Transaksi hubungan pihak berelasi
description
Transcript of Transaksi hubungan pihak berelasi
TRANSAKSI DENGAN PIHAK BERELASI
DILIHAT DARI SUDUT PANDANG
AKUNTANSI, AUDITING DAN PERPAJAKAN
Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pelaporan Akuntansi
Oleh :
Rima Sari Pratiwi
NIM : 2012200720
Kelas : JP B
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
TRANSAKSI DENGAN PIHAK BERELASI
I. Pendahuluan
Pada era globalisasi ini makin banyak perusahaan Indonesia yang go
public karena kebutuhan dana untuk ekspansi perusahaan. Jain (2003) dalam
Silviana (2012)1 menemukan bahwa perusahaan yang memutuskan go public
berada dalam fase awal pertumbuhan dan berada di lingkungan industri yang
sedang mengalami pertumbuhan cepat. Pada umumnya dana yang tersedia di
dalam perusahaan tidak mencukupi guna merealisasikan potensi pertumbuhan
yang dimiliki, sehingga perusahaan memutuskan go public untuk
mendapatkan tambahan dana dari investor. Kasus fraud yang dilakukan
Enron menyangkut transaksi dengan pihak–pihak yang berelasi membuat
masyarakat, kreditor, investor, dan lainnya menjadi lebih berhati-hati
terhadap transaksi dengan pihak–pihak yang berelasi. Masyarakat perlu
memperhatikan transaksi pihak–pihak yang berelasi dalam membuat
keputusan investasi.
Menurut Feliana (2007)2 daya informasi akuntansi Indonesia masih
tergolong rendah walau sudah mengadopsi standar akuntansi internasional.
Hal tersebut terkait dengan transparasi informasi yang disampaikan
perusahaan melalui laporan keuangan. Salah satunya mengenai penelusuran
transaksi dengan pihak–pihak yang berelasi yang diungkapkan dalam catatan
atas laporan keuangan. Kesulitan dalam penelusuran transaksi dengan pihak–
pihak yang berelasi yang duungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan
secara otomatis mengurangi keakuratan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan. Hal ini berpengaruh besar terhadap kualitas informasi
akuntansi yang dihasilkan mengingat bahwa transaksi dengan pihak–pihak
yang berelasi dapat dilakukan untuk tujuan opportunities atau sebagai
transaksi efisiensi.
Transaksi pihak – pihak dalam hubungan istimewa dewasa ini
mendapat perhatian yang sangat serius baik dari dalam kalangan dunia bisnis
1 Silviana, Laurent. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Transaksi Pihak Yang Berelasi Terhadap Daya Informasi Akuntansi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei.2 Feliana, Y.K., 2007, Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan Dan Transaksi dengan Pihak–Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa Terhadap Daya Informasi Akuntansi
2
maupun dari pihak otoritas perpajakan. Pada dasarnya transaksi antar pihak
yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu kesepakatan atau
pengaturan bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang saling tidak bebas
satu dengan lainnya untuk tujuan tertentu. Unsur kesepakatan dalam
menentukan harga transaksi adalah hal yang paling menjadi perhatian, karena
kesepakatan dalam penentuan harga dapat membawa dampak keuntungan
maupun kerugian bagi pihak-pihak terkait (stake holder). Stake holder yang
perlu mendapat informasi yang transparan dari transaksi di atas antara lain,
investor, kreditor, pemegang saham (share holder).
Sejak mencuatnya kasus Enron sekitar tahun 2002, praktisi bisnis dan
akuntan baik di Indonesia maupun di dunia mulai menyoroti kelemahan aturan
di pencatatan akuntansi sehingga manipulasi laporan keuangan masih bisa
terjadi saat itu. Mengantisipasi hal yang serupa, maka aturan-aturan terkait
dengan transaksi dengan pihk berelasi mulai diperketat. Dengan penerapan
konvergensi IFRS di Indonesia sebenarnya hal ini menjadi salah satu solusi
untuk meminimalkan kecurangan seperti yang terjadi pada kasus Enron.
Dimana IFRS telah menggunakan konsep principle based yang lebih
menekankan pada pengukuran, penilaian, penyajian dan pengungkapan. Hal
ini terlihat dengan diadopsinya IAS 24 menjadi PSAK 7 : Pengungkapan
pihak-pihak berelasi dimana PSAK ini merupakan tambahan pengungkapan
yang harus dilakukan terkait standar akuntansi pada PSAK No. 4 : Laporan
Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri apabila terdapat suatu
transaksi dengan pihak-pihak berelasi. Selain itu, konsekuensi dari
diadopsinya IAS 27 menjadi PSAK No. 4, maka SIC 12 juga perlu diadopsi
menjadi ISAK No. 7 : Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus sebagai
tambahan penjelasan dari PSAK No. 4 yang belum mengatur mengenai
bagaimana konsolidasi entitas bertujuan khusus itu dilakukan.
Pada intinya, semua transaksi terkait pihak-pihak berelasi yang berada
dalam satu kendali termasuk didalamnya Entitas Bertujuan Khusus (Special
Purpose Entities) harus diungkapkan dan dilakukan konsolidasi laporan
keuangan. Sehingga semua transaksi akan disajikan dan kecurangan seperti
yang dilakukan Enron diharapkan tidak akan terjadi lagi. Selain permasalahan
3
dalam segi pengungkapan akuntansinya, transaksi dengan pihak berelasi juga
menimbulkan permasalahan lain yakni dalam segi perpajakan. Transaksi
dengan pihak berelasi yang dilakukan perusahaan multinasional didalam
negeri mungkin tidak akan berpengaruh besar terhadap perlakuan
perpajakannya karena masih dalam satu wilayah pabean dengan aturan
perpajakan yang sama. Namun transaksi dengan pihak berelasi yang dilakukan
perusahaan multinasional dengan anak perusahaan di luar negeri terutama
yang berada pada wilayah heaven county dapat berpotensi menimbulkan
permasalahan perpajakan yang sering disebut dengan transfer pricing.
II. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
adalah “Bagaimana transaksi dengan pihak berelasi dilihat dari sudut pandang
akuntansi, auditing dan aspek perpajakan?”.
III. Pembahasan
1. Pengertian Transaksi dengan Pihak Berelasi
Berdasarkan PSAK3 No. 7 tentang Pengungkapan transaksi pihak berelasi,
dijelaskan bahwa :
“Transaksi Pihak berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor dengan pihak-pihak berelasi terlepas apakah ada harga yang dibebankan.”
