Traktus Urogenital - Valen

26
Makalah PBL Mekanisme Miksi dan Terjadinya Inkontinensia Valenchia Jeandry NIM : 102012221 ; Kelompok : A4 Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi Jalan Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Telp : 021-56942061, Fax : 021-5631731 Skenario 1 Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sulit menahan kencing sejak 1 tahun terakhir. Dari anamnesa diketahui pasien tersebut mempunyai 7 orang anak. Pendahuluan Miksi merupakan bahasa kedokteran dari berkemih. Miksi adalah proses pengeluaran urin dari tubuh dan merupakan kerja refleks yang sangat penting setelah masa bayi dikontrol oleh pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf. 1 Tujuan penulis membuat makalah ini agar pembaca dapat memahami apa itu miksi dan bagaimana terjadinya proses miksi, organ yang terkait, dan bahkan komposisi urin itu sendiri. Harapan penulis, agar dengan adanya makalah ilmiah ini diharapkan dapat membantu memperluas wawasan pembaca mengenai sistem miksi atau berkemih yang terjadi dalan tubuhnya masing- masing. Mekanisme Miksi dan Terjadinnya Inkontinensia Page 1

description

makalah

Transcript of Traktus Urogenital - Valen

Makalah PBL

Mekanisme Miksi dan Terjadinya InkontinensiaValenchia JeandryNIM : 102012221 ; Kelompok : A4Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi Jalan Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat [email protected] : 021-56942061, Fax : 021-5631731

Skenario 1 Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sulit menahan kencing sejak 1 tahun terakhir. Dari anamnesa diketahui pasien tersebut mempunyai 7 orang anak.

PendahuluanMiksi merupakan bahasa kedokteran dari berkemih. Miksi adalah proses pengeluaran urin dari tubuh dan merupakan kerja refleks yang sangat penting setelah masa bayi dikontrol oleh pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf.1Tujuan penulis membuat makalah ini agar pembaca dapat memahami apa itu miksi dan bagaimana terjadinya proses miksi, organ yang terkait, dan bahkan komposisi urin itu sendiri. Harapan penulis, agar dengan adanya makalah ilmiah ini diharapkan dapat membantu memperluas wawasan pembaca mengenai sistem miksi atau berkemih yang terjadi dalan tubuhnya masing-masing.

Identifikasi IstilahTidak ada istilah yang tidak dimengerti penulis.

Rumusan MasalahBerdasarkan pada skenario 1 maka diperoleh rumusan masalah perempuan berusia 50 tahun yang memiliki 7 orang anak dengan keluhan sulit menahan kencing sejak 1 tahun lalu.

Analisis MasalahMakroStruktur Organ Terkait

MikroSulit Menahan KencingMekanisme Sistem Urinaria

Pengendalian Pembentukan

Faktor mempengaruhi sistem berkemihPengeluaran

Komposisi Urin

Faktor mempengaruhi jumlh urin

Tujuan PenulisanTujuan penulisan makalah ilmiah ini agar para pembaca terutama mahasiswa fakultas Universitas Kristen Krida Wacana dapat memahami apa itu miksi dan bagaimana terjadinya proses miksi, organ yang terkait, dan bahkan komposisi urin itu sendiri.

Hipotesis PenulisanHipotesis yang diperoleh dari skenario 1 adalah seorang perempuan umur 50 tahun sulit menahan kencing karena sering melahirkan sehingga sfingter uretra melemah.

Miksi Miksi adalah proses pengeluaran urine dari dalam tubuh. Ketika bayi, refleks miksi diatur oleh medula spinalis sedangkan ketika telah tumbuh dan mengerti berbagai macam hal. Miksi mulai diatur oleh tingkat yang lebih tinggi dari medula spinalis yaitu korteks serebri. Masuknya urine ke dalam kandung kemih menyebabkan dinding vesica urinaria menjadi penuh dan tegang, sehingga terjadilah reseptor regang pada dinding vesica urinaria. Setelah dinding vesica urinaria teregang, impuls akan berjalan melalui saraf afferen ke pars lumbalis medula spinalis menyebabkan vesica urinaria mengalami kontraksi sehingga tegangan dalam vesica urinaria semakin meningkat karena ruang vesica urianria kecil, tekanan intra vesica urinaria meningkat, mendorong sfingter uretra interna, dan impuls akan di transimikan ke korteks serebri menghasilkan rasa ingin miksi. Miksi ini di kontrol melalui saraf aferen menuju kandung kemih. Impuls yang berjalan melalui saraf parasimpatis sacralis meyebabkan otot dindimg kandung kemih berkontraksi, dan sfingter kandung kemih berelaksasi. Pengeluaran urine sendiri dibantu dengan adanya kontraksi antara otot dinding abdomen dengan diafragma sehingga meyebabkan kandung kemih menjadi kolaps dan meningkatkan tekanan intra-abdominal.1

