Trauma Abdomen Ivy

download Trauma Abdomen Ivy

of 19

description

johkj

Transcript of Trauma Abdomen Ivy

TOPIC LISTTrauma Abdomen

Pembimbing:Dr. Yuswardi, Sp. B

Disusun oleh:Vitya Chandika Yasmin Maria Santoso

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAHRSUD R. SYAMSUDIN SH, SUKABUMI2015

Anatomi abdomenBagian abdomen anterior dibatasi bagian superior oleh costae, bagian inferior dibatasi oleh ligamen inguinal dan simfisis pubis, dan bagian lateral oleh linea aksilaris anterior. Sebagian besar organ berongga memiliki kemungkinan besar terlibat pada trauma bagian abdomen anterior.Bagian torakoabdomen terletak inferior dari garis horizontal yang melewati papilla mammae, bagian posterior dibatasi oleh line interskapularis, dan superior dibatasi oleh costae. Pada bagian ini terdapat diafragma, hepar, lien, dang aster. Saat ekspirasi diafragma akan terangkat hingga sela iga ke-4. Sehingga, trauma penetrans di bawah garis horizontal yang melewati papilla mammae dapat menyebabkan kerusakan pada organ visera abdomen.Flank ialah area yang terletak di antara line aksilaris anterior dan posterior dari sela iga ke-6 hingga crista iliaca. Lapisan otot yang tebal pada daerah ini berperan sebagai pelindung terhadap trauma penetrans, terutama trauma tusuk.Punggung ialah daerah yang terletak posterior dari line aksilaris posterior yang terbentang dari ujung scapula hingga crista iliaca. Sama hal nya seperti pada daerah flank, otot yang tebal dan otot paraspinalis berperan sebagai pelindung terhadap trauma penetrans.Pada daerah flank dan punggung terdapat organ-organ retroperitoneal. Pada rongga potensial ini terdapat aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar duodenum, pancreas, ginjal, dan ureter, bagian posterior dari colon asendens dan desendes, serta komponen retroperitoneal dari cavum pelvis. Trauma pada struktur visceral retroperitoneal sulit untuk dikenali karena daerah ini sulit dijangkau pada pemeriksaan fisik, dan trauma tidak langsung memberikan tanda berupa peritonitis. Selain itu, daerah ini juga tidak dapat dijangkau pada pemeriksaan DPL serta tidak dapat divisualisasi pada FAST.Rongga pelvis, dikelilingi oleh tulang pelvis, dan merupakan bagian terbawah dari rongga retroperitoneal dan intraperitoneal. Pada rongga pelvis terdapat rectum, vesika urinaria, pembuluh darah iliaca, dan organ-organ reproduksi pada perempuan. Perdarahan pada rongga ini dapat disebebkan oleh tulang pelvis ataupun organ-organ intrapelvis.

Gambar 1: Anatomi abdomen(Sumber: American College of Surgeons Committee on Trauma, 2012. Abdominal and Pelvic Trauma. Advanced Trauma Life Support for Doctors ATLS Student Manual 9th edition. USA: American College of Surgeons. 122-140)

Trauma tumpul abdomenSuatu pukulan langsung, misalnya terbentur setir atau bagian mobil lainnya dapat menyebabkan trauma kompresi ataupun crash injury terhadap organ visera. Kompresi ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga, bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritonitis. Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ visera terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma deselerasi.

Gambar 2: A: Lap belt; B: Bucket handle injury(Sumber: American College of Surgeons Committee on Trauma, 2012. Abdominal and Pelvic Trauma. Advanced Trauma Life Support for Doctors ATLS Student Manual 9th edition. USA: American College of Surgeons. 122-140)

Tekanan yang tiba-tiba mengakibatkan kerusakan terutama pada organ yang berongga dapat diakibatkan oleh tekanan intraluminer yang tiba-tiba meninggi. Organ yang rusak yang berlawanan dengan arah trauma, trauma pada trauma dari samping disebut counter coup. Bagian yang selalu rusak selalu perumaan lateral dan organ seperti hati dan limpa merupakan organ yang tersering mengalami kerusakan pada trauma tumpul.

