TRANSAKSI TERAPEUTIK

download TRANSAKSI TERAPEUTIK

of 28

Transcript of TRANSAKSI TERAPEUTIK

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien

MAKALAH Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien D I S U S U N OLEH : Nama : Tengku Benyamin NIM : 060100065 Pembimbing : dr. Guntur Bumi Nasution, Sp. F

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER (P3D) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 1

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien BAB I PENDAHULUAN Hubungan dokter dan pasien telah terjalin sejak jaman dahulu. Hubungan ini merupakan hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan atas kepercayaan dari pasien terhadap dokter. Pelaksanaan hubungan keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam melaksanakan hubungan. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan akan menyebabkan kesemerawutan dan kesimpangsiuran salah satunya aspek hukum. Hubungan hukum antara dokter dan pasien ini dimulai sejak pasien menyatakan keluhannya dan dokter menyatakan kesanggupannya untuk mengobati pasien yang dinyatakan secara lisan (oral statement), atau yang tersirat (implied statement).1 Hubungan antara dokter dengan pasien berawal dari pola hubungan vertikal paternalistik seperti hubungan bapak dan anak yang bertolak dari prinsipfather knows best yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik. Dokter disini berupaya bertindak sebagai bapak yang baik yang cermat, berhati-hati dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya melalui pendidikan yang panjang dan sulit serta pengalaman yang bertahun-tahun untuk kesembuhan pasien. Dalam hubungan ini kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien karena dokter dianggap mengetahui tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit dan penyembuhannya. Pola ini menimbulkan dampak positif berupa lahirnya konsep hubungan paternalistik ini sangat membantu pasien, dalam hal pasien awam terhadap penyakitnya, sebaliknya dapat juga timbul dampak negatif, apabila tindakan dokter yang berupa langkah-langkah dalam mengupayakan penyembuhan pasien itu membatasi otonomi pasien.1 Permasalahan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional terhadap pasien di rumah sakit sudah cukup lama terjadi yang mengakibatkan adanya rovolusi sosial di bidang kesehatan pada tahun 1950. Solusi terhadap permasalahan revolusi sosial di bidang kesehatan dilakukan melalui berbagai pendekatan yang pada DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 2

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien kesempatan ini difokuskan pada aspek moral dan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.2 Aspek nilai moral dan nilai hukum kesehatan yang dimaksudkan di sini adalah tumbuhnya interrelasi antara moral dan hukum dalam arti moralisasi dalam hukum dan legalisasi dalam moral untuk pelayanan kesehatan. Faktor indikasi moral yang merosot dari pengaruh negatif komersialisasi dan konsumerisasi pelayanan kesehatan terhadap orang sakit yang bertentangan dengan sumpah dan janji bahwa ilmu kesehatan (ilmu kedokteran) adalah untuk kepentingan kemanusiaan dan mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri semakin mundur kepeduliannya. Kemunduran kepedulian ini sebagian besar dialami oleh tenaga kesehatan atau sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit). Demikian pula faktor hukum yang semula tenaga kesehatan atau sarana kesehatan merasa tidak ada kewajiban hukum dan tanggung jawab hukum/menganggap kebal hukum dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang membutuhkan kesehatan, kenyataan yang terjadi pada waktu sekarang, mereka harus tunduk hukum.2 Pada dasarnya hubungan hukum antara dokter dan pasien ini bertumpu pada dua macam hak asasi manusia yang dijamin dalam dokumen maupun konvensi internasional. Kedua macam hak tersebut adalah hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination) dan hak atas informasi (the right to information). Kedua hak dasar tersebut bertolak dari hak atas keperawatan kesehatan (the right to health care) yang merupakan hak asasi individu (individual human rights). Dokumen internasional yang menjamin kedua hak tersebut adalah The Universal Declaration of Human Right tahun 1948, dan The United Nations International Covenant on Civil and Political right tahun 1966.3 Profesi dokter dan tenaga medis lainnya merupakan satu profesi yang sangat terhormat dalam pandangan masyarakat. Karena dari profesi inilah banyak sekali digantungkan harapan hidup dan/atau kesembuhan dari pasien serta keluarganya yang sedang menderita sakit. Dokter atau tenaga kesehatan lainnya tersebut sebagai manusia biasa yang penuh dengan kekurangan (merupakan kodrat manusia) dalam melaksanakan tugas kedokterannya yang penuh dengan resiko ini tidak dapat DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 3

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien menghindarkan diri dari kekuasaan kodrat Allah, kemungkinan pasien cacat bahkan meninggal dunia setelah ditangani dokter dapat saja terjadi, walaupun dokter telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi atau Standart Operating Procedure (SOP) dan/atau standar pelayanan medik yang baik. Keadaan semacam ini seharusnya disebut dengan resiko medik, dan resiko ini terkadang dimaknai oleh pihak-pihak diluar profesi kedokteran sebagai medical malpractice.3

