Trans Budaya-Arsitektur-Kenyamanan-Maybrat, Imian, Sawiat, Papua-oleh Hamah Sagrim - Ilmuwan...
-
Upload
sagrim-yasib -
Category
Documents
-
view
485 -
download
1
description
Transcript of Trans Budaya-Arsitektur-Kenyamanan-Maybrat, Imian, Sawiat, Papua-oleh Hamah Sagrim - Ilmuwan...
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
11
TRANS BUDAYA DALAM MEMAKNAI ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU
MAYBRAT IMIAN SAWIAT DAN PERHITUNGAN KENYAMANAN THE RMAL
Oleh
Frank Hamah Sagrim
Ilmuwan Arsitektur dan Sekretaris Lembaga Intelektual Tanah Papua
Abstrak
Paper ini merupakan sebuah kajian dalam kontradiksi trans kebudayaan yang mana terjadi
interkoneksi perilaku arsitetkur tradisional Maybrat Imian Sawiat dan sentuhan Moderen yang
seiring dengan perubahan zaman. Suatu rupa-rupa trans globalisasi telah menyusup dan
merangsek jantung-jantung pertahanan kebudayaan sebagai identitas yang sedikit demi sedikit
direduksi dan perlahan-lahan menjadi hilang dan terlupakan sehingga perlu untuk
dikembangkan menjadi suatu bentukk dan idea yang khas bagi orang Maybrat, Imian Sawiat.
A. Arsitektur dan Kebudayaan
1. Pengertian Budaya
Kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta “buddhayah” bentuk jamak dari “budhi”
dengan arti budhi atau akal, karenanya kebudayaan dapat diartikan dengan segala hal yang
bersangkutan dengan akal. Budaya dapat pula berarti sebagai hasil pengembangan dari kata
majemuk budi dan daya, yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Selanjutnya kebudayaan bila ditinjau dari ilmu Antropologi, adalah keseluruhan dari sistem
gagasan, tindakan pola hidup manusia dan karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan sebagai pemilik dari manusia dengan belajar.hampir keseluruhan tindakan
manusia adalah kebudayaan.
Menurut ilmu Arsitektur, manusia yang memiliki budaya membangun adalah manusia yang
berbudaya mencipta, orang yang berjiwa seni, orang yang berjiwa merancang, orang yang
berjiwa perencana. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
tidak perlu dibiasakan dengan belajar, antara lain yang berupa tindakan naluriah, beberapa
refleksi, beberapa tindakan akibat proses psikologi, tindakan dalam kondisi tidak sadar, tindakan
dalam membabi buta, bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri
yang dibawa oleh manusia dalam genetik semenjak lahirnya juga telah dirombak olehnya
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
12
menjadi tindakan kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh
manusia sebagai makhluk sosial, yang isinya adalah perangkat model – model pengetahuan yang
secara efektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang
dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan – tindakannya. Dalam pengertian ini
kebudayaan adalah suatu kumpulan pedoman atau pegangan yang kegunaan operasionalnya
dalam hal ini adalah manusia mengadaptasi diri dengan menghadapi lingkungan – lingkungan
tertentu (fisik, alam, sosial dan kebudayaan) untuk mereka dapat tetap melangsungkan
kehidupannya, yaitu memenuhi kebutuhan – kebutuhan dan untuk dapat hidup secara lebih baik
lagi. Karena itu seringkali kebudayaan juga dinamakan sebagai “blueprint” atau desain
menyeluruh dalam kehidupan.
Studi kaitan antara arsitektur dan budaya, menurut Zahnd, muncul pada akhir tahun 1960-an
yang berfokus secara khusus pada penyelidikan tingkah laku (behavioral studies) di dalam
lingkungan kota. Sejak saat itu telah banyak penelitian yang dilakukan di dalam lingkungan
sosiologi.Walaupun, belum banyak dibicarakan bagaimana keputusan-keputusan arsitektural
yang strategis terhadap rupa terbangun (built form) dan penyusunan spasial (spacial organzation)
memiliki konsekuensi sosial (Zahnd, 1999: 249).
Sistem masyarakat berhubungan dengan sistem pola perkotaan serta tanda pengenal yang
bersifat arsitektural, dimana setiap orang akan mampu menyesuaikan gambar mental dari
lingkungan sosial ke dalam sebuah budaya yang terwujud secara konkret (Zahnd, 1999 : 243).
Menurut Zhand pula, hubungan antara ruang dan khidupan sosial sangat kurang dipahami,
walaupun kehidupan sehari-hari dijalankan di dalamnya secara luas.Sehingga, kurangnya
pemahaman mengenai hubungan antara penyusunan spasial dan kehidupan sosial adalah
hambatan utama perancangan yang lebih baik (Hiller, 1984; Zahnd, 1999: 248).
Produksi dan konsumsi ruang terletak pada pengalaman manusia (human experiences) yang
hidup dalam ruang tersebut.Manusia mampu melakukan aksi dalam ruang (action in-space)
dengan mengkoordinasikan hubungan spasial yang berdasarkan dirinya.Manusia juga
mengembangkan presepsi dalam ruang (percepstion of space) untuk mengikat hubungan spasial
secara objektif di antara objek-objek. Atas dasar itu, ia mengembangkan konsepsi terhadap ruang
(conception about space) untuk menjaring hubungan spasial secara abstrak berdasarkan
koordinasi-koordinasi. Akhirnya, muncul apa yang disebut dengan formasi-melalui-ruang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
13
(formation-through-space), dimana ia kemudian mampu menciptakan hubungan spasial yang
nyata (Zahnd, 1999: 250).
Proses presepsi dan kognisi terhadap lingkungan, menggunakan istilah Down & Stea (1973)
diartikan tentang “suatu proses penyusunan suatu rangkaian transformasi psikologis dari
informasi yang diperoleh, disimpan, diingat oleh individu atau dimaknai (decode) tentang lokasi
relatif & fenomena yang melekat dalam lingkungan spasial kehidupan sehari-hari (Dawn & Stea,
1973: Altman & Chemers, 1980:44).
Perolehan informasi → Proses internal informasi → Fungsi-fungsi
Gambar.II.2.
Elemen dan persepsi lingkungan arsitektur Sumber: Analisis Penulis, 2012
Dengan demikian, arsitektur merupakan objek yang tidak bebas dari budaya. Tidak hanya
pada saat diproduksi (dirancang), tetapi juga pada saat dimanfaatkan, baik secara tersendiri atau
dalam bagian suatu region (kota). Pola, desain, lokasi, fungsi atau pemanfaatannya dipengaruhi
oleh nilai-nilai budaya di mana ia berada. Fenomena budaya bagi suatu jenis produk arsitektur
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya itu sendiri.
2. Wujud Arsitektur Tradisional Maybrat Imian Sawiat d an Kebudayaan
Pada hakekatnya Arsitektur Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan pencerminan
kehidupan yang menggambarkan jati diri Orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana ditampilkan
dalam meramu rumah mereka, termasuk didalamnya adalah: kehidupannya, sosialnya, ekonomi
– spiritual dan budayanya. Dengan demikian Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian,
Sawiat, merupakan salah satu artefak dari jejak perjalanan hidup Suku Maybrat, Imian, Sawiat.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan suatu ciri (idea), konsep,
kaidah, prinsip, yang merupakan dasar pengolahan batin pikiran dan perasaan mereka dalam
mencipta dan berkarya.
Pada dasarnya arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, sudah mampu memenuhi
tuntutan kebutuhan Arsitektur,yaitu :
• Menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan Manusia.
Perolehan dan perabaan
Pengkodean, penyimpanan, pengingatan, pemaknaan
(decoding)
Lokasi dan atribut lingkungan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
14
• Mengembangkan kehidupan Manusia untuk lebih bermakna
• Membuat kehidupan Penghuni lebih nyaman
Dapat dikatakan bahwa Suku Maybrat, Imian, Sawiat, juga memiliki lima jenjang kebutuhan
terpenting dalam hidup mereka yaitu :
1) Physicological Needs atau Survival Needs, adalah kebutuhan yang menduduki peringkat
atas yang merupaka kebutuhan dasar manusia. Jenjang kebutuhan ini berisi kebutuhan –
kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang berkaitan dengan alam dan
keberadaannya sebagai manusia, yaitu kebutuhan akan makanan, kebutuhan akan tempat
tinggal, dan teks.
2) Safety Needs atau Security Needs, adalah jenjang kebutuhan yang kedua berisi
kebutuhan – kebutuhan yang berkaitan dengan keamanan, agar dirinya merasa aman dan
terlindung dari setiap gangguan.
3) Social needs, atau Belonginess Needs, adalah jenjang kebutuhan yang ketiga yang berisi
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, berkaitan dengan kedudukannya
sebagai anggota masyarakat, sebagai makhluk sosial yang akan berinteraksi – interelasi
dan berinapendensi dengan anggota masyarakat lainnya.
4) Esteem Needs atau Ego Needs, adalah jenjang kebutuhan yang keempat yang berisikan
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, akan penghargaan yang
didasarkan pada keinginan untuk mendapat kekuasaan (power needs). Pada dasarnya
ingin dihargai dan keinginan inilah yang menghasilkan kebutuhan orang Maybrat, Imian,
Sawiat, akan penghargaan tersebut yang disebut dengan “Bobot”.
5) Self Actualization Needs atau Self Ful Fillment Needs, jenjang kebutuhan ini berisikan
kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga mereka dapat mengembangkan bakat
dan kemampuannya dengan sepenuhnya. Kebutuhan ini merupakan ciri hakiki manusia
umumnya.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, mempunyai peranan penting dalam
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan mereka, oleh karena itu, arsitektur Tradisional Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, bukan hanya menyangkut masalah fungsionalitas saja, bukan hanya
diperuntukan sebagai wadah kegiatan mereka belaka, dan tidak hanya sebagai sarana pemenuhan
kebutuhan fisiologik. Perwujudan arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak
hanya berlandaskan pada asas fungsionalitas atau kegunaan saja, walaupun asas ini cukup
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
15
dominan, akan tetapi tidak akan menjadi asas satu – satunya ataupun penentuan didalam
perwujudan hasil – hasil karya arsitektur.
Perwujudan Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak hanya menyangkut
aspek – aspek fungional saja, melainkan menyangkut seluruh aspek kebutuhan didalam
kebutuhan Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Perwujudan arsitektur yang mengandung nilai –
nilai manusiawi.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan manifestasi dari nilai –nilai
budaya, yang mana ditentukan oleh lima masalah didalam kehidupan mereka yaitu : hakekat
hidup, hakekat karya, persepsi mereka tentang waktu, pandangan mereka tentang alam dan
hakekat mereka dengan Tuhan dan dengan sesamannya.
Kelima masalah dasar ini banyak berkaitan dengan lingkungan, baik lingkungan alami
maupun lingkungan fisik mereka yang mana terbangun dengan lingkungan sosial. Dua masalah
yang berkaitan dengan masalah lingkungan mereka yaitu pandangan mereka tentang alam, dan
hakekat mereka dengan Tuhan dan sesamanya. Kedua masalah ini akan menentukan orientasi
nilai budaya mereka terhadap alam dan sesama mereka, yang kemudian direfleksikan kedalam
wujud arsitekturalnya.
Berkaitan dengan sikap dan orientasi Suku Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap alamnya,
mereka telah mengalami peradaban dalam kebudayaan mereka yaitu :
• Pancosmism, merupakan fase dimana Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tunduk kepada
Alam dan Merasa mereka adalah bagian dari alam. Hal ini merupakan kecenderungan
kehidupan mula – mula nenek moyang mereka yang mana tidak mampu dalam mencipta
segala sesuatu bagi mereka, termasuk membangun suatu tempat tinggal (rumah) bagi
mereka. Hal ini cenderung mendorong nenek moyang mereka menjadi bersikap pasrah
terhadap kondisi alam.
• Anthropocentries, merupakan fase dimana Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan
kemampuannya menguasai alam dan merasa berkuasa atas alam sekitar mereka. Mereka
melakukan Eksploitasi alam, sehingga mendorong terjadinya kerusakan lingkungan alam
disekitar permukiman mereka.
• Holism, merupakan tahapan atau fase dimana Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mampu
menyelaraskan kehidupan dan aktifitasnya dengan alam sekitar. Dalam mendaya gunakan
lingkungan alamnya. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga mampu memperhatikan daya
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
16
dukung alam sekitar mereka sehingga kelangsungan aktifitas mereka tetap berlangsung
dan serasi dengan alam tanpa terganggu.
Pandangan – pandangan orang Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap situasi dan alamnya
memiliki pengaruh yang sangat besar bagi wujud Arsitektural mereka. Ketergantungan Orang
Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap situasi dan alam, termanifestasi kedalam wujud arsitekturnya
yang sangat tergantung pada karakter – karakter alam dan situasi lingkungan sekitar. Hasil karya
Arsitektur Tradisional mereka cenderung mengandung makna ketakutan dari mereka Terhadap
alam dan kehidupan mereka yang berkaitan dengan masalah – masalah mistis ataupun kekuatan
– kekuatan ghaib dan kekuatan musuh yang berada diluar diri mereka. Keinginan mereka untuk
menguasai alam membuat mereka cenderung berupaya untuk mengeksploitasi alam sekitar. Hasil
– hasil karya Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi sangat jauh dari
lingkungannya lepas dari lingkungan alamiahnya. Keselarasan dengan alam, Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, cenderung mencari pertautan dengan lingkungan mereka. Kekuatan – kekuatan
lingkungan dan alam sekitar tidak lagi dikaitkan dengan kekuatan Theologi moderen atau yang
dikenal pada wilayah mereka adalah theology kristiani. Alam merupakan faktor – faktor yang
dipertimbangkan bagi usaha – usaha mereka.
B. Aspek Sosial Budaya Suku Maybrat Imian Sawiat Pesisir dan Pegunungan.
Suku Maybrat, Imian, Sawiat, melengkapi diri mereka dengan kebudayaan, yaitu perangkat
pengendali berupa rencana, aturan, resep dan instruksi yang digunakan oleh mereka untuk
mengatur terwujudnya tingkah laku dan tindakan tertentu. Dalam pengertian ini, kebudayaan
wiyon/woflw mereka berfungsi sebagai “alat” yang paling efektif dan efisien dalam menghadapi
lingkungan. Kebudayaan mereka yang cenderung adalah bukanlah sesuatu yang dibawa
bersama semenjak kelahiran, melainkan diperoleh melalui sosial kehidupan sehari – hari mereka.
Dalam pengertian ini, kebudayaan adalah pengetahuan.
Secara sederhana, masyarakat pantai adalah merupakan sekelompok orang atau penduduk
yang kehidupannya tergantung pada laut baik sebagai sumber atau sarana. Menurut Mattuladan
dalam Sudharta P. Hadi, 1995, mengungkapkan bahwa masyarakat pantai berada dalam
kehidupan budaya laut atau kehidupan yang mendapatkan inspirasi dan kreativitas yang tumbuh
dari suasana lautan, suasana maritim. Sebaliknya, secara sederhana, dapat kita simpulkan bahwa
masyarakt pegunungan/daratan merupakan kelompok atau penduduk yang hidupnya bergantung
pada perladangan dan hutan sebagai sumber. Masyarakat daratan/pegunungan berada pada
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
17
kehidupan yang mendapatkan inspirasi dan kreativitas yang tumbuh dari suasan alam hutan di
daratan.
C. Makna Bangunan Rumah Sebagai Budaya
Pada hakekatnya, bangunan rumah merupakan pencerminan berbagai aspek kehidupan
manusia, termasuk didalamnya antara lain kehidupan sosial, ekonomi, spiritual dan budaya.
Dengan demikian bangunan rumah merupakan hasil produk manusia itu sendiri. Disadari bahwa
manusia hidup dengan keinginan akan segala sesuatu baik tempat tinggal, makanan, pakaian dan
teks yang mana disadari merupakan kebutuhan pokok.
Pada dasarnya bangunan rumah diadakan untuk memenuhi kebutuhan yang ditunjukkan
untuk :
1. Menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan.
2. Mengembangkan kehidupan untuk lebih bermakna.
3. Membuat kehidupan untuk lebih nyaman.
C.1. Struktur Bangunan Rumah
Bangunan rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, selain sandang, pangan
dan teks, papan juga dibutuhkan. Manusia membutuhkan kenyamanan akan diri sehingga ia
mampu menciptakan segala sesuatu yang memenuhi kebutuhan akan kenyamanan itu.
Berbicara mengenai suatu bangunan rumah, berarti berkaitan dengan struktur dan elemen –
elemen pembentukan bangunannya, oleh karena itu tidak lengkap dan tidak jelas jika berbicara
suatu bangunan rumah tanpa berbicara strukturnya. Struktur bangunan rumah, terdiri dari tiga
elemen pokok yaitu; Koloum, Dinding dan Atap yang mana teruarai sebagai berikut:
C.1.a. Struktur Atap - Afi
Yang dimaksud dengan struktur atap adalah, bagian elemen atau struktur kelengkapan
sebuah bangunan yang posisinya berada di bagian atas (kepala) yang mana terdiri dari;
rangka, yaitu kuda-kuda, reng, nok/usuk dan atap.
Secara mayoritas Atap bangunan rumah suku Maybrat, Imian, Sawiat, membentuk atap
pelana. Atap sebagaimana layaknya filosofi kepala atau rambut seorang manusia yang bisa
digunting dengan beragam bentuk, begitupun atap bangunan dengan berbagai bentuk dan
gaya tergantung bentuk atau gaya mana yang ingin ditampilkan. Misalnya tampilan atap
perisai, tampilan atap pelana, tampilan atap kubah, tampilan atap joglo, atau tampilan atap
gabungan.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
18
C.1.b. Struktur Dinding - Kriras
Dinding adalah suatu bagian elemen bangunan yang posisinya di tengah (badan). Dinding
terdiri dari rangka, dan penutup dinding (walls).
Pada umumnya bahan dinding yang di gunakan oleh suku Maybrat, Imian, Sawiat, dalam
membangun rumah tinggal mereka adalah;
1. Bahan Kulit Kayu - Hri
2. Bahan Gaba – gaba - Turaf
3. Bahan bamboo - Bron
4. Bahan kayu - Ara
Jika filosofi kepala manusia sebagai atap, maka filosifi badan manusia diibaratkan
sebagai dinding bangunan, yang didalamnya terdapat ruang aktifitas penghuni.
C.1.c. Struktur Koloum - Hafot
Koloum merupakan struktur dasar (kaki) sebuah bangunan yang mana berdiri sebagai
ukuran dalam pembentukan suatu bangunan dengan ruang – ruangnya. Koloum yang
posisinya berhubungan langsung dengan pondasi, terdiri dari struktur koloum Induk dan
koloum Bantu.
C.1.d. Interior -Samu Mato
Tujuan dari membangun suatu bangunan adalah untuk menciptakan ruang beraktifitas
dan ruang berlindung yang nyaman. Interior dalam pengertian bahasa inggris atau (samu
mato) dalam bahasa Maybrat, adalah ruang dalam bangunan, oleh karena itu interior
merupakan salah satu elemen yang tercipta atas hasil bangunan yang terbentuk oleh elemen
vertikal (dinding-dinding) dan elemen horizontal (lantai)
Selain kepala, badan dan kaki, manusia juga memiliki hati. Hati adalah salah satu organ
penting manusia yang mana mampu memberikan yang terbaik dan yang tidak baik dalam
pertimbangan pemikiran seseorang, begitupun ruang dalam sebuah bangunan yang mana
mampu menyimpan segala rahasia seseorang penghuni baik itu yang berkaitan dengan hal
yang baik dan ‘hal tidak baik’.
C.2. Fungsi Bangunan Rumah
Bangunan rumah merupakan kebutuhan manusia, yang mana tidak hanya sekedar dibutuhkan
semata – mata namun secara umum bangunan dibutuhkan sebagai tempat melindungi diri atau
sebagai suatu hunian moderen dan gudang. Bangunan juga berfungsi sebagai tempat menampung
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
19
segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas dan kebutuhan penghuni yang berkelanjutan.
Khusus fungsi bangunan dapat kita ulas secara detail sebagai berikut :
C.2.a. Fungsi Atap
Atap yang secara uniforum dikenal, merupakan suatu struktur atau elemen bangunan
yang berfungsi sebagai penutup bangunan dan pelindung yang memberi kenyamanan kepada
penghuni dari matahari, hujan, angin serta pengaruh situasi iklim sekitarnya.
Atap (afi) dalam pengertian orang Maybrat, Imian, Sawiat, dibutuhkan sebagai penerus
aliran hujan dan penghambat terik matahari kedalam ruang bangunan (interior).
C.2.b. Fungsi Dinding
Dinding (kriras) merupakan struktur atau elemen suatu bangunan yang dibutuhkan.
Dinding berfungsi membentuk suatu ruang, melindungi penghuni dari angin, dan melindungi
penghuni dengan segala aktifitas yang sedang berlangsung dalam ruang.
C.2.c. Fungsi Koloum
Koloum (hafot) sebagai salah satu struktur atau elemen terpenting dalam membangun
sebuah bangunan, Karena selain kloum yang berfungsi sebagai pemikul bangunan beserta
segala isinya dan sebagai penyalur beban suatu bangunan ke tanah, struktur koloum juga
merupakan suatu elemen yang dijadikan sebagai patokan atau ukuran dalam membentuk
suatu bidang dan ruangan tertentu.
Bagi orang Maybrat, Imian, dan Sawiat, struktur koloum diperlukan untuk pembentukkan
suatu bentuk bangunan dan menambah ketinggian bangunan. Pemikiran tersebut berkaitan
dengan situasi mula – mula massive mereka yang hidupnya selalu berperang, sehingga
dalam meramu suatu rumah hunian biasanya terlihat sangat monumental dan dilapisi kayu,
karena dapat terhindar dari serangan musuh yang tiba – tiba di luar kemampuan dan kesiap
siagaan mereka.
C.2.d. Fungsi Ruang Dalam Interior
Interior (samu mato) merupakan pusat keberlangsungan segala aktifitas, oleh karena itu
interior mempunyai peranan dan fungsi yang sangat luas dalam mendirikan suatu bangunan.
Orang Maybrat, Imian, dan Sawiat pada hakekatnya membutuhkan suatu ruang untuk
kelangsungan aktifitas, hunian dan kenyamanan serta keberlangsungan hidup dan kehidupan
mereka.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
20
C.3. Makna Bangunan
Bangunan atau rumah di maknai sebagai jantung kehidupan yang mampu memberi
kehidupan yang layak kepada penghuninya. Rumah juga di isyaratkan dengan filosofi manusia,
yang terdiri dari kepala (atap), badan (dinding dan interior) dan kaki (koloum).
Ada ungkapan di masyarakat yang berbunyi “rumah mu, wajahmu, dan jiwamu”. Dari
ungkapan itu tampak bahwa perumahan dalam kehidupan manusia Maybrat, Imian, Sawiat,
mempunyai arti dan makna yang mendalam, yaitu; kesejahteraan, kepribadian, dan keberadaban
manusia penghuninya (suatu masyarakat atau suatu bangsa). Perumahan tidak sekedar dilihat
sebagai suatu benda mati atau sarana kehidupan semata – mata, tetapi lebih dari itu, perumahan
merupakan suatu proses bermukim. Kehadiran manusia dalam menciptakan ruang hidup di
lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya.Bermukim pada hakekatnya adalah hidup bersama,
dan untuk itu fungsi rumah tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, adalah sebagai tempat
tinggal dalam suatu lingkungan yang mempunyai prasarana dan sarana yang diperlukan oleh
mereka untuk memasyarakatkan dirinya. Rumah juga merupakan sarana pengaman bagi diri
manusia, pemberi ketenteraman hidup, dan sebagai pusat kehidupan berbudaya. Didalam rumah
dan lingkungannya itu, dibentuk dan berkembang menjadi manusia yang berkepribadian.
Dilihat dari fungsinya rumah Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, juga memiliki fungsi
lain yaitu; fungsi sosoial, fungsi ekonomi, fungsi politik. Sebagai fungsi sosial, masyarakat
Maybrat, Imian, Sawiat, memandang rumah sebagai pemenuhan kehidupan sosial budaya dalam
masyarakat. Dalam fungsi ekonomi, rumah merupakan investasi jangka panjang yang akan
memperkokoh jaminan penghidupan di massa depan. Dan sebagai fungsi politik, rumah
berfungsi sebagai indikator kedudukan/birokrat di masyarakat sekitarnya.
Perwujudan Arsitektur adalah sebuah BENTUK, yang mana lahir dari kebutuhan manusia
akan wadah untuk melakukan kegiatan. Karya Arsitektur biasanya merupakan suatu ungkapan
bentuk, yang mewadahi hal – hal sebagai berikut :
C.3.a. Guna dan Citra
Guna yang dimaksud adalah pengertian bahwa rumah memiliki pemanfaatan,
keuntungan. Rumah memiliki kemampuan/daya/manfaat agar hidup menjadi lebih mengikat.
Sedangkan Citra, menunjukkan suatu gambaran, kesan penghayatan bagi seseorang
mengenai rumah tersebut. Citra memiliki arti yang mendekat spiritual menyangkut derajad
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
21
dan martabat manusia yang menghuni rumah tersebut. Misalnya istana megah, reyot, dan
sebagainya jadi Citra menunjukkan tingkatan kemampuan manusia itu.
