TRADISI PERNIKAHAN MATTUDANG PENNI SUKU BUGIS …repository.uinjambi.ac.id/2597/1/Maulana...
Transcript of TRADISI PERNIKAHAN MATTUDANG PENNI SUKU BUGIS …repository.uinjambi.ac.id/2597/1/Maulana...
TRADISI PERNIKAHAN MATTUDANG PENNI SUKU BUGIS DITINJAU
DARI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI KELURAHAN NIPAH
PANJANG I KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR)
SKRIPSI
OLEH
MAULANA YAHYA
NIM: SHK141618
PEMBIMBING
Dr.Bahrul Ma’ani,M.Ag
Dian Mustika S.HI,M.A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SHULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
ii
iii
iv
v
MOTTO
شهاء یههلله لمهه غفر مها دونه ذیهشرهكه به وهیغفر أهن یهالله لها إن
مایإثما عهظ شرك بالل فهقهد افتهرهىیه وهمه
Sesungguhnya ALLAH tidak mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang
selain demikian itu kepada siapa saja yang ALLAH kehendaki, dan barang siapa
yang mempersekutukan ALLAH maka sesungguhnya dia telah melakukan dosa
yang besar. (QS.ANNISA :48)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap ALHAMDULILLAH, skripsi yang
sederhana ini penulis persembahkan buat orang orang
terkasih dan tersayang :
Ayah bunda tercinta, Motivator terbesar dalam
hidupku H.M Zubair dan Saharia yang tak pernah berhenti
mendoakan dan
menyayangiku,atas semua pengorbanan dan
kesabarannya mengantarkanku sampai kini. tak pernah
cukup ku membalas cinta ayah dan ibu padaku. Serta adinda
Cici wulandari tercinta yang telah banyak memberikan
motivasi dan inspirasi kepada penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan
vii
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap tradisi pernikahan mattudang
penni suku bugis di kelurahan nipah panjang I kabupaten Tanjung Jabung
Timur. Sebagai tujuan diantaranya meneliti tradisi pernikahan Mattudang
Penni suku Bugis di kelurahan Nipah Panjang I Kabupaten Tanjung Jabung
Timur. dan bagaimana ketentuan adat tersebut dalam presfektif hukum Islam.
Skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian Sosiologis dan Yuridis
Normatif. dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperolah hasil dan
kesimpulan sebagai berikut : pertama, Tradisi Mattudang Penni adalah
Sebuah ritual yang dilaksanakan pada malam sebelum kedatangan mempelai
wanita dan duduk bersanding untuk resepsi yang merupakan bagian dari
salah satu bentuk adat dan kebudayaan di kelurahan Nipah Panjang I. Kedua,
Tradisi Mattudang Penni dipimpin oleh tokoh adat atau orang yang telah
dipercaya memimpin ritual, waktu pelaksanaannya malam hari sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Rangkaian acara dimulai dari Maccemme
Botting, Mabbeddak Botting, Attoriolong, Pembacaan Barzanji dan
Mappandre Temme’. Serangkaian acara tesebut memiliki makna tersendiri.
Ketiga, Dalam prosesi attoriolong ini, intinya adalah mengirimkan bacaan al
fatihah kepada orang yang sudah meninggal dan bacaan yang dikerjakan oleh
pemangku adat adalah bacaan yang sesuai dengan ajaran islam.
Kata kunci : Ritual,Attoriolong,Mappandre Temme’.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wa syukurillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberika taufik dan hidayah-Nya serta karunia-Nya kepada
segenap hamba-Nya. Sehingga dapat menyampaikan maksud dan tujuan
penulis, dimana penulis telah dapat menyelesaikan studi pada semester IX
(sembilan) pada fakultas syari’ah UIN STS Jambi. Kemudian shalawat dan
salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw serta
keluarga dan sahabatnya yang telah membawa kita dari alam kegelapam
menuju kepada alam yang terang benderang untuk kebahagiaan umatnya
didunia dan akhirat.
Selanjutnya setelah penulis selesai mengikuti dalam perkuliahan
semester IX (sembilan) pada fakultas syari’ah UIN STS Jambi, maka sudah
menjadi tugas dan kewajiban bagi penulis untuk menyusun suatu karangan
ilmiah (skripsi) sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata
satu (S1) dalam ilmu peradilan dan hukum keluarga, oleh karena itu penulis
mengangkat sebuah judul skripsi yang diberi judul “ Tradisi pernikahan
Mattudang Penni Suku Bugis ditinjau dari Hukum Islam (Studi kasus di
kelurahan Nipah Panjang I kabupaten Tanjung Jabung Timur) “ guna melatih
diri dalam menganalisis suatu masalah dan melalui skripsi ini penulis tidak
lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
ix
1. Bapak Dr.H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN STS Jambi
2. Bapak Dr.AA.Miftah,M.Ag, selaku Dekan Fakutas Syariah UIN STS
Jambi
3. Bapak Dr.H.Hermanto Harun,Lc.MHI, selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik, Ibu Rahmi Hidayati S.Ag,M.HI, selaku Wakil Dekan bidang
umum,perencanaan, dan keuangan, serta Ibu Dr.Yulyatin,S.Ag,M.HI,
selaku wakil dekan bidang kemahasiswaan dan kerjasama di lingkungan
Fakultas Syariah UIN STS Jambi.
4. Ibu Siti Marlina, S.Ag, M.HI, selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga dan
Ibu Dian Mustika, S. HI. MA, selaku sekretaris jurusan sekaligus
pembimbing II
5. Bapak Dr. H Bahrul Maani. M.Ag dan selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya dengan ikhlas memberikan bantuan dan bimbingan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Para Dosen/Asisten Dosen Fakultas Syari’ah UIN STS Jambi
7. Kabag dan Kasubag serta Karyawan-karyawati Fakultas Syari’ah UIN
STS Jambi
8. Bapak Kepala perpustakaan UIN STS Jambi dan perpustakaan lainnya
yang telah sudi memberikan penulis berupa pinjaman buku yang ada
hubungannya dengan skripsi ini.
9. Bapak H. M Zubair sebagai tokoh adat desa Nipah Panjang I dan
masyarakat setempat yang telah memberikan waktu luang dan informasi
sehingga skripsi ini bisa terselesaikan
x
10. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung
Secara keseluruhan penulis hanya dapat memanjatkan Do’a kehadirat
Allah SWT. Semoga jasa-jasa itu menjadi amal sholeh bagi mereka semua dan
mendapat ridho dari Allah SWT serta mendapat balasan yang setimpal dihari
kemudian nanti, Amin ya Robbal ‘alamin.
Disamping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik teknik maupun metode serta materi yang disajikan. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat mencapai tujuan yang
dikehendaki, dan bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
Jambi
Maulana Yahya
Shk 141618
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... ii
NOTA DINAS ………………………………………………………………iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................. iv
MOTTO ........................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Batasan Masalah ........................................................................... 5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................. 6
E. Kerangka Teori ............................................................................. 6
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 10
BAB II METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian ............................................................................. 15
B. Pendekatan penelitian .................................................................... 16
C. Jenis dan sumber data .................................................................... 16
D. Teknik pengumpulan data. ............................................................ 17
E Teknik analisis data ……………………………………………….19
xii
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Aspek Geografis ............................................................................ 21
B. Aspek Demografis ......................................................................... 22
C. Aspek Ekonomi ............................................................................. 25
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Prosesi Ritual dalam tradisi Tudang Penni ................................... 27
B. Tinjauan Hukum Islam terhadap tradisi Mattudang Penni ............ 40
C. Urgensi tradisi Mattudang Penni Dalam Pernikahan Suku Bugis...51
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan .................................................................................... 54
B. Saran-saran .................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin yang suci serta sakral dan
mempunyai tujuan yang luhur lagi mulia. Berdasarkan ajaran Islam
perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan untuk
beranak, berkembang biak dalam kehidupannya, setelah masing-masing
pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan
perkawinan.
Penyelengaraan pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang
sangat penting dalam adat istiadat masyarakat bugis. Tradisi Mattudang
Penni masyarakat Bugis bukan hanya dirasakan sebagai beban moral, tapi
juga merupakan tanggung jawab oleh seluruh anggota kerabat dekat yang
termasuk dalam kelompok siassirikeng siappessei(kelompok harga diri dan
solidaritas bersama).1
Ada beberapa nilai nilai budaya yang sangat sakral dalam masyarakat
bugis, yakni kejujuran (alempureng), kepatutan (assitinajeng), keteguhan
(aggettengeng), usaha (reso) dan malu (siri). Adapula lima proses utama
1 Mahmud Tang,Tolong menolong dalam penyelenggaraan pernikahan pada
masyarakat bugis di desa Modello kab Barru Sulawesi Selatan,Jurnal Al Qalam 2009,Volume 15
1
2
Pada perkawinan Bugis: pelamaran, pertunangan, pernikahan, pesta
perkawinan, dan pertemuan resmi berikutnya.2
Di Kelurahan Nipah Panjang 1 terdapat suatu adat yang disebut
mattudang penni. Acara ini adalah sebuah adat di mana pengantin pria dan
wanita duduk bersanding di waktu malam pada saat diikrarkannya akad
nikah. Salah satu tujuannya adalah mappakaaraja bottinge (penghormatan
kepada mempelai pengantin. Acara adat ini diikuti dengan Mapandre
Temme’ (khatam Qur’an) yang di dalamnya ada berbagai macam ritual
mulai dari Maccemme Botting (memandikan calon pengantin), mappacci
(pemakaian inai), mabbeddak (pemakaian bedak), dan ritual keagamaan
seperti khatam qur’an, pembacaan kitab al barzanji dan disediakan berbagai
macam jenis makanan serta dupa (kemenyan) yang dimaksudkan untuk
dikirimkan untuk arwah yang sudah meninggal agar proses pernikahan
tersebut mendapat restu dari nenek moyang (Attoriolong). Jenis makanan
yang akan dikirimkan kepada orang yang sudah meninggal ini sudah
ditentukan pemuka adat, seperti: pisang, kelapa, ketan hitam dan ketam
putih, ayam kampong merah yang dimasak hijau, kue dua belas rupa, lauk
pauk yang dibuat dua belas rupa dan beberapa cangkir susu.3 Adat
pernikahan mattudang penni di Nipah Panjang ini merupakan tradisi
masyarakat suku Bugis yang dilaksanakan secara turun temurun hingga saat
ini.
2 Millar,Perkawinan Bugis,Makassar Ininnawa,2009 ,hlm 85
3Wawancara dengan Musa, Pemuka Adat, Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung
Jabung Timur, 13 Februari 2018
3
Seperti diketahui dibanyak catatan sejarah, bahwa sebelum islam
masuk ke Nusantara, masyarakatnya telah menganut bermacam macam
agama dan kepercayaan, seperti Hindu, Budha, paham
Animisme(kepercayaan kepada roh), Dinamisme (semua roh mempunyai
semangat), dan lain sebagainya, mereka memuja pohon pohon besar, roh
roh, nenek moyang, dan benda benda lain yang di anggap keramat.
