trauma centre
Transcript of trauma centre
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional,
telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan
ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan penduduk serta
meningkatkan umur harapan hidup bangsa Indonesia.
Dengan meningkatnya populasi lansia akan menyebabkan konsekuensi
berupa besarnya biaya kesehatan. Adat budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan
lansia adalah merupakan figur yang dihormati dan merupakan sumber daya yang
bernilai tentang pengetahuan dan pengalaman hidup serta kearifan yang dimiliki
masih dapat dimanfaatkan.
Saat ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta
dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai
1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia
lebih kurang 1000 orang per hari. Pada tahun 1985 dan diperkirakan 50 % dari
penduduk berusia diatas 50 tahun sehingga istilah “baby bom” pada masa lalu
berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia.
Orang lanjut usia (lebih 55 tahun), di Indonesia tahun 2000 sebanyak
22,2 juta atau sebanyak 10 % dari total penduduk dan diperkirakan jumlah
tersebut meningkat pada tahun 2020 menjadi 29,12 juta atau 11,0 %. Peningkatan
tersebut berkaitan dengan meningkatnya umur harapan hidup dari 65 – 70 tahun
pada 2000 menjadi 70 – 75 pada tahun 2020. (Boedhi Darmojo,2000)
Berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan meningkatnya umur
harapan hidup akan memberikan dampak meningkatnya masalah kesehatan
terutama yang berkaitan dengan proses degeneratif. Keadaan ini akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri.
Data-data tentang tingkat kekerasan terhadap lansia di Indonesia
berdasarkan hasil survei di 10 ibukota propinsi di Indonesia, dengan kekerasan
1
2
fisik berupa tamparan sebesar 17,43%, kekerasan psikologis berupa dibentak
sebasar 31,36 %, Kekerasan sosial berupa perlakuan tidak adil sebesar 67,33 %,
sementara kekerasan ekonomi berupa penelantaran sebesar 68,55 %. (Nahar
dalam Syamsuddin, 2002).
Oleh karena hal itulah diperlukan suatu pendekatan penanganan trauma
pada lansia secara holistik. Program Departemen Sosial yang dikenal dengan
Trauma centre yang mulai berjalan, perlu memiliki penanganan trauma dengan
pelibatan keluarga melalui pendekatan eklektik holistik. Sehingga diharapkan
mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.
Para ahli memproyeksikan pada tahun 2020 mendatang usia harapan
hidup kaum Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia menjadi 71,7 tahun dengan
perkiraan jumlah lansia menjadi 28,8 juta jiwa atau (11,34%). Berarti jumlah
kelompok penduduk lansia di Indonesia akan semakin besar. Sedangkan di Jawa
Timur dari jumlah penduduk 34 juta jiwa tahun 2003, diproyeksikan sampai pada
tahun 2005, jumlah lansia mencapai 3.740.000 jiwa atau (11%). Jumlah lansia
berdasarkan data d-infokom Jawa Timur yang ada pada Th 2000 sebesar 3,25 juta
jiwa atau (9,36%), yang pada tahun 2003 meningkat menjadi 3,59 juta jiwa atau
(9,45%).
Untuk mengantisipasi berbagai dampak yang mungkin timbul akibat
proses penuaan penduduk, pemerintah telah mengupayakan sejak dini dengan
harapan peningkatan kesejahteraan lansia melalui peningkatan pengetahuan,
kemauan dan kemampuan fisik, mental spiritual agar lansia bisa hidup mandiri
dan tetap produktif.
B. Perumusan Masalah
Bagaimanakah pengembangan Trauma centre lansia jika menggunakan
peran serta keluarga dalam penanganan trauma pada lansia melalui pendekatan
eklektik holistik?
3
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Umum
Memaparkan metode penanganan trauma pada lansia berbasis keluarga
dengan pendekatan eklektik holistik.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan masukan kepada pemerintah berupa program penanganan trauma
berbasis keluarga
b. Memberikan masukan kepada pemerintah tentang penanganan trauma pada
lansia secara eklektik holistik.
