Trapmed Koreksi Refraksi Blok 16

18
PEMERIKSAAN REFRAKSI STANDAR KOMPETENSI Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik pemeriksaan refraksi, mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi dan koreksi refraksi pada pasien. KOMPETENSI DASAR Setelah melakukan pelatihan ini diharapkan : 1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan refraksi 2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi 3. Mahasiswa mampu menentukan jenis gangguan refraksi 4. Mahasiswa mampu menentukan seberapa besar gangguan refraksi yang terjadi 5. Mahasiswa mampu menentukan jenis dan besar koreksi refraksi yang diperlukan PENDAHULUAN Pemeriksaan refraksi termasuk pemeriksaan mata dasar yang banyak dilakukan baik di pusat pelayanan kesehatan maupun di tempat umum yang menjual produk untuk mengkoreksi kelainan refraksi seseorang. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis kelainan refraksi dan mengukur besarnya kelainan tersebut yang perlu dikoreksi. Pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan subyektif dan obyektif.

description

FK

Transcript of Trapmed Koreksi Refraksi Blok 16

  • PEMERIKSAAN REFRAKSI

    STANDAR KOMPETENSI

    Setelah melakukan pelatihan ketrampilan klinik pemeriksaan

    refraksi, mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi dan

    koreksi refraksi pada pasien.

    KOMPETENSI DASAR

    Setelah melakukan pelatihan ini diharapkan :

    1. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan refraksi

    2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi

    3. Mahasiswa mampu menentukan jenis gangguan refraksi

    4. Mahasiswa mampu menentukan seberapa besar gangguan

    refraksi yang terjadi

    5. Mahasiswa mampu menentukan jenis dan besar koreksi

    refraksi yang diperlukan

    PENDAHULUAN

    Pemeriksaan refraksi termasuk pemeriksaan mata dasar yang

    banyak dilakukan baik di pusat pelayanan kesehatan maupun di

    tempat umum yang menjual produk untuk mengkoreksi kelainan

    refraksi seseorang. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui

    jenis kelainan refraksi dan mengukur besarnya kelainan tersebut yang

    perlu dikoreksi. Pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan

    subyektif dan obyektif.

  • Gambar 1. Retinoscopy

    Pemeriksaan refraksi obyektif dilakukan menggunakan alat

    retinoscopy dan auto-refractor yang hasilnya dapat dilihat atau diukur

    langsung, tidak tergantung apa yang dikatakan oleh penderita kepada

    pemeriksa. Hasil pemeriksaan refraksi subyektif sangat tergantung

    yang dikatakan penderita kepada pemeriksa. Metode pemeriksaan

    subyektif antara lain menggunakan metode best vision sphere,

    sphero-sylindrical dan near refraction dengan menggunakan

    phoropter atau lensa coba (trial lens) yang dipakaikan pada penderita.

    Mengingat masing-masing metode memilki kelebihan dan kekurangan

    maka biasanya kedua jenis pemeriksaan tersebut dilakukan bersama.

    Pemeriksaan dengan retinoscopy dan auto-refrakter membutuhkan

    keahlian tingkat lanjut seorang ahli mata, dan alat phoropter termasuk

    alat yang berat, rentan dan mahal, maka yang akan dilakukan pada

    ketrampilan dasar pemeriksaan mata adalah metode pemeriksaan

    yang paling umum digunakan yaitu secara subyektif menggunakan

    set alat trial lens.

  • Gambar 2. Pemeriksaan refraksi menggunakan phoropter

    Gambar 3. Pemeriksaan refraksi menggunakan trial frame/lens

  • Gambar 4. Set alat trial lens

    KELAINAN REFRAKSI

    Seseorang dengan kelainan refraksi akan datang dengan

    mata yang tampak normal dengan keluhan sulit melihat dengan jelas.

    Kelainan refraksi terjadi karena kelainan bentuk dan ukuran bola

    mata, sehingga seseorang membutuhkan kaca mata atau lensa

    kontak (contact lens) agar dapat melihat dengan jelas dan nyaman.