Kepercayaan dikalangan masyarakat bugis tertentu sering
dikonsepsikan bahwa ketika melakukan suatu pernikahan jika salah satu
tradisi tidak dilaksanakan, maka akan menimbulkan hal yang tidak baik
dalam pernikahan tersebut, pada acara Attoriolong( pengiriman surah Al
fatihah kepada pendahulu/orang yang telah meninggal sebelum akad
nikah) apabila salah satu syarat nya tidak dipenuhi akan berdampak negatif
bagi pihak keluarga yang melaksanakan acara pernikahan, ketika dalam
penyajian makanan untuk dihidangkan harus dilaksanakan dengan teliti
seperti makanan yang dimasak tidak boleh dimasak oleh orang lain, harus
dari pihak keluaraga, kemudian ayam masak yang disediakan harus sesuai
selera orang yang akan dikirimkan bacaan Al Fatihah tadi, mulai dari jenis
ayam, warna ayam dan jumlah ayam yang akan di hidangkan, jika yang
akan dikirimkan adalah orang yang meninnggal pada saat kecil, maka akan
disediakan beberapa cangkir susu, kemudian makanan yang disediakan
tidak boleh dicicip sebelum di bacakan oleh orang yang dipercaya untuk
mengirimkan bacaan fatehah, dan di wajibkan pula dalam pembacaan ini
untuk menyediakan kemenyan/dupa atau sesuatu yang lain yang dapat
4
mengeluarkan asap. Mereka percaya apabila salah satu syarat tidak
dipenuhi maka akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti salah satu
pihak keluarga akan mengalami kesurupan, bermimpi di datangi dan
diganggu oleh orang yang sudah meninggal, dan tidak berjalan nya acara
sesuai keinginan.4
Berdasarkan Wikipedia bahasa Indonesia, sejenis persembahan
kepada dewa atau arwah nenek moyang pada upacara adat dikalangan
penganut kepercayaan kuno di Indonesia disebut dengan SESAJEN atau
SAJEN.5 Adapun menurut Inseklopedia Bahasa Indonesia, Sesajen adalah
segala jenis persembahan yang disajikan dihadapan objek pemujaan yang
biasanya diletakkan di atas altar, sajian ini berupa air, bunga bunga , buah
buahan, manusia, makanan, dupa, llin dan lain sebagainya.
Pada masa sekarang, masa yang dikenal dengan zaman modern,
dengan ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
upacara dan ritual yang didalamnya ada tradisi memberikan sesajen masih
tetap bertahan, dan masih dilestarikan dengan alasan sebagai warisan
budaya.6 Masih bertahannya Tradisi dan Adat istiadat Pra Islam, yang sarat
dengan takhayyul dan tentu saja bertentangan dengan prinsip tauhid dalam
Islam, termasuk diantaranya kepercayaan terhadap pemujaan terhadap
arwah nenek moyang, berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis
akan mengangkat sebuah judul : tradisi pernikahan Mattudang Penni suku
4 Wawancara dengan Dg. Pattunru, tokoh adat kelurahan Nipah Panjang I, 22 Januari
2018 5 WIKIPEDIA Bahasa Indonesia , Sesajen atau sajen
6 Mulyadi, Upacara Tradisional Sebagai Kegiatan Sosialisasi DIY (Yogyakarta proyek
P2NB DEPDIKBUD 1982/1983), hlm 2
5
Bugis ditinjau dari Hukum Islam (studi kasusu di kelurahan Nipah PanjangI
kabupaten Tanjung Jabung Timur).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat penulis
paparkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prosesi acara adat mattudang penni di kelurahan Nipah
Panjang I ?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tradisi pernikahan
mattudang penni suku Bugis di Kelurahan Nipah Panjang ?
3. Bagaimana Urgensi/pentingnya tradisi pernikahan Mattudang Penni
bagi masyarakat suku Bugis di Kelurahan Nipah Panjang I ?
C. Batasan Masalah
Kajian penelitian ini dibatasi pada pernikahan mattudang penni
suku Bugis di kelurahan Nipah Panjang I ditinjau dari hukum Islam
dengan menalaah pendapat para ulama saat ini dan terdahulu.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengetahui prosesi ritual adat mattudang penni
dikelurahan Nipah Panjang I
b. Ingin mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap tradisi
pernikahan mattudang penni suku Bugis di Kelurahan Nipah
Panjang
6
c. Ingin mengetahui pentingnya tradisi pernikahan Mattudang
Penni suku bugis di kelurahan Nipah Panjang I
2. Kegunaan Penelitian
a. Menambah cakrawala ilmiah bagi perkembangan
wacana hukum khususnya mengenai analisis terhadap
pernikahan mattudang penni suku Bugis di Kelurahan Nipah
Panjang ditinjau dari hukum
b. Memberikan pemahaman dan informasi bagi masyarakat
mengenai analisis terhadap pernikahan mattudang penni suku
Bugis di kelurahan Nipah Panjang ditinjau dari hukum .
c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana strata satu (S1) pada Hukum Keluarga Fakultas
Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
E.Kerangka Teori
Menurut Prof Van Vallenhoven, Hukum adat adalah himpunan
peraturan tentang prilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan timur asing
pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karna bersifat hukum) dan pada
pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karna adat).
Menurut I Made Widyayana, Hukum adat harus bersifat menyeluruh
dan menyatukan, tidak untuk orang orang tertentu dan tidak juga membeda
bedakan permasalahan.
Menurut hall calvinn dan Lindsey garner dalam buku teori teori
7
holistic mengatakan tradisi yang sudah ada pada masyarakat bugis
sebelumnya dengan tetap berlandaskan kepada agama kemudian menjadi
praktek yang diturunkan secara berkesinambungan kepada generasi
berikutnya.7
Latoa Mattulada memberikan gambaran bahwa ada perubahan yang
bersifat menggabungkan antara Islam dan adat yang sudah ada sebelum
datangnya. Kemudian dari dua unsur itu memunculkan bentuk baru. Sejak
berkembangnya Islam dalam struktur pemerintahan, maka Islam teradaptasi
dalam kelembagaan yang ada. Walaupun demikian tidak menjadikan
masyarakat bugis kemudian menyebutnya sebagai pemerintahan. Begitu pula
pernikahan yang dilakukan orang bugis, ajaran Islam dijadikan sumber dan
spirit dalam melaksanakan ritual pernikahan. Namun demikian adat istiadat
yang sudah ada sebelumnya tidak dihilangkan, Melainkan diadaptasi
kedalam Islam. Selanjutnya pernikahan yang dilansungkan khas dimiliki
karna menggabungkan adat yang sesuai dengan Ajaran Islam. Selama tidak
ada larangan hukum syariat yang melarang, maka unsur-unsur yang ada
dalam tradisi tetap dipertahankan.8
Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha
7 Hall Calvin dan Lindsey Garner,Teori Teori Holistik (Yogyakarta : Kanisius,1995), hlm
55 8, Muh. Rusli Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis Sidrap Sulawesi Selatan
(Jurnal Karsa, Vol. 20 No. 2, Desember 2012), hlm 58
8
esa. Penjelasan pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan disebutkan bahwa perkawinan mempunyai maksud agar suami
dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula
dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus disetujui oleh kedua
belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.9
Menurut William Gode, dalam perspektif sosiologi, perkawinan pada
hakekatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita
dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas yang memiliki
ciri ciri tertentu, sehingga si pria bertindak dan merupakan suami,
sedangkan wanita bertindak dan merupakan istri, keduanya dalam ikatan
yang sah.
Nama Bugis sendiri, secara bahasa berasal dari kata “to Ugi “ yang
berarti orang Bugis. Penamaan Ugi merujuk pada raja pertama kerajaan
Cina (sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Wajo), yaitu La
Sattumpungi. Mayoritas suku ini bermukim di Sulawesi Selatan, namun
juga dapat ditemui di provinsi lainnya di Indonesia dan beberapa negara
tetangga. Percepatan penyebaran suku Bugis ke berbagai wilayah didorong
oleh etos kerja yang tinggi yang tertanam dalam falsafah siri’ na pacce
yang mereka miliki.10
9Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
10Muh. Rusli Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis Sidrap Sulawesi Selatan (Jurnal
Karsa, Vol. 20 No. 2, Desember 2012), hlm. 244.
9
Menurut masyarakat bugis sendiri, perkawinan adalah perpaduan
antara kuatnya adat dan juga pelaksanaan ajaran Islam. Islam yang datang
setelah terbangunnya peradaban Bugis melalui fase yang panjang tidak
serta merta mengubah kebiasaan dan prosesi yang sudah ada. Namun, apa
yang bertentangan dengan ajaran kemudian ditinggalkan.11
Sementara hal-
hal yang tidak diatur secara kaku dalam Islam kemudian diaptasi ke dalam
prinsip-prinsip yang tetap Islami tetapi kemasannya disesuaikan dengan
bingkai adat. Beberapa hal yang menjadi aturan dasar Islam dalam
pernikahan justru diakulturasikan ke dalam prosesi Bugis yang lebih
dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Islam yang dianut digunakan secara
ketat tetapi menjadi bagian dari pranata sosial, tidak berdiri sendiri sebagi
satu pilar yang berbeda. Beberapa prosesi pernikahan tidak menggunakan
bahasa Arab, tetapi tetap selaras dengan ajaran Islam dan dibingkai dalam
suasana kedaerahan.12
Adat dan Islam menyatu sehingga sulit untuk membedakan atau
memilah antara keduanya. Sementara pernikahan dipandu dengan ajaran
agama, pengiriman undangan, penghormatan terhadap orang tua, pemilihan
pasangan, jamuan makan, dan persiapan menjadi pasangan keluarga baru,
semuanya dilangsungkan dengan spirit Islam. Adapun implementasi dan
prosesi yang ada semata-mata menggunakan cara pandang orang Bugis
terhadap lingkungannya. Penelitian ini menunjukkan bahwa diterima
sebagai pegangan hidup walaupun tidak menggunakan tata cara yang
11 Millar,Perkawinan Bugis,(Makassar:Penerbit Ininnawa,2009),hlm 85
12 Ibid, hlm 329
10
digunakan dalam tradisi Arab. Ini menunjukkan bahwa sejak awal orang
Bugis sudah memiliki cara hidup tersendiri yang sesungguhnya tetap tidak
ditolak dalam pelaksanaan hukum Islam. Pernikahan cara orang Bugis tetap
dipertahankan dalam lingkungannya masing-masing, bahkan ketika jauh
dari tanah leluhur, tata cara dan upacara yang menjadi warisan turun-
temurun di tanah Bugis juga dilakukan di rantau.13
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah uraian hasil-hasil penelitian terdahulu
(peneliti-penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek
fokus/tema yang diteliti. Di bawah ini adalah tiga penelitian yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian ini, yaitu:
Ria Andriyana tahun 2011 dari UNILA dengan skripsi berjudul:
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan dalam ikatan
saudara pada masyarakat Suku Bugis di desa Muara Gading Mas
Kelurahan Labuhan Maringgai Lampung Timur . Hasil penelitian ini
menunjukkan pada faktor ekonomi dalam masyarakat suku Bugis
merupakan faktor yang kurang berpengaruh, hal ini disebabkan tahapan-
tahapan pada perkawinan adat Bugis bisa dilakukan dengan cara yang
sederhana, kemudian pada faktor keluarga merupakan faktor yang cukup
berpengaruh terhadap perkawinan karena memiliki pengaruh penting dalam
pencarian jodoh bagi anak-anak mereka, lalu pada factor kebudayaan
sangat berpengaruh, hal tersebut terjadinya karena masyarakat menganggap
13
Millar, Perkawinan Bugis, ( Makassar: Penerbit Ininnawa, 2009 ), hlm 329
.