3. Manfaat
a. Departemen Sosial
Departemen Sosial selaku pengambil kebijakan di sektor kesejahteraan
masyarakat agar mampu menetapkan suatu kebijakan dalam mengembangkan dan
mengoptimalkan pelaksanaan Trauma centre lansia.
b. Keluarga
Keluarga dapat mandiri dan aktif dalam menyukseskan Trauma centre
lansia untuk menangani trauma pada lansia sehingga kualitas hidup dan
kesejahteraan lansia meningkat.
c. Masyarakat
Masyarakat dapat ikut serta membantu pelaksanaan program Trauma
centre sehingga lebih perhatian dan menghargai keberadaan lansia.
D. Luaran yang diharapkan
Trauma centre yang berkembang di daerah uji coba diharapkan akan
menerapkan suatu metode penanganan trauma berbasis keluarga dengan
pendekatan eklektik holistik. Demikian juga Propinsi Jawa Timur akan segera
4
memiliki Trauma centre lansia berbasis keluarga dengan pendekatan eklektik
holistik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Trauma centre
a. Pengertian Trauma Centre
Pusat Penanganan Trauma Lanjut Usia Trauma centre adalah suatu
lembaga/unit pelayanan sosial di masyarakat yang menangani perlindungan sosial
lanjut usia yang mengalami trauma dan keluarganya, yang dapat melakukan
rujukan permasalahan lanjut usia kepada instansi terkait. (Syamsuddin, 2002)
b. Jenis Pelayanan Trauma Centre
Jenis pelayanan yang tersedia dalam Trauma centre, seperti: pelayanan
pendampingan oleh pekerja sosial, berupa bimbingan berdasarkan kedekatan,
seperti kegiatan resosialisasi dan rekreasi. Pelayanan kesehatan oleh tenaga medis
baik di Trauma centre maupun di lembaga kesehatan lainnya. Pelayanan
kesehatan harus termasuk pendidikan tentang kebersihan, makanan dan gizi.
Kegiatan rehabilitatif dan penyembuhan trauma, terdiri dari: pelayanan
psikososial dan konseling yang dilakukan oleh pekerja sosial dan psikolog, baik
secara perorangan maupun kelompok. Terapi untuk penyembuhan trauma yang
dilakukan oleh pekerja sosial, psikiater, terapis dan rohaniawan. Terapi dilakukan
dengan melihat beberapa reaksi dan gejala trauma yang dialami lansia, seperti :
merasa malu, luka batin, disorientasi, merasa takut, merasa bersalah, merasa
dihianati, rasa marah dan kehilangan kepercayaan. Advokasi dan pendampingan
4
5
hukum, kegiatan keagamaan, penelusuran keluarga oleh pekerja sosial dan
pelayanan kunjungan keluarga (Syamsuddin, 2002).
c. Pelaksanaan Pelayanan Trauma Centre pada Lansia
Setelah Pilot project Trauma centre bagi lansia yang dipercayakan
kepada LSM dan Pemda dianggap gagal, Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia
back to basic ke Panti-panti Werdha yang merupakan UPT Departemen Sosial.
Sosialisai pertama dilakukan di PSTW Gau Mabaji Gowa dan PSTW Budi
Darma Bekasi. Harapan terakhir program tersebut adalah bagaimana uji coba ini
dapat dijalankan oleh panti-panti Departemen Sosial dengan sukses. Departemen
sosial telah melakukan kegiatan sosialisasi Trauma centre di PSTW Gau Mabaji
Gowa yang diikuti 25 orang peserta yang berasal dari berbagai instansi.
(Syamsuddin, 2002)
2. Lansia
a. Pengertian Lansia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh
setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun
1998 adalah 60 tahun. Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia
meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
b. Perubahan / Regresi yang Terjadi pada Lansia
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara
6
fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
dan kurang gairah. Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai
organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus
sehat.
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan –
perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus.
Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka
timbul berbagai masalah (Raharjo, 1996).
c. Aspek Hukum Lansia
Produk hukum tentang lanjut usia dan penerapannya di suatu negara
merupakan gambaran sampai berapa jauh perhatian negara terhadap para lanjut
usianya. Sejak tahun 1965 di Indonesia diletakkan landasan hukum, yaitu
Undang-undang Nomor 4 tahun 1965 tentang Bantuan bagi Orang Jompo. Bila
dibandingkan dengan keadaan di negara maju, di negara berkembang perhatian
terhadap lanjut usia belum begitu besar (Hardywinoto, 1999).
Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang ada di Indonesia
yang langsung mengenai lanjut usia antara lain yaitu:
1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Ketentuan umum yang terdapat dalam undang-undang tersebut, memuat
pengertian lanjut usia, yaitu seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Asas peningkatan kesejahteraan lanjut usia adalah keimanan, dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan, keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan dalam perikehidupan. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada
lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan yang meliputi:
a) pelayanan keagamaan dan mental spiritual
b) pelayanan kesehatan
c) pelayanan kesempatan kerja
d) pelayanan pendidikan dan pelatihan
7
e) kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum
f) kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
g) perlindungan sosial
h) bantuan sosial
Pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan
suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan
sosial lanjut usia. Sedangkan pemerintah, masyarakat dan keluarga bertanggung
jawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. Upaya peningkatan kesejahteraan
sosial bagi lanjut usia, meliputi:
a) Pelayanan keagamaan dan mental spiritual, antara lain adalah pembangunan
sarana ibadah dengan penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia,
b) Pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya penyembuhan
(kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik,
c) Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam
penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan
perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus,
d) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, yang dalam hal ini pelayanan
administrasi pemberintahan, adalah untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk
seumur hidup, memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik
pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket perjalanan,
akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket untuk tempat rekreasi,
penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu
wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia.
d. Trauma yang Dapat Terjadi pada Lansia
Data-data tentang tingkat kekerasan terhadap lansia di Indonesia
berdasarkan hasil survei di 10 ibukota propinsi di Indonesia, dengan kekerasan
fisik berupa tamparan sebesar 17,43%, kekerasan psikologis berupa pembentakan
sebasar 31,36 %, kekerasan sosial berupa perlakuan tidak adil sebesar 67,33 %,
8
sementara kekerasan ekonomi berupa penelantaran sebesar 68,55 % (Syamsuddin,
2002).
3. Keluarga
a. Pengertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyarakat. Marilyn M. Friedmen (1998) mengatakan
bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-
masing yang merupakan bagian dari keluarga.
b. Fungsi keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut
(Marilyn M. Friedmen, 1998):
1) Fungsi Afektif (the affective function) adalah berhubungan erat dengan fungsi
internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan
fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga,
2) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (sosialization and sosial
placement fungction) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan
dengan orang lain di luar rumah. Keluarga merupakan tempat individu untuk
belajar bersosialisasi,
3) Fungsi Reproduksi (the reproductive function) adalah keluarga berfungsi
untuk meneruskan kelangsungan dan menambah sumber daya manusia.
Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini sedikit
terkontrol,
4) Fungsi Ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomis dan tempat untuk
9
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga,
5) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function),
yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Kemampuan keluarga dalam memberikan
asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan
keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan
tugas kesehatan berarti sanggup menyelesikan masalah kesehatan keluarga.
Indonesia membagi fungsi keluarga menjadi delapan dengan bentuk
operasional yang dapat dilakukan oleh setiap keluarga (UU No. 10 tahun 1992 jo
PP No. 21 Tahun 1994) antara lain:
1) Fungsi Keagamaan,
2) Fungsi Sosial Budaya,
3) Fungsi Kasih Sayang,
4) Fungsi Perlindungan,
5) Fungsi Reproduksi,
6) Fungsi Pendidikan dan Sosialisasi,
7) Fungsi Ekonomi,
8) Fungsi Pembinaan Lingkungan.
c. Peran Keluarga dengan Lansia
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan. Peran merupakan target yang diharapkan yang harus
dilakukan individu pada situasi tertentu untuk mencapai tujuan. Ada dua peran
keluarga yaitu:
1) Peran Formal, meliputi: suami, istri, orang tua, pengasuh, pemelihara rumah
dan seksual;
2) Peran Informal, meliputi: inisiator, dominator, koordinator, anggota
masyarakat.
10
Keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan lansia.
