Trauma Jaringan Lunak
-
Upload
phajardhini -
Category
Documents
-
view
621 -
download
234
description
Transcript of Trauma Jaringan Lunak
PERDARAHAN
Perdarahan adalah keadaan darah keluar dari pembuluh darah. Perdarahan
mungkin merupakan komplikasi yang paling ditakiuti, karena oleh dokter maupun
pasiennya dianggap mengancam kehidupan. Bermacam-macam tes laboratorium
bisa mengkonfirmasikan masalah untuk mengidentifikasi bagian khusus yang
menyebabkan kegagalan mekanisme pembekuan darah.( Pedersen,1996 )
Perdarahan/bleeding secara teknis dikenal sebagai haemorrhaging atau
haemorrhaging yang berarti kehilangan darah atau keluarnya darah dari sistem
sirkulasi karena pembuluh tersebut mengalami kerusakan.
1. Klasifikasi Perdarahan
1.1. Menurut pembuluh darah yang terkena
a. Perdarahan arteri
Darah keluar berwarna merah cerah/terang karena mengandung
oksigen dan keluar mengikuti denyutan jantung.
b. Perdarahn vena
Darah keluar berwarna merah gelap karena kurang mengandung
oksigen dan keluar terus menerus secara perlahan.
c. Perdarahan kapilary
Darah keluar secara merembes.
1.2. Menurut waktu terjadinya perdarahan
a. Perdarahan primer
Terjadi pada waktu terputusnya pembuluh darah karena trauma
atau operasi.
b. Perdarahan intermediate
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam.
c. Perdarahan sekunder
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam.
1.3. Menurut lokasi terjadinya perdarahan
a. Perdarahan eksternal
Perdarahan yang bisa dilihat dengan mudah dan berlaku
pada/melalui lapisan kulit.
b. Perdarahan internal
Darah tidak keluar tapi masuk kejaringan sekitarnya. Tanda-tanda
perdarahan internal seperti adanya tanda-tanda bengkak pada kulit,
kulit pucat, kebiruan (cynose) pada bibir dan kuku,darah mungkin
keluar dari rongga yang terbuka, muntah darah.
2. Etiologi dan Penatalaksanaanya
Menurut Archer ( 1961 ) penyebab perdarahan abnormal dapat terjadi secara
mekanis dan biokimiawi.
a. Perdarahan Mekanis
Perdarahan mekanis yaitu perdarahan yang berasal dari berbagai
ukuran pembuluh darah yang terluka yang tak dapat berhenti
karena bekuan darah tidak dapat terbentuk atau karena bekuan
darah yang sudah terjadi pecah atau lepas dari ujung pembuluh
yang terbuka. Biasanya disebabkan karena ukuran pembuluh darah
dan kecepatan darah (arteri dan vena), atau karena jumlah
pembuluh darah kecil dan trauma pasca operasi yang diterima oleh
kapiler. Contohnya perdarahan pada ekstraksi gigi, insisi jaringan
lunak.
b. Perdarahan Biokimiawi
Perdarahan biokimiawi adalah abnormalitas elemen darah atau
sistem vaskular yang menghambat pembentukan bekuan darah dan
organisasi darah normal. Perdarahan biokimiawi ditemui pada
hemophilia, gangguan hepar, dan kelainan darah, hipertensi, dan
infeksi jaringan seperti pada pyorrhoe alveolaris.
Penatalaksanaannya:
1) Perdarahan primer
Perdarahan dari dalam tulang diatasi dengan:
a. Elektrokoagutor
Elektrokoagulator berguna untuk membekukan darah pada kapiler
dan vena dalam pembedahan dan untuk menghisap keluar darah
dan cairan yang keluar.
b. Aplikasi bone wax
Bone wax terbuat dari beeswax yang mengandung agen pelunak
seperti parafin. Bone wax digunakan untuk menghentikan
pendarahan selama prosedur pembedahan. Bone wax digunakan
dengan cara mengoleskannya di ujung tulang yang mengalami
perdarahan kemudian lubang tersebut akan tertutup.