11
kebudayaan tersebut merupakan kebudayaan pada zaman dahulu dan harus
dilestarikan, dan terakhir pada faktor pendidikan merupakan faktor yang
mempengaruhi terjadinya perkawinan dalam ikatan saudara pada
masyarakat suku Bugis, karena rendahnya pendidikan yang ada pada
masyarakat suku Bugis sehingga membuat pola pikir yang ada pada
masyarakat menjadi rendah. Berdasarkan analisis hasil penelitian
menunjukkan faktor keluarga, faktor kebudayaan dan faktor pendidikan
merupakan faktor yang paling mempengaruhi terjadinya perkawinan dalam
ikatan saudara pada masyarakat suku Bugis.14
ST. Muttia A. Husain tahun 2012 dari Universitas Hasanuddin
Makassar dengan skripsi berjudul: Proses dalam tradisi perkawinan
masyarakat Bugis di desa Pakkasalo kelurahan Sibulue kabupaten Bone.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa tahapan
dalam proses perkawinan Bugis terdiri atas mappese’-pese’, madduta,
mappenre’ dui, resepsi dan massita baiseng. Beberapa hal yang dapat
menimbulkan siri’ dalam proses perkawinan seperti pelamaran, uang
belanja, mahar, pesta, hiburan dan undangan perkawinan. Terdapat
perubahan dalam masyarakat terhadap pemaknaan siri’ hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor seperti adanya toleransi, pengetahuan dan pendidikan
14
Andriyana, Ria, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perkawinan dalam
Ikatan Saudara Pada Masyarakat Suku Bugis di Desa Muara Gading Mas Kelurahan Labuhan
Maringgai Lampung Timur, ( skripsi Lampung: UNILA, 2011), hlm 15
12
masyarakat, sistem stratifikasi yang terbuka dan penduduk yang
heterogen.15
Lusiana Onta tahun 2013 dari Universitas Negeri Gorontalo
berjudul: Adat Pernikahan Suku Bugis di Desa Bakung Kelurahan Batui .
Hasil penelitian menunjukkan: pernikahan menurut orang Bugis bukanlah
sekedar untuk menyatukan kedua mempelai pria dan wanita, tetapi lebih
daripada itu adalah menyatukan dua keluarga besar sehingga terjalin
hubungan kekerabatan yang semakin erat. Untuk itulah, budaya pernikahan
orang Bugis perlu tetap dipertahankan karena dapat mempererat hubungan
silaturrahmi antarkerabat. 16
Gusmarni tahun 2015 dari Universitas Andalas dengan skripsi
Perkawinan menurut hukum adat Suku Bugis dikelurahan Totaka kelurahan
Ujung Tanah kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ni
bahwa perkawinan suku Bugis di kelurahan Totaka kelurahan Ujung Tanah
yang mana perkawinan disana dikenal sebagai perkawinan dengan uang
belanja yang wajib diberikan sebagai syarat adat pada setiap wanita bugis
yang hendak dikawini. Proses pelaksanaan perkawinan suku Bugis di
kelurahan Totaka kec. Ujung Tanah dimulai dengan pra perkawinan yang
dimulai dengan mencari tau apakah gadis idaman sudah ada yang meminang
atau belum,kemudian masuk pada tahap pelamaran yang terdiri dri
15 ST. Muttia A. Husain, Proses dalam tradisi perkawinan masyarakat Bugis di desa
Pakkasalo kelurahan Sibulue kabupaten Bone, Skripsi, ( Makassar: Universitas Hasanuddin,
2012), hlm 85 16 Lusiana Onta, Adat pernikahan Suku Bugis di desa Bakung kelurahan Batui, Skripsi, (
Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo, 2013), hlm 70
13
pelamaran pertama datang pihak calon pengantin laki-laki dan kedua
kemudian yaitu pengesahan lamaran dengan adanya pertunangan dan
pendaftaran perkawinan yang dilakukan oleh calon pengantin pria atau
wanita atau diwakilkan kepada orang tua. Pada tahap kedua yaitu tahap
akad nikah dimana pengantin pria datang keempat pengantin wanita dan
melaksanakan akad nikah di depan pegawai pencatat nikah dan kemudian
resepsi perakwinan.17
Ika dayani rajab putri dari Alauddin Makassar 2016 dengan skripsi
berjudul :Makna Pesan Tradisi Mappacci Pada Pernikahan Adat Bugis
Pangkep di Kelurahan Talaka Kecamatan Ma’rang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa acara Mappacci mengandung symbol kebersihan dan
kesucian bagi calon mempelai baik laki laki maupun calon mepelai
perempuan. Artinya baik calon mepelai laki laki maupun calon mepelai
perempuandianggap masih bersih dan suci.oleh karna itu bagi calon mepelai
yang berstatus janda atau duda tidak ada lagi acara Mappacci.18
Proses upacara Mappacci dimulai dari Khatam Al-quran, barzanji, dan
terakhir mappaci. Beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam proses
Mappacci yaitu bantal, sarung sutera, pucuk pisang, daun nangka, daun inai
(pacci) beras melati, lilin, tempat pacci (wadah), gula merah dan kelapa.
17
Gusmarni, Perkawinan menurut hukum adat Suku Bugis dikelurahan Totaka kelurahan
Ujung Tanah Kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan, Skripsi, ( Padang: Universitas Andalas,
2015 ), hlm 55
18
Ika Dayani Rajab Putri, Makna pesan tradisi Mapacci pada pernikahan adat Bugis
Pangkep di kelurahan Talaka kecamatan Ma’rang, Skripsi, ( Makassar : Ulaudin Makassar,
2016), hlm 59
14
Perbedaan dalam penelitian penulis dengan penelitian terdahulu,
bahwa penelitian penulis ini lebih terfokus terhadap pandangan islam
terhadap acara mattudang penni. Sementara penelitian yag dilakukan Ria
Andriyana berfokus terhadap faktor yang mempengeruhi pernikahan dalam
ikatan saudara, sementara ST.Muttia hanya memfokuskan terhadap prosesi
yang terdapat pada pernikahan bugis, dan tidak mengikutsertakan tinjauan
hukum islam dalam prosesi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Lusiana Onta memfokuskan pernikahan bugis dalam segi memperhatikan
adat yang terdapat dalam pernikahan tersebut. Penelitian yang dilakukan
oleh Gusmarni, memfokuskan terhadap makna perkawinan menurut
masyarakat suku bugis dan tata cara perkawinan menurut masyarakat suku
bugis.
15
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
A. Jenis Penelitian
Kajian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif -
kualitatif, yakni mendeskripsikan atau menguraikan data-data yang
berkaitan dengan tradisi pernikahan mattudang penni suku Bugis di
kelurahan Nipah Panjang ditinjau berdasarkan hukum Islam yang telah
diperoleh untuk kemudian dianalisa guna mendapatkan suatu pandangan
ataupun kesimpulan yang relevan pada saat ini.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian sosiologis dan
yuridis normatif. Pendekatan sosiologis yaitu dengan mengamati
kelompok masyarakat atau lembaga sehingga dapat memahami norma,
tradisi, keyakinan yang dianut oleh masyarakat dan memahami perbedaan
yang ada.
Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap
16
peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti.1
C. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, Melalui observasi,
wawancara dengan responden dan mengambil data dari lapangan.
Dalam hal ini yang menjadi sasaran wawancara adalah tokoh tokoh
masyarakat yang-mengerti secara mendalam perkawinan adat bugis.
Sumber data dalam penelitian ini adalah dimana data ini diambil.
1).Data Primer
Sumber data primer adalah sumber informasi yang secara lansung
berkaitan dengan tema yang menjadi pokok pembahasan dalam
penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini adalah wawancara
dengan responden dan mengambil data data dari lapangan.
2).Data Sekunder
Mengambil data pendukung dalam penelitian. Adapun sumber data
penukung dalam penelitian ini adalah artikel, jurnal, dan data
tertulis lainnya yang dianggap relevan dan mendukung pembahasan
dalam penelitian ini.
3).Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti adalah ketua dan anggota Lembaga Adat dan
Lembaga Pemerintah dan masyarakat yang diambil dengan
melakukan upaya menetapkan informan kunci (key informan)
1 Soerjono Soekanto & Sri Marmuji, penelitian Hukum Normatif(suati tonjauan
singkat),Rajawali pers,Jakarta,2001,hlm.13-14
17
adalah ketua Lembaga Adat, sedangkan masyarakat sebagai
responden.
Subjek dalam penelitian ini sebagian didatangi dan diwawancarai,
dan sebagian lagi didatangi untuk diamati atau diobservasi secara
langsung.
D. Teknik Pengumpulan Data
a.Observasi
“Metode observasi atau disebut juga dengan pengamatan
merupakan kegiatan pemuatan perhatian semua objek dengan
menggunakan seluruh indera.”2 Observasi dilakukan dengan
menggunakan panduan observasi yang disiapkan untuk
memudahkan dan membantu peneliti dalam memperoleh data.
Panduan tersebut dikembangkan dan diperbaharui selama penulis
berada di lokasi penelitian. Metode observasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode observasi partisipan, yang
mana peneliti melibatkan diri secara langsung dalam lingkungan
penelitian.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilaksanakan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.”3
2Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 156.
3Ibid., hlm. 155.
18
Wawancara atau metode interview, mencakup cara yang
dipergunakan kalau seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu,
mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari
seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan
orang itu. Wawancara merupakan salah satu pengambilan data yang
dilakukan melalui kegiatan komunikasi lisan dalam bentuk
terstruktur, semi terstruktur, dan tak terstruktur, wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur dilakukan pada awal penelitian,
karena terkadang informan memberikan keterangan kadang muncul
jawaban yang tidak terduga yang tidak akan muncul pada saat
wawancara terarah dilakukan, dan hal itu bisa menambah informasi
yang diperoleh terkait informasi yang akan diteliti.
c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah
tersedia dalam catatan dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
fungsinya sebagai pelengkap dan pendukung bagi data primer
yang diproleh dari observasi dan wawancara mendalam.
E. Teknik Analisis Data
Teknik Analisi Data dalam penelitian ini menggunakan Field
Research (study Lapangan)
19
1. Data yang diperoleh dari perpustakaan merupakan landasan
perbandingan dari penulis yag juga sebagai landasan teoritis.
