TRAUMA KIMIA fix.docx

download TRAUMA KIMIA fix.docx

of 22

description

TRAUMA KIMIA fix.docx

Transcript of TRAUMA KIMIA fix.docx

TRAUMA KIMIA

A. PENDAHULUANTrauma kimia adalah luka bakar pada organ luar maupun organ dalam tubuh yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang merupakan asam kuat atau basa kuat (sering disebut alkali). Luka bakar akibat bahan kimia terjadi pada saat tubuh atau kulit terpapar oleh asam atau basa. Bahan kimia ini dapat menimbulkan reaksi terbatas pada kulit, reaksi pada seluruh tubuh ataupun keduanya.(1) Kekuatan dari asam dan basa ditentukan oleh skala pH, yang berkisar antara 1-14. Asam kuat biasanya memiliki pH kurang dari 2. Bahan yang mengandung alkali biasanya memiliki pH 11,5 atau lebih untuk dapat melukai kulit.(1, 2)Luka bakar oleh bahan kimia biasanya merupakan kecelakaan, pembunuhan dengan cara ini sangat jarang dilakukan, melemparkan cairan yang bersifat korosif seperti cairan asam pada korban lebih sering dimaksudkan untuk melukai dibandingkan untuk membunuh korban. Bunuh diri dengan menggunakan asam maupun basa kuat sangat jarang dilakukan saat ini tetapi ditemukan di negara-negara miskin.(1, 2)

B. EPIDEMIOLOGIPada tahun 2011, American Association of Poison Control Centers (AAPCC), melaporkan sebanyak 15.616 kasus terpapar zat kimia asam, 18.960 kasus terpapar zat kimia basa, 20.518 kasus terpapar peroksida, dan 38.613 kasus terpapar zat pemutih. Selama tahun tersebut, 352 kasus yang dilaporkan terpapar dengan fenol. Cedera luka bakar karena zat kimia berjumlah sekitar 2-6% dari keseluruhan cedera luka bakar pada pusat perawatan lanjutan.(3) Diseluruh dunia, zat korosif pada umumnya digunakan untuk kejahatan penganiayaan. Zat korosif yang paling banyak digunakan adalah larutan alkali dan asam sulfat.(4)Selain itu, AAPCC juga melaporkan paparan asam dan produk yang mengandung asam dan zat kimia berbahaya lainnya memperlihatkan bahwa 8 korban meninggal, 78 kasus keracunan tingkat berat, dan 1270 kasus keracunan tingkat sedang. Paparan dari produk yang mengandung alkali dan zat kimia lainnya terdapat 4 korban meninggal, 136 kasus keracunan tingkat berat, dan 1995 kasus keracunan tingkat sedang. Paparan akibat peroksida tidak ada korban yang meninggal, 13 orang keracunan tingkat berat, dan 226 kasus keracunan tingkat sedang. Paparan akibat bahan pemutih dan produk yang mengandung hipoklorit terdapat 22 kasus keracunan tingkat berat, dan 968 kasus keracunan tingkat sedang. Paparan dari produk yang mengandung fenol sebanyak 47 kasus keracunan tingkat sedang. (3)Penganiayaan dengan bahan zat kimia berbahaya di seluruh dunia lebih sering terjadi terhadap wanita. Orang dewasa dan anak-anak hampir sama jumlahnya terpapar dengan zat kimia berbahaya. Orang dewasa yang terpapar dengan zat kimia yang bersifat korosif lebih sering menderita luka bakar yang berat.(4)

C. ETIOLOGISebagian besar bahan kimia dapat menyebabkan luka bakar baik asam kuat atau basa. Sebuah informasi medis pada label bahan kimia berbahaya biasanya menegaskan toksisitas yang bisa terjadi. Dengan menggunakan akal sehat dan pendidikan para konsumen dapat mengurangi risiko cedera. Berbagai produk rumah tangga umum yang dapat menyebabkan luka bakar kimia adalah pemutih, campuran beton, pembersih toilet, pembersih kolam renang, dsb. Banyak produk lain yang digunakan di rumah dan di tempat kerja mungkin mengandung beberapa jumlah bahan kimia yang dapat menyebabkan luka bakar. Penting untuk menjaga label pada wadah dalam kasus korban terpajan sehingga tenaga medis dapat mengetahui bahan apa yang pasien telah terkena. Semua ini hanya boleh disimpan dalam wadah yang tepat untuk mencegah kasus tertelan.(5)