Perdarahan dari jaringan lunak
Perdarahan dari arteri dan vena dapat ditangulangi dengan:
a. penjepitan dengan arteri klem
b. penjahitan
c. elektrokoagulator
Perdarahan kapiler dari tulang/jaringan lunak diatasi
a. Dengan tekanan tampon + larutan adrenalin.
b. Perdarahan juga akan berhenti apabila flap telah dijahit.
3. Perdarahan Akibat Komplikasi Pencabutan Gigi dan Perawatannya
Respon dari tubuh berupa pendarahan sebenarnya merupakan hal yang
wajar tetapi ketika pendarahan tersebut telah berlebihan maka hal tersebut
yang baru dinamakan dengan komplikasi dari pencabutan. Komplikasi
akibat pendarahan dapat di golongkan dalam intraoperatif ataupun pasca-
operatif. Sebenarnya pendarahan banyak di tautkan dengan kesalahan dari
prosedur pembedahan yang tidak sebetulnya benar karena banyak faktor
yang mempengaruhi terjadinya pendarahan yang berlebihan. Hal tersebut
sebenarnya dapat berasal dari adanya penyakit sistemik yang menyertai
ataupun dapat berasal dari kebiasaan pasien yang mendukung terjadinya
pendarahan tersebut.
a. Komplikasi Intraoperative
Komplikasi berupa pendarahan merupakan hal yang paling di
takuti karena hal tersebut berhubungan dengan keselamatan pasien
dan memerlukan respon yang cepat. hemophilia merupakan salah
satu hal yang dapat menyebabkan pendarahan tetapi terjadinya
komplikasi pendarahan jarang terjadi karena itu karena dokter
biasanya sudah mengetahui apakah pasien tersebut menderita
hemophilia atau tidak. Hal-hal yang paling sering terjadi
pendarahan karena kebiasaan pasien yaitu alkoholik yang
menderita sirosis, ataupun pasien yang minum aspirin dosis tinggi
atau agen anti-radang yang lain yang nonsteroid. Menghubungi
dokter umum pasien sebelum dilakukan perawatan gigi merupakan
hal yang sangat di anjurkan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan.
Pencegahan
Menghindari pembuluh darah, pengetahuan dari dokter gigi tentang
bagian dari tubuh yang terdapat pembuluh darah dapat sangat
membantu kita untuk menghindari terjadinya pendarahan pada
arteri atau vena. Regio-regio resiko tinggi yaitu palatum dengan
a.palatina mayor, vestibulum bukal mayor bukal mayor a.fasialis,
margo anterior ramus mandibula yang merupakan jalur perjalanan
dari a.buccalis dan region apical molar ketiga yang terletak dekat
dengan a.alveolaris inferior. Regio anterior mandibula juga
merupakan sumber pendarahan karena vaskularisasi yang
melimpah. Keadaan yang lain yang dapat menyebabkan
pendarahan yaitu hemangioma dan malformasi arterovenous.
Perawatan
Tindakan yang dapat di lakukan yaitu:
a) Tekanan adalah tindakan segera, baik tekanan dengan
tangan atau tekanan tidak langsung dengan perban.
b) Menutupnya dengan spon kasa atau gelfoam bertekanan.
c) Klem atau pengikatan digunakan untuk mengontrol
pendarahan dari pembuluh darah.
d) Klip hemostatik, digunakan untuk mengontrol pendarahan
dari pembuluh yang sulit diikat.
e) Elektrokauterisasi untuk pendarahan dari pembulu yang
kecil, atau dari rembesan.