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 4

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien BAB II ISI 2.1. Tinjauan Umum tentang Profesi Dokter 2.1.1. Profesi Dokter Adalah suatu pekerjaan dokter yang dilaksanakan berdasarkan keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.3 2.1.2. Praktek Kedokteran Adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh profesional medis terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Rangkaian kegiatan tersebut merupakan kegiatan penerapan keilmuan yang meliputi pengetahuan ( knowledge), keterampilan ( skill ), dan sikap ( attitude ) profesional kepada pasien dalam pelayanan medis. Jadi, penerapan keilmuan dibidang kedokteran merupakan suatu perbuatan atau tindakan ( conduct ) yang bersifat tehnik medis dan perilaku (behaviour ) yang secara bersamaan harus dipenuhi dalam menjalankan kegiatan tehnis medis tersebut.3 2.1.3. Pelayanan Medis. Pelayanan medis mempunyai dua pengertian yaitu :3 1. Medical services / health service/ pelayanan medik/ pelayanan kesehatan, mengandung arti sebagai pelayanan yang diberikan oleh sarana pelayanan medis. Medical services ini meliputi dua kelompok kegiatan pelayanan yaitu : a) Kegiatan asuhan medis ( medical care ), yang merupakan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter kepada pasien dalam rangka melakukan upaya kesehatan. b) Kegiatan yang bukan asuhan medis ( non medical care ), yang merupakan kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan asuhan medis termasuk pelayanan informasi, keyamanan, kebersihan lingkungan dan lain sebagainya. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 5

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien 2. Medical care/ asuhan medis, yaitu pelayanan yang dilakukan oleh profesional medis yang dimulai dari anamnesa ( tanya jawab ), diagnosa, sampai terapi, termasuk membuat rekam medis, membuat surat keterangan medis, membuat persetujuan medis, memberi informasi medis dan lain-lain. Dimana kegiatan tersebut berkaitan langsung dengan kegiatan tehnik medis. 2.2. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Di dalam hubungan dokter dan pasien, hukum melindungi kepentingan pasien maupun dokter. Hukum merupakan sarana untuk menciptakan keserasian antara kepentingan dokter dan pasien guna menunjang keberhasilan pelayanan medis berdasarkan sistem kesehatan nasional. Sistem kesehatan nasional yang dimaksud merupakan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum melalui program pembangunan kesehatan sebagai kesatuan yang menyeluruh, terarah terpadu serta berkesinambungan sebagai bagian dari pembangunan nasional.5 Tujuan dan dasar pembangunan kesehatan di dalam Sistem Kesehatan Nasional dijabarkan sebagai berikut : 1. Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia. 2. Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat. 3. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukakn secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan. 4. Setiap bentuk upaya kesehatan harus berasaskan perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan mengutamakan kepentingan nasional, rakyat banyak, dan bukan semata-mata kepentingan golongan atau perorangan. 5. Sikap, suasana kekeluargaan, kegotongroyongan serta semua potensi yang ada diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan kesehatan. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 6

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien 6. Sesuai dengan asas adil dan merata, hasil yang dicapai dalam pembangunan kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk. 7. Semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi dan mentaati segala ketentuan peraturan perundangundangan dalam bidang kesehatan. 8. Pembangunan kesehatan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa. Pembangunan jangka panjang bidang kesehatan, yang merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional, diarahkan untuk mencapai tujuan utama sektor kesehatan. Tujuan utama kesehatan nasional tersebut meliputi : Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan, peningkatan status gizi masyarakat, Penguranngan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas), Pengembangan keluarga sehat dan sejahtera dengan semakin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Pelayanan kesehatan merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.5 Pelayanan kesehatan menurut Benyamin Lumenta segala upaya kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan serta pemeliharaan kesehatan yang dilakukan oleh pranata sosial atau lembaga dengan suatu populasi tertentu, masyarakat atau komunitas. Selanjutnya Hodgelts dan Casio, membedakan pelayanan kesehatan perorangan (personal health services) atau pelayanan kedokteran (medical services) atau pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lingkungan (environmental health) atau pelayanan kesehatan masyarakat (public health services).5 Berdasarkan sifat pelayanannya, jenis pelayanan kesehatan dapat dibedakan menjadi pelayanan dasar, pelayanan ekstramural (ambulatory) dan pelayanan DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 7

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien intramural. Pelayanan dasar mencakup pelayanan kesehatan preventif dan kuratif, yang diselenggarakan khusus untuk diri sendiri dan untuk lingkungan sekitarnya,demi peningkatan kesehatan dan penghapusan ancaman gangguan kesehatan. Pelayanan ekstramural (ambulatory) mencakup pelayanan kesehatan spesialistis dan non spesialistis, yakni pasien memperoleh pelayanan kesehatan di sebuah lembaga atau di rumahnya tanpa opname. Pelayanan intramural, merupakan penyelenggaraan pelayanan medik umum dan spesialistis di dalam lembaga yakni pasien mendapat rawat inap dan pelayanan ini diberikan oleh berbagai rumah sakit umum.5 2.3. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 2.3.1. Perjanjian Sebagai Dasar Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana didalamnya memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syaratsyarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai berikut: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3) Suatu hal tertentu; 4) Suatu sebab yang halal. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.5 2.3.2. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah salah satu sumber hubungan hukum perikatan yang diadakan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari (1) Perjanjian dan (2) Undang-undang. Dari DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 8

