Trauma Akustik Edit

30
BAB 1 ANATOMI TELINGA DAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1.1. ANATOMI TELINGA Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. 1 Gambar 1. Anatomi Organ Pendengaran 1.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian 1

Transcript of Trauma Akustik Edit

Page 1: Trauma Akustik Edit

BAB 1

ANATOMI TELINGA DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

1.1. ANATOMI TELINGA

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.1

Gambar 1. Anatomi Organ Pendengaran

1.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga

berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,

sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya

kira-kira 2 ½ - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat

banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan

rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada

duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1

1

Page 2: Trauma Akustik Edit

1.1.2 Telingan tengah.

Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk

kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran timpani

umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah

yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas

melampaui batas atas membran timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum

yang meluas melampaui batas bawah membran timpani. Membran timpani

tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian

tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam.

Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini

menyebabkan bagian membran timpani yang disebut membrane Shrapnell

menjadi lemas (flaksid).2

Gambar 2. Membran Timpani

Refleks cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh

membran timpani. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya ke arah bawah yaitu

2

Page 3: Trauma Akustik Edit

pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani

kanan.1

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah

dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,

sehingga didapatkan bagian atas depan, atas belakang, bawah depan serta bawah

belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.1

Gambar 3. Pembagian kuadran membran timpani

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:1

- batas luar : membran timpani

- batas depan : tuba eustachius

- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi

sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),

tingkap bundar (round window) dan promontorium.

3

Page 4: Trauma Akustik Edit

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak

dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior

sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial

meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut

lebih sempit pada bagian tengah.2

Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan

nasofaring, bagian lateral tuba eustachius adalah yang bertulang, sementara

duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak

di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian

bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk

masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi

dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang

masing-masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba

eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi

membran timpani.2

1.1.3 Telinga Dalam

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai

labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin

membran yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh

yang tinggu kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan

perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika

bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian

4

Page 5: Trauma Akustik Edit

koklear. Bagian verstibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan,

sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita.2

Gambar 4. Koklea

Gambar 5. Struktur dalam koklea

Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah

putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal dengan modiolus, berisi berkas saraf

dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan

5

Page 6: Trauma Akustik Edit

menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel

sensorik organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh

ductus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas

adalah skala vestibule, berisi perilimfe dan dipisahkan dari ductus koklearis oleh

membran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga

mengandung perilimfe dan dipisahkan dari ductus koklearis oleh lamina spiralis

oseus dan membran basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks

koklea spiralis tepat setelah ujung buntu ductus koklearis melalui suatu celah yang

dikenal sebagai helikotrema. Membran basilaris sempit pada basisnya (nada

tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah)2

Terletak di aats membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti,

yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer

pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga

baris sel rambut luar (12.000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang

lengan horizontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel

penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel

rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada

suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular,

dienal sebagai membrane tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh

suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.2

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikuus dan

kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung macula yang diliputi

oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa

6

Page 7: Trauma Akustik Edit

yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang

mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe.

Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-

sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.2

Sakulus berhubungan denga utrikulus melalui suatu ductus sempit yang

juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Macula utrikulus terletak

pada bidang yang tegak lurus terhadap macula sakulus. Ketiga kanalis

semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu

ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista.

Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam

kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan

membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.2

1.2 FISIOLOGI PENDENGARAN

Sampai tingkat tertentu pinna adalah suatu “pengumpul” suara, sementara

liang telinga karena bentuk dan dimensinya, dapat sangat memperbesar suara

dalam rentang 2 sampai 4 kHz; perbesaran pada frekuensi ini adalah sampai 10

hingga 15 dB. Maka suara dalam rentang frekuensi ini adalah yang paling

berbahaya jika ditinjau dari sudut trauma akustik.2

7

Page 8: Trauma Akustik Edit

Gambar 6. Proses mendengar

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

kolea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini

akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe

pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang

mendorong endolimfe, sehinggs akan menimbulkan gerak relatif antara membran

basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut. Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditoris sampai korteks pendengaran

