Translate Jurnal Asma
description
Transcript of Translate Jurnal Asma
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Keparahan Asma
pada Perawatan Primer
Bjorn Stallberg, Karin Lisspers , Mikael Hasselgren , Gunnar Johansson , Kurt Svardsudd
Abstrak
Latar Belakang : Tingkat keparahan asma bervariasi pada pasien dalam
perawatan primer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan asma dalam pengaturan
perawatan primer.
Metode : Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik observasi dengan
pendekatan cross-sectional dengan jumlah sampel acak dari 1477 pasien dengan
kriteria berusia 15-45 tahun, dari 42 pusat pelayanan primer menggunakan dua
jenis kuesioner : satu yang berorientasi terhadap penyakit dan satu yang
berorientasi terhadap kualitas hidup dengan instrumen penelitian MiniAQLQ.
Sebuah klasifikasi keparahan asma mirip dengan pedoman The Global Initiative
for Asma (GINA) dibuat dengan informasi yang diperoleh dari data kuesioner.
Klasifikasi ini didasarkan pada pengobatan saat ini, penggunaan obat
penyelamatan, gejala pada malam hari, kunjungan ke unit gawat darurat, dan
penggunaan steroid oral untuk pengobatan saat eksaserbasi.
Hasil : Dari hasil penelitian didapatkan tiga puluh lima persen wanita dan (24%)
pria diklasifikasikan memiliki asma berat. Wanita lebih sering menggunakan
kortikosteroid inhalasi, lebih sering menggunakan long acting beta-2 agonis atau
antagonis leukotrien sebagai tambahan kortikosteroid, cenderung lebih sering
mengalami serangan malam hari, dan lebih banyak perokok daripada pria. Dalam
analisis multivariabel, jenis kelamin wanita memiliki asma berat sebesar 60%
dibandingkan dengan jenis kelamin pria, berdasarkan usia sebesar 3% per tahun,
tidak mendapatkan pengobatan asma karena biaya sebesar 59%, riwayat merokok
setiap hari sebesar 66 %, dan alergi serbuk sari sebesar 85%.
Kesimpulan : Jenis kelamin wanita, usia, alergi serbuk sari dan hewan peliharaan,
tidak mendapatkan pengobatan asma karena biaya, dan merokok setiap hari,
merupakan hal-hal independen yang terkait dengan keparahan asma.
Kata Kunci : Asma, perawatan primer, tingkat keparahan asma, jenis kelamin
1
Latar Belakang
Asma merupakan suatu penyakit kronis umumnya terjadi pada orang dari
segala usia. Mayoritas pasien remaja dan dewasa dengan asma di Swedia dirawat
di pusat pelayanan kesehatan primer.1 The Global Initiative for Asma (GINA)
adalah seperangkat pedoman internasional untuk perawatan dan pengelolaan
asma.2 Rekomendasi Swedia mirip dengan GINA menyiratkan awal pengobatan
dengan inhaled corticosteroid (ICS) dan menambahkan long acting beta-2 agonis
(LABA) dengan kortikosteroid inhalasi dosis rendah atau menengah pada asma
tidak terkontrol.3 Leukotriene receptor antagonist (LTRA) hanya
direkomendasikan untuk tambahan pengobatan dengan ICS dalam pedoman
Swedia.
Menurut beberapa studi internasional, kepatuhan terhadap pengobatan
yang diresepkan masih rendah.4 Salah satu alasan di Swedia yaitu biaya
pengobatan asma yang menjadi tinggi, terlepas dari adanya sistem penggantian.
Belum diketahui apakah hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat keparahan
asma.
Untuk menilai tingkat keparahan dalam perawatan asma sehari-hari
digunakan berbagai pedoman dan telah digunakan sebagai faktor prognostik.5
Pedoman GINA mengusulkan empat tingkat keparahan pada pasien dengan
pengobatan asma : intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten
berat. Tingkat keparahan ini didasarkan pada pengobatan, gejala, eksaserbasi, dan
fungsi paru. Klasifikasi ini telah digunakan dalam pembelajaran didunia
kedokteran lainnya.6
Terdapat indikasi perbedaan jenis kelamin pada pasien asma dan asma
berat didominasi oleh wanita.6 Namun, faktor lain yang mempengaruhi tingkat
keparahan pada pasien asma dalam perawatan primer belum diteliti lebih lanjut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat keparahan asma dalam pengaturan perawatan primer.