Struktur Organ UrinariaSistem urinaria adalah suatu sistem dalam tubuh manusia terdiri atas dua buah ginjal yang terletak pada dextra dan sinistra, dua buah ureter, satu vesica urinaria, dan satu uretra yang berfungsi untuk mengekskresi bahan yang tidak terpakai dan mereabsorbsi bahan yang masih dibutuhkan tubuh (gambar 1).2

Gambar 1. Sistem Urinaria.2

Ginjal Ginjal manusia berjumlah dua dan berbentuk seperti kacang merah atau kacang dogo dengan ukuran panjang 10- 12 cmdan memiliki ketebalan antara 3,5 - 5 cm. Ginjal terletak di luar rongga peritoneum di bagian belakang atas dinding abdomen sehingga disebut dengan retro peritoneal primer. Ginjal memiliki sisi konkaf yang disebut hilum. Hilum merupakan tempat keluar dan masuknya ureter, serta keluar dan masuknya a.v. renalis. Batas kanan dan kiri ginjal adalah columna vertebralis. Ren dexter terletak pada iga 12 atau vertebra lumbales 3-4 sedangkan ren sinister terletak pada iga 11 atau vertebra lumbales 2-3. Jarak antara kedua atas kutub ginjal adalah 7 cm, sementara jarak antara kedua bawah kutub ginjal adalah 11 cm. Jarak antara kutub bawah ren siniter dengan crista illiaca adalah 5 cm. Sementara jarak antara kutub bawah ren dexter dengan crista illiaca adalah 3 cm (gambar 2).3

Gambar 2. Letak Ginjal Tampak Anterior dan Tampak Posterior.3Struktur ginjal terdiri dari extremitas superior, extremitas inferior, margo medialis, margo lateralis, facies anterior, dan facies posterior. Facies anterior jauh lebih cembung daripada facies posterior karena facies posterior jauh lebih pipih daripada facies anterior. Ginjal memiliki anak ginjal yang terletak dibagian atas ginjal terdapat glandula suprarenali atau disebut juga sebagai anak ginjal. Ginjal sendiri memiliki pembungkus atau kapsula. Terdiri atas capsula fibrosa, capsula adiposa, dan fascia renalis.3 Capsula fibrosa adalah pembungkus yang melekat pada ginjal yang mudah di lepas dan hanya membungkus ren dan tidak membungkus glandula suprarenalis (gambar 3). Capsula adiposa adalah pembungkus yang mengandung banyak lemak, membungkus ren dan glandula suprarenalis. Bagian anterior dari capsula adiposa lebih tipis daripada capsula adiposa bagian posterior. Capsula adiposa ini berfungsi untuk mempertahankan posisi ginjal pada tempatnya (gambar 4). Facies renalis terletak diluar capsula fibrosa terdiri dari dua lembar yaitu facies prerenalis yang terletak di bagian ventral dan facies retrorenalis yang terletak di bagian dorsal. Facies prerenalis dan retrorenalis ke cranial bersatu sedangkan ke caudal terpisah sehingga kantong ginjal ini terbuka kebawah dan mengakibatkan terjadinya ascending infection (gambar 4).3 Ginjal terdiri atas dua bagian yaitu bagian korteks dan bagian medulla. Cara membedakan korteks dan medulla yaitu pada bagian korteks ginjal terdapat korpus renalis yang didalamnya dapat ditemukan adanya glomerolus dan pembuluh darah yang akan disalurkan pada medulla renalis(gambar 5). Pada bagian medulla renalis terdapat piramid renalis dan columna renalis (bertini). Piramid renalis adalah bangunan yang bentuknya seperti piramid mesir dan terdiri dari dua bagian yaitu basis renis yang merupakan dasar piramis serta papilla renis yang merupakan ujung dari piramid renalis. Saluran-saluran bermuara pada papilla renalis sehingga tampak garis-garis pada medulla disebut dengan prosessus medullaris atau berkas medulla atau medulla rays. Dasarnya yang lebar dan mengarah ke korteks disebut dengan papila renis. Papilla renis dibentuk oleh kaliks mayor sedangkan kaliks mayor dibentuk oleh kaliks minor (gambar 6).4

