TP Ridhal Dkk Siap Print
-
Upload
saifur-ridhal -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
description
Transcript of TP Ridhal Dkk Siap Print
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sektor pertanian dan pangan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan
skala global untuk pemberian makanan dari sembilan milyar perorangan di tahun
2025 (Wezel dan David, 2011). Pertanian merupakan kunci kesuksesan suatu
negara dalam menghadapi krisis pangan di dunia. Negara dengan tingkat
perkembangan pertanian baik mampu menghadapi krisis pangan yang terjadi di
dunia sebab produktivitas pertaniannya telah mengalami peningkatan yang cukup
signifikan serta diimbangi oleh IPTEK. Peran IPTEK serta agroekologi sangat
berpengaruh besar terhadap pertanian di suatu negara.
Agroekologi dalam dunia pertanian dapat menyokong untuk mengambil
kebijakan dalam pelayanan ekosistem (Schutter, 2011). Peran agroekologi sangat
besar dan menjadi penentu serta dijadikan ujung tombak dalam peningkatkan
usaha pertanian. Usaha pertanian meningkat berarti agroekologi dalam suatu
negara berperan maksimal.
Usaha pertanian juga ditentukan oleh relief suatu wilayah serta jenis tanah.
Relief suatu wilayah dapat diidentifikasi dengan tinggi rendahnya suatu
permukaan laut. Relief suatu wilayah dapat menentukan jenis tanaman yang dapat
di suatu daerah. Tingkat produksi komoditas suatu daerah dapat ditentukan
melalui bentuk suatu wilayah. Dataran rendah dapat ditumbuhi komoditas pangan
dengan tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas
komoditi di dataran tinggi.
Faktor utama dalam penentuan sistem produksi pertanian selain sifat-sifat
tanah adalah bentuk wilayah. Dataran tinggi umumnya membatasi penggunaan
mesin dan ternak dalam membajak lahan sehingga tidak memerlukan tenaga kerja
yang lebih banyak. Kondisi lahan di dataran memiliki potensi untuk ditanami
tanaman sayuran, tanaman hias, tanaman keras dan dapat dijadikan sebagai
perkebunan. Tanaman-tanaman hortikultura juga dapat dibudidayakan dengan
maksimal asalkan sesuai dengan menggunakan sistem yang terbaik.
Pembahasan tentang iklim dan cuaca mengarah pada keadaan atmoosfer
pada suatu tempat dan waktu tertentu. Cuaca dan iklim memiliki perbedaan dalam
hal rentang waktu dan luas tempat. Cuaca didefinisikan sebagai keadaan atmosfer
pada daerah tertentu dan waktu tertentu,sedangkan iklim adalah keadaan atmosfer
pada daerah yang lebih luas dalam kurun waktu yang panjang. Dalam mengetahui
cuaca di suatu wilayah kita dapat melakukan pengukuran langsung di tempat
tersebut,berbeda dengan iklim, untuk mengetahui suatu iklim pada suatu daerah
tertentu diperlukan rekamnan data keadaan atmosfer di tempat tersebut puluhan
tahun yang lalu.
Posisi garis lintang dan bujur dapat mempengaruhi iklim di daerah tersebut
yang juga mempengaruhi tingkat produktivitas komodi tanaman yang tumbuh di
daerah tersebut. Faktor utama iklim yang berhubungan dengan tingkat
produktivitas komoditi di suatu wilayah yaitu suhu. Tinggi rendahnya suhu udara
di sekitar tanman ditentukan oleh intensitas cahaya matahari. Semakin tinggi
intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tanaman semakin efektif dalam laju
fotosintesis suatu tumbuhan dan semakin tinggi kualitas tanaman tersebut.
1.3 Tujuan
1. Menyusun data dan informasi tentang keadaan biofisik dan sosial ekonomi di
suatu wilayah ke dalam suatu sistem pangkalan data dan berbagai jenis peta
sehingga tersedia informasi yang terpadu dan memadai mengenai keadaan
lingkungan di suatu wilayah.