D. KLASIFIKASIZat korosif dapat dibagi menjadi : (6)1. Asam-asam organik yang bersifat korosif; seperti: asam oksalat, asam asetat, asam sitrat dan asam karbol (carbolic acid, phenol)2. Asam-asam anorganik yang bersifat korosif; seperti: asam fluorida, asam khlorida, asam nitrat dan asam sulfat.3. Kaustik alkali; seperti: kalium hidroksida, kalsium hidroksida, natrium hidroksida dan ammoniak.4. Garam-garam dari logam berat; seperti: merkuri khlorida, zinc khlorida dan stibium khlorida. Lewis mendefinisikan asam adalah senyawa kimia yang bertindak sebagai penerima pasangan elektron sedangkan basa adalah senyawa kimia yang bertindak sebagai pemberi pasangan elektron.(4, 7)

Gambar 1.Teori asam basa menurut Lewis(Dikutip dari kepustakaan (7))

Dalam kulit valensi atom N dalam molekul NH3, terdapat 3 (tiga pasang ikatan (N-H) dan 1 (satu) pasang elektron tidak berpasangan, sedangkan untuk atom B dalam molekul BF3, terdapat 3 (tiga pasang elektron yang berikatan (B-F). Sepasang elektron yang tidak berikatan dapat disumbangkan kepada atom pusat B yang kemudian digunakan bersama-sama, sehingga terjadi ikatan kovalen koordinasi (B-N).(7)Definisi asam-basa menurut Usanovich merupakan perkembangan dari definisi asam Lewis dan ditambah reaksi redoks. Asam adalah senyawa kimia yang bereaksi dengan basa, membentuk kation atau menerima elektron. Basa adalah senyawa kimia yang bereaksi dengan asam, membentuk anion atau elektron.(7)

Gambar 2. Teori asam basa menurut Usanovich(Dikutip dari kepustakaan (7))

Sejumlah besar produk industri mengandung konsentrasi yang berbahaya asam, basa, atau bahan kimia lain yang dapat menyebabkan trauma kimia. Beberapa produk yang lebih umum tersebut adalah sebagai berikut :(4)a. Asam1. Asam sulfat biasanya digunakan dalam pembersih toilet, pembersih saluran, pembersih logam, cairan baterai mobil, dan pupuk manufaktur. Berbagai konsentrasi dari asam 8% sehingga asam yang murni. Konsentrasi asam sulfat adalah higroskopis. Jadi, sehingga bisa menyebabkan luka dermal oleh dehidrasi, cedera termal, dan cedera kimia.

Gambar 3. Luka akibat terkena Asam Sulfat(dikutip dari kepustakaan (4))

2. Asam nitrat biasanya digunakan dalam ukiran, pemurnian logam, dan pembuatan pupuk. Gambar 4. (a) Asam nitrat. (b) luka akibat terkena Asam nitrat(dikutip dari kepustakaan (4))

3. Asam Hidrofluorik umum digunakan untuk penghilang karat, pembersih ban, pembersih ubin, kaca, semikonduktor, pendingin dan pembuatan pupuk, serta pengawetan minyak bumi. Ini adalah asam lemah dan dalam bentuk encer, tidak akan menyebabkan trauma langsung.

Gambar 5. Asam Hidrofluorik(dikutip dari kepustakaan (4)

4. Asam klorida umumnya digunakan dalam pembersih toilet, pembersih logam, pembuatan pewarna, pengawetan logam, pemasangan pipa, pembersih kolam renang, dan bahan kimia laboratorium. Konsentrasinya berkisar 5-44 %. Asam klorida juga dikenal sebagai asam muriatik.5. Asam fosfat umumnya digunakan dalam pembersih logam, desinfektan, deterjen, dan pembuatan pupuk.6. Asam asetat biasanya digunakan dalam pencetakan, pewarna, desinfektan. Cuka adalah cairan asam asetat.7. Asam format umum digunakan sebagai lem pesawat dan pembuatan selulosa.8. Asam kloroasetat a) Asam monochloroacetik digunakan dalam produksi karboksimetilselulosa, phenoxyacetates dan beberapa obat-obatan. Ia memiliki toksisitas sistemik yang signifikan dan bisa menghambat respirasi selular. Hal ini bersifat sangat korosif. b) Asam dikloroasetat digunakan dalam pembuatan bahan kimia. Ini adalah asam lemah dari asam trikloroasetat dan tidak menghambat respirasi selular.c) Asam trikloroasetat digunakan di laboratorium dan di bidang manufaktur kimia. Asam ini sangat korosif tetapi tidak menghambat respirasi selular.b. Basa1. Natrium hidroksida dan kalium hidroksida digunakan dalam pembersih, tablet Clinitest, dan pembersih gigi tiruan. bersifat sangat korosif. Clinitest tablet mengandung 45-50% natrium hidroksida (NaOH) atau potasium hidroksida (KOH). NaOH atau KOH lebih encer daripada air akan menghasilkan panas yang tinggi ketika diencerkan. Kedua panas yang dihasilkan dan alkalinitas menyebabkan untuk trauma kimia.

