Transisi Intelijen Negara
-
Upload
abdul-kadar -
Category
Documents
-
view
11 -
download
3
description
Transcript of Transisi Intelijen Negara
Transisi Intelijen Negara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Intelijen yang modern tentunya inelijen yang bisa beradaptasi terhadap
permasalahan yang ada baik ketika permasalahan tersebut masih berada dalam
embrio, mulai memasuki taap proses ataupun sampai dengan terlanjur pecah atau
terjadinya masalah tersebut. Hal ini tentunya memerluka ketajaman dalam melihat
masalah. Pada prinsipnya teori intel dasar tidak pernah berubah yaitu mengawali,
menyertai, dan mengakhiri. Dari lini tersebut terkadang banyak dilupakan sehingga
sering terjadinya “pemadam kebakaran” karena tidak mau melihat suatu
permasalahan dari awal penyebabnya adalah ketidak jelian dan ketidakingintahuan
untuk mengetahui permasalahan.
Hakekat intelijen secara umum yaitu kemahiran mendayagunakan pikiran manusia
(kecerdasan) dalam rangka mencermati perkembangan dinamika kehidupan yang
dihadapi oleh pengguna inteijen. Bagi suatu organisasi, intelijen berfungsi untuk
mendeteksi “what is going on inside and outside the organization ?”, mencakup
aspek kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan
ancaman (threat) sehingga organisasi dapat menentukan langkah-langkah yang
harus diambil dengan efektif dan efisian dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya,
dalam hal ini terdapat peran vital intelijen dalam melakukan proses intelijen berupa
early detection guna menghasilkan produk intelijen berupa early warning bagi
pimpinan organisasi (user) sehingga pengabilan keputusan (decision making) oleh
pimpinan organisasi dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
Dalam ruang lingkup (scoop) negara sebagai suau negara, intelijen memiliki peranan
yang sangat strategis terkait dengan kelangsungan stabilitas kehidupan bernegara.
Bahkan ada ungkapan (adagium) ”jika ingin menghancurkan suatu negara, maka
hancurkanlah intelijennya terlebih dahulu”. Namun hal tersebut tida berarti secara
serta merta stabilitas kehidupan bernegara begitu saja ditumpukan kepada kekuatan
intelijennya, masih terdapat aspek-aspek utama lainnya yang juga menjadi tumpuan
stabiltas negara antara lain aspek pertahanan dan keamanan negara.
Gelombang kekerasan yang melanda Indonesia, seperti konflik aceh, kerusuhan Mei
1998, kekerasan komunal di Kalimantan Barat dan Tengah, konflik komunal di Poso
dan Maluku, serta strategi bumi hangus Timor Timur pasca jejak pendapat,
mengundang banyak perhatian dari masyarakat internasional, media massa,
organisasi non pemerintahan, dan juga akademisi. Cukup banyak akademisi yang
berupaya untuk menjelaskan fenomena kekerasan yang terjadi dalam konteks ruang
dan waktu yang spesifik. Gelombang kekerasan diatas terjadi antara lain karena
Indonesi memiliki struktur negara yang lemah (weak state). Dalam suatu negara
lemah kebijakan politik yang diambil terkondisikan oleh instabilitas politik, krisis
legitimasi, lemahnya identitas nasional, tidak berfungsinya institusi sosial politik,
kemiskinan ekonomi dan sangat rentan terhadap tekanan-tekanan eksternal. Hal ini
membuat Indonesia terus menerus berada dalam process of crisis menagement
atau yang lebih dikenal dengan the politics of survival.