2. Melakukan analisi tentang kesesuaian beberapa jenis tanaman/komoditas
pertanian penting serta kesesuaian teknologi di suatu wilayah.
3. Mengidentifikasi berbagai komoditas pertanian unggulan spesifik lokasi, serta
mengidentifikasi kebutuhan teknologinya.
4. Mamberikan masukan dalam rangka perencanaan penelitian, pengkajian, dan
pengembangan komoditas unggulan spesifik lokasi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan
hidupnya dari hasil pertanian dan hutan. Namun, sebagian tanah atau lahan yang
diupayakan sebagai areal pertanian sangat tergantung pada berbagai faktor yang
dikendalikan oleh perubahan musim (iklim) dan daya dukung lahan (topografi). Lahan
yang cocok dan subur sangat menunjang petani untuk bisa berproduksi maksimal
dan optimal sehingga bisa memenuhi kebutuhan konsumen se-Indonesia. Tinggi
tempat (altitude) selalu berkaitan dengan temperatur setempat. Semakin tinggi tempat di
atas permukaan laut, maka semakin sejuk temperaturnya. Dengan demikian faktor
ketinggian selalu berkaitan dengan temperatur, dan secara langsung temperatur sangat
menentukan pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis tanaman memerlukan temperatur
tertentu agar dapat berbunga. Tanaman seledri, bawang prei, kubis putih, dan bawang
merah dapat dipercepat perbungaannya dengan menempatkan tanaman tersebut pada suhu
rendah (mendekati beku) sehingga tanaman ini banyak ditemukan pada dataran tinggi
(Rina, D. N., dkk, 2012).
Faktor lain yang penting yaitu tanah, ketinggian dan intensitas sinar
matahari. Klasifikasi tanah dapat diketahui melalui suhu dan lengasnya. Tanah
memiliki potensi yang berbeda apabila memiliki suhu yangberbeda. Ketinggian
gtempat merupakan faktor yang penting untuk produksi dan pembentukan tanah.
70% lahan tropika dan 80% lan subtropika memiliki tingkat produksi pertanian
dan jenis-jenis tanah yang terbentuk. Ketinggian tempat menjadi faktor pembatas
bagi produksi tanaman (Buring, 1968 dalam Natohadiprawiro, 1983).
Berdasarkan evaluasi karakteristik sumber daya tanah dan peta iklim skala
1:1.000.000, dari luas daratan Indonesia sekitar 188,20 juta ha tanah cocok untuk
pengembangan pertanian mencapai 100,80 juta hektar, baik dari dataran rendah
(sawah, perikanan darat, tambak atau payau) dan lahan kering (tanaman pangan,
tanaman tahunan, perkebunan, dan padang rumput). Sementara itu, berdasarkan
penelitian potensi sumber daya lahanuntuk memproduksi bioenergi beberapa
komoditas ada 76.475.451 ha tanah cocok untuk kelapa sawit, kelapa, tebu, jarak
pagar, kapas, ubi kayu, dan sagu(Rina, D. N., dkk, 2012).
Penanaman suatu varietas unggul buah-buahan pada lokasi yang berbeda
ternyata akan memberikan hasil yang berbeda pula. Di dalam zona agroekologi,
banyak yang perlu di perhatikan seperti keadaan cuaca, kondisi tanah, dan
ketinggian. Cuaca merupakan hal utama yang harus diperhatikan karena setiap
tumbuhan memiliki musim tanam yang berbeda-beda. Ketinggian tanah dari
permukaan laut juga sangat penting untuk diperhatikan karena setiap tumbuhan
juga memiliki tingkat ketinggian tanam yang berbeda juga. Jika kita menanam
dengan memperhatiakn seluruh poin-poin zona agroekologi maka tumbuhan yang
kita tanam akan membuahkan hasil yang maksimal. Seperti halnya ketika kita
menanam padi pada musim penghujan maka tidak akan membuahkan hasil, begitu
juga ketika kita akan menanam padi pada dataran rendah makan tanaman tersebut
tidak akan berbuah dengan maksimal bahkan tidak akan tumbuh (Rukmana,
2000).
