trauma okuli

65
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan. Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan trauma okuli non perforans. 1

Transcript of trauma okuli

Page 1: trauma okuli

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata

yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan

rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi

mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang

sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena

kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda

(terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma

okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah,

kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.

Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui

dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran

pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam

penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang

berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang

menyebabkan kebutaan.

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans

dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan

mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam),

trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia

(bahan asam dan basa).

Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi

merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus ditangani

dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus ditangani dalam

hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosa dan pertolongan cepat dan

tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency.

Sebagai contoh apabila didapatkan trauma tumpul akan menimbulkan menifestasi

perdarahan bawah kulit atau hematoma, luka robek pada palpebra, konjungtiva, yang

juga bisa diikuti erosi kornea. Selain itu juga harus difikirkan mengenai efek lanjut

1

Page 2: trauma okuli

atau komplikasi akibat trauma tersebut. Hal ini dikarenakan trauma dapat mengenai

jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf

optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian trauma jaringan

mata.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi

kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior,

luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta

avulsi papil saraf optik. Jika komplikasi tersebut keluar maka terapi yang diberikan

juga meliputi penanganan terhadap komplikasi yang timbul.

2

Page 3: trauma okuli

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1 : Anatomi Bola Mata

Bola mata di bungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu:

1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal memberikan bentuk pada mata,dan

bagian luar yang melindungi bola mata. Bagian depan disebut kornea yang

memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi

oleh ruang yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda

3

Page 4: trauma okuli

paksa di sebut juga perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris,

badan sillier dan koroid.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang mempunyai susunan 10 lapis.

Retina dapat terlepas dari koroid yang disebut Ablasio retina.

Kornea

Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian

selaput mata yang tembus cahaya, menempati pertengahan dari rongga bola mata

anterior yang terletak diantara sclera. Kornea ini merupakan lapisan avaskuler dan

menjadi salah satu media refraksi ( bersama dengan humor aquos membentuk lensa

positif sebesar 43 dioptri ). Kornea memiliki permukaan posterior lebih cembung

daripada anterior sehingga rata-rata mempunyai ketebalan sekitar 11,5 mm ( untuk

orang dewasa). lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas

lapis :

1. Epitel

Sel basal sering terlihat mitosis sel.

2. Membran Bowman

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma

4. Membrane Descemet

Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup.

5. Endotel

4

Page 5: trauma okuli

Uvea

Uvea terdiri dari iris, korpus siliar dan koroid. Bagian ini adalah lapisan

vascular . tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera :

a. Iris

Merupakan lanjutan dari badan siliar kedepan dan merupakan diafagma yang

membagi bola mata menjadi dua segmen anterior dan segmen posterior. Berbentuk

sirkular yang ditengah- tengahnya berlubang yang disebut pupil.

Secara histologi iris terdiri dari stroma yang jarang dan diantaranya terdapat

lekukan-lekukan yang berjalan radier yang disebut kripta. Di dalam stroma terdapat

sel pigmen yang bercabang, banyak pembulluh darah dan serat saraf . dipermukaan

anterior ditutup oleh endotel terkecuali kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma

dapat berhubungan langsung dengan cairan COA, yang memungkinkan cepatnya

terjadi pengaliran makanan ke COA dan sebaliknya.

Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang melingkar pupil

(m. Sfingter pupil) terletak di dalam stroma dekat pupil dan di atur oleh saraf

parasimpatis (N. III) dan yang berjalan radial dari akar iris ke pupil (m. dilatator

pupil) terletak di bagian posterior stroma dan diatur oleh saraf simpatis.

Iris menipis didekat perlekatannya di badan siliar dan menebal didekat pupil.

Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan

siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf

cranial III yang bersifat simpatis untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis.

Pupil bekerja sebagai apertura di dalam kamera. Dalam keadaan radang,

didapatkan iris menebal dan pupil mengecil. Dalam keadaan normal pupil sentral

bulat, isokor (sama kanan dan kiri), reaksi cahaya langsung dan tidak langsung

5

Page 6: trauma okuli

positif. Reaksi pupil ada tiga, yaitu reaksi cahaya langsung dan tidak langsung, reaksi

terhadap titik dekat, dan terhadap obat-obatan.

b. Badan Siliar

Berbentuk segitiga terdiri dari dua bagian, yaitu :

Pars korona, pada bagian anterior bergerigi panjangnya kira-kira 2mm

Pars plana, yang posterior tidak bergerigi, panjangnya 4mm

Prosesus siliar menghasilkan cairan mata yaitu, aqueos humor yang mengisi

bilik mata depan. Yang berfungsi memberi makanan untuk kornea dan lensa. Pada

peradangan akibat hiperemi yang aktif, maka pembentukan cairan mata bertambah

sehingga dapat menyebabkan tekanan intraokuler meninggi dan timbullah glukoma

sekunder. Bila peradangan hebat dan merusak sebagian badan siliar maka produksi

aqueos humor berkurang, tekanan berkurang dan berakhir sebagai atrofi bulbi okuli. 6

c. Koroid

Koroid merupakan suatu membran yang berwarna coklat tua, yang terletak

diantara sklera dengan retina terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optik.

Koroid terdiri dari beberapa lapisan, yaitu;2

Lapisan epitel pigmen

Membran Bruch (lamina vitrea)

Koriokapiler

Pembuluh darah sedang dan pembuluh darah besar

Suprakoroid

Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir

transparan sempurna. Tebalnya kira-kira 4mm dan diameternya 9 mm. Lensa

6

Page 7: trauma okuli

digantung oleh zonula zinnii, yang menghubungkannya dengan korpus silier. Di

bagian anterior lensa terdapat humor aqueous, disebelah posteriornya vitreus. Kapsul

lensa adalah suatu membran yang semi permeabel (sedikit lebih permeabel dari pada

dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk. 6

Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula

zinnii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip

ke dalam ekuator lensa. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau

melihat dekat sehingga sinar dapat di fokuskan disaerah macula lutea.