Pihak-pihak berelasi adalah orang atau entitas yang terkait dengan entitas
yang menyiapkan laporan keuangannya (dalam Pernyataan ini dirujuk sebagai
“entitas pelapor”).
a. Orang atau anggota keluarga dekatnya mempunyai relasi dengan entitas
pelapor jika orang tersebut :
i. Memiliki pengendalian/ pengendali bersama atas entitas pelapor.
Pengendalian adalah kekuasaan untuk mengatur kebijakan
keuangan dan operasional dari suatu entitas sehingga memperoleh
manfaat dari aktivitas entitas tersebut. Pengendalian Bersama
3 IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan : per 1 Juni 2012
4
adalah persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian terhadap
suatu aktivitas ekonomi.
ii. Memiliki pengaruh signifikan atas entitas pelapor. Pengaruh
signifikan adalah kekuasaan untuk berpartisipasi dalam keputusan
kebijakan keuangan dan operasional dari suatu entitas, tetapi tidak
mengendalikan kebijakan tersebut. Pengaruh signifikan dapat
diperoleh dari kepemilikan saham, anggaran dasar atau perjanjian.
iii. Merupakan personil manajemen kunci entitas pelapor atau entitas
induk dari entitas pelapor. Personil Manajemen kunci adalah orang-
orang yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, dan mengendalikan aktivitas entitas,
secara langsung atau tidak langsung, termasuk direktur dan
komisaris (baik eksekutif maupun bukan eksekutif) dari entitas.
b. Suatu entitas berelasi dengan entitas pelapor jika memenuhi salah satu
dari hal berikut :
i. Entitas dan entitas pelapor adalah anggota dari kelompok usaha
yang sama (artinya entitas induk, entitas anak, dan entitas
berikutnya saling berelasi dengan entitas lainnya)
ii. Suatu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura bersama dari
entitas lain (atau entitas asosiasi atau ventura bersama yang
merupakan anggota suatu kelompok usaha, yang mana entitas lain
tersebut adalah anggotanya)
5
iii. Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama dari pihak ketiga
yang sama.
iv. Satu entitas adalah ventura bersama dari entitas ketiga dan entitas
yang lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga.
v. Entitas tersebut adalah suatu program imbalan pascakerja untuk
imbalan kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas terkait
dengan entitas pelapor. Jika entitas pelapor adalah entitas yang
menyelenggarakan program tersebut, maka entitas sponsor juga
berelasi dengan entitas pelapor.
vi. Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang
yang didefinisi dalam huruf (a).
vii. Orang yang diidentifikasi dalam huruf (a) (i) memiliki pengaruh
signifikan atas entitas atau merupakan personil manajemen kunci
entitas (atau entitas induk dari entitas)
Dijelaskan pula bahwa pihak-pihak berikut bukan sebagai pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa, yaitu :
(a) dua entitas hanya karena mereka memiliki direktur atau anggota
manajemen kunci yang sama, atau karena anggota dari manejemen
kunci dari satu entitas mempunyai pengaruh signifikan terhadap
entitas lain.
(b) dua venturer hanya karena mereka mengendalikan bersama atas
ventura bersama.
(c) (i) penyandang dana,
(ii) serikat dagang,
(iii) entitas pelayanan publik, dan
(iv) departemen dan instansi pemerintah yang tidak mengendalikan,
mengendalikan bersama atau memiliki pengaruh signifikan
terhadap entitas pelapor,
semata-mata dalam pelaksanaan urusan normal dengan entitas pelapor
(meskipun pihak-pihak tersebut dapat membatasi kebebasan suatu
entitas atau ikut serta dalam proses pengambilan keputusan).
6
Contoh pihak-pihak berelasi poin (i) & (ii)
(d) pelanggan, pemasok, pemegang hak waralaba (franchise), distributor,
atau perwakilan/agen umum dengan siapa entitas mengadakan
transaksi usaha dengan volume signifikan, semata-mata karena
ketergantungan ekonomis yang diakibatkan oleh keadaan.
Dalam aturan perpajakan transaksi dengan pihak berelasi masih
menggunakan istilah transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan
istimewa. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak
dan/ atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat
direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib
Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Menurut
UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat (4) dan UU
PPN Pasal 2 ayat (2), dijelaskan bahwa, Hubungan istimewa dianggap ada
apabila:
a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain;
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di
antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Dari ketentuan perpajakan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
hubungan istimewa dapat terjadi :
1. antara pihak-pihak yang bertempat tinggal, didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia;
7
2. antara pihak yang bertempat tinggal, didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia dengan pihak yang bertempat tinggal/kedudukan di luar
Indonesia.
2. Perlakuan Akuntansi Terhadap Pengungkapan Transaksi dengan Pihak
Berelasi
Berdasarkan PSAK No. 7, transaksi dengan pihak berelasi harus
diungkapkan sebagai berikut :
Untuk memungkinkan pengguna L/K memahami dampak dari
hubungan pihak berelasi pada suatu entitas, maka hubungan antara entitas
induk dan entitas anak harus diungkapkan terlepas dari apakah telah terjadi
transaksi antara mereka. PSAK 7 mensyaratkan adanya tambahan
pengungkapan terkait transaksi dengan pihak berelasi dalam Laporan
keuangan konsolidasian (PSAK 4).
Entitas mengungkapkan kompensasi personil manajemen kunci
secara total dan untuk masing-masing kategori berikut :
a. Imbalan kerja jangka pendek, seperti upah, gaji, dan kontribusi jaminan
social, cuti tahunan dan cuti sakit yang dibayar, bagi hasil dan bonus
(jika dibayar dalam waktu duabelas bulan setelah akhir periode) dan
imbalan non keuangan (seperti perawatan kesehatan, perumahan, mobil,
dan barang/ jasa gratis yang disubsidi) bagi karyawan saat ini.
b. Imbalan pascakerja, seperti pension, manfaat pension lain, asuransi jiwa
pascakerja dan perawatan medis pascakerja.
c. Imbalan kerja jangka panjang lainnya, termasuk cuti besar, cuti hari
raya, imbalan cacat permanen, dan bagi laba, bonus dan kompensasi
yang ditangguhkan (jika terutang seluruhnya lebih dari dua belas bulan
pada akhir periode pelaporan)
d. Pesangon pemutusan kontrak kerja, dan
e. Pembayaran berbasis saham.
