Translate Jurnal.fix 2007

16
Abstrak 1.1 Latar Belakang Carbocysteine dan acetylcysteine adalah obat yang bersifat mukolitik dan ekspektoran banyak digunakan dalam penyakit pernapasan pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak.. Batuk kronis adalah masalah menjengkelkan dan umum untuk anak-anak, perawat , dan bagian pelayanan kesehatan. Pengobatan yang efektif mungkin sulit, terutama jika penyebab batuk tidak bisa ditentukan. Di sisi lain, asma, mengi berulang, bronchiolitis dan penyakit kedua saluran pernapasan atas dan bawah yang sangat umum di jumpai pada kegawatdaruratan pedriati. Kami telah mencoba untuk menemukan hubungan antara penggunaan obat yang mengandung carbocysteine dan beberapa gejala seperti batuk terus-menerus, mengi berulang atau bronkospasme. 1.2 Metode Penelitian ini difokuskan pada 191 anak yang masuk rumah sakit dibagi dalam dua kelompok: kelompok A (yang menerima carbocysteine) dan kelompok B (Tanpa carbocysteine). 1.3 Hasil Gejala yang paling sering di kedua kelompok adalah batuk ( masing-masing 93,26 % dan 88,35 % ) , diikuti oleh demam (masing-masing 65,17 % dan 65,05 % ) dan rhinorrhea (masing-masing 22,47 % dan 20,39

description

bhjsabdhjbgashj

Transcript of Translate Jurnal.fix 2007

Abstrak

1.1 Latar Belakang

Carbocysteine dan acetylcysteine adalah obat yang bersifat mukolitik

dan ekspektoran banyak digunakan dalam penyakit pernapasan pada orang

dewasa tetapi juga pada anak-anak.. Batuk kronis adalah masalah

menjengkelkan dan umum untuk anak-anak, perawat , dan bagian pelayanan

kesehatan.

Pengobatan yang efektif mungkin sulit, terutama jika penyebab batuk

tidak bisa ditentukan. Di sisi lain, asma, mengi berulang, bronchiolitis dan

penyakit kedua saluran pernapasan atas dan bawah yang sangat umum di

jumpai pada kegawatdaruratan pedriati. Kami telah mencoba untuk

menemukan hubungan antara penggunaan obat yang mengandung

carbocysteine dan beberapa gejala seperti batuk terus-menerus, mengi

berulang atau bronkospasme.

1.2 Metode

Penelitian ini difokuskan pada 191 anak yang masuk rumah sakit dibagi

dalam dua kelompok: kelompok A (yang menerima carbocysteine) dan

kelompok B (Tanpa carbocysteine).

1.3 Hasil

Gejala yang paling sering di kedua kelompok adalah batuk ( masing-

masing 93,26 % dan 88,35 % ) , diikuti oleh demam (masing-masing 65,17 %

dan 65,05 % ) dan rhinorrhea (masing-masing 22,47 % dan 20,39 %) ,

hubungan gejala yang paling sering adalah batuk + Demam + rhinorrhea

( 22,47 % pada kelompok A dan 20,39 % pada kelompok B ) . di kedua

kelompok gejala utama adalah batuk produktif (masing-masing 46,99 % dan

45,05 %). Dalam kelompok A diamati bahwa hampir 18 % ( n = 16 ) anak-

anak mengalami muntah terkait dengan penggunaan carbocysteine. Selain itu ,

batuk berkepanjangan pada anak-anak dapat dengan mudah memicu refleks

muntah. Sedangkan di grup B , persentase yang mengalami muntah hanya

9,71 % ( n = 10).