C.3.b. Simbol Kosmologis
Arsitektur dimaksudkan sebagai simbol pandangan manusia terhadap dunianya.
Pandangan ini berubah sesuai dengan kemajuan zaman. Pada tahap awal manusia merasakan
terkungkung oleh alam, sehingga bentukan arsitektur tampil sebagai suatu pelindung
terhadap alam. Kemudian hal ini berkembang dengan pandangan bahwa manusia adalah
bagian dari alam. Bentuk menjadi personifikasi dari alam. Dengan mulai dikenalnya agama
pada tahap berikutnya, bentuk tanpa menjadi simbol pemujaan terhadap Yang Maha Kuasa
(bait suci). Namun hal ini masih belum terlepas dari budaya. Suatu masyarakat yang
mempunyai agama sama tetapi budaya mereka pasti berbeda yang mana bisa menghasilkan
bentuk yang berbeda.
C.3.c. Orientasi Diri
Orient = umur, bisa diartikan sebagai permulaan matahari terbit hingga terbenam. Hal ini
membawa pengertian adanya sumbu arah lainnya, yaitu utara selatan. Sehingga dengan dua
persilangan menimbulkan rasa satu pusat. Pusat ini dapat dianggap sebagai pusat kehidupan,
tempat berpegang. Sehingga kalau ada suatu pusat, tentunya akan menimbulkan nilai yang
berbeda. Perbedaan nilai – nilai bisa berdasarkan suatu prioritas dan tidak hanya berupa suatu
bidang yang berdua dimensi, tetapi juga kearah vertikal (tiga dimensi).
C.3.d. Cermin Sikap Hidup
Rumah sebagai cermin sikap hidup, berarti mampu menunjukkan cara pandang dalam
kehidupan. Sikap hidup tersebut bisa berarti religius, praktis dan sebagainya. Sikap yang
terbuka, mau bersahabat dan ramah terhadap sesama maupun alam akan tampil berbeda
dengan rumah penghuninya yang mana bersikap menguasai alam (tertutup)
Bangunan tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, memuat kaidah – kaedah sebagai
berikut :
a) Wujud
Arsitektur Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan perwujudan suatu
kebutuhan, yang mana mewadahi aktivitas – aktivitas penghuni yang akan terjadi
didalam.
b) Anatomi
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
22
Arsitektur Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, Sebagai salah satu kreativitas.
Bentuk rumah tradisional Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang terpakai,
dimana terdapat aturan/susunan yang harus dipenuhi agar bisa berfungsi.
c) Identitas
Mewakili si pemilik, fungsi, lokasi. Bangunan memberi gambaran akan apa
yang terwadahi.
C.4. Tipologi Rumah Tinggal Suku Maybrat, Imian, Sawiat.
Rumah tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, dibedakan atas 2 (dua) jenis aliran
bangunan rumah yaitu rumah hunian halit/mbol chalit dengan 8 (delapan) jenis bangunan dan 1
(satu) jenis aliran rumah Suci/sekolah/kemah/tabernakel k’wiyon/mbol wofle, sebagaimana
diuraikan antara lain adalah :
Bhs. Maybrat ----------- Bhs. Imian Sawiat -------- Bhs. Indonesia
1. Halit myi ----------- mbol chalit -------- Rumah gantung
2. Halit Wyan ----------- mbol chalit tein -------- Rumah kebun
3. Samu Kre ----------- mbol chonon -------- Rumah bersalin
4. Samu ----------- mbol -------- Rumah tinggal utama
5. Samu snek ----------- mbol snek -------- Benteng pertahanan
6. Smu mambo ----------- mbol se -------- Rumah nelayan
7. Samu ku sme ---------- mbol nandla -------- Rumah bujang laki - laki
8. Samu ku ano ----------- mbol nangli -------- Rumah bujang perempuan
8. Samu k’wiyon ----------- mbol wofle -------- Rumah suci /sekolah
Dengan data – data ini, maka tak bisa dipungkiri bahwa rumah tradisional suku Maybrat,
Imian, Sawiat, tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Sebab rumah juga merupakan suatu
kebutuhan hidup umat manusia umumnya dan manusia Maybrat, Imian, Sawiat, khususnya yang
mana sangat penting untuk dijadikan sebagai tempat berlindung, baik dari kehujanan, dan
kepanasan, setelah mereka mencukupi diri dengan kebutuhan makan (pangan) dan pakaian
(sandang). Mengapa bentuk rumah tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak berkembang?
Ini disebabkan karena keinginan berkembangnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang cenderung
untuk menyamai gaya hidup mereka dengan gaya hidup asing, maka mereka mengalami
hubungan dengan gaya hidup orang asing sehingga disitulah terjadi saling tukar menukar
informasi yang besar pengaruhnya tentang bangunan rumah sehingga corak rumah tradisional
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
Maybrat, Imian, Sawiat, mengalami kemunduran atau cende
kebanyakan hanya dipertahankan diperkampungan
ukuran dalam Bentuk bangunan rumah dan bahan bangunan.
suku Maybrat, Imian, Sawiat
daerah lain. Pengaruh alam dan lingkungan
lebat, sungai-sungai yang mengalir cuaca yang dingin, kondisi geografi yang sukar dan
kecenderungan cepat terpengaruhnya orang Maybrat
moderen dan gaya hidup orang asing
berakibatkan terjadinya akumulasi
D. Spesifikasi Jenis – jenis B
D.1. Halit myi /mbol chalit →
Halit myi/mbol chalit
gantung, atau sejenis rumah
Maybrat, Imian, Sawiat, mula
rumah tersebut merupakan jenis bangunan
yang monumental, karena ukuran
bangunannya tinggi di banding bangunan
lainnya. Jenis rumah gantung di kategorikan
atas dua jenis, yaitu :
Bentuk bangunan yang dibangun dari
tanah (tanah sebagai tumpuan utama) yang
mana keseluruhan struktur koloum yang
berukuran panjang ditancapkan pada
Ukuran struktur koloum (sur) yang digunakan
dalam mendirikan bangunan (
halit) adalah ± 500cm – 700cm.
Suku Maybrat, Imian,
mulanya tidak mengenal adanya jenis pondasi
plat menerus, karena kebanyakan rumah yang dibangun a
mana secara otomatis pasti memakai ompak (termasuk pondasi setempat), seperti pada contoh
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
mengalami kemunduran atau cenderung tersembunyi, dimana
dipertahankan diperkampungan. Selain itu, mungkin Ekonomi juga menjadi
ukuran dalam Bentuk bangunan rumah dan bahan bangunan. Perkembangan rumah tradisional
Sawiat, sangat lamban dibanding perkembangan rumah
alam dan lingkungan yang berbeda dimana tumbuh hutan
sungai yang mengalir cuaca yang dingin, kondisi geografi yang sukar dan
kecenderungan cepat terpengaruhnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap perkembangan
dan gaya hidup orang asing sehingga terjadilah perubahan pola hidup mereka
akumulasi akulturasi besar-besaran hingga Arsitektural
Bangunan Rumah Tinggal
→ Rumah Gantung
adalah rumah
gantung, atau sejenis rumah hunian suku
mula – mula. Jenis
rumah tersebut merupakan jenis bangunan
yang monumental, karena ukuran
bangunannya tinggi di banding bangunan
lainnya. Jenis rumah gantung di kategorikan
entuk bangunan yang dibangun dari
tanah (tanah sebagai tumpuan utama) yang
mana keseluruhan struktur koloum yang
berukuran panjang ditancapkan pada tanah.
) yang digunakan
mendirikan bangunan (halit myi/mbol
700cm.
, Sawiat, pada
tidak mengenal adanya jenis pondasi
plat menerus, karena kebanyakan rumah yang dibangun adalah rumah –
mana secara otomatis pasti memakai ompak (termasuk pondasi setempat), seperti pada contoh
Gambar: II.Halit myi/mbol chalit
(bentuk yang bertumpu diatas tanah )Sumber: Hamah sagrim, Laporan KKL II,
UWMY 2009
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
23
rung tersembunyi, dimana
Selain itu, mungkin Ekonomi juga menjadi
Perkembangan rumah tradisional
embangan rumah tradisional di
yang berbeda dimana tumbuh hutan – hutan yang
sungai yang mengalir cuaca yang dingin, kondisi geografi yang sukar dan
terhadap perkembangan
sehingga terjadilah perubahan pola hidup mereka yang
hingga Arsitektural pun ikut kena.
– rumah gantung yang
mana secara otomatis pasti memakai ompak (termasuk pondasi setempat), seperti pada contoh
Gambar: II.3 halit – rumah gantung
yang bertumpu diatas tanah ) amah sagrim, Laporan KKL II, UWMY 2009
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
24
uraian bentuk-bentuk Rumah diatas. Suku ini mengenal adanya jenis pondasi plat menerus pada
zaman penjajahan Kolonial Belanda abad ke-18.
Jenis-jenis rumah ini biasanya dibangun oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, di ladang atau
perkebunan mereka yang terletak di hutan dan sangat jauh dengan areal hunian penduduk
(perkampungan). Selain jenis rumah ini dibangun di tengah-tengah hutan, jenis bangunan rumah
ini merupakan aliran rumah tertua yang pernah dibangun sebagai tempat hunian pertama orang
Maybrat, Imian, Sawiat, zaman lampau. Jenis bangunan rumah ini dengan menggunakan bahan
konstruksi utama adalah kayu dan tali rotan sebagai pengaku/ikatan. Kayu merupakan bahan
struktur rangka, sedangkan tali rotan digunakan sebagai bahan pengikat. Sebagaimana filosofi
Maybrat, mengatakan bahwa “nbo ara msya too su oh mi kbe nsgi samu to” bila diterjemahkan
demikian “kalo ada kayu dan tali baru bisa mendirikan sebuah rumah”. Pemahaman orang
Maybrat, demikian mungkin merujuk pada pembentukan aliran bentuk rumah dan struktur yang
kaku, karena memang demikian bahwa suatu bentuk bangunan dibentuk oleh struktur rangka
yang kaku sehingga ruang-ruang dalam itu terlihat ada, ketika ditutup dengan dinding-dinding
bangunan.
Bentuk berikut adalah bangunan yang dibangun diatas pohon-pohon besar yang mana
struktur koloumnya ditancapkan pada dahan – dahan pohon yang ada dengan pilar-pilar yang
terstrukturkan. Jenis bangunan rumah gantung seperti ini merupakan bangunan rumah mula –
mula yang mana dibangun sedemikian rupa sehingga memberi kenyamanan bagi penghuninya
adapun tujuan mengapa rumah ini dibangun dengan struktur yang tinggi dan bukan hanya
strukturnya yang tinggi namun lebih dari tinggi yang mana rumahnya dibangun diatas pohon-
pohon besar yang ukurannya sangat tinggi, agar terhindar dari musuh.
Musuh dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah Perang Saudara, antar keret
dan kampong sebagai persoalan utama yang sering dihadapi oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat,
pada waktu itu. Karena pada zaman mula-mula, kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu
berperang. Peperangan yang terjadi di sana bukanlah hanya peperangan antara suku namu peran
antar setiap orang (person) dan peran antara marga/family juga, yang mana sejak itu hidupnya
saling membunuh antara satu sama lain (massive man). Jenis banguan rumah ini tidak memiliki
ruangan sebagaimana rumah-rumah tinggal manusia moderen sekarang ini, akan tetapi jenis
bangunan halit/mbol chalit atau rumah gantung ini hanya terdiri atas satu buah ruangan yang
multi fungsi.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
25
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu mendirikan bangunan rumah halit/mbol chalit atau
rumah gantung selalu hanya memiliki satu ruang kamar yang multi fungsi. Dikatakan multi
fungsi karena segala aktifitas dilakukan didalam satu ruang tersebut. Selain multi fungsi, juga
familiar atau memiliki kesan keakraban dan kebersamaan, karena setiap kegiatan yang dilakukan
dalam ruang tersebut tidak disembunyikan (tanpa ada halangan) bebas, serta transparan.
Sebagaimana dengan filosofi mereka yang kental bahwa “ohat sou su, samu sou su” artinya
satu tungku api dan satu rumah sebagai tempat tinggal bersama. Filosofi ini merujuk pada kesan
kebersamaan dan keakraban.
Jenis halit myi-mbol chalit – rumah gantung banyak dijumpai di hutan – hutan pada zaman
orang Maybrat, Imian, Sawiat, masih hidup dalam terma zaman dahulu, namun setelah mereka
sudah moderen, jenis rumah ini jarang ditemukan, karena kehidupan mereka sudah berkelompok
membentuk perkampungan masyarakat. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak secara gampang
melupakan jenis – jenis bangunan rumah tradisional mereka, akan tetapi masih sering juga
dibangun diperkampungan mereka. Pada tahun 2005, di Kota Sorong, Walikota
menginstruksikan bahwa untuk menyonsong hari natal 25, Desember, warga di Kota Sorong
dilombakan bangunan rumah tradisional, yaitu rumah gantung halit/mbol chalit, yang mana
diberikan hadiah kepada masing-masing pemenang yang mempunyai bangunannya estetis dan
layak. Ya begitulah sampai kini Orang Maybrat, Imian, Sawiat, terus membangunnya dan hal ini
patut di angkat jempol karena memberi inspirasi dan pengalaman tersendiri kepada kaum muda
yang ada di sana.
Dari bentuk bangunan yang ada, dapat dilihat bahwa rumah tradisional orang Maybrat,
Imian, Sawiat, mula – mula tidak mengenal adanya pembagian ruang, tetapi yang ada hanya satu
ruang yang multifungsi.
Dari kejelasan ruang tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan dalam keluarga
memberi suatu kesan keakraban, demikianlah sebagaimana yang dijumpai. Dikatakan bahwa
rumah orang Maybrat, Imian Sawiat, memberi kesan keakraban, karena di dalam ruang tersebut
setiap anggota keluarga bilamana melaksanakan segala sesuatu tidak tersembunyi untuk dilihat
oleh sesama anggota keluarga lainnya. Apapun yang dilakukan oleh seseorang anggota keluarga
merupakan suatu kebersamaan, disinilah keluhuran dan keakraban yang sesungguhnya terlihat.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
26
Foto: II.1. Halit Wyan/Mbol Chalit tein - rumah kebun. Sumber: Hamah Sagrim, Laporan
KKL II, UWMY 2009
Gambar: II.4 Samu kre/mbol chonon
Rumah Bersalin Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II,
UWMY 2009
D.2. Halit wyan/mbol chalit tein→Rumah Kebun
Halit wyan/mbol chalit tein merupakan rumah
kebun, juga termasuk jenis rumah gantung yang proto
tipenya tidak berbeda dengan bangunan rumah gantung
lain. Rumah ini bertumpu pada tanah dan pohon
sebagai landasan terakhir yang mana berdirinya koloum
– koloum sebagai pilar utama.
Rumah kebun merupakan tempat hunian para petani
yang mana difungsikan sebagai rumah menjaga kebun,
seperti kebun kacang tanah, kebun keladi-tala, ubi, dan
lain sebagainya. Karena jika tidak dijaga atau dirawat
dengan baik maka pasti saja kebun – kebun tersebut
dirusaki atau dimakan oleh hewan-hewan liar seperti
rusa, babi maupun tikus.
Tipologi rumah di kebun memiliki beberapa prototype, yaitu tipe bangunan monumental
yang mana dibedakan atas dua tipe, yaitu tipe satu bangunannya monumental dengan kedudukan
diatas pohon yang mana struktur konstruksinya dibangun diatas pohon besar, dan yang kedua
dengan tumpuan diatas tanah, yang mana struktur konstruksinya dibangun dari tanah sebagai
tumpuannya. Ada pula yang bentuknya tidak
tinggi. Lihat pada gamba disamping kanan.
D.3. Samu kre/mbol chonon → Rumah
Bersalin
Samu kre/mbol chonon adalah merupakan
rumah bersalin yang mana bukan merupakan
rumah hunian sebagaimana lainnya, namun
jenis rumah tersebut akan dibangun ketika
seorang ibu hamil yang sedang melahirkan dan
hanya di huni oleh ibu yang telah bersalin itu.
Jenis rumah bersalin ini sangat sederhana baik
dari ukurannya maupun panjang lebarnya.
Bentuk ukurannya sengaja dibangun demikian
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
karena yang akan menghuninnya terdiri dari seorang ibu yang baru melahirkan
yang dilahirkannya.
Adapun beberapa aturan yang dipakai dal
anak kecil dilarang untuk masuk kedalam rumah tersebut karena dianggap sangat menggangu
(risk) baik gangguan yang akan dialami oleh seorang ibu maupun anak kecil tersebut.
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu m
sedang melahirkan. Jenis rumah bersalin ini biasanya tidak bersifat permanen (sebut saja
tergolong sebagai rumah musiman), yaitu rumah bersalin didirikan jikalau pada saat itu
seorang ibu hamil yang akan a
kurang lebih 3 x 3 m, dengan perhitungan hanya dihuni oleh ibu yang melahirkan dengan
bayinya. Lama waktu hunian, biasanya berkisar antara dua minggu
minggu, dan sampai dengan tiga minggu, adapun larangan kepada anak kecil untuk masuk rumah
tersebut karena mengakibatkan sesuatu yang fatal (mungkin berkaitan dengan mistis dalam
mitologi mereka).
D.4. Samu/amah/mbol → Rumah
utama
Samu/amah/mbol adalah rumah hunian
atau rumah tinggal utama yang hingga
sekarang tetap di kembang moderenkan.
rumah tersebut bisa dikategorikan termasuk
jenis rumah semi moderen,
bangunannya lebih besar, kuat, dan ruang
ruangnya sudah dipetakkan
pembagian kamar) sebagaimana rumah
moderen lainnya. Jenis rumah ini tidak hanya
berbentuk rumah panggung tetapi sudah
dibangun dengan tembok yang mana rumah
hasil kolaborasi antara bangunan moderen dan bangunan tradisional. Pada mulanya rumah
tinggal semi moderen suku Maybrat, Imian
(halit myio/mbol halit) yang mana mula
namun ketika mengalami perubahan, jenis rumah gantung yang juga dianggap bangunan yang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Foto: II.Samu/Amah/Mbol Rumah
Moderen.Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY
2009
karena yang akan menghuninnya terdiri dari seorang ibu yang baru melahirkan
Adapun beberapa aturan yang dipakai dalam fungsi rumah tersebut, misalnya untuk anak
anak kecil dilarang untuk masuk kedalam rumah tersebut karena dianggap sangat menggangu
(risk) baik gangguan yang akan dialami oleh seorang ibu maupun anak kecil tersebut.
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu mendirikan rumahbersalin bagi istri mereka yang
sedang melahirkan. Jenis rumah bersalin ini biasanya tidak bersifat permanen (sebut saja
tergolong sebagai rumah musiman), yaitu rumah bersalin didirikan jikalau pada saat itu
seorang ibu hamil yang akan atau sedang melahirkan. Rumah bersalin biasanya berukuran
3 m, dengan perhitungan hanya dihuni oleh ibu yang melahirkan dengan
bayinya. Lama waktu hunian, biasanya berkisar antara dua minggu dan sampai dengan tiga
gan tiga minggu, adapun larangan kepada anak kecil untuk masuk rumah
tersebut karena mengakibatkan sesuatu yang fatal (mungkin berkaitan dengan mistis dalam
→ Rumah tinggal
adalah rumah hunian
atau rumah tinggal utama yang hingga
sekarang tetap di kembang moderenkan. Jenis
rumah tersebut bisa dikategorikan termasuk
jenis rumah semi moderen, karena
bangunannya lebih besar, kuat, dan ruang –
ruangnya sudah dipetakkan (adanya
sebagaimana rumah
moderen lainnya. Jenis rumah ini tidak hanya
berbentuk rumah panggung tetapi sudah
dibangun dengan tembok yang mana rumah-rumah tembok yang dibangun selalu merupakan
hasil kolaborasi antara bangunan moderen dan bangunan tradisional. Pada mulanya rumah
tinggal semi moderen suku Maybrat, Imian, sawiat, merupakan turunan dari rumah gantung
) yang mana mula-mula memiliki ukuran struktur yang sangat tinggi
namun ketika mengalami perubahan, jenis rumah gantung yang juga dianggap bangunan yang
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
27
: II.2 umah Tinggal Utama Semi oderen. Laporan KKL II, UWMY
2009
karena yang akan menghuninnya terdiri dari seorang ibu yang baru melahirkan bersama bayi
am fungsi rumah tersebut, misalnya untuk anak-
anak kecil dilarang untuk masuk kedalam rumah tersebut karena dianggap sangat menggangu
(risk) baik gangguan yang akan dialami oleh seorang ibu maupun anak kecil tersebut.
endirikan rumahbersalin bagi istri mereka yang
sedang melahirkan. Jenis rumah bersalin ini biasanya tidak bersifat permanen (sebut saja
tergolong sebagai rumah musiman), yaitu rumah bersalin didirikan jikalau pada saat itu ada
sedang melahirkan. Rumah bersalin biasanya berukuran
3 m, dengan perhitungan hanya dihuni oleh ibu yang melahirkan dengan
dan sampai dengan tiga
gan tiga minggu, adapun larangan kepada anak kecil untuk masuk rumah
tersebut karena mengakibatkan sesuatu yang fatal (mungkin berkaitan dengan mistis dalam
g dibangun selalu merupakan
hasil kolaborasi antara bangunan moderen dan bangunan tradisional. Pada mulanya rumah
merupakan turunan dari rumah gantung
ukuran struktur yang sangat tinggi
namun ketika mengalami perubahan, jenis rumah gantung yang juga dianggap bangunan yang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
28
monumental dirubah menjadi rumah yang tampak semi moderen. Diantara itu adapun beberapa
hal sebagai dasar dalam perbedaan antara rumah gantung dengan rumah tinggal utama yang semi
moderen adalah sebagai berikut:
D.4.a. Ukuran.
Antara rumah gantung dan rumah tinggal semi moderen, yaitu rumah gantung berukuran
kecil sedangkan rumah hunian semi moderen ukurannya besar.
D.4.b. Fungsi
Dilhiat dari fungsinya, rumah gantung hanya mempunyai satu ruangan saja yang multifungsi,
sedangkan rumah semi moderen memiliki tiga sampai empat ruang yang mana memperkaya
fungsi ruangannya sebagaimana kebutuhan pemilik.
D.4.c. Struktur
Struktur bangunan rumah gantung sangat tinggi ukurannya, dengan ukuran pilar atau struktur
koloum yang sangat panjang mulai dari ± 500 cm – 700cm, ketimbang ukuran rumah semi
moderen yang mana ukurannya ± 300cm –500cm, terhitung dari tumpuan koloum pada tanah
hingga bubungan, dan ukuran 500cm kebanyakan pada rumah panggung sedangkan untuk
bangunan dinding tembok berukuran paling tinggi 400cm. Rumah gantung mudah tergerak
oleh tiupan angin ketimbang rumah semi moderen.
D.4.d. Masa/Waktu
Masa/waktu bangunan untuk rumah gantung mampu bertahan selama ± 3-4 tahun, dibanding
rumah semi moderen yang mana mampu bertahan hingga ± 4 – 8 tahun.
D.4.e. Tata
Dilihat dari struktur penataannya, rumah gantung tidak memiliki tata seperti rumah semi
moderen, misalnya pekarangan bunga, halaman rumah, tata ruang, dan tata wajah bangunan
maupun penataan kelengkapan dan finising bangunannya yang mana terlihat pada eksterior
dan interior bangunan.
D.4.f. Estetika
Berangkat dari uraian – uraian diatas, maka otomatis disimpulkan bahwa bangunan yang
berestetika adalah bangunan rumah semi moderen, yang mana dikembang moderenkan.
Bentuk rumah semi moderen ini dibangun dengan memiliki ruang atau kamar yang terdiri
dari kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur dan balkon atau teras.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
29
D.5. Samu Snek/Mbol snek → Benteng Pertahanan/Rumah Persembunyian
Jenis rumah persembunyian
atau benteng pertahanan samu
snek/mbol snek biasanya
dibangun dengan
menggunakan penutup dinding
kulit kayu dan dilapisi oleh
kayu-kayu buah, yang disusun
sedemikian rapat dengan tujuan
sebagai penangkal tembusnya
benda-benda tajam yang
digunakan oleh musuh dalam
menyerang. Selain itu rumah
pertahanan kebanyakan
dibangun di puncak-puncak
gunung besar yang sisi-sisi gunungnya dikelilingi oleh tebing-tebing terjal yang sulit dijangkaui
oleh para musuh, selain menghindar dari musuh juga supaya bisa dengan gampang melihat
situasi sekitar dengan mudah karena posisi mereka diatas ketinggian gunung. Selain itu, juga ada
yang didirikan diatas pohon yang lebih tinggi ditengah belantara. Gua-gua atau lubang batu yang
disebut (bomit) juga sebagai tempat persembunyian. Samu snek/mbol snek, adalah benteng
pertahanan atau juga disebut-sebut sebagai rumah persembunyian. Disebut benteng pertahanan
atau rumah persembunyian karena rumah tersebut biasanya tersembunyi dan sulit untuk
dijangkaui orang lain dan juga biasanya banyak dipasang jebakan ranjau (mati susur) untuk
menghalangi para musuh, bahkan juga karena lokasi yang dibangun rumah ini adalah lokasi yang
sulit dan sangat sukar dijangkaui dan hanya bisa dijangkaui oleh orang – orang tertentu saja
seperti seorang Ayah, Ibu, Anak dan family terdekat karena suatu alasan, bahwa jangan orang
luar yang mengetahui dimana jalan yang di laluinya sebab bilamana diketahui orang lain atau
musuh, maka mereka akan dibunuh. Karena begitu ketatnya kehidupan pada zaman prasejarah
itu, yang mana terikat dengan kehidupan balas dendam atau saling membunuh antar keluarga
yang satu dengan yang lainnya (familiy war).
