/

 berkurang

• Kompartemen

• Defisit

neurologis

tekanan

kompartemen

• Angiografi

VII. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY 

A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan

teliti dan pastikan hemodinamik stabil

B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan

tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain

C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :

1. CT scan kepala, abdomen

2. USG abdomen, transoesofagus

3. Foto ekstremitas

4. Foto vertebra tambahan

5. Urografi dengan kontras

VIII. RE-EVALUASI PENDERITA

A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap

 perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin

C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK 

A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena

keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih

memungkinkan untuk dirujuk.

B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama

 perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

18

Page 19: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 19/83

 

19

Page 20: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 20/83

TRAUMA VERTEBRA

I. PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI - PENILAIAN CEDERA TULANG

BELAKANG

Penderita harus dipertahankan dalam keadaan berbaring, posisi netral dengan

menggunakan tehnik imobilisasi yang baik.

 A. Airway

 Nilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher. Membuat airway

definitif apabila diperlukan.

 B. Breathing 

Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan ventilasi bila

diperlukan.

C. Circulation

1. Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok hipovolemik (penurunan

tekanan darah, peningkatan denyut jantung, ekstremitas yang dingin) dari

syok neurogenik (penurunan tekanan darah, penurunan denyut jantung,

ekstremitas hangat).

2. Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia

3. Bila terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan

monitor CVP.( Catatan : Beberapa penderita membutuhkan pemberian

inotropik )

4. Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang kateter, harus

dinilai sensasi serta kekuatan sfinkter.

D. Disability- Pemeriksaan neurologis singkat

1. Tentukan tingkat kesadaran dan menilai pupil.

20

Page 21: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 21/83

2. Tentukan AVPU atau lebih baik dengan Glasgow Coma Scale

3. Kenali paralisis / paresis.

II. SURVEY SEKUNDER - PENILAIAN NEUROLOGIS

A. Memperoleh anamnesis AMPLE

1. Anamnesis dan mekanisme trauma

2. Riwayat medis

3. Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang

dan selama pemeriksaan dan penatalaksanaan.

B. Penilaian ulang Tingkat Kesadaran dan Pupil

C. Penilaian ulang Skor GCS

D. Penilaian Tulang Belakang

1. Palpasi

Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan melakukan log roll 

 penderita secara hati-hati . Yang dinilai

a. Deformitas dan / atau bengkak 

 b. Krepitus

c. Peningkatan rasa nyeri sewaktu dipalpasi

d. Kontusi dan laserasi/luka tusuk.

2. Nyeri, paralisis, paresthesia

a. ada/ tidak 

 b. Lokasi

c. Level neurologis

3. Sensasi

Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh dermatom dan

dicatat bagian paling kaudal dermatom yang memberikan sensasi rasa.

21

Page 22: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 22/83

4. Fungsi Motoris

5. Refleks tendo dalam (kurang memberikan informasi pada keadaan emergensi)

6. Pencatatan dan pemeriksaan ulang

Catat pemeriksaan neurologis dan ulangi pemeriksaan sensoris dan motoris

secara reguler sampai datang spesialis terkait.

E. Evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta/ cedera yang tersembunyi

III. PEMERIKSAAN UNTUK LEVEL CEDERA MEDULA SPINALIS

Penderita cedera medula spinalis mungkin mempunyai defisit neurologis dengan

level yang bervariasi. Level fungsi motoris dan sensasi harus dinilai ulang secara

 berkala dan secara hati-hati, dan didokumentasikan, karena tidak terlepas

kemungkinan terjadi perubahan level 

A. Pemeriksaan Motoris

1. Menentukan level kuadriplegia, level radiks saraf 

a. Mengangkat siku sampai setinggi bahu - Deltoid, C5

 b. Fleksi lengan bawah - Biceps, C6

c. Ekstensi lengan bawah - Triceps, C7

d. Fleksi pergelangan tangan dan jari - C8

e. Membuka jari - T1

2. Menentukan level paraplegia, level radiks saraf 

a. Fleksi panggul - iliopsoas, L2

 b. Ekstensi lutut - Kuadriseps, L-3,4

c. Fleksi lutut - Hamstring, L4,5 sampai S1

d. Dorsofleksi jempol kaki - Ekstensor Hallusis Longus, L5

e. Plantar fleksi ankle - Gastroknemius, S1

22

Page 23: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 23/83

B. Pemeriksaan Sensoris

Menentukan level sensasi dilakukan terutama dengan melakukan penilaian pada

dermatom. Harap diingat, dermatom sensoris servikal dari C-2 sampai C-4

membentuk mantel yang meluas ke bawah sampai ke papilla mammae. Oleh

karena gambaran yang tidak lazim ini, pemeriksa jangan tergantung dari ada atau

tidaknya sensasi pada daerah leher dan klavikula, dan level sensasi harus sesuai

dengan level respons motoris.

Tabel 9. Derajat Kekuatan Otot

Skor Hasil Pemeriksaan

0

1

2

3

4

5

 NT

Kelumpuhan Total

Teraba atau terasanya kontraksi

Gerakan tanpa menahan gays berat

Gerakan melawan gays berat

Gerakan kesegala arch, tetapi kekuatan kurang

Kekuatan normal

Tak dapat diperiksa

IV. PRINSIP TERAPI BAGI PENDERITA CEDERA MEDULA SPINALIS

A. Perlindungan terhadap trauma lebih lanjut

Penderita yang diduga mengalami cedera tulang belakang harus dilindungi

terhadap trauma lebih lanjut. Perlindungan ini meliputi, pemasangan kolar 

servikal  semi rigid  dan long back board, melakukan modifikasi teknik  log roll 

untuk mempertahankan kesegarisan bagi seluruh tulang belakang, dan

melepaskan long spine board  secepatnya. Imobilisasi dengan long spine board 

 pada penderita yang mengalami paralisis akan meningkatkan resiko terjadinya

ulcus dekubitus pada titik penekanan. Karenanya , long spine board  harus

23

Page 24: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 24/83

dilepaskan secepatnya setelah diagnosa cedera tulang belakang ditegakkan,

contoh, dalam waktu 2 jam.

B. Resusitasi Cairan dan Monitoring

1. Monitoring CVP

Cairan intravena yang dibutuhkan umumnya tidak terlampau banyak, hanya

untuk  maintenance saja, kecuali untuk keperluan pengelolaan syok. CVP

harus dipasang untuk memonitor pemasukan cairan secara hati hati.

2. Kateter urin

Pemasangan kateter dilakukan pada  primary survey dan resusitasi, untuk 

memonitor output urine dan mencegah terjadinya distensi kandung kencing.

3. Kateter Lambung

Kateter lambung harus dipasang pada seluruh penderita dengan paraplegia

dan kuadriplegia untuk mencegah distensi gaster dan aspirasi.

C. Penggunaan Steroid

Penggunaan kortikosteroid, bila memungkinkan dipergunakan bagi penderita

dengan defisit neurologist yang disebabkan bukan karena luka tembus kurang

dari 8 jam pasca trauma. Obat pilihan adalah metilprednisolon (30 mg/kg),

diberikan secara intravena dalam waktu kurang lebih 15 menit. Dosis awal

dilanjutkan dengan dosis maintenance 5,4 mg/kg per jam untuk 24 jam

 berikutnya dimulai antara 3 jam pasca trauma, atau untuk 48 jam bila pemberian

awal antara 3 dan 8 jam pasca trauma, kecuali jika ditemukan adanya komplikasi.

V. PRINSIP MELAKUKAN IMOBILISASI TULANG BELAKANG DAN  LOG 

 ROLL

24

Page 25: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 25/83

A. Penderita dewasa

Empat orang dibutuhkan untuk melakukan prosedur modifikasi log roll  dan

imobilisasi penderita, seperti pada long spine board: (1) satu untuk 

mempertahankan imobilisasi segaris kepala dan leher penderita; (2) satu untuk 

 badan (termasuk pelvis dan panggul); (3) satu untuk pelvis dan tungkai; dan (4)

satu mengatur prosedur ini dan mencabut  spine board. Prosedur ini

mempertahankan seluruh tubuh penderita dalam kesegarisan, tetapi masih

terdapat gerakan minimal pada tulang belakang. Saat melakukan prosedur ini,

imobilisasi sudah dilakukan pada ekstremitas yang diduga mengalami fraktur.

1.  Long spine board  dengan tali pengikat dipasang pada sisi penderita. Tali

 pengikat ini dipasang pada bagian toraks, diatas krista iliaka, paha, dan diatas

 pergelangan kaki. Tali pengikat atau plester dipergunakan untuk memfiksir 

kepala dan leher penderita ke long spine board.

2. Dilakukan in line imobilisasi kepala dan leher secara manual, kemudian

dipasang kolar servikal semirigid.

3. Lengan penderita diluruskan dan diletakkan di samping badan.

4. Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati-hati dan diletakkan dalam

 posisi kesegarisan netral sesuai dengan tulang belakang. Kedua pergelangan

kaki diikat satu sama lain dengan plester.

5. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu orang kedua

memegang penderita pada daerah bahu dan pergelangan tangan. Orang ke tiga

memasukkan tangan dan memegang panggul penderita dengan satu tangan

dan dengan tangan yang lain memegang plester yang mengikat ke dua

 pergelangan kaki.

6. Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala dan leher,

dilakukan log roll  sebagai satu unit ke arah ke dua penolong yang berada

25

Page 26: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 26/83

 pada sisi penderita, hanya diperlukan pemutaran minimal untuk meletakkan

 spine board  di bawah penderita. Kesegarisan badan penderita harus

dipertahankan sewaktu menjalankan prosedur ini.

7. Spine board  diletakkan dibawah penderita, dan dilakukan log roll ke arah

 spine board. Harap diingat,  spine board  hanya digunakan untuk transfer 

 penderita dan jangan dipakai untuk waktu lama.

8. Untuk mencegah terjadinya hiperekstensi leher dan kenyamanan penderita,

maka diperlukan bantalan yang diletakkan dibawah kepala penderita.

9. Bantalan, selimut yang dibulatkan atau alat penyangga lain ditempatkan di

kiri dan kanan kepala dan leher penderita, dan kepala penderita diikat ke long 

 spine board. Juga dipasang plester di atas kolar servikal untuk menjamin

tidak adanya gerakan pada kepala dan leher.

B. Penderita Anak-anak 

1. Untuk imobilisasi anak diperlukan long spine board  pediatrik. Bila tidak ada,

maka dapat menggunakan long  spine board untuk dewasa dengan gulungan

selimut diletakkan di seluruh sisi tubuh untuk mencegah pergerakan ke arah

lateral.

2. Proporsi kepala anak jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa,

oleh karena itu harus dipasang bantalan dibawah bahu untuk menaikkan

 badan, sehingga kepala yang besar pada anak tidak menyebabkan fleksi

tulang leher, sehingga dapat mempertahankan kesegarisan tulang belakang

anak. Bantalan dipasang dari tulang lumbal sampai ujung bahu dan kearah

lateral sampai di ujung board .

C. Komplikasi

26

Page 27: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 27/83

Bila penderita dalam waktu lama (kurang lebih 2 jam atau lebih lama lagi)

diimobilisasi dalam long spine board, penderita dapat mengalami dekubitus pada

oksiput, skapula, sakrum, dan tumit. Oleh karena itu, secepatnya bantalan harus

dipasang dibawah daerah ini, dan apabila keadaan penderita mengizinkan

secepatnya long spine board dilepas.

D. Melepas Long Spine board 

Pergerakan penderita yang mengalami cedera tulang belakang yang tidak stabil

akan menyebabkan atau memperberat cedera medula spinalisnya. Untuk 

mengurangi resiko kerusakan medula spinalis, maka diperlukan pencegahan

secara mekanis untuk seluruh penderita yang mempunyai resiko. Proteksi harus

dipertahankan sampai adanya cedera tulang belakang yang tidak stabil di

singkirkan.

1. Seperti sebelumnya dibicarakan, melakukan imobilisasi penderita dengan

long spine board adalah teknik dasar membidai (splinting) tulang belakang.

Secara umum hal ini dilaksanakan pada saat penanggulangan prehospital dan

 penderita datang ke rumah sakit sudah dalam sarana transfer yang aman.

Spine board  tanpa bantalan akan menyebabkan rasa tidak nyaman pada

 penderita yang sadar dan mempunyai resiko terhadap terjadinya dekubitus

 pada daerah dengan penonjolan tulang (oksiput, skapula, sakrum, tumit ).