Sebagai sebuah fungsi, intelijen akan cendrung bersifat statis. Dalam hal ini, apapun
jenis situasi dan kondisinya, intelijen akan tetap berfungsi sebagai suatu intrumen
pengindraan awal bagi para pembuat kebijakan dalam pembuatan sebuah
keputusan. Sementara sebagai sebuah organisasi, intelijen harusnya akan
berkembang mengikuti situasi dan kondisi tertentu, misalnya struktur organisasi
intelijen dalam negara yang tidak demokratis. Apabila hendak diteliti lebih lanjut,
studi mengenai intelijen pada dasarnya akan bertentangan dengan prinsip dasar
pemerintahan yang baik (good governance). Intelijen pada dasarnya akan berkaitan
erat dengan prinsip-prinsip kerahasiaan sementara prinsip good gevernance akan
menuntut transparansi dan keterbukaan. Akan tetapi kedua kondisi ini buan berarti
tidak dapat ditemukan titik tengahnya. Dengan demikian jelas bahwa studi intelijen
harus lebih memfokuskan diri pada penemuan titik tengah antara karakteristik alami
intelijen dengan prinsip good governance.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan dimensi intelijen yang berkaitan dengan perkembangan
Kamtibmas ?
2. Sejauh mana peran kepolisian dalam menjaga Kamtibmas berkaitan
dengan perannya sebagai intelijen penegak hukum ?
C. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari peneitian ini adalah memberikan masukan baik bersifat dan
bersifat praktis untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang intelijen serta
mengetahui berbagai perkembangan tentang intelijen yang saat ini terjadi di
Indonesia. Serta memahami sejauh mana Kepolisian Negara Republik Indonesia
menjalankan tugasnya sebagai intelijen penegak hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tiga Dimensi Intelijen dalam Menjaga Kamtibmas
Pada dasarnya sudi Intelijen harus memfokuskan pembahasan terhadap tiga
dimensi intelijen. Dimensi pertama adalah jenis produk informasi intelijen. Dimensi
kedua ialah dimensi aktivitas dan dimensi ketiga adalah dimensi organisasi intelijen.
Dalam dimensi informasi, intelijen setidakya memiliki tiga produk intelijen dan
semuanya berupa informasi. Jenis produk intelijen pertama adalah current
intelligence. Produk ini pada umumnya berupa informasi yang dapat menjawab
pertanyaan apa, bagaimana, dimana serta kapan. Jenis produk kedua adalah
intelligence estimates. Produk ini meliputi informasi intelijen yang berupa alternatif
pilihan kebijakan yang diperlukan oleh para pembuat kebijakan dalam membuat
keputusan. Secara kualitas, dimensi ini dapat dikatakan bersifat sebagai konstanta
karena pada dasarnya kualitas intelijen haruslah selalu akurat, aktual dan faktual.
Namun apabila dilihat dari ragamnya, maka dimensi ini merupakan sebuah variabel.
Dimensi berikutnya adalah dimensi aktivitas intelijen. Secara umum ktivitas intelijen
dapat dibagi ke dalam beberapa jenis. Aktivitas pertama adalah pengumpulan
informasi. Berdasarkan metode pengumpulan informasi, aktivitas intelijen dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain pengumpulan informasidari sumber
data publik, aktivitas yang mengandalkan kemampuan manusia atau yang lebih
dikenal dengan human intelligence aktivitas yang lebih mengandalkan kemajuan
teknologi atau yang dikenal dengan technological inteligence (techint), aktivitas yang
menggunakan simbol, signal dan lambang atau yang lebih dikenal dengan signal
intelligence (sigint) serta aktivitas yang menggunakan foto satelit atau yang lebih
dikenal dengan imagery intelligence (imint).
Aktivitas intelijen berikutnya adalah analisis. Aktivitas ini terkait erat dengan aktivitas
pengumpulan data sehingga para pembuat keputusan mampu merumuskan
keputusan terbaik sesuai dengan informasi dan analisis informasi yang dihasilkan
oleh intelijen. karena informasi yang telah dikumpulkan baru akan memiliki arti
setalah dianalisis dan diinterpretasikan sebelum disalurkan kepada pihak pembuat
keputusan. Misalnya, apabila terdapat informasi mengenai pengembangan kekuatan
Angkatan Laut Indonesia, maka tidak selamanya berarti Indonesia akan menyerang
negara lain. Oleh karena itu, interpretasi dan analisis data menjadi sangat krusial
dalam penentuan kebijakan negara lain untuk merespon adanya peningkatan
kekuatan Angkatan Laut Indonesia tersebut.