Trauma penetransLuka tusuk atau luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun jaringan terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ visera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung jauhnya perjalanan peluru, besar energi kinetik maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Organ padat akan mengalami kerusakan yang lebih luas akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru tipe high velocity.Infeksi masih merupakan risiko terbesar pada korban dengan luka tusuk abdomen. Mortalitas terjadi pada 30% korban luka tusuk abdomen yang menderita infeksi abdomen mayor. Faktor risiko paling penting adalah adanya cedera pada organ berogga, dimana luka pada kolon menyebabkan insidensi infeksi tertinggi realtif terhadap cedera organ intraabdomen. Cedera pada pankreas dan hati secara signifikan meningkatkan risiko infeksi ketika berkombinasi dengan cedera organ berongga. Penggunaan antibiotik dalam pencegahan infeksi ini didasarkan pada tiga hal, yaitu pilihan agen antibiotik, durasi penggunaan antibiotik, dan dosis optimal antibiotik.

Penilaian trauma1. AnamnesisAnamnesis yang teliti terhadap pasien yang mengalami trauma abdomen akibat tabrakan kendaraan bermotor harus mencakup kecepatan kendaraan, jenis tabrakan, berapa besar penyoknya bagian kendaraan ke dalam ruang penumpang, jenis pengaman yang dipergunakan, ada/tidaknya air bag, posisi pasien dalam kendaraan, dan status penumpang lainnya. Keterangan ini dapat diperoleh langsung dari pasien, penumpang lain, polisi maupun petugas emergensi jalan raya. Informasi mengenai tanda-tanda vital, luka-luka yang ada maupun respons terhadap perawatan pra-rumah sakit harus dapat diberikan oleh petugas-petugas pra rumah sakit.Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan (pisau, pistol, senapan), jarak dari pelaku, jumlah tikaman atau tembakan, dan jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila mungkin, informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya maupun lokasi dari setiap nyeri abdomennya dan apakah ada nyeri alih ke bahu. Selain itu pada luka tusuk dapat diperkirakan organ mana yang terkena dengan mengetahui arah tusukan, bentuk pisau, dan cara memegang alat penusuk tersebut.2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik diarahkan untuk mencari bagian tubuh yang terkena trauma, kemudian menetapkan derajat cedera berdasarkan hasil analisis riwayat trauma. Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan dengan teliti dan sistematis meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.Syok dan penurunan kesadaran mungkin akan memberikan kesulitan pada pemeriksaan pada perut. Trauma penyerta kadang-kadang dapat menghilangkan gejala-gejala perut. a. InspeksiUmumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Adanya jejas pada dinding perut dapat menolong kearah kemungkinan adanya trauma abdomen. Abdomen bagian depan dan belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti apakah mengalami laserasi, liang tusukan, benda asing yang menancap, omentum ataupun bagian usus yang keluar, dan status kehamilan. Harus dilakukan log-roll agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan lengkap.b. AuskultasiDi ruang IGD yang ramai untuk mendengarkan bising usus, yang penting adalah ada atau tidaknya bising usus tersebut. Darah bebas di retroperitoneum ataupun gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus, yang mengakibatkan hilangnya bising usus. Pada luka tembak atau luka tusuk dengan isi perut yang keluar, tentunya tidak perlu diusahakan untuk memperoleh tanda-tanda rangsangan peritoneum atau hilangnya bising usus. Pada keadaan ini laparotomi eksplorasi harus segera dilakukan. Pada trauma tumpul perut, pemeriksaan fisik sangat menentukan untuk tindakan selanjutnya. Cedera struktur lain yang berdekatan seperti iga, vertebra, maupun pelvis bisa juga mengakibatkan ileus walaupun tidak ada cedera intraabdominal. Karena ini hilang bising usus bukan merupakan faktor diagnostik untuk trauma intraabdominal.c. PalpasiAdanya kekakuan dinding perut yang volunter mengakibatkan pemeriksaan abdomen ini menjadi kurang bermakna. Sebaliknya, kekakuan perut yang involunter merupakan tanda yang bermakna untuk rangsang peritoneal tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas sesudah tangan yang menekan kita lepaskan dengan cepat menunjukkan peritonitis, yang biasanya oleh kontaminasi isi usus, maupun hemoperitoneum tahap awal.d. PerkusiManuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum dan mencetuskan tanda peritonitis. Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung akut di kuadran kiri atas ataupun adanya perkusi redup bila ada hemoperitoneum. Adanya darah dalam rongga perut dapat ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara bebas ditentukan dengan pekak hati yang beranjak atau menghilang.e. Evaluasi luka tusukSebagian besar kasus luka tembak ditangani dengan laparotomi eksplorasi karena insiden cedera intraperitoneal bisa mencapai 95%. Luka tembak yang tangensial sering tidak betul-betul tangensial, dan trauma akibat ledakan bisa mengakibatkan cedera intraperitoneal walaupun tanpa adanya luka masuk. Luka tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi 30% kasus mengalami cedera intraperitoneal. Semua kasus luka tembak ataupun luka tusuk dengan hemodinamik yang tidak stabil harus dilaparotomi segera.Bila ada kecurigaan bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnya superficial dan nampaknya tidak menembus lapisan otot dinding, biasanya ahli bedah yang berpengalaman akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk menentukan kedalamannya. Prosedur ini tidak dilakukan untuk luka sejenis diatas iga karena kemungkinan pneumotoraks yang terjadi, dan juga untuk pasien dengan tanda peritonitis ataupun hipotensi, akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk di abdomen anterior tidak menembus peritoneum, lapatoromi pada pasien seperti ini menjadi kurang produktif, dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dari jalur luka diikuti sampai ditemukannya ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien mengalami risiko lebih besar untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli bedah menganggap ini sudah indikasi untuk melaksanakan laparotomi. Setiap pasien yang sulit kita eksplorasi secara lokal karena gemuk, tidak kooperatif maupun karena perdarahan jaringan lunak yang mengaburkan penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang ataupun kalau perlu untuk tindakan laparotomi.f. Menilai kestabilan pelvisPenekanan secara manual pada SIAS ataupun crista iliaca akan menimbulkan rasa nyeri maupun krepitasi yang menyebabkan dugaan pada fraktur pelvis pada pasien dengan trauma tumpul. Dalam melakukan manuver ini harus berhati-hati karena dapat menyebabkan atau menambah perdarahan yang terjadi.g. Pemeriksaan penis, perineum, dan rectumAdanya darah pada meatus uretra menyebabkan dugaan kuar robeknya uretra. Inspeksi pada skrotum dan perineum dilakukan untuk melihat ada tidaknya ekimosis ataupun hematom dengan dugaan yang sama diatas. Tujuan pemeriksaan rectum pada pasien dengan trauma tumpul adalah untuk menentukan tonus sfingter, posisi prostat (prostat yang letaknya tinggi menyebabkan dugaan cedera uretra), dan menentuan ada tidaknya fraktur pelvis. Pada pasien dengan luka tusuk, pemeriksaan rectum bertujuan menilai tonus sfingter dan melihat adanya perdarahan karena perforasi usus.h. Pemeriksaan vaginaBisa terjadi robekan vagina karena fragmen tulang dari fraktur pelvis ataupun luka tusuk.i. Pemeriksaan gluteaRegio gluteal memanjang dari crista iliaca sampai lipatan glutea. Luka tusuk di daerah ini biasanya berhubungan (50%) dengan cedera intraabdominal.