2. Data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan,dianalisa
dengan menggunakan teknik analisis data. Pada tahap pertama,
analisa data dilakukan pada waktu berlansung pengumpulan data,
tahap kedua dilakukan setelah pengumpulan data selesai.
3. Analisa data pada tahap awal meliputi reduksi data, sajian data serta
penarikan kesimpulan tentative (sementara). Kegiatan pada analisa
lanjutan atau analisis data tahap kedua yang dilakukan setelah study
lapangan meliputi kategorisasi, penafsiran, serta penarikan
kesimpulan akhir.
20
BAB III
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Aspek Geografis
Kelurahan Nipah Panjang I merupakan salah satu Desa di
Kelurahan Nipah Panjang, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara geografis terletak
pada dengan luas 5.445 Km.Batas Batas wilayah Kabupaten Tanjung
Jabung Timur sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan,
sebelah barat berbatasan dengan Kab.Tanjung Jabung Barat dan
Kab.Muaro Jambi,sebelah selatan berbatasan denga Kab. Muaro Jambi
dan Provinsi Sumatra Selatan.Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang
terletak di pantai timur pulau Sumatra ini berbatasan lansung dengan
provinsi Kep.Riau.
Sedangkan letak geografis Kelurahan Nipah Panjang 1 dengan
batas batas sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan lansung dengan Selat Berhala
b. Sebelah Selatan berbatasan lansung dengan Kelurahan Nipah
Panjang II
c. Sebelah Timur berbatasan lansung dengan Desa Bunga Tanjung
d. Sebelah Barat berbatasan lansung dengan Desa Simpang Jelita
Secara keseluruhan luas Kelurahan Nipah Panjang I kabupaten Tanjung
Jabung Timur adalah 7300 Ha.
21
Letak Kelurahan Nipah Panjang I sangat jauh dari pusat kota
akan tetapi bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua atau roda
empat.Adapun letakya adalah sebagai berikut:
a.jarak dari pusat Kelurahan 2 Km
b.Jarak dari pusat Kabupaten 70 Km
c.Jarak dari pusat Provinsi 140 Km
B. Aspek Demografis
Jumlah penduduk kelurahan Nipah Panjang I Menurut Jenis
Kelamin
TABEL I
Jumlah penduduk keurahan Nipah Panjang I berdasarkan
jenis kelamin
NO. Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki Laki 3559 jiwa
2 Perempuan 3457 jiwa
Jumlah 7016
Tabel diatas menunjukkan bahwa di Kelurahan Nipah Panjang
I ,Jumlah penduduk laki lakinya lebih banyak dibandingkan jumlah
perempuan.4
4 Dokumen, Profil kelurahan Nipah Panjang I, 2017
22
Kelurahan Nipah Panjang I memiliki beragam suku,Karena
pada umumnya penduduk ditempat ini adalah pendatang dari berbagai
wilayah.Sebagaimana terlihat di Tabel 2
TABEL 2
Jumlah Penduduk Nipah Panjang I berdasarkan usia5
JENIS PENDUDUK JUMLAH
PENDUDUK
LAKI LAKI 3559 JIWA
PEREMPUAN 357 JIWA
USIA 0-17 358
USIA 18-55 3093
USIA 55 KEATAS 339
TABEL 3
Jumlah penduduk kelurahan Nipah Panjang I berdasarkan suku6
5 Dokumen, Profil kelurahan Nipah Panjang I, 2017 6 ibid
NO. SUKU JUMLAH
1 BATAK 39
23
Seperti tampak pada table diatas ,di kelurahan Nipah Panjang 1
memiliki beragam suku, sehingga mempunyai berbagai keunikan diantaranya
adalah bahasa. Tidak semua masayarakat di Kelurahan Nipah Panjang ini
mampu berbicara dalam semua bahasa,karena memandang bahasa sukunya
yang banyak,menyulitkan mereka memahami bahasa suku yang lain. Setiap
suku yang ada di Kelurahan Nipah Panjang ini mempunyai adat yang
berlainan,salah satunya adalah Tradisi Pernikahan Mattudang Penni yang
dilaksanakan dengan cara orang bugis.
Di Kelurahan Nipah Panjang dilihat dari segi sarana Pendidikan,cukup
memadai karna di kelurahan ini sudah mempunyai sarana pendidikan dari
paud sampai SLTA ,sebagaimana terlihat di
2 MELAYU 3094
3 MINANG 206
4 JAWA 937
5 MADURA 5
6 BANJAR 69
JUMLAH 4350
24
TABEL 4
Jumlah Sarana Pendidikan Kelurahan Nipah Panjang I7
JENIS SARANA
PENDIDIKAN
JUMLAH
1 PERPUSTAKAAN
KELURAHAN
1 UNIT
2 GEDUNG SEKOLAH PAUD 3 UNIT
3 GEDUNG SEKOLAH TK 1 UNIT
4 GEDUNG SEKOLAH SD 7 UNIT
5 GEDUNG SEKOLAH SMP 2 UNIT
6 GEDUNG SEKOLAH SMA 1 UNIT
JUMLAH 15 UNIT
TABEL 5
Tingkat Pendidikan Masyarakat di kelurahan Nipah PanjangI8
Lulusan pendidikan umum Jumlah
1 SD 2.397
2 SMP 951
3 SMA 102
4 AKADEMI/D1-D3 106
5 SARJANA S1 157
6 SARJANA S2 3
7 Dokumen, Profil kelurahan Nipah Panjang I, 2017 8 ibid
25
7 S3 -
C. Aspek Ekonomi
Sebagai kawasan perkebunan dan pertanian dan perikanan,Kelurahan
Nipah Panjang 1 memiliki ekonomi yang cukup. Taraf hidup masyarakatnya
rata-rata tergolong kelas ekonomi menengah kebawah. Hasil perkebunan
yang mereka peroleh seperti kelapa ,sawit,pisang ,pinang. Hasil pertanian
padi dan sayur-sayuran. Selain dari hasil pertanian perkebunan dan
perikanan,sebagian masyarakatnya bekerja sebagai pegawai negeri
sipil,wiraswasta,dan juga pedagang. sebagaimana pada
TABEL 6
PEKERJAAN/MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT NIPAH
PANJANG I9
NO PEKERJAAN JUMLAH
1 PEGAWAI NEGERI SIPIL 332
2 TNI/POLRI 19
3 SWASTA/BUMN 64
4 WIRASWASTA/PEDAGANG 308
5 PETANI 601
6 BURUH TANI 59
7 NELAYAN 754
8 JASA 35
9 PEKERJA SENI 6
9 ibid
26
10 PENSIUNAN 25
11 LAINNYA 4813
JUMLAH 7016
27
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Prosesi Ritual dalam Tradisi Tudang Penni
Ada lima tata cara upacara prosesi yang harus ada dalam sebuah
pernikahan bugis .pertama, Pertemuan Pertunangan (mappasiarekeng). Kedua
adalah upacara perkawinan /nikah dalam tatacara islam disertai penyerahan
mahar dan sajian makanan tradisional khusus. Ketiga, adalah ritual Malam
Renungan (Tudang Penni). Upacara penting yang keempat adalah duduk
bersanding (Mappendre’ Botting). Kemudian yang kelima adalah acara
pertemuan besan (Massitabaiseng).
Mattudang penni atau biasa disebut dengan Tudang Penni ditinjau
dari segi bahasa ,Mattudang artinya duduk, Penni artinya malam, jadi
Mattudang Penni artinya duduk malam. Sebuah ritual yang dilakasanakan
pada malam sebelum kedatangan mempelai wanita dan duduk bersanding
untuk Resepsi.10
Tudang penni dapat juga diartikan sebagai malam
renungan,yakni duduk menenangkan pikiran pada malam hari.11
Tudang Penni
berlansung dirumah pengantin laki laki dan penyelenggara pihak wanita,
melaksanakan berbagai macam acara dan ritual kemudian dilanjutkan dengan
maddoja(jaga malam) diramaikan teman lelaki dan pihak penyelenggara
bermain dan mengobrol sepanjang malam. Acara ini sudah menjadi adat atau
kebiasaan masyarakat bugis pada umumnya, khususnya di kelurahan Nipah
10
Susan Bollyard Millar, Perkawinan Bugis, Makassar; Ininnawa 2009,hlm 86 11
Ibid ,hlm 106
28
Panjang I. Tradisi Tudang Penni bagi orang bugis dan khususnya bagi
masyarakat Kelurahan Nipah Panjang I adalah sesuatu upacara yang harus
ada dalam pernikahan bugis.12
Dimana pada saat itulah do,a yang disertai
ritual dan pengharapan diucapkan. Mereka percaya apa yang mereka lakukan
dalam serangkaian acara tersebut akan membawa suatu berkah tersendiri
untuk suksesnya pelaksanaan acara tersebut dan sebagai penghormatan
terhadap leluhur mereka. Pada malam resepsi terdapat berbagai macam acara
yang dilaksanakan sebelum acara Tudang Penni . Serangkaian acara tersebut
sebagai berikut :
1. Maccemme Botting
Mepelai wanita di mandikan pada sore hari ,beberapa saat sebelum
dilaksanakan akad nikah dalam acara Tudang Penni. Pada prosesi mandi
diharapkan agara mempelai wanita menjadi lebih menarik dan lebih
wangi,membantu mental mempelai agar lebih fokus, dan mengeluarkan unsur
jahat dan membentengi diri dari hal-hal gaib.
2. Mabbeddak Botting
Mempelai wanita di dudukkan pada sebuah ruangan untuk kemudian
dilaksanakan acara memakaikan bedak kepada si pengantin wanita tersebut
setelah acara pemandian selesai dilaksanakan. Dalam hal ini ibu dari
pengantin wanita akan mengawali acara ini dengan memakaikan bedak pada
anak kandungnya yang diiringi dengan doa dan bacaan bacaan oleh Indo’
Botting (ibu pengantin yang memandu pengantin laki laki dan perempuan
12
Ibid, hlm86
29
dari satu tempat ke tempat lain selama penyelenggaraan Resepsi ,serta
memastikan bahwa semua prosesi dan acara berjalan lancar) yang kemudian
dilanjutkan oleh keluarga dari mempelai perempuan yang lainnya,mulai dari
saudara ,sepupu , hingga orang lain yang tidak punya hubungan keluarga
dengan mepelai juga ikut memakaikan bedak tersebut. Pemakaian bedak
kepada mepelai wanita ini hanya dilaksanakan oleh wanita pula.