Gambar 6. Natrium hidroksida(dikutip dari kepustakaan (4))2. Kalsium hidroksida juga dikenal sebagai kapur mati. Hal ini digunakan pada mortar, plester, dan semen. Bahan ini tidak kaustik seperti NaOH, KOH, atau oksida kalsium.3. Natrium dan kalsium hipoklorit adalah bahan pemutih umum dalam rumah tangga dan kolam klorinasi solusi. chlorinator Pool juga mengandung NaOH dan memiliki pH sekitar 13,5, membuat mereka sangat kaustik. Pemutih rumah tangga memiliki pH sekitar 11 dan kurang korosif. 4. Kalsium oksida juga dikenal sebagai kapur. ini merupakan bahan kaustik di semen. Ini menghasilkan haba ketika diencerkan dengan air dan dapat menyebabkan trauma bakar atau korosif.5. Amonia digunakan dalam pembersih dan deterjen. Bahan ini sangat korosif. Gas amonia anhidrat digunakan dalam beberapa aplikasi industri, khususnya di bidang pembuatan pupuk. Hal ini sangat higroskopis (memiliki afinitas tinggi untuk air). Ini bisa menyebabkna trauma pada kulit dan paru-paru akibat pengeringan dan panas cairan.6. Silikat meliputi natrium silikat dan sodium metasilikat. Mereka digunakan untuk mengganti fosfat dalam deterjen. Deterjen pencuci piring adalah basa, terutama untuk pembangun seperti silikat dan karbonat dan bersifat cukup korosif. 7. Lithium hidrida digunakan untuk menyerap karbon dioksida dalam aplikasi teknologi ruang angkasa. Reaksi bahan ini dengan air menghasilkan hidrogen dan lithium hidroksida yang bisa menyebabkan trauma kimia termal dan basa.c. Oksidan1. Pemutih : klorit adalah bahan kimia utama yang digunakan sebagai pemutih rumah tangga. Bahan ini adalah basa dengan pH 11-12. Konsentrasi yang minimal juga bisa mengiritasi kulit. Konsentrasi yang lebih tinggi seperti dalam industri klorit bisa lebih menyebabkan trauma pada kulit.

Gambar 7. Pemutih(dikutip dari kepustakaan (4))

2. Peroksida : Hidrogen peroksida kosentrasi 3 % dapat menghasilkan iritasi kulit yang minimal. Konsentrasi 10 % dapat menyebabkan parestesi dan mengiritasi nulit. Konsentrasi 35% atau lebih akan menyebabkan timbulnya bulla pada kulit.

Gambar 8. Hidrogen peroksida(dikutip dari kepustakaan (4))

3. Chromates : Kalium dikromat dan asam kromat adalah bahan kimia industri umum digunakan dalam penyamakan, waterproofing fabrik, penghambat korosi, pencetakan, dan sebagai agen oksidasi dalam reaksi kimia. Chromates dapat mengakibatkan kulit terbakar yang parah dan toksisitas sistemik termasuk gagal ginjal. 4. Manganates : Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang digunakan dalam larutan encer sebagai disinfektan atau agen pembersih. Dalam konsentrasi yang encer bisa menyebabkan iritasi pada kulit yang minimal. Dalam bentuk kristal murni atau konsentrasi tinggi, ia dapat menyebabkan trauma kimia yang parah, ulkus, dan toksisitas sistemik.d. Zat Lain1. Fosfor putih: Bahan kimia ini digunakan sebagai bahan bakar dalam pembuatan amunisi, kembang api, dan pupuk. Fosfor putih dioksidasi secara spontan di udara menjadi pentoksida fosfor dengan memancarkan api kuning dan asap putih yang padat dengan bau bawang putih. Setelah ledakan dari amunisi atau kembang api, partikel kecil fosfor bisa tertanam di kulit dan terpendam.2. Logam : Unsur lithium, natrium, kalium, dan magnesium bereaksi keras dengan air termasuk pada kulit sehingga memyebabkan trauma. 3. Bahan pewarna rambut mengandung persulfates dan cairan peroksida konsentrasi tinggi. Bahan pelurus rambut mengandung alkali konsentrasi tinggi. Bahan ini dapat mengakibatkan trauma kimia jika tidak diencerkan dengan baik atau kontak lama dengan kulit kepala.

