Translet Sepsis Luka Bakar

23
Pengaruh Jenis Mikroorganisme Yang Diisolasi Dari Darah Dan Luka Bakar Terhadap Hasil Terapi Pada Pasien-Pasien Luka Bakar Dengan Sepsis JustYna glik, marek kawecki, Tadeusz gaźDzik, Mariusz nowak Meskipun terdapat perkembangan pada kombustiologi, infeksi terus menjadi penyebab paling penting dalam terjadinya kematian pada pasien-pasien dengan luka bakar. Sepsis merupakan presentasi klinik yang paling berat dari infeksi pada pasien-pasien setelah mengalami luka bakar yang memerlukan terapi dengan segera. Diagnosis dini dan terapi yang layak dari sepsis adalah penting dalam pengelolaan klinik yang sering terganggu oleh karena banyak sebab, contoh: imunitas pasien yang terganggu, masalah-masalah dengan mikroorganisme yang memiliki resistensi obat antibakterial multipel. Tujuan penelitian: untuk mengetahui pengaruh jenis mikroorganisme yang diisolasi dari darah dan luka bakar terhadap hasil terapi pada pasien-pasien luka bakar dengan sepsis. Bahan dan Metode: efek jenis mikroorganisme yang diambil dari darah dan luka pasien terhadap hasil terapi sepsis yang teramati pada 338 pasien rawat inap di Rumah Sakit segera setelah suatu kejadiaan yang menimbulkan luka bakar di Centre for Burn Treatment in Siemianowice Śląskiepada tahun 2003-2004 (pada usia 19-96 tahun, 66 wanita dan 272 pria). 1

description

LKA BAKAR

Transcript of Translet Sepsis Luka Bakar

Page 1: Translet Sepsis Luka Bakar

Pengaruh Jenis Mikroorganisme Yang Diisolasi Dari Darah Dan Luka Bakar

Terhadap Hasil Terapi Pada Pasien-Pasien Luka Bakar Dengan Sepsis

JustYna glik, marek kawecki, Tadeusz gaźDzik, Mariusz nowak

Meskipun terdapat perkembangan pada kombustiologi, infeksi terus menjadi penyebab

paling penting dalam terjadinya kematian pada pasien-pasien dengan luka bakar. Sepsis

merupakan presentasi klinik yang paling berat dari infeksi pada pasien-pasien setelah

mengalami luka bakar yang memerlukan terapi dengan segera. Diagnosis dini dan terapi

yang layak dari sepsis adalah penting dalam pengelolaan klinik yang sering terganggu

oleh karena banyak sebab, contoh: imunitas pasien yang terganggu, masalah-masalah

dengan mikroorganisme yang memiliki resistensi obat antibakterial multipel.

Tujuan penelitian: untuk mengetahui pengaruh jenis mikroorganisme yang diisolasi dari

darah dan luka bakar terhadap hasil terapi pada pasien-pasien luka bakar dengan sepsis.

Bahan dan Metode: efek jenis mikroorganisme yang diambil dari darah dan luka pasien

terhadap hasil terapi sepsis yang teramati pada 338 pasien rawat inap di Rumah Sakit

segera setelah suatu kejadiaan yang menimbulkan luka bakar di Centre for Burn

Treatment in Siemianowice Śląskiepada tahun 2003-2004 (pada usia 19-96 tahun, 66

wanita dan 272 pria). Gejala klinik dari infeksi secara umum ditemukan pada semua

subjek penelitian. Kelompok penelitian dibagi menjadi 2 subkategori: jenis

mikroorganisme yang diambil dari darah, jenis mikroorganisme yang diambil dari luka

bakar, juga kejadian dari infeksi yang sama dan berbeda pada darah dan luka bakar yang

diderita.

Hasil: Kultur darah yang positif didapatkan pada 165 pasien (48.8%), 106 (64.2%)

sembuh, 59 (35.8%) meninggal. Mikroorganisme yang paling banyak didapat pada

pasien-pasien yang sembuh adalah jenis gram (+) Staphylococcus epidermisis MRSE

(19.81%) dan Staphylococcus aureus MRSA (18.87%). Bakteri bentuk batang gram (-)

pada intestinal adalah yang paling sedikit ditemukan dari kelompok ini. Mikroorganisme

yang paling banyak didapatkan dari darah pasien yang meninggal termasuk kuman batang

gram (-) non-fermentasi. Acinobacter baumanii (35.59%) dan Pseudomonas aeruginosa

(22.03%). Flora bakteri campuran ditemukan pada darah 22.03% pasien. Di antara para

pasien yang meninggal, mikroorganisme yang sama ditemukan pada darah dan luka dari

1

Page 2: Translet Sepsis Luka Bakar

32.3% pasien, sementara pada pasien yang sembuh berjumlah 17.92%. Bakteri yang

paling sering ditemukan pada darah dan luka bakar pasien yang sembuh mencakup

Staphylococcus aureus MRSA (31.58%) dan Staphylococcus aureus (21.05%). Pada

kelompok pasien yang meninggal , bakteri yang paling banyak didapatkan dari darah dan

luka masing-masing adalah Acinetobacter baumanii (47.37%) dan Pseudomonas

aeruginosa (36.84%).