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu : 6

Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi

untuk menjadi cembung.

Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan

Terletak ditempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :

Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia

Keruh atau apa yang disebut katarak

Tidak berada ditempat atau subluksasi dan dislokasi.

7

Page 8: trauma okuli

Gambar 3. Lensa Mata dalam Posisi Horizontal12

Retina

Retina adalah selapis lembar tipis jaringan saraf yang semi transparan. Retina

merupakan reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan

koroid dan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan ; 6

Membrana limitans interna

Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan

menuju ke nervus optikus.

Lapisan sel ganglion

Lapisan plexiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar

Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

8

Page 9: trauma okuli

Lapisan pleskiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor

Lapisan inti luar sel fotoreseptor

Membran limitans eksterna

Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

Epitelium pigmen retina

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan

iskemia dan merah pada hiperemia.

Pembuluh darah di dalam retina merupakan percabangan arteri oftalmika,

arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan

nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat

nutrisi dari koroid.

Saraf optik

Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa dua jenis

serabut saraf yaitu : saraf penglihatan dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf optik

menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak langsung

terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik dan anoksik yang mempengaruhi

penyaluran aliran listrik.

Sklera

Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung 4/5 permukaan mata. Sklera berjalan dari papil saraf

optik sampai kornea.

9

Page 10: trauma okuli

Sklera anterior ditutupi oleh tiga lapis jaringan ikat vaskular, sklera

mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola

mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusio

trauma tumpul. Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau

merendah pada eksoftalmos goiter, miotika dan meminum air banyak.

Konjungtiva

Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis. Dapat dibagi

menjadi tiga zona : palpebra, forniks dan bulbar. Bagian bulbar mulai dari

mukokutaneus junction dari kelopak mata dan melindunginya dari permukaan dalam.

Bagian ini melekat erat pada tarsus. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum

orbikulare di fornik dan melipat berkali-kali, sehingga memungkinkan bola mata

bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus,

konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera dibawahnya.2

Rongga orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang

yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sphenoid, frontal, dan dasar

orbita yang yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang

palatinum dan zigomatikus.

Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga

hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45°dengan dinding medialnya.

Dinding orbita terdiri atas tulang-tulang :

Superior : os. Frontal

Lateral : os. Frontal, os. Zigomatik, ala magna os. Sfenoid

10

Page 11: trauma okuli

Inferior : os. Zigomatik, os. Maksila, os.palatina

Nasal : os. Maksila, os. Lakrimal, os.etmoid

Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf optik,

arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.

Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf lakimal

(V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf nasosiliar (V),

abdusen (VI), dan arteri vena ophtalmik. Fisura orbita inferior terlatak didasar tengah

temporal orbita dilalui oleh saraf infra-orbita dan zigomatik dan arteri infra orbita.

Fosa lakrimal terletak disebelah temporal atas tempat duduknya kelenjar lakrimal.

Gambar 4. Bola Mata dan Rongga Orbital

11

Page 12: trauma okuli

2.2 Definisi

Trauma Okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan

mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada

bola mata,kelopak mata,saraf mata dan rongga orbita,kerusakan ini akan memberikan

penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.Trauma mata

merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan

yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan

kehilangan mata.

2.3 Epidemiologi

Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada

golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma

okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data

WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta

orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami

kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry

(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja

dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur

rata-rata 31 tahun.

United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi

epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-

rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun, dan laki-laki

lebih sering terkena disbanding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi

international, kebanyakan orang yang terkana trauma okuli perforans adalah laki-laki

umur 25 sampai 30 tahun, sering mnegkonsumsi alcohol, trauma terjadi di rumah.

Selain itu cedera akibat olah raga dan kekerasan merupakan keadaan yang paling

sering menyebabkan trauma.Pada studi yang lain, di simpulkan bahwa olahraga

dihubungkan dengan trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada usia di

bawah 18 tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata

umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata dihubungkan

dengan trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep kacamata hitam telah

12

Page 13: trauma okuli

ditemukan untuk memberikan perlingdungan yang menghasilkan insidens yang

rendah pada trauma serius mata bagi penggunannya.

2.4 Klasifikasi

Menurut skema diatas, secara garis besar trauma okuli dibagi menjadi dua

yaitu trauma okuli non perforans dan perforans, yang keduanya memiliki potensi

menimbulkan ruptur pada perlukaan kornea, iris dan pupil. Trauma tumpul mampu

menimbulkan trauma okuli non perforans yang dapat menimbulkan komplikasi

sepanjang bagian mata yang terkena (bisa meliputi mulai dari bagian kornea hingga

retina).

Selain berdasarkan efek perforasi yang ditimbulkan trauma okuli juga juga bisa

diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu:

Trauma tumpul (contusio okuli) (non perforans)

Trauma tajam (perforans)

Trauma Radiasi

- Trauma radiasi sinar inframerah

- Trauma radiasi sinar ultraviolet

- Trauma radiasi sinar X dan sinart terionisasi

13

Page 14: trauma okuli

Trauma Kimia

- Trauma asam

- Trauma basa

Trauma okuli non perforans akibat benda tumpul dimana benda tersebut

dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat, mampu menimbulkan

efek atau komplikasi jaringan seperti pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea,

lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan satu

kejadian trauma jaringan mata.

2.5 Gejala klinis

Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain:

1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya

Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak

mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian

humor akueus dapat keluar dari mata.

2. Memar pada sekitar mata

Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.

Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami

fraktur basis kranii.

3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak

Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang

pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen

anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya

lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.

4. Penglihatan ganda

Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena

robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak

bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.

5. Mata bewarna merah

Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan

pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral.

14

Page 15: trauma okuli

Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan

subkonjungtiva.

6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata

Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra.

Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.

7. Sakit kepala

Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga

menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat

menyebabkan sakit kepala.

8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata

Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen

anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika

terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air

mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan pada mata.

9. Fotopobia

Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama

adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea,

benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang

masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada

pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya

iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung

melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.