Jika entitas memiliki transaksi dengan pihak-pihak berelasi selama
periode yang dicakup dalam laporan keuangan, maka entitas
mengungkapkan sifat dari hubungan dengan pihak-pihak berelasi serta
8
informasi mengenai transaksi dan saldo, termasuk komitmen, yang
diperlukan untuk memahami potensi dampak hubungan tersebut sebagaimana
dijelaskan sebelumnya. Sekurang-kurangnya, pengungkapan meliputi:
a. Jumlah transaksi;
b. Jumlah saldo, termasuk komitmen, dan:
(i) Persyaratan dan ketentuannya, termasuk apakah terdapat jaminan,
dan sifat imbalan yang akan diberikan, untuk penyelesaian; dan
(ii) Rincian garansi yang diberikan atau diterima;
c. Penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan jumlah saldo tersebut; dan
d. Beban yang di akui selama periode dalam hal pitang ragu-ragu atau
penghapusan piutang dari pihak-pihak berelasi
Pengungkapan yang disyaratkan diatas dilakukan secara terpisah
untuk masing-masing kategori berikut :
a. Entitas induk
b. Entitas dengan pengendalian bersama atau pengaruh signifikan terhadap
entitas;
c. Entitas anak;
d. Entitas asosiasi;
e. Ventura bersama dimana entitas merupakan venturer;
f. Personil manajemen kunci dari entitas atau entitas induknya; dan
g. Pihak-pihak berelasi lainnya
Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus
dilakukan dengan dasar nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihak-
pihak berelasi dilakukan dengan ketentuan yang setara dengan yang
berlaku dalam transaksi yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal
tersebut dapat dibuktikan. Oleh karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi
baik yang dilakukan dengan nilai wajar maupun dengan ketentuan yang setara
dengan nilai wajar harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang
lengkap yang menyatakan transaksi tersebut telah sesuai dengan standar yang
ada.
9
Entitas yang berelasi dengan Pemerintah
Berdasarkan PSAK No. 7, Entitas yang berelasi dengan pemerintah
adalah entitas yang dikendalikan, dikendalikan bersama, atau dipengaruhi
secara signifikan oleh pemerintah.
Entitas pelapor dikecualikan dari persyaratan pengungkapan
sebagaimana dijelaskan sebelumnya atas transaksi dengan pihak-pihak
berelasi dan saldo, termasuk komitmen dengan :
a. Pemerintah yang memiliki pengendalian, pengendalian bersama atau
pengaruh signifikan atas entitas pelapor; dan
b. Entitas lain yang merupakan pihak berelasi karena dikendalikan,
dikendalikan bersama, atau dipengaruhi secara signifikan oleh
pemerintah yang sama atas entitas pelapor dan entitas lain tersebut.
Contoh :
Pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan
Entitas 1 dan 2 dan Entitas A, B, C, D. Si X adalah personil manajemen
kunci Entitas 1.
Maka, dalam laporan keuangan Entitas A, pengecualian sebagaimana
dijelaskan diatas diterapkan untuk :
a. Transaksi dengan Pemerintah
b. Transaksi dengan Entitas 1 dan 2 dan Entitas B,C, dan D.
10
Namun pengecualian tidak berlaku untuk transaksi dengan X sebagai
manajemen kunci.
Jika entitas pelapor menerapkan pengecualian di paragraf tersebut,
maka entitas mengungkapkan mengenai transaksi dan saldo terkait, yaitu:
a. Nama departemen atau instansi pemerintah dan sifat hubungannya
dengan entitas pelapor (misalnya, pengendalian, pengendalian
bersama atau pengaruh signifikan)
b. Informasi berikut dengan rincian yang cukup yang memungkinkan
pengguna L/K memahami dampak transaksi dengan pihak-pihak
berelasi terhadap L/K :
(i) Sifat dan jumlah setiap transaksi yang secara individual
signifikan,
(ii) Untuk transaksi lainnya yang secara kolektif, tetapi tidak
individu, signifikan, indikasi secara kualitatif atau kuantitatif atau
luasnya transaksi tersebut. Jenis transaksi tersebut termasuk
contoh transaksi yang diungkapkan jika dilakukan dengan pihak
berelasi sebagai berikut:
- Pembelian dan penjualan barang (barang jadi/ setengah jadi)
- Pembelian dan penjualan property dan asset lain
- Penyediaan atau penerimaan jasa
- Sewa
- Pengalihan riset dan pengembangan
- Pengalihan dibawah perjanjian lisensi
11
Contoh Pengungkapan : untuk transaksi secara individual signifikan karena ukuran transaksinya.
Pada tahun yang berakhir pada Desember 201X, Pemerintah menyediakan Entitas A suatu utilitas yang mana Pemerintah memiliki kepemilikan secara tidak langsung sebesar 75% dari saham yang beredar, pinjaman setara dengan 50% dana yang diperlukan, dibayar secara triwulan selama lima tahun berikutnya. Bunga yang dibebankan atas pinjaman adalah 3%, nilai ini dapat diperbandingkan dengan bunga yang dibebankan atas pinjaman bank untuk Entitas A.
- Pengalihan dibawah perjanjian pembiayaan (termasuk
pinjaman dan kontribusi ekuitas dalam bentuk tunai atau
natura)
- Provisi atas jaminan atau agunan
- Komitmen untuk berbuat sesuatu jika peristiwa khusus terjadi
atau tidak terjadi di masa depan, termasuk kontrak
eksekutori(diakui atau tidak diakui), dan
- Penyelesaian liabilitas atas nama entitas atau pihak berelasi.
Pihak-pihak yang berelasi merupakan gejala normal dalam perniagaan
dan usaha. Misalnya, perusahaan seringkali melaksanakan kegiatannya secara
terpisah-pisah melalui anak perusahaan dan atau perusahaan afiliasi,
memperoleh kepentingan dalam perusahaan lain - untuk tujuan investasi atau
untuk alasan perniagaan - dalam proporsi yang cukup untuk mengendalikan
atau melaksanakan pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan
keuangan dan operasi perusahaan penerima investasi (investee).
Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu perusahaan dapat
terpengaruh oleh hubungan istimewa dengan suatu pihak walaupun tidak
terjadi sesuatu transaksi dengan pihak tersebut. Suatu hubungan istimewa
dapat mempengaruhi transaksi perusahaan pelapor dengan pihak lain. Sebagai
contoh, suatu anak perusahaan dapat mengakhiri hubungan dengan suatu
mitra dagangnya karena induk perusahaan telah mengakuisisi suatu
perusahaan lain yang berusaha dalam bidang perdagangan yang sama dengan
mitra dagang terdahulu. Di samping itu, suatu tindakan dapat tertunda karena
12
Contoh Pengungkapan : untuk transaksi yang secara kolektif signifikan
Pemerintah secara tidak langsung memiliki 75% saham beredar Entitas A. Entitas A secara signifikan melakukan transaksi dengan Pemerintah dan entitas lain yang dikendalikannya, dikendalikan bersama atau dipengaruhi secara signifikan oleh Pemerintah (suatu porsi yang besar atas penjualan barang dan pembelian bahan material) atau (50% atas penjualan barang dan 35% tas pembelian bahan material).Entitas juga memperoleh manfaat dari jaminan Pemerintah atas pinjaman bank.
pengaruh yang signifikan dari pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak
perusahaan dapat diinstruksikan oleh induknya untuk tidak ikut serta dalam
riset dan pengembangan.