Kesimpulan: Pasien-pasien dengan luka bakar memiliki resiko yang lebih tinggi

mengalami kematian akibat sepsis yang disebabkan bakteri gram (-) dibandingkan bakteri

gram (+). Infeksi dari darah dan luka bakar yang disebabkan oleh bakteri yang sama,

yaitu Pseudomonas aeruginosa dan Acinetobacter baumanii meningkatkan resiko

kematian yang diakibatkan sepsi pada pasien-pasien dengan luka bakar.

Kata Kunci: luka bakar, sepsis, infeksi luka bakar, infeksi darah

Alasan mengapa infeksi

merupakan suatu faktor yang signifikan

yang menuylitkan pengelolaan pada

pasien-pasien luka bakar mencakup

penurunan imunitas setelah terpapar

luka bakar, adanya banyak kesempatan

bagi infeksi untuk dapat terjadi, dan

resistensi banyak obat yang menyerang

organisme. Paparan terhadap area luas

dari jaringan subkutan, gangguan

mekanisme pertahanan lokal dan

sistemik, adanya eksudat dan debris

nekrotik pada luka, trombosis subkutan,

dan iskemia serta hipoksia yang

diakibatkan karena permukaan kulit

yang terbakar memicu pertumbuhan

cepat dari bakteri. Pada minggu pertama

setelah mengalami luka, luka bakar

dikolonisasi oleh bakteri kokus gram

positif, contohnya Staphylococcus

aureus atau Streptococcus pyogenes.

Dari permulaan minggu ke-dua, suatu

perubahan pada jenis flora yang

mengkolonisasi berubah menjadi

mikroorganisme gram negatif. Ketika

jumlah mikroorganisme pada luka bakar

menjadi cukup tinggi akibat proliferasi,

invasi ke jaringan yang lebih dalam

dimulai. Bila mikroorganisme ini

memasuki pembuluh darah atau limfatik

(setelah dilakukan intervensi bedah –

debridemen dari jaringan debris nekrotik

yang dikolonisasi mikroorganisme),

sepsis dapat terjadi, yang dapat

memburuk dengan prognosis, terutama

bila disebabkan oleh adanya resistensi

banyak obat dari bakteri flora gram

negatif.

2

Page 3: Translet Sepsis Luka Bakar

Sepsis merupakan bentuk klinik

terberat dari infeksi pada pasien-pasien

dengan luka bakar dan memerlukan

terapi segera. Tingkat mortalitas pada

pasien-pasien dengan infeksi pada alran

darah yang dikelola pada departemen

rumah sakit pendidikan mungkin

mencapai sekitar 20-50%. Kesulitan

dalam menegakkan diagnosis sepsis

pada pasien-pasien luka bakar juga

disebabkan adanya systemic

inflammatory response syndrome

(SIRS) yang manifestasinya sangat

mirip dengan sepsis. Kunci keberhasilan

terapi antibiotik adalah isolasi dari

faktor kausa dari darah (kultur darah).

Pada satu atau dua dekade terakhir,

banyak perbaikan dilakukan pada

prosedur kultur darah, mempersingkat

waktu deteksi dan identifikasi dari

patogen. Tidak semua kesulitan yang

dijumlai klinisi dapat dieliminasi.

Terdapat suatu kenaikan prevalensi dari

sepsis yang disebabkan oleh

mikroorganisme multipel pada pasien-

pasien luka bakar (infeksi campuran

atau berubah). Kultur darah yang positif

pada kasus-kasus sepsis yang secara

klinik terkonfirmasi tetap hanya

berjumlah sekitar 40%-80% dari semua

kultur yang dilakukan. Pada kebanyakan

kasus, bakteri hanya muncul secara

transien pada darah, yang mengurangi

kemungkinan hasil positif pada kultur

darah. Adanya bakteremia yang transien

ini, yang mana berarti bahwa tubuh

masih dapat melawannya, tidak dapat

disamakan dengan penegakkan

diagnosis sepsis. Evaluasi mikrobiologi

dar isampek-sampel darah mungkin

membantu hasil-hasil negatif palsu bila

darah yang dijadikan sampel di luar

periode dari munculnya bakteri pada

darah dan positif palsu bila sampel

terkontaminasi dengan mikroorganisme

yang mengkolonisasi kulit pasien.

Sebuah hasil yang positif sering

tiba di bangsal pasien dalam waktu yang

terlalu terlambat untuk dapat

memberikan intervensi yang baik pada

pasien, sehingga kepentingan untuk

memulai terapi antibiotik empiris pada

pasien-pasien luka bakar bila dicurigai

sepsis. Pada terapi empiris yang

demikian harus disertakan regimen

empiris yang didasarkan pada faktor-

faktor yang berkaitan dengan pasien

(kondisi genetik, termasuk – di antara

lainnya -, dungsi ginjal, konsentrasi

albumin sebagai pengikat obat

antibiotik) dan pengetahuan mengenai

data mikroorganisme yang sering

ditemukan pada departemen yang

melakukan terapi.