Foto: II. 3. Gambar: II.5 Samu Snek/Mbol Snek - Tipe Rumah Persembunyian
Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY 2009
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
D.6. Samu Mambo/Mbol
Rumah nelayan
Samu mambo/mbol se merupakan
rumah nelayan yang dibangun ditengah
tengah danau, dan rumah tersebut
kebanyakan dibangun oleh Suku
Maybrat, yang tinggalnya disekitar
danau Ayamaru yang bermata
pencaharian sebagai nelayan.
suku maybrat yang membangun rumah
nelayan mereka, suku Imian dan sawiat
dipesisir laut pun memiliki jenis rumah
nelayan yang tidak kalah menarik
dengan rumah nelayan suku Maybrat,
yaitu rumah Kajang.
Rumah Kajang adalah suatu
jenis rumah nelayan orang Imian
dan Sawiat yang hidupnya di
pesisir laut dan bermata
pencaharian sebagai nelayan.
Perbedaan antara rumah nelayan
suku Maybrat dan suku Imian,
Sawiat, adalah, rumah nelayan
Maybrat dibangun sebagaimana
rumah inap biasa yaitu dengan
struktur bangunan yang berdiri tegak vertikal dan kokoh
nelayan suku Imian dan Sawiat berbeda, yaitu rumah kajang adalah rumah yang dibangun diatas
sebuah perahu, dan rumah kajang tidak berdiri kokoh pada suatu tempat tertentu namun ia selalu
dibawa kemana-mana dengan perahu, baik diwaktu mengail maupu beristirahat.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Gambar: II. 6Samu mambo/mbol se: Rumah
Ayamaru. Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY, 2009
Gambar: II.7 Aken swya/ Rumah Kajang Orang Tehit Sawiat di
.Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY 2009
ol se →
merupakan
rumah nelayan yang dibangun ditengah-
tengah danau, dan rumah tersebut
kebanyakan dibangun oleh Suku
yang tinggalnya disekitar
danau Ayamaru yang bermata
pencaharian sebagai nelayan. Selain
suku maybrat yang membangun rumah
a, suku Imian dan sawiat
pun memiliki jenis rumah
nelayan yang tidak kalah menarik
ayan suku Maybrat,
ajang adalah suatu
jenis rumah nelayan orang Imian
dupnya di
dan bermata
pencaharian sebagai nelayan.
Perbedaan antara rumah nelayan
suku Maybrat dan suku Imian,
adalah, rumah nelayan suku
n sebagaimana
yaitu dengan
struktur bangunan yang berdiri tegak vertikal dan kokoh ditengah danau
nelayan suku Imian dan Sawiat berbeda, yaitu rumah kajang adalah rumah yang dibangun diatas
rahu, dan rumah kajang tidak berdiri kokoh pada suatu tempat tertentu namun ia selalu
mana dengan perahu, baik diwaktu mengail maupu beristirahat.
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
30
6 umah Nelayan di Danau
Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY, 2009
rang Tehit Sawiat di Pesisir/Laut
Laporan KKL II, UWMY 2009
ditengah danau, namun untuk rumah
nelayan suku Imian dan Sawiat berbeda, yaitu rumah kajang adalah rumah yang dibangun diatas
rahu, dan rumah kajang tidak berdiri kokoh pada suatu tempat tertentu namun ia selalu
mana dengan perahu, baik diwaktu mengail maupu beristirahat.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
31
Foto: II.4. Samu Ku Sme/Mbol Nadla – Rumah Bujang laki-laki - sumber: Hamah Sagrim, Laporan
KKL II, UWMY 2009
Kelebihan rumah nelayan orang Maybrat adalah bentuknya yang besar, kuat dan nyaman,
sedangkan rumah nelayan orang Imian dan Sawiat adalah ukurannya kecil, tidak begitu kuat, dan
tidak begitu nyaman.
Bentuk bangunan rumah nelayan di danau Ayamaru wilayah Maybrat, kini menjadi
kabupaten Maybrat. Bentuknya seperti rumah-rumah mereka yang lainnya di daratan, namun
bangunannya terletak ditengah-tengah Danau. Fungsi rumah ini sebagai tempat hunian para
nelayan ketika mencari ikan bahkan ada pula yang didirikan untuk tempat hunian untuk mereka
yang berkebun di sekitar pulau-pulau seperti sato musyoh, sato amin dan yang lain sebagainya.
Bentuk rumah nelayan dipesisir pantai wilayah Tehit, Imians, Sawiat, memiliki sedikit
perbedaan yang tidak begitu rumit. Perbedaan yang menonjol adalah bentuk rumah kajang
yang mana dibangun diatas perahu (kole-kole) lihat gamba, sedangkan yang satunya mempunyai
kesamaan aliran bentuk dan struktur yang sesuai dengan rumah nelayan orang Maybrat di areal
Danau Ayamaru.
D.6. Samu Kusme /Mbol Nadla →
Rumah Bujang Laki – laki (Asrama
Putra)
Samu kusme/mbol nadla adalah rumah
bujangan/asrama laki – laki yang mana
dibangun dengan tujuan menampung segala
kegiatan anak – anak bujang, baik
menyangkut hasil buruan, tidur maupun
masak-memasak. Kebanyakan kegiatan –
kegiatan kepemudaan bermula dari rumah
ini yang mana sebagai wadah berkumpulnya
para pemuda, sehingga muncullah ide – ide
tertentu yang menyangkut kegiatan
kepemudaan.
Rumah bujangan laki – laki kebanyakan
berbentuk rumah gantung, namun setelah
terus menerus mengikuti perubahan, ada
juga yang dibangun semi moderen yang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
32
Foto: II.5 Samu ku Ano/Mbol Nangli Rumah Bujangan Perempuan atau Asrama Perempuan Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY 2009
mana bangunannya dibangun oleh sekelompok pemuda yang bisa dibilang geng pemuda.
Dikatakan geng, karena bukan hanya satu kelompok tertentu yang ada namun terlihat adanya
persaingan misalnya antara RT satu dengan RT yang berikutnya.
Rumah bujangan sering dibangun dengan beberapa tipe bangunan, dan khusus untuk rumah
bujang laki-laki. Bentuk-bentuk ini disesuaikan dengan keinginan para pemuda yang tergolong
masih bujang.
Bentuk rumah bujang yang dibangun ini tidak juga memiliki kesamaan antara perkumpulan
dari satu RT atau kompleks/kot, tetapi semuanya mengikuti perkembangan yang ada.
D.7. Samu Kuano/Mbol Nangli → Rumah
Bujangan Perempuan (Asrama Putri)
Samu kuano/Mbol nangli merupakan rumah
bujangan kaum perempuan yang masih bujang
(belum menikah). Rumah bujangan perempuan
berukuran tidak terlalu tinggi dibanding rumah
bujangan laki – laki, hal itu sudah merupakan
tradisi orang Maybrat, Imian dan Sawiat hingga
sekarang. Rumah perempuan biasanya dibangun
oleh orang laki – laki yang terdiri dari bapa-
bapa, maupun laki - laki bujang. Untuk
perempuan, khususnya memasak makanan
sebagai imbalan kepada para tukang/pekerja bangunan tersebut.
Bentuk aliran rumah bujangan perempuan ini tidak begitu berbeda dengan aliran-aliran
bangunan rumah yang lain pada umumnya. Perbedaan bentuk rumah bujangan perempuan
dengan rumah yang lain adalah skala/ukuran tinggi rendahnya. Ukuran rumah bujangan
perempuan tidak begitu monumental, mengingat wanita atau perempuan tidak diperbolehkan
untuk menaiki rumah yang tinggi, karena ‘akan terlihat aibnya’. Demikian sehingga bentuk
rumah bujangan perempuan Maybrat, Imian, Sawiat, selalu berukuran pendek.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
D.8. Samu K’wiyon/Mbol W
Rumah Suci / Rumah
Sekolah/Bangunan Terhormat
Samu k’wiyon/mbol wofle
bangunan rumah suci, yang mana
mempunyai fungsi ganda, yaitu
digunakan sebagai rumah maha suci atau
difungsikan sebagai tempat pendidikan
theology natural yang disebut
wofle. Theology ini bagi orang Maybrat,
Imian, Sawiat, sangat sakral dan
Jenis bangunan rumah suci berbentuk
segi empat dan memanjang serta memiliki
tiga fungsi ruang yang selalu dibagi dan
juga memiliki aturan – aturan penggunaan
ruangannya. Rumah suci tidak dibangun
oleh sembarang orang, tetapi harus
dibangun oleh mereka atau orang
tertentu yang sudah terdidik dalam ajaran
theology natural tersebut (raa wi
wofle), dan yang berhak membangunnya
terdiri dari dua orang ra wiyon/na wofle
Menurut cerita petuah –
kami Tanya, asal usul rumah suci tidak
dibangun oleh manusia siapa
sungai /air. Bentuknya sangat unik
sehingga untuk membangunnya membutuhkan waktu yang lama, yaitu dibangun selama
sembilan bulan agar bisa sempurna.
kepada Mbouk untuk didiri
merupakan tabernakel atau kemah
menerima taurat dari wiyon/w
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Gambar: II.8. K’wiyon/mbol wofleSuci/Sekolah/Tabernakel/K
Sumber: Hamah Sagrim. History of God In Tribals Religions, 2009
Gambar: II. 9. K’wiyon Matokemah suci.Sumber: Hamah Sagrim.
In Tribals Religion, 2009
ol Wofle →
Rumah Suci / Rumah
erhormat
bol wofle adalah
bangunan rumah suci, yang mana
mempunyai fungsi ganda, yaitu
digunakan sebagai rumah maha suci atau
difungsikan sebagai tempat pendidikan
theology natural yang disebut wiyon-
Theology ini bagi orang Maybrat,
Imian, Sawiat, sangat sakral dan magis.
Jenis bangunan rumah suci berbentuk
segi empat dan memanjang serta memiliki
tiga fungsi ruang yang selalu dibagi dan
aturan penggunaan
Rumah suci tidak dibangun
oleh sembarang orang, tetapi harus
dibangun oleh mereka atau orang – orang
tertentu yang sudah terdidik dalam ajaran
(raa wiyon/na
embangunnya
ra wiyon/na wofle.
– petuah yang
kami Tanya, asal usul rumah suci tidak
dibangun oleh manusia siapa – siapa namun rumah tersebut dengan sendirinya keluar dari dalam
Bentuknya sangat unik /estetis dan sempurna serta menyimpan magis yang luarbiasa
sehingga untuk membangunnya membutuhkan waktu yang lama, yaitu dibangun selama
sembilan bulan agar bisa sempurna. Selanjutnya aliran rumah suci ini kemudian diperintahkan
kepada Mbouk untuk didirikan sebagai bait suci/kemah/tabernakel.
merupakan tabernakel atau kemah wiyon/wofle yang diperintahkan kepada Mbouk ketika
wofle. Mbouk diperintahkan oleh wiyon/wofle
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
33
bol wofle - Bentuk Rumah Tabernakel/Kemah suci.
History of God In Tribals Religions, 2009
ato - Denah sekolah-Hamah Sagrim. History Of God
In Tribals Religion, 2009
siapa namun rumah tersebut dengan sendirinya keluar dari dalam
estetis dan sempurna serta menyimpan magis yang luarbiasa
sehingga untuk membangunnya membutuhkan waktu yang lama, yaitu dibangun selama
Selanjutnya aliran rumah suci ini kemudian diperintahkan
K’wiyon/Mbol Wofle
yang diperintahkan kepada Mbouk ketika
ofle (Allah) bahwa dia
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
34
harus mendirikan sebuah kemah (k’wiyon/mbol wofle) sebagai tempat meletakkan tabut
perjanjian. Dalam mendirikan k’wiyon/mbol wofle, ada beberapa aturan seperti perintah dan
larangan. Perintah dan larangan itu tampak pada aturan penggunaan ruang k’wiyon/mbol wofle
sebagaimana pada bilik-bilik bangunan yang terlihat di gambar denah diatas.
Keterangan Gambar:
1. Bohra mne/safom – Ruang Luar, Areal Bebas, Hutan Belantara.
Dalam aturan Ruang bilik tabernakel Wiyon/Wofle (k’wiyon/mbol wofle), bagian luar
yang berhubungan langsung dengan alam bebas atau hutan belantara biasanya tidak sakral
atau tertutup. Dibagian areal ini hanya diberi tanda atau kode (morse) sebagai pemberitahuan
kepada orang luar yang tergolong awam atau disebut (finya) atau wanita, (raa in) orang
awam yang melintas disekitar areal kemah k’wiyon/mbol wofle. Kode atau tanda pada
areal ini tidak ada kekuatan ghaib apa-apa, hanya sebagai rambu bahwa di areal tersebut
ada kemah suci (k’wiyon/mbol wofle). Warna hijau menunjukkan hutan belantara atau areal
bebas.
2. Kre finya & râ in – Ruang Biasa.
Bilik atau Ruang ini bisa dilewati oleh wanita (finya) biasa yang mempunyai anak
sedang di didik didalam Kemah.Wanita yang masuk dalam bilik tersebut mengantarkan
makanan dan tebu sebagai pengganti air minum dan mereka yang boleh masuk adalah wanita
yang tidak sedang mengalami haid atau semalam melakukan hubungan intim. Ruang ini juga
dilewati oleh laki-laki biasa yang bukan Râ wiyon/Na wofle. Ruang ini juga bagi
RaâWiyon/Na Wofle yang ketika malam sedang intim atau tidur dengan isterinya (berintim)
atau dengan wanita lain melakukan hal perzinahan, ia diharuskan hanya bisa sampai
diruang biasa dan tidak boleh memasuki ruang suci, ini merupakan suatu larangan keras. Kre
Finya & Raâ iin tidak memiliki suatu kekuatan atau kedahsyatan ghaib apa-apa sehingga
bebas bagi Wanita dan Orang biasa, namun tidak diperbolehkan bagi anak kecil untuk
memasukinya.Warna hitam merupakan ketidak kudusan, ketidak muliaan, ketidak kuatan,
ketidak ilahian, menggambarkan keduniawian namun sebagai rambu atau ukuran utama
fungsi ruang bilik sebelum memasuki ruang suci.
“kre finya, kbe raâ iin msya finya twok, soh kukek ginyah to mtwok fe, tna raâ wiyon-
na wofle ro mti mjien su msya finya wana tna mno bo ro sre to kbe m’twok mama
mhre sai mam kree ro finya”.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
35
“Ruang biasa boleh dimasuki oleh wanita dan orang biasa, tetapi kalau seorang Raâ
Wiyon-Na wofle (rasul) yang pada hari kemarin atau semalam telah berintim dengan
istrinya atau melakukan sesuatu yang zinah dan hina, ia juga hanya bisa masuk di
ruang biasa (kre finya) tersebut”.
3. Kre râ sme – Ruang Suci.
Bilik ruang ini tidak boleh dilewati oleh wanita (Finya), orang Biasa (Raâ iin/Na iin) dan
rasul (Raâ Wiyon/Na Wofle) yang melakukan zinah atau yang mana sebelumnya sudah tidur
dengan istrinya (intim). Ruang/bilik suci ini hanya boleh dimasuki oleh Raâ Wiyon/Na Wofle
(Rasul) yang suci, Raâ Bam/Na Tmah (Imam) dan murid-murid (Wiyon Tna). Warna abu-abu
merupakan kemuliaan yang telah dipancarkan kepada raâ wiyon/na wofle, kekuatan
Wiyon/Wofle yang memberi kekuatan kepada Raâ Wiyon/Na Wofle, Kedahsyatan
Wiyon/Wofle yang diberikan kepada Raä wiyon/Na wofle, kesucian Raâ Wiyon/Na Wofle,
Kekuatan Raâ Wiyon/Na Wofle, yang diterima dari Wiyon/Wofle (Allah) yang me-Wiyonkan
(Meng-Allah-kan) mereka dengan kekuasaannya. Ketika dalam perjalanan melalui ruang
biasa termanya terasa biasa-biasa saja seperti kita berada pada situasi normal, akan tetapi
ketika kita memasuki zona Ruang suci (Kre Raâ Sme) ada suatu perbedaan. Menurut
ungkapan Raâ Wiyon/Na Wofle mengatakan bahwa :
“soh nyio n’truk mam kre raâ sme, n’yio nfibo nhau mam ö roto, masuf reto
mti/mamur mase tna nyio nfibo njien smi feto, kbe nawe nros si to nmat komeyan teit
ysia raâ wait makah wyak-aken mama meti mam aya maam tna anu ro wiyon tna to
nsok aken ro anu nut, aken ro anu nuủt to kbe oron yabi teit Y’hre mam aken mana
tna komeyan teit yabo min aken. Kbe râ wiyon/na wofle ysia wiyon tna rait to aro yaut
aken rait hahayah, ana mberur maut aken sou su fe, reto mbou toni ”.
“ketika melangkah melewati zona batas ruang suci, kita seperti berada dalam alam
lain, zona atau ruang atau bilik tersebut gelap gulita dan ketika itu kita akan melihat
terang sinar kemuliaan yang membias menerangi ruang suci itu, kita akan merasa
seperti kita dalam keadaan mimpi, dan ketika itu akan bermunculan bahtera (perahu)
Tuhan yang menghampiri setiap kita yang masuk kedalam ruang tersebut untuk
membawa kita ke suatu tempat yang suci, setiap kita yang telah masuk akan
dipersiapkan bahtera (perahu) yang sama jumlahnya dengan kita yang ada, dan setiap
orang menaiki satu bahtera (perahu) dan didalam bahtera itu kita hanya duduk dan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
36
didampingi oleh râ wiyon-na wofle dan yang mendayung bahtera (perahu) adalah
komeyan (Tuhan), dibagian kepala perahu (bahtera) duduklah seorang tua yang putih
kemilau rambutnya dan telinganya panjang dengan jubah yang bersinar, ia adalah
Allah (Oron Yabi)”.
Ungkapan tersebut diatas tentang rahasia bilik atau ruang, bila kita kaji dengan ukuran
keseluruhan bangunan atau bait tersebut, merupakan sebuah bangunan yang dibangun
langsung diatas tanah kering, akan tetapi bagi Raâ Wiyon/Na Wofle mereka harus berangkat
atau bepergian dengan menggunakan perahu, karena perjalanan mereka begitu jauh dan
melalui lautan samudera raya. Disini terdapat suatu keajaiban dan pengalaman yang begitu
mengherangkan ketika kita mengkaji dari penjelasan tentang perjalanan yang jauh dengan
luasan bangunan yang mana tidak begitu jauh antara ruang/bilik yang satu dengan ruang atau
bilik yang lainnya, akan tetapi karena kita sebagai manusia yang pada saat itu berada dalam
hadirat Tuhan, maka waktu itu akan menyeleksi kita. Menurut mereka Raâ Wiyon/Na Wofle
dan Wiyon tna, mengatakan bahwa perjalanan mereka begitu lama dan harus menempuh
suatu samudera raya, dan menurut mereka, lamanya mereka berpendidikan selama 3 bulan,
akan tetapi bagi orang biasa (Raa iin) yang berada diluar kemah mengatakan bahwa lama
pendidikan yang ditempuh dalam kemah k’wiyon/bol wofle adalah Enam bulan. Peristiwa-
peristiwa ini yang terjadi dalam perjalanan, ada yang boleh dibicarakan namun ada yang
tidak boleh untuk diungkapkan (sacral, rahasia dan tersembunyi bo snyuk/safo).
4. Mato Ro Mbou Toni (Ruang Maha Suci) – Mato Ro Oron Yabi Yhou (Takhta Allah).
Ruang Maha Suci tidak boleh dimasuki oleh Raâ Wiyon/ Na Wofle (Rasul), ruang ini
sangat sakral dan hanya bisa dimasuki atau yang berhak masuk kedalam ruang maha suci
adalah Raâ Bam/Na Tmah (Imam). Isi dalam Ruang Maha suci sangat rahasia, dan yang
berhak mengetahuinya hanya Raâ Bam/Na Tmah (imam), tidak mungkin bagi Raâ
Wiyon/Na Wofle untuk mengetahuinya. Berikut adalah ungkapan Raâ Wiyon/Na Wofle dalam
bahasa Maybrat:
“Mato ro mbou toni reto kbe Raâ Bam/Na Tmah meseit truk, amu refo (Raâ Wiyon/Na
Wofle) truk fe, kta ro mhou kre mato reto mamo bo snyuk ka Raâ Bam/Na Tmah, soh fibo
bo snyuk reto Raâ Bam/Na tmah yawe ka’amu fo tabam refo masu marak, Raâ tabam
refo mhai beta, aro mhou fe, bo snyuk reto safo meto, tnafo komeyan makan meto”
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
37
“Ruang maha suci hanya boleh dimasuki oleh Imam (Raâ Bam/Na Tmah), bagi para
Rasul (Raâ Wiyon/Na Wofle) tidak diperkenankan untuk masuk ruang maha suci, sangat
sakral, rahasia, segala sesuatu yang ada didalam ruang itu merupakan rahasia khusus
bagi para Imam (Raâ Bam/Na Tmah), kalau rahasia ruang maha suci itu diberitahukan
kepada Rasul (Raâ Wiyon/Na Wofle), maka dunia ini akan hancur, semua manusia akan
mati, tak ada yang bisa hidup. Hal ini merupakan sesuatu yang sakral dan merupakan
inti dari Tuhan”.
Dari ungkapan tersebut, dianalisis bahwa dalam ruang maha suci merupakan tempat takhta
Allah dan tempat meletakan tabut perjanjian yang merupakan rahasia kerohanian “inti daripada
kerohanian” dalam teologi wiyon/wofle.