1.4 Kesimpulan

Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kegagalan pernapasan

atau gejala lainnya yang mengancam kehidupan yang terkait dengan

penggunaan carbocysteine . Tapi kita bisa menekankan bahwa obat ini

memiliki efek iritasi pada saluran nafas , sehingga , harus digunakan dengan

hati-hati pada anak-anak. Dalam semua kasus memburuknya batuk , efek

tersebut dihungkan pada penggunaan carbocysteine

Pendahuluan

Carbocysteine dan acetylcysteine merupakan obat yang berfungsi

mukolitik dan ekspektoran. Obat ini digunakn sebagai agen mukolitik yang

berfungsi sebgai pengencer dahak yang kental pada saluran pernafasan baik pada

orang dewasa dan anak-anak.1,2 Acetylcysteine selain digunakan dalam mengpbati

gangguan pernapasan juga digunakan sebagai penawar pada kasus keracunan

acetaminophen akut (overdosis). Namun, diketahui acetylcysteine yang harus

digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan bronkial hiperaktif,

bronkospasme, asma atau kondisi bronchospastic lainnya. 2,3 Menurut beberapa

penulis, acetylcysteine bahkan dikontraindikasikan pada asma karena diduga dapat

menginduksi bronkospasme.3 Di sisi lain carbocysteine pada penelitian kami

merupakan salah satu obat mukolitik paling diresepkan untuk anak. Batuk kronis

adalah masalah menjengkelkan dan umum pada anak-anak. Pengobatan yang

efektif mungkin sulit, terutama jika penyebab yang mendasari batuk tidak dapat

ditentukan. Etiologi dapat bervariasi dan termasuk agen infeksi umum yang dapat

menyebabkan penyakit saluran nafas baik atas maupun bawah, asma, aspirasi

benda asing dan penyakit paru primer kronis. 4

Gambar 1. Struktur Kimia Acetylcysteine dan Carbocysteine

Penelitian kami didasarkan pada pengamatan yang dilakukan pada anak-

anak yang dibawa ke unit gawat darurat yang mana memiliki gejala utama batuk

yang lama dan persisten dengan riwayat penggunan carbocysteine. Dalam situasi

lain , penggunaan carbocysteine dikaitkan dengan memburuknya batuk , disertai

dengan bronkospasme dan terjadinya refleks muntah . Kami menganggap semua

gejala ini ( munculnya batuk atau memburuknya sudah ada bronkospasme dan

kadang-kadang mengi ) merupakan efek samping dari carbocysteine .5

Bahan dan metode

Penelitian ini dilakukan dalam 4 bulan pertama tahun 2011 , dengan

sampel semua anak yang menerima carbocysteine dan yang ditunjukkan di unit

gawat darurat dengan onset baru atau memburuknya batuk dan kadang-kadang

dengan bronkospasme. Pada periode yang disebutkan 89 anak-anak yang

menerima carbocysteine. Kontrol grup terdiri dari 102 anak-anak dengan semua

gejala gangguan nafas ( seperti batuk , pilek , sesak napas ) , tetapi yang tidak

menerima carbocysteine . Dalam penelitian kami , kelompok pertama

diidentifikasi sebagai kelompok A ( dengan carbocysteine ) , sedangkan

kelompok kedua diidentifikasi sebagai kelompok B (tanpa carbocysteine ) .

Mengenai ekspektoran dan obat mukolitik , anak-anak di kelompok B menerima

obat tertentu berdasarkan ekstrak dari tanaman ( Poligala senega dan P. siberica ,

Uragoga ipecacuanha , Althaea officinalis ) , garam ( natrium bikarbonat ,

natrium benzoat , natrium iodida , kalium iodida , amonium klorida ) , minyak

eterik ( Oleum therebentini , Oleum thymi , kayu putih , gomenol , menthol ) dan

guaifensin . Zat-zat ini biasanya digunakan dalam berbagai campuran sebagai

solusi lisan ( termasuk sirup ) .

Untuk kelompok A , data dikumpulkan dengan merecord efek samping ,

seperti yang disediakan oleh Badan obat eropa . Bentuk ini kemudian dikirim ke

Departemen Pharmacovigilance , yang termasuk Badan Obat Rumania . Data dari

semua anak milik kelompok A dan B secara statistik dianalisis menggunakan uji

chi -square ( Gambar 2 ) .