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut atau lebih yang dinamakan perikatan. Perikatan yang muncul karena perjanjian adalah mengikat para pihak yang membuatnya, seperti halnya perjanjian sewa menyewa hanya mengikat pada yang menyewa dan yang menyewakan. Sedangkan perikatan yang muncul karena undang-undang contohnya adalah Zakwarming/mengurus urusan orang lain, maka barang siapa memutuskan mengurus orang lain. maka secara otomatis ia memiliki kewajiban tertentu. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.5 Perjanjian yang tedapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata secara umum menyebutkan bahwa suatu hubungan antara 2 (dua) orang yang membuatnya. Dilihat dari bentuknya perjanjian itu dapat berupa suatu perikatan yang mengandung janjijanji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 2.3.3. Unsur-unsur Perjanjian Oleh Salim HS Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dapat dikategorikan sebagai berikut:5 1) Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. 2) Subyek hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 9

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien 3) Adanya Prestasi Adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan sesuatu; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu. 4) Kata sepakat Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. 5) Akibat hukum Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang diatur maupun yang belum diatur di dalam suatu undang-undang, Hal ini sesuai dengan kriteria terbentuknya perjanjian dimana berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 2.3.4. Karakteristik Perjanjian Hukum perjanjian memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak. Perjanjian dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan wujud dari kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom of choice).5 Sejak abad ke-19 prinsip-prinsip itu mengalami perkembangan dan berbagai pergeseran penting. Pergeseran demikian disebabkan oleh: pertama, tumbuhnya bentuk-bentuk kontrak standar; kedua, berkurangnya makna kebebasan memilih dan kehendak para pihak, sebagai akibat meluasnya campur tangan pemerintah dalam DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 10

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien kehidupan rakyat; ketiga, masuknya konsumen sebagai pihak dalam berkontrak. Ketiga faktor ini berhubungan satu sama lain. Akan tetapi, prinsip kebebasan berkontrak dan kebebasan untuk memilih tetap dipandang sebagai prinsip dasar pembentukan kontrak. 2.3.5. Azas-Azas Perjanjian Keberadaan suatu perjanjian tidak terlepas dari asas-asas yang mengikatnya. Fungsi asas hukum adalah sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan kepastian hukum didalam keseluruhan tertib hukum. Asas-asas dalam berkontrak mutlak harus dipenuhi apabila para pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Didalam hukum perjanjian terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata, yaitu:5 1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a) Membuat atau tidak membuat perjanjian; b) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun; c) Menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta d) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 2. Asas konsensualisme (concensualism) Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 11

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien 2. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undangundang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. 3. Asas Itikad Baik (good faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. 4. Asas Kepribadian (personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdat berbunyi: Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 12

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan: Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan kepastian hukm didalam keseluruhan tertib hukum. 2.3.6. Risiko dalam Perjanjian Suatu peijanjian dibuat untuk dilaksanakan oleh para pihak, yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah, realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi, tujuan suatu perjanjian tidak dapat dicapai tanpa adanya pelaksanaan perjanjian oleh para pihak. Pelaksanaan isi perjanjian bisa dilakukan sendiri oleh debitur, dilakukan dengan bantuan orang lain atau dilakukan oleh pihak ketiga untuk kepentingan dan atas nama debitur. Hal-hal yang wajib dilaksanakan oleh debitur dapat dilihat dari beberapa sumber, yaitu : undang-undang sendiri, akta atau surat perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan melihat tujuan (streking) serta sifat perjanjian yang dibuat.5 Dalam pelaksanaan perjanjian, masing-masing pihak diharapkan berusaha secara sempurna .dan sukarela melaksanakan isi perjanjian. Peiaksanaan perjanjian yang baik dan sempurna menurut M. Yahya Harahap didasarkan pada 'kepatutan' atau behorlijk, artinya debitur telah melaksanakan kewajibannya menurut yang 'sepatutnya', serasi dan layak menurut semestinya sesuai dengan ketentuan yang telah mereka setujui bersama. Inti pelaksanaan perjanjian adalah melaksanakan prestasi. Prestasi dalam perjanjian meliputi memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata). Namun demikian adakalanya salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi.5 Dalam Hukum Perdata, seseorang dianggap melakukan wanprestasi apabila : tidak melakukan prestasi sama sekali, melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan prestasi. Setiap wanprestasi yang menimbulkan kerugian, mewajibkan DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 13