b. Komplikasi Pasca Bedah
Pemeriksaan sistemik, pendarahan dari alveolar dalam 12-24 jam
pertama merupakan hal yang normal. Penekanan oklusal dengan
menggunakan kasa merupakan jalan terbaik karena metode ini
dapat merangsang pembekuan darah yang stabil. jika pendarahan
terus berlanjut melebihi 450 ml maka harus di lakukan langkah-
langkah perawatan lebih lanjut. Hal yang harus dilakukan terlebih
dahulu adalah memeriksa tanda-tanda vital (denyut nadi,
pernafasan, dan tekanan darah) jika pasien mengalami shock maka
harus di bawa kerumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Tetapi
jika pasien dalam kondisi stabil maka suction dan penerangan
merupakan syarat utama, apabila bagian mengalami pendarahan
telah di temukan dilakukan anastesi lokal supaya perawatan tidak
menyakitkan. Bekuan darah dibersihkan dan dikeringkan apabila
pendarahan berasal dari dinding tulang maka alveolus diisi dengan
sponge gelatin atau sponge kolagen mikrofibrilar di pertahankan
ditempatkan dengan jahitan. Suntikan intravascular dengan
thrombin topical tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan
thrombosis yang fatal. sebelum pasien di periksa lagi apabila
pendarahan berasal dari jaringan lunak (biasanya tepian flap) maka
tekan dengan sponge bedah, jika gagal maka harus dilakukan
pengikatan.
Hematoma merupakan pendarahan setempat yang membeku dan
membentuk massa padat. Kadang-kadang pendarahan sesudah
pencabutan dengan tang atau pencabutan gigi dengan pembedahan
internal. Pendarahan ini dapat diatasi dengan tampon. hematoma
bermula sebagai pembengkakan rongga mulut atau fasial atau
keduanya yang sering bewarna merah atau biru. cara mengatasi
dengan memberika penjelasan mengenai kejadian tersebut dan
menunggu kembali ke normal dalam beberapa hari.
Terapi Standar Perdarahan Pasca Pencabutan
a. Perdarahan Primer
1. Bersihkan luka,
2. lihat asal perdarahan
Perdarahan dari tulang :
1. Masukan kasa steriL
2. Tekan/gigit 5' - 10',
3. kalau tidak berhenti masukan spongiostan tutup kasa steril dan gigit 15'
- 30',
4. atau masukan kasa steril yang telah dibubuhi larutan adrenalin kedalam
soket dan pasien disuruh menggigit selama 30 menit.
Perdarahan dari ginggiva :
1. pasien disuruh menggigit tampon steriI 5' - 10',
2. kalau tindakan ini tidak berhasil letakan tampon steril yang dibasahi
larutan adrenalin & gigit selama 5' -10'.
3. Tulang dinding soket lingual dan bukal dipotong lalu ginggiva dijahit.
b. Perdarahan Sekunder
Perdarahan dari ginggiva:
1. Bila jahitan lepas / kendur: Beri anestesi lokal, Jahit matras
2. Tekan dengan tampon steril yang dibasahi larutan vasokontriktor/gigit
selama 5' - 10', kemudian periksa kembali. Bila masih berdarah lakukan
penjahitan, bisa jahitan matras atau jahitan angka 8. Pada umumnya
dengan penjahitan ini perdarahan akan berhenti .
Perdarahan dari soket gigi :
1. Terapinya sama dengan perdarahan primer tsb diatas, tapi bisa juga
digunakan cara membubuhkan tampon steril kedalam soket yang telah
dibasahi larutan vasokonstriktor. Kemudian dilakukan penjahitan pada
gusi diatas tampon untuk menahan tampon selam 24 jam.
2. Keesokan harinya tampon harus diangkat untuk menghindarkan
infeksi,
3. Terapi sistemik diberikan untuk membantu menghentikan perdarahan
dan mencegah infeksi dengan antibiotik yang tepat dan adekuat.
Obat-obat Hemostatik
1. Obat hemostatik spesifik:
Digunakan untuk kelainan perdarahan herideter yaitu hemofilia, penyakit Von
Willierbrand dan penyakit Christmas:
a. AHF(anti hemophilic factor): AHF merupakan pengobatan pengganti
untuk penderita hemofilia berat, juga diperlukan bila ada perdarahan aktif.
b. Faktor IX: Pengobatan pada defisiensi faktor IX biasanya adalah fresh
frozen plasma atau komplek factor IX murni. Efek samping yang umum
dari preparat ini adalah penularan virus hepatitis dan AIDS.
c. (Desmopresin): Merupakan suatu derivat vasoperin yang ternyata dapat
meningkatkan aktifitas factor VIII pada hemofilia dan penyakit Von
Willebrand dan tidak beresiko penularan penyakit.