Gambar 3. Capsula Fibrosa Renalis.3Gambar 4. Capsula Adiposa dan Facies Renalis.3

Gambar 5. Mikroskopis Ginjal.4

Gambar 6. Makroskopis Ginjal.4Vaskularisasi ginjal berawal dari a.renalis, a.segmentalis yang terletak di medulla renalis, a.arcuata yang merupakan perbatasan antara korteks dan medulla, a.interlobularis yang letaknya di korteks, arteriola aferen yang terletak pada korpus renalis, kapiler glomerolus, arteriola efferen, kapiler peritubuluar, v.interlobularis, v.arcuata, v.interlobar, v.segmental, v.renalis lalu menuju ke vena cava inferior (Gambar 7).4

Gambar 7. Vaskularisasi Ginjal.4

UreterUreter merupakan lanjutan dari pelvis renalis yang menuju ke distal dan akan bermuara di vesica urinaria. Ureter terdiri dari dua bagian yaitu pars abdominalis dan pars pelvina. Ureter ini memiliki panjang 25-30 cm. Ureter memiliki membrana mukosa yang dilapisi oleh epitel kuboid dan dinding muscular yang tebal. Urine di dorong melewati ureter dengan gelombang peristaltik, yang dapat terjadi sekitar 1-4 kali per menit. Urine memasuki kandung kemih dalam serangkaian semburan kecil. Pintu masuk yang miring melalui dinding kandung kemih menjamin bahwa ujung bagian bawah tertutup selama miksi dengan kontraksi kandung kemih, sehingga mencegah refluks urine kembali ke ureter dengan mencegah penyebaran infeksi dari kandung kemih ke atas. Ureter ini mengalami penyempitan di tiga tempat yaitu uretero pelvicjunction yang terbentang dari pelvis renis ke ureter, flexura marginalis merupakan tempat penyilangan ureter dengan vassa illiaca, dan di muara ureter yang merupakan vesica urinaria. Persyarafan ureter adalah plexus hypogastricus inferior vertebra torakal 11 vertebra lumbales 2.1Secara mikroskopis, ureter ini memiliki epitel transisional dengan sel-sel membulat pada kantung yang menyusut, sedangkan pada kantung yang melebar terdapat sel-sel yang gepeng. Terdiri dari lamina propria yang mengandung jaringan ikat dan pembuluh-pembuluh. Ureter sendiri terdiri dari otot polos yang melapisinya, yaitu m.longitudinal interna, m.sirkularis, m.longitudinal externa. Adanya ketiga otot polos ini berguna agar ketika terjadi kontraksi, aliran urine akan menuju ke bawah ke dalam vesica urinaria (gambar 8).5

Gambar 8. Mikroskopis Ureter.5

Vesica UrinariaVesica urinaria adalah kandung kemih yang merupakan muara dari ureter. Vesica urinaria ini berfungsi sebagai reservoir urine antara 200-400 cc. Dinding vesica urinaria merupakan lapisan otot yang kuat. Vesica urinaria ini terletak di belakang os pubis, memiliki lapisan mukosa yang berlipat-lipat yaitu m.detrusor, m.trigonal, dan m.sphincter vesica. M.detrussor terletak di lapisan dalam yang berfungsi untuk mengeluarkan urine. M.trigonal terletak dalam trigonum liutaudi untuk membuka orrificium urethra interna serta untuk membentuk uvula. M.sphincter vesica terletak di lateral collum vesica urinaria untuk vesica urinaria. Letak, bentuk, dan ukuran vesica urianria bervariasi tergantung pada banyaknya urine yang terkandung di dalamnya (gambar 9).6Bila vesica urianria terisi urine, maka vesica urinaria akan meninggi dan lebih tinggi daripada cavitas pelvis dan akan menjadi organ abdomen dan apabila penuh dapat diraba (dipalpasi) di atas symphysis pubis. Bila vesica urinaria ini meningi maka akan menggeser letak corpus uteri. Pada vesica urinaria penuh ditemukan bahwa epitel transisional menjadi lebih gepeng dan tidak terlihat adanya sel payung. Apabila vesica urinaria kosong akan berbentuk piramid atau kerucut dan apabila terisi urine bentuknya menjadi globuler. Terdiri dari tiga lapis otot polos yaitu tunika mukosa dengan epitel transisional dan lamina propria, tunika muskular terdiri dari m.longitudinalis interna, m.sirkularis, m.longitudinalis externa. Kontraksi dari ketiga otot polos ini penting untuk mengeluarkan urine dari dalam vesica urinaria ke dalam uretra. Pada vesica urinaria yang kosong ditemukan bahwa eptel transisional yang lebar dan sel payung yang tampak jelas (gambar 10).6