Oleh karena itu penderita harus dipindahkan dari long spine board ke tempat

dengan bantalan yang baik dan permukaan yang nyaman secepatnya bisa

dilakukan secara aman. Sebelum dipindahkan dari  spine board,  pada

 penderita dilakukan pemeriksaan foto servikal, toraks, pelvis sesuai dengan

indikasinya, karena penderita akan mudah diangkat beserta dengan  spine

boardnya. Sewaktu penderita di imobilisasi dengan  spine board, sangat

27

Page 28: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 28/83

 penting untuk mempertahankan imobilisasi kepala dan leher dan badan secara

 berkesinambungan sebagai satu unit. Tali pengikat yang dipergunakan untuk 

imobilisasi penderita ke  spine board  janganlah dilepas dari badan penderita

sewaktu kepala masih terfiksir ke bagian atas spine board.

2. Spine board  harus dilepaskan secepatnya, waktu yang tepat untuk melepas

long spine board  adalah sewaktu dilakukan tindakan log roll untuk 

memeriksa bagian belakang penderita.

3. Pergerakan yang aman bagi penderita dengan cedera yang tidak stabil atau

 potensial tidak stabil membutuhkan kesegarisan anatomik kolumna

vertebralis yang dipertahankan secara kontinyu. Rotasi, fleksi, ekstensi,

 bending lateral, pergerakan tipe  shearing ke berbagai arah harus dihindarkan.

Yang terbaik untuk mengontrol kepala dan leher adalah dengan imobilisasi

inline manual. Tidak ada bagian tubuh penderita yang boleh melekuk sewaktu

 penderita dilepaskan dari spine board.

4. Modifikasi teknik log roll,

Modifikasi tehnik log roll, dipergunakan untuk melepas long spine board.

Diperlukan empat asisten: (1) satu untuk mempertahankan imobilisasi in line

kepala dan leher; (2) satu untuk badan penderita ( termasuk pelvis dan

 panggul ); (3) satu untuk pelvis dan tungkai bawah; dan (4) satu untuk 

menentukan arah prosedur ini dan melepas long spine board.

5. Tandu Sekop (Scoop Stretcher )

Alternatif melakukan modifikasi teknik  log roll  adalah dalam penggunaan

scoop stretcher untuk transfer penderita. Penggunaan yang tepat alat ini akan

mempercepat transfer secara aman dari long spine board  ke tempat tidur.

Sebagai contoh alat ini dapat digunakan untuk transfer penderita dari satu alat

traspor ke alat lain atau ke tempat khusus misalnya meja ronsen.

28

Page 29: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 29/83

Harap diingat,  penderita harus tetap dalam imobilisasi sampai cedera tulang

 belakang disingkirkan. Setelah penderita ditransfer dari backboard  ke tempat

tidur dan  scoop stretcher dilepas, penderita harus di reimobilisasi secara baik ke

ranjang/tandu. Scoop stretcher  bukanlah alat untuk imobilisasi penderita. Scoop

 stretcher  bukanlah alat transport, dan jangan mengangkat  scoop stretcher  hanya

 pada ujung-ujungnya saja, karena akan melekuk di bagian tengah dengan akibat

kehilangan kesegarisan dari tulang belakang.

E. Imobilisasi untuk penderita dengan kemungkinan cedera tulang belakang

Penderita umumnya datang ke bagian gawat darurat dengan alat perlindungan

tulang belakang. Alat ini menyebabkan pemeriksa harus memikirkan adanya

cedera tulang vertebra servikal atau torakolumbal, berdasarkan dari mekanisme

cedera. Pada penderita dengan cedera multipel dengan penurunan tingkat

kesadaran, alat perlindungan harus dipertahankan sampai cedera pada tulang

 belakang disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Bila penderita

diimobilisasi dengan  spine board dan paraplegia, harus diduga adanya ketidak-

stabilan tulang belakang dan perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk 

mengetahui letak dari cedera tulang belakang. Bila penderita sadar, neurologis

normal, tidak mengeluh adanya nyeri leher atau nyeri pada tulang belakang, dan

tidak terdapat nyeri tekan pada saat palpasi tulang belakang, pemeriksaan

radiologis tulang belakang dan imobilisasi tidak diperlukan.

Penderita yang menderita cedera multipel dan dalam keadaan koma harus tetap

diimobilisasi pada usungan dan dilakukan tindakan log roll untuk mengetahui

foto yang diperlukan untuk menyingkirkan adanya suatu fraktur. Kemudian

 penderita dapat ditransfer secara hati-hati dengan menggunakan prosedur tersebut

di atas ke tempat tidur untuk bantuan ventilasi yang lebih baik.

29

Page 30: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 30/83

Tabel 10 - Panduan Skrining Penderita dengan Dugaan Cedera Servical

1. Adanya paraplegia atau quadriplegia adalah bukti pendahuluan

adanya instabilitas servikal

2. Penderita sadar, tidak mabuk, neurologis normal dan tanpa nyeri

leher, atau nyeri tekan di bagian tengah leher:

Penderita seperti ini sangat jarang menderita cedera servikal akut atau

instabilitas. Dengan penderita dalam posisi terlentang, lepaskan kolar 

dan lakukan palpasi tulang leher. Bila tidak ada nyeri tekan, mintalah

 penderita uuntuk melakukan latero-fleksi. Jangan memaksa

menggerakkan leher penderita. Gerakan ini aman bila dilakukan oleh

 penderita sendiri. Bila gerakan ini tanpa nyeri, mintalah kembali agar 

 penderita melakukan fleksi dan ekstensi lehernya. Bila inipun tanpa

nyeri, tidak perlu dilakukan foto servikal.

3. Penderita sadar, neurologis normal, koperatif, namun ada nyeri leher 

atau nyeri tekan di bagian tengah leher.

Tugas dokter adalah untuk menyingkirkan adanya cedera servikal.

Semua penderita seperti ini memerlukan foto servikal AP, Lateral dan

Open mouth dengan aksial CT scan pada daerah yang dicurigai atau

tulang leher bawah yang tidak dapat terlihat dengan baik hanya

dengan foto polos saja. Yang dinilai pada foto cervical : (a).

deformitas tulang, (b). fraktur korpus vertebra atau prosesus, (c).

hilangnya kesegarisan (alignment ) aspek posterior korpus vertebra

( bagian anterior kanalis vertebralis), (d). meningkatnya jarak antar 

 prosesus spinosus pada 1 level  vertebra, (e). menyempitnya kanalis

vertebralis dan (f). meningkatnya ruangan jaringan lunak prevertebral.

Bila foto ini normal, lepaskan kolar, dan dibawah pengawasan seorang

dokter yang menguasai masalah, lakukan fleksi dan ekstensi pada

leher dan kemudian dilakukan foto fleksi lateral dari leher. Bila pada

foto ini tidak ditemukan subluksasi, dianggap tidak ada cedera

servikal dan kolar dapat dilepaskan. Bila salah satu dari foto di atas

mencurigakan akan adanya cedera servikal, pasanglah kolar kembali,

dan konsultasikan dengan seorang spesialis orthoped spine.

4. Penderita dengan gangguan kesadaran atau anak kecil yang tidak 

30

Page 31: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 31/83

dapat menerangkan dengan jelas.

Semua penderita di atas memerlukan foto servikal lateral, AP dan

open mouth disertai tambahan pemeriksaan CT scan pada daerah yang

dicurigai (C1 dan C2, dan didaerah cervical bawah yang tidak dapat

dinilai dengan tepat dengan foto polos) . Pemeriksaan CT pada anak 

adalah pemeriksaan tambahan. Bila seluruh vertebra servikal dapat

terlihat, dan tanpa kelainan, maka setelah dilakukan pemeriksaan oleh

ahli bedah syaraf atau ortopedi, kolar dapat dilepas.

5. Bila ragu-ragu pertahankan kolar.

6. Konsul:

Bila curiga atau menemukan cedera servikal selalu konsultasikan

dengan dokter yang mempunyai keahlian dalam mengevaluasi serta

melakukan tindakan terhadap penderita yang mengalami cedera

vertebra.

7. Backboard

Penderita dengan deficit neurologis (kuadriplegia atau paraplegia)

harus dievaluasi secara cepat dan dilepaskan dari backboard secepat

mungkin. Penderita seperti ini bila tidur di atas backboard lebih dari 2

 jam ber-resiko tinggi untuk dekubitus.

8. Keadaan gawat-darurat

Penderita cedera yang membutuhkan Bedah darurat sebelum

 pemeriksaan tulang belakang secara lengkap dikerjakan, harus

ditranspor dan digerakkan secara hati-hati dengan asumsi terdapat

cedera vertebra yang tidak stabil. Dalam keadaan ini kolar harus

dipertahankan, penderita dipindahkan ke meja operasi dengan cara

logroll. Team Bedah harus berhati-hati dalam memproteksi leher 

sewaktu melakukan tindakan operasi. Ahli Anestesi harus

diberitahukan sejauh mana pemeriksaan untuk adanya cedera servikal

sudah dilakukan.

31

Page 32: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 32/83

Tabel 11 - Panduan Skrining Penderita dengan Dugaan

Cedera Vertebra Thorakolumbal

1. Adanya paraplegia atau kehilangan sensasi di daerah dada atau

abdomen, membuktikan adanya bukti instabilitas.

2. Penderita sadar, tidak mabuk, neurogis normal, tidak terdapat rasa

nyeri atau nyeri tekan di garis tengah thorak dan lumbal: Seluruh

tulang belakang harus dipalpasi dan di inspeksi. Bila tidak terdapat

rasa nyeri sewaktu di palpasi atau ekimosis di daerah prosesus

spinosus, maka tidak ada fraktur vertebra sehingga sehingga tidak 

diperlukan pemeriksaan ronsen vertebra thorakolumbal.

3. Penderita dengan nyeri tulang belakang, atau nyeri tekan, terdapat

deficit neurologis, dan penurunan tingkat kesadaran, atau dicurigai

mabuk : Pemeriksaan ronsen seluruh vertebra thorakal dan lumbal

harus dilakukan. CT scan aksial dengan interval 3 mm harus

dilakukan di daerah yang dicurigai yang telah di identifikasi dengan

foto polos. Semua foto ronsen harus dengan kualitas baik dan

dinyatakan normal oleh seorang dokter yang berpengalaman sebelum

melepaskan imobilisasi tulang belakang.

4. Konsul ke dokter yang mempunyai keterampilan dalam

mengevaluasi dan melakukan pengelolaan cedera tulang belakang

apabila dicurigai atau dideteksi adanya cedera tulang belakang.

32

Page 33: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 33/83

TRAUMA MUSCULOSKELETAL

I . PEMERIKSAAN FISIK 

A. Melihat, Gambaran Umum

Perdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada ekstremitas,

kumpulan darah pada lantai atau brankar, balutan yang penuh darah, dan

 perdarahan yang terjadi selama ditranspor ke rumah sakit. Pemeriksa perlu

menanyakan karakteristik terjadinya trauma dan pelayanan pra rumah sakit.

1. Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf 

atau fraktur terbuka.

2. Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau trauma sendi.

Jenis trauma ini harus dibidai sebelum penderita dirujuk atau segera setelah

aman.

3. Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar menunjukkan adanya

trauma otot atau jaringan lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini

mungkin disertai bengkak atau hematoma. Gangguan vaskular mula-mula

ditandai dengan pucat pada ekstremitas distal.

4. Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma. Bila

ada trauma saraf akan menampilkan posisi ekstremitas yang khas, misalnya

trauma saraf radialis menimbulkan wrist drop, dan trauma saraf peroneus

menimbulkan drop foot.

5. Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan beratnya trauma.

Dalam pengawasan, adanya gerakan spontan dapat menunjukkan adanya

trauma yang tampak atau terselubung. Misalnya pada trauma kepala penderita

tidak mengikuti perintah dan tidak ada gerakan spontan ekstremitas, penderita

33

Page 34: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 34/83

ini mungkin ada trauma torakal atau lumbal.

6. Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma Anak-anak 

dapat terjadi trauma lempeng epifisis atau patah tulang tersembunyi (misalnya

buckle fraktur). Pada wanita dengan trauma pelvis, lebih besar kemungkinan

cedera vagina dibandingkan cedera uretra.