Dalam perjalanan pendidikan tersebut dan setelah selesai (tamat), setiap Wiyon Tna (Murid)
dan Raâ Wiyon/Na Wofle (Rasul/Guru pembimping) serta Raâ Bam/Na Tmah (Imam/Guru Besar
atau Kepala sekolah), tidak diperbolehkan keluar melalui pintu utama, mereka harus keluar
dengan cara membocorkan atap lalu keluar, setelah semuanya telah keluar dari dalam kemah
tersebut selanjutnya berbaris mengelilingi kemah itu dan Raâ Bam/Na Tmah (Imam/Guru besar
atau Kepala Sekolah) beserta Raâ Wiyon/Na Wofle (Rasul/Guru pembimbing) membakar Kemah
(K’wiyon/Mbol Wofle) dan disaksikan oleh Raâ Bam/Na Tmah, Raâ Wiyon/Na Wofle, Wiyon
Tna. Setelah Kemah terbakar, Raâ Bam/Na Tmah, Raâ Wiyon/Na Wofle, Wiyon Tna, menyelidiki
lagi dengan seksama isi abu tersebut dengan tujuan bahwa jangan ada sisa-sisa perkakas yang
belum terbakar, semuanya harus dibakar tanpa sisa. Dalam proses membakar K’wiyon/Mbol
wofle (Kemah/Sekolah), tidak dibiarkan segelintir perkakas atau sepotong kayu dari kemah yang
tersisa, semuanya harus dipastikan terbakar lebur menjadi abu. Setelah semuanya itu selesai
barulah Raâ Bam/Na Tmah, Raâ Wiyon/Na Wofle, Wiyon Tna, boleh meninggalkan lokasi kemah
untuk proses Ujian kepada Murid (Wiyon Tna), setelah diuji (sana Wiyon) baru Murid/murid
diteguhkan menjadi Raâ Wiyon/Na Wofle. Dalam peneguhan wiyon tna (Murid), biasanya
dilakukan dengan cara menguji setiap Murid dengan menyuruhnya menyembuhkan orang sakit
(tgif kiyam), menyembuhkan orang yang kena pagut dari ular (tgif aban), melancarkan persalinan
wanita hamil yang terhambat (tgif finya mabe), dan lain sebagainya. Ujian ini merupakan suatu
aktivitas terakhir bagi wiyon tna (Murid) barulah diteguhkan sebagai Raâ Wiyon/Na Wofle. Ujian
akhir ( sana Wiyon) yang dilakukan oleh Raâ Wiyon/Na Wofle (Rasul/Guru) dan Raâ Bam/Na
Tmah (Imam/Profesor) dan di ikuti oleh Wiyon tna (Murid) guna mencapai gelar sebagai seorang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
38
Raâ Wiyon/Na Wofle. Setiap Murid yang tamat dalam pendidikan Wiyon/Wofle, memiliki dua
nama, yaitu nama duniawi dan nama yang diberikan dari sekolah atau kemah (sum kafir) (nama
suci).1Rincian keterangan warna:
1. Warna merah, menunjukkan kekuatan ghaib, sakral.
2. Warna hijau, menunjukkan areal bebas.
3. Warna hitam, menunjukkan kefanaan, keduniawian, ketidak sempurnaan.
4. Warna putih, menunjukkan kesucian, kemurnian, keAllahan, kesempurnaan.
Atas dasar pengakuan Wiyon tna itu sendiri, maka Raâ Wiyon/Na Wofle dan Raâ Bam/Na
Tmah akan meneguhkan mereka dan mereka akan diterima sebagai anggota yang diperbaharui di
dalam persekutuan wiyon/wofle (sebagai Raâ Wiyon/Na Wofle) yang sungguh-sungguh percaya
kepada Wiyon/Wofle (Allah) mereka. Dengan demikian Wiyon Tna yang telah diteguhkan
sebagai Raâ Wiyon/Na Wofle pun boleh duduk bersama-sama dengan Raâ Wiyon/Na Wofle yang
lain bersama-sama di meja perjamuan kudus, turut bertanggung jawab dalam tugas Wiyon/Wofle,
memberitakan Allah yang dipercaya (Wiyon/Wofle) kepada dunia ini, dan turut bertanggung
jawab pula dalam pembangunan Wiyon/Wofle. Raâ Wiyon/Na Wofle dan Raâ Bam/Na Tmah,
percaya dan mengaku bahwa dalam Tuhan mereka (Wiyon/Wofle), mereka dikumpulkan sebagai
anak-anaknya dari segala bangsa dan mempersatukan mereka menjadi satu tubuh yang
Wiyon/Wofle adalah kepalanya dan Raâ Wiyon/Na Wofle adalah anggotanya. Dalam perjamuan
suci didalam k’wiyon/mbol wofle, Raâ Wiyon/Na Wofle memberi “Bofit” dan “Waif” sebagai
tanda dan materai dari tubuh dan darah, Wiyon/Wofle senangtiasa menghubungkan Raâ
Wiyon/Na ofle kepada persekutuan dengan dia sendiri dan persekutuan antara sesama Raâ
Wiyon/Na Wofle sebagai anak-anaknya. Dalam persekutuan dengan Wiyon/Wofle, Raâ Wiyon/Na
1Aktivitas Wiyon/Wofle bisa dipersepsikan sebagai pendidikan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan bisa dipersepsikan
sebagai teologi tradisional. Alasannya adalah karena aktivitas Wiyon/Wofle memiliki dua karakter dalam satu aktivitas, yaitu
pertama: dari segi pendidikan, Raâ Wiyon/Na Wofle disebut sebagai Guru, Guru Pembimbing, Dosen, Raâ Bam/Na Tmah
disebut sebagai Guru Besar , Guru kepala, Kepala sekolah, Profesor, Senator. Wiyon Tna disebut sebagai Murid . K’wiyon/mbol
Wofle disebut sebagai Sekolah, dan Asrama, aktivitas utama adalah Mber Wiyon atau Mendidik (belajar mengajar), dalam proses
ini mereka juga mengenal tulisan dan huruf. Kedua: Dari segi Teologi, Raâ Wiyon/Na Wofle disebut sebagai Rasul, Raâ
Bam/Na Tmah disebut sebagai Imam, Rumah disebut sebagai Kemah/Tabernakel dengan ruang-ruang atau bilik yang sakral,
Wiyon Tna disebut sebagai Murid, aktivitas utama dalam K’wiyon/mbol Wofle adalah Mber Wiyon (Pendidikan Dogmatik)
Pemuridan.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
39
Wofle dipanggil untuk mengaku dia sebagai Tuhan dan Juru selamat mereka melalui kata-kata
dan perbuatan mereka setiap hari dan memberitahukan tentang dia ke seluruh dunia. Jikalau
dalam setiap ucapan dan perbuatan mereka tidak sesuai dengan perintah yang telah mereka
terima dari Wiyon/Wofle, maka mereka akan menerima sangsi yang berat, yaitu mereka akan
meninggal secara tiba-tiba (komeyan biji), ditimpa kelaparan (haisre mama), ditimpa kesakitan
yang parah (kiyam mama), banyak persoalan yang menimpa (safo mai). Jenis bangunan rumah
suci atau sekolah tradisional semenjak masuknya injil kristiani di dataran papua, semua jenis
pengajaran maupun kepercayaan tradisional dilepaskan. Oleh karenanya kami sangat sulit untuk
mendapatkan bangunannya karena saat ini tidak dibangun bisa dibilang akan punah, dan hanya
saja kami dijelaskan bagaimana denah bangunannya saja sebagaimana pada gambar.
Struktur kolom utama rumah tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, terdiri dari empat kolom
utama yang disebut hafot sebagai fungsi keseimbangan bangunan.
Rumah Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, berbentuk rumah limasan, Sebuah bangunan
limasan yang menimbulkan interpretasi arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat, dengan
mencerminkan ketenangan, hadir di antara bangunan- bangunan yang beraneka ragam.
Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan bentuk pilar yang
kokoh. Rumah tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, yang merupakan rumah peninggalan adat
kuno dengan karya seninya yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan
kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni
bangunan tradisional yang telah berkembang bersama masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat.
Rumah tradisional halit/mbol chalit dan k’wiyon/mbol wofle merupakan kerangka bangunan
utama dari rumah adat Maybrat, Imian, Sawiat, yang terdiri atas hafot berupa empat tiang utama
dengan pengeret “sur jiet” (empat penopang), atau Struktur rumah Maybrat, Imian, Sawiat, yang
seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah
agar atap rumah bisa terbentuk. Pada arsitektur bangunan rumah halit-mbol chalti dan
k’wiyon/mbol wofle, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga
merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai pendukungnya.
Kecintaan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, pada cita rasa keindahan, bahkan sikap
religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini. Kolom pada rumah
halit/mbol chalit dan k’wiyon/mbol wofle berjumlah genap. Hal ini merupakan tata aturan dalam
mendirikan rumah adat suku Maybrat, Imian, Sawiat. Bahwa setiap rumah adat suku Maybrat,
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
40
Imian, Sawiat, jumlah kolom bangunan harus genap, tidak boleh ganjil. Kolom rumah halit/mbol
chalit dan k’wiyon/mbol wofle tersebut disusun sesuai dengan titik sudut, sebagai keseimbangan.
Karena bangunan halit/mbol chalit dan k’wiyon/mbol wofle ini merupakan aliran arsitektur
Maybrat, Imian, Sawiat, yang keseluruhannya merupakan hasil dari ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga sistem keseimbangannya dibentuk dengan kolom
yang genap, dengan 4 kolom utama sebagai struktur sebagai hafot.
Bahan bangunan rumah adat Maybrat, Imian, Sawiat, pada umumnya menggunakan Kayu
(ara) sebagai konstruksi, rotan (to) sebagai pengikat, daun pandanus (kain dan afi) sebagai
penutup atap dan kulit kayu (hri ara) sebagai penutup dinding. Adapun dilakukan doa syukuran
kepada Tuhan untuk memohon berkat serta memohon kuasa Allah memagari rumah tersebut
yang dibangun tersebut. Kita akan lihat jenis-jenis rumah tradisional ini dalam bentuk gambar
berikut dibawah ini:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
Halit myi/mbol chalit Halit wyan/ Tipe Rumah gantung Tipe Rumah Kebun Tipe rumah bersalin Tipe rumah tinggal semi moderen Samu snek/mbol snek Tipe Benteng Pertahanan Tipe Rumah Nelayan Tipe rumah bujang laki
Samu ku ano/mbol nangli Tipe Rumah Bujang Perempuan
Gambar : II.10. Klasifikasi Tipologi B
Sumber.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
/mbol chalit Halit wyan/mbol chalit Samu kre/mbol chonon Samu/amah /Tipe Rumah gantung Tipe Rumah Kebun Tipe rumah bersalin Tipe rumah tinggal semi moderen
mbol snek Samu mambo/mbol se Samu ku Sme/Tipe Benteng Pertahanan Tipe Rumah Nelayan Tipe rumah bujang laki
mbol nangli K’wiyon/Mbol Wofle mpuan Tipe rumah Sekolah/Kemah/Tabernakel
fikasi Tipologi Bangunan Rumah Tradisional Maybrat Sumber. Hamah Sagrim - Laporan KKL I UWMY, 2009
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
41
Samu kre/mbol chonon Samu/amah /mbol Tipe Rumah gantung Tipe Rumah Kebun Tipe rumah bersalin Tipe rumah tinggal semi moderen
Samu ku Sme/mbol nadla Tipe Benteng Pertahanan Tipe Rumah Nelayan Tipe rumah bujang laki-laki
Tipe rumah Sekolah/Kemah/Tabernakel
angunan Rumah Tradisional Maybrat Imian Sawiat
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
42
E. Teknologi dan Teknik Membangun
E.1. Teknologi
Betapapun sederhananya sebuah bangunan, apalagi bangunan itu berupa rumah, teknologi
pasti dibutuhkan. Tidak ada satu sistem bangunanpun yang tidak memerlukan teknologi. Bahkan
kaum cerdik pandai mengatakan bahwa teknologi sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri.
Sejak permulaan manusia ada, sejak masyarakat yang paling primitif pun, teknologi sudah
merupakan bagian mutlak dari kehidupan manusia itu sendiri. Benyamin Franklin, salah seorang
pemikir masyur pernah mengatakan bahwa manusia adalah “binatang pembuat alat”. Untuk
keperluan hidupnya, manusia memang memerlukan alat. Untuk berburu diperlukan pana atau
jubi, tombak, untuk mancing diperlukan pancing untuk mencari ikan di laut, juga diperlukan
jaring, jala, sampan, dan seterusnya. Kecakapan untuk membuat peralatan itu juga
penggunaanya merupakan syarat bagi kehidupan manusia yaitu bagi kelanjutan eksistensi
hidupnya. Kecakapan untuk membuat dan menggunakan alat itulah yang disebut teknologi.
Secara kasar teknologi adalah “perpanjangan tangan manusia”.
Teknologi pembuatan rumah (tempat tinggal) tidaklah rendah, hal ini dapat dilihat pada
karya arsitektur tradisional di tanah air. Baik arsitektur tradisional Jawa, Bali, Batak,
Minangkabau, Toraja ataupun Wamena Papua, sudah tampak tingkatan mutu nilainya yang
cukup tinggi. Begitupula rumah tinggal Suku Maybrat, Imian, Sawiat, walaupun berbentuk
sangat sederhana namun tidak lahir secara mendadak. Rumah tinggal tradisional Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, telah berabad – abad teruji kekuatannya, ia setua masyarakat Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, itu sendiri.
Kekuatan dan ketangguhan kehadapan zaman telah terbukti dari waktu ke waktu. Teknologi
pembuatannya menunjukkan keseimbangan antara kekuatan daya topang tiang – tiang gapit
dengan besarnya bangunan, sehingga nampak seimbang (harmoni) dengan alam dan kehidupan
sekitar.
E.2. Teknik Membangun
Membangun rumah bagi warga suku Maybrta, Imian, Sawiat, tidak terlalu rumit seperti
terdahulu karena dilakukan secara gotong royong, walupun tukang yang khusus tidak ada.
Membangun atau mendirikan rumah banyak yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
karena erat hubungannya dengan kesibukan dan tenaga.
E.3. Utilitas dan Perlengkapan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
43
Untuk keperluan air bersih atau air tawar, tidak begitu sulit bagi suku Maybrat, Imian,
Sawiat, karena Banyaknya persedian air tawar disepanjang wilayah Hunian. Untuk pembuangan
limbah manusia, biasanya para warga ditanah daratan memanfaatkan WC umum dan bagi warga
yang mampu sudah memilikinya sendiri. Namun bagi warga yang tinggal di perairan laut
biasanya pembuangan limbah langsung ke laut.
Untuk keperluan penerangan, Di Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat sudah menggunakan
listrik yang disediakan oleh PLN setempat, namun Distrik Sawiat menggunakan listrik tenaga
suria (solar sel). Dilingkungan permukiman ini juga sudah disediakan jaringan telepon (Wartel)
di distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat sedangkan Distrik Teminabuan, Sawiat, menggunakan
telepon dari PT. Telkom dan untuk Teminabuan sudah menggunakan HP. Sehingga warga yang
bererokonomi mampu sudah dapat menikmatinya.
F. Iklim Sebagai Faktor Pembentukkan Kenyamanan Thermal
Valuasi atau penilaian kembali terhadap perancangan dan pembangunan tempat tinggal yang
telah ada terhadap teori-teori kenyamanan, terutama yang berhubungan dengan pengaturan dan
penyediaan pencahayaan dan penghawaan, sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas di lapangan. Bagaimana sebenarnya pengetahuan masyarakat di sekitar kita tentang
pemanfaatan iklim pada bangunan tempat tinggal mereka. Dan bagaimana mereka
menerapkannya.
Berabad-abad lamanya sejak sejarah mulai mencatat, manusia selalu belajar, meneliti, dan
berusaha melindungi tempat kediamannya dari pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh
iklim terutama dalam hal pencahayaan dan penghawaan. Tetapi sebaliknya, manusia juga
berusaha untuk mempelajari dan meneliti pengaruh-pengaruh yang baik dan menguntungkan
untuk dapat dimanfaatkan dengan tepat. Sejarah membuktikan, bahwa manusia telah beradaptasi
dengan lingkungannya secara alami. Hal ini dapat kita lihat pada bentuk arsitektur pada beberapa
tempat di belahan bumi:
a) Orang-orang Eskimo, dengan rumah-rumahnya yang terbuat dari es, menempatkan iglonya
sedemikian rupa sehingga pintunya berada searah dengan jalannya angin setempat (yang
biasanya sangat dingin dan kencang).
b) Orang-orang Indian di Amerika menempatkan pintu utama searah dengan angin.
c) Orang-orang Jepang membuat teritis atap yang lebar untuk melindungi ruangan-ruangan
terhadap pengaruh buruk sinar matahari, angin, dan hujan. Teritis atap tersebut dibuat
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
44
dengan ukuran yang tepat, sehingga pada musim hujan ruangan masih dapat dibuka selebar-
lebarnya, sedangkan pada musim dingin sinar matahari masih dapat masuk dengan leluasa
ke dalam ruangan.
d) Negara India dengan mataharinya yang sangat terik dan hawa yang sifatnya panas kering,
membutuhkan penonjolan-penonjolan teritis yang cukup lebar dalam usahanya untuk
mencapai suasana dan iklim yang sejuk di dalam ruangan.
e) Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan mataharinya yang terik tajam dan hawa yang panas
pada siang hari dan dingin pada malam hari sangat memperhitungkan sudut jatuh teritis atap
yang panjang hingga menutup bagian tubuh bangunan agar mampu menangkal tembusnya
sinar matahari pada siang hari, dan memberikan kehangatan pada malam hari yang dingin.
Iklim memegang peranan penting di dalam perancangan dan perencanaan bangunan,
perencana diwajibkan mempergunakan pertimbangan-pertimbangan seperti: aspek-aspek
penghawaan, kenyamanan, ventilasi, orientasi, penetrasi panas, dan refleksi sinar matahari untuk
pencahayaan alami. Aspek-aspek tersebut selanjutnya akan mempengaruhi pemilihan bahan
bangunan dipakai.
Aspek-aspek perencanaan bangunan seperti tersebut di atas, sangat ditentukan oleh jenis iklim
yang berlaku. Indonesia, dengan iklim tropis lembab, perencanaan bangunan harus dapat
menanggulangi hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh jenis iklim ini, seperti rasa silau dan panas
yang dirasakan oleh penghuni bangunan atau angin yang sangat kencang. Atau sebaliknya,
bagaimana memasukkan cahaya pada ruang-ruang di dalam bangunan, dan mengalirkan udara
segar ke tiap ruang yang ada pada bangunan tempat tinggal mereka.
F. Iklim dan Proses Terjadinya Iklim
Iklim adalah perubahan kondisi cuaca yang relatif tetap dan secara berkala karena
pengaruh perputaran bumi (diteliti 10-20 tahun sekali), hasilnya berupa: tropis, sub tropis,
dingin dan lain-lain. Sedangkan cuaca merupakan perubahan kondisi udara yang sifatnya
setempat, dalam kurun waktu pendek, dan terjadi akibat bentang alam seperti pantai gunung
dan padang rumput.
Iklim suatu lingkungan atau regional merupakan suatu keadaan atmosphere yang
dipengaruhi oleh lima buah unsur penting berikut:
1. Suhu udara.
2. Kelembaban
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
45
3. Angin
4. Curah hujan
5. Radiasi matahari
Unsur-unsur di atas tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Saling tergantung dalam
memberikan karakter dari iklim daerah tersebut. Ada 3 pelaku yang perlu mendapat
perhatian, yaitu:
a) Iklim
- Sinar matahari (MRT)
- Angin (v m/dt)
- Kelembaban (RH%)
- Curah hujan (mm/thn)
- Suhu udara (toC)
b) Modifier
- Pohon
- Dinding
- Screen
c) Manusia.
d) Modifikasi terbatas: pakaian, makanan, aktivitas, kebiasaan
F.2. Iklim Makro dan Iklim Mikro
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruh
langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa) pemakai di sebuah ruang
bangunan. Sedangkan iklim makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang
meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim makro dipengaruhi oleh
lintasan matahari, posisi dan model geografis, yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya
matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya radiasi panas,
pergerakan udara, curah hujan, kelembaban udara, dan temperatur udara.
Sistem lingkungan membentuk bangunan (buildings as a modifier, or climate modifier).
Modifier merupakan cara mengatasi iklim dengan mempergunakan teknologi tepat guna.
Modifier adalah barang buatan yang mampu membuat iklim mikro yang nyaman bagi
manusiaCara mengelola/memanfaatkan iklim makro adalah:
- Membuka jendela pada utara–selatan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
46
- Pohon perlu diletakkan di timur, sebab angin pada bulan Maret-September kering
(tidak membawa uap air), sehingga tidak lembab. Jika menanam pohon di barat,
sebaiknya dipertinggi agar tidak membawa uap air masuk ke ruangan
- Yang dibuka dinding timur, sehingga bila Desember, angin tidak masuk
- Kamar mandi sebaiknya ditaruh di sebelah barat saja agar cepat kering (tidak lembab)
- Angin yang baik adalah yang lewat depan/samping (posisi bangunan tidak
membelakangi angin). Angin dari bawah dan atas tidak baik.
Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor:
� Orientasi bangunan
� Ventilasi (lubang-lubang pembukaan di dalam ruang untuk masuknya penghawaan)
� Sun shading (penghalang cahaya matahari)
� Pengendalian kelembaban udara
� Penggunaan bahan-bahan bangunan
� Bentuk dan ukuran ruang
� Pengaturan vegetasi
F.3. Keseimbangan Energi
Hal-hal yang berpengaruh terhadap keseimbangan energi (thermal performance) adalah:
- Solar Heat Gains (sinar langsung, lingkungan, dll)
- Pemilihan bahan (BJ, kalor jenis, time lag, daya hantar)
- Warna
- Tekstur
- Dimensi (kantor, hotel, apartemen, pabrik)
- Teknologi pembayang dan bentuk perimeter (vertikal horisontal, kisi-kisi, dan lain-lain)
- Teknologi insulasi (reflective, resistive, capacitive)
- Thermal Insulating Properties (dinding, atap, lantai)
- Ventilation System
F.3.a. Teori Energi:
- Sifat: massa dan materi terkecil penyeimbang alam
- Bentuk, gejala: panas, suara, gelombang, cahaya
- Penyebaran: pancaran dan radiasi (tanpa media), dapat dihalangi, dipantulkan,
diserap, dikumpulkan dan ditransmisikan oleh materi lain.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
47
F.3.b. Pembagian Iklim
Hingga saat ini klasifikasi iklim banyak berdasarkan penggunaan dalam ilmu pertanian.
Untuk aplikasi arsitektural, pembagian iklim lebih erat hubungannya dengan faktor
kenyamanan atau comfortable. Dalam hal ini, iklim selanjutnya dapat dibagi menjadi empat
bagian:
a) Iklim Dingin (cold climate)
Masalah utama dari iklim ini adalah kurangnya panas dari radiasi matahari, Suhu udara
rata-rata -15o C, dengan kelembaban relatif yang rata-rata tinggi selama musim dingin.
b) Iklim Moderat
Iklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan dan dingin yang berlebihan pula,
namun tidak terlalu menyolok. Suhu udara rata-rata terendah pada musim dingin ialah -
15o C dan suhu terpanas adalah sekitar 25o C.
c) Iklim Panas Kering
Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan, udara kering, suhu udara rata-rata 25o C
– 45o C terpanas dan 10o C terdingin disertai dengan kelembaban relatif yang sangat
rendah.
d) Iklim Panas Lembab
Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan disertai dengan kelembaban relatif yang
tinggi pula. Suhu udara rata-rata di atas 20o C dengan kelembaban relatif sekitar 80-90 %.
F.3.c. Komponen-Komponen Iklim
Komponen-komponen iklim terdiri atas:
a. Angin (air movement)
Adalah pergerakan udara atau udara yang bergerak. Gerakan mempunyai arah dan
kecepatan (v) serta percepatan (a). Angin merupakan gerak akibat/penyeimbang di dalam
kumpulan partikel-partikel udara. Apabila sebagian partikel-partikel tersebut
mendapat/menerima energi sehingga geraknya semakin cepat – keregangan meningkat
dan berat jenis berkurang yang menyebabkan pergolakan volume udara tersebut terhadap
partikel yang lain.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
48
b. Kelembaban
Adalah Jumlah kandungan uap air dalam satuan volume udara. Iklim laut ditandai dengan
kelembaban tinggi sedangkan iklim kontinental ditandai dengan kelembaban rendah.
c. Curah Hujan
Adalah frekuensi dan banyaknya hujan yang terjadi di suatu daerah.
F.3.d. Iklim dan Arsitektur
Iklim dan arsitektur adalah bagian dari sains bangunan dan sains arsitektur. Sains bangunan
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dan lingkungannya. Bangunan dan
shelter dalam hal ini berlaku sebagai pengubah (modifier) lingkungan luar (outdoor environment)
menjadi lingkungan dalam (indoor environment) yang mempunyai atau memenuhi syarat
habitasi dan penghunian bagi manusia.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain:
- Iklim setempat
- Lingkungan panas, suara dan penerangan
- Manusia dan cara habitasinya
- Sistem lay-out bangunan
- Bentuk bangunan
- Sistem konstruksi bangunan
- Pemilihan material bangunan
F.3.e. Hubungan Iklim Dengan Teori Evolusi dan Ekologi Arsitektur
a) Proses Terjadinya Bentuk
- Form determinants
- Function
- Context
- Structure
- Form resolution
- Material dan cara penggunaan
- Metoda dan konstruksi
- Pertimbangan ekonomi dan sumber daya
- Estetika
b) Teori Bentuk Secara Ekologi
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
49
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tempat tinggal makhluk hidup atau organisme.
Antara Ekologi dan Arsitektur dan antara evolusi dan perancangan (desain) terdapat
hubungan yang sangat erat. Berdasarkan hubungan yang konseptual ini maka timbulah
prinsip perancangan secara pre scriptis dengan dasar-dasar teori bentuk secara deskriptif
dalam alam ini.
Arsitektur dapat digambarkan sebagai bentuk dari strategi adaptasi manusia dengan
alam, gambaran tersebut bersifat suatu kesatuan yang menyeluruh, keseimbangan yang
dinamis dan penyempurnaan hal-hal yang relatif dan tidak jelas. Dari prinsip-prinsip di
atas maka terjadilah tiga prinsip utama dari penurunan bentuk, yaitu:
- Kesatuan yang utuh antara manusia dan tempat atau lingkungan
- Keseimbangan yang dinamis dari yang teratur dan tak teratur
- Penyempurnaan energi dan informasi
Hubungan antara ekologi dan arsitektur jelas terlihat pada arti asli (secara linguistik)
dari ekologi, yaitu ‘oikos’, kata asli dari ekologi dalam bahasa Greek yang berarti rumah
dan rumah tangga (house dan household). Apabila ekologi diartikan sebagai sains dan
organisme beserta tempat hidupnya (habitatnya), maka arsitektur dapat dipandang
sebagai art dan sains dari organisme manusia dalam merealisir habitasinya pada
lingkungan alam natural.
Bentuk dari organisme adalah hasil dari atau proses Interaksi antara bentuk genetik
dengan lingkungannya. Dalam teori arsitektur secara ekologi, bentuk arsitektur adalah
produk dari interaksi antara perubahan kebutuhan manusia atau fungsi dengan kontak
ekologi manusia.
- Forms follow both function and environment
- Form, function and environment are interdependent
Dalam hubungan dengan teori ini, arsitektur modern mempunyai kegagalan, yaitu:
- Arsitektur modern menolak tradisi sebagai kemungkinan sumber-sumber
kontiunitas untuk variasi di kemudian hari yang lebih kreatif.
- Arsitektur modern mengenyampingkan batas-batas konteks cultural
- Arsitektur modern terlalu memberikan nilai lebih hanya pada strategi adaptasi
arsitektural yang spesifik saja.
c) Bentuk dan Lingkungannya
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
50
Alam memberikan tekanan secara langsung kepada proses terjadinya bentuk semua
yang berada di alam ini. Misalnya: bentuk ikan Diodon atau Landak. Di daerah dingin
bentuk ikan tersebut agak bulat dan padat, karena dengan bentuk ini dapat menyimpan
panas lebih lama. Sebaliknya ikan ini di daerah panas berubah bentuknya, menjadi lebih
melebar dan pipih, dengan bentuk ini panas yang diterima lebih cepat dilepas, karena
adanya lingkungan panas yang berlebihan.