Pemeriksaan penunjangPengambilan sampel darah dan urinDarah yang diambil sewaktu pemasangan jarum infus gunanya adalah menetukan tipe darah. Pada pasien yang hemodinamiknya stabil adalah untuk penentuan tipe dan crossmatch bagi yang hemodinamiknya tidak stabil. Bersamaan dengan itu dilakukan juga pemeriksaan darah rutin, kalium, glukosa, amilase, dan juga kadar alkohol darah. Urin dikirim untuk urinalisa ataupun tes obat dalam urin bilamana diperlukan. Indikasi untuk urinalisis diagnostik termasuk trauma yang sifnifikan pada dan perut atau panggul, gross hematuria, dan hematuria mikroskopis.Radiologia.Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpulRotngen untuk screening adalah foto cervical lateral, thorax AP, dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul. Foto polos abdomen 3 posisi berguna untuk melihat adanya udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum, yang dapat menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya bayangan otot psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal.b.Pemeriksaan X-Ray untuk screening traum tajamPasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan screening X-Ray. Pada pasien luka tusuk di atas umbilikus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang normal, foto thorax posisi tegak bermanfaat untuk menyingkirkan hemothorax atau pneumothorax. c.Pemeriksaan dengan kontras1.UretrografiDilakukan bila dicurigai adanya ruptur uretra. Prosedur ini dilakukan sebelum pemasangan kateter urin. Uretrografi dilakukan dengan memakai kateter no. 8F dengan balon dipompa 15-20 cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang tidak diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan proyeksi oblik dengan sedikit tarikan pada penis.2.SistografiDilakukan pemasangan kateter uretra dan kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm di atas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam buli-buli atau sampai aliran terhenti, pasien secara spontan mengedan, atau pasien merasa sakit. Cara lain adalah dengna pemeriksaan CT Scan yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya.Pada trauma pelvis atau abdomen bagian bawah dengan hematuria, dilakukan sistografi dan ureterogram bila ada kecurigaan cedera uretra, terutama bila ada riwayat cedera pelana seperti jatuh di atas stang sepeda.3.CT Scan / IVPBila terdapat fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami cedera sisterm urianaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bila fasilitas CT Scan tidak ada, maka dapat dilakukan IVP.