PSAK No. 7 ini mensyaratkan setiap perusahaan melakukan
pengungkapan semua hal terkait dengan transaksi dengan pihak berelasi
terlepas apakah ada transaksi atau tidak diantara mereka. Namun, berdasarkan
observasi hasil penelitian Febrianto (2010)4, memang tidak semua perusahaan
sampel melaporkan bahwa mereka memiliki transaksi dengan pihak-pihak
yang istimewa seperti yang dinyatakan di PSAK No. 7. Dari 450 observasi,
5,6% observasi memiliki pihak istimewa sebesar nol pihak. Namun, ketiadaan
pihak istimewa yang diungkapkan oleh perusahaan di dalam laporan
keuangan memiliki tiga kemungkinan kasus. Pertama, perusahaan memang
tidak memiliki pihak istimewa untuk perusahaan bertransaksi pada tahun
tersebut dan memang tidak ada transaksi dengan pihak istimewa yang
dilaporkan pada tahun tersebut. Kedua, perusahaan bisa saja memiliki
transaksi dengan pihak istimewa, namun mereka tidak mengungkapkan siapa
pihak istimewa tersebut walau jenis transaksi dan nilai transaksi diungkapkan.
Ketiga, perusahaan sebenarnya memiliki transaksi dengan pihak-pihak
istimewa namun sama sekali tidak mengungkapkannya di dalam laporan
keuangan.
Luas pengungkapan atas pihak-pihak istimewa dan transaksi antara
perusahaan dengan mereka dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu mulai dari
budaya hingga biaya pengungkapan. Selain itu, transaksi dengan pihak
istimewa bisa saja bermotif operasional dan ekonomis belaka. Artinya,
dengan pengakuan bahwa transaksi-transaksi itu dilakukan dengan syarat
yang sama dengan transaksi yang sama dengan pihak ketiga. Dengan
demikian, pengungkapan atas transaksi dengan pihak istimewa bisa saja
dipandang oleh perusahaan ataupun oleh auditor tidak ekonomis dan tidak
akan mempengaruhi nilai perusahaan. Jejaring kepemilikan antarperusahaan
yang sangat rumit membuat pengungkapan juga menjadi mahal bagi
perusahaan.
4 Febrianto, Rahmat, Erna Widyastuti. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-pihak yang memeliki hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan praktik manajemen laba.
13
Pengakuan akuntansi suatu pengalihan sumber daya secara normal
didasarkan pada suatu harga yang disepakati pihak yang bersangkutan. Harga
yang berlaku antara pihak yang tidak berelasi adalah harga pertukaran antara
pihak yang independen (arm's length price). Pihak yang berelasi mungkin
mempunyai suatu tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang
tidak terdapat dalam transaksi antara pihak yang tidak berelasi.
PSAK No. 7 tidak mengatur secara rinci mengenai bagaimana metode
yang digunakan untuk penentuan harga wajar dalam transaksi antara pihak-
pihak berelasi, PSAK hanya mewajibkan pihak-pihak berelasi yang
melakukan transaksi harus menggunakan nilai wajar dalam transaksinya dan
melakukan pengungkapan yang memadai dalam catatan laporan keuangan
agar tidak menyesatkan pembaca laporan keuangan. Sebagai acuan penentuan
nilai wajar, pihak-pihak berelasi yang melakukan transaksi dapat
menggunakan metode penentuan nilai wajar sebagaimana diatur dalam aturan
perpajakan.
3. Prosedur Audit Transaksi antar pihak-pihak berelasi
Selain dalam hal perlakuan akuntansinya, perlu diperhatikan pula
mengenai prosedur audit transaksi antara pihak-pihak berelasi agar informasi
yang disajikan benar-benar memiliki transparansi dan keandalan yang
memadai. Auditor harus memandang transaksi antar pihak berelasi dalam
rangka pernyataan prinsip akuntansi, dengan penekanan pada cukup atau
tidaknya pengungkapannya. Di samping itu, auditor harus menyadari bahwa
substansi suatu transaksi dapat secara signifikan menjadi berbeda dari
bentuknya dan bahwa laporan keuangan harus mengidentifikasi substansi
transaksi tersebut dan bukan hanya bentuk hukumnya semata.
Suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak dapat diharapkan untuk
memberikan keyakinan bahwa semua transaksi antar pihak yang berelasi
dapat ditemukan. Namun, selama proses audit, auditor harus waspada akan
adanya transaksi antar pihak berelasi yang material yang dapat mempengaruhi
laporan keuangan dan kepemilikan bersama (common ownership) atau
14
hubungan pengendalian manajemen; yang menurut prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia harus diungkapkan. Banyak prosedur yang
biasanya dilaksanakan dalam audit berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia, walaupun jika auditor tidak memiliki
alasan untuk mencurigai adanya transaksi antarpihak berelasi atau adanya
hubungan pengendalian.
Dalam penentuan lingkup pekerjaan yang harus dilakukan berkenaan
dengan kemungkinan adanya transaksi antarpihak berelasi, auditor harus
memperoleh pemahaman tentang tanggung jawab manajemen dan hubungan
masing–masing bagian dari entitas secara keseluruhan. Auditor harus
mempertimbangkan pengendalaian atas aktivitas manajemen, dan ia harus
mempertimbangkan tujuan bisnis yang dilayani oleh berbagai bagian dari
entitas. Umumnya, struktur bisnis dan gaya operasi didasarkan atas
kemampuan manajemen, pertimbangan hukum dan pajak, diversifikasi
produk, dan lokasi geografis. Pengalaman menunjukkan bahwa struktur bisnis
dan gaya operasi kadang–kadang dirancang dengan sengaja untuk
mengaburkan transaksi antarpihak berelasi.