Aktivitas ketiga adalah aktivitas yang berkaitan dengan operasi rahasia atau yang
disebut dengan covert action. Aktivitas ini adalah aktivitas yang selama ini selalu
dikaitkan dengan kerja intelijen. Pada dasarnya informasi ini berkaitan dengan
informasi yang tidak dapat didapatkan dari sumber informasi publik dan
membutuhkan sebuah operasi yang bersifat rahasia24. Aktivitas ini merupakan
aktivitas yang sangat mengandalkan faktor manusia atau yang biasa disebut dengan
human intelligence dalam studi intelijen.
Aktivitas keempat adalah aktivitas counter-intelligence. Aktivitas ini berkaitan dengan
kegiatan untuk memberikan persepsi dan informasi yang tidak tepat kepada lawan
dan/atau menjaga distribusi informasi hanya kepada pihak yang memiliki hak
sehingga pihak lawan tidak berhasil mengambil keuntungan yang dapat merugikan.
Lebih lanjut aktivitas ini juga terkait erat dengan kebutuhan akan manajemen
proteksi data sehingga setiap jenis informasi bisa diakses oleh pihak yang
berkepentingan dengan otorisasi yang sesuai dengan kapasitasnya.
Berdasarkan dimensi organisasi, intelijen dapat diamati melalui beberapa instrumen.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, organisasi intelijen ini harus dapat
mempertemukan antara karakteristik alami intelijen yang rahasia dengan berbagai
prinsip penafsiran yang baik seperti penghargaan terhadap nilai nilai demokrasi, hak
asasi manusia serta hak hak sipil lainnya. Oleh karena itu, instrumen-instrumen ini
seharusnya menjamin pemenuhan target efektivitas intelijen sekaligus perwujudan
dari prinsip prinsip penafsiran yang baik. Instrumen pertama adalah struktur
organisasi intelijen, baik struktur di internal lembaga intelijen maupun struktur
intelijen dalam sebuah sistem ketatanegaraan.
Selain struktur organisasi intelijen, dimensi organisasi juga harus diamati dengan
instrumen mekanisme pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan yang sesuai.
Mekanisme ini akan menegaskan kembali struktur organisasi intelijen dalam sebuah
negara demokratis yang akuntabel.
Instrumen berikutnya adalah instrumen kode etik dan pengawasan intelijen. Kode
etik intelijen setidaknya harus menjadi dasar untuk menjaga moralitas tindakan
intelijen26. Sementara itu, pengawasan intelijen akan berfungsi untuk menjaga
profesionalitas intelijen. Lebih lanjut, pengawasan intelijen harus dilakukan di
beberapa area dan level secara sekaligus.
Pertama, pengawasan intelijen harus dilakukan secara politik. Hal ini artinya harus
ada mekanisme pengawasan terhadap proses pengambilan keputusan, otorisasi
aktivitas intelijen serta pelaksanaan operasi intelijen. Pengawasan ini dapat
dilakukan setidaknya di empat level. Level pertama adalah internal, artinya
pengawasan dilakukan oleh atasan yang berwenang. Level berikutnya adalah pihak
eksekutif sebagai pengguna utama intelijen. Level berikutnya adalah pihak parlemen
sebagai pemberi mandat kepada pihak eksekutif, dan terakhir adalah level publik
sebagai pemegang kekuasaan utama dalam sebuah negara yang demokratis.
Kedua, pengawasan intelijen juga harus dilakukan di bidang hukum. Hal ini terutama
dilakukan karena intelijen adalah sebuah institusi sipil yang harus tunduk kepada
hukum sebagai sebuah konsekuensi dari negara hukum. Oleh karena itu setiap
prosedur penggunaan intelijen maupun pelaksanaan operasi intelijen haruslah
berdasar kepada aturan hukum yang berlaku baik di tingkatan nasional maupun
internasional.
Ketiga, pengawasan intelijen harus dilakukan untuk urusan finansial. Sebagai
konsekuensi dari sebuah negara demokratis, pembiayaan aktivitas intelijen harus
sepenuhnya ditanggung oleh anggaran negara. Oleh karena itu, sistem audit dan
bentuk pengawasan finansial lain juga harus dilakukan untuk organisasi intelijen.