Gambar 9. Makroskopis Vesica Urinaria.6

Gambar 10. Mikroskopis Vesica Urinaria.6

UretraUretra adalah saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih dan uretra merupakan saluran yang menghubungkan kandung kemih ke lingkungan luar tubuh. Urine dialirkan sepajang uretra dengan kontraksi kandung kemih. Tetes terakhir uretra dengan kontraksi sfingter yang mengitari uretra pars membranasoa.1Uretra wanita adalah tabung dengan panjang sekitar 3 cm dan membentang dari kandung kemih sampai lubang di antara labia minora sekitar 2,5-4 cm di belakang klitoris. Uretra berjalan tepat di bagian depan pembukaan vagina. Uretra pria adalah tabung dengan panjang sekitar 20 cm dan membentang dari kandung kemih sampai ujung penis. Uretra memiliki 4 bagian yaitu pars pra-prostatica, pars prostatica, pars membranosa, pars spongiosa atau cavernosa. Pars pra-prostatica adalah uretra yang terletak sebelum kelenjar prostat. Pars prostatica adalah uretra berada di prostat, terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vas deferens. Pars membranosa merupakan uretra yang panjangnya 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis. Pars spongiosa atau pars cavernosa memiliki panjang 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis. Uretra pria berfungsi juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani. Uretra ini memiliki tunika mukosa yang berisi epitel transisional sampai dengan epitel berlapis gepeng. Tunika muskularis terdiri atas otot polos, dan tunika adventisia (gambar 11 dan 12).7

Gambar 11. Uretra Pada Pria.7Gambar 12. Mikroskopis Uretra.7

Mekanisme Sistem UrinariaMekanisme pembentukan urine terdiri dari tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi yang terjadi di dalam ginjal. Ketiga proses ini dilakukan oleh nefron yang terdapat di dalam ginjal. Nefron merupakan unit fungsional ginjal untuk pembentukan urine yang mengandung 1-4 juta nefron dalam 1 ginjal. Nefron terdiri atas glomerolus, tubulus kontortus proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal, duktus koligen (Gambar 13).8

Gambar 13. Mekanisme Sistem Urinaria.8

Glomerolus dan FiltrasiGlomerolus adalah gulungan kapiler yang dikeliling kapsul epitel berdinding ganda disebut dengan kapsula bowman. Glomerolus dan kapsula bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal. Glomerolus terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan parieta dan lapisan viseral. Dalam glomerolus terjadi proses filtrasi. Lapisan viseral kapsula bowman adalah lapsian internal epitelium yang dimodifikasi menjadi podosit. Sel podosit melekat pada permukaan luar kalpiler glomerular melalui beberapa prosesus primer panjang yang mengandung prosesus sekunder yang disebut dengan pedikel podosit. Pedikel ini berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang yang sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel yang berinterdigitasi disebut dengan filtration slits yang lebarnya sekitar 25 nm. Setiap pori dilapisi selapis membran tipis yang memungkinkan aliran beberapa molekul dan menahan aliran molekul lainnya. Membran filtrasi terdiri dari dinding kapiler glomerolus, membrana basalis, dan filtration slits, kapsula bowman. Filtrasi adalah plasma dikurang protein. Filtasi dibantu oleh beberapa faktor seperti membran kapiler glomerular yang lebih permeabel dibandingkan kapiler lain dalam tubuh sehingga filtrasi berjalan sangat cepat, dan juga tekanan darah dalam kapiler glomerular lebih tinggi dibandingkan tekanan darah dalam kapier lain karena diameter arteriol eferen lebih kecil dibandingkan diameter arteriol aferen (gambar 14).8