Dalam kondisi yang didalamnya tidak terdapat bukti yang sebaliknya,
transaksi antarpihak berelasi seharusnya tidak dianggap sebagai aktivitas
bisnis biasa dengan pihak luar. Namun, auditor harus waspada terhadap
kemungkinan bahwa transaksi antarpihak berelasi didorong semata – mata,
atau dalam ukuran yang lebih besar, oleh kondisi yang mirip dengan kondisi
berikut ini:
a. Tidak cukupnya modal kerja atau pinjaman untuk melanjutkan bisnis.
b. Keinginan yang mendesak untuk mencatat tingkat laba yang tinggi secara
berkelanjutan dalam upaya untuk mendukung harga saham perusahaan.
c. Prakiraan laba yang terlalu optimis.
d. Ketergantungan pada satu atau beberapa produk, customers, atau transaksi
untuk kelangsungan keberhasilan perusahaan.
e. Penurunan industry yang ditandai dengan sejumlah besar kegagalan bisnis.
f. Kelebihan kapasitas
15
g. Tuntutan perkara hukum yang signifikan, terutama perkara hukum antara
pemegang saham dengan manajemen.
h. Ancaman keusangan yang signifikan karena perusahaan beroperasi dalam
industry berteknologi tinggi.
Dalam ED SPA 550 tentang Pihak Berelasi yang dikeluarkan oleh
IAPI dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan
prosedur audit untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons risiko
kesalahan penyajian material yang timbul dari kegagalan entitas untuk secara
tepat mencatat atau mengungkapkan hubungan, transaksi atau saldo pihak
berelasi sesuai dengan ketentuan kerangka penyajian laporan keuangan yang
berlaku.
Aauditor harus melakukan prosedur audit terkait hubungan dan
transaksi pihak berelasi sebagai berikut :
A. Penilaian Risiko dan Aktivitas Terkait
Auditor harus melaksanakan prosedur audit dan aktivitas terkait untuk
memperoleh informasi relevan guna mengindikasi risiko kesalahan
penyajian material yang berkaitan dengan hubungan dan transaksi
pihak berelasi.
Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian
material yang berkaitan dengan hubungan dan transaksi pihak berelasi
dan menentukan apakah diantara risiko tersebut menurpakan risiko
signifikan.
Jika auditor mengidentifikasi factor-faktor risiko kecurangan pada
waktu melaksanakan proses penilaian risiko dan aktivitas yang
berkaitan dalam hubungannya dengan pihak berelasi, auditor harus
mempertimbagkan informasi tersebut pada waktu mengidentifikasi
dan menilai risiko kesalahan penyajian material karena kecurangan
berdasarkan SPA 240.
B. Pemahaman atas hubungan dan transaksi pihak berelasi entitas
Auditor harus meminta keterangan dari manajemen tentang :
16
Identitas pihak berelasi entitas, termasuk perubahan dari periode
sebelumnya.
Sifat hubungan antara entitas dan pihak berelasi tersebut
Apakah entitas melakukan transaksi dengan pihak berelasi ini selama
periode tersebut dan jika demikian, apa jenis dan tujuan transaksi
tersebut.
Auditor harus meminta keterangan dari manajemen dan pihak lain dalam
entitas dan melaksanakan prosedur penilaian risiko lainnya yang
dipandang tepat untuk memperoleh suatu pemahaman tentang
pengendalian, jika ada, bahwa manajemen telah menetapkan untuk :
Mengidentifikasi, mencatata, dan mengungkapkan hubungan dan
transaksi pihak berelasi sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan
yang berlaku.
Mengotorisasi dan menyetujui transaksi dan pengaturan signifikan
dengan pihak berelasi.
Mengotorisasi dan menyetujui transaksi dan pengaturan signifikan
diluar bisnis normal.
C. Menjaga kewaspadaan terhadap informasi pihak berelasi pada waktu
mereviu catatan atau dokumen.
Selama audit, auditor harus tetap waspada, saat menginspeksi
catatan atau dokumen, untuk pengaturan atau informasi lain yang dapat
menunjukan adanya hubungan atau transaksi pihak berelasi yang belum
diidentifikasi dan diungkapkan sebelumnya oleh manajemen kepada
auditor.
Jika auditor mengidentifikasi pihak berelasi atau transaksi
signifikan pihak berelasi yang tidak diidentifikasi atau diungkapkan
sebelumnya oleh manajemen, maka auditor harus :
Segera mengkomunikasikan informasi relevan tersebut kepada
anggota lain tim perikatan.
17
Jika kerangka pelaporan keuangan yang berlaku menetapkan
ketentuan pihak berelasi :
- Meminta kepada manajemen untuk mengidentifikasi semua
transaksi dengan pihak berelasi yang baru diidentifikasi tersebut
untuk dievaluasi.
- Meminta keterangan tentang mengapa pengendalian entitas
terhadap transaksi pihak berelasi gagal untuk memungkinkan
pengidentifikasian atau pengungkapan hubungan atau transaksi
pihak berelasi.
Melaksanakan prosedur audit substantive yang tepat terhadap pihak
berelasi yang baru diidentifikasi atau transaksi pihak berelasi yang
signifikan.
Mempertimbangkan kembali risiko bahwa pihak berelasi lainnya
kemungkinan ad yang tidak diidentifikasi atau diungkapkan, dan
melaksanakan prosedur audit tambahan yang diperlukan terkait hal
tersebut.
D. Pengevaluasian terhadap Akuntansi untuk dan Pengungkapan tentang
hubungan dan transaksi pihak berelasi yang teridentifikasi
Dalam merumuskan suatu opini atas LK berdasarkan SPA 700, auditor
harus mengevaluasi :
Apakah hubungan dan transaksi pihak berelasi yang teridentifikasi
telah dicatat dan diungkapkan sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.
Apakah dampak hubungan transaksi pihak berelasi :
- Mencegah LK dari pencapaian penyajian wajar atau
- Menyebabkan LK menyesatkan.
E. Representasi Tertulis
Auditor harus memperoleh representasi tertulis dari manajemen dan jika
relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan
bahwa :
18
Mereka telah mengungkapkan kepada auditor identitas pihak berelasi
entitas dan semua hubungan dan transaksi pihak berelasi tersebut.
Mereka telah mencatata dan mengungkapkan hubungan dan transaksi
tersebut secara tepat sesuai dengan ketentuan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.
F. Komunikasi dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola
Auditor harus mengkomunikasikan hal-hal signifikan yang timbul selama
audit yang berkaitan dengan pihak berelasi entitas kepada pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola entitas.
G. Dokumentasi
Auditor harus mencantumkan dalam dokumentasi auditnya nama pihak
berelasi yang teridentifikasi dan sifat hubungan pihak berelasi tersebut.
4. Segi Perpajakan atas Transaksi dengan Pihak Berelasi
Dalam aturan perpajakan transaksi dengan pihak berelasi masih
menggunakan istilah transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan
istimewa. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dikenal dengan istilah transfer pricing. Transfer
pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak
Dalam Negeri dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax
Haven Countries (Negara yang tidak memungut/ memungut pajak lebih
rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa tersebut, undang-undang perpajakan
menganut azas materiil (substance over form rule).