E. FAKTOR YANG BERPERAN DALAM TRAUMA KIMIAFaktor yang berperan dalam trauma kimia adalah pH, konsentrasi, durasi, bentuk fisik dari bahan (padat, cair atau gas), lokasi (mata, kulit, mukosa), tertelan atau terhirup. Asam dengan pH kurang dari 2 mempercepat proses nekrosis koagulasi yang disebabkan oleh protein. Luka bakar tampak dengan batas jelas, kering dan kasar, dengan warna luka tergantung dari bahan asam. Asam nitrat menyebabkan warna luka coklat kekuningan, asam sulfat (vitriol) berwarna coklat kehijauan, hidroklorin berwarna putih hingga abu-abu dan asam karbol (fenol atau lisol) menyebabkan warna luka abu-abu sampai coklat terang.(5, 8, 9)Alkali dengan pH 11,5 atau lebih menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih luas dibandingkan dengan asam karena sifatnya yang mencairkan jaringan yang nekrosis, yang menyebabkan alkali dapat berpenetrasi lebih dalam. Alkali, seperti sodium hidroksida (soda atau sabun) dan amonium hidroksida, menimbulkan luka berwarna coklat keabu-abuan.(9)Substansi alkalin dalam bentuk padat yang tertelan menampilkan keuntungan dari faktor ini. Bahan padat ini akan tinggal dalam lambung dalam waktu yang lama, hal ini akan menghasilkan luka bakar yang berat. Faktor lain yang penting adalah bentuk lain dari substansi asam dan basa yang menghasilkan panas ketika mereka terdilusi, hal ini tidak hanya menyebabkan luka bakar akibat bahan-bahan kimia tetapi juga luka bakar akibat suhu.(9) `

F. TRAUMA KIMIA TERHADAP BEBERAPA ORGAN1. MataTrauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma kimia biasanya hasil dari suatu zat yang disemprotkan atau disiramkan di muka. Trauma kimia alkali lebih sering terjadi daripada trauma kimia asam dan cenderung lebih merugikan.(10, 11)Insidens terjadinya trauma kimia pada mata lebih dari 60% trauma kimia terjadi di tempat kerja, 30% terjadi di rumah dan 10% adalah dari tindakan kekerasan. Trauma kimia pada mata lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini mungkin mencerminkan dominasi laki-laki dalam bidang industri, seperti konstruksi dan pertambangan, sehingga terjadi resiko tertinggi untuk cedera mata.(12)Gejala-gejala awal yang biasa terjadi pada trauma kimia mata adalah mata terasa sakit, kemerahan, iritasi pada mata, Ketidakmampuan untuk membuka mata, Sensasi benda asing di mata, Pembengkakan pada kelopak mata dan Penglihatan jadi kabur.(13) Mekanisme trauma kimia pada mata tidak jauh berbeda antara bahan yang bersifat asam dan basa.(8) Zat alkali yang lipofilik dan penetrasi lebih cepat daripada asam. Penyabunan asam lemak membran sel menyebabkan gangguan sel dan kematian. Selain itu, ion hidroksil Hidrolisis glukosaminoglikan denatures intraseluler dan kolagen. Apabila jaringan rusak maka akan merangsang respon inflamasi, kerusakan jaringan lebih lanjut akan mengeluarkan enzim proteolitik. Hal ini disebut liquefactive necrosis. Zat alkali dapat masuk ke ruang anterior dengan cepat (sekitar 5-15 menit) mengekspos iris, badan siliar, lensa, dan jaringan trabecular untuk kerusakan lebih lanjut. kerusakan irreversibel terjadi pada nilai pH di atas 11.5.(12, 14)

Gambar 9. Trauma Alkali. Tampak reaksi parah pada konjungtiva(Dikutip dari kepustakaan (14))

Trauma kimia asam menyebabkan koagulasi protein dalam epitel kornea, yang membatasi penetrasi lebih lanjut. Jadi, trauma kimia ini biasanya nonprogressive dan dangkal. asam hydrofluoric adalah pengecualian. Ini adalah asam lemah yang dengan cepat melintasi membran sel sebagai tetap nonionized. Dengan cara ini, asam hydrofluoric bertindak seperti sebuah alkali, menyebabkan nekrosis liquefactive. Selain itu, ion fluorida dilepaskan ke dalam sel. ion Fluoride dapat menghambat enzim glikolisis dan dapat digabungkan dengan kalsium dan magnesium untuk membentuk kompleks tak larut.(12)

Gambar 10.Trauma kimia pada mata, tampak injeksio konjungtiva superfisial dan profunda(dikutip dari kepustakaan (14))