Gambar 14. Glomerolus dan Filtrasi.8

Tubulus Kontortus Proksimal (TKP) dan ReabsorpsiTKP adalah saluran yang panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku-liku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel kuboid yang kaya akan brush border dan memperluas area permukaan lumen. Reabsorpsi yang terjadi dalam tubulus kontortus proksimal adalah reabsorpsi obligat 65%. Dalam TKP ini terjadi reabsorpsi air 99%, Na+ 99,5%, K+ 100%, glukosa 100%, urea 50%, dan phenol 0%.8

Ansa HenleTubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa Henle yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang tajam, dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa Henle terdiri atas dua nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedular. Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks, nefron ini memiliki lekukan pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medulla. Nefron jukstamedullar terletak di dekat medulla. Nefron ini memiliki lekukan panjang yang menjulur ke dalam piramida medulla.8 Ansa henle pars descendens mengandung filtrat hiperosmotik, pars ascendens mengandung filtrat hipoosmotik, dan juga terdapat akhir bagian tipis pars descendens & permulaan bagian tebal pars ascendens disebut cairan tubuh isoosmolar Tungkai decendens ansa henle sangat permeabel terhadap air dan relatif impermeabel terhadap zat terlarut seperti NaCl. Tungkai ini tidak secara aktif mentranspor setiap zat. Tungkai ascendens impermeabel terhadap air tetapi permeabel terhadap NaCl. Ion klor secara aktif memompa filtrat keluar tungkai asendens menuju cairan intertisial peritubular yang diikuti dengan aliran ion natrium karena tarikan listrik ion klor negatif. Hal ini meningkatkan konsentrasi osmotik NaCl dalam cairan intertisial (gambar 15).9 Gambar 15. Ansa Henle.9

Tubulus Kontortus Distal (TKD)TKD adalah sel tubulus yang tidak permeabel terhadap air. Kira-kira 10% dari natrium klorida yang disaring akan di reabsorpsi melalui suatu sistem transportasi Na+ / Cl-, yang sensitif terhadap diuretika tiazid. Selain itu, eksresi Ca++ diatur oleh hormon paratiroid pada tubulus ini, terdapat ekresi kalium pula. TKD ini merupakan reabsorpsi fakultatif 15% yang diatur oleh hormon aldosteron untuk meningkatkan reabsorbsi NaCl.10

Duktus KoligenTubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar dan lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara kedalam pelvis renalis melalui kaliks mayor. Dari pelvis renalos, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke dalam kandung kemih. Duktus koligen terdapat hormon ADH dengan meningkatkan permeabilitas dinding terhadap urea dan air. Urea berdifusi secara pasif keluar dari duktus pengumpul menuju cairan intertisial medular. Sebagian urea berdifusi dari cairan medularis ke dalam tungkai descendens. Dengan demikian, urea di sirkulasi ulang di antara tubulus pengumpul dan tungkai descendens. Konsentrasi tinggi urea dalam cairan intertisial medularis berkontribusi terhadap osmolaritasnya. Hal ini meningkatkan pergerakan osmotik air keluar dari tungkai descendens dan meningkatkan konsentrasi NaCl filtrat dalam tungkai descendens.1

Mekanisme Pergerakan Arus Bolak-balik Vasa RectaJika sirkulasi darah mengeluarkan zat terlarut dari cairan ekstraselular medular, gradien konsentrasi tidak dapat dipertahankan. Gradien hiperosmolaritas vertikal tidak terganggu dengan sirkulasi darah karena kapiler vasarecta berfungsi sebagai penukar arus bolak-balik karena arah aliran darah di sekitar ansa henle berlawanan dengan arah filtrat di sekitar lengkung tersebut. Dinding vasa recta permeabel terhadap NaCl dan air. Saat darah mengalir menuruni pembuluh descendens vasa recta yang paralel terhadap tungkai ascendens tubulus, darah menjadi hiperosmotik karena darah menarik ion natrium, klor, serta kehilangan sebagian air. Dasar lengkung kapilar, osmolaritas plasma identik dengan osmolaritas yang menyelubungi cairan intertisial. Ketika darah mengalir balik ke pembuluh ascendens vasa recta yang paralel dengan tungkai descendens tubulus, garam berdifusi kembali ke kapilar dan air juga masuk kembali ke pembuluh. Osmolaritas darah menurun karena darah mengalir menuju korteks. Karena pertukaran pasif garam dan air di antara vasarecta dan cairan intertisial medular serta fakta yang menunjukkan medula hanya sedikit hiperosmotik terhadap darah arteri. Gradien konsentrasi dalam cairan ekstrasel medular dipertahankan.1