Beberapa definisi mengenai transfer pricing atau transfer price yang
diutarakan beberapa ahli antara lain adalah :
a. Menurut Tsurumi dalam Gunadi (1997), dalam suatu grup perusahaan,
transfer pricing merupakan harga yang diperhitungkan untuk
pengendalian manajemen (management control) atas transfer barang dan
jasa dalam satu grup perusahaan.
19
b. Menurut Charles T.Horngren, George Foster dan Srikant Datar dalam
Akuntansi Biaya, harga transfer merupakan harga yang dikenakan oleh
satu sub unit (segmen, departemen, divisi dan sebagainya) untuk produk
atau jasa yang dipasok ke sub unit lain dalam organisasi yang sama.
c. Menurut Ralph Estes dalam Kamus Akuntansi, harga transfer adalah
suatu harga internal yang dibebankan oleh satu unit (seperti divisi,
perusahaan anak, atau departemen) dari suatu perusahaan pada unit
lainnya dalam perusahaan yang sama.
d. Menurut Don R.Hansen dan Maryanne M.Moven dalam Management
Accounting, harga transfer adalah harga yang ditagihkan untuk barang
yang ditransfer dari satu divisi ke divisi lainnya.
e. Menurut Sophar Lumbantoruan, harga transfer adalah penentuan harga
atau balas jasa atas suatu transaksi antar unit dalam satu perusahaan atau
antar perusahaan dalam satu grup.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
pada prinsipnya transfer pricing adalah harga transfer dari barang/jasa atau
aktiva tak berwujud (intangible property) yang ditransfer antar perusahaan
afiliasi dalam satu grup perusahaan atau antar divisi dalam satu perusahaan.
Semula transfer pricing digunakan untuk kepentingan penilaian tingkat
kemampu-labaan masing-masing divisi atau masing-masing perusahaan
afiliasi yang terlibat dalam transaksi afiliasi. Tetapi sejalan dengan makin
besarnya perusahaan multinasional, perbedaan tarif pajak antar negara dan
perencanaan pajak yang makin komprehensif, maka transfer pricing
digunakan sebagai alat untuk menggeser penghasilan kena pajak dari suatu
negara ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah, atau dari perusahaan yang
berada dalam posisi laba ke perusahaan afiliasi yang masih mengalami
kerugian.
Beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai indikasi awal
adanya rekayasa transfer pricing pada perusahaan di Indonesia adalah:
20
a. Dalam laporan audit dapat diketahui bahwa sebagian besar transaksi baik
pembelian maupun penjualan dilakukan dari dan ke perusahaan-
perusahaan lain yang mempunyai hubungan istimewa (related parties).
b. Dalam laporan audit juga dapat diketahui bahwa struktur modal,
umumnya perusahaan di Indonesia lebih banyak mengandalkan pinjaman
(baik yang berasal dari sindikasi perbankan maupun perusahaan
induknya) daripada modal sendiri. Hal ini dikenal dengan thin
capitalization (debt-equity ratio).
c. Terjadi pembayaran royalti atau imbalan jasa baik jasa teknik maupun
jasa manajemen dari perusahaan di Indonesia kepada perusahaan-
perusahaan lain yang termasuk perusahaan related parties, walaupun
perusahaan di Indonesia tersebut mengalami kerugian selama bertahun-
tahun.
d. Apabila perusahaan di Indonesia tersebut dalam operasi normal
perusahaan menghasilkan laba maka akan terjadi pembayaran dividen
dalam jumlah besar kepada para pemegang sahamnya.
e. Perusahaan tetap dapat beroperasi normal walaupun selama bertahun-
tahun menderita kerugian, karena memang perusahaan di Indonesia di
setting sebagai pusat biaya atau pusat penampungan kerugian. Hal ini
dapat terlihat dari persentase Harga Pokok Penjualan yang tinggi
terhadap Penjualan dan kecilnya Gross Profit.
f. Memanfaatkan celah pada peraturan tentang P3B yang dikenal dengan
istilah treaty shopping. Treaty shopping adalah negara ketiga
memanfaatkan suatu P3B dengan cara menggunakan penduduk dari salah
satu negara pihak pada persetujuan yang berhak menikmati treaty
protection. Transaksinya biasanya merupakan transaksi segitiga.
Berkaitan dengan transfer pricing, treaty shopping dilakukan dengan
melakukan rekayasa arus dana melalui negara mitra perjanjian untuk
mendapatkan keringanan pajak.
g. Terdapat transaksi-transaksi yang melibatkan negara-negara tax haven
countries.
21
h. Apabila salah satu perusahaan dalam satu grup menderita kerugian terus
menerus tetapi secara keseluruhan perusahaan tersebut memperoleh laba
maka patut dicurigai adanya praktek transfer pricing. Sebab perusahaan
yang independen tidak mau perusahaannya menderita rugi
berkepanjangan.
Perlu disadari bahwa dengan perkembangan dunia usaha yang
demikian cepat, yang sering kali bersifat transnasional dan diperkenalkannya
produk dan metode usaha baru yang semula belum dikenal dalam bidang
usaha (misalnya dalam bidang keuangan dan perbankan), maka bentuk dan
variasi transfer pricing dapat tidak terbatas. Namun demikian dengan
pengaturan lebih lanjut ketentuan tentang transaksi antar Wajib Pajak yang
mempunyai hubungan istimewa diharap dapat meminimalkan atau
mengurangi praktek penghindaran/ penyelundupan pajak dengan
rekayasa transfer pricing tersebut.
Berdasarkan PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (8), Penentuan Harga
Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Transfer pricing
yang diperbolehkan menurut aturan perpajakan harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Menggunakan Harga Wajar.
Sebagaimana dijelaskan dalam PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (6)
dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat (4), Yang dimaksud dengan Harga
Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba
yang ditentukan sebagai harga atau laba yang memenuhi Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan
istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat
terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun
22
pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian,
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara
para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam
menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut
digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen
(comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan
kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method),
atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method)
dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).
Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara
terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang
maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang
tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan,
misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang
yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.
Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan
utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan
untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau
memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak
b. Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
PER 32/PJ/2011 Pasal 3 ayat (1) Wajib Pajak dalam melakukan
transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha.
PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (5) dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat
(6) menjelaskan bahwa, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm's
length principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi
23
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga
atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
Prinsip Kewajaran dan kelaziman usaha tidak hanya dilakukan
pada transaksi yang melibatkan barang saja, Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha juga wajib diterapkan atas transaksi jasa yang
dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa. Transaksi Jasa dengan pihak istimewa dianggap memenuhi
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;
Nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai
Hubungan Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang
dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding, atau yang
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya;
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan
hasil
d. Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang
tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
e. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar
atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
24
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length
Principle/ALP) mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba atas
transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi
tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market
Value/FMV).