Peran keluarga dengan lansia (Mubarak. dkk, 2006):
1) menjaga dan merawat kondisi fisik anggota keluarga yang lanjut usia, tetap
dalam keadaan optimal atau produktif,
2) mempertahankan dan meningkatkan status mental pada lansia,
3) mengantisipasi adanya perubahan sosial dan ekonomi pada lansia,
4) memotivasi dan memfasilitasi lansia untuk memenuhi kebutuhan spiritual,
dengan demikian dapat meningkatkan ketaqwaan lansia kepada Tuhan YME.
d. Peningkatan Kesadaran Keluarga Melalui Dukungan Sosial
Setelah seseorang memasuki masa lansia, maka dukungan sosial dari
orang lain khususnya keluarga menjadi sangat berharga dan akan menambah
ketenteraman hidupnya. Namun demikian dengan adanya dukungan sosial
tersebut bukan berarti bahwa setelah memasuki masa tua, seorang lansia hanya
tinggal duduk, diam, tenang, dan berdiam diri saja. Untuk menjaga kesehatan
baik fisik maupun kejiwaannya lansia justru tetap harus melakukan aktivitas-
aktivitas yang berguna bagi kehidupannya. Lansia tidak boleh ongkang-ongkang,
enak-enak, dan semua dilayani oleh orang lain. Adapun komponen-komponen
dukungan adalah sebagai berikut (Sidiarto Kusumoputro dalam Kuntjoro, 2002):
1) Kerekatan Emosional (Emotional Attachment),
2) Integrasi sosial (Sosial Integration),
3) Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth),
4) Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance),
5) Bimbingan (Guidance),
6) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance).
4. Pendekatan Eklektik holistik
a. Pengertian Pendekatan Eklektik holistik
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia
sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis,
11
spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu
pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah, dalam bidang kesehatan jiwa
(mental health) disebut pendekatan eklektik holistik. Secara harfiah pengertian
eklektik adalah pemilihan yang terbaik dari berbagai sumber. Sedangkan holistik
dalah ciri pandangan yang menyatakan bahwa keseluruhan sebagai suatu kesatuan
lebih penting daripada satu-satu bagian organisme. Eklektik holistik dalam
pelayanan kesehatan yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien
semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang
menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan
menyeluruh (Kuntjoro, 2002).
b. Jenis Pendekatan
1) Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang
menitikberatkan perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi
pada lansia.
2) Pendekatan Sosial Budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan
perhatiannya pada masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi
lansia.
3) Pendekatan Psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang
menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif,
afektif, konatif dan kepribadian lansia secara optimal. (Kuntjoro, 2002).
B. Kerangka Berpikir
Penyebab Trauma LansiaLansia
Trauma MenurunTrauma Menurun
Trauma CentreTrauma Centre
TraumaTrauma
KeluargaKeluarga
Pendekatan eklektik holistik
Pendekatan eklektik holistik
12
Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat
berbagai macam penyebab trauma yang menyerang pada lansia. Trauma pada
lansia dapat bersumber dari keluarga. Dengan menggunakan pendekatan eklektik
holistik, yang dilaksanakan oleh keluarga dengan bantuan komponen trauma
centre, diharapkan upaya trauma centre berbasis keluarga dapat mengurangi
trauma pada lansia.
C. Perumusan Hipotesis
Trauma centre dengan pendekatan eklektik holistik yang berbasis keluarga
meningkatkan penanganan trauma pada lansia.
BAB III
METODE PENDEKATAN
Secara teoritis, penulisan karya tulis ini ini diperkuat dengan teori kajian–
kajian tentang pengertian Trauma centre, jenis pelayanan Trauma centre,
pelaksanaan pelayanan Trauma centre lansia, pengertian lansia, perubahan regresi
yang terjadi pada lansia, aspek hukum lansia, trauma yang dapat terjadi pada
lansia, pengertian keluarga, fungsi keluarga, peran keluarga dengan lansia,
peningkatan kesadaran keluarga melalui dukungan sosial, jenis pendekatan,
pengertian pendekatan eklektik holistik.