Proses MiksiBerkemih merupakan proses pengosongan vesica urinaria. Vesica urianria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi 250-450 cc pada orang dewasa dan 200-250 cc pada anak-anak. Mekanisme berkemih terjadi karena vesica urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesica urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan ke medula spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral. Selanjutnya, otak memberikan impuls melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. Urine dilepaskan dari vesica urinaria tetapi masih tertahan spincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi spinchter eksternal dan urine kemungkinan dikeluarkan (berkemih) (gambar 16).11Gambar 16. Proses Berkemih.11

Faktor Ingin MiksiKetika bayi, refleks miksi diatur oleh medula spinalis sedangkan ketika telah tumbuh dan mengerti berbagai macam hal. Miksi mulai diatur oleh tingkat yang lebih tinggi dari medula spinalis yaitu korteks serebri. Masuknya urine ke dalam kandung kemih menyebabkan dinding vesica urinaria menjadi penuh dan tegang, sehingga terjadilah reseptor regang pada dinding vesica urinaria. Setelah dinding vesica urinaria teregang, impuls akan berjalan melalui saraf afferen ke pars lumbalis medula spinalis menyebabkan vesica urinaria mengalami kontraksi sehingga tegangan dalam vesica urinaria semakin meningkat karena ruang vesica urianria kecil, tekanan intra vesica urinaria meningkat, mendorong sfingter uretra interna, dan impuls akan di transimikan ke korteks serebri menghasilkan rasa ingin miksi. Miksi ini di kontrol melalui saraf aferen menuju kandung kemih. Impuls yang berjalan melalui saraf parasimpatis sacralis meyebabkan otot dindimg kandung kemih berkontraksi, dan sfingter kandung kemih berelaksasi. Pengeluaran urine sendiri dibantu dengan adanya kontraksi antara otot dinding abdomen dengan diafragma sehingga meyebabkan kandung kemih menjadi kolaps dan meningkatkan tekanan intra-abdominal (gambar 16).1

Mekanisme Pengendalian MiksiVesica urinaria manusia dapat menampung urin antara 200-400 cc. Ketika vesica urinaria telah terisi hingga 150 cc maka timbulah rasa ingin berkemih. Proses berkemih ini diatur dalam refleks spinal yang kemudian berkembang diatur oleh korteks serebri. Proses berkemih ini merupakan suatu proses yang dipelajari pada saat mereka kecil melalui toilet training. Toilet training adalah latihan untuk berkemih dan defekasi yang harus diajarkan pada perkembangan anak usia todler. Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia todler, kemampuan sfingter uretra untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan m.sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang tidak seperti pada masa bayi (0-1 tahun) yang selalu buang air kecil dimana saja, dan kapan saja.12Kemampuan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi biasanya lebih dahulu tercapai dibandingkan kemampuan sfingter uretra dalam mengontrol rasa ingin berkemih. Sensasi untuk defekasi lebih besar dirasakan oleh anak, dan kemampuan untuk mengomunikasikannya lebih dahulu dicapai anak, sedangkan kemampuan untuk mengontrol berkemih biasanya baru akan tercapai sampai usia 4-5 tahun.12

Faktor Mempengaruhi Jumlah Urine dan Komposisi UrineProses pembentukan urin dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang menyangkut homon (antidiuretik dan insulin) dan faktor eksternal yang menyangkut jumlah air yang diminum.

Hormon Antidiuretik (ADH) Hormon antidiuretik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofisis (neurohipofisis). Pengeluaran hormon ini di tentukan oleh reseptor khusus di dalam otak yang secara terus-menerus mengendalikan tekanan osmotik darah (kesetimbangan konsentrasi air dalam darah). Oleh karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus kontortus distal, sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara kerja dan pengaruhnya iniliah, hormon tersebut disebut sebagai hormon antidiuretik. Jika tekanan osmotik darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh (saat kehausan atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air dalam darah akan turun. Akibat dari kondisi tersebut, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah menuju ke ginjal. ADH selain meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, juga meningkatkan permeabilitas saluran pengumpul, sehingga memperbesar membran sel saluran pengumpul. Dengan demikian air akan berdifusi ke luar dari pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah. Keadaan tersebut akan berusaha memulihkan konsentrasi air dalam darah. Namun, akibatnya urin yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih pekat (gambar 17) .13