Pemeriksaan diagnostik pada trauma tumpulApabila ada bukti awal ataupun bukti yang jelas manunjukkan pasien harus segera ditransfer, pemeriksaan yang memerlukan banyak waktu tidak perlu dilakukan. Beberapa prosedut yang dapat dilakukan antara lain diagnostic peritoneal lavage, CT scan, maupun Focused Assesment Sonography in Trauma (FAST).Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) merupakan prosedur invasif yang bisa dikerjakan dengan cepat, memiliki sensitivitas sebesar 98% untuk perdarahan intraperitoneal. DPL harus dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan hemodinamuk abnormal, khususnya apabila ditemui:1. Perubahan sensorium akibat trauma kapitis, intoksikasi alkoholm kecanduan obat-obatan.2. Perubahan sensasi akibat trauma spinal3. Cedera organ yang berdekatan dengan iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.4. Pemeriksaan fisik diagnostik tidak jelas5. Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang agak lama, misalnya pasien menjalani pembiusan untuk cedera ekstraabdominal, dan pemeriksaan radiografi.6. Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma usus.DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal apabila dijumpai hal-hal tersebut serta apabila fasilitas USG dan CT scan tidak memadai.Kontraindikasi untuk DPL adalah apabila dijumpai indikasi yang jelas untuk laparotomi, kontraindikasi relatif lainnya antara lain operasi abdomen sebelumnya, morbid obesitas, sirosis yang lanjut dengan adanya koagulopati sebelumya. Bisa dipakai teknik terbuka atau tertutup (Seldinger) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis maupun ibu hamil lebih baik digunakan supraumbilikal guna mencegah terjadinya hematoma pelvis atau membahayakan uterus.Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinalm serta sayuran, maupun empedu yang keluar melalui tube DPL pada pasien dengan hemodinamik yang abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparotomi, bila tidak ada darah segar (lebih dari 10 cc) atau cairan feses, dilakukan lavase dengan 1000 cc (10 cc/kgBB) larutan ringer laktat. Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun melakukan log roll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal, serta, maupun empedu. Tes dinyatakan positif apabila dijumpai eritrodit lebih dari 100.000/mm3. Leukosit>500/mm3 atau pengecatan gram positif untuk bakteri.Ultrasound FAST memberikan cara yang cepat, noninvasive, akurat, dan murah untuk mendeteksi hemoperitoneum dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside di kamar resusitasi yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan DPL. Faktor yang mempengaruhi penggunaannya antara lain obesitas, adanya udara subkutan ataupun bekas operasi abdomen sebelumnya. Scanning dengan ultrasound bisa dengan cepat dilakukan untuk mendeteksi hemoperitoneum. Dicari scan dari kantung pericardium, fossa hepatorenal, fossa splenorenalis serta cavum Duglass. Sesudah scan pertama, idealnya dilakukan lagi scan kedua atau scan kontrol 30 menit berikutnya. Scan kontrol ditujukan untuk melihat pertambahan hemoperitoneum pada pasien dengan perdarahan yang nerangsur-angsur.CT scan merupakan prosedur diagnostik di mana kita perlu memindahkan pasien ke tempat scanner, memberikan kontras intravena untuk pemeriksaan abdomen atas, bawah, serta pelvis, akibatnya dibutuhkan banyak waktu dan hanya dilakukan pada pasien dengan hemodinamuk stabil, diamana kita tidak perlu segera melakukan laparotomi. Dengan CT scan kita memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannnya, serta mendiagnosa trauma retroperitoneal maupun pelvis yang sulit didiagnosis dengan pemeriksaan fisik, FAST, dan DPL.Kontraindikasi relatif penggunaan CT scan antara lain penundana yang terjadi sampai alat CT scan siap untuk dipergunakan, adanya pasien yang tidak kooperatif yang tidak mudah ditenangkan dengan obat, atau alergi terhadap bahan kontras yang bilamana bahan kontras non ionic tidak tersedia.Berikut ini merupakan tabel mengenai perbandingan prosedur diagnostik DPL, FAST, serta CT scan.DPLFASTCT Scan