3. Attoriolong
Sebelum para undangan lelaki datang, tetua perempuan dari pihak
keluarga penyelenggara perkawinan mempersiapkan panganan tradisional
khusus, makanan ini termasuk panganan dari nasi ketan hitam dan ketan
putih(sokko),beberapa sisir pisang gepok besar, kemenyan (dupa),beras,dan
benda simbolis yang dipercaya bermakna baik dan sesuai dengan praktik
keagamaan tradisional,diselenggarakan ditiang utama rumah (posi bola)
menggunakan mantra (jampi-jampi)dan beberapa bacaan berlafaz islami
,yang dibaca oleh pemangku adat atau orang tua yang dipercaya. Serangkaian
Ritual Tradisional ini untuk mendoakan segenap penghuni rumah dan tetamu
agar tetap terpelihara dan terbebas dari segala gangguan kesehatan,keamanan
lahir dan bathin.13
Pada berbagai kasus ada juga yang melakukan
penambahan dalam simbol Ritual ini, seperti menyembelih beberapa ekor
ayam yang berbeda beda , disesuaikan dengan keinginan orang yang sudah
meninggal seperti kakek atau nenek dari keluarga mepelai yang berwasiat
sebelum meninggal. Adapula yang menambah ketan yang disertai dengan
13
Susan Bollyard Millar, perkawinan Bugis,Makassar; Ininawa 2009, hlm 97
30
saus gula merah (sokko na paloopo’) ,atau beberapa gelas susu, dengan
alasan yang berbeda beda ,seperti bermimpi mendapat perintah dari petua
yang sudah meninggal, atau karna sudah menjadi adat yang dilaksanakan
turun temurun oleh keluarga tertentu, dan adapula yang beralasan untuk
mengirimkan makanan tersebut kepada orang yang sudah meninggal seperti
mengirimkan beberapa gelas susu untuk anak yang meninggal ketika masih
kecil.
Tujuan tradisi ini adalah mengirimkan bacaan alfatihah kepada
pendahulu pendahulu yang sudah meninggal , dengan bacaan yang sesuai
dengan ajaran islam ,seperti membaca tawassul ,kemudian menyebutkan satu
persatu nama dari orang yang akan dikirimkan bacaan fatehah, namun dalam
pelaksanaan tradisi attoriolong ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
seperti masakan yang akan disajikan itu berupa 12 macam makanan yang
dihidangkan di dalam nampan ,dan makanan yang akan disajikan ini
disyaratkan pula harus di masak oleh pihak keluarga , dan makanan ini juga
tidak boleh dicicipi oleh siapapun sebelum di baca oleh pemangku adat.
Kemudian dalam ritual ini wajib menggunakan kemenyan . Mereka juga
meyakini akan terjadi kesurupan ataupun terdapat kendala dalam
pelaksanaan acara pernikahan, jika syarat tersebut tidak dipenuhi.14
14 Wawancara dengan Dg.patunru ,tokoh adat keurahan Nipah PanjangI,22 januari 2018
31
4. Pembacaan Barzanji dan Mappandre Temme’ (khataman AL-
QUR’AN)
Pernikahan bertujuan mendirikan sebuah keluarga yang harmonis ,sejahtera
dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
keluarga. Sejahtera artinya terciptanyaketenangan lahir dan bathin
disebabkan terpenuhinya keperluan hidup, sehingga timbullah kebahagiaaan,
yakni rasa kasih saying antara anggota keluarganya. Hal ini sejalan dengan
Firman Allah SWT.dalam Qur’an surah Ar Rum :
ى يىدة ورح ك ي ها وجعم ب ي ن ىا إ تسك زواجا ن فسكى أ أ ى ي خهق نك ه أ ات آي في ذ ة وي نك إ
آيات ن فكرو ت ىو ي ق ن
“Dan di antara tanda tanda kebesarannya Dia menciptakan bagi kamu
istri istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman
kepadanya,dan dijadikannya diantaramu mawaddah dan rahmah .
sesungguhnya pada yang demikian itu benar benar terdapat tanda tanda
bagi kaum yang berfikir.”
Pembacaan Barzanji selalu dilaksanakan oleh sebagian orang bugis
baik dalam acara Malam Resepsi pernikahan,pemakaman,selamatan
kelahiran,selamatan memasuki rumah baru, dan acara ritual
semacamnya,Sekitar empat puluh hingga seratus orang tetangga lelaki dan
kerabat dekat diundang. Biasanya acara pembacaan barzanji dilaksanakan
setelah akad nikah selesai di ikrarkan. Selagi pembacaan berzanji
dilaksanakan, imam yang memimpin pemabacaan barzanji berpindah tempat
untuk melaksanakan acara Khataman Al qur an(Mappandre Temme’). Imam
32
Membaca Al quran sementara mempelai pria menunjuk kebaris yang
sesuai.15
Dalam hal ini sebatang kayu manis diraut halus, biasanya digunakan
sebagai penunjuk. Kadang kala disertai pula dengan pembakaran dupa
diiringi hamburan beras oleh nenek atau Indo’botting diatas Alquran disetiap
jeda selama ritual ini.16
Adapula yang menambahkan berbagai jenis makanan
dalam prosesi ini, seperti kue yang dibuat 12 jenis, lauk pauk yang di
letakkan diatas talam besar berjumlah 12 macam, dan telur rebus yang di
tancapkan pada batang pisang yang setelah acara ini selesai kemudian akan
dibagikan kepada orang orang terdekat baik orang tua maupun anak-anak.
5. Mappacci (Upacara Penyucian)
Mappacci adalah sebuah upacara pembersihan diri untuk kedua
mempelai yang berlansung pada malam hari sebelum pesta
perkawinan(dilakukan pada waktu malam dengan menggunakan daun pacci).
Sebagian masyarakat bugis masih mempertahankan adat ini karna merupakan
inti dari semua prosesi dalam Tudang Penni , tapi ada pula yang tidak lagi
menggunakan adat ini karna alasan Adat ini hanya dilaksanakan oleh
kalangan bangsawan saja.17
Sebelum acara Mappacci dimulai, biasanya dilakukan padduppa
(penjemputan) mepelai. Calon mepelai dipersilahkan oleh protocol atau juru
bicara keluarga. Mappacci dilaksanakan pada malam yang dimaknai pesan
untuk membersihkan raga dan kesucian jiwa sebelum memasuki bahtera
15
Susan Bollyard Millar,perkawinan Bugis,Makassar;Ininawa 2009, hlm 108 16
Ibid, hlm 109 17 Wawancara dengan Dg Patunru’, tokoh adat di Kelurahan Nipah Panjang 22 januari
2018
33
rumah tangga, dengan membersihkan segalanya termasuk membersihkan hati,
bersih tingkah laku, atau perbuatan. Cara memberi daun Pacci kepada
mepelai adalah sebagai berikut:
a. Diambil sedikit daun pacci yang telah didahulukan (telah
dibentuk bulat supaya praktis).
b. Lalu diletakkan daun dan diletakkan ketangan calon mepelai.
Pertama ke telapak tangan kanan, kemudian ketelapak tangan
kiri, lalu disertai dengan doa semoga calon mepelai kelak dapat
hidup bahagia .
c. Kemudian kepada orang yang telah diberikan pacci
diserahakan rokok sebagai symbol penghormatan. Dahulu
disuguhi sirih yang telah dilipat lipat lengkap dengan segala
isinya, tetapi karena sekarang ini sudah jarang orang yang
memakai sirih, maka diganti dengan rokok.
d. Sekali kali Indo’ Botting ( juru rias pengantin)
menghamburkan Wenno (butiran beras)kepada calon mepelai
sebanyak tiga kali atau meeka yang meletakkan disertai dengan
do’a agar calon mepelai dapat mekar berkembang serta murah
rezeki dikemudian hari.
e. Calon mepelai yang telah dirias sebagaimana layaknya calon
pengantin didudukkan diatas lamming (pelaminan) dan
didampingi oleh seoran Indo’ Botting ( juru rias pengantin)
mengahadapi bantal dan segala kelengkapannya. Kedua
34
tangannya diletakkan diatas , hal ini dimaksudkan agar dapat
menerima daun pacci yang akan diberikan oleh orang orang
yang melakukan mappacci.
Dengan berpakaian resmi, pengantin wanita dan pria duduk di depan
bantal,yang disekitarnya terdapat semangkuk air cuci tangan ,dan semangkuk
kecil daun pacar(pacci). Dengan wajah menunduk,dan raut muka datar ,
pengantin baru menengadahkan tangan diatas bantal. Sesaat kemudian
dengan tingkah laku yang santai, berbeda dengan pengantin lelaki atau
wanita ,orang pertama yang dipercayakan untuk memulai ritual mappacci
,memilih sedikit daun pacci dari mangkuk,mencelupkannya ke air agar basah
sekedarnya,lalu meletakkannya di telapak tangan sang mepelai.setelah
selesai,orang tersebut membilas jari jarinya,lalu kembali ketempat duduknya
semula. Prosesi ritual ini dilanjutkan secara bergilir oleh kerabat atau orang
terpandang yang sebelumnya sudah diminta kesediaan oleh tuan rumah.
Simbol symbol yang digunkan dalam acara ini masing masing mempunyai
makna :
1. Bantal
Bantal merupakan lambang sebagai kemakmuran dimana bantal
tersebut terbuat dari kapas dan kapuk, dalam bahasa Bugis disebut
asalawanangeng yang dikumpulkan satu persatu yang akan dijadikan sebuah
bantal sebagai pengalas kepala, diamana kepala merupakan bagian paling
mulia dan dihargai bagi manusia, begitu pula sosok manusia baru dapat
dikenal bila mana dilihat wajahnya , dan wajah adalah bagian dari kepala.
35
Dengan demikian bantal merupakan lambang kehormatan , kemuliaan
ataupun martabat.18
2. Sarung sutera
Sarung merupakan pembungkus atau penutup badan, tentunya akan
menimbulkan rasa malu apabila tubuh kita tidak tertutup atau telanjang,
dalam bahasa Bugis Mallosu losu. Dengan demikian mengandung makna
sebagai harga diri dan moral. Sehingga diharapkan agar calon mepelai
senantiasa menjaga harga dirinya.sarung melambangkan ketermpilan dan
ketekunan karna membuat sarung harus memiliki kesabaran, ketekunan, dan
keterampilan. Dulu bagi Masyarakat Bugis ,bila seseorang pria akan mencari
atau memilih calon istri , tak perlu melihat dari segi sifat dan prilakunya, tapi
cukup melihat dari hasil tenunnya yang rapid an halus.
3. Daun pucuk pisang
Daun pucuk pisang memang tidak memilikinilai jual yang tinggi,
tetapi memiliki makna yang mendalam bagi manusia yang diletakkan diatas
sarung sutera tersebut. Salah satu sifat dari pisang yaitu tidak akan mati atau
layu sebelum muncul tunas yang baru. Sedangkan karakter lain dari pisang
yaitu satu pohon pisang, dimungkinkan untuk dinikmati oleh banyak orang.
Dengan demikian pernikahan yang diharapkan calon mepelai pengantin
berguna dan membawa manfaat bagi banyak orang.
a. Daun pisang yang diletakkan diatas bantal melambangakan
kehidupan saling menyambung atau berkesinambungan.