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien debitur untuk membayar ganti rugi (Pasal 1239 KUH Perdata). Dalam hal terjadi wanprestasi, pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan dengan kemungkinan tuntutan dengan cara : pelaksanaan perjanjian meskipun terlambat, penggantian kerugian, peiaksanaan perjanjian dan penggantian kerugian, dan pembatalan perjanjian. Selain karena wanprestasi, pelaksanaan perjanjian juga tidak dapat terwujud karena terjadinya risiko. Mengenai risiko dalam perjanjian, berlaku ketentuan sebagai berikut : risiko dalam perjanjian sepihak ditanggung oleh kreditur atau dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya (Pasal 1245 KUH Perdata), sedangkan risiko dalam perjanjian timbal balik mengakibatkan hapusnya perjanjian.5 2.4. Transaksi Terapeutik2.4.1. Pengertian tentang Transaksi Terapeutik Didasarkan mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor : 434/MEN.KES/X/1983 Tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia, maka yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran makhluk insani. Pada umumnya mulainya hubungan transaksi terapeutik dimulai saat seorang pasien meminta pertolongan kepada dokter untuk mengobati penyakitnya dan dokter menyanggupinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa transaksi terapeutik merupakan hubungan antara dua subjek hukum yang saling mengikatkan diri didasarkan sikap saling percaya.3 Transaksi terapeutik merupakan hubungan antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medik secara profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu dibidang kedokteran. Transaksi terapeutik merupakan kegiatan didalam penyelenggaraan praktek dokter berupa pemberian pelayanan medis. Sedangkan pelayanan medis itu sendiri merupakan bagian pokok dari kegiatan upaya kesehatan yang menyangkut sumber daya kesehatan sebagai pendukung penyelenggaraannya, yang harus tetap dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tanggungjawabnya.3

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 14

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien

2.4.2. Timbulnya Hubungan Hukum antara Dokter dengan Pasien Dengan semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan, yang antara lain disebabkan karena meningkatnya tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat akan kebutuhan kesehatan, maka akan meningkat pula perhatianmmasyarakat tenang hak-haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu dengan pelayanan yang lebih luas dan mendalam. Adanya spesialisasi dan pembagian kerja akan membuat pelayanan kesehatan lebih merupakan kerjasama dengan pertanggungjawaban diantara sesama pemberi bantuan, dan pertanggungjawaban terhadap pasien.3 Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal yaitu:3 1. Berdasarkan Perjanjian Timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien berdasarkan perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau ke rumah sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa ( tanya jawab ) dan pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter tidak bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan penyakit pasiennya, karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang berkaitan ( usia, tingkat keseriusan penyakit, macam penyakit, komlikasi dan lain-lain ). Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara yuridis dimasukkan kedalam golongan inspanningsverbitenis. Sedangkan segala peraturan yang mengatur tentang perjanjian tetaplah harus tunduk pada peraturan dan ketentuan dalam KUHPerdata. Ketentuan mengenai perjanjian dalam KUHPerdata itu diatur dalam buku III yang mempunyai sifat terbuka, dimana dengan sifatnya yang terbuka itu akan memberikan kebebasan berkontrak kepada para pihaknya, dengan adanya asas

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 15

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien kebebasan berkontrak memungkinkan untuk setiap orang dapat membuat segala macam perjanjian. Segala bentuk perjanjian harus tunduk pada ketentuan umum Hukum perdata Pasal 1319 KUHPerdata yang berbunyi Semua Perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu. Selain asas kebebasan berkontrak suatu perjanjian juga harus menganut asas konsensualitas, dimana asas tersebut merupakan dasar dari adanya sebuah perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak dimana adanya kata sepakat antara para pihak dalam perjanjian. Didalam perjanjian diperlukan kata sepakat, sebagai langkah awal sahnya suatu perjanjian yang diikuti dengan syarat-syarat lainnya maka setelah perjanjian tersebut disepakati oleh para pihak, maka perjanjian itu akan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya hal itu diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- Undang bagi mereka yang membuatnya. Disamping kedua asas diatas ada satu faktor utama yang harus dimiliki oleh para pihak yaitu adanya suatu itikad baik dari masing-masing pihak untuk melaksanakan perjanjian. Asas tentang itikad baik itu diatur didalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi : Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 2. Berdasarkan Undang-Undang Di Indonesia hal ini diatur didalam KUH Perdata Pasal 1365 tentang perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) yang berbunyi : Setiap perbuatan yang melanggar hukum sehingga membawa kerugian kepada orang lain, maka sipelaku yang menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melanggar hukum "sebagai suatu tindakan atau nontindakan yang atau bertentangan dengan kewajiban sipelaku, atau bertentangan dengan susila baik, atau kurang hati-hati dan ketelitian yang seharusnya dilakukan di dalam masyarakat terhadap seseorang atau barang orang lain". ("dat onder DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 16