IndikasiMenunjukkan darah bila hipotensiMenunjukkan cairan bila hipotensiMenunjukkan kerusakan organ bila tensi normal

KeuntunganDeteksi dini, semua pasien, cepat, 98% sensitive, deteksi cedera usus, tidak butuh transportDeteksi dini, semua pasien, non-invasif, cepat, 86-97% akurat, tidak membutuhkan transportLebih spesifik untuk cedera, sensitivitas 92-98%

KerugianInvasif, spesifisitas rendah, tidak bisa untuk trauma diafragma dan retroperitonealBergantung pada operator, distorsi oleh udara usus, tidak bisa untuk trauma diafragma, usus, dan pankreasMemakan waktu, dibutuhkan transport, tidak untuk trauma diafragma, usus, dan pankreas

Pemeriksaan Diagnostik pada Trauma Tajama.Cedera toraks bagian bawahUntuk pasien asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun foto toraks berulang, torakoskopi atau laparoskopi, serta pemeriksaan CT Scan.Dengan pemeriksaan tersebut kita masih bisa menemukan adanya hernia diafragma sebelah kiri karena luka tusuk torakoabdominal sehingga untuk luka lain dieprlukan eksplorasi bedah. Untuk luka tembak torakoabdominal, pilihan terbaik adalah laparotomi.b.Eksplorasi lokal luka dan pemeriksaan fisik serial dibandingkan dengan DPL pada luka tusuk abdomen depanSebanyak 55-56% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviserasi omentum maupun usus halus. Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk pasien lain, setelah konfirmasi adanya luka tusuk tembus peritoneum dilakukan eksplorasi lokal pada luka sampai laparotomi. Laparotomi merupakan salah satu pilihan relevan untuk semua pasien . Untuk pasien yang relatif asimptomatik, pilihan diagnostik non invasif adalah pemeriksaan fisik diagnostik serial dalam 24 jam, DPL, maupun laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik serial membutuhkan sumber daya manusia yang besar. Dengan DPL, dapat diperoleh diagnosis lebih dini pada pasien asimptomatik dan akurasi mencapai 90% bila menggunakan hitung jenis sel seperti pada trauma tumpul. Laparoskopi diagnostik dapat mengkonfirmasi dan menyingkirkan tembusnya peritoneum tetapi kurang bermakna untuk mengenali cedera tertentu.c.Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan CT dengan double atau triple kontras pada cedera fisik maupun punggung Ketebalan otot pinggang maupun punggung melindungi organ visera di bawahnya pad aluka tusuk maupun luka tembak. Walaupun laparotomi merupakan pilihan yang relevan, untuk pasien asimptomatik terdapat pilihan diagnostik lain yaitu pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple kontras atau DPL. Dengan pemeriksaan fisik diagnostik serial untuk pasien asimptomatik yang menjadi simptomatik, diperoleh akurasi terutama untuk deteksi cedera retroperitoneal maupun intraperitoneal di belakang linea aksilaris anterior.CT Scan dengan kontras memakan banyak waktu serta membutuhkan ketelitian untuk memeriksa bagian kolon retroperitoneal maupun intraperitoneal di belakang liea aksilaris anterior.CT Scan dengan kontras memakan banyak waktu serta membutuhkan ketelitian untuk memeriksa bagian kolon retroperitoneal pada sisi luka tusuk. Ketajamannya sebanding dengan pemeriksaan fisik diagnostik serial, tetapi memungkinkan deteksi yang lebih dini.Indikasi Laparotomi1.Indikasi berdasarkan evaluasi abdomena.Trauma tumpul abdomen dengan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) positifb.Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi yang berulang walaupun telah dilakukan resusitasi yang adekuatc.Peritonitis dini d.Perdarahan dari gaster, dubur, atau daerah genitourinari akibat trauma tembuse.Luka tembak melintas rongga peritoneum atau retroperitoneum viseral/vaskularf.Eviserasi (pengeluaran usus)2.Indikasi berdasarkan pemeriksaan radiologia.Udara bebas, udara retroperitoneum, atau ruptur hemidiafragma setelah trauma tumpulb.CT dengan kontras memperlihatkan ruptur traktus gastrointestinal, cedera kandung kemih intraperitoneal, cedera renal pedicle, atau cedera organ viseral yang parah setelah trauma tumpul atau tembus.