Dalam prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length
principle) penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan
sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan
istimewa dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Sama dan sebanding tidaklah dalam arti sama persis, akan tetapi terdapat
batasan-batasan rentang yang wajar.
Batasan rentang wajar memang tidak diberikan batasan yang pasti,
tapi kalau merujuk pada ketentuan umum seperti yang ditetapkan dalam
PSAK, batasan wajar dapat diartikan dalam batasan yang tidak material
(immaterial items). Batasan ini dapat juga diartikan sebagai jumlah yang
tidak signifikan terhadap keseluruhan transaksi. Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER – 43/PJ/2010 tanggal 6 November 2010
menetapkan batasan material adalah transaksi yang tidak melebihi Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak perlu dilakukan penerapan
prinsip penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, tetapi cukup dengan
membukuan seperti cara biasa.
c. Harus ada Analisa Kesebandingan yang dibuat oleh WP atau Dirjen
Pajak
PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (7) dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat
(8) dijelaskan bahwa, Analisa Kesebandingan adalah analisis yang
dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi
dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
25
Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi
dalam kedua jenis transaksi dimaksud.
Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak
melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu)
tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari
kewajiban untuk melakukan analisis kesebandingan, cukup dengan
pencatatan dan pengungkapan biasa saja.
Terkait dengan hal ini, peraturan pajak juga telah mengatur terkait
transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Berdasarkan PER-
32/PJ/2011 dan PER-69/PJ/2010, Dokumen penentuan Harga Wajar atau
Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya
mencakup:
a. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,
struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional
kegiatan usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;
b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;
c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang
diperjualbelikan, hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-
ketentuan dalam kontrak/perjanjian, dan strategi usaha.
d. pembanding yang terpilih;
e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba
Wajar yang dipilih oleh Wajib Pajak serta alasan penolakan metode yang
tidak dipilih.
Kendala terbesar dalam penyusunan dokumen nilai wajar adalah
biayanya yang relatif cukup besar dan memerlukan waktu yang tidak singkat,
karena diperlukan data pembanding dan analisa data serta kondisi pasar yang
ada sebagai dasar penarikan kesimpulan bahwa nilai transaksi telah dilakukan
sesuai nilai wajar. Meski demikian, dokumen ini wajib dibuat sebagai
persyaratan administrasi pajak untuk mendukung aspek kewajaran dan
kelaziman usaha dalam transaksi dengan pihak istimewa.
26
Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib
dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang
paling sesuai (The Most Appropiate Method). Metode Penentuan Harga
Transfer yang dapat diterapkan adalah :
a. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);
Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP) adalah
metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga barang atau
jasa dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang
sebanding.
Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Perbandingan Harga
antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable
Uncontrolled Price/CUP) antara lain adalah:
barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang
identik dalam kondisi yang sebanding; atau
kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki
Hubungan Istimewa Identik atau memiliki tingkat kesebandingan
yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk
menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
b. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)
adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga
jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang
27
mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk
tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.
Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Harga Penjualan
Kembali (Resale Price Method/RPM) antara lain adalah:
tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak
yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib
Pajak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat
kesebandingan berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun barang
atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan
pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang
signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.
c. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);
Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) adalah metode Penentuan
Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor
wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar
yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan
yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Biaya-Plus (Cost
Plus Method) antara lain adalah:
barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa;
terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility
agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and
supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa; atau
bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
28
d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM);
Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) adalah metode
Penentuan Harga Transfer berbasis Laba Transaksional (Transactional
Profit Method Based) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba
gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan
dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan
pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari
kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa, dengan menggunakan Metode Kontribusi
(Contribution Profit Split Method) atau Metode Sisa Pembagian Laba
(Residual Profit Split Method).
Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) secara khusus
hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut:
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk
dilakukan kajian secara terpisah; atau
terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang
bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data
pembanding yang tepat.
e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin
Method/TNMM).
Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin
method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang
dilakukan dengan membandingkan presentase laba bersih operasi
terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar
lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan presentase laba bersih operasi yang diperoleh atas
transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh
29
atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa lainnya
Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Laba Bersih
Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) antara lain
adalah:
salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan
kontribusi yang khusus; atau
salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan
transaksi yang kompleks dan memiliki transaksi yang berhubungan
satu sama lain.
Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling
sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), wajib diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
a. kelebihan dan kekurangan setiap metode;
b. kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi
antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan
berdasarkan analisis fungsional;
c. ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar
pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan
metode yang dipilih dan/atau metode lain;
d. tingkat kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan
untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.
5. Penutup
PSAK No. 7 ini mensyaratkan setiap perusahaan melakukan
pengungkapan semua hal terkait dengan transaksi dengan pihak berelasi
terlepas apakah ada transaksi atau tidak diantara mereka. Namun Budaya
(Gray, 1988; Sudarwan & Fogarty, 1996) dan lemahnya penegakan hukum di
Indonesia (La Porta et al., 1999) bisa menjadi penjelas mengapa
30
pengungkapan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia buruk dan tidak
teratur. Kebanyakan perusahaan adalah perusahaan yang didirikan oleh
keluarga dan mereka. Para keluarga pendiri ini, tetap ada di dalam perusahaan
karena tidak ingin sepenuhnya kepemilikan mereka hilang. Kerahasiaan atau
pembatasan jumlah dan luas informasi yang disampaikan kepada publik
sering dipandang sebagai salah satu cara untuk mempertahankan kepemilikan
tersebut.5
Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus
dilakukan dengan dasar nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihak-
pihak berelasi dilakukan dengan ketentuan yang setara dengan yang berlaku
dalam transaksi yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal tersebut dapat
dibuktikan. Oleh karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi baik yang
dilakukan dengan nilai wajar maupun dengan ketentuan yang setara dengan
nilai wajar harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang lengkap yang
menyatakan transaksi tersebut telah sesuai dengan standar yang ada.
Selain dalam hal perlakuan akuntansinya, perlu diperhatikan pula
mengenai prosedur audit transaksi antara pihak-pihak berelasi agar informasi
yang disajikan benar-benar memiliki transparansi dan keandalan yang
memadai. Auditor harus memandang transaksi antar pihak berelasi dalam
rangka pernyataan prinsip akuntansi, dengan penekanan pada cukup atau
tidaknya pengungkapannya. Di samping itu, auditor harus menyadari bahwa
substansi suatu transaksi dapat secara signifikan menjadi berbeda dari
bentuknya dan bahwa laporan keuangan harus mengidentifikasi substansi
transaksi tersebut dan bukan hanya bentuk hukumnya semata.