2
Pasien dan Metode
Sampel
Pada tahap pertama dari penelitian ini, organisasi perawatan asma di pusat
pelayanan kesehatan primer menyelidiki di Uppsala-O¨rebro, wilayah pusat
Swedia.7 Dari total 238 pusat pelayanan kesehatan primer, 16% memiliki klinik
asma lengkap, 37% memiliki klinik asma yang tidak lengkap dan 47% tidak
memiliki klinik asma seperti yang didefinisikan oleh Swedia Respiratory Group
mengenai Primary Care.
Pada tahap kedua, 28 pusat pelayanan kesehatan primer dengan daerah
tangkapan kurang dari 3000 jiwa (dan umumnya tidak ada klinik asma)
dikeluarkan dari penelitian, termasuk empat pusat pelayanan kesehatan primer
yang tidak memiliki catatan medis terkomputerisasi menggunakan International
Classification of Diseases (ICD-10) untuk pendaftaran diagnosis, dan 13 pusat
pelayanan kesehatan primer yang menolak untuk berpartisipasi. Tersisa 193 pusat
pelayanan kesehatan primer dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok sesuai
dengan kelengkapan klinik asma dan ukuran daerah tangkapan. Dari beberapa
data ini, diambil sampel acak proporsional dari 42 pusat pelayanan kesehatan
primer.
Dari 42 pusat pelayanan kesehatan primer masing-masing memberikan
daftar semua pasien dengan diagnosis asma yang mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan primer selama 18 bulan terakhir. Dari daftar ini, diambil sampel dari
pasien dalam rentang usia 15-45 tahun. Sampel diambil dari daftar yang berisi 40
atau kurang, semua pasien sampel, dan dari daftar panjang sampel acak dari 40
pasien dan menghasilkan total 1.477 pasien.
3
Pengumpulan Data
Dua kuesioner dikirimkan kepada pasien dengan dua pengingat bila
diperlukan. Kuesioner pertama dikembalikan oleh 1.136 (77%) pasien, informasi
yang dicari yaitu demografi, obat asma, gejala, alergi, kunjungan ke unit gawat
darurat, kebiasaan merokok, pekerjaan, cuti sakit, dan pengetahuan pasien tentang
pengobatan asma. Empat pertanyaan terkait penggunaan beta-2 agonis sebagai
obat penyelamatan, terbangun malam hari, kunjungan ke unit gawat darurat, dan
penggunaan steroid oral untuk pencapaian tujuan pengobatan.8
Sebuah versi sederhana dari klasifikasi keparahan asma dengan empat
tingkat keparahan, intermiten, ringan, sedang dan berat asma, yang diusulkan
dalam pedoman GINA.2 Ini didasarkan pada informasi kuesioner tentang
pengobatan saat ini, penggunaan obat, gejala malam hari, konsultasi darurat, dan
penggunaan steroid oral. Definisi dari tingkat keparahan yang digunakan dalam
penelitian ini terlihat pada Gambar 1. Perbedaan utama dari pedoman GINA
adalah kurangnya data fungsi paru.
Kuesioner kedua adalah mengenai kualitas hidup spesifik terhadap asma,
MiniAQLQ, dikembangkan untuk mengukur gangguan fungsional yang paling
sulit untuk orang dewasa.9 Kuesioner ini dikembalikan oleh 1.098 (74,3%) pasien.
4
Instrumen penelitian dari data yang didapat telah divalidasi pada pasien dari usia
17 tahun atau lebih tetapi juga telah digunakan dalam studi dengan pasien yang
lebih muda. Pasien diminta untuk mengingat pengalaman mereka selama 2
minggu terakhir dan menanggapi setiap pertanyaan pada skala interval tujuh poin,
mulai dari serangan parah ( = 1) tidak ada gangguan ( = 7). Pertanyaan-pertanyaan
dikelompokkan ke dalam empat kriteria : 'aktivitas yang dibatasi' (4 item), ‘gejala'
(5 item), 'fungsi emosional' (3 item) dan 'pengaruh lingkungan' (3 item). Rata- rata
untuk masing-masing empat kriteria dan skor keseluruhan dihitung dan ditimbang
dengan memperhatikan proporsi sampling.