7. Urin  yang  keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika

 pemasangan kateter sulit, penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan

trauma traktus urinarius.

B. Raba

Ancaman jiwa dan ancaman ekstremitas disingkirkan terlebih dahulu.

1. Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan,

dan jarak yan g  menunjukkan potensi pelvis tidak stabil. Tes kompresi-

distraksi seperti menarik-mendorong pelvis dikerjakan sekali saja. Tes ini

 berbahaya karena terlepasnya bekuan darah dapat menimbulkan perdarahan

 baru.

2. Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat. Adanya perbedaan

atau abnormalitas harus dicatat. Pengisian kapiler yang normal (kurang dari 2

detik) di bawah kuku atau telapak tangan menandakan aliran darah di

ekstremitas distal baik. Hilangriya pulsasi dengan pengisian kapiler normal

menandakan ekstremitas viable, walaupun demikian konsultasi bedah perlu

dilakukan. Jika pulsasi dan pengisian kapiler tidak ada diperlukan

 pembedahan gawat darurat.

3. Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan adanya

fraktur atau sindroma kompartemen. Dilakukan dengan palpasi yang lembut.

Jika terdapat fraktur, penderita sadar akan mengeluh nyeri. Jika penderita

tidak sadar, hanya teraba gerak abnormal. Sindroma kompartemen dicurigai

34

Page 35: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 35/83

 jika teraba keras-tegang dan nyeri. Sindroma kompartemen dapat disertai

fraktur.

4. Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi

secara aktif. Hal ini tidak perlu dikerjakan jika terdapat fraktur yang nyata

atau deformitas, atau penderita tidak kooperatif. Setiap sendi dipalpasi untuk 

nyeri, bengkak, dan adanya cairan intar-artikular. Stabilitas sendi diperiksa

dengan melakukan regangan lateral, medial, dan anterior -posterior. Segala

deformitas atau dislokasi sendi harus dibidai dan dilakukan pemeriksaan

ronsen sebelum melakukan pemeriksaan akan stabilitas.

5. Pemeriksaan neurolgi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dicatat

 pada ekstremitas. Pemeriksaan diulang dan dicatat sesuai indikasi dan

keadaan klinis penderita. Sensasi diperiksa dengan rabaan/sentuhan dan

tusukan pada setiap ekstremitas. Adanya trauma neurologis  yang  progresif 

menunjukkan ada masalah besar.

a. C5 - Sisi lateral dari lengan atas (juga N.axilaris)

 b. C6 - Sisi palmar ibu jari dan telunjuk (N.medianus)

c. C7 - Sisi palmar jari tengah.

d. C8 - Sisi palmar jari kelingking (N.ulnaris).

e. T1 - Sisi dalam lengan bawah.

f. L3 - Sisi dalam paha.

g. L4 - Sisi dalam tungkai bawah,terutama diatas maleolus medialis.

h. L5 - Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis)

i. Si - Sisi lateral kaki.

6. Pemeriksaan motorik ekstremitas yang harus dikerjakan;

a. Abduksi bahu - N. axilaris, C5.

 b. Fleksi siku - N. muskulokutaneus, C5 dan C6

35

Page 36: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 36/83

c. Ekstensi siku - N.radialis, C6, C7, dan C8.

d. Tangan dan pergelangan - Kekuatan genggaman dorsofleksi pergelangan

(N. radialis, C6) dan fleksi jari jari (N medianus dan ulnaris, C7 dan C8).

e. Aduksi dan abduksi jari - N ulnaris, C 8 dan Ti.

f. Ekstremitas bawah- dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki memeriksa

 N.peroneus profundus, L5, dan plantar fleksi memeriksa N.tibialis

 posterior, S1.

g. Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar. Pemeriksaan ini

spesifik sesuai dengan gerakannya. (lihat tabel 9)

7. Pemeriksaan refleks tendo.

8. Jangan lupa memeriksa punggung.

II. PRINSIP IMOBILISASI EKSTREMITAS

A. Periksa ABCDE dan terapi keadaan yan g mengancam nyawa terlebih dahulu.

B. Buka semua pakaian seluruhnya termasuk ekstremitas. Lepaskan jam, cincin,

kalung dan semua yang dapat menjepit. Ingat cegah terjadinya hipotermia.

C. Periksa keadaan neurovaskular sebelum memasang bidai. Periksa pulsasi

 perdarahan eksternal yang harus dihentikan, dan periksa sensorik dan motorik 

dari ekstremitas.

D. Tutup luka dengan balutan steril.

E. Pilih jenis dan ukuran bidai yang sesuai dengan ekstremitas yang trauma. Bidai

harus mencakup sendi di atas dan di bawah ekstremitas yang trauma.

F. Pasang bantalan di atas tonjolan tulang.

G. Bidai ekstremitas pada posisi yang ditemukan jika pulsasi distal ada. Jika pulsasi

distal tidak ada, coba luruskan ekstremitas. Traksi secara hati-hati dan

 pertahankan sampai bidai terpasang.

36

Page 37: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 37/83

H. Bidai dipasang pada ekstremitas yang telah lurus, jika belum lurus coba

luruskan.

I. Jangan meluruskan secara paksa, jika mengalami kesulitan, pasang bidai pada

 posisi yang ditemukan.

J. Konsulkan ke ahli Orthopedi.

K. Catat status neurovaskular sebelum dan setelah pemasangan bidai atau

manipulasi.

L. Berikan profilaksis Tetanus.

III. MELURUSKAN DEFORMITAS

Pemeriksaan fisik membedakan deformitas karena dislokasi atau fraktur. Prinsip

meluruskan ekstremitas yang patah adalah mengembalikan panjang ekstremitas

secara hati-hati dengan tarikan lurus mengoreksi angulasi dan rotasi. Dengan

mempertahankan secara manual pasang bidai dengan bantuan asisten.

A. Ekstremitas Atas

1. Humerus

Pegang siku dan tarik ke bawah, setelah lurus bidai dipasang dan lengan

dipertahankan dengan sling dan swath ke dinding dada.

2. Lengan bawah

Tarik pergelangan tangan ke bawah dengan siku ditahan sebagai kontraksi.

Bidai dipasang di lengan bawah dan dielevasikan.

B. Ekstremitas Bawah

1. Femur  

Luruskan femur dengan melakukan traksi di daerah ankle jika tibia dan fibula

tidak fraktur. Setelah spasme otot diatasi tungkai diluruskan dan rotasi

37

Page 38: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 38/83

dikoreksi. Tindakan ini memerlukan waktu beberapa menit tergantung dari

 besarnya penderita.

2. Tibia

Lakukan traksi di daerah ankle dan kontra-traksi di atas lutut, dikerjakan bila

femur utuh.

C. Gangguan Vaskular dan Neurologis

Fraktur disertai trauma neurovaskular perlu diluruskan dengan hati-hati.

Konsultasi bedah segera dikerjakan. Jika trauma neurovaskular bertambah setelah

diluruskan dan dibidai, bidai dilepas dan tungkai dikembalikan keposisi semula

dimana aliran darah dan status neurologi maksimal. Ekstremitas diimobilisasi

dalam posisi ini.

IV. PEMASANGAN TRACTION SPLINT 

A. Pemasangan alat ini perlu dua orang, satu orang mempertahankan posisi tungkai

dan seorang lagi memasang splint.

B. Lepaskan pakaian, termasuk sepatu agar seluruh ekstremitas terlihat. Tutup luka

dengan balut steril, dan periksa neurovaskular distal.

C. Bersihkan tonjolan tulang dan otot dari kotoran sebelum memasang traksi. Catat

 jika ada tulang yang keluar dan masuk ke jaringan lunak setelah ditraksi.

D. Ukur panjang splint melalui kaki yang sehat. Bagian atas dari ring diletakkan di

 bawah bokong dan tuberositas iskhium. Bagian distal splint dibawah ankle

sepanjang 15 cm. Strap dipasang untuk menahan paha dan betis.

E. Femur diluruskan dengan menarik ankle, kemudian diangkat dan splint diletakkan

di bawahnya. Proximal splint diletakkan pada tuberositas iskhium. Periksa ulang

keadaan neurovaskular distal tungkai yang mengalami cedera.

F. Alat pengikat traksi dipasang di ankle dengan asisten tetap mempertahankan

38

Page 39: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 39/83

tarikan tungkai dengan strap terbawah lebih pendek dari atasnya.

G. Pasang penarik ankle pada pengait traksi, asisten tetap mempertahankan tarikan.

Tarik traksi sampai tungkai stabil, atau nyeri dan spasme otot hilang.

H. Periksa status neurovaskular, jika perfusi distal menjadi buruk setelah

 pemasangan traksi, lepaskan / kurangi tarikan.

I. Pasang strap.

J. Status neurovaskular dievaluasi ulang secara terus menerus, dan dicatat setiap

tindakan manipulasi tungkai.

K. Berikan pencegahan tetanus bila ada indikasi.

V. PEMERIKSAAN DAN PENGELOLAAN SINDROMA KOMPARTEMEN

A. Yang penting diperhatikan

1. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat.

2. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa cedera

luar atau fraktur yang jelas.

3. Reevaluasi yang sering sangat penting.

4. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko terjadinya

sindroma kompartemen.

5. Tidak sadar atau dalam intubasi tidak dapat mengkomunikasikan tanda awal

dari iskemia ekstremitas.

6. Nyeri merupakan tanda awal mulainya iskemia kompartemen, terutama nyeri

 pada tarikan otot secara pasif.

7. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah

kerusakan yang menetap telah terjadi.

B. Palpasi kompartemen otot, dibandingkan ketegangannya tungkai yang cedera

dengan yang normal.

39

Page 40: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 40/83

1. Asimetri adalah tanda penemuan yang penting

2. Pemeriksaan berulang dari ekstremitas yang cedera adalah hal pokok.

3. Pengukuran tekanan intra kopartemen sangat membantu.

4. Jika curiga sindroma kompartemen segera konsultasi bedah.

C. Dapatkan konsultasi bedah atau ortopedi segera.

V1. IDENTIFIKASI DAN PENGELOLAAN FRAKTUR PELVIS

A. Identifikasi mekanisme trauma yang menyebabkan kemungkinan

fraktur pelvis misalnya terlempar dari sepeda motor, crush injury,  pejalan kaki

ditabrak kendaraan, tabrakan sepeda motor.

B. Periksa daerah pelvis adanya ekhimosis, perianal atau hematoma skrotal, darah

di meatus uretra.

C. Periksa tungkai akan adanya perbedaan panjang atau asimetri rotasi panggul.

D. Lakukan pemeriksaan rektum, posisi dan mobilitas kelenjar prostat, teraba

fraktur, atau adanya darah pada kotoran.

E. Lakukan pemeriksaan vagina, raba fraktur, ukuran dan konsistensi uterus,

adanya darah. Perlu diingat bahwa penderita mungkin hamil.

F. Jika dijumpai kelainan pada B sampai E, jika mekanisme trauma menunjang

terjadinya fraktur pelvis, lakukan pemeriksaan ronsen pelvis AP (mekanisme

trauma dapat menjelaskan tipe fraktur).

G. Jika B sampai E normal, lakukan palpasi tulang pelvis untuk menemukan tempat

nyeri.

H. Tentukan stabilitas pelvis dengan hati-hati melakukan tekanan anterior- posterior 

dan lateral- medial pada SIAS.Pemeriksaan mobilitas aksial dengan melakukan

dorongan dan tarikan tungkai secara hati-hati, tentukan stabilitas kranial -

kaudal.

40

Page 41: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 41/83

I. Perhatian pemasangan kateter urine, jika tidak ada kontraindikasi, atau lakukan

 pemeriksaan retrograd uretrogram jika terdapat kecurigaan trauma uretra.

J. Penilaian foto ronsen pelvis, perhatian kusus pada fraktur yang sering disertai

kehilangan darah banyak, misalnya fraktur yang meningkatkan volume pelvis.

1. Cocokan identitas penderita pada film.

2. Periksa foto secara sistematik;

a. Lebar simfisis pubis - pemisahan lebih dari 1 cm menunjukan ada trauma

 pelvis posterior.

 b. Integritas ramus superior dan inferior pubis bilateral.

c. Integritas asetabulum, kaput dan kolum femur.

d. Simetri ileum dan lebarnya sendi sakroiliaka.

e. Simetri foramen sakrum dengan evaluasi linea arkuata. F

f. Fraktur prosesus transversus L5.