Dalam ED SPA 550 tentang Pihak Berelasi yang dikeluarkan oleh
IAPI dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan
prosedur audit untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons risiko
kesalahan penyajian material yang timbul dari kegagalan entitas untuk secara
tepat mencatat atau mengungkapkan hubungan, transaksi atau saldo pihak
berelasi sesuai dengan ketentuan kerangka penyajian laporan keuangan yang
berlaku.
5 Febrianto, Rahmat, Erna Widyastuti. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-pihak yang memeliki hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan praktik manajemen laba.
31
Selain itu, transaksi antar pihak-pihak berelasi dapat menimbulkan
suatu permasalahan dalam aspek perpajakan yang disebut Transfer pricing.
Transfer pricing dapat membuat potensi penerimaan pajak suatu negara
berkurang atau hilang. Perusahaan multinasional memiliki kecenderungan
untuk menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki
tarif pajak yang tinggi ke negara-negara yang menetapkan tarif pajak rendah.
Sehingga dengan demikian terjadi pergeseran dasar pengenaan pajak dari satu
negara ke negara lainnya. Hal inilah yang membuat masalah transfer pricing
menjadi masalah internasional karena banyak negara yang memiliki
kepentingan, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang dalam
transaksi yang mengandung transfer pricing menjadi negara sumber
penghasilan. Transfer pricing dapat menimbulkan distorsi penerimaan negara.
Strategi transfer pricing dengan memanfaatkan perbedaaan tarif pajak
antar negara yang bertujuan untuk melakukan penghindaran pajak (tax
avoidance) akan sangat merugikan negara-negara yang termasuk high tax
countries karena akan kehilangan potensi penerimaan pajak yang seharusnya
diperoleh. Masalah transfer pricing akan makin parah apabila dimaksudkan
untuk melakukan penggelapan pajak (tax evasion). Perusahaan multinasional
akan dianggap melakukan tindakan kriminal di bidang perpajakan. Dari sisi
hukum, penggelapan pajak karena transfer pricing telah menyimpang dari
ketentuan perpajakan yang berlaku karena secara substansi negara seharusnya
dapat memajaki perusahaan multinasional tersebut dalam jumlah yang lebih
besar. Sehingga dengan demikian akan dikenai sanksi pidana perpajakan,
untuk Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 diatur
dalam Pasal 39 bahwa perbuatan kriminal pajak akan dikenai sanksi pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Perbedaan antara
penghindaran pajak dan penggelapan pajak sangat tipis dan dari sisi etika
bisnis, praktik transfer pricing dapat menimbulkan moral hazard karena
bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
32
IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan : per 1 Juni 2012. Jakarta : Salemba
Empat.
IAPI. 2012. ED Standar Perikatan Audit (SPA) 550 : Pihak Berelasi. Jakarta.
Febrianto, Rahmat & Erna Widiastuty. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-
pihak yang memiliki Hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan
praktik Manajemen laba. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 2010 -
ejournal.unud.ac.id
Nugroho, Ryan Abdi. 2011. “Transaksi dengan Pihak-pihak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa”. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi.
Volume IV Nomor 12 tanggal 8 November 2011.
Peraturan DirJen Pajak No. PER - 69/PJ/2010 Tentang Kesepakatan Harga
Transfer (Advance Pricing Agreement).
Peraturan Dirjen Pajak NO. PER - 32/PJ/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan
Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib
Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
Badan Pengawas Pasar Modal. 2000. Peraturan No. VIII.G.7, pedoman Penyajian
Laporan Keuangan, http://www.bapepam.go.id
Husen, Sharifuddin. 2011. Masalah Transfer pricing dalam Perpajakan. Jurnal
Ekonomi (Kajian Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi) No.01/Th.XX/
Januari-Maret 2011 ISSN 0854-0985. Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia (STEI) Jakarta.
Ni Wayan Yuniasih, Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma. 2012. Pengaruh
Pajak Dan Tunneling Incentive Pada Keputusan Transfer pricing
Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Perpajakan Universitas Udayana
33
Dyanty, Vera, Sidharta Utama, Hilda Rossieta, Sylvia Veronica . Pengaruh
kepemilikan Pengendali Akhir Terhadap Transaksi Pihak Berelasi .
Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia
Shrives, Philip J. 1997. Related Parties – Another Unresolved problem?.
Management Accounting; Jan 1997; 75, 1; ABI/INFORM Complete pg.
40 University of Northumbria at Newcastle.
Langstraat, Craig J;Plass, Richard T. 2010. Related Parties Complicate Tax Rules
For Like-Kind Exchanges. Practical Tax Strategies; May 2010; 84, 5;
ABI/INFORM Complete pg. 288
Zink, William;Stuart, Krista. 2003. Corporate related parties for reporting
purposes. The Tax Adviser; Feb 2003; 34, 2; ABI/INFORM Complete
pg. 74
Anonymous. 2006. IAASB proposes enhanced requirements for auditors to
consider related parties. Accountancy Ireland; Feb 2006; 38, 1;
ABI/INFORM Complete pg. 20.
Alharony, J., Wang, J., dan Yuan, H., (2005).”Related Party Transaction: A Real
Means of Earning Management and Tunneling during IPO Processing
China.”Working paper , University of Tel Aviv.
Chen, Mei Yu., Chu, Yang Chein. (2008). ”Monitoring Mechanism, Corporate
Governance and Related Party Transaction.”Working paper, University
of Science and Technology, Graduate Scholl of management National
Yunlin.
Farahmita, Aria (2009). “Pengaruh Praktik Corporate Governance Terhadap
Hubungan Antara Transaksi Pihak berelasi (Related Party Transaction)
Dengan Manajemen Laba.
Utama, Sidharta., Cynthia A, Utama., Rafika, Yuniasih.,(2010) “Related Party
Transaction-Efficient or Abusive: Indonesia Evidence”, Asia Pasific
Journal of Accounting and Finance, Vol.1(1).pp 77-102
34
Silviana, Laurent. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Transaksi Pihak
Yang Berelasi Terhadap Daya Informasi Akuntansi Pada Perusahaan
Yang Terdaftar Di Bei. BERKALA ILMIAH MAHASISWA
AKUNTANSI – VOL. 1, NO. 2, MARET 2012 Fakultas Bisnis - Jurusan
Akuntansi, Unika Widya Mandala
Feliana, Yie Ke. 2007, Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan Dan
Transaksi dengan Pihak–Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa
Terhadap Daya Informasi Akuntansi, Simposium Nasional Akuntansi X,
Makasar.
35