    Kelainan refraksi terdiri dari miopia, hiperopia, astigmatisma dan

    presbiopia. Besarnya kelainan refraksi dan koreksi yang perlu

    dilakukan tergantung pada kelengkungan kornea, lensa dan panjang

    bola mata.

    Pada mata normal (emetrop) sinar yang masuk akan

    difokuskan tepat pada retina, sedangkan pada mata ammetrop sinar

    tidak tepat jatuh di retina sehingga tidak didapatkan bayangan benda

    yang jelas.

  • Gambar 5. Pembiasan sinar mata emetrop

    Gambar 6. Pembiasan sinar mata miopia

    Berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi,

    jatuh pada fokus yang berada di depan retina akan menimbulkan

    kelainan yang disebut miopia. Dalam keadaan ini obyek yang jauh

    tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling

    bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina

    sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran difus dengan

    akibat bayangan kabur. Miopia terdiri dari miopia axial yaitu bila

    sumbu mata lebih panjang dari normal dan miopia pembiasan bila

    daya bias lebih besar dari normal misalnya pada orang dengan lensa

    terlalu cembung. Koreksi miopia harus diberi kaca mata sferis lensa

    negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

  • Sinar yang difokuskan di belakang retina menyebabkan

    keadaan hipemetropia yang juga dapat disebabkan sumbu mata

    terlalu pendek disebut hipermetropia axial atau karena daya bias

    lensa kurang dari norma akibat kornea terlalu datar atau lensa yang

    menipis sehingga disebut hiperopia bias. Pada waktu koreksi

    hipermetropia harus diberi lensa positif sekuat-kuatnya.

    Gambar 7. Pembiasan sinar pada mata hipermetropia

    Pada astigmatisma sinar yang masuk mata tidak difokuskan

    pada satu titik diretina melainkan pada bidang bias masing-masing.

    Ada dua jenis astigmatisma yaitu irreguler yang memiliki titik bias

    tidak teratur dan jenis reguler yang titik bianya tertatur pada sumbu

    mata. Kelainan astigmatisme ireguler terdapat pada ketidakteraturan

    permukaan kornea yang dapat dinilai dengan tes menggunakan

    keratoskop plasido berupa piringan datar bergambar lingkaran-

    lingkaran hitam putih concentrik dengan lubang kecil ditengahnya.

    TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN

    TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

    Tujuan Pemeriksaan

    1. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan

    paling jelas untuk mengkoreksi kelainan refraksi

    2. Menentukan jenis lensa bantu yang memberikan penglihatan

    paling nyaman untuk mengkoreksi kelainan refraksi

  • Alat Yang Perlu Dipersiapkan

    1. Penggaris

    2. Optotype Snellen

    3. Set alat trial frame dan trial lens (kaca mata dan lensa coba)

    4. Keratoskop Plasido

    5. Kartu baca dekat

    Cara Pemeriksaan

    Persiapkan penderita untuk duduk sejajar pada jarak 6 meter

    dari optotype snellen (=d). Tentukan dahulu ketajaman penglihatan

    masing-masing mata, dengan menutup mata yang tidak diperiksa.

    Pemeriksaan dilakukan dengan menunjukkan huruf-huruf pada

    optotype snelen mulai dari deretan huruf terbesar sampai deretan

    huruf terkecil yang masih dapat dilihat atau dibaca dengan jelas dan

    lengkap (=D). Disebelah kanan deretan huruf tersebut, tertera angka

    yang menunjukkan jarak dalam meter yang masih dapat dibaca mata

    normal (emmetrop). Ketajaman penglihatan ditentukan dengan rumus

    snellen yaitu V= d/D, harga d selalu 5 atau 6 meter.

    Ukur jarak pupil (PD/Pupil Distance) kedua mata untuk

    mengukur jarak frame kanan dan kiri pada trial frame yang akan

    dipasangkan dan kaca mata atau lensa bantu koreksi nantinya.

    Tentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan meletakkan

    penggaris di depan kedua mata, kemudian mengarahkan senter di

    tengah kedua mata pasien. Perhatikan reflek cahaya pada kedua

    kornea mata, kemudian ukur jarah antara kedua reflek tersebut dalam

    mm maka didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat.

    Tambahkan 2mm untuk jarak pupil untuk penglihatan jauh.

    Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan

    mata adalah emmetropia atau hipermetropia dengan akomodasi.

    Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk

    penglihatan dekat. Pasang penutup (occluder) di depan salah satu

    mata yang belum akan diperiksa.

  • Gambar 8. Beberapa jenis optotype Snellen

  • Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positif

    (+)0,25D. Ulangi pemeriksaan dengan meminta penderita membaca

    semua deretan huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang

    masih dapat dibaca dengan jelas dan lengkap.

    Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula jelas

    menjadi kabur maka berarti mata penderita adalah emmetropia. Pada

    hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6

    dengan akomodasi. Untuk koreksinya, pemeriksa mulai dengan

    memberikan lensa positif (+)0,25D, berturut-turut meningkat 0,25D.

    Hal ini adalah usaha untuk membuat mata menjadi emmetrop dengan

    mengurangi akomodasi, sebagai hasilnya diharapkan penderita dapat

    melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas tanpa akomodasi. Lensa positif

    terkuat dimana mata hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf

    6/6 dengan jelas menunjukkan besar kelainan hipermetropianya.

    Bila visus kurang dari 6/6, lanjutkan dengan tes pinhole

    dengan meletakkan pinhole didepan mata yang diperiksa. Bila

    dengan tes pinhole ketajaman penglihatan menjadi lebih baik maka

    terbukti pasien mengalamai kelainan refraksi, namun bila pada tes

    pinhole tidak mengalami perbaikan maka pasien tidak mengalami

    kelainan refraksi dan perlu dirujuk untuk pemeiksaan mata lebih

    lanjut.

  • Gambar 9. Cara pemasangan lensa coba pada kaca mata coba

    Bila visus kurang dari 6/6 dengan tes pinhole positif, maka

    kemungkinan mata termasuk miopia. Untuk menilai besar miopia,

    dimulai dari lensa negatif (-)0,25D, ditambahakan berturut-turut -0,25

    sampai pada lensa negatif terlemah penderita dapat membaca

    deretan huruf 6/6.

    Untuk melakukan koreksi, kadang terdapat beberapa jenis

    kekuatan lensa yang pas untuk digunakan melihat dengan jelas,

    namun tidak semua lensa tersebut akan nyaman digunakan sebagai

    lensa bantu. Hanya akan ada satu jenis kekuatan lensa yang

    memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat dipakai

    sebagai lensa bantu yaitu lensa yang akan meminimalkan akomodasi

    penderita. Untuk melakukan koreksi perlu dicoba beberapa jenis

    kekuatan lensa secara berurutan yang tetap memberikan penglihatan

    yang jelas dan kenyamanan saat membaca huruf tersebut.

  • Seseorang dengan miopia bila diberikan lensa bantu negatif

    yang terlalu lemah akan menimbulkan ketidaknyamanan karena

    membuat orang tersebut berakomodasi untuk dapat melihat dengan

    jelas atau pada hiperopia yang diberikan lensa positif terlalu kuat akan

    menyebabkan pandangan orang tersebut kabur. Jadi bila pasien

    miopia dikoreksi dengan -3,0D memberikan tajam penglihatan 6/6,

    dan demikian juga bila diberi -3.25D, maka sebaiknya diberikan lensa

    koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik

    sesudah dikoreksi. Demikian pula pada penderita hipermetropia, perlu

    ditambah atau kurangkan kekuatan lensa sampai didapatkan visus

    terbaik (trial and error). Ketepatan koreksi sangat ditentukan oleh

    ketepatan ukuran lensa bantu yang dapat membiaskan sinar tepat

    pada retina dengan akomodasi lensa yang minimal agar penderita

    dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Orang yang tidak

    mengontrol akomodasinya sering menyatakan bahwa kadang ia

    melihat deretan huruf yang sama secara jelas dan kabur. Hal tersebut

    harus dapat dikontrol oleh pemeriksa.