3. Ingat, karena tulang pelvis berbentuk lingkaran jarang kerusakan hanya pada

satu tempat saja.

4. Ingat fraktur yang meningkatkan volume pelvis, misalnya vertical shear dan

fraktur open-book, sering disertai perdarahan banyak.

K. Teknik mengurangi perdarahan dari fraktur pelvis.

1. Cegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang.

2. Tungkai bawah di rotasi kedalam untuk menutup fraktur open-book. Pasang

 bantalan pada tonjolan tulang dan ikat kedua tungkai yang dilakukan rotasi.

Tindakan ini akan mengurangi pergeseran simpisis, mengurangi volume

 pelvis, bermanfaat untuk tindakan sementara menunggu pegobatan definitif.

3. Pasang dan kembangkan PASG. Alat ini bermanfaat untuk membawa/

transpor penderita.

4. Pasang external fixator  pelvis (konsultasi orthopedi segera).

41

Page 42: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 42/83

5. Pasang traksi skeletal (konsultasi orthopedi segera)

6. Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi.

7. Lakukan segera konsultasi bedah / orthopedi untuk menentukan prioritas.

8. Letakkan bantal pasir dibawah bokong kiri-kanan jika tidak terdapat trauma

tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain tidak tersedia.

9. Pasang pelvic binder.

10. Mengatur untuk transfer ke fasilitas terapi definitif jika tidak mampu

melakukannya.

VII. IDENTIFIKASI TRAUMA ARTERI

A. Mengetahui bahwa iskemia merupakan ancaman tungkai dan mempunyai

 potensi ancaman nyawa.

B. Palpasi pulsasi perifer bilateral (dorsalis pedis, tibialis anterior, femoral,

radial dan brakialis) akan simetri dan kualitas.

C. Catat dan evaluasi adanya asimetri pulsasi perifer.

D. Reevaluasi pulsasi perifer yang sering, terutama jika terdapat asimetri.

E. Konsultasi bedah segera.

42

Page 43: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 43/83

TRAUMA KEPALA

I. SURVEI PRIMER 

A. ABCDE

B. Imobilisasi dan Stabilisasi Servikal

C. Melakukan Pemeriksaan Neurologis Singkat

1. Respon Pupil

2. Menentukan Nilai GCS

II. SURVEY SEKUNDER DAN PENATALAKSANAAN

A. Inspeksi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah

1. Laserasi

2. Adanya LCS dari lubang hidung dan telinga

B. Palpasi Keseluruhan Kepala, Termasuk Wajah

1. Fraktur 

2. Laserasi dengan fraktur di bawahnya

C. Inspeksi Semua Laserasi Kulit Kepala

1. Jaringan otak 

2. Fraktur depresi tulang tengkorak 

3. Debris

4. Kebocoran LCS

D. Menentukan Nilai GCS dan Respon Pupil

1. Respon buka mata

2. Respon motorik terbaik anggota gerak 

3. Respon verbal

4. Respon pupil

43

Page 44: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 44/83

E. Pemeriksaan Vertebra Servikal

1. Palpasi untuk mencari adanya rara nyeri dan pakaikan kolar servikal semirigid

 bila perlu.

2. Pemeriksaan foto ronsen vertebra servikalis proyeksi cross-table lateral bila

 perlu.

F. Penilaian Beratnya Cedera

G. Pemeriksaan Ulang Secara Kontinyu-Observasi Tanda-tanda Perburukan

1. Frekuensi

2. Parameter yang dinilai

3. Ingat, pemeriksaan ulang ABCDE

Ill. EVALUASI CT SCAN KEPALA

Diagnosis abnormalitas pada CT scan dapat sangat samar dan sulit. Karena

kompleksnya penilaian CT scan, maka penilaian awal singkat oleh ahli bedah saraf 

atau radiologi sangatlah penting. Tahap-tahap cara evaluasi CT scan kepala berikut

ini bertujuan terutama untuk memudahkan mengenal kelainan patologi yang

mengancam jiwa penderita dalam waktu singkat. Harus diingat, pemeriksaan CT scan

kepala tidak boleh menunda tindakan resusitasi atau rujukan penderita ke pusat

trauma.

IV. MELEPAS HELM

Penderita yang memakai helm dan memerlukan penatalaksanaan jalan napas harus

dijaga kedudukan kepala dan leher dalam posisi netral saat helm dilepaskan oleh 2

 penolong.

A. Satu orang menstabilkan kepala dan leher pasien dengan meletakkan tangan pada

setiap sisi helm dengan jari terletak pada mandibula pasien. Posisi ini mencegah

44

Page 45: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 45/83

tergelincirnya helm bila tall pengikat lepas.

B. Penolong kedua memotong atau melepaskan tali helm pada cincin D-nya.

C. Penolong kedua meletakkan satu tangan pada angulus mandibula dengan ibu jari

 pada satu sisi dan jari-jari lainnya pada sisi lain. Sementara tangan yang lain

melakukan penekanan di bawah kepala pada regio oksipitalis. Manuver ini

mengalihkan tanggung jawab imobilisasi lurus kepada penolong kedua.

D. Penolong pertama kemudian melebarkan helm ke lateral untuk membebaskan

kedua daun telinga dan secara hati-hati melepas helm. Bila helm yang digunakan

mempunyai penutup wajah, maka penutup ini harus dilepaskan dulu. Bila helm

yang dipakai mempunyai penutup wajah yang lengkap, maka hidung penderita

dapat terhimpit dan menyulitkan melepaskan helm. Untuk membebaskan hidung,

helm harus didorong ke belakang lalu dinaikkan ke atas melewati hidung

 penderita.

E. Selama tindakan ini penolong kedua harus tetap mempertahankan imobilisasi dari

 bawah guna menghindari tertekuknya kepala.

F. Setelah helm terlepas, imobilisasi lurus manual dimulai dari atas, kepala dan

leher penderita diamankan selama penatalaksanaan pertolongan jalan napas.

G. Bila upaya melepaskan helm menimbulkan rasa nyeri dan parestesia maka helm

harus dilepas dengan menggunakan gunting gips. Bila dijumpai tanda-tanda

cedera vertebra servikalis pada foto ronsen, maka melepaskan helm harus

menggunakan gunting gips.

45

Page 46: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 46/83

Tabel 2- Glasgow Coma Scale (GCS)

Jenis pemeriksaan Nilai

Respon buka mata (Eye opening, E)

Spontan

Terhadap suara

Terhadap nyeri

Tidak ada

4

3

2

1Respon motorik terbaik (M)

Ikut perintah

Melokalisir nyeri

Fleksi normal (menarik anggauta yang dirangsang)

Fleksi abnormal (dekortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

Tidak ada (Hasid)

6

5

4

3

2

1Respon verbal (V)

Berorientasi baik 

Berbicara mengacau (bingung)

Kata-kata ticsk teratur 

Suara tidak jelas

Tidak ada

5

4

3

2

1

Table 2- Pediatric Trauma Score

Bagian

Pemeriksaan

Nilai

+2 +1 -1

Berat >20 kg 10-20 kg <10 kg

 Airway  Normal Oro/nasofaringeal 02 Intubasi; cricothyroidotomy

atau tracheostomy

Tekanan Darah

Systolic

>90 mm Hg; atau nadi

dan

 perfusi perifer baik 

50-90 mm Hg; pulsasi

karotis /femoralis teraba

<50 mm Hg;

 pulsasi lemah atau tidak 

ada

Tingkat kesadaran Sadar Keadaan yang

memburuk atau

kehilangan kesadaran

lainnya

Koma;

Tidak bereaksi

Patch tulang Tidak tampak atau conga Tunggal atau tertutup Terbuka atau multiple

Kulit Tidak tampak Kontusi, abrasi; laserasi

<7 cm; tidak tembus

fasia

Kehilangan jaringan; luka

tembak/tusuk; menembus

fascia

Jumlah:

Algoritme 1

Penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan

46

Page 47: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 47/83

Definisi : Penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15)

Riwayat

• Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan • Tingkat kewaspadaan

• Mekanisme cedera • Amnesia: Retrograde, Antegrade

• Waktu cedera • Sakit kepala: ringan, sedang, berat• Tidak sadar segera setelah cedera

Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik.

Pemeriksaan neurologis terbatas.

Pemeriksaan rontgen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasi.

Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urine

Pemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita,

kecuali bila memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal

Observasi atau dirawat di RS Dipulangkan dari RS

• CT scan tidak ada • Tidak memenuhi kriteria rawat.

• CT scan abnormal • Diskusikan kemungkinan kembali

• Semua cedera tembus Ke rumah sakit bila memburuk dan

• Riwayat hilang kesadaran berikan lembar observasi

• Kesadaran menurun • Jadwalkan untuk kontrol ulang

• Sakit kepala sedang-berat

• Intoksikasi alkohol/obat-obatan• Kebocoran likuor: Rhinorea-otorea

• Cedera penyerta yang bermakna

• Tak ada keluarga di rumah

• GCS<15

• Defisit neurologis fokal

47

Page 48: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 48/83

Tabel 3- Instruksi Bagi Penderita Cedera Kepala Di Luar RS

Kami telah memeriksa dan ternyata tidak ditemukan indikasi bahwa cedera

kepala anda serius. Namun gejala-gejala baru dan komplikasi  yang  tidak 

terduga dapat muncul dalam beberapa jam atau beberapa hari setelahcedera. 24 jam pertama adalah waktu yang kritis dan anda harus tinggal

 bersama keluarga atau kerabat dekat anda sedikitnya dalam waktu itu. Bila

kelak timbul gejala-gejala berikut seperti tertera di bawah Ini maka anda

harus segera menghubungi dokter anda atau kembali ke RS.

1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan (penderita harus dibangunkan

setiap 2 jam selama periode tidur).

2. Mual dan muntah.

3. Kejang.

4. Perdarahan atau keluar cairan dari hidung atau telinga.

5. Sakit kepala hebat.6. Kelemahan atau rasa baal pada lengan atau tungkai.

7. Bingung atau perubahan tingkah laku.

8. Salah satu pupil mata (bagian mata yang gelap) lebih besar dari yang

lain, gerakan gerakan aneh bola mats, melihat dobel atau gangguan

 penglihatan lain.

9. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau pola nafas yang

tidak teratur.

Bila timbul pembengkakan pada tempat cedera, letakkan kantung es di atas

selembar kain/handuk pada kulit tempat cedera. Bila pembengkakan

semakin hebat walau telah dibantu dengan kantung es, segera hubungi RS.

Anda boleh makan dan minum seperti biasa namun tidak diperbolehkan

minum minuman yang mengandung alkohol sedikitnya 3 had setelah

cedera.

Jangan minum obat tidur atau obat penghilang nyeri yang lebih kuat dari

Acetaminophen sedikitnya 24 jam setelah cedera. Jangan minum obat

mengandung aspirin.

Bila ada hal yang ingin anda tanyakan, atau dalam keadaan gawat darurat,kami dapat dihubungi di nomor telepon : …………………

 Nama dokter : ……………………………………

48

Page 49: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 49/83

Algoritme 2

Penatalaksanaan Cedera Kepala Sedang

Definisi : Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun

masih mampu menuruti perintah

(GCS : 9-13).

Pemeriksaan awal

• Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah

sederhana

• Pemeriksaan CT scan kepala pads semua kasus

• Dirawat untuk observasi

Setelah dirawat• Pemeriksaan neurologis periodik 

• Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila

 penderita akan dipulangkan.

Bila kondisi membaik (90%) Bila kondisi memburuk (10%)

• Pulang bila memungkinkan • Bila penderita tidak mampu melakukan

• Kontrol di poliklinik perintah lagi, segera lakukan pemeriksaanCT scan ulang dan penatalaksanaan

sesuai protokol cedera kepala berat.

49

Page 50: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 50/83

Tabel 4- Penatalaksanaan Awal Cedera Otak Berat

Definisi : Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana

karena kesadaran yang menurun (GCS 3-8)

Pemeriksaan dan penatalaksaan

• ABCDE

•  Primary Survey dan resusitasi

• Secondary Survey dan riwayat AMPLE

• Rawat pada fasilitas yang mampu melakukan tindakan perawatan definitif 

Bedah saraf 

• Reevaluasi neurologis: GCS

• Respon buka mata

• Respon motorik 

• Respon verbal

• Refleks cahaya pupil

• Obat-obatan

• Manitol

• Hiperventilasi sedang (PCO2<35 mmHg)

• Antikonvulsan

Tes Diagnostik (sesuai urutan)

• CT Scan

• Ventrikulografi udara

• Angiogram

50

Page 51: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 51/83

Tabel 5- Prioritas Evaluasi Awal Dan Triase

Penderita Dengan Cedera Otak Berat

1. Semua penderita cedera otak dengan koma harus segera diresusitasi

(ABCDE) setibanya di unit gawat darurat.