(area 39-40) di lobus temporalis.2

8

Page 9: Trauma Akustik Edit

BAB 2

TRAUMA AKUSTIK

2.1. DEFINISI

Trauma akustik adalah cedera pada mekanisme pendengaran pada telinga

dalam karena kebisingan yang berlebihan (>85 dB). Trauma akustik merupakan

penyebab umum dari gangguan pendengaran sensorineural dan dapat disebabkan

oleh pajanan pada telinga, tembakan senjata api, paparan jangka panjang terhadap

suara keras (contohnya mesin yang bising).3

Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan

bising, maupun tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol,

serta trauma langsung ke kepala dan telinga akibat satu atau beberapa pajanan

dalam bentuk energi akustik yang kuat dan tiba-tiba.4

2.2. ETIOLOGI

Trauma akustik dapat disebabkan oleh bising yang keras dan secara tiba-

tiba atau secara perlahan-lahan yang dapat dikarenakan oleh mesin-mesin modern,

pesawat terbang, petasan, konser musik, telepon telinga (ear phone).5

9

Page 10: Trauma Akustik Edit

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas

faktor bising dalam lingkungan kerja adalah sebagai berikut.6

Tabel 2.1. Paparan Bising yang Diperkenankan

Waktu

Pemajanan

per Hari

Intensitas

Kebisingan

dalam dB

8 jam 85

4 jam 88

2 jam 91

1 jam 94

30 menit 97

15 menit 100

7,5 menit 103

3,75 menit 106

1,88 menit 109

0,94 menit 112

28,12 detk 115

14,06 detik 118

7,03 detik 121

10

Page 11: Trauma Akustik Edit

3,52 detik 124

1,76 detik 127

0,88 detik 130

0,44 detik 133

0,22 detik 136

0,11 detik 139

Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB walaupun sesaat.

2.3. EPIDEMIOLOGI

Secara total, 16% gangguan pendengaran pada orang dewasa berhubungan

dengan paparan kebisingan. Trauma akustik setelah terpapar kebisingan adalah

salah satu kondisi paling sering, terutama bagi orang-orang muda yang

mengunjungi klub malam, musisi dan buruh industri.3

2.4. PATOFISIOLOGI

Trauma akustik agaknya merupakan penyebab ketulian sensorineural yang

paling umum. Ketulian sensorineural disebabkan baik oleh kerasnya suara

maupun lamanya paparan.2

Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi

suara yang sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya kemampuan

fisiologis telinga dalam sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan

getaran ke organ corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang telinga,

kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan langsung organ corti. Pada

trauma akustik,cedera koklea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan berupa

11

Page 12: Trauma Akustik Edit

getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan

berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika berupa mekanik

semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara

berlebihan merangsang sel-sel tersebut.7

Pada proses mekanik terjadi pergerakan cairan dalam koklea yang begitu

keras menyebabkan robeknya membran Reissner dan terjadi percampuran cairan

perilimfe dan endolimfe sehingga menghasilkan kerusakan sel-sel rambut,

pergerakan membran basilaris yang begitu keras menyebabkan rusaknya organ

korti sehingga terjadi percampuran cairan perilimfe dan endolimfe akhimya terjadi

kerusakan sel-sel rambut. Pada proses metabolik juga dapat merusak sel-sel

rarnbut melalui cara vasikulasi dan vakuolasi pada retikulum endoplasma sel-sel

rambut dan pembengkakkan mitokondria yang akan mempercepat rusaknya

membran sel dan hilangnya sel-sel rambut. Selama paparan trauma akustik,

jaringan di telinga dalam memerlukan oksigen dan nutrisi lain dalam jumlah

besar. Oleh sebab itu terjadi penurunan tekanan O2 di dalam koklea, sehingga

konsumsi O2 akan meningkat. Peneliti lain mengatakan pada kondisi tersebut

akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah di dalam koklea. Akibat rangsangan

ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang

pendengaran sementara atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkan

gangguan ambang pendengaran yang permanen.3,7

Pada trauma akustik yang menyebabkan gangguan pendengaran sementara

terjadi perubahan fisiologi dari metabolisme sel yang mengakibatkan gangguan

dari sel rambut. Sel rambut menjadi edema dan mengganggu arah putaran dari

12

Page 13: Trauma Akustik Edit

stereosilia ke membrana tektoria. Gangguan ini hanya terjadi selama beberapa jam

atau hari.7

Gambar 7. Kerusakan hair cell pada trauma akustik

Pada trauma akustik yang mengakibatkan penurunan pendengaran

permanen terjadi edema sel rambut sampai terjadi ruptur sehingga gangguan

pendengaran diakibatkan karena sel rambut akan menjadi distorsi dan arah

stereosilia tidak dapat kembali ke membrana tektoria. Apabila terjadi kerusakan

yang progresif dapat terjadi degenerasi syaraf pendengaran dan perubahan dari

pusat pendengaran.7

Suatu trauma akustik dengan frekuensi tinggi akan mengakibatkan

rusaknya sel sel rambut bagian basal, sedangkan trauma akustik dengan frekuensi

rendah akan mengakibatkan rusaknya sel sel rambut bagian apex. Bila kerusakan

akibat frekuensi nada tinggi akan di dekat foramen ovale, dan frekuensi nada

rendah di daerah apex. Lokasi kerusakan terletak 10 – 15 mm dari foramen ovale

yakni pada reseptor frekuensi 4000 Hz.7

13

Page 14: Trauma Akustik Edit

Gambar 8. Gambaran reseptor suara di koklea

Pengalaman menunjukkan bahwa ketulian nada tinggi timbul terlebih

dahulu, dan hal ini diyakini berkaitan dengan energi akustik dan frekuensi alami

dari mekanisme pendengaran telinga dalam. Pada awalnya, paparan bising

menimbulkan suatu pergeseran ambang pendengaran sementara. Gangguan ini

biasanya pulih dalam waktu kurang dari dua minggu. Namun, trauma berulang

akan berakibat perubahan ambang yang menetap.2

2.5. EFEK FISIOLOGIS SUARA KERAS

Perubahan fisiologis dalam tubuh hanya mulai terjadi pada tingkat tekanan

suara yang lebih besar . Pada sekitar 120 dB ketidaknyamanan dimulai di telinga

dan nyeri terjadi ketika tingkat tekanan suara mencapai gendang telinga sekitar

140 dB. Gendang telinga bisa pecah/ rusak jika tekanan suara sekitar 160 dB.

Penelitian telah menyimpulkan bahwa dengan suara frekuensi rendah di wilayah

50 – 100 Hz dengan tingkat suara 150 dB atau lebih, sensasi getarannya

14

Page 15: Trauma Akustik Edit

berpengaruh buruk pada dada dan organ thorax walaupun telinga terlindungi dari

getaran tersebut. Perubahan fisiologis lain yang terjadi meliputi getaran di dada

dan perubahan irama pernafasan, serta sensasi getaran hipofaring (sesak nafas).8

Rentang frekuensi antara 50-100 Hz pada tingkat tekanan suara 150-155

dB berakibat mual ringan dan pusing. Pada level tekanan 150 -155 dB (0,63-1,1

kPa); berpengaruh pada respirasi. Hal ini termasuk juga ketidaknyamanan sub

costal, batuk, tekanan substernal parah, respirasi tersedak, dan ketidaknyamanan

hipofaring. Pada tingkat tekanan yang cukup tinggi di wilayah 140 dB maka

efeknya bisa menghilangnya pendengaran bersifat sementara atau permanen bila

tekanan suara di level atasnya 140 dB ke atas. Pada tingkat akustik di atas 185 dB

membran timpani bisa pecah .Pada tingkat akustik dari sekitar 200 dB, paru-paru

mulai pecah, dan di atas sekitar 210 dB berakibat pada kematian.8

2.6. FAKTOR RESIKO

Mereka yang termasuk kategori berikut berisiko tinggi untuk terkena

trauma akustik:9

- Mereka yang bekerja di mana peralatan industri yang bersuara keras

beroperasi untuk jangka waktu yang lama

- Mereka yang sering menghadiri konser musik dan acara-acara lain dengan

suara musik yang memiliki desibel tinggi

- Mereka yang sering menggunakan pistol

2.7. GEJALA KLINIS

15

Page 16: Trauma Akustik Edit

Keluhan utama pada trauma akustik adalah penurunan pendengaran. Pada

banyak kasus, keluhan utama pasien adalah sulit mendengar suara yang

berfrekuensi tinggi. Masalah kesulitan mendengar suara yang berfrekuensi rendah

muncul belakangan. Salah satu gejala yang paling penting yang dapat

menandakan terjadinya trauma akustik adalah tinnitus. Mereka yang mengalami

tinnitus ringan sampai sedang akan paling sering menyadari gejala ini ketika

mereka berada di lingkungan yang tenang.9

Gejala lain yang muncu adalah sensasi penuh di telinga (fullness), nyeri

telinga, kesulitan melokalisir suara, dan kesulitan mendengar di lingkungan

bising.9

2.8. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,

pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran

seperti audiometri.1

Pada anamnesis dapat ditanyakan juga apakah pemah bekerja atau sedang

bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya 5

tahun atau lebih. Pernahkah terpapar atau mendapat trauma pada kepala maupun

telinga baik itu berupa suara bising, suara ledakan, suara yang keras dalam jangka

waktu yang cukup lama. Apakah mempunyai kebiasaan mendengarkan

headphone, mendengarkan musik dengan volume yang keras. Apakah

mengkonsumsi obat-obatan ototoksis dalam jangka waktu lama. 1

16

Page 17: Trauma Akustik Edit

Pada pemeriksaan otoskopi tidak ditemukan adanya kelainan dari telinga

luar hingga membran timpani. Pada pemeriksaan audiologi, tes garpu tala

didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya

lebih baik dan Schwabach memendek, tes batas atas dan batas bawah hasilnya

menunjukan batas atas menurun. Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural.

Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi

antara 3000 – 6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch)

yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.1

Gambar 9. Gambaran audiogram pada trauma akustik

Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan

intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan

pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan

memeriksa nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000,

4000, dan 6000 Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi

maka dilakukan pengukuran pada frekuensi 8000Hz karena ini merupakan

frekuensi kritis yang rnenunjukkan adanya kemungkinan hubungan gangguan

17

Page 18: Trauma Akustik Edit

pendengaran dengan pekerjaan, tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit

sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan

atau karena sebab yang lain.1

2.9. PENATALAKSANAAN

Sesuai dengan penyebab ketulian, bila penyebabnya karena kebisingan di

lingkungan kerja, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan

bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga

terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan

pelindung kepala (helmet).1

Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang

bersifat menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan

kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba

pemasangan alat bantu dengar / ABD (hearing aid). Apabila pendengarannya

telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat

berkomunikasi dengan aekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima

keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan

sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan

bibir (lip reading), mimic dan gerakan anggota badan, serta Bahasa isyarat untuk

dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya

sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan

volume, tinggi rendah dan irama percakapan.1

18

Page 19: Trauma Akustik Edit

Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat

dipertimbangkan untuk pemasangan implant koklea (cochlear implant).1

2.10. PROGNOSIS

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural

koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun

pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting

adalah pencegahan terjadinya ketulian.1

2.11. PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap trauma akustik antara lain dengan menghindari suara

bising dan gaduh (mendengarkan musik yang terlalu keras dalam jangka waktu

yang lama), berhati-hati dalam aktivitas yang berisiko seperti menembak. Bising

dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat mengakibatkan

ketulian, oleh karena itu bising di lingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah

dari 85 dB. Hal ini dapat diusahakan dengan cara meredam sumber bunyi,

misalnya yang berasal dari generator dipisah dengan menempatkannya di suatu

ruangan yang dapat meredam bunyi. Jika bising ditimbulkan oleh alat-alat seperti

mesin tenun, mesin pengerolan baja, kilang minyak atau bising yang ditimbulkan

sendiri oleh pekerja seperti di tempat penempaan logam, maka pekerja tersebut

yang harus dilindungi dengan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup

telinga dan pelindung kepala.1

19

Page 20: Trauma Akustik Edit

Gambar 10. Sumbat telinga (ear plug) Gambar 11. Tutup telinga (ear

muff)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Iskandar, Bashiruddin, Restuti. Gangguan Pendengaran. Dalam: Soetirto. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Pcnerbit Buku FKUI; 1997. h 10-13. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Dalam: Bashiruddin, Soetirto. h 49-52

2. Boies, Adams, Higler. Buku Ajar Penyakit THT (BOIES Fundamentals Otolaryngology) Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997. h 27-38.

3. Kashani, Saberi. Hannani. 2013. Prevention of Acoustic Trauma-Induced Hearing Loss by N-acetylcysteine Administration in Rabbit in Archives in Trauma Research. Health Faculty Kashan University of Medical Sciences, Iran. H145-146

4. Komang dkk. 2008. Efek Letusan Senjata Api Ringan terhadap Fungsi Pendengaran pada Siswa Diktuba Polri dalam: Cermin Dunia Kedokteran. Penerbit: FK Udayana. Bali. H.1-11

5. Maqbool. Deafness : Acoustic Trauma. Textbook of Ear Nose & Throath Diseases Eleventh Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher:2007. h 119-120.

6. Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Lingkungan Kerja.

7. Kersebaum. 1998. Acute Acoustic Trauma - It’s Features and Management. Penerbit: J R Army Med Corps. Jerman. H. 156-158

8. Adeleke. 2009. Acoustic Trauma in Handout by Prof. Ogunsote. Penerbit: Academic Press. Inggris. H. 1-13

9. Stoltzfus, Boskey. 2012. Acoustic Trauma. http://www.healthline.com/health/acoustic-trauma diakses pada 24 November 2015.

20

Page 21: Trauma Akustik Edit

21