TRANSPORTASI & LOGISTIK -...

1

Transcript of TRANSPORTASI & LOGISTIK -...

Page 1: TRANSPORTASI & LOGISTIK - bigcms.bisnis.combigcms.bisnis.com/file-data/1/1352/040f558a_Des15-UnileverTbk.pdf · nya kepada Bisnis, Selasa (29/3). Pada prinsipnya importir mengingin-kan

T R A N S P O R T A S I & L O G I S T I K30 Rabu, 30 Maret 2016

JAKARTA — Gabungan Importir Na sio-nal Seluruh Indonesia mengusul kan masa bebas atau free time penumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok tetap tiga hari seiring dengan pembahasan revisi skema tarif progresif penumpukan di pelabuhan itu.

Ketua BPD Gabungan Importir Nasio-nal Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Ja karta Subandi mengatakan usulan itu su dah disampaikan saat pembahasan re visi skema tarif progresif penumpukan yang diinisiasi Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta pada Senin (28/3).

“GINSI DKI menyambut baik usulan untuk mengevaluasi pengenaan ta rif progresif penumpukan 900% se ba gai-ma na yang sudah ditetapkan melalui SK Direksi Pelindo II. Apalagi kalau free time-nya kembali menjadi 3 hari,” ujar-nya kepada Bisnis, Selasa (29/3).

Pada prinsipnya importir mengingin-kan tarif penumpukan peti kemas ti dak memberatkan pemilik barang dan ke gi-atan logistik secara keseluruhan.

Masalah saat ini adalah masih ada per soalan lamanya proses pengurus an dokumen secara keseluruhan me nyang-kut pre-clearance, custom clearance dan

post clearance yang merupakan kewe-nang an pemerintah karena terkait de-ngan 18 kementerian dan lembaga (K/L).

Saat ini, pengenaan tarif progresif 900% mulai hari kedua terhadap ke gi-at an penumpukan peti kemas di Pela-buhan Tanjung Priok Jakarta sudah di-tetapkan melalui SK Direksi Pelindo II HK.568/23/2/1/PI.II.

Dia memaparkan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli pernah meng usulkan penumpukan barang di-kenai tarif pinalti Rp5 juta per hari, se dangkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II justru mengusulkan tarif 2.000% dari tarif dasar per hari. “Setelah bernegosiasi disepakati hanya 900%, tetapi sesungguhnya itu lemah,” ujarnya.

Subandi memahami usulan agar tarif progresif kontainer 900% dievaluasi ka-rena dianggap kemahalan. Saat ini, ma-najemen Pelindo II juga merespons de-ngan mengevaluasi atas kebijakan tarif pro gresif tersebut.

“Tetapi kami menolak pengenaan tarif Rp5 juta per hari setelah hari ke-4 dan se terusnya, sebab hal ini bukan saja memberatkan tetapi juga tidak berdasar,” paparnya. (k1)

JAKARTA — Pembangunan jalan se cara massif di kota besar Indonesia di nilai bukan solusi utama untuk mengatasi kemacetan meskipun itu dibutuhkan kota itu.

Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Ofyar Z. Tamin mengatakan solusi untuk mengatasi kemacetan yang ada di kota di Indonesia, terutama Jakarta adalah transportasi publik. “Mobil dan motor naik karena pemerintah tidak mampu sediakan angkutan umum [yang layak],” katanya di Jakarta, Selasa (29/3).

Selama ini, pemerintah tidak mampu menyediakan angkutan umum sehingga masyarakat mencari jalan keluar dengan membeli kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil. Menurutnya, de -ngan menggunakan angkutan pribadi, masyarakat memiliki kebebasan waktu dan arah.

Kondisi itu berbeda jika menggunakan transportasi umum yang sering lama ber-henti untuk mencari penumpang atau harus melewati rute yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, dia menilai langkah per tama yang harus dilakukan adalah de ngan memperbaiki angkutan umum agar masyarakat mau mengubah cara be pergiannya dengan menggunakan trans portasi umum.

Angkutan umum tersebut haruslah yang ramah terhadap segala penumpang. Angkutan umum tersebut juga harus terintegrasi, mampu membe rikan pela-yanan yang memuaskan, dan sistem tiket terpadu.