Jenis penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan analisa data
kualitatif Departemen Sosial, Dinas Sosial propinsi Jawa Timur, Dinas Infokom
Jawa Timur.. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai
sumber data terkait baik berupa media cetak maupun elektronik. Metode yang
Gambar: 1. Kerangka konsep pembentukan trauma centre berbasis keluarga dengan menggunakan pendekatan eklektik holistik
12
13
digunakan dalam penyajian data metode deskriptif dengan teknik analisa data
kualitatif.
Furchan (2004) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian
yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat
penelitian dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak ada
perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis
sebagaimana yang terdapat pada penelitian eksperiman.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan
dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada,
pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek
yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Dalam
penelitian ini hal yang akan dianalisis secara deskriptif adalah pengembangan
program Trauma centre lansia berbasis keluarga dengan pendekatan eklektik
holistik. Dalam hal ini, pelaksanaan Trauma centre masih berlangsung dan
efeknya belum terjadi. Penulis berusaha mengkaji program tersebut dan akan
memberikan masukan sesuai dengan hasil pengkajian yan dilakukan. Penelitian
ini tidak menggunakan uji hipotesis tetapi hanya memberikan gambaran hasil
analisis yang dijadikan sebagai hipotesis.
Jenis penelitian deskriptif yang digunakan adalah dengan analisis
dokumenter, dengan mengkaji data tentang pola kehidupan lansia dan keluarganya
dalam pelaksanaan Trauma centre. Analisis dokementer adalah studi ini sering
juga disebut analisis isi yang juga dapat digunakan untuk menyelidiki variabel
sosiologis dan psikologis (Furchan, 2004).
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Program Trauma centre Lansia
13
14
Trauma centre lansia merupakan salah satu usaha Departemen Sosial
dalam peningkatan kualitas dan kesejahteraan lansia sesuai perundangan yang
berlaku yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia. Trauma centre lansia ini dapat dikatakan sebagai pengembangan
Panti Wredha yang sebelumnya sudah ada.
Program-program yang dikembangkan oleh Trauma centre lansia di
daerah Gowa dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan lansia di daerah tersebut.
Jika program tersebut dapat berlangsung dengan berkelanjutan dan perbandingan
jumlah petugas Trauma centre lansia dengan jumlah lansia mencukupi maka
keberlangsungan Trauma centre akan stabil.
Jika para ahli memproyeksikan pada tahun 2020 mendatang usia harapan
hidup kaum Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia menjadi 71,7 tahun dengan
perkiraan jumlah lansia menjadi 28,8 juta jiwa atau (11,34%). Berarti jumlah
kelompok penduduk lansia di Indonesia akan semakin besar. Sedangkan di Jawa
Timur dari jumlah penduduk 3,4 juta jiwa tahun 2003, diproyeksikan sampai pada
tahun 2005, jumlah lansia mencapai 3.740.000 jiwa atau (11%). Data ini
menunjukkan bahwa Jawa Timur merupakan daerah yang dapat menjadi daerah
pengembangan Trauma centre lansia. Program Trauma centre lansia yang telah
dilaksanakan di daerah Gowa juga diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan
para lansia di daerah Jawa Timur.
Program Departemen Sosial yaitu Trauma centre lansia perlu mendapat
perhatian terkait dengan pelibatan keluarga dalam pelaksanaanya. Dalam hal ini
diperlukan sebuah pengembangan program yaitu Trauma centre lansia berbasis
keluarga dengan pendekatan eklektik holistik.