Sebuah wawancara telepon dilakukan dengan 104 sampel tidak
menanggapi (27% dari non-penanggap) dari yang 70 (67%) setuju untuk
diwawancarai. Selain itu, beberapa variabel seperti usia dan jenis kelamin terdapat
sebanyak 90% dari 104 non-penanggap.
Komite Etika Penelitian di Uppsala University, Swedia, menyetujui
penelitian ini.
Analisis Data
Data dianalisis dengan SPSS (versi 13.0) dan SAS (versi 6.12) paket
program statistik pengolahan data penelitian. Keseluruhan proporsi non-respon
parsial (data dalam kuesioner yang dikembalikan hilang) adalah <0.15% dengan
maksimum variabel tertentu dari 2%. Ringkasan statistik seperti sarana, proporsi
dan ukuran dihitung menggunakan metode parametrik standar. Perbedaan
sederhana antara kelompok dalam data diuji dengan uji t-test atau analisis varians,
dan perbedaan dalam proporsi dengan uji chi-square. Regresi logistik ganda
digunakan untuk analisis variabel yang mempengaruhi tingkat keparahan asma,
yang juga menyediakan odds rasio dan confidence limits (CL) 95% pada sampel
penelitian. Regresi linier digunakan untuk menghitung nilai rata-rata yang
disesuaikan dan regresi logistik untuk membangun permukaan regresi dalam
Gambar 2.
p - Nilai <0.05 dianggap menunjukkan signifikansi statistik. Rerata skor
total dan empat domain dihitung dalam MiniAQLQ. Perbedaan antara kelompok
5
dalam skor kualitas hidup dari 0,5 unit atau lebih telah diklaim secara klinis
signifikan.10
Hasil
Karakteristik studi populasi
Karakteristik sampel disajikan pada Tabel 1. Enam puluh persen (60%)
adalah wanita. Usia rata-rata adalah 30,3 tahun (SD 9,2), dengan tidak ada
perbedaan antara wanita dan pria. Dua-pertiga dari pasien melaporkan riwayat
6
asma lebih dari 5 tahun. Alergi terhadap hewan peliharaan dilaporkan sebanyak
66% dan alergi terhadap serbuk sari sebanyak 64% tanpa perbedaan jenis kelamin.
Tidak ada alergi sama sekali dilaporkan sebanyak 20%. Tidak ada perbedaan jenis
kelamin dalam hal usia, riwayat asma, laporan alergi, dan tindak lanjut pasien.
Riwayat merokok lebih sering pada wanita (20%) daripada pria (10%). Sepertiga
dari pasien tidak mendapatkan pengobatan asma dikarenakan biaya. Hal ini lebih
sering ditemukan pada pasien yang lebih muda (data tidak ditampilkan).
Seperlima dari total pasien, tanpa adanya perbedaan jenis kelamin, mengambil
cuti sakit karena asma selama 6 bulan terakhir. Dari mereka yang telah memiliki
pengobatan tambahan dengan ICS, mayoritas juga menggunakan LABA. Hanya
4% yang menggunakan LTRA sebagai terapi tambahan dan hanya dua pasien
menggunakan LTRA sebagai monoterapi.
Wanita lebih sering mengalami terbangun malam hari karena gejala asma
selama 1 minggu dibandingkan pria. Selama 6 bulan terakhir, 28% dari wanita
dan 19% pria melakukan kunjungan ke unit gawat darurat di rumah sakit atau
pada perawatan primer. Program pemberian steroid oral karena eksaserbasi, sekali
atau lebih, dan sering terjadi pada wanita (rasio odds 1,84, CL 95% 1,23; 2,74 )
disesuaikan dengan kriteria merokok, tingkat pengobatan dan pekerjaan.
7
Klasifikasi Kegawatan Asma
Seperti terlihat pada Tabel 2, 30% dari semua pasien diklasifikasikan
memiliki riwayat asma berat sesuai dengan klasifikasi pada Gambar 1. Wanita
lebih banyak menderita asma berat dari pada pria (p<0.05). Pasien dengan asma
berat lebih banyak cuti atau absen dari sekolah dibandingkan pasien dengan
penyakit ringan (p<0.001), tetapi tidak ada perbedaan dalam hal jenis kelamin.