    Usahan untuk melakukan pemeriksaan refraksi secepat

    mungkin untuk menghindari kebosanan dari penderita yang akan

    mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Terutama pada anak-

    anak yang cepat bosan sehingga perlu banyak dihibur untuk

    membantu konsentrasinya dan orangtua yang cepat lelah sehingga

    pemeriksaan dapat diteruskan di lain waktu.

    Pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme dapat dilakukan

    dengan metode refraksi spero-cylindrical menggunakan lensa silindris

    untuk mengoreksinya. Selain itu dapat juga menggunakan keratoscop

    palsido. Pemeriksaan astigmatisme dengan ketatoskop plasido

    bertujuan untuk mengetahui keteraturan permukaan kornea.

    Ketatorkop plasido diletakkan kurang lebih 20cm didepan mata orang

    yang diperiksa, kemudian penderita diminta terus memandang lubang

    keratoskop. Dari lubang tersebut pemeriksa dapat melihat bayangan

    lingkaran pada kornea. Bila kornea bulat sempurna, yang tampak

    adalah lingkaran konsentrik. Bila ada meredian yang lebih

    melengkung daripada yang lain tegak lurus pada meredian I tadi,

  • maka tampak lingkaran-lingkaran lonjong sehingga disebut sebagai

    astigmatisme reguler. Pada astigmatisme irreguler, bentuk bayang

    garis hitam putih yang tampak tidak teratur.

    Pemeriksaan adanya presbiopia berhubungan dengan

    keluhan membaca dekat dan usia lanjut, karena presbiopia biasanya

    terjadi pada usia diatas 38 tahun. Metode yang digunakan adalah

    near refraction dengan kartu baca dekat. Sebelumnya sesuakan jarak

    pupil penglihatan dekat pada kaca mata coba. Berikan lensa speris

    (+) umumnya disesuaikan umur S+1,00D (usia 40 tahun), S+1,50D

    (45 tahun) hingga S+3,00D (60 tahun). Minta penderita untuk

    membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang baik (30 cm).

    Mengingat pemeriksaan ini adalah subyektif, maka dapat

    terjadi kasus maligering terutama pada anak-anak yang hanya ingin

    memakai kaca mata sepeti orang tuanya atau pada orang dengan

    kelainan perilaku. Gunakan plano test pada lensa coba untuk

    mengetes adanya maliongering dan lihat adanya perbaiakan.

    Pindahkan anak lebih dengan kartu snellen dan ulangi pemeriksaan

    tajam penglihatan bila tidak ada perbaikan maka dapat dikatakan

    penderita berpura-pura mengalami kelaian refraksi.

    Penulisan hasil pemeriksaan refraksi dan koreksi lensa bantu

    yang diperlukan meliputi identitas penderita, usia, jenis kelainan

    refraksi yang didapatkan pada mata kanan (OD/Oculi dextra) dan

    mata kiri (OS/Oculi sinistra), jarak pupil (PD) penglihatan jauh dan

    dekat dan besarnya koreksi yang diperlukan.

    Nama : Tn. A

    Usia : 30 tahun

    Myopia R/ OD S 2,25D

    OS S 3,24D PD 64/62mm

    Addisi ODS S+ 1,50 D

    Paraf :

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonymous, 2009, Introduction to Refraction-Student Manual , ICEE

    Refractive Error Training Package

    Casser L., Carmiencke K., Goss D.A., Kneib B.A., Morrow D., Musick

    J.E., 2005, Optometric Clinical Practice Guideline

    Comprehensive Adult Eye and Vision Examination, Reference

    Guide for Clinicians, Second Edition, American Optotric

    Association, St. Louis.

    Naidoo K., Govender P., 2002, Case Finding in the Clinic: Refractive

    Errors, Community Eye Health Vol 15 No. 43 2002 p39-40

    Rahayu A.M., 2009, Buku Penuntun Praktikum Fisiologi Program

    Studi S1 Farmasi Universitas Mulawarman, Laboratorium Ilmu

    Faal Program Studi Kedokteran Umum Universitas

    Mulawarman, Samarinda.