18 Wawancara dengan Dg. Patunru’, Seorang Pemuka adat Kelurahan Nipah Panjang I 22
januari 2018
36
Sebagaimana keadaan pohon pisang yang setiap saat terjadi
pergantian daun, daun pisang yang belum tua/yang belum kering ,
sudah muncul pula daun mudanya untuk meneruskan kehidupannya
yang dalam bahasa bugis disebut dengan Maccolli. Hal ini selaras
dengan tujuan utama pernikahan, yang melahirkan atau
mengembangkan keturunan yang baik.
b. Daun pucuk pisang terkandung makna pesan yang dimana jangan
pernah berhenti berupaya,dan berusaha keras,demi mendapatkan
hasil yang diharapkan. Sebagaimana kehidupan pohon pisang , nanti
berhenti ketika berpucuk setelah berbuah.19
c. Daun Nangka( panaasa)
Daun nangka tentunya juga tidak memiliki alat jual, tetapi
menyimpan makna yang mendalam yang diletakkan diatas pucuk daun
pisang. Menurut H.M Zubair “dua mitu mamaala riala sappo rilalenna
atuwonnge, iyana rituu unganna panasae, (lempuu) sibawa beloona
kalukue (paccing). Dalam artian, mengarungi kehidupan dunia ada dua sifat
yang harus di pegang , yaitu kejujuran dan kebersihan.
d. Daun inai atau pacci
Daun pacci merupakan tumbuh tumbuhan yang telah ditumbuk halus,
disimpan dalam wadah sebagai pemaknaan kerukunan dalam keluarga, dan
kehidupan masyarakat yang digunakan sebagai salah satu pelengkap acara
tudang penni atau malam pacci, sebagai symbol kebersihan atau kesucian,
19
Wawancara dengan H.M.Zubair, tokoh adat kelurahan Nipah Panjang1,30 januari 2018
37
meskipun daun pacci hanya sebuah daun, tapi mempunyai makna sangat
mendalam. Daun pacar atau pacci sebagai symbol dari kebersihan dan
kesucian.
e. beras melati( benno)
Beras yang diletakkan berdekatan antara lilin dan pacci sebagai
pelengkapan dan prosesi mappacci. Beras dimaknai pesan semoga calon
mepelai dapat berkembang dengan baik dan mandiri dalam membina rumah
tangga yang dilandasi dengan cinta kasih, penuh kedamaian dan
kesejahteraan.
f. Lilin
Lilin merupakan obor penerang untuk memberi sinar pada jalan yang
akan ditempuh calon mepelai dalam memasuki bahtera rumah tangga
sebagai panutan atau teladan yang diletakkan pada tempat benno atau beras
dan daun pacci.
Lilin dimaknai pesan diamana calon mepelai dalam masa depannya
senantiasa memperoleh petunjuk ALLAH SWT.20
Sebelum adanya lilin ,
yaitu taibanni/patti yang berasal dari lebah yang dijadikan lilin.dimana
lebah senanntiasa hidup rukun, tentram ,damai , rajin, dan tidak saling
mengganngu antara satu sama lain. Selain daripada itu, lebah menghasilkan
suatu obat yang berguna bagi manusia, yaitu madu/cani’ yang dikaitkan
dengan kata cenning atau manis. Sehingga diharapkan agar calon
20 Wawancara dengan H.M.Zubair, tokoh adat kelurahan Nipah panjang1,30 januari 2018
38
mepelaisenantiasa memiliki hati yang manis untuk menjalin kebersamaan
dan keharmonisan.
g. Tempat pacci atau wadah
Tempat pacci atau wadah yang terbuat dari logam yang melambangkan dua
insan yang menyatu dalam satu ikatan atau jalinanyang kooh. Tempat pacci
merupakan makna pesan dimana pasangan suami istri, semoga tetap
menyatu.
B. Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Mattudang Penni
Islam adalah agama yang membawa misi pembebasan dan
keselamatan. Islam hadir dimuka bumi dalam rangka memberikan moralitas
baru bagi transformasi social. Islam dianggap sebagai sumber moral
disebabkan ajarannya yang metafisik dan humanis. Islam tidak hanya
mengajarkan ajaran yang bercorak vertical,tetapi juga membawa ajaran yang
bercorak horizontal. Islam bersumber dari ALLAH Subhaanahu Wa Ta’ala
dan berorientasi pada kemanusiaan , dengan dasar ini, islam adalah agama
yang tidak hanya membawa wahyu ketuhanan, tetapi sekaligus menegakkan
dan menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan.21
Hukum dan perintah yang dibawa oleh rasul adalah berdasarkan suatu
pandangan realistis atas segala sesuatu,bukan atas hasrat dan khayalan
manusia. Manusia harus melakukan tindakan yang nyata nyata dan sungguh
sugguh dalam kepentingan sejatinya. Demikian pula halnya dengan
masyarakat keagamaan ,tidak boleh melakukan hal hal yang merupakan
21
Moh. Dahlan, Epistimologi hukum Islam,(Yogyakarta; pustaka pelajar,2009), hlm 226
39
keinginan mayoritas anggotanya tetapi berlawanan dengan kepentingan
sejatinya.
Ajaran ajaran Islam berlaku untuk semua. Tidak ada perbedaan antara
kulit hitam dan kulit putih,pria dan wanita, kaya dan miskin,raja dan
pengemis, kuat dan lemah, timur dan barat, terpelajar dan orang bodoh, tua
dan muda, atau yang hidup sekarang dan dimasa mendatang. Karena mereka
semua ini sama memiliki sifat kemanusiaan dan apa yang disiratkannya pada
umumnya.22
Dalam konsep filsafat Islam , ada empat hal pokok yang dibicarakan
agama, yaitu Tuhan,Manusia,Alam , kebudayaan. Agama pada dasarnya
mengatur hubungan manusia dengan tuhannya ,manusia dengan sesamanya
dan dirinya,hubungan manusia dengan alam sekitarnya.23
Islam sebagai agama wahyu(samawi) yang mempunyai misi rahmatan
lil alamiin,mempunyai tingkat apresiasi(penghargaan) yang tinggiterhadap
Tradisi masyarakat, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan ajaran
Islam, hal tersebut sangat ma’qul (logis),mengingat kedudukan islam sebagai
agama global, yang daerahnya menyentuh seluruh masyarakat dunia tanpa
kecuali, sekaligus mengalami penyesuaian dengan lingkungan dan
kebudayaan setempat. Oleh karna itu islam memberikan sikap sikap dasar
untuk menghadapi segala perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam
masyarakat. Sebagai contoh, dalam masalah busana, Islam hanya menetapkan
batas aurat, yakni berbusana yang benar adalah dengan menutup aurat.
22
Sayyid M.H.Thabathaba’I,Hikmah Islam,(Jakarta; Mizan,1993),hlm 23
Ibid,hlm 23
40
Adapun bahan apa yang dipakai, model busana apa yang digunakan, atau
warna apa yang disukai, semuanya diserahkan kepada umat sesuai dengan
Tradisi dan budayanya masing masing. Dari Arab, Parsi, India, Mesir, Turki,
dan Melayu dapat menerapkan penutupan aurat tersebut tanpa harus
menggusur Tradisi busanannya masing masing.24
Sejak zaman awal Islam,banyak Tradisi tradisi yang dibiarkan
berlanjut, tapi disesuaikan dengan nilai nilai islam, seperti perkawinan
masyarakat arab pra islam banyak yang dilestarikan sekaligus di islamkan.
Pada masyarakat Islam Indonesia,ada beberapa tradisi yang bernuansa
keagamaan, seperti tahlilan,shalawatan, yasinan, atau tradisi yang bernuansa
kebudayaan dalam ziarah kubur, khitanan massal , peringatan hari besar
islam, halal bin halal dan lain lain, semua dipandang dan dijadikan ajang
komunikasi dengan umat untuk menjalin tali silaturahmi yang baik antara
sesama makhluk bermasyarakat. Allah berfirman :
فسادوهى ج ان برجال ي س يعىذو إ ان رجال ي ه كا اوأ رهق
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu
menambah bagi mereka dosa dan kesalahan“ (QS. Al Jin: 6)
Berdasarkan kajian ushul fiqh , masalah tradisi atau dalam bahasa
arab di sebut al urf mendapat perhatian yang cukup besar. Tradisi adalah
kebiasaan atau adat mayoritas masyarakat , baik dalam bentuk ucapan
24
Muhammad Thalhah Hasan,AhlussunnahWal Jamaah, hlm 209
41
ataupun perbuatan. 25
Selanjutnya bahwa tidak mungkin terjadi suatu tradisi
dalam masalah apapun, kecuali apabila hal tersebut berlaku secara berturut
turut dalam komunitas disuatu tempat, dimana mayoritas mereka menjaga
dari berlakunya hal tersebut. Diantara empat mazhab fiqh yang popular, dua
diantaranya , yaitu mazhab hanafi dan maliki yang luas menggunakan tradisi
sebagai landasan istinbat dan memandangnya sebagai prinsip pijakan ber
ijtihad, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan nash yang pasti
(Qath’i). dalam mazhab syafi’I tradisi al’urf juga diperhatikan apabila tidak
terdapat nash atau dasar dasar lain berupa ijma’ dan qiyas yang data
dijadikan pijakan dalam melakukan ijtihad . hal serupa juga dilakukan dalam
mazhab hambali.
Imam Asy syatibi membagi Tradisi dalam dua macam :
a. Tradisi yang berdasarkan syara’ , yakni tradisi yang dikuatkan
dalil dalil syar’I atau dinafikannya, seperti apabila syara’
memerintahkannya , baik dalam wujud kewajiban , atau kesunatan,
atau melarangnya dalam wujud keharaman atau kemakruhan, atau
mengizinkan untuk melakukan atau meninggalkan. Contoh tradisi
tersebut, seperti puasa hari Asyura yang dikuatkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Pada waktu beliau datang ke Madinah , melihat
masyarakat disana berpuasa , kemudian beliau bertanya “puasa
apa kalian? Mereka menjawab “kami biasa puasa untuk
mensyukuri keselamatan nabi Musa as dan kebianasaan Fir’aun
25
Abdullah Al juda’I,Tafsir Ilmu Ushul Fiqh,(bieru, Muassasah Al Rayyan, 1997),hlm
112,113.
42
pada hari Asyura ini”. Maka nabi kemudian menyatakan “kalau
begitu saya lebih layak untuk menghormati Nabi Musa as.”. maka
beliau ikut berpuasa dan menganjurkan sahabat sahabatnya ikut
berpuasa.
b. Tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat , tapi syara’
tidak membuat ketetapan apapun, tidak melarang dan tidak
menyuruh. Hal tersebutseperti kebiasaan memperingati hari besar
Nasional , dimana agama atau syara’ tidak menganjurkan dan juga
tidak melarang. Masalah tersebut merupakan tradisi dan budaya
masing masing bangsa, maslahah dan kebaikannya juga diserahkan
pada penilaian masing masing.