Wanita lebih sering menggunakan ICS teratur atau dalam periode tertentu dan
penggunaan LABA yang lebih sering atau antagonis leukotrien sebagai tambahan
8
ICS. Distribusi tingkat keparahan asma dikalangan pasien tidak tergantung pada
pusat pelayanan kesehatan primer memiliki atau tidak memiliki klinik asma. Self-
monitoring dengan peak flow meter dan peningkatan pengetahuan tentang
penyakit asma lebih sering pada pasien dengan asma yang lebih berat (data tidak
ditampilkan). Keparahan tidak bisa diklasifikasikan ke dalam 3% dari populasi
penelitian, karena respon kuesioner dari sampel yang tidak lengkap.
Kualitas Hidup
Terdapat perbedaan klinis yang relevan dalam keseluruhan skor
MiniAQLQ antara pasien dengan asma berat dan pasien dengan asma yang lebih
ringan (Tabel 3). terdapat juga perbedaan yang signifikan secara statistik dalam
keseluruhan skor MiniAQLQ antara semua kelompok keparahan (p<0.01).
9
Faktor yang Terkait dengan Keparahan Asma
Faktor yang terkait dengan keparahan asma disajikan pada Tabel 4. Usia,
jenis kelamin wanita, laporan alergi serbuk sari, tidak memiliki riwayat
pengobatan asma karena biaya, dan merokok setiap hari, semua hal tersebut
terkait secara independen dengan peningkatan probabilitas pelaporan keparahan
asma. Usia meningkatkan kemungkinan memiliki asma berat sebesar 3% per
tahun, jenis kelamin wanita sebesar 60%, alergi hewan peliharaan sebesar 7%,
tidak memiliki riwayat pengobatan asma karena biaya 59%, merokok setiap hari
sebesar 66%, dan alergi serbuk sari oleh 85%. Odds ratio adalah serupa pada
analisis regresi logistik ordinal keparahan apapun.
Efek pada proporsi pasien dengan asma berat dari berbagai faktor yang
mempengaruhi seperti jenis kelamin, usia, alergi serbuk sari, dan tidak memiliki
riwayat pengobatan asma karena biaya disajikan pada Gambar 2. Proporsi asma
berat berkisar 10% diantaranya pria termuda tanpa alergi serbuk sari dan yang
mendapatkan pengobatan asma sampai 56% diantaranya para wanita usia tua
dengan alergi serbuk sari yang tidak mendapatkan pengobatan asma.
10
Faktor yang tidak mempengaruhi
Tidak ada perbedaan antara responden dan nonresponden mengenai usia,
jenis kelamin, durasi asma, alergi serbuk sari, tidak mendapatkan pengobatan
asma karena biaya, dan penggunaan obat asma.
Pembahasan
Penelitian ini dalam perawatan primer di Swedia telah menunjukkan
bahwa jenis kelamin wanita, perokok, dan pasien dengan alergi serbuk sari
memiliki risiko lebih besar mengalami asma berat. Asma berat juga lebih sering
terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan asma karena biaya, dan
proporsi pasien dengan asma berat meningkat dipengaruhi oleh usia. Pasien
dengan asma yang lebih berat memiliki kualitas hidup yang lebih rendah.
Klasifikasi keparahan asma sedikit dimodifikasi dalam penelitian kami
dibandingkan dengan klasifikasi untuk pasien pada pengobatan asma yang
digunakan dalam pedoman GINA. Pada penggunaan klasifikasi ini didapatkan
dua-pertiga dari pasien menderita asma sedang atau berat. Dalam beberapa tahun
11
terakhir, banyak pasien telah menerima perawatan tambahan LABA atau LTRA
selain ICS, dengan kedua sistem klasifikasi dan pedoman GINA diklasifikasikan
pada tingkat keparahan yang lebih tinggi. Dalam hal ini, meskipun penyakitnya
sangat ringan, penggunaan kombinasi dengan ICS dan LABA terlepas dari fakta
bahwa monoterapi dengan ICS dianjurkan dalam asma ringan dalam pedoman di
Swedia. Dalam kasus tersebut, pasien akan diklasifikasikan memiliki asma yang
lebih parah baik dalam penelitian kami dan dalam klasifikasi asli dalam pedoman
GINA. Penjelasan lain untuk hasil penelitian kami adalah bahwa kebanyakan
pasien asma di Swedia, termasuk mereka dengan penyakit sedang dan berat saat
ini dikelola dalam perawatan primer.