Problem khusus1. Trauma tumpulOrgan yang sering terkena pada trauma tumpul adalah hepar, lien, maupun ginjal. Walaupun demikian, dengan semakin banyaknya penggunaan seat belt, semakin banyak ruptur organ berongga, trauma spinal, dan ruptur uterus terjadi.2. Trauma spesifika. DiafragmaRobekan diafragma dapat terjadi di bagian manapun pada kedua diafragma. Yang paling sering mengalami cedera adalah diafragma kiri. Cedera biasanya 5-10 cm panjangnya dengan lokasi posterolateral dari diafragma kiri. Pada pemeriksaan foto toraks awal akan terlihat diafragma yang lebih tinggi ataupun kabur, bisa berupa hemothoraks ataupun adanya bayangan udara yang membuat gambaran diafragma menjadi kabur, ataupun terlihatnya NGT yang terpasang di dalam gaster terlihat di toraks.b. DuodenumRuptur duodenum ditemukan pada pengendara yang tidak menggunakan sabuk pengaman pada kejadian tabrakan frontal dengan pukulan langsung pada abdomen, misalnya terkena stang motor. Adanya aspirasi darah dari gaster ataupun adanya udara retroperitoneum pada rontgen foto abdomen menyebabkan kecurigaan akan terjadinya cedera duodenum. Untuk pasien yan dicurigai, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen gastrointestinal atas maupun CT scan dengan double contrast.c. PankreasUmumnya cedera pada pancreas terjadi pada pukulan langsung di epigastrium, dengan kolumna vertebra sebagai alas. Adanya amilase yang normal pada awalnya tidak menyingkirkan kemungkinan cedera pancreas. Bisa juga sebaliknya, terjadi peningkatan kadar amilase dengan sumber di luar pancreas. Kecuali bila secara konstan didapatkan peningkatan kadar amilase maka harus diperiksa kemungkinan adanya cedera pancreas ataupun visera lainnya. Pada 8 jam pertama pasca trauma, pemeriksaan dengan CT scan dengan double contrast bisa saja belum menunjukkan cedera pancreas, dan sebaiknya dilakukan ulang pemeriksaannya. Bila pemeriksaan CT ulang tidak menunjukkan adanya perbedaan, dianjurkan untuk melakukan tindakan eksplorasi bedah atau alternatif lain yang mungkin bermanfaat seperti Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP). d. GenitourinariaPukulan langsung pada bagian punggung ataupun pinggang bisa menyebabkan kontusio, hematoma, ataupun ekimosis yang merupakan tanda adanya kerusakan ginjal di bawahnya, dan perlu dilakukan pemeriksaan traktur urinarius dengan CT scan ataupun IVP. Indikasi tambahan untuk perlunya pemeriksaan traktur urinarius adalah gross-hematuria maupun hematuria mikroskopis pada pasien dengan: Luka tusuk tembus abdomen Pasien trauma tumpul dengan serangan hipotensi Adanya cedera intraabdominal lain pada trauma tumpul abdomenPada pasien dengan cedera uretra biasanya dijumpai fraktur pelvis bagian depan. Cedera uretra dibedakan menjadi cedera atas (posterior) ataupun di bawah (anterior) diafragma urogenitalis. Ruptur uretro posterior biasanya merupakan cedera pada pasien dengan cedera multisystem dan fraktur pelvis, sedangkan ruptur uretra anterior biasanya disebabkan straddle injury dan biasanya cedera yang terisolisir.e. Usus halusTrauma tumpul usus halus biasanya terjadi karena adanya deselerasi tiba-tiba dengan efek robeknya pada bagian yang terfiksir, terutama bila pemakaian seat belt yang tidak tepat. Adanya jejas yang transversal, linear pada dinding perut (seat belt sign) ataupun adanya fraktur distraksi lumbar (chance fracture) pada x-ray harus dicurigai kemungkinan adanya cedera pada usus. Pada sebagian pasien ada sakit perut yang hebat dengan nyeri tekan. Pada sebagian lagi diagnosa agak sulit karena perdarahan yang minimal terjadi pada organ yang tertarik.f. Cedera organ padatCedera pada hepar, lien, ataupun ginjal yang mengakibatkan syok, instabilitas hemodinamik maupun bukti klinis adanya perdarahan yang masih berlangsung menjadi indikasi perlunya dilakukan laparotomi. Cedera organ padat dengan hemodinamuk yang normal sering berhasil ditangani secara konservatif, pasien seperti ini harus dirawat untuk dilakukan observasi ketat.