Adapun jenis transportasi publik di kota, dia menuturkan bisa apa saja se per-ti kereta api ringan (light rail transit/LRT), bus rapid transit (BRT), atau mass rapid transit (MRT). Setelah peme rintah memperbaiki angkutan umumnya, lang-kah selanjutnya yang bisa dilakukan

ada lah dengan pembatasan kendaraan.Saat ini, dia menilai angkutan umum

belum diperbaiki. Namun, pemerintah sudah mengeluarkan kendaraan murah atau yang biasa disebut dengan low cost green car (LCGC). Kondisi tersebut di nilainya menambah kemacetan yang su dah terjadi selama ini.

Menurutnya, penggunaan kendaraan pribadi sebenarnya memiliki beberapa ke lemahan seperti waktu mengemudi dan parkir.

Selain itu, kondisi jalan yang macet da- pat membuat penggunaan bahan ba kar lebih banyak. Dia mengungkapkan penggunaan bahan bakar akan efek tif saat kendaraan berjalan dalam kecepatan 60 kilometer/jam.

Di atas kecepatan tersebut, bahan ba kar kendaraan yang digunakan akan lebih banyak. Namun, ada timbal baliknya, yakni berupa waktu yang le bih cepat untuk sampai ke tempat tu juan. Sementara penggunaan di bawah kecepatan itu pun dapat membuat penggunaan bahan bakar lebih banyak, terlebih ketika macet.

Selain bahan bakar, biaya lain yang harus dikeluarkan jika memiliki kenda-raan pribadi adalah tol, parkir, asuransi, perawatan, dan sebagainya.

Dosen Universitas Katolik Soegijapra-nata Semarang Djoko Setijowarno ber-pendapat transportasi umum di beberapa daerah di Indonesia semakin memburuk. Dia menuturkan beberapa kepala dae-rah atau walikota tidak mampu menata transportasinya.

Dia menuturkan, menghadapi hal tersebut negara harus memiliki strate-gi. Menurutnya, perbaikan transportasi tidak hanya sekedar mengatasi kemacet-an, ada budaya di dalam transportasi seperti budaya antre. (Yudi Supriyanto)

�TARIF PROGRESIF PRIOK

GINSI Usul Bebas Bea Penumpukan Barang 3 Hari

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kiri) berdiskusi dengan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan saat mengikuti Rapat Terbatas membahas Percepatan Proyek Light Rail Transit (LRT) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa

(29/3). Pre siden menargetkan LRT yang dibangun di Jakarta, Palembang, dan Bandung Raya itu selesai secepatnya.

Antara/Yudhi Mahatma

�PERCEPATAN PEMBANGUNAN LRT

�ASAS CABOTAGE

Jonan: RI Tak Punya Kapal Kabel Optik

Hendra [email protected]

Padahal, Menhub menegaskan sebagai ne gara kepulauan kebutuhan kapal penanam ka bel optik bawah laut sangat banyak terutama untuk melayani perusahaan telekomunikasi yang berekspansi ke luar Pulau Jawa.

“Kapal khusus pasang kabel laut Indonesia nggak punya. Yang punya Malaysia,” katanya dalam diskusi Forum Perhubungan hasil ker ja sama Harian Bisnis Indonesia dengan Ke men-terian Perhubungan di Jakarta, Selasa (29/3).

Seminar itu menghadirkan pula Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sa rana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy K Logam, Ketua Umum Aso siasi Badan Usaha

Pela buhan Indonesia (ABUPI) Aulia Febri Fat wa, Sekjen DPP INSA Bu di Halim, Plt Dirjen Perhu-

bung an Laut Kemenhub Umar Aris dan dosen Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Tri Ahmadi.

Oleh karena itu, Jonan meminta pelayaran niaga yang tergabung dalam Indonesian Na tio-nal Shipowners Association (INSA) memba-ngun kapal khusus penanam kabel optik bawah laut yang kebutuhannya cukup besar di tengah tumbuhnya Information, Communications & Technology (ICT).

Selama ini, Menhub memaparkan dirinya ha rus menandatangani izin penggunaan kapal asing khususnya kapal penanam kabel optik bawah laut. “Coba INSA dibangun sendiri.”