Terdapat laporan-laporan yang

mengonfirmasi bahwa kegagalan

melakukan terapi antibiotik cukup

3

Page 4: Translet Sepsis Luka Bakar

memberikan suatu efek yang

berlawanan pada outcome terapi dan

kenaikan mortalitas pasien-pasien luka

bakar. Mikroorganisme gram positif:

Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis, merupakan

jenis bakteri yang paling sering

didapatkan dari pasien-pasien luka bakar

(berdasarkan pengalaman kami sendiri).

Kuman basil gram negatif non-

fermentasi: Pseudomonas aeruginosa

dan Acinetobacter baumanii merupakan

kelompok mikroorganisme lainnya yang

didapatkan dari darah pasien luka bakar.

Mikroorganisme-mikroorganisme

terutama berbahaya karena adanya

lipopolysakarida (LPS) yang ikut

membangun struktur dinding selnya.

Pada infeksi-infeksi berat, adanya

bakteri yang menghasilkan LPS pada

darah memberikan suatu ancaman yang

signifikan pada kehidupan pasien.

Pseudomonas aeruginosa

merupakan mikroorganisme

opportunistik yang menyebabkan

infeksi-infeksi pada pasien-pasien yang

immunocompromised. Jumlah

mortalitas pada pasien-pasien sepsis

yang disebabkan bakteri gram negatif

non-fermentasi berkisar antara 38%

hingga 96% dan melebihi dari mereka

yang menderita sepsis yang diakibatkan

oleh bakteri gram negatif lainnya.

Banyak faktor memainkan peran

terhadap virulensi Pseudomonas

aeruginosa, termasuk: protease,

sitotoksin, fosfolipase, polisakarida

kapsul dan LPS, yang memfasilitasi

kolonisasi, penetrasi, dan kelangsungan

hidup meskipun terdapat gangguan

pertahanan pada pejamu.

Tujuan dilakukannya penelitian

ini adalah untuk menentukan dampak

dari jenis mikroorganisme yang diisolasi

dari darah dan luka terhadap hasil terapi

pada pasien-pasien luka bakar dengan

sepsis.

MATERI DAN METODE

Kami secara retrospektif

menganalisa catatan medis 388 pasien

yang dirawat inap segera setelah

mengalami luka bakar di Centre for

Burn Treatment in Siemianowice

Śląskie, Polandia, antara tahun 2003 dan

2004. Usia pasien berkisar dari 18-96

tahun (usia rata-rata: 44 tahun) dan

populasi penelitian terdiri dari 272 pria

dan 66 wanita, Semua pasien memiliki

manifestasi klinik yang sama akan

infeksi sistemik, yang diartikan sebagai

adanya setidaknya 2 dari abnormalitas

klinik berikut yang ditemukan: suhu

tubuh di atas 38oC atau kurang dari 36o

C, suatu denyut jantung lebih dari 90

kali per menit, frekuensi napas lebih dari

4

Page 5: Translet Sepsis Luka Bakar

20 kali per menit atau kadar PaCO2

kurang dari 32 mmHg, hitung jumlah

leukosit lebih dari 12.000/mm3 atau

kurang dari 4.000/mm3 atau ada lebih

dari 10% sel batang. Total 2456 sampel

darah terkumpul dari semua pasien

(gambar 1).

Darah yang dikumpulkan

dianalisa dengan BACTEC 9050 dan

setelah suatu sampel tambahan diambil

dilakukan kultur pada media standard.

Ketika jenis bakteria telah

teridentifikasi, sensitivitasnya diperiksa

dnegan metode difusi cakram. Pada saat

yang sama, sampel swab dikumpulkan

dari luka bakar pasien penelitian dan

materi swab tersebut kemudian

dipindahkan ke dalam media transport

Stuart dan kemudia dikultur pada media

yang sesuai. Mikroorganisme yang telah

diisolasi dikelopmokkan secara

kualitatif dan semikuantitatif

pertumbuhannya sebagai jumlah sedang

(+), banyak (++), dan sangat banyak (++

+). Identifikasi jenis bakteri diikuti

dengan pemeriksaan sensitivitas.

Sejak hari pertama mengalami luka

bakar, semua pasien mendapatkan teapi

co-amoxiclav preventif dalam dosis

harian berdasarkan usia, indeks massa

tubuh, dan komorbiditas. Pada pasien-

pasien yang mengalami manifestasi

klinik sepsis meskipun telah diberi

terapi antibiotik, kultur darah tetap

dilakukan. Bila kultur darah hasilnya

negatif, terapi empiris diberikan dan bila

tidak ada perbaikan yang terlihat dalam

72 jam, kultur darah yang lebih lanjut

dilakukan, dnegan mengumpulkan

sampel darah sebelum pemberian dosis

berikutnya dari antibiotik. Bila hasil

kultur darah positif, pasien diganti terapi

antibiotiknya dengan yang telah terbukti

sensitif terhadap kuman pada saat

pemeriksaan sensitivitas. Dalam kasus

infeksi darah campuran, kombinasi

antibiotik yang sinergi diberikan.