2.6 Manifestasi Trauma Okuli

Trauma pada mata dapat digolongkan atas :

1. Trauma tumpul

yang terdiri atas :

Konkusio, yaitu trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat

sembuh dan normal kembali.

Kontusio, yaitu trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan

vaskuler dan kelainan jaringan/ robekan.

15

Page 16: trauma okuli

Berdasarkan letak traumanya dapat menyebabkan :

Perdarahan palpebra

Emfisema palpebra

Luka laserasi palpebra

Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva

Edema kornea

Hifema ( perdarahan dalam bilik mata depan )

Iridoplegia dan iridodialisa

Kelainan lensa,berupa : Subluksasi,luksasi maupun katarak traumatik.

Perdarahan badan kaca.

Kelainan retina,berupa: Edema retina,ruptur retina,( dapat menyebabkan

ablasio retina traumatik),maupun perdarahan retina.

Robekan/laserasi sklera

Glaukoma sekunder

Kelainan gerakan bola mata

2. Trauma tembus ( luka akibat benda tajam ),

dimana strutur okular mengalami kerusakan akibat benda asing yang menembus

lapisan okular, yang terdiri atas :

Non perforasi

Dengan perforasi:

i. Perforasi tanpa benda asing intra okuler

ii. Perforasi dengan benda asing intra okuler,yang menurut sifat benda asingnya

terbagi atas :

a. Berdaraskan sifat fisisnya,terdiri atas :

- Benda logam.

E.g. Emas,perak,platina,timah,seng,tembaga,besi,dll

- Benda non logam

E.g. Kaca,bahan tumbuh-tumbuhan,bahan pakaian,dll

b. Berdasarkan keaktifan ( potensi menyebabkan reaksi inflamasi ):

16

Page 17: trauma okuli

- Benda inert,merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi

jaringan mata,kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan tidak

mengganggu fungsi mata: Emas,perak,platina,bath,kaca,porselin,dll.

- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan

reaksi jaringan sehingga mengganggu fungsi mata,seperti : seng,timah

hitam,nikel,alumunium,besi,kuningan,tumbuh-tumbuhan,bulu ulat.

Luka akibat benda tajam dapat menyebabkan :

o Luka pada palpebra (laserasi palpebra)

o Laserasi konjungtiva

o Abrasi,perforasi,laserasi kornea

o Laserasi sklera

o Robeknya pembuluh darah,otot-otot okular,maupun serabut

saraf okular.

3. Trauma fisis, yang dapat disebabkan oleh :

Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet,sinar inframerah,sinar

rontgen dan radioaktif,dan tenaga listrik.

Luka bakar

Luka akibat bahan kimia,baik yang bersifat asam maupun basa,dimana luka

akibat bahan kimia basa lebih berbahaya dibanding bahan kimia asam.

TRAUMA TUMPUL

Trauma tumpul sendiri dapat berupa:

a) Trauma tumpul palpebra.

Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan

merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea dan

lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Karena palpebra

merupakan pelindung bola mata maka saat terjadi trauma akan melakukan reefleks

menutup. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hematoma palpebra.  Hematoma ini

terjadi karena keluarnya darah dari pembuluh darah yang rusak pada trauma tersebut.

b) Trauma tumpul lensa:

17

Page 18: trauma okuli

Kelainan lensa

Dislokasi lensa oleh karena ruptur di zonula zinni. Dapat sebagian (subluksasi), dapat

pula total (luksasi). Lepasnya dapat ke depan dapat pula ke belakang.

Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan

mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa

berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien

menderita kelainan pada zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca

trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan

gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak

ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung, dan maata akan menjadi lebih

miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga

sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudha

terjadi glaucoma sekunder.

Luksasi Lensa Anterior. Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat

trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak

dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik

mata sehingga akan timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien

akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat,

muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema

korne, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang

lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.

Luksasi Lensa Posterior. Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi

luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa

sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus

posterior fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang

18

Page 19: trauma okuli

pandangannya akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala

mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri

untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama

berada dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa,

berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

Katarak Trauma. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior

ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat

pula dalam bentuk katarak tercetak yang disebut cincin Vossius. Cincin Vossius

merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi

segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa

sesudah suatu trauma, seperti suatu stempel jari.

c) Trauma tumpul kornea.

Abrasi Kornea adalah keadaan dimana epitel dari kornea terlepas yang bisa

diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia dan juga benda

asing subtarsal. Abrasi kornea bisa berulang dan menyebabkan rasa sakit yang hebat,

dimana abrasi kornea merupakan suatu kegawatdaruratan pada mata yang bisa

menyebabkan ulserasi dan oedema kornea yang akan menganggu visus. Diagnosis

bisa ditunjang dengan uji flourosensi dimana akan terlihat warna hijau bila terjadi

kerusakan pada epitel kornea. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah

pemberian antibiotik topikal dan midriatikum untuk merelaksasi iris dan mengurangi

rasa sakit. Pastikan juga tidak terdapat benda asing yang dapat menganggu proses

penyembuhan. Masa penyembuhan tergantung pada luasnya kerusakan, dan juga

adakah infeksi, benda asing dan mata kering yang bisa menyebabkan kegagalan

terapi. Mata kemudian di tutup dengan penutup yang membuat pasien merasa lebih

nyaman.

d) Trauma fundus oculi.

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan kelainan pada

retina, koroid, dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina,

perdarahan retina, ablasi retina, maupun atrofi saraf optik. Jika dijumpai penderita

dengan trauma tumpul dan penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat dikoreksi

19

Page 20: trauma okuli

dengan pemberian kacamata, sedangkan keadaan media mata jernih, maka dapat

diperkirakan adanya kelainan di fundus atau di belakang bola mata . Diagnosis

banding penglihatan turun setelah sebuah cedera mata adalah trauma retina,

perdarahan corpus vitreous, dan trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasma

optikus.