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien onrechtmatige daad is te verstaan een handelen of nalaten, dat of inbreuk maakt op eens anders recht, of in strijd is met des daders rechtsplicht of indruist, hetzij tegen de goede zeden, hetzij tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamtten aanzien van eens anders persoon of goed). Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan diatas, maka ia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum, Melanggar ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dapat diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama warga masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan "kepatutan, ketelitian dan hatihati" tersebut adalah : standar-standar dan prosedur profesi medis di dalam melakukan suatu tindakan medis tertentu, Namun standar-standar tersebut juga bukan sesuatu yang tetap karena pada waktu-waktu tertentu terhadapnya haruslah diadakan evaluasi untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Namun tidak saja terhadap suatu perbuatan yang dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian yang menyebabkan kerugian kepada orang lain dapat pula dimintakan penggantian kerugian. Hal ini dirumuskan di dalam Pasal 1366 yang berbunyi : Setiap orang bertanggungjawab tidak saja terhadap kerugian yang ditimbulkan karena suatu tindakan, tetapi juga yang diakibatkan oleh suatu kelalaian atau kurang hati-hati. Selain itu seseorang juga bertanggungjawab terhadap tindakan atau kelalaian / kurang hati-hati dari orangorang yang berada di bawah perintahnya. Hal ini dirumuskan di dalarn Pasal 1367 yang berbunyi : Seseorang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang ditim bulkan oleh dirinya sendiri, tetapi juga bertanggungjawab terhadap tindakan dari orang-orang yang berada di bawah tanggung-jawabnya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. 2.4.3. Pola Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Hubungan hukum antara dokter dengan pasien telah terjadi sejak dahulu (jaman Yunani kuno), dokter sebagai seorang yang memberikan pengobatan terhadap DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 17

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien orang yang membutuhkannya. Hubungan ini merupakan hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan atas kepercayaan dari pasien terhadap dokter yang disebut dengan transaksi terapeutik. Pengakuan pribadi itu sangat penting bagi eksplorasi diri, membutuhkan kondisi yang terlindung dalam ruang konsultasi.4 Hubungan hukum antara dokter dengan pasien ini berawal dari pola hubungan vertikal paternalistik seperti antara bapak dengan anak yang bertolak dari prinsip father knows best yang melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik. Dalam hubungan ini kedudukan dokter dengan pasien tidak sederajat yaitu kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien karena dokter dianggap mengetahui tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit dan penyembuhannya. Sedangkan pasien tidak tahu apa-apa tentang hal itu sehingga pasien menyerahkan nasibnya sepenuhnya di tangan dokter.4 Hubungan hukum timbul bila pasien menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang dirasakannya membahayakan kesehatannya. Keadaan psikobiologisnya memberikan peringatan bahwa ia merasa sakit, dan dalam hal ini dokterlah yang dianggapnya mampu menolongnya, dan memberikan bantuan pertolongan. Jadi, kedudukan dokter dianggap lebih tinggi oleh pasien, dan peranannya lebih penting daripada pasien. Sebaliknya, dokter berdasarkan prinsip father knows best dalam hubungan paternatistik ini akan mengupayakan untuk bertindak sebagai bapak yang baik, yang secara cermat, hati-hati untuk menyembuhkan pasien.4 Dalam mengupayakan kesembuhan pasien ini, dokter dibekali oleh sumpah dokter yang lafalnya sebagai berikut :3 Demi Allah saya bersumpah, bahwa : 1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan. 2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter 3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 18

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien 4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya. 5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam. 6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. 7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. 8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien. 9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya, 10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara sekandung. 11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia. 12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya Pola hubungan vertikal yang melahirkan sifat paternalistik dokter terhadap pasien ini mengandung baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif pola vertikal yang melahirkan konsep hubungan paternalistik ini sangat membantu pasien, dalam hal pasien awam terhadap penyakitnya. Sebaliknya dapat juga timbul dampak negatif, apabila tindakan dokter yang berupa langkah-langkah dalam mengupayakan penyembuhan pasien itu merupakan tindakan-tindakan dokter yang membatasi otonomi pasien, yang dalam sejarah perkembangan budaya dan hak-hak dasar manusia telah ada sejak lahirnya.4 Pola hubungan yang vertikal paternalistik ini bergeser pada pola horizontal kontraktual. Hubungan ini melahirkan aspek hukum horisontal kontraktual yang bersifat inspanningsverbintenis yang merupakan hubungan hukum antara 2 (dua) subyek hukum (pasien dan dokter) yang berkedudukan sederajat melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang bersangkutan. Hubungan hukum ini tidak DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 19

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien menjanjikan sesuatu (kesembuhan atau kematian), karena obyek dari hubungan hukum itu berupa upaya dokter berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya (menangani penyakit) untuk menyembuhkan pasien.4 Sebenarnya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan yaitu : 1). Activity Passivity Pola hubungan orang tua anak seperti ini merupakan pola klasik sejak profesi dokter mulai mengenal kode etik pada abad 5 SM. Disini dokter seolah-olah dapat melaksanakan ilmunya sepenuhnya tanpa campur tangan pasien. Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau sedang menderita gangguan kejiwaan / mental berat. 2). Guidance Cooperation. Hubungan membimbing kerjasama, seperti halnya orang tua dengan anak yang sudah remaja. Pola ini ditemukan bila keadaan pasien tidak terlalu berat misalnya penyakit infeksi atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit pasien tetap sadar dan memiliki kehendak sendiri. Ia berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerjasama. Walaupum dokter mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata menjalankan kekuasaan, namun mengharapkan kerjasama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasehat atau anjuran dokter. 3). Mutual Participation. Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sama. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara kesehatannya seperti medical check up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien secara sadar dan aktif berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 20