Pasien dalam penelitian ini direkrut dari catatan dengan diagnosis asma
selama 18 bulan terakhir. Banyaknya pasien dengan asma intermiten dan ringan
jarang mencari pelayanan kesehatan juga bisa menjadi penjelasan atas rendahnya
proporsi kelompok pasien. Mayoritas populasi penelitian adalah wanita.
Dalam studi epidemiologi di Swedia, wanita memiliki prevalensi asma
lebih tinggi dari asma dibandingkan pria.11 Alasan lain untuk perbedaan jenis
kelamin bisa jadi bahwa wanita memiliki asma lebih parah dan karena itu lebih
sering berkonsultasi dengan dokter. Di sisi lain, penelitian lain menyebutkan
bahwa wanita, terlepas dari penyakitnya, berkonsultasi dengan dokter lebih sering
daripada pria.12 Namun, di antara pasien kami tidak ada perbedaan jenis kelamin
dalam tindak lanjut terhadap penyakit asma, namun jumlah kekambuhan pasien
asma di klinik tidak diukur.
Merokok juga mempengaruhi penyakit dan efek dari merokok berperan
mempengaruhi keparahan asma.13 Di Swedia, merokok telah menurun dalam
beberapa dekade terakhir, namun sekitar 16% dari populasi merupakan perokok,
dengan didominasi oleh wanita.14,15 Proporsi perokok pada penelitian ini lebih
rendah daripada segmen jumlah sampel penelitian dari keseluruhan populasi
Swedia pada saat itu, perbedaan jenis kelamin dalam hal kebiasaan merokok lebih
besar.14
Bertentangan dengan pedoman yang direkomendasikan, banyak pasien
menggunakan ICS dan juga LABA dalam beberapa kasus, hanya dalam suatu
periode dan tidak secara teratur. Satu penjelasan yang mungkin bahwa banyak
12
pasien dengan asma meremehkan gejala mereka,16,17 karena itu mereka
menghentikan pengobatan dalam beberapa periode. Alasan lain yang
menyebabkan tingkat kepatuhan yang rendah bahwa sebagian besar pasien tidak
mendpatkan pengobatan karena biaya, yang paling jelas terjadi pada pasien yang
lebih muda.
Klasifikasi tingkat keparahan yang digunakan dalam penelitian ini
didasarkan pada pedoman GINA, tetapi dimodifikasi sesuai dengan informasi
yang diperoleh dari survei. Pedoman GINA meliputi fungsi paru dalam derajat
keparahan, tetapi karena tidak ada pemeriksaan klinis dilakukan dalam penelitian
ini, informasi ini tidak tersedia. Mayoritas dokter umum biasanya tidak
melakukan spirometri secara teratur pada pasien asma, oleh karena itu penilaian
keparahan mereka, dalam banyak kasus, hanya didasarkan pada data klinis tanpa
tes fungsi paru. Selain itu, studi klinis telah menunjukkan hubungan yang lemah
antara fungsi paru dan gejala yang ditimbulkan.18 Hasil dari studi ini mungkin
tidak akan berbeda meskipun data fungsi paru telah tersedia tetapi ini harus
dikonfirmasi dalam penelitian yang akan datang.
Salah satu keuntungan dari penelitian ini adalah populasi penelitian yang
besar dan penentuan sampel secara acak dalam perawatan primer tanpa bias
seleksi. Tingkat respon juga cukup tinggi. Analisis non-response menunjukkan
tidak ada tanda-tanda bias seleksi.
Salah satu keterbatasan dari penelitian ini adalah bahwa hasilnya
seluruhnya didasarkan pada kuesioner pasien dan tidak mencakup pemeriksaan
klinis dan tes fungsi paru. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah bahwa
sampel acak dari pasien didasarkan pada mereka yang memiliki diagnosa asma
dan tidak diketahui derajat keparahan sebelumnya. Pasien dengan penyakit yang
sangat ringan mungkin tidak memiliki kebutuhan untuk mengunjungi pusat
pelayanan kesehatan primer dan dikeluarkan dari sampel penelitian. Prevalensi
asma ringan intermiten dalam perawatan primer juga dimiliki pada penelitian lain
dan jauh lebih rendah daripada epidemiologi penelitian.19
Terdapat hubungan yang kuat antara tingkat keparahan asma dan
MiniAQLQ untuk skor keseluruhan. Hal ini terutama terlihat antara pasien dengan
asma berat dan pasien dengan penyakit yang kurang parah. Ini berarti bahwa
13
klasifikasi keparahan juga memiliki dampak pada kualitas hidup pasien. Total
skor 6,0 atau lebih telah diusulkan sebagai tingkatan untuk melakukan kontrol
asma yang baik.20,21 Dalam penelitian kami, 12% dari pasien dengan asma berat
memiliki skor keseluruhan lebih dari 6.0, menyiratkan bahwa dalam beberapa
kasus asma berat tidak memiliki dampak yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup.