2. Segera setelah tekanan darah normal, pemeriksaan neurologis dilakukan

(GCS dan refleks pupil). Bila tekanan darah tidak bisa mencapai normal,

 pemeriksaan neurologis tetap dilakukan dan dicatat adanya hipotensi.

3. Bila tekanan darah sistolik tidak bisa > 100 mmHg setelah-dilakukan

resusitasi agresif, prioritas tindakan adalah untuk stabilisasi penyebab

hipotensinya, dengan pemeriksaan neurologis menjadi prioritas kedua.

Pada kasus ini penderita dilakukan DPL dan ultrasound di UGD atau

langsung ke kamar operasi untuk seliotomi. CT scan kepala dilakukan

setelah seliotomi. Bila timbul tanda-tanda klinis suatu massa intracranial

maka dilakukan ventrikulografi, burr hole eksplorasi atau kraniotomi di

kamar operasi sementara seliotomy sedang berlangsung.

4. Bila TDS > 100 mmHg setelah resusitasi dan terdapat tanda klinis suatu

lesi intrakranial (pupil anisokor, hemiparesis), maka prioritas pertama

adalah CT Scan kepala. DPL dapat dilakukan di UGD, ruang CT Scan

atau di kamar operasi, namun evaluasi neurologis dan tindakannya tidak 

 boleh tertunda.

5. Pada kasus yang meragukan, misalnya tekanan darah dapat terkoreksi

tapi cenderung untuk turun, upayakan utuk membawa ke ruang CT scan

sebelum ke kamar operasi untuk seliotomi atau thorakotomi.

Beberapa kasus membutuhkan koordinasi yang kuat antara ahli bedah

trauma dengan ahli bedah saraf.

51

Page 52: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 52/83

TINDAKAN AIRWAY

I. PEMASANGAN AIRWAY OROFARINGEAL

A. Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak sadar 

sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.

B. Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak dari

sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.

C. Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger (scissors

technique).

D. Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah,

hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.

E. Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan

lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita.  Airway tidak boleh

mendorong lidah sehingga menyumbat airway.

F. Tarik spatula lidah.

G. Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

II. PEMASANGAN AIRWAY  NASOFARINGEAL

A. Prosedur ini digunakan apabila penderita terangsang untuk muntah pada

 penggunaan airway orofaringeal.

B. Lubang hidung dinilai untuk melihat adanya penyumbatan (seperti polip, fraktur,

 perdarahan).

C. Pilih airway yang ukurannya cocok.

D. Lumasi airway nasofaringeal dengan pelumas yang dapat larut dalam air atau

dengan air.

52

Page 53: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 53/83

E. Masukkan ujung airway kedalam lubang hidung dan arahkan ke posterior dan

menuju ke arah telinga.

F. Dengan hati-hati masukkan airway orofaringeal menuju hipofaring dengan

sedikit gerakan memutar, sampai sayap penahan berhenti pada lubang hidung.

G. Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

III. VENTILASI BAG-VALVE-MASK - TEKNIK DUA ORANG

A. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.

B. Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran oksigen

sampai 12 L/ menit.

C. Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik yang

telah dijelaskan sebelumnya.

D. Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar rapat

dengan dua tangan.

E. Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua

tangan.

F. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita.

G. Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.

IV. INTUBASI OROTRAKEAL DEWASA

A. Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan

 peralatan penghisap berada pada tempat yang  dekat sebagai kesiagaan bila

 penderita muntah.

B. Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak bocor,

kemudian kempiskan balon.

C. Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya

53

Page 54: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 54/83

lampu.

D. Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan. Leher 

 penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama prosedur ini.

E. Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

F. Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser lidah

kesebelah kiri.

G. Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.

H. Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan gigi

atau jaringan-jaringan di mulut.

I. Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan

mengembangkan balon secara berlebihan.

J. Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan bag-

valve tube.

K. Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.

L. Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.

M. Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa harus

dinilai ulang.

 N. Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau

selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi, hentikan

 percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba

lagi.

O. Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk menilai

letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

P. Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan alat

ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat

diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam

54

Page 55: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 55/83

airway.

Q. Pasang alat  pulse oxymeter  pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus

masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

 Pulse oxymeter  berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.

V. INTUBASI NASOTRAKEAL DEWASA

Ingat: Intubasi nasotrakeal membuta (blind) merupakan kontraindikasi  pada

 penderita apnea dan pada keadaan fraktur  midface yang berat atau apabila ada

kecurigaan fraktur basis kranii. Untuk meniru penderita yang bernafas dengan

menggunakan manikin dewasa, instruktur dianjurkan memasang alat bag-valve pada

ujung akhir trakea manikin.

A. Apabila dicurigai ada fraktur ruas tulang leher, biarkan cervical collar 

ditempatnya untuk membantu menjaga immobilisasi leher.

B. Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang cukup tetap berjalan.

C. Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak bocor,

kemudian kempiskan.

D. Apabila penderita sadar, semprot lorong lubang hidung dengan anestetika dan

vasokonstriktor untuk memati-rasakan dan mengempiskan mukosa. Apabila

 penderita tidak sadar, cukup menyemprot dengan vasokonstriktor saja.

E. Minta asisten menjaga immobilisasi kepala dan leher secara manual.

F. Lumasi pipa nasotrakeal dengan gel anestetika lokal dan masukkan pipa kedalam

lubang hidung.

G. Dorong pipa pelan-pelan tetapi pasti kedalam lorong lubang hidung, ke arah atas

hidung (untuk menghindari concha inferior yang besar) dan kemudian

kebelakang dan kebawah ke nasofaring. Lengkungan pipa harus sesuai untuk 

55

Page 56: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 56/83

memudahkan masuknya kelorong yang melengkung.

H. Sewaktu pipa melewati hidung dan ke nasofaring, harus dibelokkan kebawah

untuk masuk kedalam faring.

I. Begitu pipa telah masuk ke faring, dengarkan aliran udara yang berasal dari pipa

endotrakeal. Dorong pipa sampai suara aliran udara maksimal, yang memberi

kesan ujung pipa berada pada mulut trakea. Sambil mendengarkan gerakan udara,

 pastikan saat inhalasi dan dorong pipa dengan cepat. Apabila penempatan pipa

tidak berhasil, ulangi prosedur dengan memberikan tekanan ringan pada cartilago

thyroidea. Ingat untuk melakukan ventilasi dan oksigenasi penderita

secaraberkala.

J. Kembangkan balon secukupnya sehingga tidak bocor. Cegah pengembangan

yang berlebihan.

K. Periksa letak pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi bag-valve-tube.

L. Perhatikan secara visual pengembangan dada dengan ventilasi.

M. Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.

 N. Amankan pipa. Apabila penderita dipindahkan posisinya, letak pipa haris dinilai

ulang.

O. Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam 30 detik atau selama

waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi, hentikan

 percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba

lagi.

P. Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk menilai

letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

Q. Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adapter dengan alat

ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat

diandalkan untuk memastikan letak pipa endotrakeal berada dalam airway.

56

Page 57: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 57/83

R. Pasang alat  pulse oxymeter  pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus

masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

 Pulse oxymeter  berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.

 PENYULIT PADA INTUBASI OROTRAKEAL DAN NASO-TRAKEAL

1. Intubasi esofageal, dapat menyebabkan hipoksia dan kematian

2. Intubasi bronkus utama kanan, berakibat ventilasi hanya pada paru kanan saja,

dan kolaps paru kiri

3. Ketidak mampuan intubasi, menyebabkan hipoksia dan kematian

4. Terangsangnya muntah, menyebabkan aspirasi, hipoksia dan kematian

5. Trauma pada jalan napas, menyebabkan perdarahan dan bahaya aspirasi

6. Gigi pecah atau goyah (akibat menggunakan gigi sebagai landasan daun

laryngoskop)

7. Balon pipa endotrakeal pecah/bocor, mengakibatkan kebocoran ventilasi, dan

memerlukan intubasi ulang 

8. Berubahnya cedera servikal leher tan pa defisit neurologis menjadi cedera

 servikal dengan defisit neurologist 

VI. INTUBASI OROTRAKEAL ANAK 

A. Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang cukup tetap berjalan.

B. Pilih pipa tanpa balon dengan ukuran  yang  cocok,  yang  umumnya sama

ukurannya dengan lubang hidung anak atau kelingkingnya.

C. Pasang daun laringoskop dengan pemegangnya, periksa terangnya sinar lampu.

D. Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

E. Masukkan daun laringoskop melalui sebelah kanan mulut, menggeser lidah

57

Page 58: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 58/83

kekiri.

F. Perhatikan epiglottis, kemudian pita suara.

G. Masukkan pipa endotrakeal tidak lebih 2 cm melalui pita suara.

H. Periksa penempatan pipa dengan ventilasi bag-valve-tube.

I. Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memperhatikan pengembangan

 paru dan auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop.

J. Amankan pipa. Apabila penderita dipindahkan, penempatan pipa harus dinilai

ulang.

K. Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam 30 detik atau selama

waktu yang diperlukan untuk menahan nafas sebelum ekshalasi, hentikan

 percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba

lagi.

L. Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk menilai

letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

M. Hubungkan alat kolorimetris C02 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan alat

ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat

diandalkan untuk memastikan letak pipa endotrakeal berada dalam airway.

 N. Pasang alat  pulse oxymeter  pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus

masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

 Pulse oxymeter  berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara untuk menilai tindakan intervensi.

VII . PEMANTAUAN OKSIMETRI PULSA

Pulse oxymeter  didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada

sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil  pulse oxymeter, nilailah pembacaan-

 pembacaan awal. Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG? Apakah saturasi

58

Page 59: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 59/83

oksigen cocok/sesuai? Apabila  pulse oxymeter  memberikan hasil yang rendah atau

sangat sulit membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan

alatnya.

VIII. NEEDLE CRICOTHYROIDOTOMY

A. Rakit dan siapkan selang oksigen dengan cara membuat sebuah lubang pada salah

satu ujungnya. Hubungkan ujung satunya pada sum her oksigen, yang mampu

mengeluarkan tekanan pada nipplenya 50  psi atau lebih, dan pastikan oksigen

mengalir dengan lancar melalui selangnya.

B. Baringkan penderita.

C. Pasang cateter over-the-needle ukuran #12 atau #14, 8.5 cm pada semprit 6-

sampai 12-m1.

D. Siapkan secara bedah leher dengan kapas antiseptik.

E. Palpasi membrana krikoidea, sebelah anterior antara kartilago tiroid dan krikoid.

Pegang trakea dengan ibu jari dan telunjuk salah satu tangan untuk mencegah

 pergerakan trakea ke lateral pada waktu prosedur.

F. Tusuk kulit pada garis tengah (midline) dengan jarum ukuran #12 sampai #14

yang telah dipasang pada semprit, langsung di atas membrana krikoidea (yaitu

midsagittal). Incisi kecil dengan pisau ukuran #11 mempermudah masknya jarum

melewati kulit.

G. Arahkan jarum dengan sudut 45o kearah caudal, sambil mengisap semprit

(memberikan tekanan negatif).

H. Dengan hati-hati tusukkan jarum melewati setengah bagian bawah membrana

krikoidea, sambil melakukan aspirasi waktu mendorong.

I. Aspirasi udara menunjukkan masuknya jarum kedalam lumen trakea.

J. Lepas semprit dan tarik  stylet  sambil dengan lembut mendorong kateter kearah

59

Page 60: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 60/83

 bawah ke posisinya, dengan hati-hati untuk tidak melubangi dinding belakang

trakea.

K. Sambungkan selang oksigen pada ujung kateter yang di luar, dan plester kateter 

 pada leher penderita.

L. Ventilasi berkala dapat dicapai dengan menutup lubang yang terbuka dengan ibu

 jari selama 1 detik dan membukanya selama 4 detik. Setelah ibu jari dilepaskan

dari lubang selang, terjadi ekshalasi pasif. Catatan: PaO2 yang adekuat dapat

dipertahankan selama hanya 30 sampai 45 merit, dan penumpukan CO 2 dapat

terjadi lebih cepat.