Seperti apa yang telah disebutkan oleh Oliver Lodge: “Ignoratu mootu, Ignoratur
Natuna”, yang dapat berarti bahwa “perubahan yang konstan sesuai dengan teori
transformasi”, yaitu apabila “genus” atau spesies yang sama dengan lingkungan yang
berbeda akan memberikan pengaruh proporsi yang berbeda pula. Nampak pula dalam hal
ini dalam bentuk-bentuk tanaman yang berbeda-beda pada iklim yang berbeda.
Demikian pula proses terjadinya “shape” bangunan, shape yang optimum adalah
bentuk yang dapat menerima panas sesedikit mungkin di waktu musim panas, dan
mampu menahan panas sebanyak mungkin pada waktu musim dingin.
d) Bentuk Tata Lingkungan
Iklim mempengaruhi bentuk tata lingkungan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik
tata lingkungan pada beberapa daerah sesuai dengan iklim yang berlaku di tempat
tersebut:
- Untuk daerah beriklim tropis lembab atau panas lembab, jarak antara bangunan
mempunyai pengaruh yang sangat besar. Luasan dinding bangunan dengan
pembukaan untuk ventilasi sebanyak mungkin berhubungan dengan luar sangat
menguntungkan. Hal ini disebabkan karena kenyamanan di daerah tropis lembab
hanya dapat dicapai dengan bantuan aliran angin yang cukup pada tubuh manusia.
Perancangan land scape harus memperhatikan prinsip kelancaran angin yang
mengalir.
- Sebaiknya untuk di daerah panas kering, luasan dinding bangunan dikurangi
sebanyak mungkin untuk tidak berhubungan langsung dengan ruang luar. Antara
bangunan dihindari adanya ruang luar, satu sama lain kompak, sehingga sinar
matahari sangat sedikit yang menimpa langsung bangunan. Bila harus ada ruang
di antara bangunan pun diusahakan agar antara dinding bangunan yang satu
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
51
dengan yang lain saling membayangi terhadap sinar matahari. Oleh sebab itu
kecenderungannya bangunan lebih efisien kalau rendah dan masif.
Oleh sebab itu, kepadatan bangunan di daerah tropis lembab kecenderungannya
rendah. Kepadatan bangunan tinggi untuk daerah tropis kering. Untuk di daerah dingin,
bentuk susunan bangunannya cenderung kompak, padat dan mempunyai luasan jendela
yang luas agar dapat menerima panas matahari yang lebih banyak.
e) Iklim Dalam Arsitektur
Untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh iklim terhadap arsitektur, maka
analisis dapat dilakukan, yang meliputi:
1. Analisis Lahan
Analis ini meliputi adaptasi terhadap lingkungan.
2. Analisa Orientasi
Dicari arah yang terbaik agar didapat lingkungan yang sesuai dengan yang
disyaratkan.
3. Analisis Bentuk
Meliputi analisis dari rancangan bangunan dan komposisi kelompok bangunan.
Desain bangunan secara tunggal berpengaruh pada terbentuknya suatu lingkungan
dalam bangunan tersebut yang merupakan suatu modifikasi lingkungan luar yang
dibentuk oleh kelompok bangunan. Bentuk dari kelompok bangunan ini
mempunyai pengaruh pada lingkungan luar yang terjadi. Kepadatan bangunan
mempunyai pengaruh besar pada pembentukan iklim lingkungan luar.
4. Analisis Sistem Konstruksi
Sistem konstruksi berpengaruh pada proses modifikasi iklim atau lingkungan luar
menjadi lingkungan dalam yang terhuni dengan baik. Dengan analisa-analisa di
atas dapat diketahui gradasi pengaruh iklim pada setiap langkah perencanaan
f) Pengaruh Iklim Terhadap Manusia
Fungsi utama dari arsitektur adalah harus mampu menciptakan lingkungan hidup
yang lebih baik dengan cara menanggulangi tekanan iklim yang ada. “Stress” yang terjadi
harus sesedikit mungkin. Suatu sistem guna mencapai kondisi keseimbangan antara iklim
dan arsitektur sulit sekali untuk diketengahkan, sebab dalam hal ini banyak sekali cabang
ilmu yang tersangkut paut.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
52
Usaha untuk menyeimbangkan antara iklim dan arsitektur, dilakukan dengan
memanfaatkan unsur-unsur iklim yang ada, seperti angin, suhu udara, dan lain-lain,
sehingga akhirnya manusia dapat memperoleh kenyamanan yang diharapkan.
Kenyamanan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Kenyamanan thermal
2. Kenyamanan visual
3. Kenyamanan audial
Dalam hal ini terutama membahas masalah kenyamanan termal pada bangunan kecil
(tempat tinggal).
G. Kenyamanan Thermal
G.1. Tingkat Perencanaan Lingkungan Binaan Dalam Aspek Kenyamanan Thermal
Aspek kenyamanan thermal untuk perencanaan lingkungan binaan mencakup:
1. Eksterior bangunan 2. Interior 3. Selubung bangunan. Perencanaan terhadap masing-
masing cakupan di atas berkaitan dengan bentuk bangunan, seperti: ketinggian lantai
bangunan, bentuk massa dan dimensi bangunan.
G.2. Perencanaan Untuk Bangunan Satu Lantai Eksterior Bangunan
Gubahan massa bangunan, merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam
perencanaan. Gubahan massa sendiri dipengaruhi oleh:
- Bentuk bangunan
- Jarak bangunan
- Ketinggian bangunan
- Kondisi bangunan di sekitarnya
- Vegetasi (penutup tanah, perdu, pohon, dan lain-lain)
- Bentang alam (danau, sungai, tebing, bukit, dan jurang)
- Kondisi iklim mikro
- Perkerasan tanah.
- Gubahan massa bangunan bertujuan untuk:
- Mengendalikan radiasi matahari
- Mengendalikan angin dan kelembaban.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
53
- Pada bangunan satu lantai, udara yang masuk adalah udara lembab yang menimbulkan
dan meningkatkan kelembaban udara dalam ruangan. Penambahan vegetasi pada ruang
luar harus diperhitungkan supaya pengaliran udara ke dalam bangunan dapat berfungsi.
Jarak vegetasi ke bangunan (s), tergantung dari tinggi (h). Pertimbangan terhadap vegetasi
sama halnya ketika kita membicarakan pagar bangunan. Pagar menghalangi aliran udara ke
rumahKetinggian dan bentuk pagar jangan sampai menghalangi pengaliran udara ke bangunan.
Pagar sirip dapat mengalirkan aliran udara ke rumah. Rumah ditinggikan dari tanah, sehingga
pagar tidak menghalangi pengaliran udara.
G.2.a. Interior Bangunan
Pada siang hari terjadi proses pemanasan, dan pada malam hari terjadi pelepasan panas
(pendinginan). Proses pendinginan secara berantai (melalui fase-fase) pada bangunan satu lantai
tetap efektif, tapi tidak untuk bangunan berlantai banyak. Massa udara menghambat radiasi dan
konduksi, digantikan dengan konveksi. Kondisi ini disebut dengan efek termos. Jadi, semakin
banyak udara akan menguntungkan.
Untuk memahami secara baik bagaimana pengaruh lingkungan luar terhadap bangunan,
dapat diketahui dengan memahami bagaimana perambatan panas yang terjadi pada bangunan.
Pada dasarnya perambatan panas terjadi secara bertingkat.
Perambatan panas tersebut berupa:
1. Konveksi
2. Radiasi
3. Konduksi (atap – dinding)
4. Evaporasi
Bentuk bangunan, seperti bentuk atap, dapat mempengaruhi perambatan panas pada
bangunan. Bangunan dengan bentuk atap datar akan menghantarkan radiasi yang lebih besar
daripada bangunan dengan bentuk atap miring. Hal ini disebabkan karena pada bangunan dengan
atap datar, panas yang diradiasikan ke dalam bangunan jatuhnya tegak lurus dan langsung masuk
ke fase 2.
Sedangkan pada bangunan dengan atap miring, panas yang masuk terlebih dahulu masuk ke
dalam ruang atap, ditahan dulu oleh udara (mengalami konveksi), sehingga panas yang masuk ke
fase 2 lebih kecil.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
54
Selain bentuk bangunan, bentuk ruangan juga berpengaruh terhadap kenyamanan. Berikut ini
kita lihat perbandingan kenyamanan pada beberapa bentuk ruang dengan luas yang sama. Bentuk
lingkaran merupakan bentuk ruang yang memiliki kenyamanan yang paling tinggi, karena zona
pori-porinya kecil dan jaraknya sama rata dari titik pusat geometri.
G.2.b. Selubung Bangunan
Aspek interior, eksterior dan selubung bangunan dapat saling mempengaruhi dalam
perencanaan bangunan. Untuk memperoleh kenyamanan, bangunan yang mempunyai ruang
kecil-kecil akan mempunyai dinding yang tebalnya berbeda dengan bangunan yang mempunyai
ruang-ruang yang besar.
Hal ini disebabkan karena bangunan dengan ruang-ruang yang kecil, dindingnya akan
menyimpan panas yang lebih besar. Sedangkan bangunan dengan ruang yang lebih besar, lebih
lambat panas dan lambat dingin (time lag besar). Untuk bangunan kecil, kenyamanan termal
dapat dicapai dengan:
1. Dinding lebih tipis, volume dinding berkurang
2. Menggunakan material dinding dengan kapasitas panas (kemampuan menyimpan panas)
kecil. Kapasitas panas berhubungan dengan massa jenis. Massa jenis A lebih besar dari
massa jenis B, setara dengan kapasitas panasnya.
3. Menggunakan material dinding dengan konduktivitas panas (kemampuan menyalurkan
panas) besar.
Untuk pemilihan bahan, kriteria yang harus diperhatikan:
1. Bangunan Kecil:
- Konduktivitas panas besar.
- Kapasitas panas kecil.
Pilihan Bahan Dapat Berupa:
- Bambu atau kayu, karena bersifat insulasi, yaitu kapasitas panas kecil dan konduktivitas
panas kecil.
- Hindari bahan logam, karena bersifat konduktor, yaitu kapasitas panas besar dan
konduktivitas panas juga besar.
2. Bangunan Besar:
- Konduktivitas panas boleh besar
- Kapasitas panas boleh besar
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
55
G.2.c. Teori Kenyamanan Thermal
OT : Operational Temperatur, yaitu temperatur di luar bangunan, campuran antara panas sinar
matahari dan suhu udara
ET : Effective Temperature, yaitu temperatur di dalam bangunan.
ET tidak dipengaruhi oleh sinar matahari, tapi oleh jumlah uap air yang terkandung di udara. ET
akan efektif jika kelembaban terkontrol serendah mungkin sehingga suhu tubuh bisa turun
karena penguapan lancar.
CET, merupakan koreksi terhadap ET, karena ET lebih banyak melibatkan faktor iklim,
untuk bangunan bertingkat. Pada basement ET = OT = CET
1) Manusia dan kenyamanan thermal
Agar manusia survive maka keseimbangan panas (thermal balance) harus terjaga baik,
yang artinya heat loss (panas yang hilang) harus sama dengan heat production (panas yang
dihasilkan) dari tubuh.
Thermal comfort dipengaruhi oleh dua faktor:
a. Faktor fisik (physical environment)
- Suhu udara
- Kelembaban relatif
- Kecepatan angin
b. Faktor non fisik (non physical environment)
- Jenis kelamin
- Umur atau usia
- Pakaian yang dipakai
- Jenis aktivitas yang sedang dikerjakan
Di wilayah Indonesia sendiri, khususnya di daerah Jawa, nenek moyang orang Jawa sejak
zaman purbakala selalu menghadapkan pintu utama rumahnya ke arah selatan atau utara.Orang
Minangkabau memilih bentuk atap rumahnya yang tinggi serta curam, orang Maybrat, Imian,
Sawiat, untuk medirikan rumah k’wiyon/mbol wofle pintunya menghadap kea rah selatan dengan
atapnya yang tinggi dan curam. Hal ini dilakukan untuk mengisolir teriknya matahari yang
berlebihan dan memudahkan pengaturan air hujan yang seringkali jatuh dalam jumlah besar.
Rumah-rumah di Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Priangan umumnya didirikan di atas tiang-
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
56
tiang atau umpak. Hal ini baik untuk mengurangi dan menghilangkan kelembaban di dalam
ruangan.
Pada dasarnya, ada tiga faktor terpenting yang menyangkut bahan-bahan pemikiran dalam
melaksanakan suatu perencanaan bangunan, yaitu:
1. Manusia dengan kebutuhannya
2. Pengaruh iklim
3. Bahan bangunan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan ruang:
1. Pergerakan udara
2. Suhu udara
3. Kelembaban udara
4. Radiasi
2) Lingkungan thermis
Faktor penting yang berpengaruh dalam perancangan lingkungan panas untuk bangunan
ialah:
a. Batasan minimum dan maksimum dan kenyamanan thermis (thermal comfort) pemakai
bangunan. Misalnya thermal comfort untuk orang Indonesia ialah antara 25,4 – 28,9
derajat Celcius.
b. Gambaran tentang iklim setempat, yaitu suhu udara, kecepatan angin, kelembaban relatif
dan solar radiasi.
c. Prosedur perancangan serta kelakuan fisik dari material bangunan dan sistem konstruksi
bangunan.
Faktor penting yang menentukan respon panas dari bangunan ialah:
1. Kemampuan menyimpan panas dari semua elemen bangunan
2. Kemampuan mengisolasi panas dari semua elemen bangunan
3. Radiasi matahari langsung dan tak langsung
4. Sistem penghawaan
5. Produksi panas dalam ruang, misalnya dari manusia, sistem penerangan.
3) Pengukuran Kenyamanan Thermal
Untuk mengetahui kenyamanan thermal, perlu adanya ukuran pasti terhadap kenyamanan
thermal, yang menjadi patokan terhadap unsur-unsurnya di dalam perancangan arsitektur.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
57
Kenyamanan thermal merupakan aspek alam yang mempengaruhi manusia secara langsung dan
dapat dikendalikan oleh arsitektur/lingkungan binaannya (primer/utama).
Alat-alat ukur yang dipakai untuk mengetahui ET (Effective Temperature)
- Tunggal (thermal comfort meter)
- Parsial
V : Anemometer
MRT : Bola hitam
T : Termometer udara
RH : Termometer/ hygrometer ( termometer sling)
4) Suhu Udara
Suhu udara diukur dengan termometer. Jenis-jenis termometer:
- Termometer air raksa,
- Termometer alkohol
- Termometer elektronis (thermocouple)
Kelebihan dari termometer ini adalah sangat teliti, hingga 50 angka di belakang koma. Kegunaan
thermocouple:
- Mengukur suhu udara
- Mengukur suhu permukaan
- Konduktivitas/Isolasi
- Time fag
- Kapasitas panas tidak langsung
5) Kecepatan Angin
Kecepatan angin adalah perpindahan udara tiap satu satuan waktu. Satuannya: m/dt atau
m/menit. Kecepatan angin berbanding lurus dengan tekanan udara. Kecepatan angin diukur
dengan anemometer. Ada 2 jenis anemometer, yaitu:
- Mekanis – elektronis
Kecepatan angin memicu beda potensial pada anemometer. Alat ini bisa mengevaluasi
pergerakan dan kecepatan angin, serta mengukur kontur kecepatan angin pada denah dan
bagian yang kecepatan anginnya tinggi atau rendah.
6) Kelembaban Udara Relatif
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
58
Disebut relatif karena ditentukan oleh suhu udara, misalnya kelembaban pada suhu 20°C
dengan kandungan air dalam mg/m3, berbeda dengan kelembaban pada 30°C dengan kandungan
air dalam mg/m3. Kandungan air ini sangat tergantung pada suhu udara. Saat suhu udara naik,
kandungan air juga naik.
Alat ukur:
- Higrometer
Panjang pendeknya pengukuran dipengaruhi oleh kandungan air dalam udara (%)
Contoh: 100%, merupakan udara jenuh. Pada suhu tertentu, udara tidak mampu
menerima air lagi (bila diberi air lagi, pasti mengembun). Daerah tropis, angka
kelembabannya 70% – 90%. Pada saat hujan bisa mencapai 100%.
- Termometer sling – Termometer bola basah dan kering
Cara kerja higrometer:
� Penguapan air pada thermometer akan menurunkan suhu (perlu kalor
untuk penguapan). Dengan berkurangnya kalor, suhu akan turun.
� Berdasarkan suhu, dapat diketahui berapa kelembabannya.
Untuk menentukan suhu kenyamanan thermal, diperlukan:
• DBT ( Dry Bulb Temperature )
• WBT ( Wet Bulb Temperature )
• Temperatur bola basah dan kering
Untuk mencari kelembaban dari DBT dan WBT digunakan tabel yang disebut
psychometric chart. Saat radiasi masuk ada faktor GT (masuknya MRT,
digunakan bola hitam /GT)
Untuk menentukan suhu kenyamanan thermal dapat digunakan Nomogram
ET. Dengan menambah kecepatan angin, kelembaban bisa turun, suhu juga
kemungkinan besar turun. Kelembaban udara rendah bisa menurunkan suhu
dengan menambah kecepatan udara bergerak (angin). Pada saat GT tinggi
(temperatur bola hitam tinggi), maka jalan yang bisa ditempuh adalah mengurangi
radiasi misalnya dengan cara membentuk shading dan pepohonan (self shading).
Menurut CC. Webb temperatur nikmat adalah 26o C dan menurut Bedfort
temperatur nikmat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
S = P + 0,25 (tl + ts) + 0,1 X – 0,1 (37,8 – tl) V
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
59
Dimana:
S = angka kenikmatan
P = angka konstanta = 10,6 (untuk tropis lembab/pada musim panas)
tl = suhu udara (o C) (ditempat teduh)
ts = temperatur udara pada pancaran cahaya matahari (oC)
X = kelembaban absolut (g/kg)
V = kecepatan angin (m/detik)
Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat diketahui nilai S (angka kenikmatan)
yang bila bernilai +3 berarti sangat panas, bila S = +2 berarti panas, S = +1 berarti
panas nikmat, dan bila S = 0 berarti nikmat, dan bila S = -1 termasuk dingin, dan
jika nilai S = -2 dikategorikan sangat dingin. Siklus Kenyamanan Thermal dan
Potensi Pendinginan Pasif (Passive Cooling) Pengendalian suhu (ET) secara pasif
/ pendinginan pasif:
1. Suhu udara
Pagi hari tidak terlalu dingin. Malam hari tidak terlalu panas
2. RH (Termometer/ hygrometer)
Pagi hari tidak terlalu lembab, malam hari tidak terlalu lembab, siang
tidak terlalu kering
3. V (kecepatan angin)
Meningkatkan kecepatan angin di pagi/sore hari dan menurunkan
kecepatan angin di siang hari.
7) Potensi Pendinginan Pasif:
- Pada siang hari :
- Suhu udara tidak tinggi (kita berkeringat)
- RH naik/tinggi
- Kecepatan angin tinggi
� Manfaat kecepatan angin tinggi adalah untuk :
- Mengurangi RH dalam bangunan sehingga suhu turun
- Membawa keluar udara panas Pada pagi hari
- V luar tinggi
- RH tinggi
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
60
- T luar rendah
Jendela harus ditutup agar kelembaban udara tidak masuk dan suhu dalam ruangan tidak
keluar. Pendinginan pasif dengan insulasi panas dapat dilakukan dengan cara;
1. Reflective (memantulkan)
2. Resistive (tahan panas)
- Atap merupakan bagian bangunan yang paling banyak menerima radiasi matahari
- Atap sebaiknya bersifat resistive terhadap radiasi matahari
- Atap juga sebaiknya bersifat reflektif terhadap pancaran radiasi panas (bukan cahaya)
3. Capacitive (menyimpan)
Mengatur udara yang masuk (pengendalian thermal) dengan memasukkan udara lewat
pembukaan-pembukaan.
Hal ini dapat dilakukan dengan:
- Menabung panas
- Menunda 15 jam, dari jam 3 sore (paling panas) sampai jam 6 pagi (paling dingin),
dengan bahan yang mampu menunda panas selama 15jam, sehlngga pada pagi hari
menjadi dingin.
Radiasi matahari tertinggi pada pukul 12 siang, tetapi udara dan panas bumi perlu waktu
untuk mengumpulkan panas sekitar 2-3 jam, sehingga bumi terpanas pada pukul 13.00-14.00
(menjadi panas sekali sebab radiasi matahari ditambah dengan udara panas).
8) . Pengaruh Kenyamanan Terhadap Prestasi Kerja
a. Pengaruh suhu udara yang terlalu tinggi.
- Bila suhu lingkungan jauh lebih tinggi di atas suhu tubuh, maka tubuh akan
berkeringat, jika terus menerus akan menyebabkan rasa haus.
- Menurunkan kapasitas dan daya guna kerja serta perubahan denyut nadi (normal:
110/detik).
b. Pengaruh suhu udara terlalu rendah
- Timbulnya rasa dingin (spontanitas)
- cara mengatasi:
• Proses metabolisme dari makanan
• Meningkatkan volume aliran darah untuk memperbanyak pembentukan kalor
• Kontraksi pada otot-otot akibat gerakan-gerakan mengigil
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
61
c. Kelembaban
- Tidak punya efek langsung terhadap tubuh dan prestasi kerja
- Kelembaban rendah. Terjadi penguapan pada selaput kendang, tenggorokan,
mengeringkan kulit rambut.
- Sebaiknya kelembaban berada pada daerah selang 30% – 70%. Kelembaban baik
adalah tidak lebih 60% dan tidak lebih rendah dari 20% dan perubahan tidak
melebihi 20% per jam.
d. Gerakan udara
- Di dalam atau di luar ruangan tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap
tubuh.
- Pengaruh udara terbesar adalah pada proses penguapan keringat.
- Makin cepat aliran udara g makin cepat penguapan keringat, sehingga kulit akan
terasa lebih dingin.
9) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi Udara Luar
a. Radiasi Matahari
- Daerah di sekitar garis khatulistiwa akan memperoleh radiasi matahari lebih besar
dan sering sehingga suhu udara daerah tropis relatif lebih tinggi dibanding daerah
lain.
b. Letak atau Ketinggian Daerah
- Daerah pantai suhu udara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
pegunungan.
c. Kepadatan kota
- Jika sangat padat oleh gedung, jalan, sedikit tanaman atau taman kota g suhu udara
lebih tinggi dibanding kebalikannya.
10) Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi udara dalam bangunan
a) Ketebalan Dinding
- Makin tebal dinding makin kecil pengaruh suhu udara luar terhadap suhu udara di
dalam ruangan.
b) Bahan Bangunan
- Berkaitan dengan konduktivitas thermis (k)
- Jika ‘k’ kecil g menghasilkan kalor konduksi yang kecil pula.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
62
Tabel : II.1. Harga konduktivitas thermis beberapa bahan
Bahan K (Btu/jam oF ft)
Udara diam
Aluminium
Asbestos
Bata: – kerapatan rendah
- Kerapatan tinggi
Beton
Gabus: – bentuk rata
- Bentuk butiran
Besi
Kapuk
Rock wool
Pasir (tergantung campuran dan
pengerasannya)
Kayu: – maple
- Oak
- Pinnus
- Redwood
0,168
123,4
0,040
0,416
0,767
0,029
0,023
29,167
0,020
0,2
0,022
1,000
0,100
0,092
0,070
0,061
Sumber: Data Arsitektur, 1999, Gramedia.
c) Jendela Kaca
- Jenis kaca jendela (bahan, tebal)
- Luas jendela
- Warna kaca
d) Atap Bangunan
- Pada daerah bangunan tropis pengaruh radiasi terbesar terletak pada atap
bangunan.
- Jenis-jenis atap:
a. Atap Dasar
1. Terdapat pada gedung-gedung bertingkat tinggi terbuat dari beton atau sejenis,
dan tergolong pada atap berat.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
63
b. Atap miring
2. Terdapat pada rumah tinggal biasa dengan bahan dari kayu, seng, asbestos,
genting atau aluminium.
Antara atap dan langit-langit terdapat ruang kosong (udara), digolongkan pada atap
ringan.Inti: atap datar menerima radiasi matahari lebih besar dibanding atap miring.
e) Warna
Mempengaruhi suhu dalam ruangan yang disebabkan oleh penyerapan radiasi
matahari. Koefisien penyerapan radiasi (L) makin besar (mendekati: 1) untuk warna
hitam (gelap) dan sebaliknya.
H. Strategi Perencanaan Thermal
H.1. Ventilasi
Lubang yang dibuat pada dinding ruang dapat digunakan untuk ventilasi. Fungsi ventilasi
antara lain:
1. Menjaga kualitas udara di dalam ruangan
2. Menghasilkan kenyamanan penghuninya
3. Mempermudah/memperbesar gerakan udara dalam ruangan.
4. Untuk memperlancar penyaluran kalor dari dalam ruangan ke luar bangunan.
5. Ventilasi pada hakekatnya dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu:
� Ventilasi alamitergantung dari faktor alam: kecepatan angin, tekanan kecepatan
karena gerakan udara atau aliran angin bergerak penempatannya dapat diatur di
bagian bawah dekat lantai atau di bagian atas dekat atau pada langit-langit.