Fundus harus diperiksa dengan oftalmoskopi direk setelah midriasis penuh

dilakukan. Jika tidak terlihat detil struktur mata, maka hal ini menunjukkan

terjadinya perdarahan vitreous. Perdarahan vitreous terabsosrbsi dalam waktu

beberapa minggu atau mungkin diperlukan pengangkatan dengan virektomi. Daerah

perdarahan retina dan daerah berwarna putih (edema) dapat dilihat. Koroid juga bisa

robek dan menyebabkan perdarahan subretina yang kemudian diikuti oleh parut

subretina.

Trauma pada mata dapat menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis yaitu :

a) Perdarahan di palpebra (echymosis, black eye) (9)

Perdarahan di palpebra

Pada perdarahan yang berat, palpebra menjadi bengkak, kebiru-biruan, karena

jaringan ikat palpebra halus. Perdarahan dapat menjalar ke bagian lain di muka, juga

dapat menyeberang ke mata yang lain menimbulkan hematoma kacamata atau

menjalar ke belakang menyebabkan eksoftalmus.

b) Emfisema palpebra

Emfisema palpebra teraba sebagai pembengkakan dengan krepitasi,

disebabkan adanya udara di dalam jaringan palpebra yang longgar. Hal ini

20

Page 21: trauma okuli

menunjukkan adanya fraktura dari dinding orbita, sehingga menimbulkan hubungan

langsung antara rongga orbita dengan ruang hidung atau sinus-sinus sekeliling orbita.

Sering mengenai lamina papyricea os etmoidalis, yang merupakan dinding medial

dari rongga orbita, karena dinding ini tipis.

c) Luka laserasi di palpebra

Luka laserasi di palpebra

Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila

luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera dijahit, tapi

bersihkanlah lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila bengkaknya

berkurang, baru dijahit.

d) Kelainan gerakan mata

- Kelopak mata tak dapat menutup dengan sempurna (lagoftalmus), yang dapat

disebabkan lumpuhnya N.VII

- Kelopak mata tak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), yang mungkin

disebabkan edema atau perdarahan pada palpebra. Ptosis dapat juga terjadi akibat

lumpuhnya m.levator palpebra.

Ptosis

21

Page 22: trauma okuli

- Pada trauma tumpul dapat juga terlihat gangguan gerak bola mata, karena

perdarahan di rongga orbita atau adanya kerusakan di otot-otot mata luar.

Dapat terjadi oleh karena :

- parese atau paralise dari m. Levator palpebra (N.III)

- Pseudoptosis, oleh karena edema palpebra

e) Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva (9)

Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva

f) Timbulnya lipatan-lipatan pada M. Descement dan M. Bowman

Hal ini disebabkan menurunnya tekanan intra okuler pada waktu terjadinya

trauma yang kemudian disusul dengan naiknya tonus menjadi normal kembali.

Lipatan-lipatan ini akan hilang bila tonus normal kembali. Keluhannya visus

menurun, yang menjadi baik lagi bila tonus normal kembali.

g) Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema)

Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema)

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera

oculi anterior). Perdarahan bilik mata depan akibat ruda paksa ini merupakan akibat

yang paling sering dijumpai karena trauma. Perdarahan bilik depan bola mata ini

22

Page 23: trauma okuli

terutama berasal dari pembuluh darah corpus ciliare dan sebagian kecil dari

pembuluh darah iris, sedang penyerapan darahnya sebagian besar akan diserap

melalui trabekular meshwork dan selanjutnya ke kanal schlemm, sisanya akan

diabsorbsi melalui permukaan iris.

h) Pupil midriasis

Disebabkan iridoplegia, akibat serabut saraf yang mengatur otot sfingter

pupil. Iridoplegia ini dapat terjadi temporer 2-3 minggu, dapat juga permanen,

tergantung adanya parese atau paralise dari otot tersebut. Dalam waktu itu mata

terasa silau.

i) Iridodialise/iridoreksis/robekan iris

iridodialisis

Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak ke pinggir letaknya,

pada pemeriksaan biasa terdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada

dasar iris terdapat iridodialisa. Pada pemeriksaan oftalmoskopi terdapat warna merah

pada pupil dan juga pada tempat iridodialisa, yang merupakan refleks fundus.

j) Perdarahan badan kaca

Dapat berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat

perdarahan di dalam badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi,

untuk mengetahui keadaan di bagian posterior mata.

23

Page 24: trauma okuli

k) Kelainan retina berupa edema dan ruptur retina

Edema retina biasanya di daerah polus anterior dekat makula atau di perifer.

Tampak seolah-olah retina dilapisi susu. Bila terjadi di makula, visus sentral sangat

terganggu dengan skotoma sentralis.

l) Perdarahan retina

Dapat timbul bila trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk

perdarahan tergantung dari lokalisasinya. Bila terdapat di lapisan serabut saraf

tampak sebagai bulu ayam, bila letak lebih keluar tampak sebagai bercak yang

berbatas tegas, perdarahan di depan retina (preretina) mempunyai permukaan datar di

bagian atas dan cembung di bagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke dalam

badan kaca. Penderita mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan

penglihatannya, kalau banyak dan masuk ke dalam badan kaca dapat menutupi

jalannya cahaya, sehingga visus terganggu.

m) Robekan sklera

Robekan sklera

Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit.

Pada robekan yang besar, lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan

oftalmia simpatika. Robekan ini biasanya terletak dibagian atas.

n) Eksoftalmus

Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber, berasal dari a.optalmika beserta

cabang-cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur, perdarahan diserap kembali,

24

Page 25: trauma okuli

juga diberi koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan “souffles”, berarti ada

aneurisma arteriovena antara arteri karotis interna dan sinus kavernosa.

o) Enoftalmus

Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon, yang menyelubungi bola mata

di luar sklera atau disebabkan fraktur dasar orbita. Seringkali enoftalmus tidak

terlihat selama masih terdapat edema.Pada pemeriksaan funduskopi mungkin terlihat

atrofi saraf optik yang menyebabkan visus sangat menurun. Hal ini disebabkan

adanya perdarahan retrobulber, fraktura dinding orbita bagian posterior, fraktura

basis kranii. Untuk menentukannya diperlukan foto tulang tengkorak.