2. Obat hemostatik lokal
a. Merupakan obat hemostatik yang banyak digunakan dalam kedokteran
gigi karena perdarahan yang terjadi pada umumnya disebabkan faktor
lokal.
b. Preparat ini dapat menghentikan perdarahan dengan pembentukan bekuan
artifisial atau karena adanya matriks mekanik yang mempercepat
pembekuan.
c. Preparat ini adalah absorbable gelatin sponge, oxidized cellulose dan
trombin yang termasuk dalam absorbable hemostatic agent.
Perdarahan Akibat Kelainan Sistemik pada Rongga Mulut
Beberapa penyakit sistemik yang memicu terjadinya perdarahan
1. Penyakit kardiovaskuler
Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan
darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong
sehingga terjadi perdarahan.
2. Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor,
pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat,
pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita
menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat
tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga
ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti
obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga
dapat menyebabkan perdarahan.
3. Hemofilli
Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor
VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX.
Sedangkan pada von Willebrand’s disease terjadi kegagalan pembentukan platelet,
tetapi penyakit ini jarang ditemukan.
4. Diabetes Mellitus
Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga
penyembuhan luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN akan
menurun, diapedesis dan kemotaksis juga terganggu karena hiperglikemia
sehingga terjadi infeksi yang memudahkan terjadinya perdarahan.
5. Malfungsi Adrenal
Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma
Cushing) sehingga menyebabkan diabetes dan hipertensi.
6. Pemakaian obat antikoagulan
Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin)
menyebabkan PT dan APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi terlebih
dahulu dengan internist untuk mengatur penghentian obat-obatan sebelum
pencabutan gigi.
Pencegahan kemungkinan komplikasi perdarahan karena faktor-faktor sistemik
1. Anamnesis yang baik dan riwayat penyakit yang lengkap. Kita harus mampu
menggali informasi riwayat penyakit pasien yang memiliki tendensi perdarahan
yang meliputi :
- bila telah diketahui sebelumnya memiliki tendensi perdarahan
- mempunyai kelainan-kelainan sistemik yang berkaitan dengan gangguan
hemostasis (pembekuan darah)
- pernah dirawat di RS karena perdarahan
- spontaneous bleeding, misalnya haemarthrosis atau menorrhagia dari penyebab
kecil
- riwayat keluarga yang menderita salah satu hal yang telah disebutkan di atas,
dihubungkan dengan riwayat penyakit dari pasien itu sendiri
- mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti antikoagulan atau aspirin
- Penyebab sistemik seperti defisiensi faktor pembekuan herediter,misalnya von
Willebrand’s syndrome dan hemofilia
Kita perlu menanyakan apakah pasien pernah diekstraksi sebelumnya, dan
apakah ada riwayat prolonged bleeding (24-48 jam) pasca ekstraksi. Penting
untuk kita ketahui bagaimana penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi
sebelumnya. Apabila setelah diekstraksi perdarahan langsung berhenti dengan
menggigit tampon atau dengan penjahitan dapat disimpulkan bahwa pasien tidak
memiliki penyakit hemoragik. Tetapi bila pasca ekstraksi gigi pasien sampai
dirawat atau bahkan perlu mendapat transfusi maka kita perlu berhati-hati akan
adanya penyakit hemoragik. Bila ada riwayat perdarahan dalam (deep
haemorrhage) didalam otot, persendian atau kulit dapat kita curigai pasien
memiliki defek pembekuan darah (clotting defect). Adanya tanda dari purpura
pada kulit dan mukosa mulut seperti perdarahan spontan dari gingiva, petechiae .