Abdullah bin yusuf Al Juda’i membagi Tradisi al urf dengan tradisi yang
benar (urf shahih) dan Tradisi yang rusak (urf fasid).
a. Tradisi yang benar yaitu, Tradisi yang tidak menyalahi nash al
qur’an dan hadist Nabi SAW. Serta tidak menghilangkan
kemaslahatan yang ada dalam masyarakat dan tidak mendatangkan
kerusakan terhadap orang banyak. Seperti menggunakan uang
kertas dalam transaksi jual beli.
b. Tradisi yang rusak yaitu, Tradisi yang bertentangan dengan Nash
Nash al qur an dan hadist nabi SAW. Serta menghilangkan
43
kemaslahatan terhadap orang banyak dan mendatangkan kerusakan
dalam masyarakat , seperti transaksi yang berdasarkan riba.26
Penggolongan macam macam adat atau urf dalam ushul fiqh dapat
dilihat dari beberapa segi:
1. Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan. Dari segi ini urf ada dua
macam :
a. urf qauli,yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata kata
atau ucapan
b. urf fi’li,yaitu kebiasaan yang berlaku dalam perbuatan.
2. Ditinjau dari segi ruang lingkup penggunaannya,dari segi ini urf terbagi
dua macam:
a. Adat atau urf umum,yaitu kebiasaan umum yang telah umum berlaku
dimana mana, hampir diseluruh dunia,tanpa memandang
Negara,bangsa dan agama.
b. Adat atau urf khusus ,yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok
orang ditempat tertentu atau pada waktu tertentu ,tidak berlaku
disemua tempat dan disembarang waktu.
3. Ditinjau dari segi penilaian baik dan buruk,dari segi ini urf terbagi dua
macam :
a. Adat yang shahih ,yaitu adat yang berulang ulang dilakukan ,diterima
orang banyak,tidak bertentangan dengan sopan santun,dan budaya
yang luhur.
26
Abdullah Al juda’I,Tafsir Ilmu Ushul Fiqh,(bieru, Muassasah Al Rayyan, 1997),hlm
112,113
44
b. Adat yang fasid yaitu,adat yang berlaku disuatu tempat meskipun
merata pelaksanaannya ,namun bertentangan dengan agama,undang
undang Negara dan sopan santun.
Pada waktu Islam masuk dan berkembang di arab, disana berlaku
norma yang mengatur kehidupan bermuamalah yang telah berlansung lama
yang disebut adat. Sebagian dari adat lama ada yang selaras dan ada yang
bertentangan dengan hukum syara’. Dalam hal ini yang diutamakan adalah
proses penyeleksian adat yang dipandang masih diperlukan untuk
dilaksanakan. Adapun yang dijadikan pedoman dalam menyeleksi adat adalah
kemaslahatan menurut wahyu.27
Berdasarkan hasil seleksi tersebut,adat dapat dibagi kepada empat
kelompok:
1. Adat yang lama secara subtansial dan hak pelaksanaannya mengandung
unsur kemaslahatan.maksudnya perbuatan ini mengandung unsur
kemaslahatan dan tidak ada unsur mudharatnya.
2. Adat lama yang pada prinsipnya secara subtansial mengandung unsur
maslahat (atau tidak mengandung unsur mafsadat) ,namun dalam
pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh islam.Adat dalam bentuk ini
dapat diterima dalam islam ,selanjutnya mengalami perubahan dan
penyesuaian .
3. Adat lama yang pada prinsipnya dan pelaksanaannya mengandung
mafsadat (merusak).
27 Amir Syarifuddin,Ushul FiqhJilid 2,(Jakarta : Logos Wacana Ilmu,1999),hlm 342
45
4. Adat yang telah berlansung lama,diterima oleh banyak orang karna tidak
mengandung unsur mafsadat dan tidak bertentangan dengan dalil
syara’yang datang kemudian,namun secara jelas belum terserap kedalam
syara’ ,baik secara lansung maupun tidak lansung. Adat atau urf dalam
bentuk ini jumlahnya banyak sekali dan menjadi perbincangan dikalangan
ulama. Bagi kalangan ulama yang mengakuinya berlaku kaidah : adat itu
dapat menjadi dasar hukum.
Sebelum adanya pengaruh agama seperti Hindu ,Budha dan
sebagainya muncul di Indonesia,maka kepercayaan nenek moyang kita sangat
berdasar pada dua system kepercayaan .dan kepercayaan itu sudah menjadi
sebuah ideology dalam keyakinan mereka.
a. Animisme
System kepercayaan ini berkeyakinan bahwa benda benda yang
mempunyai kekuatan roh bukan saja manusia dan hewan,akan tetapi benda
benda lain seperti pohon ,batu, dan lain sebagainya juga mempunyai roh
dengan sendirinya ia memiliki kekuatan ghaib,dan roh roh itu dapat
mempengaruhi keuntungan dan kerugian hidup mereka.agar tidak
menimbulkan dampak negative dalam kehidupannya ,mereka menghormati
roh roh tersebut dengan mempersembahkan sesajen dan kemenyan melalui
perantaraan seorang ahli (dukun atau pawang ) dimintanya berkat atau restu
b. Dinamisme
Nenek moyang kita berkeyakinan bahwa setiap orang ,hewan atau
benda mempunyai kekuatan ghaib atau semangat.banyaknya semangat yang
46
ada didlam tubuh harus berdimensi seimbang dengan kondisi tubuh ,orang
yang kurang semangatnya akan mengalami sakit sakit saja .oleh sebab itu
,maka orang yang memakai benda benda seperti cincin ,gelang, kalung , atau
benda apa saja yang dapat menimbulkan semangat.28
Tradisi tudang penni dalam pernikahan suku bugis
dikecamatan nipah panjang tetap dipelihara dan dilaksanakan, karna
termasuk salah satu adat dan kebiasaan yang dianggap baik dalam rangkaian
prosesi perkawinan masyarakat dikecamatan nipah panjang kabupaten
tanjung jabung timur,serta secara keseluruhan pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan hukum islam. Namun masih ada hal hal yang perlu
disempurnakan ,seperti dalam acara attoriolong yang menyajikan beragam
macam makanan dengan niat mengirimkan makanan tersebut kepada orang
yang sudah meninggal yang disesuaikan dengan makanan kesukaan orang
meninggal tersebut, seperti menyajikan ayam kampung berwarna merah
karna alasan si mayyit semasa hidup suka memakan ayam tersebut, atau
menyediakan beberapa gelas susu karna mayyit yang meninggal adalah
meninggalnya pada saat masih bayi , karna dalam hal ini nabi pernah
menjelaskan bahwa :
Apabila anak adam mati ,maka terputuslah amalnya dari dunia kecuali 3
perkara:sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat , dan anak shaleh yang
mendoakan kedua orang tuanya.
28 http:aliwafapuncak.blogspot.co.id/p/budaya-sesajen.html
47
Jadi apabila yang disampaikan kepada orang yang meninggal seperti
bacaan al fatihah ,meskipun masih terjadi ikhtilaf di kalangan ulama, namun
menurut ibnu taymiyyah mengatakan bacaan al qur an akan sampai kepada si
mayyit . Dalam prosesi attoriolong ini, intinya adalah mengirimkan bacaan al
fatihah kepada orang yang sudah meninggal ,dan bacaan yang dikerjakan
oleh pemangku adat adalah bacaan yang sesuai dengan ajaran islam , seperti
mengawali dengan istighfar ,kemudian membaca tawassul ,kemudian
menyebutkan nama si mayyit satu persatu, bacaan ini agak berlansung lama
karna tujuan orang yang dikirimkan bacaan itu berjumlah bnayak ,apalagi
kalau yang mengadakan acara adalah keturunan dari raja terdahulu. Adapula
yang menyediakan beragam macam buah karna alasan orang yang meninggal
adalah keturunan bangsawan , kemudian kewajiban menyajikan kemenyan
dengan alasan bahwa asap dari kemenyan itu bisa membawa doa si sohibul
hajah lebih cepat sampai sehingga makanan tersebut lebih cepat pula sampai
kepada orang yang meninggal , namun menurut dg ptunru’ bahwa adat ini
tidak lagi sepenuhnya dilaksanakan , hanya ada tinggal sebagian orang yang
melaksanakan adat ini, seperti tradisi mappaccing yang sudah hampir jarang
dilaksanakan oleh orang bugis di kecamatan nipah panjang .
Menurut syekh muhammad arsyad al banjari, melaksanakan upacara
berupa ritual ritual yang ditujukan kepada makhluk halus atau orang yang
telah meninggal hukumnya ada tiga macam :
1. Kafir, jika acara tersebut diyakini sebagai satu satunya jalan agar
terhindar dari bahaya dan penyakit.
48
2. Bid’ah lagi fasik, jika pelaku berkeyakinan bahwa keselamatannya
berasal dari kekuatan yang diciptakan ALLAH dalam ritual tersebut.
3. Bid;ah biasa jika diyakini bahwa upacara tersebut tidak memberi
bekas, baik dengan kekuatan yang ada padanya,atau dengan
kekuatan yang dijadikan oleh ALLAH padanya,tetapi hanya ALLAH
yang menolak segala bahaya itudengan memberlakukan hukum
kebiasaan pada upacara tersebut. Namun bila seseorang meyakini
bahwa upacara tersebut halal atau tidak terlarang, maka hukumnya
kafir.
Kemudian dalam acara cemme botting, wanita dimandikan oleh indo;
botting/penata rias, didalam tempat yang tertutup dan tidak dipertontonkan
kepada orang banyak. Setelah acara memandiikan mepelai, maka mepelai
pengantin akan dipakaikan beddak oleh keluarga, namun dalam hal ini
pakaian wanita masih dalam keadaan menutup aurat, pakaian yang dipakai
adalah kain panjang yang menutupi tubuh sampai ke dada wanita, dan bagian
kepala hingga leher ditutupi dengan handuk atau kain pembungkus lainnya.
Dari uraian di atas dapat diambil garis besar bahwa Ritual Tradisi
Tudang Penni termasuk urf khusus yaitu kebiasaan yang dilakukan
sekelompok orang ditempat tertentu atau pada waktu tertentu. Jika dipandang
dari segi baik buruknya, adat ini termasuk adat yang shahih, karna dapat
diterima, dipertahankan orang banyak, serta tidak bertentangan dengan
agama ,sopan santun dan budaya yang luhur. Dengan penggolongan adat
tersebut, maka sudah jelas bahwa ritual Tradisi Tudang Penni dapat diterima
49
dan boleh dilaksanakan . Atas penggolongannya adat ini juga diterima oleh
para ulama, alasan mengenai penggunaan (penerimaan) mereka terhadap urf
tersebut adalah hadis yang berasal dari Abdullah ibnu mas’ud yang
dikeluarakan imam Ahmad ,yang berbunyi :
“Apa apa yang dilihat oleh umat islam sebagai suatu yang baik, maka
yang demikian disisi Allah adalah baik”.(HR.AHMAD).29
C. Urgensi Tradisi Pernikahan Mattudang Penni Bagi Masyarakat Suku
Bugis Di Kelurahan Nipah Panjang I
Manusia dipandang islam sebagai manusia yang
bermasyarakat.manusia bisa dipandang sebagai individu dan sekaligus
anggota masyarakat, hal ini merupakan kenyataan dalam hidup.Kita tidak
bisa semata mata hidup seorang diri,kita memerlukan orang lain untuk
berinteraksi social. Rumah tangga adalah bentuk terkecil hubungan
masyarakat, dan ini bisa berkembang menjadi suku, bangsa ,akhirnya umat
manusia.30
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang hidup didaerah
tertentu,yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan aturan yang mengatur
mereka,untuk menuju pada tujuan yang sama. Dalam masyarakat tersebut
manusia selalu memperoleh kecakapan,dan pengetahuan pengetahuan baru.