� Ventilasi buatan
- Kegunaan ventilasi
- Kesehatan
- Suatu ruangan yang sehat ialah bila kebutuhan akan O2 dipenuhi dengan
baik, kira-kira 1/5 dari laju metabolismenya.
- Kenyamanan
- Tujuan ventilasi
- Menghembuskan udara dalam ruangan dan mengeluarkan udara yang
sudah terpakai
- Thermal Insulation
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
64
Tipe insulasi berbeda-beda, menurut karakter iklim dan beban panas pada bangunan.
Tipe-tipe tersebut adalah :
1. Reflective : reflector solar radiation
2. Resistive : lapisan convective atau conductive
3. Capasitive : kesenjangan panas dan masa tunggu (waktu tunda)
Letak lapisan insulasi sangat penting artinya dalam proses perambatan panas. Letak
lapisan insulasi seharusnya sedekat mungkin dengan lingkungan luar. Pemakaian lapisan
insulasi pada dinding dan atap perlu diperhatikan. Bila dinding dan atap sudah cukup mampu
menahan, maka lapisan insulasi tidak diperlukan lagi. Jika tetap dipasang insulasi, maka
apabila ada kelebihan panas di dalam, justru kelebihan panasnya terhambat dilepas keluar,
sehingga mengakibatkan suhu naik.
H.2. Pembayangan
Pembayang sinar matahari adalah satu-satunya cara yang efisien untuk mengurangi beban
panas, walaupun rambatan panas juga dapat dikontrol dengan perancangan luas jendela.
Pembayang sinar matahari merupakan usaha pengkondisian thermal dengan menyeleksi sinar
matahari yang masuk ke dalam bangunan dengan menggunakan sun shading (pembayang
matahari). Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pembayangan:
a. Sinar langsung yang membawa panas harus dibayangi
b. Sinar diffuse/tidak langsung/refleksi/terang langit (yang tidak menyilaukan) bila masuk
ke dalam bangunan untuk kebutuhan penerangan alami.
c. Kita perlu mempelajari SBV (Sudut Bayangan Vertikal) dan SBH (Susut Bayangan
Horisontal) Matahari terbit di timur, tenggelam di barat, hanya pada tanggal 21
September dan 21 Maret (panjang siang = panjang malam) atau Equinox.
d. Alat bantu lainnya, Solar Chart (diagram matahari, seperti bola dunia di tengah dan kita
melihat dari atas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan pembayang sinar matahari adalah:
a. Mampu mengontrol hantaran panas
b. Jumlah sinar yang masuk yang diperlukan untuk penerangan alam
c. Silau yang terjadi
d. Waktu penyinaran matahari:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
65
Waktu dimana matahari mencapai titik terjauh di sebelah selatan khatulistiwa 21
Desember. Waktu dimana matahari mencapai titik terjauh di sebelah utara katulistiwa 21
Juni. Waktu matahari mencapai titik kulminasi.Waktu matahari mulai memancarkan
radiasinya yang dianggap sudah mulai panas 08.30 – 09.00 pagi.Waktu matahari telah
mengumpulkan radiasi terbanyak selama sehari (15.00) Sudut pembayangannya sendiri
berubah-rubah pada setiap saat, tergantung pada posisi matahari. Oleh sebab itu, ada tiga
macam pembayangan, yaitu:
1. Pembayangan vertikal
2. Pembayangan horizontal
3. Kombinasi pembayangan vertikal dan horizontal
Tipe yang terakhir adalah tipe yang paling efektif, karena sekaligus dapat menyelesaikan
arah sinar vertikal dan horizontal. Secara diagramatis dapat dilihat pada contoh berikut:
Secara terinci, aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam perancangan pembayang
matahari adalah:
a. Pembayang akan lebih efisien apabila berada di sebelah luar daripada di sebelah dalam
bangunan.
b. Perbedaan efisiensi ini akan lebih nyata apabila pembayang tersebut berwarna gelap.
c. Pembayang luar akan lebih efisien apabila mempunyai warna gelap
d. Pembayang dalam bangunan akan efisien apabila menggunakan warna terang
e. Pemakaian pembayang dalam bangunan akan menyebabkan penambahan panas apabila
menggunakan warna gelap
f. Pembayang matahari sebaiknya dari bahan yang mempunyai kapasitas termis yang
rendah. Maksudnya agar cepat dingin setelah matahari terbenam, sehingga tidak
memberikan rambatan panas ke dalam bangunan. Sebaliknya apabila pembayang
matahari mempunyai kapasitas panas yang tinggi, misalnya beton, panas yang tersimpan
akan dilepaskan dan merambat ke dalam bangunan pada waktu malam hari. Akibatnya
akan menaikkan suhu udara dalam ruangan.
g. Pembayang matahari tidak saja berfungsi menghalangi masuknya radiasi matahari ke
dalam bangunan, namun juga jangan sampai berfungsi sebagai perangkap radiasi
matahari. Apabila radiasi matahari yang terperangkap telah terkumpul cukup, maka
selanjutnya panas sebagian akan merambat ke dalam bangunan. Pembayang matahari
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
66
tidak selalu berupa sirip vertikal atau horizontal, atau keduanya secara bersama-sama,
tetapi ide self shading juga merupakan suatu potensi rancang arsitektur, sehingga bentuk
bangunan lebih bisa memberikan arti.
I. Fungsi dan Konsep Rumah Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat Dengan
Pertimbangan Iklim Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Thermal –
Fokus Rumah Hunia
I.1. Analisa Bentuk yang Mempengaruhi Kenyamanan Thermal Rumah halit/mbol chalit.
Pada bagian ini, akan dicoba untuk menganalisis bentuk arsitektur rumah halit-mbol chalit
yang tercipta dari hasil Wiyon/Wofle untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kenyamanan
thermal yang terjadi.
I.1.a. Lokasi
Penetapan lokasi bangunan adalah salah satu unsur yang perlu mendapat perhatian dalam
konsep wiyon/wofle. Secara arsitektural, lokasi bangunan adalah salah satu faktor yang turut
berperan dalam pencapaian kenyamanan thermal bangunan. Misalnya lokasi didataran rendah
khususnya di daerah pantai kelembaban cukup mendatangkan masalah, disamping dampak-
dampak negatif yang disebabkan tingginya kadar garam. Untuk khusus rumah tinggal suku
Maybrat, Imian, Sawiat, lokasi bangunan cenderung mengikuti garis pantai dan terpencar ke
laut, sebagai konsekwensi dari mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Lagi pula ini telah
menjadi aturan dan sudah membudaya bahwa suku Maybrat, Imian, Sawiat, jauh dari laut karena
merupakan tempat penyelamatan mereka. Disamping itu, basis hunian suku Maybrat, dan Imian,
Sawiat, berada di daratan. Suku Maybrat, Imian, Sawiat, mengenal pola perletakan hunian dalam
tiga kelompok. Di darat dengan orientasi bangunan menghadap ke jalan untuk rumah hunian,
sedangkan untuk bangunan kemah k’wiyon/mbol wofle berorientasi kearah selatan-utara. Lebih
jelasnya dapat dilihat dalam gambar fisual perletakan rumah hunian berikut:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
Dari lokasi perletakan hunian suku
bahwa rumah k’wiyon/mbol wofle
hunian berbeda. Sebagaimana pada gambar, yaitu rumah
rumah yang berada diatas perairan air laut, sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan
angin kencang. Air laut merupakan penyumbang besar terhadap kelembaban yang terjadi.
Disamping itu, angin yang bertiup dari arah laut membawa kadar garam yang sangat tinggi,
sehingga bahan-bahan dari logam mudah berkarat/korosi. Begitu pula dengan rumah dengan
garis datar yang menunjukkan bahwa perletakannya berada di peralihan daratan dan perairan air
laut, juga masih dipengaruhi oleh pasang
korosi/kerusakan bahan logam akibat tingginya kadar garam merupakan konsekwensi yan
diperhatikan untuk mendirikan bangunan diatas perairan air laut maupun di peralihan antara
daratan dan perairan laut. Sedangkan untuk rumah yang perletakannya di wilayah daratan, aman
dari pengaruh pasang surut air laut. Namun kondisi kelembaban ma
Begitu pula dengan kadar garam yang mendatangkan korosi, masih perlu diperhatikan jika
lokasinya masih berada di wilayah pesisir pantai dan masih dijangkaui oleh angin laut.
Sedangkan yang berada di wilayah pegunungan dan jauh
diubahkan. Korosi akibat kadar garam di abaikan.
Gambar: II.11 Lokasi perletakan halit/mbol chalit mengikuti garis pberpencar ke laut. Sumber, Hamah Sagrim,
Laporan KKL II, UWMY 2009
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Dari lokasi perletakan hunian suku Maybrat, Imian, Sawiat, diatas maka
k’wiyon/mbol wofle selamanya berhadapan kea rah selatan-utara, sedangkan rumah
hunian berbeda. Sebagaimana pada gambar, yaitu rumah dengan garis gelombang merupakan
rumah yang berada diatas perairan air laut, sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan
ir laut merupakan penyumbang besar terhadap kelembaban yang terjadi.
Disamping itu, angin yang bertiup dari arah laut membawa kadar garam yang sangat tinggi,
bahan dari logam mudah berkarat/korosi. Begitu pula dengan rumah dengan
yang menunjukkan bahwa perletakannya berada di peralihan daratan dan perairan air
laut, juga masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut dan angin kencang. Kelembaban dan
korosi/kerusakan bahan logam akibat tingginya kadar garam merupakan konsekwensi yan
diperhatikan untuk mendirikan bangunan diatas perairan air laut maupun di peralihan antara
daratan dan perairan laut. Sedangkan untuk rumah yang perletakannya di wilayah daratan, aman
dari pengaruh pasang surut air laut. Namun kondisi kelembaban masih tinggi sekitar 61%
Begitu pula dengan kadar garam yang mendatangkan korosi, masih perlu diperhatikan jika
lokasinya masih berada di wilayah pesisir pantai dan masih dijangkaui oleh angin laut.
Sedangkan yang berada di wilayah pegunungan dan jauh dari air laut dan angin laut telah
diubahkan. Korosi akibat kadar garam di abaikan.
erletakan tiap rumah garis pantai dan Hamah Sagrim,
Laporan KKL II, UWMY 2009
Gambar: II.12. Arah perletakan kemah k’wiyon/mbol wofle dengan arah ke selatan
berdasarkan budaya w(Sumber, Analisis Peneliti, 2011).
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
67
maka, dapat dikatakan
utara, sedangkan rumah
dengan garis gelombang merupakan
rumah yang berada diatas perairan air laut, sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan
ir laut merupakan penyumbang besar terhadap kelembaban yang terjadi.
Disamping itu, angin yang bertiup dari arah laut membawa kadar garam yang sangat tinggi,
bahan dari logam mudah berkarat/korosi. Begitu pula dengan rumah dengan
yang menunjukkan bahwa perletakannya berada di peralihan daratan dan perairan air
surut air laut dan angin kencang. Kelembaban dan
korosi/kerusakan bahan logam akibat tingginya kadar garam merupakan konsekwensi yang harus
diperhatikan untuk mendirikan bangunan diatas perairan air laut maupun di peralihan antara
daratan dan perairan laut. Sedangkan untuk rumah yang perletakannya di wilayah daratan, aman
sih tinggi sekitar 61% - 95%.
Begitu pula dengan kadar garam yang mendatangkan korosi, masih perlu diperhatikan jika
lokasinya masih berada di wilayah pesisir pantai dan masih dijangkaui oleh angin laut.
dari air laut dan angin laut telah
12. Arah perletakan kemah engan arah ke selatan-utara,
berdasarkan budaya wiyon/wofle. (Sumber, Analisis Peneliti, 2011).
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
68
I.1.b. Orientasi
Orientasi bangunan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan
kenyamanan thermal dalam bangunan. Pengaruh sinar matahari dan angin merupakan dua hal
yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan orientasi bangunan yang akan direncanakan.
Namun untuk kasus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, orientasi bangun huniannya
tidak merupakan pengejawantahan dari hal-hal yang cenderung bersifat mistis. Namun secara
etika sosial yang terjadi, bagi suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa secara
terhormat bangunan harus menghadap ke jalan. Dilarang atau tidak terhormat membelakangi
jalan karena dianggap sombong dan kurang sopan atau tidak terhormat. Untuk itu, jalan yang
berfungsi sebagai sarana penghubung (kontak sosial) secara tidak langsung juga berpengaruh
terhadap orientasi bangunan. Begitu pula dengan bangunan yang berhubungan langsung dengan
air laut, memiliki larangan mistis, bahwa bangunan harus menghadap ke laut, karena laut
dipercaya sebagai tempat yang memberi penyelamatan. Sebagaimana kepercayaan mereka
bahwa daratan keras/jahat, dan laut lembut/baik.
Dari uraian diatas bahwa ternyata unsur iklim tidak menjadi pertimbangan dalam
penentuan orientasi bangunan, bahkan arah angin dan posisi lintasan matahari bukan merupakan
hal yang penting. Jadi rumah-rumah yang sisi panjang bangunannya tegak lurus dengan arah
angin, dan sisi pendek ditempatkan pada arah timur dan barat yang diketahui sebagai sisi yang
secara tidak disadari turut mewujudkan kenyamanan thermal yang diperlukan.
Gambar: II.13. Posisi Pertapakan Rumah Terhadap Orientasi Matahari dan Arah Angin
Sumber, Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY, 2009
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
69
I.1.c. Bentuk dan Denah
Suku Maybrat, Imian, Sawiat, mempunyai ukuran-ukuran tersendiri dalam menentukan
bentuk bangunan. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam menempatkan tinggi, lebar, panjang,
dipakai dasar ukuran jengkalan jari disesuaikan dengan panjang kayu yang digunakan untuk
memperoleh ukuran yang serasi, yaitu berupa depan, hasta, siku dan jengkal. Depan adalah
panjang ujung tangan kiri ke ujung tangan kanan jika direntangkan. Hasta adalah panjang dari
ujutng tangan ke ujung pangkal bahu atau sebaliknya. Siku adalah panjang dari ujung tangan ke
siku. Jengkal adalah panjang dari ujung jari ke ujung tengah ujung ibu jari jika tangan
dilebarkan.
Ukuran-ukuran tiap rumah halit/mbol chalit adalah sebagai berikut:
a. Jumlah tiang ke arah memanjang 6 buah, ke arah lebar 4 buah pada bagian teras dan
badan rumah. Jarak antara tiang-tiang menurut pengukuran 2,6 m ke arah memanjang dan
2 m ke arah melebar. Sulit menentukan berapa ukuran depan, hasta, siku atau jengkalnya
secara pasti setiap orang mempunyai ukuran yang berbeda-beda sesuai jengkalan jari
tangannya, lagipula tukang yang membangunnya sudah tidak ada lagi. Untuk ukuran arah
vertikal, tinggi kaki 5-6 m untuk tumpuan kolom pada tanah, sedangkan 9-10 m untuk
tumpuan di atas pohon, tinggi badan rumah berfariasi dari 1,70 m, 3,50 m, 2 m, tinggi
kepala 1,90 m.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa bentuk denah yang tercipta dari hasil ukuran-
ukuran tersebut adalah suatu bentuk denah yang pipih, sehingga memungkinkan untuk
diterapkan sistem cross ventilation dan pemanfaatan cahaya matahari kedalam bangunan. Bentuk
seperti ini sangat cocok diterapkan pada daerah tropis lembab, khususnya di wilayah pesisir
pantai sekitar Teminabuan, Inanwatan, Werisar dan sekitar perkampungan dipesisir pantai
lainnya yang kondisi kelembabannya sangat tinggi, seperti di perairan pantai sekitar Sorong
Selatan.
Bentuk rumah bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, harus memiliki tiga syarat, baik bentuk ke
arah vertikal maupun bentuk ke arah horizontal sesuai dengan aturan budaya wiyon/wofle. Arah
vertikal ditandai dengan hafot/sur (kaki), kriras (badan), dan timanaf (kepala). Arah horizontal
ditandai dengan isit (teras), samu tkah (badan rumah), dan ohat (tungku api/dapur). Syarat ini
masing-masing mempunyai arti dan fungsi tersendiri, yaitu hafot/sur (kaki) merupakan bagian
kotor yang dikelilingi oleh makhluk-makhluk jahat sehingga harus di tinggikan. Hal ini tentunya
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
70
bermanfaat untuk mengatasi kelembaban yang terjadi dibawah kolong rumah dan juga
bermanfaat untuk mengantisipasi luapan pasang surut air laut untuk bangunan di perairan laut.
Sumanaf (kepala) yang dilambangkan sebagai yang maha tinggi, suci, serta dipercaya sebagai
tempat makhluk halus. Tentunya keadaan seperti ini sangat baik untuk mengusir panas yang ada
didalam ruang. Samu tkah (badan rumah) yang posisinya ditengah diapit oleh isit (teras), dari
arah horizontal, hafot/sur (kaki) dan timanaf (atap) dari arah vertikal. Hal ini tentunya baik untuk
melindungi ruang aktivitas keluarga dari sinar matahari langsung, hujan, dan pasang surut air
laut. Disamping inti pengetahuan tentang kisaran pasang surut tercermin dari ketinggian lantai
dengan menentukan sekisar 1,5 – 2 m. Lantai yang ditinggikan dapat memberikan jalan untuk
pergerakan udara bawah lantai. Hal ini merupakan solusi yang baik untuk mengatasi
kelembaban. Bentuk rumah halit-mbol chalit dan kaitannya dengan kenyamanan thermal, dapat
diuraikan sebagai berikut:
Rumah halit-mbol chalit merupakan rumah yang berbentuk panggung yang memiliki kaki,
badan dan kepala sebagai konsekwensi dari aturan budaya wiyon/wofle. Tinggi kaki/kolong
berukuran tinggi sekitar 1,70 m keatas dari permukaan tanah. Kondisi ini memungkinkan untuk
mengatasi kelembaban yang terjadi dibawah lantai. Untuk lebih jelasnya dapt dilihat pada
gambar berikut:
Gambar: II.14 Rumah Halit/Mbol Chalit Berdasarkan Budaya Wiyon/Wofle
Sumber, Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY 2009
I.1.d. Bukaan-bukaan (Sistem Penghawaan)
Bukaan-bukaan sangat penting peranannya untuk mendapat penghawaan dalam bangunan.
Sistem penghawaan perlu diperhatikan untuk menciptakan kenyamanan dalam bangunan,
terutama pada bangunan rumah tinggal yang menggunakan sistem pendinginan pasif.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
71
Sistem penghawaan untuk pendingin positif perlu diperhatikan: orientasi jendela, dimensi
jendela, disain sistem daun jendela, dan waktu pembukaan jendela. Untuk kasus penghawaan
rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, dapat dilihat contoh rumah halit-mbol chalit
berikut:
a. Sistem penghawaan pada rumah halit-mbol chalit yang berada di sisi timur dan barat,
terdiri dari jendela, bukaan keluar yang terbuat dari kulit kayu dan kaca bening, ventilasi
dan kisi-kisi kayu, bukaan pintu dan kisi-kisi kayu pada batasan atas kearah atap dan
kebawah. Ini tidak searah dengan jalur angin, padahal arah angin dari utara. Jadi posisi
bukaan sejajar arah angin. Hal ini tentunya kurang menguntungkan apabila tidak
ditangani dengan sempurna. Pengontrolan dan pembelokan arah angin ke bangunan
sangat diperlukan supaya ventilasi silang atap tetap terjadi. Yang menguntungkan pada
rumah ini adalah ventilasi atap, yaitu kisi-kisi sisa kayu diantara dinding dan atap yang
tidak ditutup dan bukaan sekitar 50,20% dari luas dinding pada sisi utara atau tegak lurus
arah datangnya angin. Namun kondisi ini belum mampu menghapus panas untuk
menurunkan temperatur dalam, khususnya sekitar jam 10.00 siang sampai jam 16.00
sore, sehingga kondisi dalam ruang masih berada dalam kondisi hangat yaitu sekitar 28°C
– 30,2°C.
b. Sistem penghawaan pada rumah yang berdiri pada sisi utara dan selatan terdiri dari
jendela, ventilasi dari kisi-kisi kayu. Orientasi bukaan terbesar berada di sisi utara dan
selatan. Hal ini tentunya sangat menguntungkan karena arah angin terbesar pada daerah
ini adalah dari utara, jadi memungkinkan adanya ventilasi silang. Disamping itu,
didukung dengan bukaan sekitar 40,80% dari luas dinding. Namun kondisinya seperti
halnya dengan rumah yang posisi timur dan barat, belum mampu menghapus panas untuk
menurunkan temperatur dalam kasusnya sekitar jam 10.00 siang sampai jam 16.00 sore.
Sehingga kondisi dalam ruang masih berada dalam kondisi hangat, yaitu sekitar 28°C –
29,5°C.
I.1.e. Atap dan Dinding
Atap dan dinding adalah unsur yang harus diperhatikan untuk melindungi bangunan dari
alam luar. Atap merupakan elemen yang paling banyak menerima radiasi matahari secara
langsung. Untuk itu perlu adanya usaha penyekatan untuk mengurangi pengaruh matahari
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
72
terhadap ruang bawahnya. Atap bangunan selain berfungsi sebagai pelindung terhadap
kebasahan/kelembaban dan hempasan.
Untuk kasus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, atap selain berfungsi untuk
melindungi bangunan dan panas matahari dan kebasahan hujan, atap juga berpengaruh terhadap
kebiasaan mereka, terutama bagi yang berada disekitar laut selalu memanfaatkan atap untuk
menampung air hujan untuk keperluan minum sehari-hari. Untuk itu kemiringan atap pada
rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, rata-rata 30° - 45°. Kemiringan ini tentu saja dapat
merupakan solusi yang baik untuk mempercepat turunnya air hujan dari atap, sehingga dapat
mengurangi kebocoran dan pembusukan pada bahan atap, disamping dapat mengurangi
kelembaban yang datang dari atap. Kemiringan atap juga berpengaruh terhadap besarnya panas
yang diterima. Sebagaimana yang dikatakan Zokolay (1981) bahwa atap datar lebih besar 50%
menerima panas matahari daripada atap miring.
Disamping atap bangunan, dinding juga perlu mendapat perhatian untuk menciptakan kondisi
nyaman dalam bangunan. Dinding yang baik harus senantiasa menjadi pelindung terhadap
radiasi matahari, pelindung terhadap hempasan hujan dan kelembaban dan pelindung terhadap
arus angin luar, serta harus senantiasa memelihara suhu yang diminta di dalam ruang.
Untuk mengurangi besarnya pengaruh radiasi pada bangunan maka dinding harus dibayangi
dan dihindari dari sinar matahari dan dihindari dari sinar matahari langsung. Disamping itu,
bahan dinding sebaiknya mempunyai time lag yang besar namun kerapatan dinding harus diatur
agar tetap memiliki bagian-bagian yang berlubang sebagai ventilasi alami.
Untuk khusus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, bahan dinding terdiri atas
beberapa bahan utama, yaitu Kulit kayu, Papan kayu, gaba-gaba/pelepah sago, dedaunan. Namun
yang masih digunakan hingga sekarang adalah papan kayu yang mempunyai time lag yang kecil,
sehingga panas yang ada langsung diterima dan dipancarkan.
Temperatur ruang luar dan ruang dalam tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Untuk
itu, dinding dan bukaan-bukaan baru senantiasa dilindungi dari sinar matahari.
I.1.f. Overstek
Overstek atau pelindung seperti yang diuraikan didepan sangat besar peranannya untuk
menciptakan kenyamanan dalam bangunan. Overstek yang lebar dan sudut jatuh atap yang
begitu memanjang hingga badan bangunan sangat dibutuhkan untuk menghambat sinar matahari
yang masuk kedalam ruang secara langsung, memberi bayangan peneduh dan melindungi hujan.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
73
Untuk kasus rumah tinggal Maybrat, Imian, Sawiat, overstek atau pelindung sangat
dibutuhkan seperti sisi bangunan. Hal ini tentunya untuk melindungai dinding terutama dari sinar
matahari langsung, mengingat bahan dinding yang digunakan dari papan dan kayu dengan time
lag yang kecil. Namun kenyataan penggunaan overstek/pelindung pada rumah halit-mbol chalit
yang diteliti hanya bagian depan dan belakang yang mendapat perlindungan overstek, sedangkan
bagian sisi kiri dan kanan tidak, atau hanya menggunakan panjangnya ukuran jatuh atap yang
hingga menutup paruh dinding bagian atas. Ukurannya sekitar 80-100 cm.
I.1.g. Material dan Warna
Material dan warna yang digunakan pada bangunan juga perlu mendapat perhatian, karena
kedua unsur ini sangat berpengaruh terhadap penambahan panas di dalam bangunan. Color can
influence of heat absorbed by the building surface that effect internal temperature. Jika
pendinginan fakor utama pada perencanaan bangunan, maka kombinasi bidang dengan warna-
warna muda dan dinding yang mampu melawan panas perlu diperhatikan.