B. Pengembangan Trauma centre Lansia Berbasis Keluarga
Program-program yang telah dilaksanakan oleh Trauma centre
Departemen Sosial telah mencakup berbagai aspek dan melibatkan berbagai pihak
baik tenaga medis, psikiater, rohaniawan, sampai pekerja sosial tetapi sepertinya
masih ada komponen yang harus dilibatkan yaitu keluarga. Keluarga merupakan
15
suatu unit terdekat dari lansia yang harus sangat dilibatkan dalam menangani
masalah-masalah lansia. Meskipun sebenarnya sumber trauma terbesar lansia
adalah keluarga, tetapi justru keluarga sangat berpengaruh dalam mengatasi
masalah tersebut. Seberapa besar usaha yang dilakukan Trauma centre lansia jika
tanpa melibatkan keluarga lansia itu sendiri akan sulit memecahkan masalah
tersebut. Karena keluarga sumber masalahnya, maka akan lebih baik jika
diselesaikan juga dengan sumbernya tetapi tetap melibatkan pihak lain sebagai
pendamping, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang ada pada Trauma centre
lansia tersebut. Jadi, keluarga ditempatkan sebagai komponen yang paling utama
dalam mengatasi trauma pada lansia dan diharapkan menjadi teman sekaligus
tempat perlindungan lansia. Peran keluarga dengan lansia harus dijalankan
dengan maksimal. Pengembangan program Trauma centre lansia merupakan
gagasan yang sangat baik untuk menangani masalah-masalah yang dialami oleh
para lansia. Tentunya keberhasilan program yang dikerjakan oleh Trauma centre
lansia merupakan indikasi bahwa program ini dibutuhkan oleh para lansia. Jika
keberhasilan ini tidak diikuti oleh penyembuhan maksimal trauma pada lansia
maka efektivitasnya masih perlu dipertanyakan.
Pengembangan Trauma centre berbasis keluarga ini didasarkan pada
konsep keluarga itu sendiri. Keluarga dengan budayanya masing-masing
merupakan bagian yang penting dari lansia yang mengalami trauma. Anggota
keluarga dapat dikatakan orang-orang yang mengerti dan dapat memberikan
perawatan maksimal untuk lansia yang mengalami trauma. Jika Trauma centre
memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memberikan bantuan dan
merawat para lansia anggota keluarga mereka, maka efektifitas Trauma centre ini
akan semakin baik.
Keberhasilan keluarga dalam mencapai tujuannya tidak hanya ditentukan
oleh keberhasilan implementasi peran dan tugas keluarga. Faktor penting yang
menentukan keberhasilan keluarga dalam mencapai tujuannya adalah budaya
keluarga. Keunggulan suatu keluarga ditentukan pula oleh keunggulan budaya
yang berkembang dalam keluarga tersebut.
16
Budaya keluarga merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua
anggota keluarga. Sistem nilai tersebut telah dipelajari, diterapkan , dan
dikembangkan secara berkesinambungan. Sistem nilai tersebut menjadi perekat
dan acuan perilaku setiap anggota keluarga untuk mencapai tujuan yang
ditetapnkan. Bila keluarga dipandang sebagai suatu organisasi yang memiliki
struktur dan fungsi yang unik, budaya keluarga juga memiliki empat fungsi dasar
yaitu: sebagai identitas keluarga dan komitmen keluarga, alat yang menggerakkan
anggota keluarga, alat yang merekatkan antar anggota keluarga, dan mekanisme
control terhadap perilaku anggota keluarga. Agar mejadi keluarga yang sukses,
setiap anggota keluarga harus berjiwa korporat.
Setiap keluarga memiliki budaya sendiri-sendiri yang bersifat unik
karena setiap keluarga memiliki kepribadian yang khas. Dalam hal ini, budaya
suatu keluarga dapat bersifat stabil sepanjang waktu. Meskipun demikian, kondisi
keluarga itu sendiri tetap tidak pernah statis karena berbagai hal yang dialami,
misalnya terjadinya krisis, munculnya tantangan baru, adanya anggota keluarga
baru, kematian, perpisahan, dan sebagainya.
Keluarga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari para lansia.
Karena para lansia merupakan orang yang mewariskan budaya dari suatu keluarga
yang berlangsung turun temurun. Jika para lansia mengalami trauma hingga
masuk dalam Trauma centre maka akan terpisah dari keluarga dan tentunya
budaya keluarga yang akan digantikan dengan budaya prosedural yang dibutuhkan
untuk menangani trauma yang dialaminya.
Keluarga merupakan unit pelayanan dasar. Sehingga apapun yang yang
terjadi dalam anggota keluarga, semua anggota keluarga mempunyai kewajiban
dan hak untuk merawat dan melayani anggota keluarganya. Semua pelayanan
dasar dapat diberikan oleh anggota keluarga karena merekalah yang lebih dekat
dan mengenal serta dapat berada di dekat mereka selama mereka membutuhkan
bantuan. Dan tugas keluarga kepada lansia adalah menjaga kesejahteraan mereka
dalam menghadapi masa-masa akhir kehidupan mereka.