Hasil

Dari analisis Gambar 3 , dapat dilihat bahwa pada kelompok A dengan

mayoritas jenis kelamin perempuan (57,3 %), sedangkan pada kelompok B

mayoritas jenis kelamin laki-laki ( 53,4 % ) ( p = 0,032 ) . Dalam kelompok A

lebih dari 68,54 % pasien yang berusia kurang dari 4 tahun, dibandingkan denga

kelompok B yang mana persentase nya 55,34 % ( p = 0,035 ) . Penting untuk

dicatat bahwa dalam kelompok usia tersebut jarang diperlukan untuk memberikan

mukolitik seperti asetilsistein atau carbocysteine . Hal ini karena pada anak-anak

tersebut jarang mengalami batuk berdahak yang mana lendir sangat kental dan

banyak pada dinding saluran udara, paling sering sekresi ini dapat lebih mudah

dihilangkan dengan ekspektoran yang ringan seperti yang disebutkan di atas ,

dalam kelompok B. Hal ini juga untuk dicatat bahwa 14 anak di kelompok A

adalah kategori bayi ( 0-1 tahun ) . kita percaya bahwa penggunaan carbocysteine

benar-benar tidak dibenarkan pada anak-anak ini ( Gambar 4 ) .

Gambar 2. Uji Chi square Kelompok A dan kelompok B

Gambar 3. Distribusi Kasus Berdsarkan Jenis Kelamin

Gambar 4. Distribusi Kasus berdasarkan Kelompok Usia

Dari analisis Gambar 5 kita dapat membuat pertimbangan bahwa gejala

yang paling sering di kedua kelompok adalah batuk ( masing-masing 93,26 % dan

88,35 % ) , diikuti oleh demam (masing-masing 65,17 % dan 65,05 % ) dan

rhinorrhea (masing-masing 22,47 % dan 20,39 %) , hubungan gejala yang paling

sering adalah batuk + Demam + rhinorrhea ( 22,47 % pada kelompok A dan 20,39

% pada kelompok B ) . di kedua kelompok gejala utama adalah batuk produktif

(masing-masing 46,99 % dan 45,05 %). Dalam kelompok A diamati bahwa

hampir 18 % ( n = 16 ) anak-anak mengalami muntah terkait dengan penggunaan

carbocysteine. Selain itu , batuk berkepanjangan pada anak-anak dapat dengan

mudah memicu refleks muntah. Sedangkan di grup B , persentase yang

mengalami muntah hanya 9,71 % ( n = 10).

Gambar 5 . Distribusi Kasus Mengenai Gejala yang Berhubungan

Pada gambar 6 menunjukkan jenis utama batuk disajikan dalam dua kelompok

pasien . Menganalisis hasil , jelas bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

antara dua kelompok pasien .

Gambar 6. Distribusi Batuk Berkaitan dengan Tipe Batuk

Pada gambar terakhir yang ditampilkan jumlah dari penerimaan anak-anak

dalam dua kelompok berdasarkan usia. Pada hasil tersebut tidak ada perbedaan

yang signifikan . Dapat dilihat pada kedua kelompok jumlah penerimaan menurun

seiring bertambahnya usia. Terlepas dari usia tersebut, Persentase penerimaan

secara bermakna lebih tinggi pada kelompok B dibandingkan dengan kelompok A

( p < 0,001 ) . Dalam kelompok B dengan anggota pasien yang berusia kurang

lebih 11 tahun kita bisa melihat persentase ( 42,86 % ) yang mana dapat diamati

pada kelompok A anggotanya rata-rata adalah bayi ( 0-1 tahun ) dan usia kategori

1-4 tahun yang membutuhkan perawatan di rumah sakit . Rawat inap di rumah

sakit pada pasien anak bukan karena batuknya yang lama melainkan karena

pertimbangan sulitnya untuk meberikan obat secara oral.

Gambar 7. Distribusi Data MRS Berdasarkan Usia

Kesimpulan

Dalam penelitian ini kami bertujuan untuk menunjukkan apakah ada

korelasi langsung antara terjadinya batuk , memburuknya batuk , dan terjadinya

bronkospasme atau bahkan kegagalan pernapasan terhadap berkorelasi

penggunaan karbosistein (gambar 6).

Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kegagalan pernapasan atau

gejala lainnya yang mengancam kehidupan yang terkait dengan penggunaan

carbocysteine . Tapi kita bisa menekankan bahwa obat ini memiliki efek iritasi

pada saluran nafas , sehingga , harus digunakan dengan hati-hati pada anak-anak.