Untuk kasus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, penggunaan material dan warna
pada atap, dinding dan lantanya dapat diuraikan sebagai berikut:
� Atap
Roof design is the result of geographical condition, climate is the reason for the “slope”,
while the local soil conditions explain the choise of certain “materials”. Pengertian ini
sangat relevan bila melihat kondisi tanah yang sangat lemah daya dukungnya, berupa tanah
lempung dan tanah lumpur sehingga pemilihan material atap bangunan sangat dipengaruhi
oleh daya dukung tanah. Penggunaan material atap dipermukiman kampung Maybrat, Imian,
Sawiat, hanya dijumpai dua jenis, yaitu atap daun dan atap seng. Penggunaan atap daun bagi
suku Maybrat, Imian, Sawiat, didasarkan pada faktor ekonomi dalam ukuran sekarang ini,
namun merupakan bahan utama pada zaman lampau (prasejarah). Namun perlu diketahui
bahwa penggunaan atap daun sangat baik untuk meredam pengaruh radiasi matahari karena
tidak menyerap panas, pengudaraan baik, dan warnanya pun merupakan warna alami. Atap
daun ini dapat merefleksi panas antara 20% -23%. Kekurangan/kendala penggunaan atap
daun yaitu, atap ini berongga sehingga mudah mengundang cendawan, lumut, serangga, dan
hama lain yang tidak menyedapkan, bahkan sering berbahaya. Atap ini juga mudah untuk
terbakar. Namun untuk pencegahan terhadap hama dan lain-lain dapat diatasi dengan
pengawetan atau difusi dengan cara mengawetkannya dibawah sinar matahari selama 1-2
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
74
bulan tergantung kekuatan bahan yang diawetkan, yang mana jika terlihat pada bentuknya
jika sudah awet baru difungsikan. Namun untuk penduduk yang berada di pesisir air laut,
biasanya mengawetkan dengan menggunakan air garam, dan sinar matahari, hal ini tentunya
menguntungkan untuk penggunaan atap daun. Tapi disisi lain penggunaan atap seng tentu
saja air garam menjadi musuh dan sangat bertolak belakang, karena dapat menyebabkan
korosi sehingga mudah bocor. Penggunaan atap seng bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat,
disamping karena pertimbangan konstruksi modern dan ringan juga terhadap kebiasaan
menampung air hujan, terutama mereka yang berada di air laut. Air hujan dari cucuran atap
seng lebih jernih dan lebih bersih dibanding atap daun. Atap seng dapat merefleksi panas
90% - 70% akibat radiasi matahari. Pada rumah tingga suku Maybrat, Imian, Sawiat, atap
seng rata-rata tidak diberi warna. Warna ini dapat merefleksi panas sekitar 40% - 35%
walaupun demikian penggunaan material ini cepat menjadi panas, sehingga berpengaruh
pada kondisi comfort di dalam ruangan. Untuk itu, guna dapat mengantisipasinya dengan
pasangan plafond dan bukaan jendela yang cukup. Disamping itu, di sisi bawah atap seng
mudah menjadi kondensasi khususnya dipagi hari. Untuk itu, konstruksi kayu yang berada
dibawahnya harus terlindungi benar dari kelembaban. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian
cat atau ter dan harus bisa bernafas, artinya hawa udara senantiasa mengalir berputar
dibawahnya. Pada rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, dapat dikatakan telah
merespon terhadap kondisi ini, dapat dilihat pada pemasangan kisi-kisi kayu yang
memungkinkan terjadinya pengalihan udara.
� Dinding
Material dinding yang digunakan pada rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat,
umumnya dari Papan Kayu, dan ada yang diberi cat/warna, ada yang memanfaatkan warna
alami kayu, sehingga permukiman kampung nampak ramai dengan warna-warni. Pemilihan
material kayu untuk bahan dinding didasarkan pada pengetahuan warga tentang lingkungan
alamnya, yaitu mereka cenderung memilih kayu yang permukaannya kasar dengan jenis-jenis
kayu tertentu yang sudah dikenal semenjak temurun yang digolongkan sebagai kayu yang
kuat. Dari rumah yang diteliti, hampir keseluruhan rumah hunian suku Maybrat, Imian,
Sawiat, menggunakan jenis kayu yang sama, yaitu kayu besi (ataf), Matoa, dan kayu ulin
yang dianggap berkualitas baik. Materi kayu mempunyai kemampuan pemantulan sekitar
60% - 40% tahan terhadap angin, hujan dan mempunyai kemampuan pengisolasian panas
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
75
sedang, serta tingkat penyerapan sekitar 40% - 60% apabila dengan perawatan yang baik dan
konstruksi yang tepat.
Penggunaan warna bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, didasarkan pada pengetahuan
tentang tingginya kelembaban di lingkungan dengan mengikuti pola yang dilakukan oleh
orang Hindia Belanda terdahulu dan juga tentunya untuk memberi nilai estetika. Menurut
pengalaman mereka bahwa dengan memberi warna atau cat pada dinding, lebih dapat
bertahan terhadap basah/lembab daripada tidak sama sekali. Pemakaian cat pada dinding tiap
rumah halit-mbol chalit, semuanya memakai warna yang memiliki daya serap sekitar 20% -
60% atau daya pantul 80% - 35%. Hal ini tentunya dapat membantu untuk mengurangi
perolehan panas dalam bangunan.
� Lantai
Penggunaan material lantai sama dengan dinding, yaitu yang memilih material kayu yang
permukaannya licin. Terhadap pertimbangan pengaruh iklim, pemakaian lantai kayu sangat
mereduksi panas, lagi pula lantai kayu hangat untuk malam hari yang begitu dingin.
Sedangkan kelembaban yang timbul akibat penguapan air di kolong lantai disiasati dengan
konstruksi panggung tanpa penutup kolong, sehingga dapat mengalir dengan baik.
I.2. Pola Penataan Hunian
Pola penataan Hunian permukiman ini boleh dikatakan masih semrawut dan tidak teratur.
Hanya barisan depan menghadap jalan yang berbaris rapi, sedangkan hunian lainnya bersebaran
ke arah laut dan hutan tanpa keteraturan. Pola penataan hunian dikampung agaknya menyimpang
dari teori bahwa untuk daerah panas lembab, pola penataan bangunan yang teratur dalam bentuk
grid dan dengan pola jalan yang saling memotong tegak lurus dengan bangunan sebagai
pembatas tepi akan sangat sesuai, dengan pola yang dimanfaatkan untuk ventilasi dalam
bangunan dan diharapkan menjadi lancar (Gideon S Golony, 1995).
I.2.a. Faktor – faktor Iklim Tropis yang Mempengaruhi Keny amanan Thermal Dalam
Ruang.
Penelitian mengenai kenyamanan thermal baik dari Szokolay (1980), Egan (1975), maupun
dari Santoso (1986), tidak disepakati suatu besaran kenyamanan yang sama. Kenyamanan
thermal tidak dapat diartikan sebagai suatu besaran tetap, tetapi merupakan ambang batas relatif
yang menunjukkan bahwa kondisi iklim tertentu, lingkungan sekitar, jenis kelamin, kelompok
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
usia, aktifitas dan lain sebagainya. Hal ini diperjelas dengan memperhatikan faktor
mendukung kenyamanan thermal adalah
FAKTOR FISIOLOGI
Makanan Ras Bangsa Umur Jenis Kelamin Kondisi Tubuh Situasi lingkungan
Sumber: Analisis Peneliti, 2011
Kehilangan panas pada manusia disebabkan oleh
Konveksi sekitar 40%, evaporasi 20%, radiasi matahari sekitar 40% dan konduksi biasanya
memberi kontribusi sangat kecil. Jumlah kehilangan panas ini akan menentukan respon
seseorang terhadap lingkungan sekitarnya, s
thermal yang mana didukung oleh : temperatur udara, radiasi penggerakan udara, dan
kelembaban relatif. Kombinasi dan faktor
kenyamanan thermal tertentu. Untuk lebih jelas
Gambar: II.1 Sumber:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
usia, aktifitas dan lain sebagainya. Hal ini diperjelas dengan memperhatikan faktor
mendukung kenyamanan thermal adalah sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel: II.2. Faktor – Faktor Kenyamanan Thermal
FAKTOR FISIOLOGI
FAKTOR PERANTARA
FAKTORFISIK
Pakaian Temperature UdaraAktivitas Temperature dinding
Penyesuaian Kelembaban Musim Gerakan udara
Jumlah penghuni Tekanan Udara Situasi lingkungan Psiko factor Komposisi Udara
Listrik Udara Pengaruh Akustik Pengaruh Mata
Sumber: Analisis Peneliti, 2011
Kehilangan panas pada manusia disebabkan oleh konveksi kondisi, evaporasi dan radiasi.
Konveksi sekitar 40%, evaporasi 20%, radiasi matahari sekitar 40% dan konduksi biasanya
memberi kontribusi sangat kecil. Jumlah kehilangan panas ini akan menentukan respon
seseorang terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga ia akan mampu merasakan kenyamanan
thermal yang mana didukung oleh : temperatur udara, radiasi penggerakan udara, dan
kelembaban relatif. Kombinasi dan faktor – faktor ini akan menghasilkan suatu nilai
kenyamanan thermal tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut:
Gambar: II.15. Diagram faktor – faktor kenyamanan thermalSumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY- 2009
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
76
usia, aktifitas dan lain sebagainya. Hal ini diperjelas dengan memperhatikan faktor – faktor yang
FAKTOR
Temperature Udara Temperature dinding
Komposisi Udara
Pengaruh Akustik
konveksi kondisi, evaporasi dan radiasi.
Konveksi sekitar 40%, evaporasi 20%, radiasi matahari sekitar 40% dan konduksi biasanya
memberi kontribusi sangat kecil. Jumlah kehilangan panas ini akan menentukan respon
ehingga ia akan mampu merasakan kenyamanan
thermal yang mana didukung oleh : temperatur udara, radiasi penggerakan udara, dan
faktor ini akan menghasilkan suatu nilai
nya dapat dilihat pada diagram berikut:
hermal 2009
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
77
Elemen – Elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan thermal adalah :
I.2.b. Radiasi (Radiation)
Kenyamanan radiasi (thermal comfort) merupakan hal penting dalam menciptakan suatu
kenyamanan dalam ruang. Walau hal ini tergantung pada Radiasi matahari (sun rise).
I.2.c. Temperatur Udara (Air Temperature)
kenyamanan temperatur (thermal comfortable) juga merupakan suatu hal penting dalam
menciptakan suatu kenyamanan di dalam ruang, walau hal ini tergantung dari perasaan pada
bagian subjektif (subjective veeling state) dan perasaan kenyamanan (convortable veeling)
namun ini harus tetap diusahakan agar dapat tercipta, karena walaupun bagaimana manusia
mempunyai kemampuan adaptasi yang terbatas, dan bila hal ini terlampaui maka bisa
mengakibatkan gangguan. Penyelesaian dari masalah ini kaitannya sangat erat dengan faktor
– faktor kenyamanan lainnya sehingga tidak dapat dipisahkan.
Sesungguhnya sangat sukar sekali dalam menentukan ukuran – ukuran kenikmatan secara
tepat oleh karena kombinasi dan pergerakan udara dengan kecepatan 4,57m -7,63m /menit,
suhu udara 20,4°C dan kelembaban 20% - 70%, dan kecepatan pergerakan udara sama
seperti disebutkan di atas. Kombinasi temperature udara, kelembaban, dan kecepatan angin
yang membentuk temperatur nyaman pada saat tersebut di katakan sebagai temperatur
efektif. Lihat tabel beikut:
Gambar : II.16. Diagram Kenyamanan, Menurut Olgyay (Sumber, Lippsmeier, 1994) Dikomposisikan oleh Penulis
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
78
I.2.d. Kelembaban dan Curah Hujan (Evaporate and Rain)
Kelembaban udara dapat mengalami fluktuasi yang tinggi, sangat tergantung terutama
pada perubahan temperatur udara. Semakin tinggi temperatur, semakin tinggi pula
kemampuan udara menyerap air. Kelembaban relatif menunjukkan perbandingan antara
tekanan uap air yang ada terhadap tekanan uap air maksimum yang mungkin dalam kondisi
temperatur udara tertentu yang dinyatakan dalam porsen. Udara yang telah jenuh tidak dapat
menyerap air lagi karena tekanan air maksimum telah tercapai. Sedangkan kelembaban
absolut adalah kadar air dari udara yang dinyatakan dalam garam per kilogram udara kering,
dengan cara mengukur tekanan yang ada pada udara dalam kilo pascal (Kpa) atau disebut
juga tekanan uap air.
Kelembaban udara yang nikmat untuk tubuh berkisar 40 – 70%. Padahal tempat – tempat
seperti ditepi pantai, berkisar 80%-98%. Untuk itu diperlukan pengembangan lain demi rasa
comfort tubuh. Dengan kata lain proses penguapan harus dipercepat. Jika kelembaban udara
sudah jenuh, maka tubuh kita tidak bisa menguapkan keringat lagi. Khusus yang tinggal di
daerah pantai harus diingat bahwa angin laut selain membawa kelembaban, jug membawa
kadar garam yang tinggi, yang menyusup dan merusak bahan – bahan logam dimana – mana.
Pengaturan kelembaban dalam ruang juga sangat penting karena kelembaban ruangan
yang tinggi dapat menyebabkan penggemburan permukaan kaca pada musim dingin dan
kelembaban rendah dapat mengakibatkan masalah listrik statis. Di daerah iklim tropis yang
bercurah hujan tinggi, faktor kelembaban harus mendapat perhatian. Kelembaban dapat
membawa bahaya dan kerugian – kerugian. Mengakibatkan dinding – dinding menjadi basah
yang mana bisa mengurangi daya isolasi kalor, sedangkan penguapan kebasahan dinding juga
membuat ruang menjadi dingin, menambah kadar uap air didalamnya. Itu semua mendorong
uap air dalam ruangan untuk berkondensasi. Kelembaban yang tidak ditiup pergi oleh angin
dapat menjadi penyebab ketidaknyamanan di dalam ruang.
Pada kenyataannya orang dipantai tidak terlalu merasa kesal terhadap suhu. Yang paling
dirasakan sebagai penyebab ketidak enakan bukan suhu udara yang terutama, melainkan
kelembaban. Selain itu kelembaban dapat menimbulkan pembusukan pada kayu, pengkaratan
logam – logam.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
79
Gambar: II.17. Diagram psikometerik, menurut lippsmeier (Sumber, Lippsmeier, 1994 ) Dikomposisikan Oleh Penulis
I.2.e. Pergerakan Udara (Air wave)
Penggerakan udara terjadi karena disebabkan oleh pemanasan lapisan – lapisan yang
berbeda – beda. Angin yang diinginkan, angin lokal, sepoi – sepoi yang memperbaiki iklim
makro, angin yang memiliki gerakan kuat tidak diharapkan sehingga pemecahan harus
diberikan. Gerakan udara didekat permukaan tanah dapat bersifat sangat berbahaya dengan
gerakan di tempat yang tinggi. Semakin kasar permukaan yang dilalui, semakin tebal lapisan
udara.
Arah angin sangat menentukan orientasi bangunan. Di daerah lembab diperlukan
sirkulasi udara yang terus – menerus. Di daerah tropika basah, dinding – dinding luas sebuah
bangunan terbuka untuk sirkulasi udara lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk
pencahayaan. Sedangkan perbandingan untuk kecepatan angin, dan akibat serta pengaruh
yang ditimbulkan pada manusia di lingkungannya. Lihat tabel :
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
80
Tabel: II.3. Perbandingan Untuk Kecepatan Angin, Dan Akibat Serta Pengaruh Yang Ditimbulkan Pada Manusia Di
Lingkungannya
Beufort Indikasi / Gejala Kecepatan(kmph)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Asap berhembus vertical Arah angin tampak dari serabut lepas dari asap, belum dari kepulan Asap yang condong menuju arah angin. Angin terasa diwajah, menimbulkan desiran, kepulan asap condong Menuju arah angin. Ranting – ranting kecil dan dedaunan bergerak terus, angin bisa meningkatkan kibaran bendera Angin menghamburkan debu dab kertas, menggerakkan gerakan dahan- dahan kecil Angin menggoyangkan pepohonan kecil, terjadi riak – riak kecil ombak / gelombang Bergoyangnya dahan besar, timbulnya bunyi kabel telegraph bersinggungan akibat tertiup angin, paying terbuka sulit dikuasai Seluruh pepohonan bergoyang, gangguan melawan angin dirasakan oleh pejalan kaki Ranting pohon patah, kepayahan pejalan kaki di jalan Pepohonan bertumbangan, timbulnya kerusakan kecil pada bangunan, genteng – genteng bangunan mulai beterbangan. Terjadinya kerusakan lebih parah pada konstruksi bangunan, pohon – pohon ambruk Terjadinya kerusakan/malapetaka yang lebih luas Angin ribut / badai tofan
Kurang dari 1.5
Sumber: Analisis Peneliti, 2011 Untuk bangunan di daratan yang berdataran tinggi, harus memperhatikan sifat angin yang
kadang – kadang kencang dan hal ini perlu dihindari. Jadi kecuali mempelajari cepat dan
lembabnya gerakan angin di suatu daerah, dan sangat perlu juga diketahui arah angin
setempat.
Untuk daerah panas lembab, pola penataan bangunan teratur dalam bentuk grid dengan
pola jalan yang saling memotong tegak lurus, namun di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat,
menggunakan pola linear, yang mana penataan bangunan mengikuti alur gunung, sungai dan
pantai.
I.2.f. Mendefinisikan Kembali Arsitektur Tropis di Indones ia
Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam/iklim
tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
81
manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula.
Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual
yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu
udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi
rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat
ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan,
diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasi dan diubah
menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.
Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim
dalam (bangunan) yang sesuai ini seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus,
manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam
bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan
udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.
Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam
bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk
memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas
manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang
kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidak
atau karena aturan membangun setempat kerap melakukan tindakan yang benar. Karya
arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan
permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap
yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga
panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar.
Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis
setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan
sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain
diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern
(post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur
teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekon.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
82
Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat
tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim
merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di
manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap
ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi
warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-
embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut
arsitektur moderen. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentu yang antara lain
menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasi diklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke
dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur Pasca-modern, moderen baru dan
dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-
tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi
masalah iklim tersebut.
Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini
sepadan dengan julukan bagi arsitektur moderen, moderen baru dan dekonstruksi. Jenis yang
disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki
ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur
yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.
Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan
arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur
sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-moderen, dekonstruksi ataupun High-
Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun
berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup
mengatasi problematik iklim tropis, hujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif
tinggi, kelembaban yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif
rendah sehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman
ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya
mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu
menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain
yang tepat.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
83
Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana
arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja
sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi
kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman
semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk'
atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang
yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembaban relatif tidak terlalu tinggi,
pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan
terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur
tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam
unit derajat Celcius); fluktuasi kelembaban (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit
lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk
bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam
bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan
kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.
Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di
Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan,
didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam
bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'.
Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan
berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka
yang mendalami persoalan iklim dalam arsitektur mengatakan bahwa persoalan yang
cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan) akan dapat
memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap
ahli dalam bidang arsitektur tropis Koenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan
Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu
sejarah atau teori arsitektur.
Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat
dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampur adukkan dengan pengertian
'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara
tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
84
dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut.
Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional
Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan ini yang sebetulnya
tidak seluruhnya benar pembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali dan dari
sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni
kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori
arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan
arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di
seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga
pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.
Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur
tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa saja dan
tidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan
persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan
kelembapan tinggi.
I.2.g. Analisis Pengaruh Iklim Terhadap Kenyamanan Thermal Rumah halit-mbol
chalit
Bentuk arsitektur rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang tercipta berdasarkan
budaya Wiyon/Wofle ternyata juga tidak lepas dari pertimbangan – pertimbangan kondisi iklim
lingkungannya. Dengan demikian bahwa, rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang
tercipta dari hasil budaya Wiyon/Wofle mampu mengantisipasi iklim untuk mencapai
kenyamanan thermal dalam bangunannya, sebagai berikut:
1) Pengaruh Sinar Matahari
Secara umum, sinar matahari dapat memberikan pengaruh baik, karena cahaya matahari
dapat digunakan sebagai pencahayaan alami. Namun, sinar matahari terutama sinar matahari
langsung, mengandung panas yang dapat mempengaruhi kenyamanan, untuk itu masuknya
panas kedalam bangunan perlu dihindari.
Letak georafis Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Sorong Selatan (Suku Maybrat, Imian,
Sawiat) pada daerah khatulistiwa berada pada posisi 131° 42¹ 0”BT - 132° 58¹ 12”BT dan 0°
55¹ 22” LS - 2° 17¹ 24” LS. Luas Kabupaten Maybrat, Penulis masih menggunakan luasan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
85
Kabupaten Sorong Selatan karena perhitungan luasan wilayah Kabupaten Maybrat belum
ada, yaitu luasnya sekitar 1.321.189,39 ha (berdasarkan peta). Berdasarkan Penelitian kami
menunukkan bahwa diagram posisi matahari (sun-path diagram), waktu riil Kabupaten
Maybrat pada pukul 12.00 (waktu matahari) adalah pukul 12.6. jadi jumlah panas maksimum
yang diterima apabila matahari mencapai titik kulminasi yaitu pukul 12.6 siang.
Untuk rumah tinggal, sinar matahari langsung yang dirasakan mengganggu adalah pukul
10.00 – 15.00. berdasarkan sun-path diagram sudut pembayangan untuk setiap rumah sampel
dapat ditentukan. Berdasarkan diagram matahari yang sesuai untuk lokasi penelitian ini
dipilih 6° selatan. Kedalaman pembayangan setiap fasade bangunan pada jam 10.00 jam
13.00 dan jam 15.00 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel: II.4
Sudut Jatuh Matahari Pada Fasade Bangunan Rumah Halit/Mbol Chalit
Tgl/bl
n
Tampak
Bangunan
Jam 10.00 Jam 13.00 Jam 15.00
SV AH AZ TM SV SH AZ TM SV SH AZ TM
22
Juni
Utara 59¹
49¹
49¹
62¹ 24¹
338¹
60¹
55¹ 56¹
316¹
40¹
Selatan - - - - -
Timur 58¹ - - - -
Barat - 78¹ 67¹ 45¹ 34¹
22 Des
Utara -
119¹
56¹
- -
217¹
70¹
- -
245¹
46¹
Selatan 72¹ 75¹ 37¹ 70¹ 56¹
Timur 60¹ - - - -
Barat - 78¹ 53¹ 48¹ 25¹
Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY-2009
Berdasarkan sudut matahari pada tabel diatas, maka kedalaman pembayangan matahari pada
fasade dapat diketahui dengan menggunakan formula dari persamaan (1) seperti terlihat dalam
tabel berikut:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
86
Tabel: II.5 Kedalaman pembayangan matahari pada fasade bangunan rumah Halit/mbol chalit
Tgl/
bln
Tpk Bgn
PEMBAYANGAN MATAHARI (M)
Jam 10.00 Jam 13.00 Jam 15.00
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
22
Juni
Ut 7.2 1.6 1.4 1.8 5.2 1.8 6.3 1.4 1.2 1.5 4.9 1.5 7.3 1.6 1.4 1.8 5.3 1.8
Sel Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max
Tim 0.78 6.3 1.3 6.4 1.48 6.27 Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max
Bar Max Max Max Max Max Max 5.6 5 4.48 5.6 0.99 0.89 0.79 0.99 0.79 0.99 0.89 0.99
22
Des
Ut Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max
Sel 3.69 3.3 13.7 3.69 3.3 3.69 2.88 2.59 10.7 2.88 2.59 2.88 3.85 3.47 14.2 3.85 3.47 3.85
Tim 1.51 5.78 1.2 5.9 1.37 5.78 Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max
Bar Max Max Max Max Max Max 4 3.7 3.3 4 3.7 4 1 0.9 0.8 1 0.9 1
Sumber: Data penelitian Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY 2009
Dari Tabel hasil analisis tersebut, maka dapat dikatakan bahwa untuk rumah halit-mbol chalit
pada bulan Juni dan Desember Jam 10.00, dinding dengan bukaan kaca disisi timur masih
terkena sinar matahari langsung. Untuk itu masih membutuhkan pematah sinar matahari
sepanjang 1,4 – 1,7 m. Begitu pula pada sisi barat Jam 13.00 dan 15.00 masih membutuhkan
pematah sinar matahari sepanjang 1,2 – 1,5 m. Sedangkan yang lainnya pada bulan Desember
disisi timur jam 10.00, sisi barat Jam 13.00 dan jam 15.00, serta sisi selatan pada bulan
Desember Jam 13.00 dan jam 15.00 masih membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang
masing-masing 1,4 – 1,8 m, 1,5 -2 m dan 1,2 – 1,5 m. Sedangkan pada bagian rumah yang lain,
pada bulan Juni jam 15.00 sisi utara dan pada bulan Juni dan Desember sisi barat Jam 13.00 dan
15.00, masing-masing membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,3 – 1,5 m dan 1,5 – 2
m. Bagian rumah yang lain, pada bulan Juni dan Desember sisi selatan jam 10.00, 13.00, dan
15.00 masing-masing membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,5 – 1,7 m, 1,5 – 1,8 m,
dan 1,3 – 1,5 m. Sedangkan untuk sisi rumah yang lain, pada bulan Desember sisi selatan jam
10.00, bulan Juni sisi utara jam 10.00 dan bulan Juni dan Desember sisi barat Jam 13.00, jam
15.00, masing-masing membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,2 – 1,5 m, 1,2 – 1,4 m,
dan 1,5 – 1,7 m. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
87
Tabel: II.6. Kebutuhan Panjang Pematah Sinar Matahari
Rumah
Fasade
bangunan
Jam
Bulan
Panjng pemath Sinar matahari
Yang dibutuhkan Bpk,
Moses Timur 10.00
Juni & Des 1.4m – 1.7m
Barat 13.00 , 15.00 1.4m – 1.8m
St. Bilbroun
Utara 10.00 , 13.00 15.00
Juni 1.2m – 1.5m
Selatan Des 1.2m – 1.3m
Ibu Balandina
Timur 10.00 Juni & Des 1.4m – 1.8m
Barat 13.00 , 15.00
1.5m – 2m Utara Des 1.2m – 1.5m
Bpk,
Harun
Utara 15.00 Juni 1.3m – 1.5m
Barat 13.00 , 15.00 Juni & Des
1.5m – 2m
Timur 10.00 1.5m – 1.7m 1.5m – 1.8m
Bpk, Yafet
Barat 13.00 , 15.00 Des 1.3m – 1.5m
Selatan 10.00 , 13.00, 15.00 1.2m – 1.5m
Selatan 10.00 Juni 1.2m – 1.4m
Bpk, Yefta
Utara
Barat 13.00 , 15.00 Juni & Des 1.5m – 1.7m
Sumber: Data penelitian Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY - 2009
2) Hubungan Bentuk Arsitektur Rumah Tinggal Dengan Kenyamanan Thermal.