M.Lanjutkan memperhatikan pengembangan paru dan lakukan auskultasi dada untuk 

mengetahui ventilasi yang cukup.

Penyulit-Penyulit Needle Krikotiroidotomi

1. Ventilasi yang tidak adekuat akan menimbulkan hipoksia dan kematian 2.

 Aspirasi (darah)

2. Laserasi esofageal 

3. Hematoma

4. Perforasi dinding posterior trakea

5. Emfisema subkutan dan/atau mediastinal 

6. Perforasi thyroid 

IX. SURGICAL CRICOTHYROIDOTOMY

1. Baringkan penderita dengan leher pada posisi netral. Palpasi cekungan thyroid

(thyroid notch), sela krikotiroid, dan cekungan sternal (sternal notch) untuk 

orientasi. Rakit peralatan yang diperlukan.

2. Persiapkan lapangan bedah dan beri anestesi lokal, apabila penderita masih sadar.

60

Page 61: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 61/83

3. Stabilisasi kartilago tiroidea dengan tangan kiri dan pertahankan sampai trakea

diintubasi.

4. Buat insisi kulit melintang (transversal) diatas membrana krikotiroidea, dan

dengan hati-hati iris melintang menembus membrana.

5. Sisipkan gagang pisau pada masuk pada irisan dan putar 900 untuk membuka

airway. (Dapat juga digunakan hemostat atau trakeal spreader  sebagai ganti

gagang pisau.)

6. Sisipkan pipa endotrakeal atau pipa trakeostomi dengan cuff dengan ukuran yang 

sesuai (biasanya #5 atau #6) masuk ke irisan membrana, dengan mengarahkan

 pipa kedalam trakea sebelah distal.

7. Kembangkan cuff dan ventilasi penderita.

8. Perhatikan pengembangan paru dan auskultasi dada untuk mengetahui ventilasi

yang cukup.

9. Plester pipa endotrakeal atau ikat pipa trakeostomi pada penderita untuk 

mencegahnya tercabut.

10. Perhatian: Jangan memotong kartilago krikoidea.

 Penyulit-Penyulit Krikotiroidotomi Surgikal 

1. Aspirasi (misalnya darah)

2. Salah masuk kedalam jaringan

3. Stenosis/edema subglottic

4. Stenosis laringeal 

5. Perdarahan atau hematoma

6. Laserasi esofagus

7. Laserasi trakea

8. Emfisema mediastinal 

9. Paralisis pita suara, suara parau

61

Page 62: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 62/83

TINDAKAN CIRCULATION

I. AKSES VENA PERIFER 

A. Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di

sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).

B. Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.

C. Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.

D. Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di atas

 jarum, dan amatilah kembalinya darah.

E. Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan jarum

dan buka torniketnya.

F. Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.

G. Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan

kristaloid yang dipanasi.

H. Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan. I. Tambatkan

kateter dan pipa ke kulit anggota badan.

II. VENA SEKSI

A. Siapkan kulit pergelangan kaki dengan larutan antiseptis dan tutup daerahnya

dengan kain.

B. Infiltrasi kulit di atas pembuluh dengan lidocaine 0,5%.

C. Insisi kulit melintang setebalnya dibuat di daerah anestesia sepanjang 2,5 cm.

D. Disseksi tumpul, dengan menggunakan klem hemostat yang lengkung, vena

diidentifikasi dan dipotong dan dibebas dari semua jaringan sekitarnya.

E. Angkat dan diseksi vena tsb sepanjang kira-kira 2 cm untuk melepaskannya dari

dasarnya.

62

Page 63: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 63/83

F. Ikat vena bagian distal, dan mobilisasi vena, tinggalkan jahitan di tempat untuk 

ditarik (traction).

G. Pasang pengikat keliling pembuluhnya, arah cepal.

H. Buat venotomi yang kecil melintang dan dilatasi perlahan-lahan dengan ujung

klem hemostat yang ditutup.

I. Masukkan kanul plastik melalui venotomi dan ikat dengan ligasi proksimal

keliling pembuluh dan kanul. Kanul harus dimasukkan dengan panjang yang

cukup untuk mencegah terlepas.

J. Sambung pipa intravena dengan kanul dan tutuplah insisinya dengan jahitan

interupsi. K. Pasang pembalut steril dengan salep antibiotik topikal.

III. PUNKSI VENA FEMORAL : TEKNIK SELDINGER 

A. Terlentangkan penderita.

B. Bersihkan kulit keliling punktur pembuluh dan pasang kain keliling daerah ini.

Kalau melakukan prosedur ini harus menggunakan sarong tangan yang steril.

C. Dapatkan vena femoral dengan meraba denyut arteri femoral. Venanya terletak 

tepat di medial dari arteri femoral (syaraf, arteri vena, ruang kosong). Satu jari

tetap di arteri untuk memudahkan lokasi anatomis dan untuk mencegah

 pemasukan kateter ke dalam arteri.

D. Kalau penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal di tempat punksi.

E. Masukkan jarum kaliber besar yang dihubungkan dengan suatu semprit 12 ml

 berisikan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline). Jarumnya, diarahkan ke kepala

 penderita, harus memasuki kulit langsung di atas vena femoralis.

F. Jarum dan semprit dipegang paralel dengan permukaan depan (frontal plane).

G. Dengan mengarahkan jarum ke arah kranial dan ke belakang (posteriorly),

majukanlah jarum dengan lambat sambil dengan pelan menarik tutup penyedot

63

Page 64: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 64/83

(plunger) semprit.

H. Kalau tampak aliran darah bebas di dalam semprit, cabut semprit dan tutup

 jarumnya untuk mencegah emboli udara.

I. Masukkan kawat pemandu dan keluarkan jarum. Kemudian masukkan kateter 

melalui kawat pemandu.

J. Keluarkan kawat pemandu dan hubungkan kateter dengan pembuluh intravena.

K. Tambatkan kateter di tempat (yaitu, dengan jahitan), berikan salep antibiotika,

dan menata daerahnya.

L. Ikatlah pipa intravena dengan plester.

M. Lakukan foto toraks dan abdomen untuk penentuan posisi kateter 

 N. Kateter harus diganti segera bila keadaan memungkinkan.

 Komplikasi Akses Vena Femoral Yang Penting 

1. Trombose di vena profunda

2. Cedera arteri atau syaraf 

3. Infeksi

4. Fistula vena dan arteri

IV. PUNKSI VENA SUBCLAVIA : PENDEKATAN DI BAWAH TULANG

CLAVICULA

A. Penderita dalam posisi terlentang, kepala lebih rendah 15 derajad ke bawah

untuk menggembungkan pembuluh leher dan mencegah emboli udara. Hanya

 bila tidak terdapat cedera servikal, maka kepala penderita dapat diputar 

menjauhkan tempat punksi.

B. Bersihkan kulit keliling venipunktur dengan baik dan pasang kain keliling daerah

ini. Kalau melakukan prosedur ini harus menggunakan sarung tangan yang steril.

C. Kalau penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal di sekitar tempat punksi.

64

Page 65: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 65/83

D. Gunakan jarum kaliber besar yang terpasang pada suatu semprit 12 ml,

masukkan 0,5 sampai 1 ml saline, 1 cm di bawah perbatasan sepertiga tengah

dan sepertiga medial tulang selangka.

E. Setelah kulit ditembus, arahkan sudut jarum ke atas, untuk mencegah jaringan

kulit menyumbat jarum.

F. Jarum dan semprit dipegang paralel dengan permukaan depan.

G. Arahkan jarum ke tengah, sedikit ke arah kepala, dan posterior di belakang

tulang selangka mengarah ke belakang, dengan sudut superior ke ujung tulang

dada (sternal) (mengarah ke jari yang ditempatkan di sela suprasternal).

H. Majukan jarum dengan lambat sambil menarik mundur tutup semprit dengan

 perlahan.

I. Kalau tampak aliran darah bebas di dalam semprit, cabut semprit dan tutup

 jarumnya untuk mencegah emboli udara.

J. Masukkan kawat pemandu sambil memantau electrocardiogram untuk ketidak-

normalan irama. Kemudian cabut jarum sambil menahan kawat pemandu di

tempat.

K. Masukkan kateter melalui kawat pemandu sampai kedalaman yang ditentukan

sebelumnya (ujung kateter harus berada di atas atrium kanan untuk menjalankan

cairan)

L. Sambungkan kateter dengan pipa intravena.

M. Tambatkan kateter dengan baik kepada kulit (yaitu, dengan jahitan), berikan

salep antibiotika, dan menata daerahnya.

 N. Ikatlah pipa intravena dengan plester.

O. Dapatkan foto dada untuk mengetahui posisi kateter intravena dan mungkin

terjadinya pneumothorax.

65

Page 66: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 66/83

V. PUNKSI VENA JUGULARIS INTERNA: ARAH TENGAH ATAU SENTRAL

Catatan: Kateterisasi vena jugularis interna seringkali sukar pada penderita yang

cedera karena tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi servikal.

A.Terlentangkan penderita, dengan sedikit-dikitnya kepala turun 15° untuk 

menggembungkan pembuluh leher dan untuk mencegah emboli udara. Bila telah

dipastikan tidak ada cedera servikal, maka kepala penderita dapat diputar 

menjauhi tempat punksi vena.

B. Bersihkan kulit sekeliling tempat punksi vena dan pasang kain steril keliling

daerah ini Dalam melakukan prosedur ini harus menggunakan sarung tangan

yang steril.

C. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal di tempat punksi vena.

D.Gunakan jarum kaliber besar yang disambung kepada suatu semprit 12 ml,

masukkan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline), ke dalam pusat segitiga yang

dibentuk oleh kedua caput otot sternocleidomastoideus dan tulang clavicula.

E. Setelah kulit dipunksi, arahkan sudut jarum ke atas, untuk mencegah jaringan kulit

(plug) menyumbat jarum.

F. Arahkan jarum ke ujung bawah (ekor), paralel dengan permukaan sagittal, dengan

sudut 30o posterior dengan permukaan depan.

G. Majukan jarum dengan lambat sambil mencabut tutup semprit dengan perlahan.

H.Kalau tampak aliran darah bebas di dalam semprit, cabut semprit dan tutup

 jarumnya untuk mencegah emboli udara. Kalau pembuluh belum dimasuki,

cabut jarum dan arahkan jarumnya kembali dengan 5o sampai 10o ke

lateral.Masukkan kawat pemandu sambil memantau electrocardiogram untuk 

ketidak-normalan irama.

I. Cabut jarum sambil menahan kawat pemandu dan majukan kateter melalui kawat

 pemandu. Sambunglah kateter dengan tubing intravena.

66

Page 67: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 67/83

J. Tambatkan kateter ke kulit (misalnya dengan jahitan), berikan salep antibiotik dan

merata didaerah tsb.

K. Pasang pipa intravena dengan plester.

L. Dapatkan film dada untuk mengetahui posisi kateter intravena dan pneumothorax

yan g mungkin terjadi.

 Komplikasi Dan Punksi Vena Sentral 

1. Pneumo- atau hemothorax

2. Trombosis vena

3. Cedera arteri atau syaraf 

4. Fistula arteriovena

5. Chylothorax

6. Infeksi

7. Emboli udara

VI. PUNKSI / INFUS INTRAOSSEOUS : LEWAT TULANG TIBIA PROKSIMAL

Prosedur ini terbatas pada anak-anak berusia 6 tahun atau kurang, dimana akses

 pembuluh tidak mungkin didapat karena kolapsnya sirkulasi, atau dimana kanulasi ke

vena perifer gagal dua kali. Infus intraosseous harus dibatasi pada resusitasi darurat

sang anak, dan dihentikan segera kalau diperoleh akses pembuluh darah lain.

A. Tempatkan penderita dengan posisi telentang. Pilih anggota badan bawah yang

tidak cedera, taruh lapisan (padding) secukupnya di bawah lutut untuk 

mendapatkan bengkokan lutut sekitar 30° dan biarkan tumit penderita terletak 

dengan santai di atas usungan.

B. Tentukan tempat punksi - permukaan anteromedial dan proksimal tulang betis,

sekitar satu jari (1-3 cm) di bawah tuberositas.

67

Page 68: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 68/83

C. Bersihkan kulit sekeliling daerah punksi dengan baik dan pasang kain steril

sekelilingnya. Bila melakukan prosedur ini harus menggunakan sarung tangan

yang steril.

D. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal di tempat punksi.

E. Pada permulaan dengan sudut 90°, masukkan jarum aspirasi sumsum tulang

yang kaliber besar (atau jarum spinal pendek berukuran #18 dengan stilet) ke

dalam kulit dan periosteum dengan sudut jarum diarahkan ke kaki dan menjauh

lapisan epihysis.

F. Setelah memperoleh tempat masuk di tulang, arahkan jarum 45° sampai 60°

menjauh dari lapisan epiphysis.

G. Keluarkan stilet dan sambungkan suatu 12 ml semprit dengan kira-kira 6m1

saline yang steril kepada jarum. Tarik tutup semprit dengan perlahan. Aspirasi

sumsum tulang ke dalam semprit berarti telah masuk ke dalam rongga medulla.

H. Suntikkan satin ke dalam jarum untuk mengeluarkan bekuan yang mungkin

menyumbat jarum. Bila satin disuntikkan dengan mudah dan tidak ada bukti

 pembengkakan, jarumnya berada di tempat yang benar. Bila sumsum tulang

tidak diaspirasi seperti diuraikan di butir G, tetapi saline yang diinjeksi mengalir 

dengan mudah tanpa bukti pembengkakan, jarumnya berada di tempat yang

 benar. Sebagai tambahan, penempatan jarum yang benar tertanda bila jarum

tetap tegak lures tanpa didukung dan larutan intravena mengalir bebas tanpa

 bukti infiltrasi di bawah kulit.

I. Hubungkan jarum kepada pipa intravena dengan kaliber besar dan mulailah infus

cairan. Jarumnya kemudian diputar masuk lebih jauh ke dalam cavum medula

sampai pusat jarum berada di kulit penderita. Bila digunakan jarum licin, jarum

itu harus distabilkan dengan sudut 45° sampai 60° dengan permukaan

anteromedial dari kaki anak.

68

Page 69: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 69/83

J. Berikanlah salep antibiotika dan perban 3 x 3 steril. Tambatkan jarum dan

 pipanya.

K. Secara rutin lakukan evaluasi ulang mengenai tempat jarum intraosseous, dengan

memastikan bahwa jarumnya tetap di dalam korteks tulang dan di saluran

medulla. Ingat, infus intraosseous harus dibatasi pada resusitasi darurat si anak 

dan dihentikan segera begitu terdapat akses vena lain.

KOMPLIKASI PUNKSI INTRAOSSEOUS

1. Infeksi

2. Penetrasi tulang through and through

3. Infiltrasi subcutan atau subperiosteum

4. Nekrosis Wit karena tekanan

5. Cedera pada lapisan epifisis.

6. Hematoma

69

Page 70: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 70/83

TINDAKAN PADA TRAUMA THORAKS

I. TORAKSOSENTESIS JARUM

Catatan : Prosedur ini untuk tindakan penyelamatan pada tension pneumotoraks. Jika

tindakan ini dilakukan pada penderita bukan tension pneumotoraks, dapat terjadi

 pneumotoraks dan/ atau kerusakan pada parenkim paru.

A. Identifikasi toraks penderita dan status respirasi.

B. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan.

C. Identifikasi sela iga II, di linea midklavikula di sisi tension pneumotoraks.

D. Asepsis dan antisepsis dada.

E. Anestesi lokal jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan.

F. Penderita dalam keadaan posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan.

G. Pertahankan Luer-Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter (panjang 3-6

cm) ke kulit secara langsung tepat di atas iga kedalam sela iga.

H. Tusuk pleura parietal.

I.Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum

memasuki pleura parietal, menandakan tension pneumotoraks telah diatasi.

J. Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan kateter 

 plastik di tempatnya dan ditutup dengan plaster atau kain kecil.

K. Siapkan chest tube, jika perlu. Chest tube harus dipasang setinggi puting susu

anterior linea midaksilaris pada hemitoraks yang terkena.

L. Hubungkan chest tube ke WSD atau katup tipe flutter dan cabut kateter yang

digunakan untuk dekompresi tension pneumotoraks.

M. Lakukan rontgen toraks.

70

Page 71: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 71/83

 Komplikasi toraksosentesis

1. Hematom lokal 

2. Infeksi pleura, empiema

3. Pneumotoraks

 

II. INSERSI CHEST TUBE

A. Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar, dan

monitor tanda-tanda vital harus dilakukan.

B. Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V) anterior linea

midaksilaris pada area yang terkena. Chest tube kedua mungkin dipakai pads

hemotoraks.

C. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kin.

D. Anestesi lokal kulit dan periosteum iga.

E. Insisi transversal (horisontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan

diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga.

F. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat

insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan,

 bekuan darah dll.

G. KIem ujung proksimal tube toraksostomi dan dorong tube ke dalam rongga

 pleura sesuai panjang yang diinginkan.

H. Cari adanya "fogging" pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran

udara.

I. Sambung ujung tube toraksostomi ke WSD.

J. Jahit tube di tempatnya.

K. Tutup dengan kain/kasa dan plester.

L. Buat Foto ronsen toraks.

71

Page 72: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 72/83

M. Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan.

 Komplikasi 

1. Laserasi atau menusuk intratoraks/atau organ abdomen, yang dapat dicegah

dengan tehnik jari sebelum dilakukan insersi

2. Infeksi pleura (empiema )

3. Kerusakan saraf interkostal, arteri , vena

a. Pneumotoraks menjadi hemotoraks

b. Neuritis interkostal/neuralgia

4. Posisi tube yang keliru, ekstratoraks6ntratoraks

5. Lepasnya chest tube dari dinding dada atau lepasnya sambungan dengan WSD

6. Pneumotoraks persisten

b. Kebocoran primer yang besar 

c. Kebocoran di Wit sekitar chest tube; pengisapan pada tube terlalu kuat 

d. WSD yang bocor 

7. Emfisema subkutis

8. Pneumotoraks rekuren sesudah pencabutan tube; penutupan luka toraksostomi

tidak segera dilakukan

9. Gagalnya paru untuk mengembang akibat adanya plak bronkus; perlu

bronkoskopi

10. Reaksi anafilaktik atau alergi obat anestesi atau persiapan bedah

III. PERIKARDIOSENTESIS

A. Monitor tanda vital penderita, CVP, dan EKG sebelum, selama, dan sesudah

 prosedur.

B. Pesiapan bedah pada area xiphoid dan subxiphoid, jika waktu mengijinkan.

C. Anestesi lokal di tempat pungsi, jika perlu.

72

Page 73: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 73/83

D. Gunakan #16-#18 gauge, 6 inchi (15 cm) atau kateter jarum yang lebih panjang,

terpasang pada tabung jarum yang kosong 35 ml dengan 3 way stopcock.

E. Identifikasi adanya pergeseran mediastinum yang menggeser jantung secara

 bermakna.

F. Tusuk kulit 1-2 cm inferior xiphokondrial junction kiri, dengan sudut 45 derajat.

G. Dorong jarum dengan hati-hati ke arah sefalad dan ditujukan ke ujung skapula

kiri.

H. Jika jarum didorong terlalu jauh (ke otot ventrikular) pola cedera (mis, perubahan

ekstrim gelombang ST-T atau melebar dan membesarnya kompleks QRS)

muncul pada monitor EKG. Pola ini mengindikasikan jarum perikardiosentesis

harus ditarik sampai pola EKG sebelumnya muncul kembali. Kontraksi

ventrikular prematur dapat terjadi juga, sekunder terhadap iritasi pada miokard

ventrikel.

I. Ketika ujung jarum memasuki perikard yang terisi darah, hisap sebanyak 

mungkin.

J. Selama aspirasi, epikardium kembali mendekat dengan permukaan dalam

 perikard, juga mendekati ujung jarum. Akibatnya pola cedera pada EKG muncul

kembali. Hal ini menandakan jarum perikardiosentesis harus ditarik sedikit. Jika

 pola cedera ini persisten, tarik seluruh jarum keluar.

K. Sesudah aspirasi selesai, cabut tabung jarum, dan sambungkan ke 3 way

stopcock, tinggalkan stopcock tertutup. Pertahankan posisi kateter di tempatnya.

L. Jika gejala tamponade jantung persisten, buka stopcock dan perikard diaspirasi

ulang. Jarum plastik perikardiosentesis dapat dijahit atau diplester dan ditutup

dengan kain/kasa kecil untuk memungkinkan dilakukan dekompresi berulang

atau pada saat pemindahan penderita ke fasilitas medis yang lain.

73

Page 74: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 74/83

 Komplikasi 

1. Aspirasi darah ventrikel dan bukan darah perikardium

2. Laserasi ventrikel epikard/miokard 

3. Laserasi arteri/vena koroner 

4. Hemoperikardium baru, sekunder terhadap laserasi arteri/vena koroner, dan

atau ventrikel epikard/miokard 

5. Fibrilasi ventrikel 

6. Pneumotoraks, sekunder terhadap pungsi paru

7. Penusukan pembuluh darah besar dengan akibat memburuknya tamponade

 Jantung 

8. Penusukan esofagus dengan akibat mediastinitis

9. Penusukan peritoneum dengan akibat peritonitis, atau aspirasi cairan yang false

 positive

74

Page 75: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 75/83

TINDAKAN PADA TRAUMA ABDOMEN

 

I.  DIAGNOSTIC PERITONEAL LAVAGE : TEHNIK TERBUKA

A. Kurangi tekanan kandung kencing dengan memasang kateter urin.

B. Kurangi tekanan abdomen (stomach) dengan memasang pipa "gastric tube".

C. Siapkan abdomen depan untuk pembedahan (misalnya tepi iga sampai daerah

 pubis dan pinggang kiri sampai pinggang kanan)

D. Injeksikan anestesia lokal di garis tengah dan sepertiga jarak dari umbilicus ke

symphysis pubis. Gunakan lidocaine dengan epinephrine untuk mencegah

kontaminasi darah dari kulit dan tisyu bawah kulit.

E. Buat insisi vertikal di kulit dan jaringan bawah kulit sampai ke fascia.

F. Pegang pinggir-pinggir fascia dengan klem, angkat, dan bust insisi di peritoneum.

G. Masukkan kateter dialisis pertoneum ke dalam rongga peritoneum.

H. Setelah kateter dimasukkan ke peritoneum, majukan kateter ke daerah pelvis.

I. Hubungkan kateter dialisis kepada sebuah syring dan sedot.

J. Bila tidak terdapat darah (gross blood) masukkan 10 ml per kilo berat badan

larutan Ringer Laktat /normal saline yang dipanasi (sampai 1 liter) ke dalam

 peritoneum melalui tubing intravena yang disambung kateter dialisis.

K. Guncang abdomen perlahan-lahan untuk menyalurkan cairan ke seluruh rongga

 peritoneum dan meningkatkan pencampurannya dengan darah.

L. Kalau kondisi penderita stabil, biarkan cairan selama 5 sampai 10 merit sebelum

dialirkan keluar  (drain). Ini dilakukan dengan menaruh tempat larutan Ringer 

Laktat /normal saline di lantai dan membiarkan cairan perut mengalir keluar 

abdomen. Pastikan bahwa tempat itu diberi lubang udara supaya aliran cairan dari

abdomen lancar.

75

Page 76: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 76/83

M. Setelah cairannya kembali, kirimlah contoh ke laboratorium untuk penghitungan

eritrosit (RBC) dan leukosit (WBC) (tanpa diputar  -unspun). Tes positif dan

memerlukan tindakan pembedahan ditandai oleh 100,000 RBC/mm 3 atau lebih

dan lebih besar dari 500 WBC/mm3.

 N. Namun, pencucian yang negatif tidak berarti tidak ada cedera retroperitoneum,

yaitu pankreas atau usus duabelas jari, perforasi viscera yang berongga yang

terisolasi, atau robekan diafragma.

II.  DIAGNOSTIC PERITONEAL LAVA GE: TEHNIK TERTUTUP

A. Kurangi tekanan kandung kencing dengan memasang kateter urin.

B. Kurangi tekanan abdomen (stomach) dengan memasang pipa gaster (gastric

tube).

C. Siapkan abdomen depan untuk pembedahan (misalnya, tepi iga sampai daerah

 pubis dan pinggang kiri sampai pinggang kanan, ke depan)

D. Injeksikan anestesia lokal di garis tengah dan sepertiga jarak dari umbilicus ke

symphysis pubis. Gunakan lidocaine dengan epinephrine untuk mencegah

kontaminasi darah dari kulit dan jaringan bawah kulit.