Perdarahan Akibat Trauma pada Rongga Mulut
Perdarahan traumatik disebabkan oleh beberapa jenis cedera. Ada berbagai
jenis luka yang dapat menyebabkan perdarahan traumatik. Ini termasuk:
Pola cedera, evaluasi dan perawatan akan bervariasi dengan mekanisme
cedera. Trauma tumpul menyebabkan cedera melalui efek shock; memberikan
energi selama suatu daerah. Luka sering terlihat dan merusak kulit secara
signifikan. Ketika diberikan energi kembali yang lebih besar dan terfokus pada
luka trauma ini, akan memerlukan energi yang lebih sedikit menyebabkan cedera
signifikan pada luka trauma ini. Setiap organ tubuh, termasuk tulang dan otak,
dapat terjadi pendarahan. Pendarahan mungkin tidak dapat dengan mudah terlihat;
organ dalam seperti hati, ginjal dan limpa dapat berdarah ke dalam rongga
abdominal. Pendarahan dari lubang tubuh, seperti pada anus, hidung, telinga
mungkin sinyal perdarahan, tetapi tidak dapat selalu menjadi acuan.
Perdarahan akibat Infeksi pada Rongga Mulut
Pencegahan
Pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses infeksi akut, yaitu
perikoronitis atau abses. Terapi antibiotic yang sesuai (kadar penisilin terapetik
dalam darah dicapai 1 jam sesudah pemberian secara oral) dan apabila
diindikasikan, insisi dan drainase digunakan untuk mengontrol keadaan akut.
Profilaksis sebelum pencabutan (scalling) yang dilakukan 2 – 3 hari sebelum
pencabutan gigi, merupakan cara efektif untuk mengurangi kontaminasi local.
Edema versus Infeksi
Infeksi pasca bedah, abses, atau selulitis bias terjadi pada awal atau
bersamaan dengan edema. Infeksi biasanya diikuti oleh peningkatan rasa sakit,
lemas, dan demam. PerkAembangan fluktuan merupakan tanda yang jelas dari
adanya pernanahan.
Leukositosis (jumlah sel darah putih yang melebihi 10.000) dan meningkatkan
laju sedimentasi eritrosit biasanya menunjukkan adanya infeksi. Apabila ada tanda
tersebut, maka perlu dilakukan tindakan untuk merawat infeksi yaitu terapi
antibiotic serta tindakan pembedahan.
Trismus yang Persisten
Trismus yang persisten sesudah pencabutan gigi jarang terjadi. Penyebab
yang sering adalah infeksi, yang termanifestasi sebagai miositis kronis yaitu
radang otot pengunyahan terutama masseter.
Reduksi rentang gerakan mandibula yang serupa dapat terjadi pada spasme otot
yang akut atau kelainan susunan internal dari sendi temporomandibula yang akut.
Jika terbukti ada infeksi, yaitu adanya pembengkakan, nyeri, demam, lemas, maka
diperlukan terapi dengan antibiotic.
TRAUMA JARINGAN LUNAK
Sejumlah besar dental trauma berhubungan dengan luka pada bibir,
gingiva, dan mukosa oral. Sepertiga dari semua pasien cedera oral dirawat
pada keadaan dental emergensi dan lebih dari setengah semua pasien yang
dirawat di rumah sakit pada keadaan darurat berhubungan dengan cedera pada
jaringan lunak (Anderson and Andreasen, 2003).
Gigi geligi terlindung oleh bibir. Energi trauma akan diserap oleh jaringan
lunak sehingga cedera pada gigi tidak terlalu parah. Namun, hal ini akan
mengakibatkan berbagai jenis trauma pada jaringan lunak tergantung dari
kekuatan, bentuk dan ukuran dari benda yang menyebabkan trauma (Anderson
and Andreasen, 2003).
Apalagi, ketika seorang pasien mengalami trauma, gigi juga bisa
menyebabkan cedera pada jaringan lunak sekitarnya, yang paling sering
ditemukan yaitu menembus ke bibir, tapi terkadang juga tembus pada pipi dan
lidah. Ketika gigi dislokasi, gingival sewaktu-waktu akan robek (Anderson and
Andreasen, 2003).