Populasi penelitian dibagi menjadi 2

kelompok:

Pasien yang sembuh,

Pasien yang meninggal akibat sepsis

atau komplikasinya.

Hal-hal berikut ini diperiksa pada kedua

subkelopok:

Jenis mikroorganisme yang diisolasi

dari darah,

Jenis mikroorganisme yang diisolasi

dari luka bakar

Adanya mikroorganisme jenis yang

sama secara terus-menerus pada darah

dan luka bakar

Subkelompok dari pasien-pasien

yang dinyatakan sembuh dan pasien-

pasien yang meninggal akibat sepsis

5

Page 6: Translet Sepsis Luka Bakar

juga dianalisa mengenai jenis

mikroorganisme yang dapat diisolasi

dari darah dan luka bakar, dengan hasil

sebagai berikut:

1. Pseudomonas aeruginosa,

2. Acinetobacter baumannii,

3. Staphylococcus aureus,

4. Methicillin-resistant Staphylococcus

aureus

5. (MRSA),

6. Methicillin-resistant Staphylococcus

epidermidis (MRSE),

7. Klebsiella pneumoniae,

8. Proteus mirabilis,

9. Enterococcus faecalis,

10. Enterobacter cloacae,

11. Candida albicans,

12. Streptococcus pneumoniae,

13. Escherichia coli,

14. Infeksi campuran.

Analisis statistik dilakukan dengan

menggunakan Microsoft Excel and

Statistica for Windows ver. 7.0.

Analisis statistik dari data yang

disertakan dalam perhitungan prosentasi

pasien-pasien yang sembuh dan

prosentase dari pasien-pasien yang

meninggal, diikuti dengan perhitungan

prosentasi parameter-parameter

perorangan, seperti jenis

mikroorganisme yang diisolasi dari

darah dan luka bakar dan outcome dari

sepsis dalam hal sembuh atau kematian.

Hubungan antara parameter-

parameter yang diperiksa diperiksa

dengan menggunakan ujia independent

chi-square pearson. Untuk sampel-

sampel yang kecil ujis chi-square yang

telah disesuaikan dari uji independent

dengan koreksi Yates digunakan.

Sebagai tambahan, untuk memeriksa

perbedaan yang signifikan antara

frekuensi-frekuensi (tersaji dalam

prosentase) dari parametere-parameter

individual dalam subkelompok, uji

untuk kedua indeks struktur

subkelompok untuk sampel yang besar

dan kecil digunakan.

Hasil

Pada subkelompok pasien-pasien

yang dinyatakan sembuh,

mikroorganisme gram positif, yang

disebut MRSE (19.71%) dan MRSA

(18.87%), merupakan jenis bakteri yang

paling sering ditemukan dari

pemeriksaan darah, sementara

enterobacteria gram negatif merupakan

jenis yang paling jarang didapatkan dari

pemeriksaan: Proteus mirabilis (0.94%)

dan Enterobacter cloacae (0.94%). Tida

terdapat Klebsiella pneumoniae yang

ditemukan dari pemeriksaan darah dari

subkelompok pasien ini.

6

Page 7: Translet Sepsis Luka Bakar

Pada subkelompok pasien-pasien

yang meninggal, bakteri bentuk batang

gram negatif non-fermentosa merupakan

jenis yang paling banyak didapatkan

dari pemeriksaan darah: Acinetobacter

baumanii (35.59%) dan Pseudomonas

aeruginosa (22.03%). Flora campuran

juga sering dijumpai dari pemeriksaan

darah pasien-pasien dalam kelompok ini

(22.03%).

Jenis bakteri yang paling jarang

dijumpai adalah Enterococcus faecalis

(1.69%), Candida albicans (1.69%), dan

Streptococcus pneumoniae (1.69%).

Tidak ada kultur darah dari pasien-

pasien ini yang mengandung Klebsiella

pneumoniae, Enterobacter cloacae, atau

Eschericia coli.

Pada semua pasien (baik yang sembuh

maupun yang meninggal), flora bakteri

campuran (lebihd ari satu jenis

mikroorganisme ditemukan) paling

banyak ditemukan (42.4% dan 45.1%

pada kelompok yang sembuhd an yang

meninggal). Pada subkelompok pasien-

pasien yang sembuh, MRSA bersama

dengan Pseudomonas aeruginosa

ditemukan pada 16.04% luka bakar yang

diperiksa.

Pada subkelopok pasien yang

meninggal akibat sepsis, Acinetobacter

baumanii ada diluka bakar pada 22.1%

pasien dan Pseudomonas aeruginosa

ditemukan pada 18.6% pasien. Pada

pasien-pasien ini, Staphyloccus aureus

bersama dengan MRSA diisolasi dari

luka bakar 5.1% pasien yang diperiksa.