Persyaratanlain yang harus juga diperhatikan dalam mengolah dan
meningkatkan lahan (topografi) pertanian adalah drainase, tekstur, struktur,
konsistensi tanah, kedalaman tanah (tumbuhnya akar), kimia tanah, dan fisika
tanah. Secara umum semua tumbuhan memerlukan drainase yang tepat dengan
dukungan aerasi yang baik dan suplai oksigen lancar, sehingga akar akan tumbuh
baik dan bisa menyerap nutrisi secara optimal. Satu lagi yang mendasari ialah
batasan minimum dan maksimum. Tanah juga memiliki penyerapan minimum dan
maksimum untuk masing-masing karakteristik tanah. Di luar batas-batas ini tanah
dikategorikan lahan tak produktif seara permanen (Hakim, 2012).
Berkenaan dengan hal itu persebarab iklim di Indonesia, mengembangkan
pertanian secara berkelanjutan, membutuhkan klasifikasi ulang zona agroekologi.
Zona saat ini dikembangkan di tahun 60-an yang secara berlebihan dan
ketinggalan jaman, serta tidak dapat digunakan untuk merencanakan pertanian
berkelanjutan. Hal ini karena perubahan iklim dan variabilitas dan yang memiliki
potensi untuk bergeser dari zona sebelumnya, juga pengembangan alat-alat baru
dan teknologi yang lebih efektif dalam zonasi agroekologi. Berarti bahwa zona
agroekologi adalah alat standar untuk memprioritaskan penelitian pertanian dan
investasi karena mereka menawarkan relevan, informasi yang tersedia tentang
lingkungan sasaran (Chikodzi D.,et all, 2013).
Contoh pemetaan zona agroekologi baru yang diadakan di Universitas
Great Zimbawe menghasilkan data bahwa sebagian besar penduduk setempat
merasa iklim di daerahya berubah dan berpindah ke tempat lain. Mereka
mengkonfirmasi rentang musim hujan terlambat datang dan musim kering lebih
awal datang. Hal ini menyebabkan sulitnya benih yang disemai tumbuh merata.
(Source: Zimbabwe Meteorological Services Department)
Dari gambar tersebut menunjukkan curah hujan telah menyimpang dan
berubah dari mestinya. Perubahan negatif dari kejadian ini membutuhkan
pengaturan sistem pertanian praktis dan metode tepat untuk keberlanjutan
pertanian itu sendiri. Penting sekali untuk mengklasifikasi lahan menjadipet zona
agroekologi karena beberapa alasan :
1. Membutuhkan desain program pertanian yang pas untuk areal tertentu.
2. Lamanya cuaca dingin menghambat pengukuran.
3. Perencanaan penggunaan lahan.
Acuan ini juga yang digunakanPengelola Sumber Daya Alam bekerja
sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika (BMKG)untuk
memetakkan zona agroekologi Indonesia.
Klasifikasi iklim yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah
Klasifikasi Schmidt-Ferguson dan Oldeman. Sistem klasifikasian iklim menurut
Oldeman :
1. Lebih banyak digunakan untuk iklim tanaman semusim.
2. Dasar klasifikasi adalah jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama
pada tanaman padi.
3. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang
berlansung secara berturut-turut.
Oldeman mengungkapkan, misalnya kebutuhan air untuk tanaman padi
adalah 150 mm/bulan dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama
adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan.
(Persebaran peta zona iklim (agroekological zoning) dunia).