Pengobatan utama yang tidak benar akan menyebabkan bekas luka yang
buruk (Anderson and Andreasen, 2003).
2.1 Etiologi Trauma Jaringan Lunak
1. Mekanis
Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi
yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan
jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah. Selain
tergigit, trauma jaringan lunak juga bisa disebabkan karena adanya pukulan atau
hentakan keras yang tiba-tiba pada daerah di sekitar rongga mulut seperti
contohnya tamparan atau luka karena tonjokan.
Penyebab lain juga bisa di dapat dari iritasi pada pemakaian gigi tiruan, entah
dikarenakan gigi tiruan yang sudah tidak baik keadaannya atau memang dari
awalnya gigi tiruan tersebut tidak memiliki bentuk yang sesuai dengan keadaaan
rongga mulut pasien sehingga menyebabkan luka atau iritasi.
2. Kimia
Ada beberapa zat kimia yang bisa menyebabkan luka atau cedera pada rongga
mulut, luka yang dihasilkan biasanya menyerupai luka bakar. Penyebab yang
paling sering di kedokteran gigi adalah penggunaan aspirin, fenol serta zat kimia
seperti asam asetil salisilat dan sodium hipoklorit.
3. Radiasi
Radiasi memang memiliki efek yang cukup signifikan pada keadaan rongga
mulut. khususnya bagai pasien yang sedang menerima terapi radiasi pada daerah
leher kepala. Risiko dari radiasi leher kepala memang lebih terprediksi dibanding
kemoterapi namun risikonya bisa lebih parah dan menyebabkan perubahan
jaringan secara permanen serta komplikasi kronis seperti nekrosis jaringan lunak
rongga mulut.
2.2 Jenis-Jenis Luka (Anderson and Andreasen, 2003)
Luka jaringan lunak biasanya diklasifikasikan ke dalam kelompok tertentu dan
karakteristiknya. Luka dapat dilihat secara ekstra oral (kulit) atau intra oral
(gingival dan mukosa oral).
1. Abrasi
Abrasi adalah luka superfisial yang dihasilkan karena adanya gesekan dan
kikisan pada kulit atau mukosa yang meninggalkan lecet, perderahan
permukaan. Luka ini biasanya terlihat pada kaki dan lengan anak-anak dan
pada region oral biasa terkena pada bibir, dagu, pipi, atau ujung hidung.
Friksi antara objek dan permukaan jaringan lunak menghilangkan lapisan
epitel dan lapisan papilla dermis, dan lapisan reticular dermis. Abrasi
superfisial cukup nyeri karena ujung saraf terminal terpapar.
2. Kontusi
Kontusi adalah memar yang biasanya dihasilkan sebagai akibat benda
tumpul/kasar dan biasanya menyebabkan hemoragi subkutan atau
submukosa pada jaringan. Kontusi dapat disebabkan oleh efek
pengganggu seperti fraktur tulang pada luka maksilofasial. Oleh karena
itu, kontusi mengindikasikan adanya fraktur tulang di bawahnya.
3. Laserasi
Laserasi adalah luka dangkal atau dalam pada kulit atau mukosa yang
merupakan hasil dari sobekan dan biasanya dihasilkan oleh benda tajam
atau gigi yang berpenetrasi ke jaringan lunak. Laserasi melibatkan jaringan
epitel dan subepitel dan jika lebih dalam mungkin menghambat pembuluh
darah, saraf, otot, dan melibatkan kelenjar saliva. Laserasi paling banyak
di region oral yang disebabkan oleh trauma dapat terlihat pada bibir,
mukosa oral dan gingival. Lidah jarang terlibat.
Gambar Laserasi through and through disebabkan karena benturan yang
mendorong bibir ke dalam sehingga terhimpit oleh protesa rahang atas
yang patah (Pedersen, G., 1996).