Kriteria lainnya yang

berkebalikan di mana semua pasien pada

kedua subkelompok dianalisa adalah

adanya mikroorganisme yang sama

versus yang berbeda secara terus

menerus pada pemeriksaan darah dan

luka bakar. Pada kedua kelompok pasien

ini, adanya mikroorganisme yang

berbeda pada darah dan luka bakar lebih

sering dijumpai. Pada kelompok pasien

yang meninggal, adanya mkroorganisme

yang sama pada darah dan luka bakar

lebih banyak dijumpai daripada di

pasien-pasien subkelompok yang

sembuh (32.20% versus 17.92%).

Pada subkelompok pasien-pasien

yang sembuh, adanya MRSA secara

terus menerus (31.58%) dan

Staphyloccus aureus (21.05%) paling

banyak dijumpai pada pemeriksaan

darah dan luka bakar.

Pada subkelompok pasiei-pasien yang

meninggal, adanya Acinetobacter

baumanii (47.37%) dan Pseudomonas

aeruginosa (36.84%) paling banyak

didapatkan pada pemeriksaan darah dan

luka bakar.

7

Page 8: Translet Sepsis Luka Bakar

Jenis mikroorganisme dan outcome dari

sepsis (sembuh/meninggal)

Kami memeriksa hubungan

antara jenis mikroorganisme dari darah

dan dampaknya pada outcome sepsis

dalam hal kesembuhan atau kematian.

Dengan menggunakan uji chi-

square kami mandapati adanya

hubungan yang signifikan secara

statistik antara jenis mikroorgansime

dan outcome dari sepsis (χ2=29.96,

p<0.05).

Sebagai tambahan, berdasarkan

uji kedua struktur indek pada derajat

signifikansi p<0.05, dapat disimpulkan

bahwa jumlah kematian terbanyak

didapatkan bila mikroorganisme gram-

negatif ditemukan dari pemeriksaan

darah dan jumlah kesembuhan

terbanyak didapatkan pada kondisi

sepsis akibat kuman gram-positif.

Sebuah analisa dari mikroorganisme

gram negatif dan gram positif yang ada

pada darah

Staphylococcus aureus

Ketika kami menganalisa

hubungan antara satu dari

mikroorganisme gram-positif yang

paling sering dijumpai dari pemeriksaan

darah, Staphylococcus aureus dan

outcome dari terapi yang kamu

simpulkan, dengan menggunakan dua

indeks strutur, bahwa kesembuhan

secara signifikan lebih sering terjadi

daripada kematian bila didapatkan

Staphylococs aureus dari pemeriksaan

darah. Pada saat yang sama, terdapat

lebih banyak kematian bila

mikrorrganisme selain Staphyloccus

aureus ditemukan dari pemeriksaan

darah (tabel 2).

Methicillin-resistant Staphylococcus

aureus (MRSA)

Ketika kami menganalisa

hubungan antara MRSA yang ada dalam

darah dengan outcome terapi, kami

menyimpulkan, dengan menggunakan

uji untuk kedua indeks struktur, bahwa

kesembuhan secara signifikan lebih

sering terjadi daripada kematian bila

didapatkan Staphylococs aureus dari

pemeriksaan darah. Pada waktu yang

bersamaan, terjadi lebih banyak

kematian bila mikroorganisme selain

MRSA ditemukan dari pemeriksaan

darah (p<0.05) (tabel 3).

Acinetobacter baumanii

Analisa hubungan antara adanya

Acinetobacter baumanii dalam

pemeriksaan darah dan hasil terapi

sepsis dalam hubungannya dengan

8

Page 9: Translet Sepsis Luka Bakar

kesembuhan atau kematian

menunjukkan adanya suatu hubungan

yang signifikan secara statistik

(χ2=9.16, p<0.05). Kematian secara

signifikan lebih sering terjadi daripada

kesembuhan bila Acinetobacter

baumanii ditemukan dalam pemeriksaan

darah (tabel 4).

Pseudomonas aeruginosa

Terdapat suatu hubungan yang

signifikan secara statistik antara

ditemukannya Pseudomonas aeruginosa

pada pemeriksaan darah dengan

outcome sepsis dalam hal terjadi

kesembuhan atau kematian (χ2=8.47,

p<0.05). Kematian secara sinifikan lebih

sering terjadi bila terdapat Pseudomonas

aeruginosa dalam pemeriksaan darah

(tabel 5).

Infeksi darah dan luka bakar yang

disebabkan oleh mikroorganisme yang

sama dan Outcomenya terhadap Sepsis

Ketika kami menganalisa

hubungan antara outcome terapi dan

adanya infeksi yang disebabkan

mikroorganisme yang sama versus yang

berbeda, kami menemukan suatu

hubungan yang signifikan secara

statistik (χ2=12.03, p<0.05).

Kesembuhan secara signifika lebih

sering terjadi daripada kematian pada

kelompok pasien yang mana

mikroorganisme yang ditemukan pada

pemeriksaan darahnya berbeda dari

yang ditemukan dalam luka bakarnya.

Berdasarkan hubungan antara

kematian atau kesembuhan dan adanya

infeksi pada darah dan luka bakar yang

disebabkan oleh mikroorganisme yang

sama versus yang berbeda, kami

menganalisa hubungan antara

mikroorganisme gram-positif dan gram-

negatif yang paling sering ditemukan

dalam pemeriksaan.