Kebudayaan bersifat KOMULAIF. Dapat diibaratkan manusia adalah sumber
kebudayaan. Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah dalam
bertindak dan berfikir, sehubungan dengan pengalaman pengalaman
29
Syekh Abdullah Sa’id Al Lahji,IDHAH AL QAWAAID AL FIQHIYYAH,, maktabah wa
Mathba ah An Nadiyah Al Hadisiyah 30
Deliar Noer,Isla dan Masyarakat,(Jakarta :Yayasan Risalah,2003),hlm 29
50
fundamental, dari sebab itulah kebudayaan tidak dapat dilepas dengan
individu dan masyarakat.31
Suku Bugis hidup dalam lingkungan adat istiadat yang sangat kental.
Begitu juga dengan adat Tudang Penni yang diwarisi turun temurun oleh
masyarakat suku bugis di kecamatan nipah panjang, dengan prinsip
masyarakatnya yang senantiasa menjunjung tinggi adat istiadat. Bagi mereka
adat istiadat ini tidak bisa ditinggalkan, bahkan sudah menjadi keharusan
dalam setiap dilaksanakannya pesta perkawinan . Meskipun tidak semua
masyarakat memahami secara mendalam maksud dan tujuan diadakannya
Tudang Penni , dengan kata lain ,hanya tokoh adat dan orang orang tertentu
yang mengetahui secara detail mengenai adat tersebut. Banyak yang
mengatakan adat ini merupakan acara yang terpenting dalam perkawinan.
Karna sebagai bentuk do’a dan pengharapan untuk mengarungi bahtera
rumah tangga yang akan dibina bagi sepasang pengantin. Dengan harapan
memiliki rumah tangga yang tentram, penuh kebahagiaan, saling menjaga
dengan cinta kasih dan diberikan kelanggengan sampai kakek kakek dan
nenek-nenek. Meskipun belum ada lembaga adat yang dibentuk untuk suku
bugis sendiri di Kelurahan Nipah Panjang ini, karna masyarakat penduduk
aslinya adalah melayu tapi masyarakat suku bugis masih tetap mampu
mempertahankan dan melestarikan adat istiadat setempat. Walaupun bukan
ditanah leluhur tetapi adat istiadat para leluhur harup tetap dilaksanakan,
31
Joko Tri Prasetya,Ilmu Budaya Dasar,(Jakarta :Rineka Cipta), hlm 36-37
51
sebagaimana yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat.32
Menurut mereka
adat yang ditinggalkan oleh para leluhur harus tetap dilestarikan karna
sebagian besar adat yang ditinggalkan memiliki makna persaudaraan. Dalam
acara tudang penni ini misalnya tidak hanya mempunyai makna spiritual,
akan tetapi juga memiliki makna sosial. Beberapa saat sebelum acara
diadakan, kaum lelaki dan perempuan berkumpul untuk melaksanakan tugas
mereka sebelum datang acara malam hari, seperti kaum wanita yang
menyediakan berbagai macam masakan untuk dihidangkan pada malam
harinya, kemudian para lelaki membantu menyiapkan kebutuhan yang
diperlukan, dari sini tercipta kebersamaan dan keakraban bermasyarakat,
karna mayoritas masyarakat nipah panjang adalah orang yang bekerja keras
sehingga bagi mereka nelayan yang keluar dari malam dan pulang disiang
hari, atau petani yang berangkat dipagi hari hingga pulang di sore hari,
mereka hampir tidak punya waktu untuk menciptakan keakraban
bermasyarakat. Inilah pentingnya dan urgennya tradisi pernikahan yang tetap
di pertahankan.
32
Wawancara dengan Musa, Salah Seorang Tokoh Adat Kecamatan Nipah Panjang I,
22 januari 2018
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alhamdulillah berkat taufiq dan Hidayah Allah SWT. Penulis telah
dapat menyelesaikan bab demi bab dalam skripsi ini, maka sebagai
kesimpulannya dapat penulis kemukakan sebagai berikut:
1. Tradisi Mattudang Penni adalah Sebuah ritual yang dilakasanakan
pada malam sebelum kedatangan mempelai wanita dan duduk
bersanding untuk Resepsi yang merupakan bagian dari salah satu
bentuk adat dan kebudayaan di Kelurahan Nipah Panjang I
2. Tradisi Mattudang Penni dipimpin oleh tokoh Adat atau orang yang
telah dipercaya, waktu pelaksanaannya malam hari sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Rangkaian acara dimulai dari Maccemme
Botting, Mabbeddak Botting, Attoriolong, Pembacaan Barzanji dan
Mappandre Temme’. Serangkaian acara tesebut memiliki makna
tersendiri.
3. Dalam prosesi attoriolong ini, intinya adalah mengirimkan bacaan al
fatihah kepada orang yang sudah meninggal, dan bacaan yang
dikerjakan oleh pemangku adat adalah bacaan yang sesuai dengan
ajaran islam.
4. Dalam islam adat sudah dikenal pada saat islam masuk dan
berkembang di arab. Tradisi mattudangpenni termasuk urf khusus
yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang ditempat tertentu
53
atau pada waktu tertentu. Berbagai hal daam tradisi ini boeh
dilaksanakan menurut islam tetapi adapula yang tidak boleh
diaksanakan, seperti misalnya mengirimkan makanan kepada orang
yang sudah meninggal dengan berharap kepada orang yang sudah
meninggal tersebut , karna pada hakikanya ALLAH lah yang maha
kuasa terhadap segala sesuatu sedangkan manusia jin dan syaian
adalah cipttaannya,dan meminta kepada selain ALLAH adalah
perbuatan syirik.
5. Jika dipandang dari segi baik buruknya, adat ini termasuk adat yang
shahih, karna dapat diterima, dipertahankan orang banyak, serta tidak
bertentangan dengan agama ,sopan santun dan budaya yang luhur.
Dengan penggolongan adat tersebut, maka sudah jelas bahwa ritual
Tradisi Tudang Penni dapat diterima dan boleh dilaksanakan. Atas
penggolongannya adat ini juga diterima oleh para ulama.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama R.I, 1986.
2. Al-Imam Jalalluddin bin Abi Bakar As-Sayuthi, Jamishaghir. Makatul
Mukaramah: Maktab Alamiyah , 911H.
3. Aliy As’ad, Fathul Muin, Juz III , Kudus: Menara Kudus, 1979.
4. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, cet. ke 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
5. Bewa Ragawino, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia
(Bandung: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran,
2008.
6. Burhan Bungin, Metodologi Penelitan Sosial dan Ekonomi, Jakarta:
Kencana, 2013.
7. Dirjen Bimas dan Urusan Haji, Pedoman PPPN Jakarta: Proyek Pembinaan
Kekeluargaan 1992-1993.
8. Gusmarni, Perkawinan Menurut Hukum Adat Suku Bugis Dikelurahan
Totaka Kelurahan Ujung Tanah Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan,
Skripsi, Padang: Universitas Andalas, 2015.
9. Ismail Suardi Wekke, dan Adat dalam Pernikahan Masyarakat Bugis di
Papua Barat Jurnal Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 2, Desember 2012.
10. Ika Dayani Rajab Putri, Makna Pesan Tradisi Mapacci Pada Pernikahan
Adat Bugis Pangkep di Kelurahan Talaka Kecamatan Ma’rang, Skripsi,
Makassar : Ulaudin Makassar, 2016.
11. Lusiana Onta, Adat Pernikahan Suku Bugis di Desa Bakung Kelurahan
Batui, Skripsi, Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo, 2013.
12. Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman dan, Analisis Data Kualitatif,
Terj. Tjetjep Rohedi Rohidi, Jakarta: UI Press, 2007.
13. Muh. Rusli Reinterpretasi Adat Pernikahan Suku Bugis Sidrap Sulawesi
Selatan, Jurnal Karsa, Vol. 20 No. 2, Desember 2012.
14. Ria Andriyana, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya
Perkawinan dalam Ikatan Saudara Pada Masyarakat Suku Bugis di Desa
55
Muara Gading Mas Kelurahan Labuhan Maringgai Lampung Timur,
skripsi Lampung: UNILA, 2011.
15. ST. Muttia A. Husain, Proses dalam Tradisi Perkawinan Masyarakat
Bugis di Desa Pakkasalo Kelurahan Sibulue Kabupaten Bone, Skripsi,
Makassar: Universitas Hasanuddin, 2012.
16. Sudarmono, Pokok-Pokok Hukum , Jakarta: Rineka Cipta 1992.
17. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
18. Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah, Edisi
Revisi, Jambi: Syari’ah Press, 2012.
19. Rosdalina,perkawinan masyarakat bugis istana publishing
20. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
21. Tang,Mahmud.2009.tolong menolongdalam penyelenggaraan pernikahan
pada masyarakat bugis di desa madello kab barru Sulawesi selatan.
22. Millar,Susan B.bugis society/masyarakat bugis given by the wedding
guest.amerika serikat :cornell university,1981
23. Mattulada,sejarah masyarakat,dan kebudayaan Sulawesi selatan,ujung
pandang :hasanuddin university press 1998.
56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1.1 Dokumentasi Pelaksanaan ritual Attoriolong oleh tokoh adat dengan berbagai
jenis makanan, 13 januari 2018
1.2 Dokumentasi pelaksanaan mabbeddak botting calon mepelai pengantin
wanita, 3 januari 2018
1.3 Dokumentasi sajian makanan dalam prosesi ritual attoriolong, 3 januari 2018
57
DATA INFORMAN
No Nama Informan Jabatan/Pekerjaan Ket
1 Musa Tokoh Adat
2 Dg Patunru’ Tao Matoa
3 Dg Mallimpo Tokoh Adat
4 Dg Maccita Jennang
5 H. M Zubair Tao Matoa
6 Saharia Masyarakat Desa
7 Samsidar Indo’ Botting
58
DAFTAR RIWAYAT
(CURRICULUM VITAE)
Nama : Maulana Yahya
Tempat/Tgl Lahir : Nipah Panjang / 22 Oktober 1995
Email/Surel : [email protected]
No. Kontak/HP : 082278559686
Alamat : Nipah Panjang 1 Rt 16 Rw 07
Pendidikan Formal :
1. SD : SDN 107 Nipah Panjang 1
2. SMP : MTsN II Kuala Tungkal 1 Nipah Panjang
3. SMA : MAN Al-Khairyyah Kota Jambi
Pengalaman Organisasi :
1.
2.
Motto Hidup : Tidak terbang karena dipuji tidak tumbang
karena dicaci,yakin kebenaran hanya ada satu.