Dalam studi ini dan dalam beberapa penelitian lain, 6,22 ada perbedaan jenis
kelamin yang signifikan dalam tingkat keparahan dengan 35% dari wanita yang
memiliki asma persisten berat, dibandingkan dengan 24% dari pria. Ketika
disesuaikan dengan faktor risiko lain ada risiko 60% lebih besar wanita yang
memiliki asma berat. Wanita dilaporkan memiliki gejala yang lebih parah, lebih
sering eksaserbasi, dan lebih sering terapi dengan steroid oral. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam tingkat keparahan tidak
hanya tergantung pada tingkat pengobatan tetapi juga pada tingkat gejala. Alasan
untuk perbedaan jenis kelamin ini tidak dijelaskan meskipun faktor-faktor seperti
komorbiditas alergi lainnya dan faktor hormonal telah diusulkan.23-26
Alergi hewan peliharaan dan serbuk sari biasa terjadi pada pasien dengan
asma,27 dan sensitisasi alergi dikaitkan dengan peningkatan frekuensi kunjungan
ke unit gawat darurat.28 Dalam studi ini, kami tidak bisa menunjukkan perbedaan
antara alergi terhadap serbuk sari atau hewan peliharaan terhadap jenis kelamin.
Kesimpulan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor penting untuk tingkat keparahan asma, dengan peningkatan
risiko asma berat pada wanita. Usia, alergi serbuk sari, tidak mendapatkan
pengobatan asma karena biaya, dan merokok, merupakan faktor yang terkait
dengan kemungkinan peningkatan keparahan asma. Faktor-faktor ini mungkin
penting untuk dipertimbangkan saat menangani pasien asma dalam praktik klinis.
Kurangnya data fungsi paru dalam penelitian kami akan dibahas dalam penelitian
yang akan datang untuk mengkonfirmasi kesimpulan penelitian tentang keparahan
asma.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasselgren M, Arne M, Lindahl A, Janson S, Lundba¨ck B. Estimated
prevalences of respiratory symptoms, asthma and chronic obstructive
pulmonary disease related to detection rate in primary health care. Scand J
Prim Health Care 2001;19(1): 54–7.
2. Global Initiative For Asthma (GINA). Global strategy for asthma
management and prevention. NHLBI/WHO workshop report, updated
2005. NIH publication no. 02-3659. /www.ginasthma.comS
3. Farmakologisk behandling vid astma [Pharmacological asthma treatment,
authors’ translation]. Information fra°n La¨kemedelsverket. Uppsala,
Sweden [Information from the Medical Products Agency]; 2002. p. 2.
4. Stern L, Berman J, Lumry W, Katz L, Wang L, Rosenblatt L, et
al.Medication compliance and disease exacerbation in patients with
asthma: a retrospective study of managed care data. Ann Allergy Asthma
Immunol 2006;97(3):402–8.
5. de Marco R, Marcon A, Jarvis D, et al. On behalf of the European
Community Respiratory Health Survey Therapy Group. Prognostic factors
of asthma severity: a 9-year international prospective cohort study. J
Allergy Clin Immunol 2006;117:1249–56.
6. Schatz M, Clark S, Camargo CA. Sex differences in the presentation and
course of asthma hospitalizations. Chest 2006;129:50–5.
7. Lisspers K, Sta¨llberg B, Hasselgren M, Johansson G, Sva¨rdsudd
K.Organisation of asthma care in primary health care in mid-Sweden.
Report from the AIM-study group. Prim Care Resp J 2005;14:147–53.