Jika digambarkan dalam kondisi di Indonesia seperti kasus tahun 1945 sampai
tahun 1960-an masih merupakan periode awal kemerdekaan di mana Indonesia
masih dapat dikatakan dalam situasi perang melawan kekuatan kekuatan kolonialis.
Oleh karena itu menjadi wajar apabila Indonesia menerapkan logika perang dalam
setiap perencanaan dan pelaksanaan aksi intelijen negaranya. Salah satu contoh
yang cukup signifikan dalam periode ini adalah pembentukan Badan Rahasia
Negara Indonesia (Brani) pada 7 Mei 1946. Pada awal pembentukannya, Brani
memiliki setidaknya empat kelompok kecil. Kelompok pertama bertugas untuk
memburu kelompok simpatisan Belanda. Kelompok kedua dikenal sebagai kelompok
yang melakukan penginderaan dan mempersiapkan kondisi lapangan baik di Jawa,
Bali, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. Kelompok ketiga
adalah kelompok yang bertugas menjalankan fungsi intelijen luar negeri dan
kelompok keempat adalah kelompok yang bertugas mencari pendanaan operasi
intelijen, misalnya dengan menangkap peredaran opium oleh Belanda dan kemudian
mengedarkannya kepada pedagang Cina. Dapat disimpulkan bahwa selama periode
ini, intelijen Indonesia masih mengutamakan efektivitas dibandingkan nilai-nilai yang
demokratik dengan tujuan spesifik mengalahkan kekuatan kolonialis asing dan tanpa
ragu ragu melakukan aktivitas yang bersifat ofensif.
Dalam periode berikutnya, sekali lagi Indonesia masih menerapkan logika intelijen
perang karena selama periode ini intelijen Indonesia masih tetap mengutamakan
efektivitas serta melakukan tindakan tindakan ofensif. Hal ini dapat dilihat misalnya
dalam pembentukan Badan Pusat Intelijen (BPI) yang melakukan operasi intelijen di
Papua, Malaysia, Singapura dan Timor bagian Timur yang saat itu masih dikuasai
oleh Portugis. Periode Suharto dimulai ketika beliau menjadi kepala Komando
Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Kopkamtib mengepalai
satu satuan tugas intelijen, Satuan Tugas Intelijen (STI) yang dirancang untuk
menjadi pasukan investigasi bersenjata. Selain itu Kopkamtib juga mengepalai satu
institusi intelijen strategik yang lebih dikenal dengan nama Komando Intelijen Negara
(KIN). Institusi ini bertugas untuk memberikan laporan atas keadaan keamanan
nasional dan internasional termasuk di dalamnya mengenai isu politik, ekonomi,
sosial serta militer dalam dan luar negeri. Periode intelijen berikutnya di Indonesia
ternyata tetap menggunakan logika yang sama walaupun organisasi intelijen di
Indonesia berkembang silih berganti. Ken Conboy, Stanley, Otto Pratama dan
Danang Widoyoko menggambarkan dengan lebih rinci bagaimana intelijen Indonesia
bergerak dengan kerangka organisasi yang mengutamakan efektivitas,
melaksanakan operasi-operasi ofensif dan eksesif serta cenderung
mengesampingkan nilai-nilai yang demokratis.
B. Peran Kepolisian Sebagai Intelijen Penegak Hukum
Intelijen Kepolisian dalam melaksanakan tugasnya sebagai Intel Yustisial adalah
intelijen yang melekat pada badan-badan yustsial (polisi, jaksa, imigrasi,dll) dn
merupakan intelijen yang menjalanan aktivitas rutin di seluruh wilayah yuridiksi
NKRI, dalam rangka menegakan internal security (Kamdagri) yang benuk keputusan
yang diambil berkaitan dengan proses Law enforcement. Intelijen merupakan bagian
penting bagi dinamika kegiatan kepolisian dalam era reformasi dan globalisasi
dewasa ini, dimana kondisi sosial dan dinamika masyarakat dapat berubah dengan
cepat. Gejala akan adanya perubahan saat ini sangat sulit dibaca, sehingga upaya-
upaya early warning dan early detection yang tajam dan akurat sangat diperlukan
dalam mengetahui dan memahami gejala tersebut.