Penanganan trauma asam pada mata adalah dengan mengirigasi jaringan yang terkena secepat-cepatnya, selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma. Irigasi dapat dilakukan dengan garam fisiologi atau air bersih lainnya paling sedikit 15-30 menit. Anestesi topikal (blefarospasme berat), Penetralisir natrium bikarbonat 3%, pemberian antibiotik bila perlu. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali,sehingga penglihatan tidak banyak terganggu.(14, 15)Penanganan trauma basa pada mata adalah dengan mengirigasi dengan garam fisiologik selama mngkn (2000 ml selama 30 menit), Pemeriksaan kertas lakmus, Bila penyebab CaOH diberikan EDTA (bereaksi dengan basa pada jaringan), Antibiotik untuk mencegah infeksi, Siklopegi untuk mengistirahatkan iris, mengatasi iritis. Anti glaukoma untuk mencegah glaukoma sekunder. Steroid (7 hari pertama) untuk anti inflmasi. Kolagenase inhibitor (sistein, 1 minggu) untuk menghilangkan efek kolagenase. Vitamin C untuk membentuk jaringan kolagen. Bebat (perban) pada mata, lensa kontak lembek dan tetes air mata buatan. Operasi keratoplasti dilakukan bila kekeruhan kornea sangat mengganggu penglihatan.(14, 15) Pada pemeriksaan fisik awal, penilaian terhadap luka-luka yang berpotensi mengancam jiwa. Pemeriksaan fisik awal pada mata mungkin terbatas pada pH dan ketajaman visual. Setelah irigasi berlebihan, pemeriksaan ophthalmologi penuh diperlukan. Ini dapat mengu1ngkapkan robek, injeksi konjungtiva, injeksi scleral, blansing scleral, kerusakan kornea, opacification kornea, uveitis, glaukoma, atau perforasi. Kemudian pencatatan penurunan ketajaman visual. Evaluasi fluorescein diperlukan untuk menentukan tingkat cedera.(12)

Tingkat trauma pada mata adalah berdasarkan: (10, 11)Klasifikasi HugesKlasifikasi Thoft

1. Ringan: Prognosis baik Terdapat erosi epitel kornea Pada kornea terdapat kekeruhan ringan Tidak ada iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtivaDerajat 1: hiperemikonjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

2. Sedang: Prognosis baik Kekeruhan kornea sehingga sulitmelihat iris & pupil secara jelas Terdapat iskemia & nekrosis ringankornea dan konjungtiva Derajat 2: hiperemikonjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.

3. Sangat berat: Prognosis buruk Kekeruhan kornea pupil tidak dapatdilihat Derajat 3: hiperemidisertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.

Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus trauma basa pada mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH netral. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp yang bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direct dan indirect juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengatahui tekanan intraokular.(13)Prognosis pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab dan derajat trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Pada derajat sedang-berat dapat menyebabkan simblefaron (adhesi antara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.(10) 2. KulitLuka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang akut yang dapat menyebabkan trauma pada kulit yang irrefersibel dan terjadi kematian sel. Bahan kimia pun dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan. Seorang korban luka bakar dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi shock, infeksi, ketidakseimbangan elektrolit (inbalance electrolit) dan distress pernapasan. Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga menyebabkan distress emosional dan psikologis yang berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka (scar).(16) Gejala yang nyata pada luka bakar bahan kimia tergantung pada bahan kimia yang menyebabkannya. Gejala tersebut termasuk gatal-gatal, pengelupasan, eritama, erosi, kulit bewarna gelap, melepuh dan ulserasi, nyeri, rasa terbakar, gangguan pernapasan, batuk darah dan atau jaringan yang nekrosis.(13) Terdapat respon sistemik dan lokal terhadap terjadinya luka bakar. Respon local termasuk koagulasi jaringan dengan trombosis yang progresif pada sekeliling pembuluh darah di zona statis dalam 24-48 jam pertama setelah cedera. Pada cedera yang lebih besar, respon sistemik terjadi yang diawali oleh pelepasan mediator-mediator dari jaringan yang mengalami cedera disertai hilangnya integritas kapiler secara terus-menerus dan hilangnya cairan tubuh. Respon sistemik terhadap cedera luka bakar ditandai dengan demam, sirkulasi pembuluh darah yang tidak stabil, laju metabolism meningkat, dan katabolisme otot.(16) Pertolongan pertama setelah luka bakar kimia harus bertujuan untuk menghapus korban dari daerah bahaya dan menghapus semua pakaian diresapi dengan bahan kimia, tanpa menyebabkan cedera pada penolong. Pengobatan luka bakar kimia tergantung pada bagaimana menghilangkan bahan kimia yang menyebabkan luka bakar.Segera bersihkan zat kimia dan rawat luka, karena berat ringannya luka bakar kimia tergantung lamanya waktu kontak, konnsentrasi dan jumlahnya.(4) Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan panas, listrik, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). Perubahan-perubahan pada kulit sesuai dengan derajat luka bakarnya. Oleh karena itu, pada pemeriksaan luar perlu ditentukan: keadaan luka, luas luka, dan dalamnya luka. Pada pemeriksaan luka ini perlu dicari adanya tanda-tanda reaksi vital berupa daerah yang berwarna merah pada perbatasan pada daerah yang terbakar.(17) Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :(17)a) Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.b) Kedalaman luka bakar.c) Anatomi lokasi luka bakar.d) Umur klien.e) Riwayat pengobatan yang lalu.f) Trauma yang menyertai atau bersamaan.Berdasarkan derajat kedalamannya Luka bakar diklasifikasi menjadi derajat 1, 2, dan 3. Kadang-kadang digunakan pula istilah derajat 4 pada kulit yang hangus terbakar mirip arang. Klasifikasi tersebut ialah: (17)a) Luka bakar derajat 1 atau superficial burn. Luka bakar permukaan yang tidak terlalu serius dan hanya mengenai lapisan kulit bagian atas. Kulit kering, eritema, nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi. Sering kali disertai pembentukan vesikel (gelembung berisi cairan).b) Luka bakar derajat 2 atau partial thickness burn (luka bakar parsial). Artinya luka bakar mengenai sebagian dari ketebalan kulit, bagian dermis masih ada yang sehat. Luka bakar dengan kedalaman ini sering kali disertai dengan rusaknya struktur di bawah kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebaseus (minyak), atau jaringan kolagen.c) Luka bakar derajat 3 atau full thickness burn. Luka bakar mengenai seluruh ketebalan kulit. Struktur di bawah kulit pun sering kali mengalami kerusakan. Sekalipun demikian, kulit tidaklah lenyap, musnah, atau hilang, tetapi rusak.d) Luka bakar derajat 4 yakni luka terlihat hitam bagai arang, nekrotik.Pada pemeriksaan mikroskopis luka bakar akibat bahan kimia asam memberikan gambaran nekrosis di epidermis dan dermis. Pemeriksaan mikroskopis pada trauma yang disebabkan oleh bahan kimia alkali seperti sodium hipoklorit, didapatkan erosi pada dermis dan papillar dermis dengan hilanya folikel rambut pada kulit.(16, 17) Pemeriksaan mikroskopik pada trauma kimia akibat sulfur mustard. Spesimen jaringan lesi yang diambil dengan biopsy dari tubuh mayat yang diotopsi ditemukan : (16, 17)a) Pada fase erythematous, lesi pada kulit menunjukkan edema pada inter dan intraseluller serta nuklear pykhosis pada epidermis. Infiltrasi limfosit perivascular juga ditemukan di dermis.b) Lesi bullous adalah subepidermal dan diinfiltrasi dengan leukosit dan limfosit.c) Lesi ulserasi pada epidermis adalah nekrotik dengan rangsangan sel inflamasi yang hebat.d) Lesi pigmentasi menunjukkan hiperaktivitas melanosit dengan peningkatan melanin pada dermis.Prognosis pada kulit yaitu pada luka bakar superfisial lapisan kulit yang mati akan mengelupas dan lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya. Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat dari dasar suatu luka bakar superfisial dengan sedikit atau tanpa jaringan parut. Luka bakar superfisial tidak menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam (dermis).(16)Luka bakar dalam menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan dermis yang baru tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang terluka dan dari sisa-sisa epidermis di dalam daerah yang terluka. Akibatnya pemulihan berlangsung sangat lambat dan bisa terbentuk jaringan parut. Daerah yang terbakar juga cenderung mengalami pengkerutan, sehingga menyebabkan perubahan pada kulit dan menganggu fungsinya.