  • SKENARIO

    Seorang pasien laki-laki usia 25 tahun datang ke poli mata

    rumah sakit anda dengan keluhan kabur ketika melihat jauh, kesulitan

    membaca atau melihat benda kecil harus dari dekat dan lekas lelah

    ketika membaca buku. Lakukan pemeriksaan kelainan refraksi yang

    diperlukan.

  • CEK LIST PENILAIAN KETRAMPILAN PEMERIKSAAN REFRAKSI

    No ASPEK YANG DINILAI SKOR

    0 1 2

    1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

    2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan

    3. Mempersiapkan alat berupa penggaris, set trial frame

    dan trial lens, keratoskop placido dan optotype

    snellen

    4. Mempersilahkan penderita duduk nyaman pada jarak

    6 meter dari snellen chart

    5. Tentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan

    meletakkan penggaris di depan kedua mata,

    kemudian mengarahkan senter di tengah kedua mata

    pasien. Perhatikan reflek cahaya pada kedua kornea

    mata, kemudian ukur jarah antara kedua reflek

    tersebut dalam mm maka didapatkan jarak pupil

    untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2 mm untuk

    jarak pupil untuk penglihatan jauh.

    6. Memeriksa tajam penglihatan masing-masing mata

    penderita dengan meminta penderita membaca

    deretan hurup pada kartu snellen dari yang terbesar

    hingga terkecil yang masih dapat dibaca jelas dan

    lengkap

    7. Menentukan nilai ketajaman penglihatan (visus)

    dengan membaca hasil pada sebelah kanan kartu

    snellen (sesuai huruf yang masih dapat dibaca

    dengan jelas dan lengkap)

  • 8. Bila hasil visus 6/6, pemeriksa mulai memasangkan

    trial lens dengan kekuatan +0,25D untuk

    membedakan mata emmetrop dan hipermetrop.

    Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu

    jarak pupil untuk penglihatan dekat. Pasang penutup

    (occluder) di depan salah satu mata yang belum

    akan diperiksa.

    9. Bila penderita menyatakan kabur pada deretan huruf

    yang tadi dapat dibaca dengan jelas berarti penderita

    termasuk emmetropia

    10. Pada hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf

    yang lebih kecil dari 6/6 dengan akomodasi. Untuk

    koreksinya, pemeriksa mulai dengan memberikan

    lensa positif (+)0,25D, berturut-turut meningkat

    0,25D. Lensa positif terkuat dimana mata

    hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf 6/6

    dengan jelas menunjukkan besar kelainan

    hipermetropianya

    11. Bila visus kurang dari 6/6, lanjutkan dengan tes

    pinhole dengan meletakkan pinhole didepan mata

    yang diperiksa. Bila pinhole positif, maka

    kemungkinan mata termasuk miopia

    12. Nilai besar miopia, dimulai dari lensa negatif (-)0,25D,

    ditambahakan berturut-turut -0,25 sampai pada lensa

    negatif terlemah penderita dapat membaca deretan

    huruf 6/6.

    13. Koreksi kelainan refraksi penderita dengan

    menambah atau mengurangi kekuatan lensa sesuai

    kelainan untuk mengurangi akomodasi penderita

    hingga penderita jelas melihat dan nyaman

    menggunakan jenis lensa tersebut.

  • 14. Lakukan pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme

    menggunaklan keratoskop plasido dengan

    meletakannya 20 cm di depan mata penderita dan

    minta penderita terus memandang lubang keratoskop

    15. Lihat bayangan lingkaran dari lubang pada kornea.

    Bila tampak lingkaran konsentrik berarti kornea bular

    sempurna, sedangkan bila ada meredian yang lebih

    melengkung berarti terdapat astigmatisme irreguler

    16. Laporkan dan catat hasil pemeriksaan dan koreksi

    yang perlu dilakukan