Intelijen penegakan hukum secara khusus bekerja sebagai bagian dari sitem
penegakan hukum suatu negara. Wewenang kepolisian di bidang penegakan hukum
memerlukan aktivitas intelijen karena dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum
tersebut diperlukan data-data tertentu yang spesifik sesuai dengan keperluan
penegakan huku untuk disajikan sebagai informasi kepada pimpinan organisasi
kepolisian (user) sehingga dapat diambil suatu keputusan yang cepat dan tepat atas
suatu kondisi atau permasalahan tertentu. Perolehan data-data guna kepentingan
penegakan hukum tersebut diawali dengan pelaksanaan proses intelijen yaitu
deteksi dini (early detection ) secara sistematis mengikuti tahapan-tahapan sesuai
siklus intelijen yaitu tahap pengarahan atau perencanaan, tahap pelaksanaan
(pulbaket) tahap pengolahan, tahap penyajian.
Penggunaan intelijen untuk dalam penegakan hukum menentukan karakteristik data
maupun informasi yang dibutuhkan oleh user, dengan dilandasi filosofi universal
tugas pokok kepolisian, yaitu fight crime (penanggulangan kejahatan), help deliquent
(menolong pelaku kejahatan) dan love humanity (mencintai kemanusiaan). Dalam
rangka penanggulangan kejahatan, maka dalam hal ini aparat kepolisian perlu
mengumpulkan berbagai bahan keterangan yang diperlukan terkait dengan suatu
kejahata melalui implementasi upaya penyelidikan, anatara lain dtaa tentang pelaku
kejahatan (khususnya DPO dan residivis), data tentang modus operandi kejahatan,
data tentang jaringan pelkau kejahatan, data tentang waktu dan tempat terjadinya
kejahatan, crime total, crime index, dan lain-lain. Selanjutnya data tersebut diolah
melalui proses intelijen sampai dengan menghasilkan informasi yang disajikan
dalam bentuk produk intelijen diperuntukan bagi user.
Produk intelijen sebagai sarana peringatan dini akan digunakan oleh user untuk
pengambilan keputusan berupa langkah-langkah tertentu sehubungan dengan
pelaksanaan operasional organisasi kepolisian yang meliputi langkah-langkah yang
bersifat pre-emtif antara lain iwujudkan melalui kegiatan community policing
(polmas), preventif antara lain diwujudkan melalui kegiatan pengaturan, penjagaan,
pengawalan, dan patroli dan represif meliputi tindakan yustisial dan non yustisial.
Sedangkan upaya penggalangan oleh kepolisian perlu ditempuh dengan cara
membangun empati terhadap masyarakat melalui tindakan-tindakan humanis antara
lain dengan cara membantu para pelaku kejahatan agar memiliki kesadaran atas
kesalahan yang dilakukan dengan berbuat jahat sehingga tidak mengulangi lagi dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan tidak bertindak sewenang-wenang
terhadap masyarakat dalam menjalankan wewenang kepolisian.
Upaya penyelidikan dan penggalangan tersebut selanjutnya harus didukung dengan
pelaksanaan upaya pengamanan secara internal mupn eksternal terhadap
organisasi kepolisian. Ketiga upaya tersebut harus terlaksana secara kompherensif
agar aktivitas intelijen penegakan hukum dapat berjalan dengan baik sehingga dapat
dicapai outcome dari tugas pokok kepolisian berupa keamana dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum serta perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan harapan publik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa intelijen adalah
salah satu instrumen penting bagi pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu
negara. Intelijen dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi kekhawatiran
terhadap ancaman bangsa dan negara, tetapi di saat yang bersamaan intelijen juga
dapat digunakan sebagai alat untuk melindungi kepentingan pribadi sang penguasa.