4. Avulsi
Avulsi (kehilangan jaringan) jarang terjadi tetapi dapat terlihat dengan
luka gigitan atau abrasi yang dalam. Luka ini merupakan luka kompleks
dilihat dari penanganan fase emergency karena keputusan harus dibuat
apakah memotong dan menutup secara primer defek dengan cangkokan
primer (jika defek mayor) atau menunggu untuk sembuh dengan
sendirinya (jika defek minor).
Gambar Avulsi total pada gigi di cegah dengan arch wire labial (Pedersen,
G., 1996).
2.3 Perawatan Luka (Pedersen, G., 1996)
Pertolongan pertama pengobatan untuk semua luka terdiri dari mengendalikan
aliran darah, mengobati untuk shock, dan mencegah infeksi. Ketika
memberikan pertolongan pertama kepada korban dengan beberapa luka,
pertama, tangani/obati luka-luka yang tampak mengancam nyawa.
1. Integrasi/ tahapan perawatan
Perawatan cedera jaringan lunak orofasial diintegrasikan tidak hanya
dengan perawatan untuk cedera lain pada regio orofasial tetapi juga
dengan perawatan untuk cedera pada regio yang lain. Prinsip umum dalam
merencanakan perawatan cedera orofasial adalah hukum dari dalam
keluar, yang mengandung pengertian bahwa luka yang terletak lebih dalam
dirawat terlebih dahulu, misalnya fraktur, kemudian disusul dengan
mukosa labial dan oral, dan terakhir kulit. Kondisi-kondisi yang
mengancam kehidupan dirawat terlebih dahulu. Misalnya eksplorasi perut
diindikasikan untuk perawatan segera. Alternatifnya adalah (1) melakukan
pembedahan orofasial bersamaan, (2) ditunda sampai pembedahan perut
selesai dilakukan, atau (3) ditunda sampai waktu berikutnya. Kondisi
keseluruhan dari pasien dan kemampuan untuk menerima anestesi dalam
waktu yang lama mempengaruhi keputusan untuk menunda atau
meneruskan perawatan. Kadangkala dicapai suatu kompromi, dan
perawatan darurat dilakukan terlebih dahulu, sedangkan perawatan
definitif ditunda.
2. Pertimbangan kosmetik
Faktor terpenting dalam perawatan luka orofasial adalah pertimbangan
kosmetik. Hasil yang paling baik akan dicapai apabila perawatan
dilakukan 12-24 jam setelah kejadian (golden period). Tetapi penutupan
primer bisa ditunda 2-3 hari dan memberikan hasil yang baik apabila tidak
terjadi infeksi pada luka tersebut.
3. Persiapan
Sebelum tindakan bedah dilakukan, luka-luka pada wajah dipersiapkan
dengan membersihkannya menggunakan sabun anti kuman dan kasa.
Diikuti dengan irigasi larutan saline steril. Untuk melakukan pencucian
atau /pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti :
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2) Halogen dan senyawanya seperti yodium, povidon yodium,
klorhesidin.
3) Oksidansia (kalium permanganat, perhidrol)
4) Logam berat dan garamnya (merkuri klorida, merkurokrom)
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
Dalam proses pencucian atau pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan
cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan
sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan.
Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan
aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas
ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal
Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan
cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal.
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari
terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris. Beberapa
langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi
lokal
5) Bila perlu lakukan penutupan luka
Luka tersebut mungkin mengalami perdarahan, untuk itu bisa dikontrol
dengan penekanan atau pengkleman. Daerah itu kemudian diusap dengan
lap bersih. Pada perawatan luka wajah, pembersihan dilakukan seminimal
mungkin. Hanya jaringan yang benar-benar nekrotik saja yang dibuang
(kehitaman/biru keabu-abuan), dan hanya jaringan yang nyata-nyata
kurang mendapat suplai darah yang dieksisi. Kedalaman luka diperiksa
untuk melihat kemungkinan adanya luka pada saraf, duktus saliva atau
pembuluh darah yang besar. Saraf dan duktus bisa direanastomosis dengan
teknik khusus, sedangkan pembuluh besar bisa diklem atau diikat untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perdarahan pasca-bedah. Perlu
dilakukan pembentukan tepi luka seminimal mungkin, misalnya tepi eksisi
yang bergerigi, atau tepi miring, atau sayatan berbentuk pintu jebakan
(trap door) yang tipis.