Lingkungan pelayanan dalam menangani trauma yang dialami oleh para
lansia sangat berpengaruh besar. Tempat tinggal keluarga merupakan lingkungan
17
atau tempat yang paling alamiah dan damai bagi para lansia, tentu saja jika
keluarga mereka harmonis. Jika lingkungan tempat para lansia mendapatkan
penanganan terhadap trauma yang dialami tidak sealamia dan nyaman bagi
mereka maka trauma yang dialaminya akan beresiko semakin parah karena
mereka tidak mendapatkan suasana yang nyaman bagi mereka. Setidaknya perlu
menghadirkan anggota keluarga untuk memberikan suatu stimulasi bagi para
lansia bahwa tempat yang mereka tinggal merupakan tempat yang nayaman dan
aman untuk mereka.
C. Pendekatan Eklektik holistik
Pendekatan eklektik holistik yang dilakukan ditekankan pada keluarga.
Keluarga menjadi fokus utama dalam pendekatan eklektik holistik meskipun
sebenarnya juga melibatkan berbagai komponen dan berbagai aspek. Pendekatan
eklektik holistik yang dilakukan dimaksudkan sebagai suatu pendekatan
menyeluruh dalam mengurangi trauma pada lansia. Kesejahteraan para lansia
dalam menikmati hari tua mereka, dapat tercapai jika dalam pelayanan terhadap
lansia perlu diberikan kegiatan yang sifatnya kegiatan kognitif dan sebaiknya
tetap diadakan sepanjang lansia masih bersedia. Kegiatan yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Untuk membantu daya ingat para lansia, sebaiknya di tempat-tempat yang
strategis dalam pelayanan ditulis hari, tanggal dan sebagainya dengan huruf
ukuran besar dan jelas. Di tempat-tempat tertentu misalnya ruang tamu, kamar
mandi, ruang makan, lemari pakaian dan sebagainya sebaiknya diberi tulisan
atau tanda khusus yang mudah dikenali oleh para lansia.
2. Bentuk tempat tidur, kursi, pintu, jendela dan sebagainya yang sering kali
mereka gunakan/lewati/pegang sebaiknya dibuat sederhana, kuat dan mudah
dipergunakan.
3. Bila perlu diberi alat bantu yang memudahkan untuk berjalan, bangun, duduk
dan sebagainya. Hal tersebut sangat penting untuk menambah rasa aman
mereka dan memperkecil bahaya.
18
4. Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya dibuat untuk keperluan mereka,
misalnya bak kamar mandi tidak terlalu dalam, tidak menggunakan tangga
atau tanjakan. Demikian pula jamban dibuatkan sehinga mudah digunakan
mereka dan pada dinding sebaiknya ada pegangan. Bila fasilitas terpenuhi
mereka akan merasa aman dan bahayapun akan berkurang.
5. Pengaturan tempat duduk waktu makan, istirahat bersama sebaiknya
mempermudah mereka untuk melakukan interaksi sosial. Hindari susunan
kursi / tempat duduk yang saling membelakangi, karena akan membuat para
lansia tidak dapat berinteraksi dengan leluasa. Satu kelompok diusahakan
antara 4 sampai 6 orang untuk suatu kegiatan agar lebih efisien.
6. Biasakan mereka untuk memiliki kebiasaan yang positif misalnya buang
sampah, meludah dan sebagainya pada tempat yang tersedia. Hindarkan
mereka dari kebiasaan buruk seperti mengisolasi diri, menarik diri dari
pergaulan dengan rekan-rekannya dan sebagainya.