Analisa mengenai dampak

infeksi pada darah dan luka bakar yang

disebabkan oleh Pseudomonas

aeruginosa dan isolasi dari

mikroorganisme yang berbeda dari luka

bakar dan darah terhadap hasil terapi

menunjukkan adanya suatu hubungan

yang signifikan (χ2=10.6, p<0.05). Bila

Pseudomonas aeruginosa didapatkan

pada pemeriksaan baik dari darah dan

luka bakar, kematian secara signifikan

lebih sering terjadi daripada

kesembuhan. Pada waktu yang

bersamaan, kematian secara signifikan

lebih sering terjadi pada pasien-pasien

dengan luka bakar dan darah yang

terinfeksi dengan Pseudomonas

aeruginosa dibandingkan pasien-pasien

yang mikroorganisme yang didapatkan

dari hasil pemeriksaan darahnya berbeda

9

Page 10: Translet Sepsis Luka Bakar

dengan yang didapatkan pada luka

bakarnya (tabel 7).

Ketika kami menganalisa

dampak infeksi dari baik luka bakar dan

darah yang disebabkan oleh

Acinetobacter baumannii dan

ditemukannya mikroorganisme yang

berbeda dari luka bakar dan darah

terhadap hasil terapi, kami menemukan

suatu hubungan yang signifikan

(χ2=10.83, p<0.05). Bila Acinetobacter

baumanii ditemukan pada baik

pemeriksaan darah maupun luka bakar,

kematian secara signifika lebih sering

terjadi daripada kesembuhan. Pada saat

yang bersamaan, kematian secara

signifikan lebih sering terjadi pada

pasien-pasien dengan luka bakar dan

darah yang terinfeksi dengan

Acinetobacter baumanii dibandingkan

pasien-pasien yang mikroorganisme

yang ditemukan pada pemeriksaan

darahnya berbeda dengan yang

ditemukan pada luka bakarnya (tabel 8)

Ketika kami menganalisa

dampak infeksi terhadap baik luka bakar

dan darah yang disebabkan oleh MRSA

dengan ditemukannya mikroorganisme

yang berbeda dari pemeriksaan yang

ditemukan dari luka bakar dan darah

terhadap hasil terapi yang kami

dapatkan, berdasarkan pemeriksaan

kedua indeks struktur (p<0.05), bahwa

kesembuhan secara signifikan lebih

sering terjadi daripada kematian bila

ditemukan MRSA dari pemeriksaan

darah dan luka bakar. Pada saat yang

bersamaan, kesembuhan secara

signifikan lebih sering terjadi pada

pasien-pasien dengan luka bakar dan

darah yang terinfeksi dengan MRSA

dibandingkan pasien-pasien yang

mikroorganismenya dalam pemeriksaan

ditemukan berbeda antara darah dan

luka bakar (tabel 9).

Pembahasan

Deteksi dini dari adanya sepsis

dan konfirmasi mikorbiologinya tetap

menjadi prinsip objektif perawatan

dalam pengelolaan pasien-pasien dengan

luka bakar. Usaha-usaha ini ditujukan

dalam rangka menerapkan terapi

antibiotik yang optimal, yang mungkin

menentukan prognosis.

Kami menganalisa materi klinik

dari Centre for Burn Treatment in

Siemianowice Śląskie, Poland,dan

berdasarkan dar analisis ini kami

berusaha untuk menentukan dampak

jenis mikroorganisme yang ditemukan

pada pemeriksaan darah dan luka bakar

terhadap outcome terapi pada pasien-

pasien luka bakar dengan sepsis,

kelangsungan hidup akibat terapi

sebagai keberhasilan terapi dan

10

Page 11: Translet Sepsis Luka Bakar

kematian sebagai kegagalan terapi.

Ketika kami menganalisa pasien-pasien

yang telah terkonfirmasi secara

mikrobiologi mengalami sepsis kami

mendapati bahwa sepsis gram-positif

secara signifikan lebih sering terjadi

pada subkelompok pasien-pasien yang

sembuh setelahnya.

Kami menemukan adanya

hubungugan yang secara statistik

signifikan antara adanya sepsis yang

disebabkan Staphyloccus aureus dengan

outcome terapi dan antara adanya sepsis

yang disebabkan MRSA dengan

outcome terapi. Pada kasus-kasus yang

melibatkan kedua mikroorganiisme ini,

terdapat lebih banyak kesembuhan

daripada kematian. Hal ini berhubungan

dengan banyak faktor. Sepsis terjadi

pada fase lanjut, yaitu lebih dari 2

minggu setelah kejadian luka bakar,

ketika sistem imun pasien dapat

memberikan satu perlawanan pada

infeksi. Keuda, sepsis terjadi pada

pasien dengan luka bakar yang kurang

berat. Ketiga, mikroorganisme gram-

positif yang menyebabkan sepsis ini

tidak memiliki faktor virulensi yang

sedemikian kuat sepeti pada

mikroorganisme gram-negatif. Keempat,

terdapat pilihan terapi yang lebih luas

pada fenomena resistensi multidrug pad

infeksi gram-positif dibandingkan

infeksi gram-negatif, seperti

Pseudomonas aeruginosa atau

Acinetobacter baumanii.