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien 2.4.4. Saat Terjadinya Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien. Hubungan hukum kontraktual yang terjadi antara pasien dan dokter tidak dimulai dari saat pasien memasuki tempat praktek dokter sebagaimana yang diduga banyak orang, tetapi justru sejak dokter menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara lisan (oral statement) atau yang tersirat (implied statement) dengan menunjukkan sikap atau tindakan yang menyimpulkan kesediaan; seperti misalnya menerima pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan serta mencatat rekam medisnya dan sebagainya. Dengan kata lain hubungan terapeutik juga memerlukan kesediaan dokter. Hal ini sesuai dengan asas konsensual dan berkontrak.4 2.4.5. Dasar Hukum Terjadinya Transaksi Terapeutik Di dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sampai saat ini, tentang perikatan diatur dalam Buku III KUHPerdata, yang didasarkan sistem terbuka. Sistem terbuka ini tersirat dalam ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: "Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum, yang termuat dalam Bab ini dan Bab yang lalu". Dari ketentuan Pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan dimungkinkannya dibuat suatu perjanjian lain yang tidak dikenal dalam KUHPerdata.3 Dengan demikian, untuk sahnya perjanjian tersebut, harus dipenuhi syaratsyarat yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dan akibat yang ditimbulkannya diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang mengandung asas pokok hukum perjanjian. Selanjutnya, ketentuan Pasal 1233 Bab I Buku III KUHPerdata, menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dapat dilahirkan baik karena perjanjian, maupun karena Undang-Undang. Dari ketentuan pasal ini, dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan, dan Perikatan dapat ditimbulkan dari perjanjian. Bukan hanya perjanjian yang dapat menimbulkan perikatan, tetapi ketentuan perundang-undangan juga dapat menimbulkan perikatan. Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1339 dan Pasal 1347 Bab II Buku III KUH Perdata, terlihat konsekuensi logis ketentuan mengenai sumber perikatan tersebut DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 21

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien karena para pihak dalam suatu perjanjian tidak hanya terikat pada hal-hal yang secara tegas diperjanjikan tetapi juga pada segala hal yang menurut sifat perjanjian diharuskan menurut Undang-Undang. Selain itu, hal-hal yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan kesusilaan juga mengikat.3 Oleh karena itu, menyadari bahwa dari suatu perjanjian dapat timbul berbagai perikatan baik bersumber dari perjanjian itu sendiri, maupun karena menurut sifat perjanjiannya diharuskan menurut Undang-Undang, maka dalam menentukan dasar hukum transaksi terapeutik tidak seharusnya mempertentangkan secara tajam kedua sumber perikatan tersebut diatas. Walaupun kedua sumber tersebut dapat dibedakan, tetapi keduanya saling melengkapi dan diperlukan untuk menganalisis hubungan hukum yang timbul dari transaksi terapeutik. Transaksi terapeutik itu dikategorikan sebagai perjanjian yang diatur dalam ketentuan Pasal 1601 Bab 7A Buku III KUHPerdata, maka termasuk jenis perjanjian untuk melakukan jasa yang diatur dalam ketentuan khusus. Ketentuan khusus yang dimaksudkan adalah UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.3 Selain itu, jika dilihat ciri yang dimilikinya yaitu pemberian pertolongan yang dapat dikategorikan sebagai pengurusan urusan orang lain (zaakwaarnerning) yang diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata, maka transaksi terapeutik merupakan perjanjian ius generis. Adapun yang dimaksud dengan perjanjian pemberian jasa, yaitu suatu perjanjian di mana pihak yang satu menghendaki pihak lawannya melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan dengan kesanggupan membayar upahnya, sedangkan cara yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diserahkan pada pihak lawannya. Dalam hal ini, biasanya pihak lawan tersebut adalah seorang ahli dalam bidangnya dan telah memasang tarif untuk jasanya sekalipun transaksi terapeutik dikategorikan sebagai perjanjian pemberian jasa, namun didasarkan perkembangannya merupakan hubungan pelayanan atas kepercayaan, dan didasarkan prinsip pemberian pertolongan, sehingga disebut sebagai hubungan pemberian pertolongan medis.3 Didasarkan prinsip pemberian pertolongan, maka dokter tidak dibenarkan memberikan pertolongan rnedis melebihi kebutuhan dari orang yang ditolong, karena DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 22