(16)3. ParuLuka bakar inhalasi dapat disebabkan oleh asam hidroklorik, amonia, klorin, atau bahan kimia lainnya setelah seseorang menghirup zat kimia ini. Edema saluran pernapasan atas, gangguan pernapasan, dan toksisitas karbon monoksida adalah contoh dari trauma kimia dari inhalasi. Gejala ini muncul dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah kejadian luka bakar. Juga suatu kondisi yang jarang dapat terjadi di mana bahan kimia mengoksidasi hemoglobin paru-paru yang mengakibatkan gangguan transportasi oksigen (methemoglobinemia) dan gangguan pernapasan.(18)Menghirup bahan kimia beracun dapat menyebabkan luka bakar di jalan napas atas dan bawah. Individu dengan luka bakar inhalsi bahan kimia datang dengan radang tenggorokan, sesak napas, dan nyeri dada.(18) Trauma inhalasi terjadi dalam 3 cara: (1) oleh trauma sel dan kerusakan parenkim paru oleh iritasi, (2) hipoksemia dengan gangguan pengiriman oksigen, dan (3) kerusakan organ akhir oleh penyerapan sistemik melalui saluran pernafasan.(18)Pada individu dengan trauma jalan napas atas, intubasi dengan ventilasi mekanik perlu dilakukan. Jika seseorang mengalami trauma pada leher, tindakan mungkin diperlukan. Individu dengan luka bakar melingkar dalam yang mengenai leher atau badan yang dapat membatasi pernapasan karena jaringan membengkak mungkin memerlukan insisi dan pelepasan jaringan lunak (eskarotomi).(16, 17) Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi harus diperiksa pada korban trauma kimia. Pada pemeriksaan paru-paru bisa didapatkan peningkatan laju napas, bunyi mengi, dan suara ronki kasar di paru-paru yang berhubungan dengan edema. Semua tanda ini menunjukkan individu mengalami kesulitan pernafasan.(18) Pemeriksaan penunjang untuk trauma kimia inhalasi adalah pemeriksaan elektrolit, kadar laktat, analisa gas darah arteri dan kreatine kinase. Bronkoskopi dapat digunakan untuk melihat jalan napas dan menilai tingkat trauma. Pada bronkoskopi didapatkan adanya pseudomembran dan adanya nekrosis dinding bronkial yang menyebabkan sikatrik dan penyempitan jalan napas sehigga menyebakan obstruksi. Pemeriksaan radiologi harus mencakup foto toraks serta scan ventilasi perfusi xenon ( Vq ) yang dapat membantu mengidentifikasi patologi paru-paru yang tidak divisualisasikan oleh bronkoskopi. Tes fungsi paru dan elektrokardiogram (EKG) juga dapat dilakukan.(15) Pada pemeriksaaan post mortem, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan menganalisa gas darah dimana sering terjadi peningkatan oleh karena asidosis metabolik dari gagal napas disebabkan oleh obstruksi.(15)Prognosis pada paru-paru, pada luka bakar ringan, biasanya akan pulih tanpa menimbulkan masalah. Luka yang lebih berat bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut akan menghalangi pemindahan oksigen yang normal dari udara ke darah di paru-paru.(19)4. Saluran PencernaanDi negara maju dan berkembang, trauma kimia pada sistem pencernaan akibat menelan baik tidak disengaja atau untuk mencederai diri sendiri telah berkurang dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikaitkan dengan peraturan yang lebih ketat terhadap deterjen dan bahan korosif lainnya, serta kesan dari kesadaran umum. Dilaporkan bahwa luka lambung terjadi pada 85,4% dari trauma kimia asam pada saluran pencernaan, terutama melibatkan bagian distal gaster dengan 44,4% menyebabkan komplikasi stenosi pilorus atau antrum.(20) Gejala yang dapat ditemukan seperti muntah, tersedak, kesulitan untuk menelan dan berbicara, nyeri dada, nyeri di seluruh abdomen dan tenesmus juga bisa didapatkan dalam trauma kimia.(19) Trauma yang disebabkan oleh asam menyebabkan nekrosis koagulasi pada jaringan yang terkontak sehingga koagulum terbentuk sehingga menghalangi penetrasi lanjut ke jaringan di bawahnya. Di sisi lain, trauma kaustikmenyebabkan nekrosis likuefikasi yaitu sebuah proses yang menyebabkan pembubaran protein dan kolagen, saponifikasi lemak, dehidrasi jaringan dan trombosis darah sehingga menyebabkan cedera jaringan yang lebih dalam.(20)Manajemen akut untuk trauma imia pada saluran pencernaan didasarkan pada pedoman trauma akut (ATLS). Ini termasuk mengamankan jalan napas, penghilang rasa sakit dan menginfus cairan pengganti yang memadai. Trakeostomi mungkin diperlukan dalam kasus edema laring yang parah, dimana intubasi trakea gagal dan ada bahaya yang benar-benar menutup jalan napas karena edema. Pasien dengan perforasi memerlukan operasi segera. Penggunaan Proton Pump Inhibitor (PPIs) dan H2-antagonis untuk mengurangi asam lambung sering digunakan dalam trauma kimia korosif yang bisa menyebabkan esofagitis dan gastritis. (20)Pada pemeriksaa luar, didapatkan kesan erosi pada kulit di sekitar luar mulut, bibir. Pada trauma kimia yang disebabkan oleh asam sulfurik memberikan gambaran ekskoriasi dan kehitaman. Selain itu didapatkan juga erosi pada mukosa membran mulut dan lidah. Pada pemeriksaan pada gigi, trauma dengan asam sulfurik akan didapatkan gigi rapuh dan berwarna putih kapur.(21) Pemeriksaan biopsi mukosa dilakukan dari esophagus, gaster, jejunum, kolon sigmoid dan rektum digunakan untuk melihat perubahan morfologi seperti tinggi vilus, kedalaman kriptus, dan area permukaan. Infiltrasi sellular dapat dilihat dengan menggunakan perwarnaan yang spesifik.(19) Selain itu, pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan untuk melihat kesan bahan kimia pada saluran percernaan. Yang sering didapatkan adalah gambaran inflamasi dan edema pada saluran pencernaan. Pemeriksaan radiologi dengan barium meal juga bisa dilakukan pada saluran pencernaan bagi melihat kelainan akibat dari trauma kimia seperti striktur padaesophagus kesan dari jaringan nekrosis.(20) Prognosis pada saluran pencernaan, khususnya luka bakar ringan pada kerongkongan dan lambung biasanya akan pulih tanpa menimbulkan masalah. Luka yang lebih berat bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut bisa menghalangi jalannya makanan di dalam kerongkonan.(19)