Jumlah yang lebih sedikit dari

sepsis dan kematian yang dilaporkan

oleh penelitian-penelitian lain mungkin

berhubungan dengan fakta bahwa

bakteri gram-positif merupakan satu-

satunya patogen yang diperiksa dengan

MRSA sebagai yang paling banyak

diteukan pada pemeriksaan. Dipercaya

bahwa unit perawatan luka bakar

merupakan sumber uutama infeksi

MRSA.

Penelitian kami tidak

mengonfirmasi ini, karena jumlah

MRSA yang didapatkan dari

pemeriksaan luka bakar dan darah tidak

yang terbanyak. Lebih dari 50% dari

semua mikroorganisme yang didapatkan

dari pemeriksaan dan menjadi penyebab

sepsis merupakan kman batang gram

negatif non-fermentasi. Menurut

peneliti-peneliti lain, Pseudomonas

aeruginosa,lebih sering dikenal sebagai

mikroorganisme yang mengkolonisasi

luka bakar dan menjadi penyebab sepsis

pada pasien-pasien luka bakar, baru-

baru ini menjadi lebih jarang disebabkan

penggunaan antibiotik yang efektif dan

sesuai target.

11

Page 12: Translet Sepsis Luka Bakar

Kami mengamati hubungan

antara adanya sepsis yang disebabkan

Pseudomonas aeruginosa dengan hasil

terapi: kematian secara signifikan lebih

sering terjadi daripada kesembuhan bila

Pseudomonas aeruginosa ditemukan

pada peeriksaan darah, mirip dengan

yang dinyatakan oleh penelitian yang

dilakukan Abdoliaziz Lari dkk. Hal ini

mungkin berhubungan dengan kejadian

sepsis yang disebabkan Pseudomonas

aeruginosa yang resisten terhadap kelas-

kelas antibiotik multipel.

Pada kasus infeksi kuman batang

non-fermentasi lainnya, Acinetobacter

baumanii, yang sering ditemukan pada

pemeriksaan darah dan luka bakar pada

pasien-pasien di penelitian kami, kami

mendapati adanya suatu hubungan ang

secara statistik signifikan antara

kejadian sepsis yang disebabkan

mikroorganisme ini dengan outcome

terapi. Temuan-temuan ini konsisten

dengan penelitian-penelitian yang

menunjukkan adanya peningkatan

jumlah kasus sepsis yang disebabkan

Acinetobacter baumanii dan

peningkatan jumlah kematian akibat

kausa ini.

Sepsis yang disebabkan oleh

Acetinobacter baumanii bersamaan

dengan semua akibatnya, mencakup

peningkatan mortalitas, mungkin

berhubungan dengan banyak faktor.

Acetinobacter baumanii

merupakan mikroorganisme endemis

dan residual pada tempat kami, terutama

pada ruangan Intensive Care Unit (ICU).

Data ini konsisten dengan yang

dinyatakan peneliti lain, yang

menunjukkan adanya peningkatan sepsis

yang disebabkan Acetinobacter

baumanii dan peningkatan jumlah

kematian disebabkan oleh kausa ini.

Pasien-pasien yang menderita

luka bakar berat memiliki banyak pintu

masuk untuk terjadinya infeksi dan

sering memerlukan ventilasi mekanik,

yang berhubungan dengan lingkungan

lembab dan mengakibatkan humidifikasi

oksigen yang dialirkan ke saluran jalan

napas. Hal ini memicu proliferasi

mikroorganisme ini , begitu pula dengan

prosedur-prosedur lainnya, seperti

kanulasi vena sentral, kateterisasi vesica

urinaria, dll. Tepat sejak hari pertama

rawat inap, pasien-pasien kami

diberikan terapi antibiotik spektrum-luas

preventif, yang mungkin memicu

terjadinya resistensi multidrug pada

lingkungan rumah sakit. Adanya faktor-

faktor tersebut, yang disertai dengan

infeksi luka bakar oleh mikroorganisme

yang sama, prognosis kelangsungan

12

Page 13: Translet Sepsis Luka Bakar

hidup pasien dengan sepsis yang

disebabkan Acetinobacter buruk.

Alasan lain mengapa sepsis yang

disebabkan kuman bentuk batang gram

negatif non-fermentasi berupa

Psedomonas aeruginosa dan

Acetinobacter baumanii pada penelitian

kami berhubungan dengan tingkat

mortalitas yang paling banyak dapat

karena adanya lipopolisakarida (LPS)

pada membran luar bakteri tersebut.

Struktur endotoksin ini menunjukkan

suatu hubungan yang kuat dengan

virulensi bakteria untuk alasan-alasan

yang mencakup kerentanan yang

berbeda terhadap terjadinya fagositosis.