Untuk mempermudah pengenalan metode Trauma centre berbasis
keluarga dengan pendekatan eklektik holistik dapat dirangkum dalam sebuah
program yaitu “SAPA LANSIA”. Dari arti kata “SAPA” yaitu membuka hati
untuk menjalin kedekatan dengan seseorang.Diharapkan keluarga ataupun orang-
orang sekitar lansia senantiasa memperhatikan keberadaan lansia dan menjalin
hubungan yang baik dengan lansia. Selain itu dalam program “SAPA LANSIA”
berisikan empat pesan yang harus dilakukan keluarga ataupun orang-orang di
sekitar lansia yang terangkum juga dalam kata “SAPA” yaitu:
S: Sentuh hangat lansia
A: Amati perubahan perilaku lansia
P: Peduli masalah lansia
A: Akhiri permasalahan lansia
“Sentuh hangat lansia” maksudnya keluarga diharapkan mampu
menuangkan segala perhatian dan kasih sayang. Hal ini sesuai dengan kepribadian
lansia dalam proses menua yang memiliki sifat labil, penurunan fungsi fisik,
19
“Amati perubahan perilaku lansia” maksudnya keluarga diharapkan
mampu mengetahui perubahan-perubahan perilaku dari lansia di sekitarnya.
Meskipun perubahan tersebut hanya berupa hal-hal kecil, keluarga harus
memperhatikannya.
“Peduli masalah lansia” maksudnya keluarga diharapkan menjadi teman
sekaligus tempat yang aman untuk lansia dalam menyeleseikan masalah. Dengan
peduli dengan masalah lansia, membuat lansia tersebut merasa diperhatikan dan
tidak merasa tersingkirkan.
“Akhiri segala permasalahan” maksudnya adalah keluarga diharapkan
mampu mengatasi masalah dengan baik tanpa menimbulkan kekerasan sehingga
kualitas hidup lansia meningkat. Keluarga diharapkan mengarahkan lansia untuk
menyelesaikan masalah dengan senantiasa meningkatkan ibadah dan mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan menerapkan program “SAPA LANSIA” oleh setiap keluarga
diharakan mampu meningkatkan kualitaas hidup lansia dan meningkatkan
kesejahteraan lansia sehingga lansia merasa diperhatikan dan diharapkan dapat
menjalani masa tua dengan bahagia
.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengembangan program Trauma centre lansia merupakan salah satu
wujud kepedulian negara terhadap kesejateraan lansia. Trauma centre lansia
bergerak untuk memberikan pelayanan kepada lansia yang mengalami trauma
dalam kehidupannya. Dalam jangka waktu yang relatif pendek Trauma centre
telah melaksanakan beberapa program.
Dalam memberikan pelayanan kepada lansia dan keluarganya, Trauma
centre melibatkan petugas sosial dan kesehatan. Berdasarkan peraturan
19
20
perundangan yang berlaku kesejahteraan lansia harus diberikan sepenuhnya sesuai
dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia.
Untuk memberikan penananganan trauma pada lansia harus secara
eklektik holistik yang berarti melibatkan seluruh komponen baik petugas sosial,
tenaga medis, psikiater, rohaniawan dan terutama adalah kelurga yang meliputi
berbai aspek bio-eko-psiko-sosio-kultural-spiritual secara komprehensif. Sehingga
dalam memenuhinya, keterlibatan keluarga merupakan salah satu langkah paling
efektif. Oleh karena itu Trauma centre perlu memasukkan keluarga dalam
menangani trauma yang dialami oleh lansia.
B. Saran
Trauma centre lansia berbasis keluarga ini sebaiknya segera
dilaksanakan oleh Dinas Sosial Jawa Timur, mengingat jumlah lansia di Jawa
Timur semakin bertambah. Beberapa program untuk memperkenalkan trauma
centre lansia kepada keluarga sebaiknya dilaksanakan sebelumnya. Jika
pelaksanaan Trauma centre lansia ini dilaksanakan dengan segera dan melibatkan
keluarga secara eklektik holistik melaui program “SAPA LANSIA”, maka
kesejahteraan lansia dapat ditingkatkan.
Bagi keluarga, Trauma centre berbasis keluarga ini akan berhasil jika
keluarga terus mendukung program ini. Sebaiknya keluarga dengan lansia
mengikuti program yang diselenggarakan Dinas Sosial. Peran serta mereka dalam
menangani trauma pada lansia akan memberikan hasil yang maksimal pada
penanganan trauma yang dialami lansia. Lanjut usia juga merupakan bagian
masyarakat oleh karena itu masyarakat sebaiknya ikut memperhatikan keadaan
lansia di sekitarnya dan tetap mendukung keberlangsungan Trauma centre
berbasis keluarga dengan pendekatan eklektik holistik.