Iklim tropis lembab adalah jenis iklim yang sangat sulit ditangani untuk mendapatkan tingkat
responsibilitas yang maksimal.Tanpa pengkondisian udara buatan, jelas sulit untuk mencapai
kondisi internal yang nyaman untuk dihuni (Szokoli 1981).
Segala bentuk pendinginan pasif sulit untuk dirancang secara arsitektur, hal ini disebabkan
karena kondisi iklim yang unik. Kelembaban radiasi inframera. Demikian pula suhu udara
malam hari yang tidak terlalu rendah tidak mungkin untuk memanfaatkan pendinginan secara
konveksi.
Kenyamanan hanya dapat dicapai apabila pada suatu kondisi udara tertentu, hanya dapat
dicapai apabila terdapat suatu kecepatan angin tertentu yang mampu menghasilkan proses
evaporasi tubuh yang seimbang, dengan kata lain eksistensi angin dalam hal ini diperlukan
terutama untuk perancangan ruang luar. Dalam rangkaian tatanan ruang berhubungan erat
dengan elemen rumah seperti: atap, dinding, lantai dan sebagainya. Dari uraian ini maka dapat
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
88
dikatakan bahwa rumah tinggal (bangunan) beserta elemen – elemen pembentukan dan tatanan
lingkungannya memberikan sumbangan terhadap kenyamanan didalam bangunan. Berikut
uraiannya :
3) Faktor Pembentukan dan Elemen Bangunan
Bentuk dan elemen bangunan merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk
mencapai kenyamanan thermal dalam bangunan. Bentuk bangunan yang tepat adalah bentuk
yang mampu memanfaatkan cahaya matahari untuk pencahayaan alam dan menghindari panas
yang timbul. Bentuk tersebut bisa juga berpengaruh pada jalannya angin untuk mendapatkan
pergantian udara yang diperlukan. Bentuk dan elemen – elemen bangunan yang dimaksudkan
meliputi : Bentuk dan denah, atap dan dinding, overstek, serta material dan warna.
���� Bentuk dan Denah
Bentuk bangunan yang tepat adalah bentuk bangunan yang mampu mendapatkan
matahari pagi dengan menghindari panas pada siang hari. Bentuk tersebut bisa juga
berpengaruh pada jalannya angin untuk mendapatkan pergantian udara yang diperlukan.
Sehubungan dengan pergantian udara didalam ruang, maka didalam ruang tersebut harus
diperbarui, misalnya untuk ruang yang bervolume 5 m³/orang, bahwa udara dapat diganti
sebanyak 15 m³/orang/jam. Bila volume kurang dari itu, maka pergantian udara harus
lebih cepat lagi yaitu 25 m³/orang/jam. Pada dasarnya bentuk Arsitektur Tradisional Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, dengan denah membentuk Empat Persegi.
���� Bukaan
Tidak dapat disangkal lagi didalam usaha untuk menghasilkan suatu perencanaan
yang baik, bukan saja luas dan sisi dari ruangan yang harus mendapat perhatian, tetapi
juga penempatan serta ukuran yang tepat dari bukaan – bukaan (Pintu, Jendela dan
lubang ventilasi) perlu mendapat kajian yang teliti lagi, demi tercapainya kenyamanan.
Ukuran dari bukaan lebih tergantung pada pertimbangan kemampuan menerima sinar
matahari, dan kemudian memeriksa daripada pertimbangan temperatur. Dari sisi
menerima sinar matahari paling sedikitnya bukaan. Penempatan bukaan juga dibuat pada
sisi paling mudah untuk memeriksa. Untuk ventilasi dari penerangan alami, dalam
banyak kasus, suatu jendela dengan 20% luasan dinding dapat mencukupi.
Jika kelebihan panas terjadi, ventilasi silang perlu diberikan, tetapi pada beberapa
bagian waktu, hal itu turut menyumbang pada perasaan dinding yang tak nyaman
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
89
sehingga perlu disiapkan penutup bukaan – bukaan, jendela dan pintu. Disisi lain, jika
tidak ada angin yang kuat untuk dihindari, maka orientasi bukaan tidak memperhatikan
perlunya angin langsung, sehingga perolehan panas matahari menjadi satu – satunya
faktor dalam pengaturan orientasi jendela.
���� Atap dan Dinding
Atap dan dinding pada bangunan adalah bagian – bagian yang paling banyak
menerima radiasi matahari secara langsung. Radiasi tersebut melalui proses refleksi dan
atau transmisi yang dihantarkan masuk kedalam ruangan. Atap sampai sejauh ini
merupakan elemen yang sangat penting, karena menerima radiasi terbesar. Hal ini
disebabkan karena kedudukannya yang langsung menghadap matahari, untuk itu perlu
adanya usaha penyekatan untuk mengurangi pengaruh matahari terhadap ruang
dibawahnya.
Bangunan selain berfungsi sebagai pelindung terhadap panas dan sinar matahari, juga
terhadap hujan yaitu terhadap kebasahan / kelembabannya dan hempasannya. Atap
berfungsi sama dengan dinding. Dinding bangunan harus menghadapi alam luar dan
ruang dalam. Untuk menghadapi alam luar, dinding harus menjadi pelindung terhadap
radiasi matahari, isolasi/penghalang kalor dari luar, pelindung terhadap hempasan hujan
dan kelembaban dari luar, serta pelindung terhadap arus angin luar.Terhadap ruang
dalam, dinding harus senangtiasa memelihara suhu yang diminta dalam ruang, pengatur
derajad kelembaban dalam ruangan, dan mengatur ventilasi didalam ruangan.
Terhadap kenyamanan bangunan yang berkesinambungan/menerus ada beberapa cara
yang dilakukan untuk mengurangi besarnya pengaruh radiasi terhadap bangunan, yaitu
dengan cara pembayangan atap dan didalam ruangan, kerapatan dinding harus diatur agar
tetap memiliki bagian – bagian yang berhubungan sebagai ventilasi alami.
���� Overstek / Pelindung
Pada daerah dengan iklim panas – lembab, overstek – overstek yang lebar dan
serambi yang luas sangat dibutuhkan untuk menahan silau langit, melindungi dari hujan
dan juga memberi bayangan peneduh. Penahan matahari dan kisi – kisi digunakan untuk
melindungi bukan – bukan selama periode kemarau, dan juga memberi keuntungan pada
musim hujan, yaitu dapat melindungi dari hempasan air hujan.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
90
Sistem pemayungan atau penyaringan merupakan cara yang cukup bermanfaat untuk
mencapai kenikmatan terhadap sengatan dan silau matahari. Pemayungan atau
penyaringan sinar matahari selain bermaksud mengurangi atau memperlunak sengatan
dan silau, sekaligus juga mengurangi kalor yang terpantul dari benda atau bidang –
bidang halaman.
Penggunaan overstek atau elemen – elemen pematah sinar matahari harus
deperhitungkan terhadap arus ventilasi. Jika sebuah bangunan akan memanfaatkannya
dengan semaksimal mungkin maka potensi alami elemen fisiknya harus dipilih
sedemikian rupa sehingga cocok sebagai alat pelindung matahari tetapi sekaligus tetap
untuk sistem ventilasinya.
���� Material dan Warna
Material dan warna juga merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi panas
dalam bangunan. Warna dapat mempengaruhi jumlah panas yang berpengaruh terhadap
suhu udara dalam bangunan. Pemilihan warna, struktur dan material/bahan bangunan
harus benar – benar dikombinasikan dengan cermat.
Permukaan air / kulit bangunan yang reflektif dapat digunakan sepenuhnya untuk
mengurangi beban panas. Warna putih atau permukaan terang sangat menguntungkan
untuk bangunan yang dihuni sepanjang siang hari. Dalam kasus bangunan digunakan
sepanjang hari, akan lebih baik kalau panas matahari bisa disimpang untuk malam hari.
Namun hal ini kurang tepat untuk daerah tropis di dataran rendah. Pada malam hari
temperatur menjadi rendah tetapi kelembabannya tinggi. Karena itu bahan terang yang
lebih memantulkan panas bisa lebih cocok.
Nilai – nilai pemantulan dan penyerapan cahaya untuk berbagai bahan dan jenis
permukaan tidak hanya penting berhubungan dengan kesilauan, tetapi juga merupakan
data – data yang sangat penting untuk penggunaan bahan bangunan yang tepat. Berikut
lihat tabel nilai – nilai pemantulan dan penyerapan berbagai bahan jenis permukaan
sebagai berikut :
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
91
Tabel: II.7. Nilai – nilai Pemantulan Dan Penyerapan Berbagai Bahan Jenis Permukaan
Bahan Kondisi Permukaan % Penyerapan % Pemantulan
Aluminium Cat Semen Asbes Aspal / bitmen left Beton Genteng Merah Tanah lading Rumput Kayu Kaleng Tembaga Marmer Pasir putih Slate abu – abu Batu–batu karang Pudar Air Bata merah
Dipoles Foil Dioksida Perunggu Aluminium Kuning Abu – abu muda Hijau muda Merah muda Hitam Putih, berkilat Putih kapas Baru putih Slate Lama Pinus atau baru Kayu keras Baru Pudar Putih Perak Danau atau Laut
10 – 30 35 – 40 40 – 65 50 – 55 25 – 55 50 70 – 80 50 – 60 65 – 75 85 – 95 20 – 30 10 – 20 40 – 60 60 – 95 70 – 85 85 – 95 60 - 70 60 – 75 70 – 85 80 40 – 60 85 25 – 30 65 40 – 50 40 70 – 90 75 – 90 80 – 85 90 – 95 90 – 95 60 – 75
90 – 70 65 – 60 60 – 36 50 – 45 75 – 45 50 30 – 20 50 – 40 35 – 25 15 – 5 80 – 70 90 – 80 60 – 40 20 – 5 30 – 15 15 – 5 40 – 30 40 – 35 30 -15 20 60 – 40 15 73 – 70 35 60 – 50 60 30 – 10 25 – 10 20 – 15 10 – 5 10 – 5 40 – 25
Sumber: Hasil Analisis Bahan Teknik Arsitektur ITS, 1996
I.2.h. Kriteria Perancangan Kenyamanan Thermal Bangunan
Dalam bangunan rumah tinggal, yang dikehendaki adalah pendayagunaan alam natural untuk
proses pendinginan, maka salah satu cara mengurangi dampak panas ini adalah dengan cara
memberikan sistem control pada bangunan. Sistem kontrol dengan pendekatan semacam ini
disebut sebagai sistem pendinginan pasif. Pada dasarnya kontrol thermal di dalam bangunan
dilakukan dengan pendekatan perancangan arsitektur yang beradaptasi optimal terhadap kondisi
alam.
Penempatan bangunan dan konstruksi serta pemilihan bahan yang sesuai, maka temperatur
ruangan dapat diturunkan beberapa derajat tanpa peralatan mekanis. Perbedaan temperatur yang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
92
kecil saja terhadap temperatur luar atau gerakan udara lebat pun suda dapat menciptakan
perasaan nyaman bagi manusia yang sedang berada di dalam ruang.
Telaah kenyamanan thermal bangunan tidak bisa berdiri sendiri pada suhu udara, namun
harus bersama dengan aspek iklim yang lain, yaitu kelembaban relatif, radiasi, matahari dan
kecepatan angin yang ada. Proses perancangan yang dapat mempengaruhi iklim interior adalah :
• Orientasi bangunan
• Ventilasi
• Pelindung matahari
• Pelembaban udara (tindakan pengurangan)
• Pengisolasian panas
• Vegetasi
Hal ini memang bahwa perancangan dengan tujuan mencapai tingkat kenyamanan thermal
optimal dalam ruang bisa ditinjau dengan memperhatikan variabel – variabel rancangan sebagai
berikut:
� Orientasi bangunan
� Luas ruang / kebutuhan ruang
� Tinggi laingit – langit / sistem penghawaan
� Luas bukaan / sistem penghawaan
� Tipe insulasi pada atap dan dinding
� Kemampuan insulasi atap dan dinding (material dan faktor refleksi)
� Sistem pembayangan radiasi matahari
� Kemampuan serap panas atap dan dinding
Pada perancangan thermal terdapat tiga aspek utama yang menjadi inti permasalahan yaitu :
• Iklim , (aspek panas dan terang matahari, aspek keberadaan dan kecepatan angin dan
aspek curah hujan)
• Kondisi dalam ruang, yang sesuai untuk aktivitas pemakai.
• Bangunan, yang berlaku sebagai filter sekaligus modife.
Dalam skala lingkungan yang lebih besar, lingkungan luar membentuk kondisi makro yang
bisa berupa kondisi geometri, kepadatan bangunan, serta kondisi permukaan pada lokasi
bersangkutan.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
93
Gambar:II. 18 Diagram Pembentukkan Kondisi Makro Pada Permukaan Lokasi
Sumber: Data analisis Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY – 2009
Akhir dalam perancangan thermal ini adalah kondisi dalam ruang yang langsung
berhubungan dengan manusia. Akhirnya bahwa bangunan harus berubah, sistem lingkungan
diluar menjadi suatu lingkungn didalam yang sesuai untuk habitasi manusia.
I.2.i. Analisa Lokasi dan Sistem Tatanan Lingkungan.
1) Lokasi
Lokasi adalah salah satu faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendirikan bangunan,
khususnya bila ditinjau dari sisi kelembaban. Misalnya, daeraj lembah pada pagi hari penuh
dengan kabut yang mengandung kelembaban dan begitu pula pada pembangunan rumah diatas
sungai atau rawa – rawa. Khususnya yang tinggal didaerah pantai harus diingat, bahwa angin laut
selain membawa kelembaban, juga mengandung kadar garam yang tinggi sehingga dapat
merusak bahan dari logam dan besi.
Dari sisi temperatur, bidang daratan menjadi panas duakali lebih cepat daripada bidang air
dengan luas yang sama. Bidang air kehilangan sebagaian energi panasnya karena penguapan,
temperatur udara sebagian besar ditentukan oleh sentuhan udara dengan permukaan tanah, maka
temperatur yang tinggi selalu berhubungan dengan permukaan tanah, olehkarena itu temperatur
yang tinggi selalu berhubungan dengan kelembaban udara yang rendah, dan temperatur yang
sedang dengan kelembaban yang tinggi. Akhirnya menjadi suatu gejala bahwa pada garis lintang
yang sama dan waktu musim panas yang sama, temperatur terrendah terjadi diatas permukaan air
dan temperatur tertinggi diatas bentuk didalam musim dingin terjadi dengan berbanding balik.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
94
2) Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan adalah jarak antara bangunan disuatu area yang akan membentuk
temperatur lingkungan. Area dengan kepadatan tinggi secara umum akan memiliki temperatur
lebih tinggi daripada area yang kurang padat. Meskipun hal ini juga harus memperhatikan
kondisi lainnya seperti ; kecepatan angin, jenis dan kerapatan vegetasi, ketinggian dan laut serta
posisinya terhadap garis edar matahari.
3) Geometri Tatanan
Bentuk dan keteraturan tatanan lingkungan akan banyak berpengaruh pada kecepatan angin.
Dengan semakin banyak belokan – belokan maka kecepatan ini dapat dipertimbangkan apakah
angin diperlukan untuk menghembus lebih kuat ataukah sebaliknya angin harus dikurangi
kecepatannya.
I.2.j. Anlisis Pengaruh Iklim Terhadap Kenyamanan Thermal Rumah Hunian halit/mbol
chalit
Bentuk Arsitektur tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang tercipta berdasarkan budaya
wiyon/wofle ternyata juga tidak lepas dari pertimbangan – pertimbangan kondisi iklim
lingkungannya. Untuk itu pada bait analisa ini dicoba untuk membuktikan bahwa rumah tinggal
suku Maybrat, Imian, sawiat, yang tercipta dari hasil budaya wiyon/wofle, mampu mengantispasi
iklim untuk mencapai kenyamanan thermal dalam bangunannya.
a) Pengaruh Sinar Matahari
Secara umum sinar matahari dapat memberikan pengaruh baik, karena cahaya dapat
digunakan sebagai pencahayaan alami. Namun sinar matahari terutama sinar matahari langsung
mengandung panas yang dapat mempengaruhi kenyamanan, untuk itu masuknya panas kedalam
bangunan perlu dihindari.
Letak geografis wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten
Maybrat pada daerah Khatulistiwa berada pada pisisi 131° 42¹ 0” BT - 132° 58¹ 12” BT dan 0°
55¹ 12” LS - 2° 17¹ 24” LS. Berdasarkan posisi matahari (sun-path diagram), waktu riil
Kabupaten Sorong Selatan Pada pukul 12.00 (waktu matahari) adalah pukul 12.6. jadi jumlah
panas maksimum yang diterima apabila matahari mencapai titik Kulminasi yaitu pukul 12.6.
siang.
Untuk rumah tinggal, sinar matahari langsung yang dirasakan mengganggu adalah pukul
10.00 – 15.00. berdasarkan hasil penelitian kami untuk posisi matahari (sun-path) diagram sudut
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
95
pembayangan untuk setiap rumah di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dapat ditemukan.
Berdasrkan diagram matahari yang sesuai untuk lokasi ini dipilih dari 6° selatan. Kedalam
pembayangan setiap fasade bangunan pada jam 10.00 jam 12.00 dan jam 15.00 dapat dilihat
pada tabel:
Tabel: II.8 Sudut Jatuh Matahari Pada Fasade Rumah tradisional Maybrat Imian Sawiat
Tgl/bln
Tampak Bangunan
Jam 10.00 Jam 13.00 Jam 15.00
SV SH AZ TM SV SH AZ TM SV SH AZ TM
22 Jan
Utara 59¹ 47¹
46¹
49¹
62¹ 24¹
338¹
60¹
55¹ 56¹
316¹
40¹
Selatan - - - - - -
Timur 58¹ 43¹ - - - -
Barat - - 78¹ 67¹ 45¹ 34¹
22 Des
Utara - -
119¹
56¹
- -
217¹
70¹
- -
217¹
46¹ Selatan 72¹ 61¹ 75¹ 37¹ 70¹ 66¹
Timur 60¹ 28¹ - - - -
Barat - - 78¹ 53¹ 48¹ 25¹
Sumber: Dara penelitian Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY – 2009 b) Pemanfaatan Cahaya Matahari
Pemanfaatan cahaya matahari untuk pencahayaan alami pada tiap rumah tradisional Maybrat,
Imian, Sawiat, dapat dikatakan hampir seluruhnya berfungsi dengan baik karena ruangnnya
memiliki kedalaman dalam ukuran tertentu. Dari lubang bukaan dan lubang kisi – kisi yang
mana memberi celah pada pemasangan dinding.
c) Pengaruh Temperatur Udara
Temperatur udara pada rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, erat hubungannya
dengan pengaruh radiasi panas matahari dan asap api yang menimpa dalam rumah. Pada
permukaan hunian Suku Maybrat, Imian, Sawiat, umumnya merupakan bidang air dan daratan
sehingga pada bidang air temperaturnya berkisar dari temperatur sedang ke temperature rendah
dan dengan kelembaban yang tinggi. Hal ini berbeda dengan di daratan, yang mana temperatur
dari tinggi dan kelembaban udara rendah. Hal ini disebabkan karena bidang daratan lebih panas
duakali lebih cepat daripada bidang air pada luas yang sama. Dan bidang air kehilagan sebagai
energi panasnya karena penguapan. Temperatur udara dalam bangunan rumah tradisional
Maybrat, Imian, Sawiat, sehari juga dipengaruhi oleh kepulan asap hasil pembakaran api dalam
rumah. Namun dalam pengukuran kenyamanan kepulan asap yang keluar merupakan salah satu
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
96
hasil energi panas yang menetralisir temperatur udara dalam rumah yang sangat lembab di
banding kalau tanpa membakar api, yang mana kenyamanan dalam rumah sangat terasa lembab
(dingin) terhitung pada waktu jam 19.00 – 07.00 pagi.
Pada analisa ini menunjukan temperatur ruang luar (Isit/teras) pada siang hari rara – rata
lebih rendah daripada temperatur ruang dalam (samu mato), namun perbedaan rentang
temperaturnya kecil. Hal ini disebabkan karena material dinding yang digunakan adalah Kulit
kayu, papan Kayu, Gaba – gaba yang dipasang secara porus (bercelah), sehingga suhu dingin
atau panas serta kepulan asap akibat pembuangan dapat dengan mudah masuk keluar dalam
rumah. Dari nilai rentang temperatur sepanjang hari, hanya pada jam 8.00 pagi dan 16.00 sore
yang menunjukkan keadaan sebaliknya. Karena pada jam – jam ini sudut matahari mengecil
(Ayi Hawer) sehingga bayangan yang terjadi merupakan bayangan pendek yang mengakibatkan
ruang dalam menerima sinar matahari langsung.
d) Pengaruh Hujan dan Kelembaban
Curah hujan di kabupaten Maybrat, Imian, Sawiat, relatif terjadi tiap tahun dan hujan yang
terjadi di kabupaten Maybrat, dan Kabupaten Sorong Selatan adalah jenis hujan orograsif.
Pengaruh hujan sangat berkaitan dengan elemen atap pada bangunan. Atap merupakan
bagian penting suatu bangunan People have lived without walls but never without roofs,
manusia ditakdirkan sebagai makhluk yang memerlukan perlindungan dan bentuk perlindungan
awal adalah atap. Atap merupakan elemen bangunan yang paling banyak menerima radiasi
matahari. Jadi dapat dikatakan bahwa iklim merupakan faktor yang mempengaruhi sudut
kemiringan atap dalam perancangan tipe arsitekturnya.
Untuk mengurangi kondisi yang tidak nyaman akibat kelembaban yang terlalu tinggi, dapat
diatasi dengan adanya pembuatan tungku api dalam ruang dan memberi gerakan udara melalui
cross ventilasi dan tatanan massa yang membantu mengarahkan jalannya angin, yang mana
sebagai pengarah keluarnya kepulan asap melalui cross ventilation dan lubang – lubang dalam
tatanan massa bangunan.
Usaha yang dilakukan oleh Suku Maybrat, Imian, Sawiat, untuk mengurangi kelebaban dan
mencegah kepulan asap yang mana merupakan zat yang mempengaruhi paru – paru pernapasan,
maka yang pertama diperhatikan adalah ventilasi yang berfungsi mengarahkan angin kedalam
ruang dan tungku api, yang berfungsi sebagaui tempat pembakaran kayu yang bisa memberi
kehangatan pada malam hari yang terasa dingin akibat kelembaban. Walau tidak disadari akan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
97
adanya tungku api pada mulanya, yang mana mungkin dipikir hanya sebagai tempat memasak,
namun bermanfaat untuk mengusir kedinginan dan kelembaban yaitu dengan membakar api.
e) Kenyamanan Thermal Rumah Hunian Suku Maybrat, Imian, Sawiat.
Kenyamanan thermal yang dirasakan oleh penghuni rumah tradisional Maybrat, Imian,
Sawiat, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : temperatur Udara, Kelembaban Udara,
kecepatan aliran udara, penguapan asap api, dan radiasi panas. Disamping itu aktivitas yang
dilakukan, segala jenis simpanan dan pakain yang dikenakan juga akan berpengaruh. Kondisi
udara didalam bangunan (thermal) dikatakan nyaman, jika penghuni merasa tidak panas dan
tidak dingin, kondisi udara yang dirasakan nyaman mempunyai kombinasi harga – harga tertentu
dari temperature, kelembaban dan kecepatan aliran udara.