Iklim, karakteristik tanah dan bentuk lahan merupakan faktor yang dapat
menentukan seberapa produktif setiap bagian dari tanah. Fakor ini juga yang dapat
membatasi produktivitas setiap lahan. AEZ (agroecolgical zoning) pada saatnya
penggunakan faktor-faktor tersebut sebagai barometer untuk membagi daerah
tertentu menjadi zona agroekologi. Proses AEZ membantu rencana pemerintah
pusat dan daerah merelokasikan penggunaan lahan yang harus digunakan pada
saat ini atau di masa depan (Layzoga, M. V., 2012).
Data tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan. Bagaimana pun juga,
pembatasan zona agroekologi semisal wilayah gunung, danau, rawa, dan lembah
menyulitkan pengumpulan data dan penelitian AEZ dan GIS (geographic
information system). Penemuan terbaru menyanggah hal itu dengan adanya
peralatan teknologi modern menggunakan remot sensor dan model sesuian proses
kemudian mengaplikasannya kedalam sistem informasi iklim bisa mendukung
metode AEZ. Model komputer unit juga bisa mempengaruhi data base penelitian
yang dilakukan (Manila, 2012).
Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud apabila lahan yang
digunakan untuk areal pertanian tersebut dikerjakan dengan pengelolaan yang
sesuai. Apabila lahan tidak gunakan dengan tepat, produktivitas akan cepat
menurun dan ekosistem menjadi terancam mengalami kerusakan. Penggunaan
lahan yang tepat selain menjamin bahwa lahan dan alam ini memberikan manfaat
untuk pemakai pada masa kini, juga menjamin bahwa sumberdaya alam ini
bermanfaat untuk generasi penerus di masa mendatang. Dengan
mempertimbangkan keadaan agroekologi, penggunaan lahan berupa sistem
produksi dan pilihan-pilihan tanaman yang tepat dapat ditentukan (Susetyo, Y. A.,
dkk, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Chikodzi, D., H. Zhinhiva, F. M. Simba and T. Murwendo. 2013. Reclassification Of Agro-Ecological Zones In Zimbabwe – The Rationale, Methods And Expected Benefits: The Case Of Masvingo Province. Sustainable Development in Africa. (ISSN 1520-5509), 15: 114.
Hakim, M. 2012. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Tanaman Tebu di Indonesia. Agrikurtura, 21(1): 5-12.
Layzoga, M. Y. 2012. Mapping Philippine Agro-Ecological Zones (AEZS) Technical Notes. Manila Observatory : Human development network.
Natohadiprawiro, T. 1983. PENGANTAR PENGAJIAN TANAH-TANAH WILAYAH TROPIKA DAN SUBTROPIKA. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Rina, D. N., Chairul, dan Solfiyeni. 2012. Komposisi dan Struktur Tanaman Pekarangan Dataran Tinggi di Nagari Alahan Panjang Kabupaten Solok. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 1(2) – Desember 2012 : 144-149.
Rukmana, R. H. 2000. Usaha tani markisa. Jakarta : pustaka abadi.
Susetyo, Y. A., Pakereng M. A. I., Sri Y. P. S. 2012. Pembangunan Sistem Zona Agroekologi (ZAE)menggunakan Logika Fuzzy pada Wilayah PertanianKabupaten Semarang Berbasis Data Spasial. Jurnal Teknologi Informasi-Aiti, 8(1): 1-100.
LAPORAN PRAKTIKUM
Analisis Peta Zona Agroekologi
Oleh :
Kelompok 1/Golongan G
1. Andre Atmaja (151510501004)
2. Shahrizal M. A. (151510501015)
3. Rima Esa Lolitasari (151510501026)
4. Aviv Tri Utomo (151510501028)
5. Fendi Dwi Pradana (151510501030)
6. Anjik Wicaksono (151510501036)
7. Ineke Novita Sari (151510501041)
8. Saiful Ridal (151510501048)
9. Fimas Ariyanto (151510501049)
10. Yulid Nizrohah Z. (151510501052)
PROGRAM STUDI AGROEKOLOGI
LABORATORIUM HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015