E. Angkat kulit di kedua sisi tempat untuk pemasukan jarum dengan jari atau

dengan tang (forceps).

F. Masukkan jarum beveled  berukuran #18 yang disambung dengan semprit tembus

kulit dan jaringan bawah kulit. Setelah tiba di fascia, akan terdapat tahanan.

Dengan menambah tekanan langsung, fascia akan ditembus. Kemudian jarum

didorong masuk ke rongga peritoneum, biasanya tidak lebih dari 1 cm.

G. Kemudian ujung kawat pemandu  yang  lentur dimasukkan melalui jarum ukuran

#18 sampai ketemu perlawanan atau masih ada 3 cm di luar jarum. Kemudian

 jarumnya dikeluarkan dari rongga abdomen sehingga hanya kawat pemandu yang

76

Page 77: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 77/83

tinggal.

H. Dibuat insisi kulit yang kecil di tempat masuknya kateter, dan kateter diagnostic

 peritoneal lavage dimasukkan di atas kawat pemandu ke dalam rongga

 peritoneum. Kemudian kawat pemandu dikeluarkan dari rongga abdomen

sehingga yang tinggal hanya kateter pencucian. I. Sambung kateter dialisis

kepada suatu semprit dan sedot.

I. Bila tidak terdapat darah (gross blood) masukkan 10 ml per kilo berat badan

larutan Ringer laktat / normal saline  yang  dipanasi (sampai 1 liter) ke dalam

 peritoneum melalui tubing intravena yang disambung kepada kateter dialisis.

J. Guncangan abdomen perlahan-lahan akan menyalurkan cairan ke seluruh rongga

 peritoneum dan meningkatkan pencampurannya dengan darah.

K. Kalau kondisi penderita stabil, biarkan cairan selama 5 sampai 10 menit sebelum

dialirkan keluar  (drain). Ini dilakukan dengan menaruh tempat larutan Ringer 

Lactate /saline normal di lantai dan membiarkan cairan perut mengalir keluar 

abdomen. Pastikan bahwa tempat itu diberi lubang udara supaya aliran cairan dari

abdomen lancar.

L. Setelah cairannya kembali, kiriunlah contoh ke laboratorium untuk penghitungan

eritrosit (RBC) dan lekosit (WBC) (tanpa diputar  -unspun). Tes positif dan

kebutuhan intervensi pembedah ditandai oleh 100,000 RBC/mm3 atau lebih dan

lebih besar dari 500 WBC/mm3.

 KOMPLIKASI DART PENCUCIAN PERITONEUM 

1. Pendarahan sekunder pada injeksi anestesia lokal, insisi kulit, atau jaringan

bawah kulit yang akan memberikan studi semu-positif (false-positive).

2. Peritonitis akibat perforasi usus.

3. Robek kandung kencing (kalau kandung kencing tidak dikosongkan sebelum

77

Page 78: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 78/83

 prosedur)

4. Cedera pada struktur abdomen dan retroperitoneum lain yang memerlukan

 perawatan pembedahan.

5. Infeksi luka di daerah pencucian (komplikasi tertunda - late complication)

78

Page 79: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 79/83

Tabel 2-Contoh Formulir Rujukan

(Data yang dianjurkan untuk dibawa)

A. Data penderita

 Nama

Alamat

Kota

Umur Sex Beratbadan

 Nama keluarga terdekat

AlamatKota

 No. telpon

B. Waktu

Tanggal :Tanggal cedera

Waktu masuk UGDWaktu masuk kamar operasi

Waktu saat dirujuk 

C. Riwayat AMPLE :

D. Keadaan saat datang

 NadiTekanan darahLaju Pernafasan

Suhu

E. Diagnosis

F. Pemeriksaan diagnostik 

Data lab.: terlampir 

Foto ronsen : terlampir 

EKG: terlampir 

Contoh darah, cairan LCSterlampir 

G. Terapi yang diberikan

Medikasi yang telah diberikan,

 jumlah, waktu

Cairan yang diberikan: jenis,

 jumlah

Lain-lain

H. Keadaan penderita saat dirujuk 

I. Pengelolaan selama transport

J. Data rumah sakit yang merujuk 

 Nama dokter 

Rumah Sakit

 No. Telpon

K. Data rumah sakit penerima rujukan

 Nama dokter Rumah Sakit No. Telpon

79

Page 80: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 80/83

Contoh Lembar Catatan dan Observasi Pasien Trauma

Nama :

Tanggal

Waktu datang

KELUHAN UTAMA

INFORMASI TRANSPORTASI PREHOSPITAL MEKANISME KECELAKAAN

Kejadian Ambulans Helikopter 

Polisi Kendaraan pribadi Berjalan

Kursi roda Lain-lain___________________________ 

Dokter yg merujuk_________________________________ 

RS. yg merujuk____________________________________ 

Informasi lain_____________________________________ 

 __________________________________________________  __________________________________________________ 

 __________________________________________________ 

Mobil: Pengemudi Penumpang Depan Blkng

Pakai sabuk pengaman Kantung udara terkembang

Motor: Pengemudi Pembonceng

  Berhelm Berpakaian pelindung

Pejalan kaki x kendaraan

Kecepatan kendaraan _____________ km/jam

Jatuh____________meter 

Luka tembak  Luka tusuk  Hancur  Kombustio

Penganiayaan Hypothermia Lain-lain

TINDAKAN SEBELUM KEDATANGAN RIWAYAT

Jalan nafas oral Jalan nafas nasal EOA/PTL

ETT# NTT# RSI

Kriko# 102@______L/min via ________ 

Suara nafas : Sin : Dex:

IV# Penfer  Sentral Intraoseous

Cairan IV 1 2 3 4 5 6 Darah 1 2 3 4 5

CPR  PASG: Tungkai Abdomen

Kateter Urine Pipa gaster 

Pipa toraks: Sin Dex Bilateral

Proteksi spinal-C Proteksi spinal, mulai jam : Jenis bidai :_______________________________________ 

Medikasi :________________________________________ 

 __________________________________________________ 

Prosedur lain :_____________________________________ 

 __________________________________________________  __________________________________________________ 

BANTUAN UNIT LAIN

Allergi:____________________________________________ 

Medikasi:__________________________________________  __________________________________________________ 

Penyakit yang lalu :__________________________________ 

 __________________________________________________ Makan terakhir:_________Tetanus terakhir :______________ 

Kejadian-kejadian:___________________________________ 

 __________________________________________________ 

Hamil? Ya Tidak  Mens terakhir_____________ 

Proteksi spinal dilepas @_____________________________ 

 __________________________________________________ RESPONS PETUGAS

PETUGAS NAMA JAM

PANGGIL

JAM

TIBA

Dokter UGD

Bedah Syaraf 

B. Orthopaedi

(Jam dipanggil dan jam tiba) Anesthesia

Pediatri

THTBM

B. Plastik 

B. Urologi

Perawat

Perawat

Lainnya

80

Page 81: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 81/83

PENILAIAN INISIAL PENOMORAN IDENTIFIKASI LOKASI TRAUMA

JALAN NAFAS/PERNAFASAN

Bebas Tersumbat Simetrik 

Asimetrik  Tidak sesak  Sesak 

Trachea di median? Ya Tidak 

Suara nafas: Ada Sin DexJelas Sin Dex

Menurun Sin Dex

Tidak ada Sin Dex

Ronkhi Sin Dex

Krepitus? Ya Tidak 

SIRKULASI 1. Laserasi 6. Fx terbuka 11. Edema

2. Abrasi 7. Luka tembak 12. Amputasi3. Hematoma 8. Luka tusuk 13. Avulsi

4. Kontusio 9. Luka bakar 14. Nyeri5. Deformita 10. Luka dingin

 _______________________________________________ 

Kepala :

 _______________________________________________ 

 _______________________________________________ Maksilofacial :

 _______________________________________________ 

 _______________________________________________ Tulang leher :

 _______________________________________________  _______________________________________________ 

Paru-paru/nadi : _______________________________________________ 

 _______________________________________________ 

Abdomen :

 _______________________________________________ 

 _______________________________________________ 

Perineum :

 _______________________________________________  _______________________________________________ 

Musculoskeletal :

 _______________________________________________ 

 _______________________________________________ 

Kulit/Mukosa : Normal Pucat

Wama membran : Merah Jamdice

Abu-abu Kebiruan

Pulse : Normal, Site

Melewati batas, Site

Menurun, Site

Tidak ada, SiteRata-rata____________/menit Ritme___________ 

Temp. kulit : Hangat Panas Dingin

Gamb. kulit : DBN Kering Basah

KETIDAK MAMPUAN

Skor GCS : Buka mats,____________ 

Bicara,_______________ 

Kekuatan motorik___________ 

SKOR TOTAL GCS : ________________ 

Skor RTS : Pernafasan______________ 

Tekanan sistolik_____________ 

GCS________________ SKOR TOTAL GCS___________________ 

Reaksi pupil Ukuran OS Ukuran OD

Cepat ________mm ________mm

Kontriksi ________mm ________mm

Lambat ________mm ________mm

Dilatasi ________mm ________mm

Tak bereaksi ________mm ________mm

2• 3•4• 5•6•7• 8• 9•  

81

Page 82: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 82/83

URUTAN RESUSITASI TRAUMA

JAM LABORATORIUM JAM X-RAY JAM PROSEDUR  

Tipe/kros# unit Toraks 02A L/mnt via

Tipe/ Pelvis ETT# oleh:

Darah rutin Spinal-C lateral NTT# oleh:

ETOH Perenang Kriko# oleh:

Kadar obat-obatan Odontoid Torakostomi jarum oleh

PT/PTT Spinal-T Pipa toraks# oleh:

Analisis gas darah Spinal-L Hasil dari dex: Hasil dari sin

Urinalisis Kepala Torakotomi emergensi oleh:

Cairan LPD Seri fasial Autotransfusi

Tes kehamilan +/- Mandibula IV dex. di: Ukuran:

HIV +/- Abdomen IV dex. di: Ukuran:

Ekstremitas atas S/D IV sin. di: Ukuran:

Lain-lain: Ekstremitas bawah S/D IV sin. di: Ukuran:

IVP CVP di: Ukuran:

Sistogram Perikardiosentesis oleh:

Urethrogram EKG

Arteriogram/Aorto Pipa gaster oleh:CT kepala Hasil pipa lambung:

CT toraks Warna:

CT abdomen Tonus rektum:

CT pelvis Darah rektum:

Kateter urine#

Hasil kateter:

Warna:

Urine dip +/

Spont void dip + -

LPD: + /- oleh:

Sonografi: oleh:

Hasil:

Penjahitan luka oleh:

Pembidaian Extr. atas

Extr. bawah

KELUARAN / ASUPAN CAIRAN ANALISIS GAS DARAH

MASUK KELUAR 

Total praRS_____ml Urine_____ml

Total cairan_____ Gaster_____ml

Total darah_____ml Darah_____mlTotal PRBC di UGD__ml TOTAL_____ml

FFP Total_________ml

Trombosit_________mlLain-lain:

TOTAL: _________ml

02 LPM pH Pco2 Po2 JAM

PENGOBATAN

OBAT DOSIS OLEH RUTE JAM

Tetanus

82

Page 83: Trauma Ugd Dr Ekost

7/18/2019 Trauma Ugd Dr Ekost

http://slidepdf.com/reader/full/trauma-ugd-dr-ekost-56d6d96755391 83/83

JAM

Tekanan darah (manset) / / / / / / / / /

 Nadi

Ritme

Pemafasan

Suhu

MAP line

Saturasi 02 / Hgb

Karboksimetri

CVP

Keluaran urine

Perdarahan

Skor GCS

1. Skor buka mata

2. Skor verbal

3. Skor kekuatan motorik 

TOTAL (1 + 2 + 3)

Ukuran & reaksi pupil dex

Ukuran & rekasi pupil sin

JAM CATATAN

DISPOSISI : Hidup : Jam keluar :__________ ke : _____________ Pelayanan :____________ 

Mati : Jam :__________ ke : _________________ 

Izin operasi Memberitahu keluarga Memberitahu ulama Memberitahu dinas sosial

Barang berharga/baju : ___________________________Barang bukti forensik___________________ 

Tanda tangan dokter :________________________________________________________________________________