Dalam semua kasus memburuknya batuk , efek tersebut dihungkan pada

penggunaan carbocysteine . Juga , penggunaan selama beberapa hari dari

carbocysteine dikaitkan dengan terjadinya perburukan mengi dan bronkospasme .

Di sisi lain , memburuknya batuk ( frekuensi dan durasi ) sering menyebabkan

munculnya reflek muntah . Pada anak-anak , kondisi diharskan untuk rawat inap

di rumah sakit dan menggunakan pengobatan dengan obat intravena . Hal ini

dapat menimbulkan ketidaknyamanan untuk anak dan keluarga , selai itu juga

dapat menimbulkan risiko infeksi di rumah sakit dan pada akhirnya tambahan

biaya untuk sistem perawatan kesehatan (gambar 7).

Dalam kasus asma , mengi berulang atau bronchospastic lainnya penyakit

penggunaan carbocysteine harus dihindari . Umumnya , dalam kasus anak-anak

dan terutama pada bayi dianjurkan untuk memberikan obat mukolitik dan

ekspektoran seperti campuran tanaman ekstrak , garam atau minyak eterik

( mudah menguap ) yang disebutkan di atas . Kami menganggap bahwa ada

penggunaan carbocysteine yang berlebihan dan tidak dibenarkan pada anak-anak .

Sebagian besar penyakit pernapasan ( ditandai dengan kehadiran sekresi di saluran

napas ) pada usia ini tidak memerlukan mukolitik sebagai pengobatan lini

pertama, ekspektoran sederhana lebih efisien. Secara keseluruhan kami percaya

bahwa penggunaan carbocysteine pada anak melebihi manfaat terapeutik .

ANALISIS PICO JURNAL

P (Problem/Population) :Masalah dan populasi yang spesifik dalam

jurnal tersebut.

I (Intervention) :Intervensi/perlakuan yang dilakukan pada

populasi terhadap fenomena yang terjadi

C (Comparation, bila ada) : Perbandingan intervensi yang sudah/pernah

dilakukan pada populasi/problem terkait.

O (Outcome) : Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut

serta implikasinya di bidang kesehatan.

No. Kriteria Jawab Pembenaran & Critical thinking

1 P Ya Mukolitik diberikan secara luas kepada anak-anak dengan batuk

berdahak, namun ternyata efek mukolitik tersebut justru memperburuk

batuk pada anak-anak. Penelitian yang dilakukan dengan mendata

pasien anak dengan batuk berdahak yang berat di suatu rumah sakit.

2 I Ya Penelitian ini menggunakan anak-anak dengan usia kurang dari 11

tahun yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok A denga

carbocystein sedangkan kelompok B tanpa Carbocystein. Hasil

menunjukkan jika kelompok A dengan carbocystein mengalami batuk

yang mmberat dibandingkan dengan kelompok B yang tapa

carbocystein.

3 C Ya Pada beberapa penelitian sebelumnya menyatakan jika acetylcysteine

dikontraindikasikan pada asma karena diduga dapat menginduksi

bronkospasme.

4 O Ya Carbocysteine memiliki efek iritasi pada saluran nafas , sehingga ,

harus digunakan dengan hati-hati pada anak-anak. Dalam semua kasus

memburuknya batuk , efek tersebut dihungkan pada penggunaan

carbocysteine. Juga penggunaan selama beberapa hari dari

carbocysteine dikaitkan dengan terjadinya perburukan mengi dan

bronkospasme.

Kesimpulan :

. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kegagalan pernapasan atau

gejala lainnya yang mengancam kehidupan yang terkait dengan penggunaan

carbocysteine . Tapi bisa ditekankan bahwa obat ini memiliki efek iritasi pada saluran

nafas , sehingga , harus digunakan dengan hati-hati pada anak-anak. Dalam semua

kasus memburuknya batuk , efek tersebut dihungkan pada penggunaan carbocysteine .

Juga , penggunaan selama beberapa hari dari carbocysteine dikaitkan dengan

terjadinya perburukan mengi dan bronkospasme.