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien pemberian pertolongan bertujuan untuk memulihkan kemampuan orang untuk dapat mengatur dirinya sebaik-baiknya. Dengan demikian pelayanan medis yang diberikannya kepada pasien harus berorientasi demi kepentingan pasien.3 Oleh karena hubungan antara dokter dan pasien merupakan pelayanan medis yang didasarkan atas prinsip pemberian pertolongan, maka berarti pasien sebagai penerima pertolongan tidak melepaskan tanggung jawab atas dirinya seluruhnya atau pasrah kepada dokter sebagai pemberi pertolongan yang memiliki kemampuan profesional di bidang medis.3 Didasarkan ketentuan Pasal 50 ayat (1), dan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nornor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, maka dokter bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahliannya dan atau kewenangannya, dengan mematuhi standar profesi, dan menghormati hak pasien antara lain hak informasi dan hak untuk memberikan persetujuan. Dengan demikian, berarti bahwa pada hakikatnya prinsip etis dalam hubungan antara dokter dan pasien merupakan salah satu sumber yang melandasi peraturan hukum di bidang kesehatan.3 2.4.6. Syarat Sahnya Transaksi Terapeutik Didalam membuat suatu perjanjian para pihak harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :3 a. Adanya kata sepakat diantara para pihak. b. Kecakapan para pihak dalam hukum. c. Suatu hal tertentu. d. Kausa yang halal. Oleh sebab itu didalam perjanjian diperlukan kata sepakat, sebagai langkah awal sahnya suatu perjanjian yang diikuti dengan syarat-syarat lainnya maka setelah perjanjian tersebut maka perjanjian itu akan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihaknya hal itu diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.3 DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 23

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien Disamping kedua asas diatas ada satu faktor utama yang harus dimiliki oleh para pihak yaitu adanya suatu itikad baik dari masing-masing pihak untuk melaksanakan perjanjian. Asas tentang itikad baik itu diatur didalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi : Suatu Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pada umumnya, perjanjian atau kontrak telah diterima sebagai sumber dari hubungan antara dokter dan pasien, sehingga transaksi terapeutik disebut pula dengan istilah Perjanjian atau Kontrak Terapeutik. Akan tetapi dengan semakin meningkatnya kepekaan terhadap martabat manusia, maka penataan hubungan antar manusia, termasuk hubungan yang timbul dari transaksi terapeutik juga dihubungkan dengan hak manusia.3 Hal ini terbukti dari pengakuan secara universal, bahwa perjanjian Terapeutik (transaksi terapeutik) bertumpu pada 2 (dua) macam hak asasi, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination), dan hak untuk mendapatkan informasi (the right to inforrnation). Didasarkan kedua hak tersebut, maka dalam menentukan tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien, harus ada informed consent (persetujuan yang didasarkan atas informasi atau penjelasan), yang di Indonesia diterjemahkan sebagai persetujuan tindakan medis.3 2.4.7. Berakhirnya Transaksi Terapeutik Untuk menentukan kapan berakhirnya hubungan dokter pasien sangatlah penting, karena segala hak dan kewajiban dokter juga akan ikut berakhir. Dengan berakhirnya hubungan ini, maka akan menimbulkan kewajiban bagi pasien untuk membayar pelayanan pengobatan yang diberikannya. Berakhirnya hubungan ini dapat disebabkan karena :3 a. Sembuhnya pasien Kesembuhan pasien dari keadaan sakitnya dan menganggap dokter sudah tidak diperlukannya lagi untuk mengobati penyakitnya dan pasien maupun keluarganya sudah mengganggap bahwa penyakit yang dideritanya sudah benar-benar sembuh, maka pasien dapat menghkiri hubungan transaksi terapeutik dengan dokter atau Rumah Sakit yang merawatnya. DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 24

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien

b. Dokter mengundurkan diri Seorang dokter boleh mengundurkan diri dari hubungan dokter pasien dengan alasan sebagai berikut: 1) Pasien menyetujui pengunduran diri tersebut. 2) Kepada pasien diberi waktu dan informasi yang cukup, sehingga ia bisa memperoleh pengobatan dari dokter lain. 3) Karena dokter merekomendasikan kepada dokter lain yang sama kompetensinya untuk menggantikan dokter semula itu dengan persetujuan pasiennya. 4) Karena dokter tersebut merekomendasikan ( merujuk ) kedokter lain atau Rumah Sakit lain yang lebih ahli dengan fasilitas yang lebih baik dan lengkap. c. Pengakhiran oleh pasien Adalah hak pasien untuk menentukan pilihannya akan meneruskan pengobatan dengan dokternya atau memilih pindah kedokter lain atau Rumah Sakit lain. Dalam hal ini sepenuhnya terserah pasien karena kesembuhan dirinya juga merupakan tanggungjawabnya sendiri d. Meninggalnya pasien e. Sudah selesainya kewajiban dokter seperti ditentukan didalam kontrak. f. Didalam kasus gawat darurat, apabila dokter yang mengobati atau dokter pilihan pasien sudah datang, atau terdapat penghentian keadaan kegawat daruratan. g. Lewat jangka waktu Apabila kontrak medis itu ditentukan untuk jangka waktu tertentu. h. Persetujuan kedua belah pihak antar dokter dan pasiennya bahwa hubungan dokterpasien itu sudah diakhiri. 2.4.8. Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik Suatu persetujuan medis akan timbul setelah pasien diberi penjelasan secara adekuat mengenai penyakitnya, akibat-akibatnya serta efek samping atau resiko yang DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN Page 25