Gambar 17. Proses Pembentukan Urine Faktor Internal.13

Hormon InsulinHormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau langerhans dalam pankreas. Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing manis (diabetes melitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam darah akan tinggi. Akibat dari keadaan tersebut adalah terjadi gangguan reabsorpsi di dalam tubulus distal, sehingga dalam urin masih terdapat glukosa.13

Jumlah Air yang DiminumJumlah air yang diminum tentu akan mempengaruhi konsentrasi air dalam darah. Jika kita meminum banyak air, konsentrasi air dalam darah menjadi tinggi, dan konsentrasi protein dalam darah menurun, sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini menyebabkan darah lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya filtrasi dan berkurangnya ADH akan menyebabkan menurunnya penyerapan air, sehingga urin yang dihasilkan akan meningkat dan encer.13

Komposisi UrineKomposisi urine normal adalah zat padat, mineral, dan solid. Zat padat terbanyak adalah urea dengan jumlah dari total solid, mineral terbanyak adalah NaCl dengan jumlah dari total solid, dan total solid sendiri terdiri dari bagian urea, bagian NaCl dan bagian zat organik lain dan zat anorganik lain. Komposisi urin terdiri dari air 96% dan larutan 4%. Dimana terbagi menjadi dua yaitu larutan organik dan larutan anorganik. Larutan organik terdiri atas urea, amoniak dan garam ammonium, kreatin dan kreatinin, asam urat. Larutan anorganik terdiri dari asam amino, allantoin, klorida, sulfat, fosfat, oksalat, mineral, vitamin, hormon, enzim, natrium, kalium (potasium), magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.11

Faktor Kapasitas Vesica UrinariaKemampuan untuk menahan kemih akan menurun seiring dengan pertambahan usia seseorang karena otot-otot yang melemah. Namun bisa juga karena sering melahirkan sehingga menurunkan kemampuan otot untuk menahan uterus ataupun alat-alat di dalam perut. Kontinensia adalah kemampuan untuk mengendalikan berkemih dan berdefekasi. Manusia mampu mengenali kebutuhan untuk mengeluarkan urine dan atau defekasi serta mampu menunda sampai mereka di tempat yang tepat. Kehilangan kontinensia disebut dengan inkontinensia. Inkontinensia adalah ketidakmampuan untuk mengontrol berkemih dan yang lebih jarang, mengontrol defekasi. Definisi lain dapat menggabungkan aspek masalah lain, seperti periode waktu. Inkontinensia Urine merupakan masalah yang sering terjadi pada orang dewasa terutama wanita dan insidensnya meningkat seiring dengan pertambahan usia.3

KesimpulanInkontinensiaadalah kelainan yang dialami oleh seseorang karena kehilangan kemampuan untuk mengendalikan berkemih dan defekasi. Biasanya penyakit ini hanya akan dialami oleh orang yang lanjut usiadiatas 65 tahun khususnya pada wanita karena wanita pernah melahirkan, apabila seorang tersebut sering melahirkan, lebih mungkin terjadinya inkontinensia karena kemampuan otot-otot yang melemah sehingga orang tersebut tidak hanya mengalami kelemahan otot tapi juga tidak mampu menahan uterus atau alat-alat dalaman perut sehingga ia akan lebih sering membuang air kecil dalam jumlah kecil dan frekuensi sering.

Daftar Pustaka1. Gibson J. Fisiologi dan anatomi modern. Jakarta: EGC; 2003.h.175,77.2. Wibowo DS. Anatomi tubuh manusia. Jakarta: Grasindo; 2007.h.98.3. Faiz O, Moffat D. Anatomi at a glance. Jakarta: Erlangga; 2004.h.45.4. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Jakarta: EGC; 2004.h.650.5. Kuehnel W. Cytology, histology, and microscopic anatomy. 4th edition. Germany: Thieme; 2003.p.55. 6. Verrals S. Anatomi dan fisiologi terapan. Jakarta: EGC; 2003.h.81.7. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2003.h.265.8. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003.H.318.9. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2003.45.10. Raharjo R. Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.h.153.11. Alimul AA. Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.25.12. Supartini Y. Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC; 2004.h.161.13. Aryulina D. Biologi. Jakarta: Esis; 2008.h.219.Mekanisme Miksi dan Terjadinnya InkontinensiaPage 2