TRAUMA TEMBUS ( LUKA AKIBAT BENDA TAJAM )

Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan :

Luka pada palpebra

Kalau Kalau pinggiran palpebra luka dan tak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan

koloboma palpebra akuisita. Bila besar dapat mengakibatkan kerusakan kornea oleh

karena mata tak dapat menutup dengan sempurna.

Luka pada orbita

Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik,

menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga timbul paralise dari

otot dan diplopia. Mudah terkena infeksi, menimbulkan selulitis orbita (orbital

phlegmon), karena adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan

rongga-rongga di sekitar orbita.

Luka mengenai bola mata

Harus dihentikan : - luka dengan atau tanpa perforasi

- luka dengan atau tanpa benda asing

25

Page 26: trauma okuli

Kalau ada perforasi di bagian depan (kornea) : bilik mata depan dangkal,

kadang-kadang iris melekat atau menonjol pada luka perforasi di kornea, tensi intra

okuler merendah, tes fistel positif. Bila perforasinya mengenai bagian posterior

(sklera) : bilik mata depan dalam, perdarahan di dalam sklera, koroid, retina,

mungkin ada ablasi retina, tensi intra okuler rendah.

a) Luka mengenai konjungtiva

Bila kecil dapat sembuh dengan spontan, biloa besar perlu dijahit,disamping

pemberian antibiotik lokal dan sistemik untuk mencegah infeksi sekunder.

b) Luka di kornea

Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes

fluoresin (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga dapat timbul ulkus

serpens akut atau herpes kornea, dengan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika

yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea di angkat, setelah

diberi anastesi lokal dengan pantokain 1 %. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari

limbus, berikanlah kortison lokal atau subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan

kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea.

Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang

berdekatan, kemudian di tarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap

konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup

dengan flap konjungtiva. Jika luka di kornea itu disertai dengan prolaps iris, iris yang

keluar harus dipotong dan sisanya di reposisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup

denganh flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya

bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin 10.000 U/cc,

sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan

spektrum luas lokal dan sistemik, juga subkonjungtiva.

c) Luka di sklera

Luka yang mengenai sklera berbahaya karena dapat mengakibatkan

perdarahan badan kaca, keluarnya isi bola mata, infeksi dari bagian dalam bola mata,

ablasi retina. Luka kecil, tanpa infeksi sekunder pada waktu terkena trauma,

dibersihkan, tutup dengan konjungtiva, beri antibiotik lokal dan sistemik, mata

ditutup. Luka dapat sembuh. Luka yang besar, sering disertai dengan perdarahan

badan kaca, prolaps badan kaca, koroid atau badan siliar, mungkin terdapat di dalam

26

Page 27: trauma okuli

luka tersebut. Bila masih ada kemungkinan, bahwa mata itu masih dapat melihat,

maka luka dibersihkan, jaringan yang keluar dipotong, luka sklera dijahit,

konjungtiva dijahit, beri atropin, kedua mata ditutup. Sekitar luka didiatermi. Bila

luka cukup besar dan diragukan bahwa mata tersebut masih dapat melihat, maka

sebaiknya di enukleasi, untuk menghindarkan timbulnya optalmia simpatika pada

mata yang sehat.

d) Luka pada corpus siliar

Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar

dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang dapat berakhir dengan ptisis

bulbi pada mata yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul

oftalmia simpatika. Karena itu bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata,

sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya

mata yang sehat tetap baik.

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola

mata , maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti ;

- Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi

- Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media refrakta

secara langsung atau tidak langsung akibat ruma tembus tersebut

- Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata

- Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea

- Bentuk dan letak pupil berubah.

- Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera

- Adanya hifema pada bilik mata depan

- Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs lensa, badan kaca

atau retina.

27

Page 28: trauma okuli

Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata.

Ket: A) Tampak dari depan.

B) Tampak dari samping

Trauma Kimia Asam

Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam

28

Page 29: trauma okuli

Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan

ataupun penggumpalan protein permukaan sel. Asam membentuk suatu swar

presipitat pada jaringan yang terkena, sehingga membantasi kerusakan lebih lanjut.

Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superficial saja. Bahan asam

dengan konsentrasi tinggi bereaksi seperti terhadap basa sehingga kerusakan yang

diakibatkannya akan lebih dalam.

Bahan kimia yang sering menyebabkan trauma kimia antara lain asam sulfat,

sulfurous acid, asam hidroflorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, dan asam

hidroklorida.

Salah satu kejadian yang mengakibatkan luka bakar asam sulfat antara lain

Ledakan accu mobil, yang mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar

kimiawi pada mata. Asam hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan

penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Industri

tertentu menggunakan asam hidroflorida dalam pembersih dinding, glass etching

(pengukiran pada kaca dengan cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan

kulit. Asam hidroflorida juga digunakan untuk pengendalian fermentasi pada 

breweries (pengolahan bir). Toksisitas hidroflorida pada okuler dapat terjadi akibat

pajanan cairan maupun gas.

Penggolongan tingkatan dan prognosisnya dari luka bakar kimia tersebut

ditentjan berdasarkan jumlah kerusakan kornea dan iskemia limbus, dimana setiap

hilangnya arsitektur pembuluh darah normal konjungtiva disekitar kornea. Iskemia

limbbus adalah salah satu faktor klinis yang amat penting karena menunjukkan

tingkat kerusakan pada pembuluh darah limbus dan mengindikasikan kemampuan sel

indu kornea (yang terletak di limbus) untuk me-regenerasi kornea yang rusak. Oleh

29

Page 30: trauma okuli

karenanya, tidak seperti kondisi trauma pada mata yang lain, mata yang pucat lebih

berbahaya daripada mata yang merah.

Trauma Kimia Basa

6. 7.

8.