8. Hasselgren M, Gustafsson D, Sta¨llberg B, Lisspers K, Johansson G.
Evaluation of management, treatment goals and quality of life in
adolescents with asthma—a comparison between paediatric and primary
care. A report from the AIM-study group. Acta Pediatr 2005;94:682–8.
9. Juniper EF, Guyatt GH, Cox FM, et al. Development and validation of the
Mini Asthma Quality of Life Questionnaire. Eur Respir J 1999;14:32–8.
15
10. Juniper EF, Guyatt GH, Willan A, et al. Determining a minimal important
change in a disease-specific Quality of Life Questionnaire. J Clin
Epidemiol 1994;47:81–7.
11. Molarius A, Janson S. Self-rated health, chronic diseases, and symptoms
among middle-aged and elderly men and women. J Clin Epidemiol
2002;55(4):364–70.
12. Tibblin G, Bengtsson C, Furunes B, Lapidus L. Symptoms by age and sex,
the population studies of men and women in Gothenburg, Sweden. Scand
J Prim Health Care 1990;8(1):9–17.
13. Thomson NC, Chaudhuri R, Livingston E. Asthma and cigarette smoking.
Eur Respir J 2004;24:822–33.
14. ULF, Statistiska Centralbyra°n, Statistics Sweden, 2005.
15. Furberg H, Lichtenstein P, Pedersen NL, Bulik C, Sullivan PF.Cigarettes
and oral snuff use in Sweden: prevalence and transitions. Addiction
2006;101(10):1509–15.
16. De Smet BD, Erickson SR, Kirking DM. Self-reported adherence in
patients with asthma. Ann Pharmacother 2006;40(3):414–20.
17. Yawn BP, van der Molen T, Humbert M. Asthma management: are GINA
guidelines appropriate for daily clinical practice? Prim Care Respir J
2005;14(6):294–302.
18. Teeter JG, Bleecker ER. Relationship between airway obstructionand
respiratory symptoms in adult asthmatics. Chest 1998;113(2):272–7.
19. van Schayck CP, Chavannes NH. Detection of asthma and chronic
obstructive pulmonary disease in primary care. Eur Respir J
2003;39(Suppl.):16–22.
20. Bateman ED, Boushey HA, Bousquet J, Busse WW, Clark TJ,Pauwels
Pedersen SE. GOAL Investigators Group. Can guidelinedefined asthma
control be achieved? The gaining optimal asthma control study. Am J
Respir Crit Care Med 2004;170:836–44.
21. Juniper EF, Guyatt GH, Epstein RS, Ferrie PJ, Jaeschke R, Hiller TK.
Evaluation of impairment of health related quality of life in asthma:
16
development of a questionnaire for use in clinical trials. Thorax
1992;47:76–8.
22. Abraham B, Anto´ JM, Barreiro E, et al. The ENFUMOSA crosssectional
European multicentre study of the clinical phenotype of chronic severe
asthma. Eur Respir J 2003;22:470–7.
23. Lee JH, Haselkorn T, Chipps BE, Miller DP, Wenzel SE. For the tenor
study group. Gender differences in IgE-mediated allergic asthma in the
epidemiology and natural history of asthma:outcomes and treatment
regimens (TENOR) study. J Asthma 2006;43:179–84.
24. Osman M. Therapeutic implications of sex differences in asthma and
atopy. Arch Dis Child 2003;88:587–90.
25. Carroll WD, Lenney W, Child F, et al. Asthma severity and atopy—how
clear is the relationship? Arch Dis Child 2006;91(5):405–9.
26. Siroux V, Florence Curt F, Oryszczyn MP, Jean Maccario J,Francine
Kauffmann F. Role of gender and hormone-related events on IgE, atopy,
and eosinophils in the epidemiological study on the genetics and
environment of asthma, bronchialhyperresponsiveness and atopy. J
Allergy Clin Immunol 2004;114:491–8.
27. Janson C, Anto J, Burney P, et al. On behalf of the European Community
Respiratory Health Survey II. The European Community Respiratory
Health Survey: what are the main results so far? Eur Respir J
2001;18:598–611.
28. Pollart SM, Chapman MD, Fiocco GP, Rose G, Platts-Mills TA.
Epidemiology of acute asthma: IgE antibodies to common inhalant
allergens as a risk factor for emergency room visits. J Allergy Clin
Immunol May 1989;83(5):875–82.
17