Pada infeksi-infeksi yang berat, dimana

tubuh diserang sejumlah besar bakteri

yang berproliferasi dengan cepat dan

menghasilkan kuantitas LPS dalam

jumlah yang besar (melalui aktivitas

makrofag), sejumlah besar mediator

proinflamasi juga terbentuk.

Sebagai akibat dari aktivasi

berlebihan dan overproduksi sitokin

yang dilepaskan makrofag dan manosit

yang teraktivasi melalui mekanisme

endotoksin LPS ini, pasien-pasien

tersebut mengalami syok septik, yang

merupakan ancaman langsung terhadap

keselamatan pasien.

Luka bakar sebenarnya

merpakan sumber dari semua

konsekuensi kesehatan yang merugikan,

baik lokal dan sistemik. Usaha yang

dilakukan untuk menganalisa situasi di

mana isolasi atau penemuan kuman

patogen yang sama dari luka bakar dan

darah mungkin memengaruhi outcome

sepsis menunjukkan bahwa terdapat

suatu korelasi antara hasil terapi dengan

jenis infeksi pada luka bakar dan darah.

Terdapat kejadian kematian yang secara

signifikan lebih banyak pada pasien-

pasien dengan sepsos dan luka bakar

yang terinfeksi yang disebabkan

Pseudomonas aeruginosa (62.1%)

dibandingkan pada pasien yang temuan

mikroorganismenya antara luka bakar

dan darah berbeda (30.1%). Kami

memperoleh angka yang sama ketika

kami menganalisa Acetinobacter

baumanii (tingkat mortalitas 61.3%

pada pasien-pasien dengan baik sepsis

dan infeksi luka bakar yang disebabkan

Acetinobacter baumanii dan 29.9% pada

pasien-pasien yang temuan

mikroorganismenya berbeda antara

pemeriksaan luka bakar dan darah).

Data-data ini mengindikasikan bahwa

dalam kasus kuman batang gram negatif

non-fermentasi sebagai sumber sepsis

dan kematian dari sepsis ini dapat

diakibatkan dari hanya luka bakar yang

terinfeksi.

13

Page 14: Translet Sepsis Luka Bakar

Pembentukkan suatu biofilm

pada luka bakar bertanggungjawab atas

virulensi Pseudomonas aeruginosa.

Meskipun biofilm paling baik diketahui

perannya dalam infeksi yang

berhubungan dengan adanya benda

asing dalam jaringan dan organ,

penelitian-penelitian baru telah

mengonfirmasi peran pentingnya dalam

patogenesis infeksi luka bakar.

Dalam situasi ini luka bakar

dengan sel-sel biofilm yang bertahan

dalam strukturnya dan memiliki batas

minimal sistem sensorik dan suatu

sistem untuk penularan dari perubahan

gentotype yan gdisebabkan agen

antiseptik atau antibiotik akan selalu

menjadi sumber infeksi yang menyebar

ke seluruh tubuh yang tak

memungkinkan untuk dieradikasi.

Hipothesis menurut sepsis mana

yang beradal dari luka bakar tidak

terkonfirmasi dengan hasil analisis

infeksi luka bakar dan darah oleh

MRSA, di mana kasus-kasus

kesembuhan secara signifikan lebih

sering terjadi daripada kematian bila

infeksi darah dan luka bakar disebabkan

oleh MRSA, Berdasarkan hasil ini,

seseorang dapat mempercayai bahwa

sumber infeksi darah dan sepsis yang

disebabkan oleh MRSA tidak selalu

hanya luka bakar tetapi faktor-faktor

lain yang ada, seperti kateterisasi

vaskuler yang tertinggal (seperti yang

telah terkonfirmasi oleh data yang

didapatkan Appelgren dkk). Infeksi luka

bakar dan darah oleh Pseudomonas

aeruginosa atau Acetinobacter baumanii

berhubungan dengan tingkat mortalitas

yang lebih tinggi yang dikaitkan dengan

kejadian sepsis. Maka dari itu, ketika

emeiliki antibiotik untuk pasien-pasien

tanpa konfirmasi mikrobiologi adanya

kuman patogen-patogen ini di dalam

darah dan tidak adanya manifestasi

septik pada pasien-pasien dengan infeksi

luka bakar dengan kuman batang gram

negatif non fermentasi, harus

diasumsikan bahwa sepsis disebabkan

oleh kuman patogen yang sama dan

suatu terapi antibiotik yang efektif dan

sesuai harus segera dimulai.

Kesimpulan

1. Pada pasien-pasien yang menderita luka

bakar, resiko terjadinya kematian lebih

besar dengan adanya sepsis yang

disebabkan oleh bakteri gram negatif

dibandingkan dengan kejadian sepsis

yang disebabkan oleh bakteri gram

positif.

2. Infeksi pada baik darah maupun luka

bakar oleh Pseudomonas aeruginosa

atau oleh Acetinobacter baumanii

meningkatkan resiko kematian dari

14

Page 15: Translet Sepsis Luka Bakar

sepsis pada pasien-pasien yang

menderita luka bakar.

15