Keterangan. (Gambar 6) Kekeruhan Kornea Akibat Trauma Basa. (Gambar

7) Gambaran “Cooked fish eye” Akibat Trauma Alkali. (Gambar 8) Kornea

Menjadi Keruh Akibat Trauma Alkali.

Basa merupakan substansi yang memiliki pH dasar dan memiliki kemampuan

untuk mensaponifikasi lemak. Kerusakan sel akibat kontak dengan basa biasanya

bergantung pada konsentrasi basa dan lama paparan. Saat pH meningkat,

emulsifikasi lemak pada membran sel terjadi dan merusak sawar yang semula

bertujuan menahan penetrasi. Menurut grant, efek trauma kimia dari pH tinggi

terhadap stroma kornea melibatkan ikatan sementara kation basa terhadap

mukoprotein kornea dan kolagen, dan hal tersebut menjadi lebih parah apabila

Phnaik hingga 1,5. ikatan kation tersebut pada pH tinggi penting makannya terhadap

luka bakar yang di timbulkan, dan menyebabkan kerusakan mukoprotein mata yang

cepat.

30

Page 31: trauma okuli

Bahan kimia yang sering menyebabkan trauma kimia antara lain seperti

sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem(perekat) trauma akibat bahan

kimia basa akan menyebabkan akibat yang sangat gawat pada mata. Basa akan

menembus kornea dengan cepat, bilik matabilik mata depan sampai jaringan retina.

Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia

basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, beserta dengan dehidrasi,

bahan caustic soda dapat menembus bilik mata depan dalam waktu 7 detik.

Pada trauma basa akan terbentuk kolagenase yang akan merubah kerusakan

kolagen kornea. Basa yang menembus ke dalam bola mata akan merusak retina,

sehingga akan berakhir dengan kebutaan si penderita.

2.7 Diagnosis Trauma Okuli

Untuk menegakkan diagnosis trauma okuli sama dengan penegakan diagnosis

pada umumnya, yaitu dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum

dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat

progresif lambat atau timbul mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing

intraokular apabila terdapat riwayat memalu, mengasah, atau ledakan. 1

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi

trauma, benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda

yang mengenai mata tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan

bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar

benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi

atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah

pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan. Ditanyakan

juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan

rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya. 12

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3

hingga ½ kejadian trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu

31

Page 32: trauma okuli

perlu pemeriksaan neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status

mental, fungsi, jantung dan paru serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata

dapat dimulai dengan 12:

1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya,

diskriminasi dua titik dan defek pupil aferen.

2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk

mencari defek pada tepi tulang orbita.

3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi

4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak

5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan

6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata

yang lain)

7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.

Pemeriksaan oftalmologis dimulai dengan pengukuran ketajaman

penglihatan (visus). Apabila didapatkan gangguan penglihatan parah, maka periksa

proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferen. Periksa

motilitas mata dan sensasi kulit periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek

pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmos dapat

ditentukan dengan melihat profil kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia slit

lamp, maka senter, kaca pembesar, atau oftalmoskop langsung pada +10 (nomor

gelap) dapat digunakan untuk memeriksa adanya cedera di permukaan tarsal kelopak

dan segmen anterior.

Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan

abrasi. Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbi untuk mencari adanya perdarahan,

benda asing, atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan COA dicatat. Ukuran, bentuk,

dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain

untuk memastikan apakah terdapat defek pupil aferen (RAPD) di mata yang cedera.

Apabila bola mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva palpebra, dan forniks,

dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk inspeksi setelah eversi kelopak mata atas.

Oftalmoskop langsung dan tidak langsung digunakan untuk mengamati lensa, korpus

vitreous, discus optikus, dan retina. Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-

32

Page 33: trauma okuli

tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal. Pada semua kasus trauma

mata, mata yang tampak tidak cedera juga harus diperiksa dengan teliti.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain USG mata, CT

scan, hingga MRI. Pemeriksaan darah lengkap, status kardiologi, radiologi dapat

ditambahkan jika akan dilakukan tindakan tertentu yang membutuhkan pemeriksaan

penunjang tersebut.

2.8 Penatalaksanaan Trauma Okuli

Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus

dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan jangan

diberi obat sikloplegik atau antiobiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada

jaringan intraocular yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan

pakaikan pelindung Fox (atau sepertiga bagian bawah corong kertas) pada mata.

Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus harus diberikan sesuai kebutuhan,

dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum jangan menggunakan

obat-obat penghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan

secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga mengingkatkan kecenderungan

herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik diperiksa awal dengan bantuan anestesi

umum yang bekerja singkat.

Pada cedera yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat

kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu

sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Perlu diperhatikan bahwa

pemberian anestetik topical, zat warna, dan obat lain yang diberikan ke mata yang

cedera harus steril. Tetrakain dan fluoresens tersedia dalam satuan-satuan dosis

individual yang steril.

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan

menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati

karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan pernah

memberi larutan anesteik topikal kepada pasien untuk dipakai berulang setelah

cedera kornea, karena hal ini dapat memperlambat penyembuhan, menutupi

kerusakan lebih lanjut, dan dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea

permanen.

33

Page 34: trauma okuli

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk

mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti

neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang

mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti

tropikamida.

Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman serta lebih

tertutup pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien selama 24 jam.

Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.

1. Hifema

Penanganan awal pada pasien hifema yaitu dengan merawat pasien dengan

tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala (semi fowler), diberi

koagulansia (antifibrinolitik oral/injeksi) dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah

dapat diberikan obat penenang.Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang

mengisi lebih dari 5% kamera anterior diharuskan bertirah baring dan harus

diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata

diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau

bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan ulang terjadi pada 16-20%

kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki resiko tinggi menimbulkan glaukoma dan

perwarnaan kornea. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa penggunaan asam

aminokaproat oral untuk menstabilkan pembentukan bekuan darah menurunkan

resiko perdarahan ulang. Dosisnya adalah 100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum

30 g/h selama 5 hari. Apabila timbul glaukoma, maka penatalaksanaan mencakup

pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari, asetazolamide 250 mg per oral

empat kali sehari dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, sorbitol). 1 Glaukoma

sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut di

bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokular tetap tinggi

(>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari

kerusakan syaraf optikus dan perwarnaan kornea. Apabila pasien mengidap

hemoglobinopati, maka besar kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus glaukomatosa

dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal.

Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral

dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis di

34

Page 35: trauma okuli

sebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari

kerusakan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari

sudut kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian dilakukan iridektomi perifer.

Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan evakuasi viskoelastik.

Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskoelasti, dan dan

sebuah insisi yang lebih besar 180 derajat berlawanan agar hifema dapat didorong

keluar. Glaukoma dapat timbul belakangan setelah beberapa bulan atau tahun akibat

penyempitan sudut. Dengan sedikit perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang

secara perlahan dalam periode sampai setahun.

Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada

pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder,

hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda

hifema berkurang.Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma

dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang

pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang. Zat besi di

dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat

menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Hifema spontan pada anak sebaiknya

dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma.

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah

atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea

2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila

dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar.

Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam

fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.

2. Iridoplegia

Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa

minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk terjadinya

kelelahan sfingter dan diberi roboransia. Untuk mencegah silau sebaiknya pasien

memakai kacamata gelap, atau mata yang sakit diperban.

3. Luksasi Lensa posterior

Pada luksasi lensa posterior, mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa

atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 Dioptri untuk melihat

jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada pada

35

Page 36: trauma okuli

polus superior dapat menimbulkan komplikasi akibat degenarasi lensa, yaitu berupa

glaukoma fakolitik dan uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah menimbulkan

komplikasi sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.

4.Penatalaksanaan pada trauma asam:

dimulai dengan irigasi dan mempertahankannya (30 menit) dengan tujuan

mengurangi peradangan, nyeri dan resiko infeksi.Beberapa kerusakan akibat bahan

kimia harus dilakukan irigasi beberapa menit sekali dalam beberapa jam,Untuk

segera mengurangi rasa sakit dapat dilakukan dengan instilasi dengan pontocaine

hydrochloride (1/4%) tetapi untuk menyembuhkan pada tahap selanjutnya lebih sulit

dilakukan.Penggunaan anastesi dapat dilakukan bila perlu untuk menfasilitasi irigasi

yang baik, tetapi penggunaan anastesi yang terus menerus akan menunda proses

penyembuhan.Pemeriksaan pH dari air mata dapat dilakukan dengan kertas litmus

jika tersedia setiap 5 menit dan lanjutkan sampai pH menjadi netral(warna kertas

akan berubah menjadi biru bila terkena basa dan menjadi merah bila terkena asam)

5.penatalaksanaan trauma basa:

dengan secepat mungkin melakukan irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya

irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60

menit segera setelah trauma,pendrita diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA (ethylene

Diamine Tetracetic Acid) untuk mengikat basa. EDTA di berikan setelah satu

minggu trauma basa diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada

hari ke tujuh.

36

Page 37: trauma okuli

Prognosis

Trauma okuli pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat

jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosis kesembuhan ditentukan

ketepatan penanganan serta tergantung derajat kerusakannya. semakin dalam

kerusakan yang mengenai bola mata maka prognosisinya semakin buruk.

BAB III

KESIMPULAN

37

Page 38: trauma okuli

Trauma Okuli sangat berbahaya, karena dapat menyerang berbagai struktur

ocular dan berpotensi menyebabkan kebutaan.trauma okuli baik itu benda asing

maupun Bahan kimia harus segera ditangani sebelum terjadi penyulit yang lebih

berat.penanganannya berfariasi menurut bagian okuli mana yang terkena.

Untuk menegakkan diagnosis trauma okuli sama dengan penegakan diagnosis

pada umumnya, yaitu dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum

dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat

progresif lambat atau timbul mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing

intraokular apabila terdapat riwayat memalu, mengasah, atau ledakan.

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi

trauma, benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda

yang mengenai mata tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan

bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar

benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi

atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah

pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan. Ditanyakan

juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan

rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya. 12

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3

hingga ½ kejadian trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata

Trauma pada mata ,merupakan 3-4% dari seluruh kecelakaan kerja.

Setiap trauma pada mata memerlukan tindakan segera. Trauma okuli apapun

penyebabnya harus diterapi sebagai kedaruratan mata.

BAB IV

LAPORAN KASUS

38

Page 39: trauma okuli

IDENTITAS PENDERITA

Nama : An.D

Umur : 11 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Status : Belum Menikah

Alamat : Sidoarjo

Tanggal Pemeriksaan : 15 Nov 2012

ANAMNESA

Keluhan utama : Pandangan kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :

Mata kiri px terkena koloran sepedah 1 jam sebelum ke poli,px merasa nyeri

pada mata kirinya dan kelopak matanya, sulit melihat(kabur),sulit membuka kelopak

mata karena kelopaknya bengkak,px belum menggunakan obat apapun.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Diabetes Mellitus (-)

Hipertensi (-)

Alergi (-)

Trauma (-)

Paru (-)

Rematik (-)

Gigi (+) pada tahun 1999,dicabut

Sinusitis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : -

PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

39

Page 40: trauma okuli

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Gizi : cukup

Tekanan Darah : 120 / 80 mmH

2. Status Lokalis

OD OS

Visus

Refraksi

5/5 1/60

Palpebra

Superior et inferior

Edema (-)

Echimosis (-)

Edema (+)

Echimosis (+)

Konjunctiva Tarsus

Superior et inferior

Hiperemia (-)

Hipertrofi Papilaris

dan folikel (-)

Edema (-)

Sekret (-)

Hiperemia (+)

Hipertrofi Papilaris dan

folikel (-)

Edema (-)

Sekret (-)

Konjungctiva Bulbi CVI (-)

PCVI (-)

Pterigium (-)

Pingukula (-)

CVI (+)

PCVI (+)

Pterigium (-)