DAFTAR PUSTAKA

1.DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2th ed. Washington: CRC Press LLC; 2001.2.Ngan V. Chemical Burns. New Zealand: DermNet NZ; 2007 [updated 2007 29 December 2013; cited 2014 March 24]; Available from: http://www.dermnetnz.org/reactions/chemical-burns.html.3.Bronstein AC, Spyker DA, Cantilena LR, Rumack BH, Dart RC. 2011 Annual Report of the American Association of Poison Control Centers' National Poison Data System (NPDS): 29th Annual Report. Clinical Toxicology. 2012;50:911-1164.4.Cox RD. Chemical Burns. WebMD LCC; 2013 [updated 2013; cited 2014 March 24]; Available from: www.emedicine.medscape.com/article/769336-overview.5.Davis CP. Chemical Burns. emedicinehealth; 2012 [updated 2012; cited 2014 March 24]; Available from: www.emedicinehealth.com/chemical_burn/article_em.htm.6.Idris AMi. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi satu ed. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.7.Ratna. Definisi asam-basa menurut Lewis dan Usanovich. 2010 [updated 2010; cited 2014 March 24]; Available from: www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_XI/definisi-asam-basa-menurut-lewis-dan-usanovich.8.Hicks R. Chemical Burns. United Kingdom: WebMD Medical Reference; 2012 [updated 2012 December 12, 2012; cited 2014 March 24]; Available from: www.webmd.boots.com/a-to-z-guides/chemical-burns.9.Schwartz SI. Principles of Surgery. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.10.Ming ALS, Constable IJ. Color atlas of Opthalmology. 3th ed.: World Science.11.Venkatesh R, Trivedi HL. Ocular trauma-Chemical Injuries. Bombay Hospital Journal. 2009;51(2):215-21.12.Solano J. Ocular Burns. WebMD LLC; 2013 [updated 2013 2013 June 25; cited 2014 March 24]; Available from: www.emedicine.medscape.com/article/798696-overview.13.Center TE. Chemical Eye Injury. 2013 [updated 2013 March 23; cited 2014 March 24]; Available from: www.theeyecenter.com/educational/0012.htm.14.Lang GK. A Pocket Textbook Atlas Ophthalmology. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2006.15.Adair TW, Dobersen MJ, Lear-Kaul K. Appearance of Chemical Burns Resulting from the Washing of a Deceased Body with Bleach. J Forensic Sci. 2007;52(3).16.Sheridan RL. Thermal Injuries. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Effell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2006.17.Kennedy CTC, Burd DAR, Creamer D. Mechanical and Thermal Injury. In: Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Texbook of Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2010.18.Lafferty KA. Smoke Inhalation Injury. WebMD; 2013 [updated 2013 August 26; cited 2014 March 24]; Available from: www.emedicine.medscape.com/article/771194-overview.19.Shepherd R. Simpson's Forensic Medicine. 12th ed. London: Arnold; 2003.20.Keh SM, Onyekwelu N, McManus K, McGuigan J. Corrosive injury to upper gastrointestinal tract: Still a major surgical dilemma. World Journal of Gastroenterology. 2006 August 28;12(32):5223-8.21.Forensic Toxicology. 2012 [updated 2012; cited 2014 March 24]; Available from: www.medicinembbs.blogspot.com/2011/09/forensic-toxicology.html.

15