Sejauh ini, perusahaan telekomunikasi di In donesia harus mendatangkan kapal asing penanam kabel optik bawah laut dengan harga sewa bisa mencapai US$70.000 per hari.

KETERSEDIAAN MUATANSementara itu, Sekjen DPP INSA Budhi

Ha lim menyatakan sampai saat ini perusahaan pe layaran nasional masih menghadapi kenyata-an tidak ada jaminan ketersediaan muatan.

Selain itu, dia melanjutkan belum ada jamin-an pemerintah dalam bentuk regulasi bakal

mem prioritaskan armada Merah Putih.Dia juga mengharapkan sektor perbankan

agar memberikan insentif bunga yang kompe-titif bagi dunia pelayaran memesan kapal di da lam negeri.

Ketua Umum Iperindo Eddy K Logam me nyatakan pemerintah harus menjamin ada kon trak jangka panjang kepada perusahaan pela yaran nasional.

Dengan model kontrak mu atan jangka pan-jang, lanjutnya, memudahkan pelayaran nasional memesan kapal jenis baru ke galangan nasional.

“Selama ini orang memahami harga kapal pas belinya saja, padahal harga kapal oleh temen-te-men INSA juga operating costs-nya juga,” paparnya.

Djoni A. Algamar, Direktur PT Optic Marine Indonesia—penyedia jasa industri kabel bawah laut—, mengkhawatirkan pembelian kapal khusus penanam kabel optik bawah laut tidak didukung jaminan pekerjaan secara ber-kesinambungan.

“Beli kapal bekas penanam kabel optik bisa Rp500 miliar. Kita khawatir juga sudah beli kapal tapi nggak ada pekerjaan setelah itu.”

Dia menyarankan pemerintah membuat kebijakan yang tetap seperti menyetop peng-gunaan kapal asing di sektor lepas pantai seperti amanat asas cabotage sehingga bisa menumbuhkan pelayaran nasional. (Gloria F.K.

Lawi/Hadijah Alaydrus)

Pelni Buka Lagi Satu TrayekTol Laut

JAKARTA — PT Pe -layaran Nasional In do -nesia (Pelni) meng ope-rasikan KM Nu santara Pelangi 101 un tuk me nam bah satu unit kapal tol laut de ngan men jalani rute pe nu gas-an trayek T-2, Tan jung Pe rak-Kalabahi-Moa-Sa-umlaki-Dobo-Me rauke sejauh 3.874 mil.

Akhmad Sujadi, Ma -na ger Komunikasi dan Hu bungan Kelem ba gaan PT Pelni, mengatakan Ka pal berkapasitas 350 TEUs itu akan berlayar se cara rutin pada rute yang telah ditetapkan yang akan dioperasikan mulai Senin (28/3) si ang dari Tanjung Pe rak, Su ra baya.

“Dengan penambahan satu rute ini, Pelni telah mengoperasikan empat kapal untuk mendu-kung kelancaran distri-busi barang, yang dam-paknya akan membantu mengurangi disparitas har ga dan membang-kit kan perekonomian,” paparnya dalam siaran pers, Senin (28/3).

KM Nu san tara Pelangi 101 akan menempuh rute Tanjung Perak-Kalabahi-Moa-Saum laki-Me rauke, dan mengangkut barang po kok berupa beras, terigu, minyak goreng dan aneka kebutuh-an sehari-hari. (Hadijah

Alaydrus)

�Kemenhub masih izinkan penggunaan kapal asing untuk jenis pekerjaan bawah laut.

� INSA meminta perbankan memberikan bunga murah ke pelayaran.

31 Mei 2005

6.041 unitDesember 2014

14.156 unit

Jumlah Kapal Niaga Nasional

31 Mei 2005

5,67 juta GTDesember 2014

20,79 juta GT

Kapasitas Kapal Niaga Nasional

Sumber: Kemenhub, diolah

BISNIS/RADITYO EKO

JAKARTA — Menhub Ignasius Jonan menyatakan Indonesia sampai saat ini belum memiliki kapal khusus penanam kabel optik bawah laut sehingga harus mendatangkan

kapal dari luar negeri.

�TRANSPORTASI DARAT

Kota Besar Perlu Benahi Angkutan Umum

djoko
Typewriter
Bisnis Indonesia, Investor, 30 Maret 2016
djoko
Typewriter