Pingukula (-)

Sklera Hiperemia (-) Hiperemia (+)

Kornea Keruh (-)

Infiltrat (-)

Ulkus (-)

KP (-)

Keruh (-)

Infiltrat (-)

Ulkus (-)

KP (-)

Camera Oculi Anterior Flare (-)

Hipopion (-)

Hifema(-)

Flare (-)

Hipopion (-)

Hifema(+)

Iris Edema (-)

Refleks pupil (+)

Sinekia Posterior (-)

Edema (+)

Refleks pupil (-)

Sinekia Posterior (-)

40

Page 41: trauma okuli

Lensa Katarak (-) Katarak (-)

TIO

fr + -

RESUME

Penderita perempuan (11 tahun) datang dengan keluhan Mata kabur akibat

terkana trauma koloran sepedah px juga mengeluh, merasa nyeri pada mata kiri dan

kelopak mata ,sulit membuka kelopak mata karena kelopaknya bengkak,px belum

menggunakan obat apapun

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Visus dengan 1/60 pada mata kiri

Reflek pupil (-) pada mata kiri

oedem palpebra (+) pada mata kiri

laserasi konjungtiva(+) pada mata kiri

pci dan pcvi (+) pada mata kiri

perdarahan pada kornea(+) ¼ bmd pada mata kiri

Fundus reflek (-) pada mata kiri

pupil lonjong pada mata kiri

41

Page 42: trauma okuli

DIAGNOSA

OS trauma mekanik tumpul

Kx:

o ruptur konjungtiva

o hifema

o obtura comp vitreus ec perdarahan

S: ruptur bola mata

Pengobatan

tirah baring sempurna

bebat mata os

Gentamicin ed 3dd gtt 1 os

pro explorasi dgn ga

lab

Foto thorax

RencanaTerapi selanjutnya

- Bed rest semifowler

- Ciprofloxacin 2 x 750 mg

- Tobro ed 8 x 1 OS

- Timolol ed 2 x 1 OS

- Asam tranexamat 3 x 500 mg

- Asam mefenamat 3 x 500 mg

Rencana Monitoring

Visus

TIO

USG

Komplikasi trauma okuli

KIE

Pengertian trauma okuli

42

Page 43: trauma okuli

Penanganan pada trauma okuli

Komplikasi yang bisa terjadi pada trauma okuli

PROGNOSA

Dubia at malam

kesimpulan

Gejala-gejala yang dialami pasien merupakan gejala trauma okuli

dikarenakan pentalan koloran sepedah dimana benda tersebut dapat mengenai

mata dengan kencang sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau

daerah sekitarnya. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak

mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara

terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian trauma jaringan mata. Setelah

terkena trauma okuli maka penderita akan mengeluh matanya nyeri, merah,

kemeng, perih, keluar air mata maupun darah, bahkan sebagian akan mengeluhkan

pandangan kabur hingga ttidak bisa melihat sama sekali. Hal ini juga menyesuaikan

pada tingkat mana kerusakan terjadi, dan ada tidaknya penyulit atau komplikasi

pasca trauma okuli diakibatkan trauma mekanis.

Dari status oftalmologis pasien didapatkan dan spasme pada kelopak mata

kiri; pada conjucyiva didapatkan konjungtival injection (+) dan pericorneal injection

(+); pemeriksaan kornea didapatkan; camera okuli anterior dalam dengan hifema =

1/4 bagian; pupil tidak bulat, midriasis, reflek pupil (-),Fundus refleks(-),Sehingga

dicurigai diagnosa suatu OS trauma okuli perforans dengan komplikasi hifema

grade I,

Hifema merupakan akibat dari adanya robekan pembuluh darah iris atau

badan siliar yang dapat merusak sudut kamera okuli anterior akibat trauma

mekanik. Pada pasien ini diapatkan hifema yang menutupi <1/3 camera okuli

anterior sehingga dikategorikan sebagai hifema grade 1. Secara teori klinis

penderita akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.

Penglihatan akan sangat menurun dan bila pasien dalam posisi tegak, hifema akan

terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan. Pada pasien ini juga terdapat

iridoplegia. Iridoplegia ditandai dengan bentuk pupil yang not round, midriasis, dan

43

Page 44: trauma okuli

reflek cahaya pupil yang negatif.sehingga dilakukan explorasi untuk menegakan

diagnosa perforasi bola mata.

Pada kasus ini diberikanya terapi ciprofloxacin, tobro, xitrol, dan bertujuan

menangani komplikasi infeksi akibat masuknya benda asing ke mata juga sekaligus

membantu pembentukan epitel baru pada kornea yang telah mengalami erosi.

Untuk penatalaksanaan terhadap kejadian hifema diberikan asam tranexamat

.Asam tranexamat merupakan antifibrinolitik yang menghambat pengubahan

plasminogen menjadi plasmin. Perlunya antifibrinolitik pada kasus ini adalah untuk

mencegah berlanjutnya perdarahan pada hifema.yang merupakan kontraindikasi

bagi pemberian steroid tetes mata. Asam mefenamat dan voltaren (Na diclofenac)

diberikan sebagai analgesik untuk mengurangi nyeri akibat trauma okuli. Timolol

diberikan agar tidak terjadi peningkatan TIO yang akan menimbulkan glaukoma

sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury T, Sanitato JJ. 2000. General Ophthalmology. Alih bahasa:

Oftalmologi Umum ed. 14. Jakarta. Widya Medika

44

Page 45: trauma okuli

2. Depkes RI, Ditjen Binkenmas. 1998. Hasil Survey Kesehatan Indera

Penglihatan dan Pendengaran 1996

3. Ilyas, Sidharta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga: Trauma Mata. Hal

259-276. Penerbit: FKUI, Jakarta

4. Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai Penerbit

FK UI, Jakarta.

5. Jack, J. 2005. Clinical Oftalmologi: third edition. CJW. Teks Book

6. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit

Mata: Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Hal 137-139. Penerbit: FK Unair,

Surabaya.

45