4. Penutupan berlapis (layer technique)
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang
dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat
dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam
atau per tertiam.
Luka ditutup lapis demi lapis, dimulai dari bagian dalam dan berakhir pada
permukaan, dengan setiap saat berusaha untuk tidak membuat rongga dead
space. Jahitan terputus (interupted) bagian dalam dilakukan dengan
benang yang bisa diabsorbsi ukuran 3-0 atau 4-0 (gut/polygly-colic acid).
Penutupan subkutan dilakukan dengan benang yang bisa terabsorbsi
dengan teknik jahitan interupted terbalik yakni simpul menjauhi kulit.
Akhirnya kulit ditutup dengan jahitan interupted yang sedikit terbalik
menggunakan benang yang tidak bisa diabsorbsi, yakni nilon
monofilamen. Dermis kadang-kadang dijahit dengan teknik subkutikular
kontinu menggunakan benang yang tidak bisa diabsorbsi (Gb. 10-7).
Jahitan pada kulit dilepas pada hari keempat atau kelima untuk mencegah
terjadinya jaringan parut. Jaringan parut akan tetap aktif misalnya
eritematus atau vascular selama 4-6 bulan. Perbaikan biasanya baru
dilakukan setelah jaringan parut masak, yakni apabila elemen fibrus
mendominasi elemen vascular.
Keterangan gambar :
A. Apabila kulit ditutup, jahitan interupted mula-mula dilewatkan
vertical, kemudian horizontal terhadap permukaan dan akhirnya
vertical kembali. Bagian yang vertical dan horizontal mempunyai
panjang yang sama, dan akan mengakibatkan sedikit lipatan balik
(eversi).
B. Bila digunakan teknis mattress vertical maka akan menimbulkan
eversi lebih besar pada tepi kulit.
C. Metode subkutikular menghasilkan tepi kulit yang mulus atau sedikit
eversi.
5. Luka pada rongga mulut
Penutupan luka pada rongga mulut (oral) mengikuti aturan dari dalam
keluar. Karena proses penyembuhan tulang pada fraktur rahang biasanya
mengganggu sebagian jahitan, kadang penutupan luka lebih baik ditunda
sampai setelah penanganan fraktur. Luka through and through ditutup pada
mulanya dengan mendekatkan permukaan mukosal (watertight)
menggunakan gut (3-0 atau 4-0 chromic) dengan jahitan kontinyu, kemudian
diikuti penjahitan lapis demi lapis setelah kulit dipersiapkan. Luka lingual
dijahit lapis demi lapis yakni mula-mula lapisan yang paling dalam (lapisan
otot), kemudian submukosa, dan akhirnya mukosa dorsal atau ventral atau
keduanya dengan menggunakan benang yang dapat diabsorbsi. Edema lingual
ditangani dengan aplikaksi dingin (kompres es) dan terapi steroid apabila
tidak ada kontraindikasi untuk terapi ini. Apabila ada kemungkinan terjadi
edema lingual, maka fiksasi maksilomandibular ditunda. Luka-luka mulut
yang luas, ditandai dengan pengelupasan/terpaparnya permukaan tulang
dibawahnya, dapat dirawat dengan pembalut tekanan sesudah penutupan,
untuk mencegah terbentuknya rongga dead space dan menghindari
terbentuknya hematom. Luka gingival mungkin memerlukan penjahitan tetapi
mungkin pula tidak. Apabila tidak ada flap yang berlebihan, atau apabila
tulang tidak terpapar, boleh tidak dilakukan penjahitan.
Sumber :
Andreasen, J.O., et al. 2003. Traumatic Dental Injuries-A Manual, 2nd ed.
Blackwell : Munksgaard.
Pedersen G. 1996. Buku Aja Bedah Mulut. Alih Bahasa : Purwanto.
Jakarta : EGC