Oleh karena itu, pengelolaan sistem intelijen yang efektif, profesional dalam tatanan
yang demokratis merupakan kondisi wajib bagi sebuah negara. Tuntutan terhadap
efektivitas seringkali mengalahkan kebutuhan terhadap penegakan hak asasi
manusia, nilai-nilai sipil dan prinsip-prinsip demokratis lainnya. Prinsip kerja
demokratis dalam sistem intelijen negara dapat dilihat dari beberapa pengaturan
dasar. Pertama, intelijen harus ditempatkan sebagai institusi sipil dan menjadi
bagian dari sistem keamanan nasional. Kedua, Adanya mekanisme
pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan yang akuntabel untuk memastikan
penggunaan intelijen secara proporsional dan mencegah akumulasi kekuasaan.
Ketiga, adanya mekanisme pengawasan untuk memastikan keberlangsungan sistem
checks and balances.
Berkaitan dengan hal tersebut kepolisian sebagai intelijen penegakan hukum
melakukan tugasnya membimbing dan mengayomi masyaraat dan tujuan agar
masyarakat merasa aman dari berbagai ancaman dan gangguan kamtibmas, proses
intelijen mutlak diperlukan. Intelijen sangat berfungsi bagi satuan, apabila organisasi
intelijen cukup solid, sistem dan metodanya berkembang sesuai hakekat ancaman
yang dihadapi. Namun lebih penting adalah pelaksanaan tugas tugas dari intelijen,
baik perorangan maupun unit harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap
intelijen., mampu mengimplementasikan dan mengembangkan teori intelijen dalam
kondisi lapangan yang berubah-ubah, serta menghasilkan produk intel yang tajam,
akurat, dan terpercaya sesuai kebutuhan satuannya. Tugas dari intelijen ialah
mencari informasi, dimana informasi tersebut digunakan untuk mendukung sebagai
alternatif pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan oleh
pimpinan dalam pengambilan kebijakan dalam hal ini tentunya menjadi tugas Polri.
B. Saran – saran
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal
penting. Pertama, negara juga akan mengalami kesulitan untuk dapat
mengembangkan dua sistem manajemen intelijen yang dapat digunakan dalam
kondisi damai dan perang secara terpisah. Hal ini dialami oleh Indonesia yang masih
dalam proses pembangunan bangsa dan negara (nation and state building). Tetapi
seharusnya negara dapat mengembangkan satu sistem manajemen intelijen
demokratik yang memiliki satu-satuan khusus dan dapat digunakan untuk kondisi
perang dengan berbagai aturan khusus dan sistem pengawasan yang secara
langsung melekat ketika satuan ini digunakan. Kedua, kebutuhan terhadap faktor
efektivitas yang meningkat dalam situasi perang dapat diatasi bukan dengan cara
menegasikan sistem yang berdasar pada prinsip demokratis tetapi dengan
mengefektifkan waktu, sumberdaya serta meningkatkan profesionalitas dan
kemampuan teknologi intelijen sebuah negara. Dengan demikian diharapkan baik
dalam kondisi damai maupun perang, negara tetap dapat menjalankan sistem
intelijen yang demokratis sekaligus efektif dalam pencapaian tujuan keamanan
nasionalnya.
Dalam dinamika dan kondisi masyarakat yang semakin berkembang, informasi yang
digunakan sebagai bahan baku pengambilaan keputusan sangat kompleks dan
bervariasi sehingga diperlukan kecepatan,ketepatan, dan manfaat terhadap
informasi yang disajikan. Tetapi yang menjadi kendala intelijan ebagai penegak
hukum yaitu sarana dan prasarana maupun anggaran dalam membiayai aktifitas
intelijen polri masih sangat minim. Untuk mendukung tugas Polri yang samrat
kendala tersebut, jelas akan berpulang pada sejauh mana sense dari setiap anggota
intelijen Polri harus dapat bertindak setiap saat, karena keputusan tersebut haruslah
tepat. Dalam pemberian informasi berupa saran dan pertimbangan haruslah melekat
pada anggota Polri. Untuk itu sense of intelligence sangat diperlukan oleh anggota
Polri sebagai intelijen penegak hukum.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dbed66334a35/ruu-intelijen-rusak-
sistem-penegakan-hukum-
http://www.unescap.org/huset/gg/governance.htm.
http://en.wikipedia.org/wiki/Prehistoric_warfare.
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_wars_before_1000.
http://seala1990.wordpress.com/2012/08/08/makalah-transisi-intelijen-negara/