Fraktur Pelvis dan cedera yang berhubunganPelvis disokong oleh struktur tulang sakrum dan tulang-tulang innominate (ilium, ischium, dan pubis) beserta struktur ligamennya. Bila terjadi fraktur tulang maupun cedera ligamen, maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami pukulan yang cukup kuat. Fraktur pelvis erat hubungannya dengan cedera intraperitoneal maupun retroperitoneal, baik organ visera maupun pembuluh darahnya. Insidensi robeknya aorta abdominalis cukup tinggi pada pasien dengan fraktur pelvis, terutama yang jenisnya anteroposterior.A.Mekanik trauma dan klasifikasiAda 4 pola pukulan yang menyebabkan fraktur pelvis, yaitu :1.Kompresi antero-posterior2.Kompresi lateral3.Tarikan lateral4.Pola kombinasi/kompleksKompresi antero-posterior dapat terjadi pada pejalan kaki yang ditabrak mobil maupun tabrakan motor, pukulan langsung pada pelvis maupun jatuh dari ketinggian lebih dari 3,6 m. Bila terjadi simfisiolisis, maka akan terjadi robekan ligamen posterior sakroiliaka, sakrospinosum, sakrotuberositas, ataupun lantai fibromuskular dari pelvis, yang terlihat sebagai fraktur sakroiliaka dengan atau tanpa dislokasi ataupun fraktur sakrum. Dengan terbukanya pelvic ring, dapat terjadi perdarahan dari pleksus vena pelvis, dan perdarahan dari cabang arteri iliaka kanan.B.PenilaianPada trauma abdomen, harus segera diperiksa pinggang, skrotum, dan daerah perianal apakah terdapat jejas, pembengkakan ataupun darah pada meatus, juga laserasi pada perineum, vagina, rektum, dan glutea yang menunjukkan kemungkinan adanya fraktur terbuka pelvis, di samping colok dubur yang menunjukkan prostat yang letaknya tinggi.Lalu kemudian dilakukan pemeriksaan stabilitas pelvis. Indikasi awal adanya instabilitas pelvis adalah adanya panjang tungkai yang berbeda ataupun deformitas berupa eksorotasi tanpa adanya fraktur tungkai. Karena pelvis yang instabil dapat mengalami eksorotasi, maka pelvis dapat ditutup dengan menekan kedua krista iliaka pada SIAS. Dapat dirasakan adanya gerakan dengan memegang krista liliaka dan pelvis yang instabil, sambil ditekan ke dalam dan keluar (manuever kompresi-distraksi). Dengan kerusakan di bagian posterior, sisi pelvis yang terkena dapat didorong ke arah kranial atau ditarik ke arah kaudal. Gerakan ini bisa dirasakan pada perabaan di daerah spina iliaka posterior sambil mendorong-menarik hemipelvis yang instabil tersebut.

Gambar 3: Algoritma fraktur pelvis dan syok hemoragik(Sumber: American College of Surgeons Committee on Trauma, 2012. Abdominal and Pelvic Trauma. Advanced Trauma Life Support for Doctors ATLS Student Manual 9th edition. USA: American College of Surgeons. 122-140)

C.PenangananAda beberapa teknik sederahana yang dapat digunakan sebelum memindahkan pasien dan selama resusitasi dengan kristaloid ataupun darah. Teknik tersebut antara lain :1.Pelvic sling untuk endorotasi tungkai2.Pengunaan vaccum-type long sping splinting device (bean bag)3.Penggunaan Pneumatic Antishock Garment (PASG)4.Traksi longitudinal untuk reduksi terhadap fraktur asetabulum