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien bisa terjadi selama dalam perawatan atau proses penyembuhan penyakitnya. Izin perawatan ini disebut informed consent. Pemberian izin ini baru dapat diberikan setelah pasien mengetahui segala sesuatu tentang penyakitnya. Pasien berhak untuk memberikan atau menolak perawatan yang dilakukan oleh dokter, sepanjang keadaan pasien tidak dalam keadaan gawat darurat.3 Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dikemukakan oleh Thiroux ( 1980 : 269 ) bahwa informed consent merupakan suatu pendekatan terhadap kebenaran, dan keterlibatan pasien dalam keputusan mengenai pengobatannya. Hubungan antara dokter dengan pasiennya, pada saat ini sudah berkembang menjadi hubungan yang sejajar dan merupakan partner kerja serta saling membutuhkan. Informed Consent ini merupakan dasar dari transaksi terapeutik yang harus dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya dalam rangka memperoleh persetujuan upaya perawatan selanjutnya, baik berupa pengobatan, perawatan, maupun tindakan operasi.3 Informed Consent dapat dilakukan secara tegas atau diam-diam. Secara tegas dapat disampaikan dengan kata-kata langsung baik secara lisan maupun tertulis. Bahkan dapat dinyatakan dengan dengan sikap menyerah padaprosedur yang telah dispesifikasikan. Informed Consent baik dalam pelayanan medis maupun dalam penelitian kedokteran jika didasarkan pada prinsip hukum perikatan, maka pada hakekatnya merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar masing-masing pihak dapat memenuhi kewajiban hukumnya sesuai dengan harkat dan martabatnya yaitu sebagai subyek hukum yang bertanggungjawab.3 Informed Consent merupakan suatu ikatan yang harus memenuhi syarat-syarat persetujuan dalam hukum perdata. Oleh sebab itu dokter harus memberi informasi lengkap, yang disampaikan secara sederhana dan dimengerti oleh pasien, tentang tindakan medisnya. Jika informasi itu kurang atau tidak jelas, maka persetujuannya menjadi tidak sah dan batal. Sebab tidak mustahil pasien atau keluarganya menuduh dokter telah melakukan penganiayaan. Kecuali dalam keadaan darurat, tetapi jika keadaan darurat sudah terlewati maka harus mengikuti aturan yang normal kembali.3 BAB III DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 26

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien KESIMPULAN 1. Profesi Dokter Adalah suatu pekerjaan dokter yang dilaksanakan berdasarkan keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat. 2. Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh profesional medis terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Rangkaian kegiatan tersebut merupakan kegiatan penerapan keilmuan yang meliputi pengetahuan ( knowledge), keterampilan ( skill ), dan sikap ( attitude) profesional kepada pasien dalam pelayanan medis. 3. Didasarkan mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalamKeputusan Menteri Kesehatan R.I. Nornor : 434/MEN.KES/X/1983 Tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia, maka yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran makhluk insani.

4. Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal yaitu berdasarkan perjanjian yang mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau ke rumah sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa ( tanya jawab ) dan pemeriksaan oleh dokter, dan berdasarkan undangundang KUH Perdata Pasal 1365, 1366, 1367. 5. Didalam transaksi terapeutik diperlukan adanya persetujuan medis yang timbul setelah pasien diberi penjelasan secara adekuat mengenai penyakitnya, akibatakibatnya serta efek samping atau resiko yang bisa terjadi selama dalam perawatan atau proses penyembuhan penyakitnya (informed consent)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 27

Makalah Transaksi Terapeutik antara Dokter dan Pasien DAFTAR PUSTAKA 1. Rony D E Hariwaluyo., 2006. Hubungan Dokter-Pasien Ditinjau dari Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Program Pasca Sarjana (S-2) Magister Ilmu Hukum. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Tesis. 2. Bambang Muladi., 2005. Dokter dan Pasien (Studi tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Transaksi Terapeutik Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wonogiri). Magister Ilmu Hukum. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Tesis. 3. dr. H. Yunanto, S.H., 2009. Pertanggungjawaban Dokter dalam Transaksi Terapeutik. Program Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, Tesis. 4. Dr. Hj. Endang Kusuma Astuti, SH. MHum,. Hubungan Hukum antara Dokter dengan Pasien dalam Upaya Pelayanan Medis. Verdis Jurnal. Available From : ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/.../304_umm_scientific_journal.doc [Accesed 19 Januari 2010] 5. Ardian Silva Kurnia., 2010. Kajian Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Pasien dalam Perjanjian Terapeutik (Transaksi Medis). Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tesis.

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FK USU/RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Page 28